Anda di halaman 1dari 9

KAJIAN METODOLOGI SEJARAH

Kausalitas Dalam Sejarah

OLEH:
MUHAMMAD YUSRAN
G2G121050

KONSENTRASI PENDIDIKAN SEJARAH


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
A. Latar Belakang
Masa lalu sering kita sebut dengan sejarah. Kata ”sejarah” berasal dari
beberapa bahasa diantaranya bahasa arab yaitu Syajaratun yang artinya
pohon. Seperti akar pohon yang terus berkembang dari tingkat sederhana
ketingkat yang kompleks. Dalam perkembangannya menjadi akar, keturunan
asal-usul, riwayat, dan silsilah.
Kausalitas merupakan prinsip sebab-akibat yang ilmu dan pengetahuan
yang dengan sendirinya bisa diketahui tanpa membutuhkan pengetahuan dan
perantaraan ilmu yang lain dan pasti antara segala kejadian memperoleh
kepastian dan keharusan serta kekhususan eksistensinya dari sesuatu atau
berbagai hal lainnya yang mendahuluinya, merupakan hal-hal yang diterima
tanpa ragu dan tidak memerlukan sanggahan. Keharusan keaslian sistem
kausal merupakan bagian dari ilmu-ilmu manusia yang telah dikenal bersama
dan tidak diliputi keraguan apapun.
Menurut (Kartodirdjo, 2017: 106) kausalitas merupakan hukum sebab-
akibat mengenai suatu peristiwa. Kausalitas sejarah adalah sebab terjadinya
peristiwa sejarah. Pengertian kausalitas dalam sejarah dalam ilmu sosial,
hukum sebab-akibat tidak dapat ditegakkan secara penuh, terlebih lagi dalam
ilmu sejarah yang ilmuwanya tidak dapat mengamati secara langsung
peristiwa yang sudah lampau. Sejarawan yang sering mengamati, meneliti
dan merekonstruksi fakta-fakta, sulit untuk merumuskan sebab-sebab umum.
Sebab sejarawan terkendala pada subjektifnya, maka harus menurunkan
fakta-fakta dari dokumen yang dinilai eviden. Kemudian dengan imajinasinya
sejauh mungkin dalam sejarawan merekonstruksi fakta menjadi sejarah.

