Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KELOMPOK

RANGKUMAN MATERI SEMINAR


“Dampak Pandemik Covid 19 Terhadap Going Concern Perusahaan dan
Opini Audit”
Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Audit

Dosen Pengampu:

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Ihsania Faradina Yulianti (2017161350011)
Kristianingsih (2017161350012)
Lisa Anggraini (2017161350009)
Melinda Septiany (2017161350008)

INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS


AHMAD DAHLAN JAKARTA
2021
PEMBAHASAN

1. Rangkuman Materi : Dr. Eng. Saiful Anwar, SE, Ak, M.Si


Judul : Dampak Audit Trhadap Going Concern
Dampak Covid-19 terhadap perekonomian sangat signifikan,terhadap seluruh sektor
proyek perekonomian.Berdasarkan data yang bersumber dari bank BRI yang masih hangat
sekali disebutkan bahwa hampir seluruh sektor mengalami kontaksi, kontraksi terbesar di
alami oleh sektor transportasi yang mengalami dampakakibat dari kebijakan PSBB sebesar -
29,2 % dan selanjutnya diikuti oleh industry akomodasi seperti hotel, rumah makan tempat
wisata mengalami kontraksi hingga -22,4%. Dan selanjutnya posisi ketiga adalah sektor
keuangan seperti perbankan mengalami kontraksi hingga -10,3%.
Ini semua adalah dampak yang luar biasa besar dalam waktu yang sangat singkat
akibat pandemi Covid-19 ini pada laporan itu disebutkan hanya sektor informasi dan
komunikasi serta pertanian yang tetap bisa tumbuh positif besar 3,4% dan 16,2%. Ada
semacam infal bagi sector informasi karena membuat sebuah budaya baru bagi kita untuk
tetap stay at home, bekerja dari rumah belajar dari rumah sehingga membutuhkan teknologi
informasi.Akhirnya sektor ini mengalami peningkatan sebesar 3,4%.
Gambaran kondisi industry ini juga berdampak pada skala makro karena skala makro
adalah kumpulan dari micro-micro tersebut. Dimana akhirnya pertemuan ekonomi Indonesia
mengalami kontraksi sebesar -3,49% sehingga membuat investor mengalami ke khawatiran
terhadap isu permasalah going concern sehingga membawa isu going concern terhadap semua
sektor usaha yang terdampak dan tentunya bagi akuntan akan menimbulkan resiko audit yang
besar terutama dengan resiko salah opini ini merupakan sebuah tantangan terbesar bagi
seluruh akuntan publik tidak hanya di Indonesia maupun dinegara lain.
Tantangan terberat untuk menjawab resiko salah opini ini terkait dengan bagaimana
kondisi going concern indutri dan perusahaan yang di audit itu adalah bagaimana
menyeimbangkan kapasitas dari independensi auditor terutama dalam memahami validitas
dan reabilitas data serta menyeimbangkannya dengan expert judgesment yang dimiliki dengan
tetap mengikuti pada aturan PSAK yang ada.
Ada salah satu kasus yang paling terkenal dalam decade belakangan tentang gagalnya
sebuah KAP dalam mengeluarkan sebuah opini yaitu kasus PT. Enron. Dimana akhirnya KAP
ini dibubarkan. Ada sebuah laporan yang menjelaskan bagimana kondisi ini terjadi. Pada saat
itu laporan keuangn Enron yang kompleks menimbulkan pertanyaan dari pemegang saham
dan analis model bisnis dan praktik-praktik tidak etis dari perusahaan ini antara lain
menampilkan data penghasilan yang tidak sebenarnya, serta modifikasi neraca kuangan demi
memperoleh penilaian kinerja keuangan yang positif. Kombinasi dari sekian banyak isi ini
kemudian menyebabkan kebangkrutan PT. Enron. Disamping itu enron menerapkan prakik
akuntansi yang dikenal sebagai mart to market accounting dimana pencatatan asset
berdasarkan pada nilai pasar bukan pada nilai buku. Praktik akuntansi ini juga memungkinkan
enron melaporkan profit berdasarkan koreksi bisnis bukan berdasarkan profit sebenarnya.
Akibat kondisi pencatatan yang tidak etis ini membuat salah baca bagi para stakeholder
pengguna laporan keuangam akibatnya harga saham PT. Enron menjadi naik berkali-kali lipat
dari $40 menjadi $90,5. Sehingga memberikan dampak besar bagi independensi seorang
akuntan tetapi akhirnya menjadi sad ending karena setelah menjadi sorotan masyarakat luas
diakhir tahun 2001 terungkap bahwa kondisi keuangan yang di laporkannya didukung
terutama oleh penipuan akuntansi yang sistematis perlembaga yang direncanakan sangat
kreatif.
Fungsi audit yang independen itu sangat menentukan bagaimana seluruh stakeholder
bisa membaca dan memahami laporan keuangan dengan benar. Fungsi audit yang membantu
stakeholder dalam kelangsungan hidup perusahaan tidak hanya dilihat dari skala micro tetapi
juga memiliki fungsi kunci dalam pengembangan ekonomi sebuah negara. professional audit
yang independen merupakan salah satu kunci yang menentukan dalam pertemuan ekonomi
sebuah negara menginat kondisi global keuangan yang semakin kompleks dan rapuh sebagai
hasil dari interaksi antar negara ditingkat global yang semakin saling ketergantungan
menyebabkan setiap negara baik dari skala mikro maupun makro itu sangat sensitif terhadap
krisis yang terjadi di negara lain.
Pandangan sedikit dari sisi ekonomi syari’ah sebagaimana kita ketahui islam itu
memberikan penekanan khusus terhadap isu kapasitas dan independensi akuntan. Dalam al-
qu’an surat Al-Baqarah : 282 ditegaskan bahwa seorang akuntan adalah seorang yang adil.jika
kita pelajari fiqih atau tafsirnya kata adil disini para ulama menjelaskan tentang bahwa sesuatu
itu ditempatkan sesuai dengan tempatnya seorang akuntan/penulis tidak boleh dzolim
sehingga kedzoliman itu harus dihindari agar selurih stakeholder pengguna laporan keuangan
tidak mengalami bias ketika membaca laporan keuangan yang disiapkan /diaudit oleh akuntan
public itu dan janganlah akuntan public enggan untuk menuliskan sesuatu yang menyebabkan
terjadinya kedzoliman kepada seluruh stakeholder.
Dengan begitu maka kemampuan seorang auditor untuk tetap mengikuti aturan PSAK
serta meningkatkan fasilitas untuk memiliki exper judgestment yang baik menjadi sebuah
keharusan dalam pandangan ekonomi syari’ah. Islam menganggap akuntansi yang adil, audit
yang adil adalah yang mampu memberikan opini secara independen yang memahami resiko
going concern auditnya sebagai salah satu alat penting memajukan peradaban sebuah negara
hal ini dibuktikan dari penempatan aktivitas akuntansi ini pada ayat Al-Baqarah : 282.

