doc (2) 2
APPENDICITIS ACUTE
Oleh :
Dokter Pendamping:
Wijaya
PROVINSI BALI
TAHUN 2020/2021
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia-Nya, penulisan laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka mengikuti “Program Internsip
Dokter Indonesia” di RS Balimed Karangasem, Bali.
1. dr. I Nengah Suranten dan dr. I Nyoman Satria Wijaya, selaku dokter
pendamping di RS Balimed Karangasem, Bali.
2. dr. I Putu Gede Partama,Sp.B, selaku dokter pembimbing laporan kasus
ini di RS Balimed Karangasem, Bali.
3. Teman sejawat Dokter Internsip di RS Balimed Karangasem, serta semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan bantuan
yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam
masalah kesehatan dan memberi manfaat bagi masyarakat.
Penulis
2.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks versiformis dan merupakan
kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Apendisitis
disebut juga umbai cacing. Apendisitis akut merupakan peradangan pada apendiks
yang timbul mendadak dan dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hiperplasia
jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris yang dapat
menimbulkan penyumbatan. Dapat terjadi pada semua umur, namun jarang
dilaporkan terjadi pada anak berusia kurang dari 1 tahun. Apendisitis akut
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang secara
umum berbahaya. Jika diagnosis terlambat ditegakkan, dapat terjadi ruptur pada
apendiks sehingga mengakibatkan terjadinya peritonitis atau terbentuknya abses
di sekitar apendiks.3
2.2 Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi dari apendisitis, salah satunya klasifikasi berdasarkan
onset terjadinya yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronis: 3
Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih
jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
2.4 Epidemiologi
Kejadian appendisitis saat ini adalah sekitar 100 per 100.000 orang-tahun
di Eropa / Amerika. Selama 30 tahun terakhir angka kejadian perforasi apendisitis
tidak berubah (sekitar 20 per 100.000 orang setiap tahun). Apendisitis paling
sering terjadi antara usia 10 dan 20 tahun, namun tidak ada usia yang terbebas dari
apendisitis ini. Rasio laki-laki untuk terkena apendisitis lebih besar dibandingkan
dengan wanita yaitu 1,4 : 1 serta resiko keseluruhan dalam seumur hidup untuk
terkena apendisitis sebesar 8,6% untuk pria dan 6,7% untuk wanita di Amerika
Serikat.2
Penelitian dari Ceresoli dkk dari tahun 1997 sampai 2013 di Kota
Bergamo, Italia, dengan menggunakan studi kohort retrospektif terkumpul 16544
kasus apendisitis akut, dengan tingkat insiden kasar 89/100000 jiwa per tahun
dengan usia rata-rata adalah 24,51 tahun ± 16,17 tahun dan sebesar 54,7% adalah
laki-laki serta didapatkan mortalitas adalah <0,0001%. Kejadian apendisitis akut
menurun selama tahun-tahun mulai dari 120/105 pada tahun 1997 menjadi 73/105
pada tahun 2013 dengan nilai negatif yang signifikan secara statistik (AAPC = -
2,8, P <0,001).5
2.5 Etiologi
2.6 Patofisiologi
Fungsi usus buntu tidak dipahami secara jelas, walaupun kehadiran
jaringan limfatik di atasnya menunjukkan adanya peran dalam sistem kekebalan
tubuh. Pada manusia itu dianggap sebagai organ sisa, namun gagasan ini keliru
karena peran usus buntu telah ditetapkan sebagai struktur neuroendokrin dan
imunologi.6