B. Kausalitas dalam Sejarah


Kausalitas merupakan hukum sebab-akibat, konsep “sebab” dalam
sejarah mengacu pada tindakan atau peristiwa lain. Hasil dari tindakan atau
kejadian itu disebut akibat (Zed, 2018: 56). Kausalitas adalah
menghubungkan sebab dan akibat dari satu, dua atau lebih dalam peristiwa
sejarah. Kausalitas penting dalam interpretasi pembelajaran sejarah, terlebih
dalam memahami suatu peritiwa.
Kausalitas merupakan hukum sebab-akibat mengenai suatu peristiwa,
keadaan atau perkembangan. Dalam ilmu sejarah yang ilmunya tidak dapat
mengamati secara langsung peristiwa yang sudah lampau, hubungan
kausalitas sangat diperlukan dalam penelitian (Kartodirdjo, 2017: 106).
Betapapun seringnya seorang sejarawan mengamati, meneliti, dan
mengonstruksi fakta-fakta, kiranya akan sulit untuk dapat merumuskan sebab-
sebab umum. Hal ini dikarenakan sejarawan terkendala dengan subjeknya
sehingga harus menurunkan fakta-fakta dari dokumen yang dinialai terbukti.
Hukum kausalitas adalah suatu ketentuan tentang adanya hubungan
antara sebab atau wujud yang pertama dengan wujud yang terjadi sesudahnya.
Wujud yang pertama itu menjadi penyebab terhadap wujud yang dating, atau
dengan kata lain tidak mungkin terjadi wujud yang kedua jika tidak ada
wujud yang pertama menjadi penyebab (Nur, 2014: 224). Hal semacam itu
nyata adanya di alam ini, dan telah menjadi suatu ketentuan alam. Yang
dimana setiap kejadian tidak boleh berdiri sendiri, melainkan harus selalu
berhubungan dengan kejadian yang lain, atau tidak mungkin terwujud tanpa
ada yang mendahulinya.
Hubungan sebab-akibat melibatkan korelasi yang selalu dapat dipelajari.
Tanpa konsep sebab, sejarah akan kehilangan ciri ilmiahnya. Konsep sebab
dalam sejarah sealalu merupakan hasil dari tindakan atau peristiwa. Hukum
kausalitas sejarah selalu berlangsung dalam lintas waktu. Namun tidak semua
rentetan tindakan atau kejadian berlangsung dalam rangkaian sebab–akibat,
melainkan dalm bentuk hubungan (korelasi) atau koeksistensinya
(berlangsung bersamaan). Sebuah tindakan memiliki hubungan langsung
terhadap kejadian lain, tetapi bukan kejadian yang mendahuluinya.
Kausalitas dalam sejarah oleh Kartodirdjo (2017: 105) sebagai berikut:
1. Multikausalitas
Apabila pengungkapan sejarah terutama bersifat deskriptif, maka fakta-
fakta yang disebut terutama bersangkutan dengan apa, siapa, kapan, di mana,
dan bagaimana. Dengan mengetahui data deskriptif itu sebagian besar dari
keingintahuan kita terhadap peristiwa sejarah tertentu terpenuhi. Dalam
jawaban terhadap bagaimananya peristiwa itu, pada umumnya telah tercakup
beberapa keterangan tentang sebab-sebabnya meskipun tidak dinyatakan
secara implisit saja. Maka penanya dinyatakan secara eksplisit hanya sering
sudah puas pula dengan uraian mengenai bagaimananya itu. Apabila kelima
pertanyaan itu masih disusul dengan pertanyaan mengapa maka timbul
tuntutan untuk secara eksplisit memberikan uraian tentang sebab-sebab atau
kausalitas peristiwa itu. Biasanya suatu narasi penuh dengan data deskriptif
memenuhi keingintahuan kita untuk tahu, tetapi kesemuanya itu bagi
pendengar yang cermat masih belum memuaskan karena selalu timbul
pertanyaan, seterusnya bagaimana? (what next?). Kepuasan itu baru akan
diperoleh setelah diterima penjelasan mengenai sebab-sebabnya; jadi,
kausalitas peristiwa.
Di antara teori-teori kausalitas yang banyak digunakan di masa lalu ialah
teori-teori yang deterministik sifatnya; artinya kausalitas suatu peristiwa,
keadaan, atau perkembangan dikembalikan kepada satu faktor saja. Faktor itu
dipandang sebagai faktor tunggal atau satu-satunya faktor yang menjadi
faktor kausal. Sejak abad ke-19 kita mengenal determinisme geografis, yaitu
bahwa faktor lokasi yang menentukan situasi atau perkembangan suatu
bangsa. Bangsa-bangsa di negeri dingin pada umumnya maju oleh karena
kondisi ekologinya menuntut "jiwa” yang mampu menyesuaikan diri dan
mengatasi kondisi alamiah yang berat. Sebaliknya, di negeri panas (tropika)
alam sangat memudahkan hidup sehingga tidak menimbulkan banyak
tantangan berat. Determinisme rasial lebih menekankan faktor biologis
sebagai penentu kemajuan suatu bangsa.
Determinisme ekonomi bangsa menganggap bahwa faktor ekonomi
adalah determinan dari struktur dan perkembangan masyarakat. Teori K.
Marx terkenal sebagai determinisme ekonomis. Seluruh lembaga-lembaga
sosial, politik, dan kultural ditentukan oleh proses ekonomis pada umumnya
dan sistem produksi khususnya. Sistem produksi agraris dengan teknologi
tradisional menciptakan struktur politik dan sosial yang feodalistik sifatnya,
yang kesernuanya berkisar sekitar hubungan antara tuan tanah dan penggarap
atau buruh tani.
Dengan pertumbuhan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu-ilmu
sosial khususnya determinisme semakin didesak oleh perspektivisme, yaitu
pandangan atau visi terhadap permasalahan atau objek pengkajian yang
mendekati dari berbagai segi atau aspek dan perspektif. Timbulnya visi ini
tidak lain disebabkan oleh semakin luasnya kesadaran bahwa berbagai gejala
tidak dapat lagi dipandang secara sederhana, tetapi bersifat kompleks. Maka
dari itu, kompleksitas itu hanya dapat dikupas dan dianalisis berbagai unsur
atau aspeknya dengan pendekatan dari berbagai perspektif, antara lain
perspektif ekonomis, sosial, politik, kultural, dan lain sebagainya.
Perspektivisme di sini berkaitan erat dengan konsep dan pendekatan
sistem. Secara implisit pendekatan ini beranggapan bahwa antara unsur-unsur
ada saling ketergantungan serta saling berhubungan, maka analisisnya juga
perlu menguraikannya. Dalam kaitannya dengan mencari kausalitas, maka
dalam hal ini lebih ditekankan adanya multikausalitas dan bukan
monokausalitas. Di sinilah letak perbedaan dengan determinisme.
Berbicara tentang multikausalitas sebenarnya relevansinya lebih erat
terhadap gejala, situasi, permasalahan atas objek manapun yang kompleks.
Hubungan antara tindakan seorang aktor dengan yang lain pada umumnya
tidak dapat lagi dianggap sederhana yang lain motivasi, sikap, struktur
kepribadian, apabila mulai menyangkut kondisi sosial, dan lain sebagainya.
Suatu contoh latar belakang yang mahakompleks antara lain ialah tindakan
mahasiswa terhadap putra mahkota Austria Sarajewo pada 1914. Mengapa
penembakan yang dilakukan itu mengakibatkan pecahnya Perang Dunia I.
Jelaslah bahwa untuk menerangkannya diperlukan uraian yang luas sekali
mengenai situasi hubungan lnternasional pada tahun-tahun yang
mendahuluinya.
Meskipun biasanya masalah sebab-akibat tidak menyangkut dimensi
yang sedemikian besarnya serta kompleksnya namun apabila dalam melacak
sebab-sebab suatu peristiwa itu lebih diperhatikan sebab-sebab jangka
panjang maka kiranya lebih tepat bukan kausalitas, metainkan kondisi-kondisi
yang diungkapkan. Kondisi tidak hanya menyangkut sebab jangka panjang,
tetapi juga lebih menunjuk kepada situasi atau sistem; maka seperti dijelaskan
di atas bersifat lebih kompleks.
Kausalitas dalam tindakan individual biasanya dikembalikan kepada
motivasi. Motivasi sangat ditentukan oleh nialai-nilai atau norma-norma yang
kedua-duanya merupakan faktor kultural yang berfungsi sebagai prinsip atau
dasar hidup dan yang melandasi kelakuan aktual. Kelakuan aktual senantiasa
berpedoman pada orientasi nilai dan diekspresikan sebagai sikap dan
konsistensi dalam bertindak dan berkelakuan maka akan membentuk watak
tertentu dan akhirnya menjadi kepribadian. Oleh karena banyak peristiwa
yang sering berkisar sekitar seorang pribadi beserta peranannya maka cara
melacak kausalitas sering perlu dikembalikan pada aktor-aktor kepribadian
seseorang. Dalam bidang sejarah variasi antara kasus-kasus sangat banyak
sehingga dalil-dalil atau hukum-hukum seperti dalam ilmu alam tidak dapat
dipakai. Seperti dijelaskan di tempat lain hukum alam berlaku tidak terikat
tempat dan waktu, sedang sifat unik dalam peristiwa sejarah sangat menonjol.