2. Rangkuman Materi : AHMAD SAPUDIN SE,. MM.Ak., CPA,CA,SAS, CACP


JUDUL: Dampak Pandemik Covid-19 Terhadap Going Concern Perusahaan dan opini
audit

Mengingat angkac covid-19 yang semakin meluas maka, perlu adanya pembahasan
tentang going concern ini dimana para pelaku usaha yang terkena dampaknya seperti UMK
Dan UMB dimana mencapai angka untukUMB Sebesar 82% dan untukUMK Sebesar 84 % ,
dan 92,47% pelaku usaha akomodasi, makanan, dan minuman yang mengakui mengalami
penurunan pendapatan. 90,34 % Pelaku usaha sektor transportasi dan pergudangan yang
mengaku mengalami penurunan pendapatan

Dampak umum covid-19 terhadap pelaporan laporan keuangan


1. Kelangsungan hidup
2. Estimasi akuntansi
3. Pengukuran Nilai Wajar
4. Penurunan asset
5. Penilaian kerugian kredit ekspetasian
6. Pemulihan atas pajak tangguhan
7. Peristiwa setelah periode pelaporan keuangan
8. Pengungkapanyang diperlukan dalam pelaporan laporan keuangan
Dalam going concern (Kelangsungan Usaha) dimana laporan akan diasumsikan
sebagai berikut , Entitas akan melanjutkan usahanya dimasa depan , Entitas tidak memiliki
Intensi atau berkeinginan untuk melikuidasi atau mengurangi skala usahanya secara
material dan dasar ini haruslah diungkapkan

• Dalam PSAK 1 PAR 25 Dan 26 Dimana Dalam menyusun laporan keuangan, manajemen
membuat penilaian tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan
usaha.
• Jika entitas menyusun laporan keuangan tidak berdasarkan asumsi kelangsungan usaha,
maka entitas mengungkapkan fakta tersebut, bersama dengan dasar yang digunakan
dalam penyusunan laporan keuangan dan alasan mengapa entitas tidak dipertimbangkan
sebagai entitas yang dapat menggunakan asumsi kelangsungan usaha.