Kejadian patogen primer pada sebagian besar pasien dengan apendisitis
akut diyakini disebabkan oleh obstruksi luminal. Hal ini dapat disebabkan oleh
berbagai penyebab, termasuk fecalith, hiperplasia limfoid, benda asing, parasit,
dan oleh tumor primer (karsinoid, adenokarsinoma, kaposi sarkoma, dan limfoma)
dan tumor metastatik (kolon dan payudara). Stasis tinja dan fecaliths merupakan
penyebab obstruksi apendiks yang paling umum, diikuti oleh hiperplasia limfoid,
bahan nabati dan biji buah, barium dari penelitian radiografi terdahulu, dan cacing
usus (terutama kucing). Prevalensi apendisitis pada remaja dan dewasa muda
menunjukkan peran patofisiologis agregasi limfoid yang banyak pada kelompok
usia ini. Menurut teori ini, penyumbatan menyebabkan peradangan, meningkatnya
tekanan intraluminal, dan akhirnya iskemia. Selanjutnya, apendiks membesar dan
memicu perubahan inflamasi pada jaringan di sekitarnya. Jika tidak diobati,
apendisitis yang meradang akhirnya megalami perforasi. Distensi cepat apendiks
terjadi karena kapasitas luminalnya yang kecil, dan tekanan intraluminal bisa
mencapai 50 sampai 65 mmHg. Kondisi apendiks ini menyebabkan pembesaran
sekum karena ileum lokal cecal, yang disebabkan oleh proses inflamasi. Isi cecal
disimpan dan tidak ditrasfer ke kolon. Adanya penampungan feses di dalam
sekum diidentifikasi dalam radiografi abdomen polos sebagai tanda spesifik
apendisitis akut. Saat tekanan luminal meningkat, tekanan vena terlampaui dan
terjadi iskemia mukosa. Setelah tekanan luminal melebihi 85 mmHg, drainase
limfatik dan vena terganggu dan iskemia berkembang. Mukosa menjadi hipoksia
dan mulai membusuk, mengakibatkan barier dinding mukosa tidak berfungsi, dan
menyebabkan invasi dinding apendiks oleh bakteri intraluminal. Sebagian besar
10
11
12
2.8 Diagnosis
Diagnosis Appendisitis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, appendisitis harus dipikirkan
sebagai diagnosis banding pada semua pasien dengan nyeri abdomen akut yang
sesuai dengan manifestasi klinis yang telah dipaparkan, yakni mual muntah pada
keadaan awal yang diikuti dengan nyeri kuadran kanan bawah abdomen yang
makin progresif. Gejala lain yang dapat terjadi adalah demam yang tidak terlalu
tinggi, dengan temperature antara 37,5-38,5oC. Namun, apabila suhu lebih tinggi
kemungkinan terjadinya perforasi perlu dipikirkan.8
Pada pemeriksaan fisis tanda-tanda vital tidak mengalami perubahan yang
banyak pada Appendisitis yang sederhana. Kenaikan temperature jarang melebihi
10C. Kecepatan nadi dapat normal atau sedikit meningkat. Pasien Appendisitis
umumnya lebih menyukai posisi jongkok pada paha kanan, karena pada posisi
tersebut caecum akan mengalami penekanan, sehingga isi caecum akan berkurang.
Hal tersebut akan mengurangi tekanan ke arah appendix sehingga nyeri perut
berkurang. Sementara pada auskultasi, peristaltik/bising usus umumnya normal,
namun bising usus dapat menghilang oleh karena ileus paralitik pada pasien
peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.9
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliac kanan, dan
dapat disertai nyeri lepas (rebound tenderness). Nyeri tekan yang maksimal
umumnya terletak pada/atau didekat titik McBurney (terjadi pada 96% pasien
Appendisitis). Nyeri tekan saat palpasi di regio kuadran kanan bawah pada titik
McBurney ini merupakan tanda paling penting pada pasien Appendisitis.