2. Kausalitas dan Perubahan Sosial


Di dalam pemikiran analitis lazimnya suatu gejala sejarah hendak
didefinisikan tempatnya dalam suatu proses sejarah serta sekaligus melihat
hubungan kausalnya dengan gejala sejarah yang lain, yaitu yang terjadi
sebelumnya atau sesudahnya atau ada hubungan fungsional dalam konteks
suatu sistem.
Gejala seiarah dipandang dengan perspektif itu merupakan suatu
momentum dalam suatu gerakan historis, suatu masyarakat yang lazim
disebut perubahan sosial. Pembeicaraan tentang konsep perubahan sosial
bertolak dari butir-butir referensi sebagai berikut:
a) Dinamika masyarakat menunjukkan pergerakan dari tingkat
perkembangannya yang terdahulu ke yang kemudian, lazimnya dari yang
sederhana ke yang lebih maju, Unsur-unsur mana yang berubah dan
faktor-faktor apakah yang menyebabkan perubahan (kausalitas).
b) Dalam berbagai teori senantiasa perubahan sosial mempunyai arah, yaitu
dari yang sederhana bentuknya ke yang kompleks, berarti yang lebih baik
fungsinya untuk menyelenggarakan proses hidupnya. Ada teori evolusi,
teori kemajuan, teori Darwinisme sosial, teori positivis, dan lain
sebagainya. Teori-teori ini masuk filsafat sejarah atau filsafat sosial maka.
c) Dalam studi sejarah tentang perubahan sosial yang dikaji masalah pola-
pola, struktur, dan tendensi dalam proses perubahan itu. Fokus perhatian
ada pada transformasi struktural serta faktor-faktor yang menyebabkannya