Penilaian Kelangsungan Usaha


Manajemen dalam melakukan penilaian atas kemampuan entitas dalam melanjutkan
kelangsungan usahanya harus mempertimbangkan kondisi ketidakpastian ekonomi dan
volatilitas pasar yang disebabkan oleh pandemi Covid 19.
Contoh : memiliki kas yang cukup dan fasilitas pinjaman / kredit yang tidak terpakai
untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek

Opini Audit
1. Opini dengan modifikasian
Wajar Dengan Pengecualian (Qualified)
 Pengungkapan yang memadai tidak dicantumkan dalam laporan keuangan.
 Pembatasan ruang lingkup ketika manajemen tidak bersedia untuk
membuat atau memperluas penilaiannya.
Contoh:
Basis untuk Opini Wajar dengan Pengecualian
“Perjanjian pendanaan Perusahaan telah jatuh tempo dan jumlah terutang harus dilunasi
pada tanggal 19 Maret 20X1. Perusahaan masih belum mampu untuk menegosiasi
kembali atau memperoleh pendanaan pengganti. Situasi ini mengindikasikan adanya
suatu ketidakpastian material yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas
kemampuan Perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, dan oleh karena
itu, Perusahaan kemungkinan tidak merealisasikan asetnya dan melunasi kewajibannya
dalam kegiatan bisnis normal. Laporan keuangan (dan catatan atas laporan keuangan
terkait) tidak mengungkapkan fakta tersebut sepenuhnya.

2. Opini dengan modifikasian – Cont’


Tidak Wajar (Adverse) – Cont’
 Pengungkapan yang memadai tidak dicantumkan dalam laporan keuangan
(Perpasive)
 Penggunaan Asumsi Kelangsungan Usaha yang tidak tepat
Contoh Opini Tidak Wajar
“Opini Tidak Wajar
Menurut pendapat kami, karena tiak diungkapkan informasi yang dirujuk dalam paragraf
Basis untuk Opini Tidak Wajar, laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi
keuangan Perusahaan tanggal 31 Desember 20X0, serta kinerja keuangan dan arus kas
terkait untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan di Indonesia”

3. Opini Audit dengan Basis Alternatif (Basis Likuidasi)


Opini tanpa modifikasian dengan pencantuman paragraph Penekanan Suatu Hal
dalam laporan auditor.
Contoh:
Penekanan Suatu Hal
“Sebagaimana dibahas dalam Catatan X atas laporan keuangan, pemegang saham
Perusahaan menyetujui rencana likuidasi pada tanggal dd-mmm-20X0, dan
Perusahaan menetapkan likuidasi dalam waktu dekat. Akibatnya, Perusahaan telah
mengubah basis akuntansi untuk periode setelah dd-mmm-20X0 dari basis
kelangsungan usaha sebagaimana ditentukan oleh Standar Akuntansi Keuangan di
Indonesia menjadi basis likuidasi. Pendapat kami tidak dimodifikasi sehubungan
dengan masalah ini.”
3. Rangkuman Materi : Edwin Frymaruwah, S.E., M.Ak.
JUDUL: Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Going Concern Perusahaan (Persepektif
Pelaporan Keuangan)

Pandemi covid-19 yang terjadi saat ini memicu Gelombang Kebangkrutan, diketahui :
1. Per Agustus 2020, rekor baru ada 45 perusahaan dengan total aset lebih dari $1
miliar/ telah mengajukan kebangkrutan/pailit;
2. Tahun 2009 sebanyak 38 perusahaan dan tahun 2019 sebanyak 18 perusahaan
selama periode yang sebanding
Sebanyak 157 perusahaan dengan Liabilitas lebih dari $50 juta telah mengajukan
kebangkrutan, dan diproyeksikan akan terus bertambah. Lonjakan kebangkrutan
terjadi meskipun triliunan dolar bantuan pemerintah untuk mengurangi dampak
pandemi virus.
Sejalan dengan perkembangan situasi pandemi global Virus Corona (Covid-19),
Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI)
menyadari bahwa ketidakpastian yang dihasilkan dari pandemi ini dapat secara
signifikan memengaruhi pertimbangan (judgement) entitas dalam menyusun laporan
keuangan.
Going concern harus tercermin dalam penyajian laporan keuangan.
Pelaporan Keuangan di masa Pandemi Covid-19
 PSAK 8 Peristiwa Setelah Periode Pelaporan  
PSAK 8 paragraf 03 mendefinisikan peristiwa penyesuai setelah periode pelaporan
(adjusting events) sebagai peristiwa yang memberikan bukti atas adanya kondisi
pada akhir periode pelaporan. Sedangkan peristiwa nonpenyesuai setelah periode
pelaporan (non-adjusting events) mengindikasikan kondisi yang timbul setelah
periode pelaporan.