Sementara, defans muskular, nyeri tekan pada seluruh regio abdomen,
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal (m. rectus abdominis). Pada
13
2. Psoas sign
Mengindikasikan adanya iritasi pada m. psoas. Tanda ini didapat dengan
rangsangan m. psoas, melalui hiperekstensi sendi panggul kanan atau
fleksi aktif sendi panggul kanan. Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan
14
3. Obturator sign
Dilakukan untuk mengetahui apakah appendix yang meradang mengalami
kontak dengan m. obturator internus yang merupakan dinding panggul
kecil. Tes dilakukan pada pasien posisi terlentang, tangan kanan pemeriksa
berpegangan pada telapak kaki kanan pasien sedangkan tangan kiri di
sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut pasien
dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian
eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat
eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi
appendix, abscess lokal, iritasi pada m. obturatorius oleh Appendisitis
letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.11
15
4. Dunphy sign
Peningkatan nyeri yang dirasakan saat batuk.11
5. Rectal Toucher
Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya
nyeri pada pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini
tidak spesifik untuk Appendisitis. Jika tanda-tanda Appendisitis lain telah
positif, maka pemeriksaan rectal toucher tidak diperlukan lagi. Pada
pemeriksaan rectal toucher, nyeri akan muncul ketika daerah infeksi dapat
dicapai dengan jari telunjuk. Seperti pada appendisitis pelvika, pada
pemeriksaan abdomen yang dilakukan, hasil yang didapat sering
meragukan. Oleh karena hal tersebut kunci diagnosis adalah nyeri terbatas
yang didapat sewaktu rectal toucher dilakukan.11
Pada pemeriksaan rectal toucher, umumnya didapatkan nyeri tekan positif
pada arah jam 9-12. Pada kasus Appendisitis yang mengalami komplikasi,
ampula akan teraba distensi/cenderung mengalami kolaps. Pada pasien
anak-anak, rectal toucher tidak dianjurkan untuk dikerjakan, oleh karena
appendix pada anak-anak berbentuk konus atau pendek.11
16
18
19
20
21
22
23
2.12 Penatalaksanaan
Apendektomi masih menjadi satu-satunya penanganan kuratif dari
Appendisitis, namun manajemen pasien dengan massa appendix umumnya
dapat dibagi ke dalam 3 kategori penanganan:21
1. Pasien dengan phlegmon atau abses yang masih kecil setelah
diberikan antibiotik intravena (IV), Apendektomi dapat dikerjakan
4-6 minggu kemudian.
2. Pasien dengan abses besar yang berbatas tegas setelah dilakukan
drainase perkutaneus dengan antibiotik IV, pasien dapat
dipulangkan dengan terpasang kateter. Apendektomi dapat
dikerjakan setelah fistula tertutup.
3. Pasien dengan abses multicomparment pasien ini memerlukan
drainase pembedahan dini
Walaupun banyak kontroversi yang muncul pada manajemen Appendisitis
akut non-operatif, antibiotik memegang peranan penting dalam penanganan
pasien dengan kondisi ini. Antibiotik yang diberikan pada pasien Appendisitis
24
Penanganan Pre-Operatif
Terapi cairan kristaloid IV diberikan secara agresif pada pasien dengan
tanda klinis dehidrasi atau septisemia. Pasien dengan dugaan diagnosis
Appendisitis sebaiknya tidak mendapat apapaun dari mulut (dipuasakan).