3. Transformasi Struktural
Suatu studi sejarah komparatif hanya layak dilakukan dengan melakukan
studi sejarah struktural analitis. Yang hendak diperbandingkan bukan fakta
dan proses, tetapi berbagai pola, tendensi, dan struktur yang ada di dalamnya.
Perubahan sosial antara lain terwujud pada umumnya dan stratifikasi sosial
khsusunya. Hal terakhir ini terjadi karena ada diferensiasi fungsi yang lebh
terinci, suatu proses yang merupakan dampak pertumbuhan sosial-ekonomi
serta sistem produksinya.
Golongan-golongan sosial baru, antara lain elite baru, menciptakan
perubahan hubungan sosial serta struktur sosial pada umumnya. Di sini
terjadi transformasi struktural. Dalam membandingkan dua situasi historis A
dan B maka yang perlu dilacak ialah: (1) sistem produksi baru dengan
komersialisasi, komunikasi, dan modernisasi teknologi; (2) fungsi-fungsi baru
serta golongan sosial baru; (3) timbulnya elite baru; dan (4) struktur
kekuasaan baru beserta sistem baru. Struktur-struktur pada A dapat
dibandingkan dengan yang muncul pada B dan sekaligus ditunjukkan fakta-
fakta kausalnya. Baik persamaan dan perbedaannya tampak terutama fakta-
fakta historis yang unik sebagai kausalitas, konteks historinya fakta politik
yang menentukan.
Suatu perbandingan dapat dilakukan antara politik kolonial Belanda dan
inggis, yaitu di indonesia dan di india. Dalam analisisnya akan dapat
diekstrapolasikan antara lain; (1) proses modernisasi lewat edukasi; (2) sistem
sosial ekonomi, komersialistik, fiskal, dan agraris feodal; (3) struktur
organisasi aliran inovatif; (4) peranan golongan inteligensia, (5) kendala dari
struktur sosial, kasta etnisitas, dan sebagainya.
Derajat modernisasi dapat diukur kriteria, antara lain (1) menurut
mobilitas sosial; (2) integrasi horisontal dan vertikal; (3) produktivitas
sumberdaya alamiah dan sosial budaya; (4) lain (1) struktur kekuasaan
demokratis; (6) tingkat sistem teknologi; (5) kesejahteraan rakyat
.
C. Penutup
Beberapa cara berpikir dalam sejarah salah satunya berpikir secara
kausalitas. Pengetahuan tentang hubungan sebab-akibat tersebut sangat
penting dalam pembelajaran sejarah, terutama untuk menjawab pertanyaan
mengapa suatu peristiwa itu terjadi. Kausalitas ialah hubungan sebab-akibat
yang mana sebab adalah peristiwa mengapa sesuatu itu terjadi, sedangkan
akibat merupakan efek dari suatu peristiwa, dalam hal ini sebab-akibat selalu
berhubungan. Dalam ilmu-ilmu sosial kedalaman ilmu pengetahuan
ditunjukkan sejauh mana ilmuwannya dapat menggali sebab-musabab (sebab-
akibat/kausalitas) fenomena yang ditelitinya. Dalam ilmu sejarah yang
ilmuwannya tidak dapat mengamati secara langsung peristiwa yang sudah
lampau. Betapapun seringnya sejarawan mengamati, meneliti, dan
merekonstruksi fakta-fakta kiranya akan sulit untuk dapat merumuskan
sebab-sebab umum.
DAFTAR PUSTAKA

Nur, S. 2014. Hukum Kausalitas. XXII(2), 224–238.


Kartodirdjo, Sartono. 2017. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.
Yogyakarta: Ombak.
Zed, Mestika. 2018. Konsep Berfikir Sejarah. 13(1), 54–60.

Anda mungkin juga menyukai