Memperhatikan fakta-fakta berdasarkan lini masa (timeline) yang telah terjadi,


DSAK IAI memandang bahwa penyebaran Covid-19 di Indonesia bukanlah
peristiwa penyesuai yang memengaruhi penyajian jumlah yang diakui di laporan
keuangan 2019. Entitas harus memastikan bahwa pengukuran aset dan liabilitas
mencerminkan kondisi yang ada pada tanggal pelaporan keuangan.

Namun demikian, PSAK 8 paragraf 14 juga meminta entitas mempertimbangkan


asumsi kelangsungan usaha dalam penyusunan laporan keuangan jika entitas
meyakini bahwa terdapat peristiwa setelah periode pelaporan yang sangat signifikan
sehingga dapat mengancam kelangsungan usaha di masa depan. Entitas harus
menggunakan pertimbangannya apakah pandemi Covid-19 dapat memengaruhi
kelangsungan usaha entitas dengan mempertimbangkan semua fakta dan informasi
yang relevan, termasuk program-program relaksasi yang diberikan pemerintah. 

 PSAK 71 Instrumen Keuangan

Meskipun kondisi saat ini sulit dan menimbulkan tingkat ketidakpastian yang
tinggi, informasi tentang KKE yang berguna tetap dapat dihasilkan. Pada kondisi
pandemik Covid-19 saat ini, pengungkapan yang memadai akan memberikan
transparansi yang sangat dibutuhkan bagi pengguna laporan keuangan. Besaran
risiko dan kemungkinan terjadinya sangat bergantung pada masing-masing entitas
dan kemampuannya untuk mengidentifikasi dengan mengacu pada informasi
signifikan yang diperolehnya. Dengan demikian, entitas harus mempertimbangkan
dengan hati-hati sifat dan tingkat pengungkapan yang perlu dimasukkan dalam
laporan keuangan dalam kaitannya dengan Covid-19 dalam rangka memberikan
informasi kepada pengguna laporan keuangan atas risiko yang timbul dari
instrumen keuangan dan bagaimana entitas mengelola risiko tersebut. 

 PSAK 72 Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan


Esensinya, PSAK 72 mengubah cara pengakuan pendapatan kontrak yang tadinya
rigid (rule based) menjadi berbasis prinsip (principle based). Pengakuan pendapatan
kontrak, misalnya, sekarang tidak berdasarkan besaran uang muka yang sudah
diterima.
Pengakuan pendapatan bisa dilakukan secara bertahap sepanjang umur kontrak
(over the time) atau pada titik tertentu (at a point of time) Namun, pengakuan
pendapatan bertahap tidak bisa diterapkan kepada sembarang kontrak. da syarat-
syarat: 1. Konsumsi manfaat oleh pelanggan, 2. Peningkatan nilai aset di sisi
pelanggan, 3. Kesepakatan tahap pembayaran kontrak. Jika suatu kontrak tidak
memenuhi syarat-syarat tersebut, pendapatan kontrak itu baru bisa diakui saat
terjadi penyerahan aset (at a point of time). Secara teknis tidak rumit, tapi harus
mempelajari banyak kontrak pekerjaan.

 PSAK 73 Sewa
Amandemen PSAK 73 – Pengecualian berlaku hanya untuk konsesi yang timbul
sebagai konsekuensi langsung pandemic covid 19
Jika terpenuhi kondisi sebagai berikut :
1. Perubahan pembayaran sewa menghasilkan imbalan revisian untuk sewa yang
secara subtansial sama dengan atau kurang dari imbalan sewa sesaat sebelum
perubahan tersebut.
2. Segala bentuk pengurangan pembayaran sewa hanya memengaruhi pembayaran
yang semula jatuh tempo pada tahun 2020
(contoh : konsesi sewa memenuhi kondisi ini jika mengakibatkan pengurangan
pembayaran sewa pada tahun 2020 dan peningkatan pembayaran sewa setelah
tahun 2020
3. Tidak ada perubahan substantive pada syarat dan ketentuan lain dari sewa.

Anda mungkin juga menyukai