Pemberian analgesik dan antiemetik parenteral dapat dipertimbangkan
untuk kenyamanan pasien. Pemberian analgesik pada pasien nyeri abdomen yang
tidak spesifik telah menjadi perdebatan karena dapat mengaburkan temuan klinis
yang didapat. Akan tetapi, dalam 8 penelitian yang dilakukan menunjukkan
bahwa pemberian analgesik opiod pada pasien anak dan dewasa dengan nyeri
abdomen yang tidak spesifik dinyatakan aman, dan tidak ada yang menyebutkan
pemberian analgesik tersebut mempengaruhi akurasi dari pemeriksaan fisik yang
dikerjakan. Faktor yang mempengaruhi pemberian analgesia dan opioid adalah
usia lanjut dan sumber pendanaan.21
Pertimbangkan kehamilan ektopik pada wanita usia produktif. Pemeriksaan
beta human chorionic gonadotropin (beta-hCG) kualitatif perlu dikerjakan pada
semua kasus.21
Antibiotik intravena diberikan pada pasien dengan tanda septisemia dan
pada pasien yang akan menjalani laparotomy. Pemberian antibiotik pre-operatif
dikaitkan dengan penurunan infeksi pada luka post-operasi pada banyak studi
yang telah dilakukan, pemberiannya harus dikonsultasikan dengan konsulen
bedah. Antibiotik yang dipertimbangkan adalah antibiotik spektrum luas gram
negatif dan mengcover kuman anaerob.21
25
Apendektomi Laparoskopi
Awalnya dikerjakan pada tahun 1987, Apendektomi laparoskopi sudah
dikerjakan pada ribuan pasien dan dengan tingkat keberhasilan 90-94%.
Apendektomi laparoskopi juga dikabarkan berhasil dikerjakan pada 90% kasus
appendictis perforasi. Akan tetapi, prosedur ini kontraindikasi pada pasien dengan
perlekatan intra-abdomen yang signifikan.23
Berdasarkan guideline Society of American Gastrointestinal and
Endoscopic Surgeons (SAGES) tahun 2010, indikasi dilakukannya Apendektomi
laparoskopi identik dengan open Apendektomi. Kondisi yang mendukung untuk
dilakukannya Apendektomi laparoskopi menurut SAGES guideline adalah:23
Appendisitis tanpa komplikasi
Appendisitis pada pasien pediatri
Kecurigaan Appendisitis pada wanita hamil
26
Penanganan Post-Operatif
Observasi tanda vital dilakukan untuk mengantisipasi adanya perdarahan
dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Pasien dibaringkan pada
posisi fowler dan selama 12 jam dipuasakan terlebih dahulu. Pada operasi dengan
perforasi atau peritonitis umum, puasa dilakukan hingga fungsi usus kembali
normal. Secara bertahap pasien diberi minum, makanan saring, makanan lunak,
dan makanan biasa.22
Antibiotik intravena juga diberikan post-operatif. Pemberian jenis
antibiotik tergantung pada mikrobio dan pola resistensi setempat sehingga
pemilihannya bergantung pada keputusan ahli bedah. Lama pemberian antibiotik
tergantung pada temuan intra-operatif dan keadaan pasien post-operatif (recovery
pasien). Pada appendisitis dengan komplikasi, pemberian antibiotik diperlukan
untuk beberapa hari atau minggu. Antiemetik dan analgesik juga diberikan pada
pasien yang mengalami mual dan nyeri pada luka operasi.22
2.13 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi. Baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada appendix yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan appendix,
caecum, dan lekuk usus halus. Komplikasi appendicstis juga dapat meliputi
perlengketan, obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat
menimbulkan kematian. Selain itu, komplikasi juga dapat terjadi akibat tidakan
27
2.14 Prognosis
Appendisitis akut merupakan penyebab paling sering untuk dilakukannya
pembedahan abdomen. Diagnosis dan penanganan yang terlambat dapat
meningkatkan mortalitas dan morbiditas. Keseluruhan angka mortalitas (0.2%-
0.8%) datang dari komplikasi penyakit daripada intervensi bedah yang dilakukan.
Mortalitas pada anak-anak antara 0.1%-1%; pada pasien di atas 70 tahun, angka
mortalitas naik di atas 20%, terutama akibat keterlambatan diagnosis dan
penanganan.24
Appendisitis perforasi berkaitan dengan peningkatan angka morbiditas dan
mortalitas, dibandingkan dengan Appendisitis non-perforasi. Resiko mortalitas
Appendisitis akut non-gangrenosa kurang dari 0,1%, tetapi meningkat menjadi
0,6% pada Appendisitis gangrenosa. Persentase terjadinya perforasi berkisar
antara 16-40%, dengan frekuensi lebih besar terjadi pada kelompok usia muda
(40-57%) dan pada pasien di atas 50 tahun (55-70%), yang umumnya karena
kesalahan diagnosis dan keterlambatan diagnosis. Komplikasi terjadi pada 1-5%
pasien dengan Appendisitis, dan infeksi luka post-operatif memegang peranan
dalam sepertiga jumlah morbiditas tersebut.24
28
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri perut
29
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang pelajar. Kebiasaan mengkonsumsi alkohol ataupun
merokok disangkal
Status General
Kepala : Normosefali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sekret (-/-) sklera ikterik (-/-), reflex
pupil (+/+) isokor
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
THT : Telinga: sekret (-/-),
Hidung : nafas cuping hidung (-)
Tenggorokan : faring hiperemis (-); tonsil: T1/T1
Bibir : mukosa kering (-), sianosis (-)
Thorax : Simetris (+) statis dan dinamis
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : sonor/sonor
30
31
- Migration of Pain : 1
- Anorexia : 1
- Nausea and Vomiting : 1
- Tenderness Pain in RLQ : 2
- Rebound Pain : 0
- Elevated Temperature : 1
- Leukocytosis : 2
- Shift to the left : 1
3.6 Penatalaksanaan
Konsul TS Bedah.
32
33
P: P: P:
MRS IVFD Ringer BPL
IVFD Ringer Lactate 20tpm Paracetamol 3x 500mg
Lactate 20 tpm Inj. Ceftriaxone 2x Cefixime 2 x 200mg
Operatif Pro 1gr
Apendektomi Inj Ketorolac 3 x
Inj. Ceftriaxone 2x 30mg
1gr Paracetamol 3x
Inj. Ketorolac 3 x 500mg
30mg
Konsul TS Anestesi
ACC Tindakan
Puasa 6 Jam preop
34
4.1 Diagnosis
Pasien adalah perempuan 32 tahun datang sadar mengeluhkan nyeri perut
kanan bawah sejak kemarin malam. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati kemudian
sekarang dirasakan di kanan bawah dan semakin memberat. Nyeri dikatakan tidak
membaik dengan pengobatan dan memberat jika pasien bergerak. Pasien juga
mengeluhkan demam sejak kemarin. Saat ini demam dirasakan membaik dengan
penurun panas. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah setiap makan. Mual
dan muntah ± 6 kali sejak kemarin. Nafsu makan pasien juga dikatakan menurun.
Berdasarkan teori, diagnosis appendisitis ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, didapatkan nyeri
abdomen akut yang sesuai dengan manifestasi klinis yang telah dipaparkan, yakni
ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ketitik mcBurney. Gejala lain yang dapat terjadi adalah demam yang
tidak terlalu tinggi, dengan temperature antara 37,5-38,5oC. Namun, apabila suhu
lebih tinggi kemungkinan terjadinya perforasi perlu dipikirkan. Pada kasus ini
pasien memiliki keluhan yang sesuai dengan teori.
Pada pemeriksaan fisik, berdasarkan teori, pada palpasi akan didapatkan
nyeri yang terbatas pada regio iliac kanan, dan dapat disertai nyeri lepas (rebound
tenderness). Nyeri tekan yang maksimal umumnya terletak pada/atau didekat titik
McBurney (terjadi pada 96% pasien Appendisitis). Nyeri tekan saat palpasi di
regio kuadran kanan bawah pada titik McBurney ini merupakan tanda paling
penting pada pasien Appendisitis. Sementara, defans muskular, nyeri tekan pada
seluruh regio abdomen, menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal (m.
rectus abdominis). Pada Appendisitis retrocaecal atau retroileal diperlukan palpasi
dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Pada pemeriksaan fisik pasien ini
ditemukan dengan tanda vital suhu yang tinggi, nyeri tekan pada regio mcburney
35
36
37
38