Anda di halaman 1dari 7

Erik Erikson adalah seorang psikolog ego yang mengembangkan salah satu teori

perkembangan yang paling populer dan berpengaruh. Meskipun teorinya dipengaruhi oleh karya
psikoanalis Sigmund Freud, teori Erikson berpusat pada perkembangan psikososial dan bukan
pada perkembangan psikoseksual. Teori psikososialnya tidak hanya berfokus pada peristiwa-
peristiwa masa kanak-kanak, tetapi juga memperlihatkan bagaimana pengaruh sosial
mepengaruhi keperibadian di sepanjang hidup seseorang.

Erik Erikson lahir pada tanggal 15 Juni 1902 di Frankfurt, Jerman. Ia dibesarkan oleh
Ibunya sendiri tanpa kehadiran seorang ayah yang memang tidak ada catatan mengenai siapa
ayah kandungnya, sampai ibunya menikah dengan seorang dokter, Dr. Theodore Homberger.
Fakta tersebut disembunyikan selama bertahun-tahun, sampai ia mengetahui kebenarnnya yang
membuatnya kebingungan dengan identitas dirinya sendiri.

Pada masa sekolah, ia mengalami berbagai penolakan mulai dari ejekan karena perbedaan
fisiknya sampai pengaruh dari latar belakangnya sebagai seorang Yahudi.

Pengalaman awal mengenai latar belakang ayahnya dan berbagai penolakan inilah yang
memicu ketertarikannya pada pembentukan identitas dan mempengaruhi sebagian besar
karyanya dalam perkembangan kepribadian.

Teori Erikson didasarkan pada apa yang dikenal sebagai prinsip epigenetik. Prinsip ini
menyatakan bahwa manusia tumbuh dalam suatu urutan yang terjadi dari waktu ke waktu dan
dalam konteks komunitas yang lebih besar.

Tahapan-tahapan yang membentuk teorinya adalah sebagai berikut :

Tahap 1: Trust vs Misstrust (Masa bayi sejak lahir hingga 18 bulan)

Tahap pertama dari teori perkembangan psikososial Erikson terjadi antara kelahiran
hingga usia 1 tahun dan merupakan tahap paling mendasar dalam kehidupan. Karena seorang
bayi sangat bergantung pada orang lain, maka pengembangan kepercayaan didasarkan pada
ketergantungan dan kualitas pengasuh anak.

Outcome

Jika seorang anak berhasil mengembangkan rasa percaya, anak akan merasa aman dan
terlindungi di dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak dapat diandalkan secara emosional,
secara tidak langsung berkontribusi pada kepercayaan anak-anak yang berada di bawah
pengasuhannya. Kegagalan untuk mengembangkan rasa percaya akan menghasilkan rasa takut
dan keyakinan bahwa dunia ini tidak konsisten dan tidak dapat diprediksi.

Tidak ada anak yang akan mengembangkan rasa percaya 100% atau keraguan 100%.
Erikson percaya bahwa perkembangan yang sukses adalah tentang mencapai keseimbangan
antara dua sisi yang berlawanan. Ketika hal ini terjadi, anak-anak memperoleh harapan, yang
digambarkan Erikson sebagai keterbukaan terhadap pengalaman yang diliputi oleh kewaspadaan
akan adanya bahaya.

Tahap 2: Autonomy vs Shame and Doubt (Usia balita dari 18 bulan hingga tiga tahun)

Tahap kedua dari teori perkembangan psikososial Erikson terjadi selama masa kanak-
kanak dan difokuskan pada anak-anak yang mengembangkan rasa kontrol pribadi yang lebih
besar.

Pada tahap perkembangan ini, anak-anak baru saja mulai mendapatkan sedikit
kemandirian. Mereka mulai melakukan tindakan dasar sendiri dan membuat keputusan sederhana
tentang apa yang mereka sukai. Dengan mengizinkan anak-anak untuk membuat pilihan dan
mendapatkan kendali, orang tua dan pengasuh dapat membantu anak-anak mengembangkan rasa
kemandirian.

Tema penting dari tahap ini adalah bahwa anak-anak perlu mengembangkan rasa kontrol
pribadi atas keterampilan fisik dan rasa kemandirian. Potty Training memainkan peran penting
dalam membantu anak-anak mengembangkan rasa kemandirian ini.

Seperti Freud, Erikson percaya bahwa Potty Training adalah bagian penting dari proses ini.
Namun, alasan Erikson sangat berbeda dengan Freud. Erikson percaya bahwa belajar
mengendalikan fungsi tubuh seseorang akan menghasilkan perasaan kontrol dan rasa mandiri.
Peristiwa penting lainnya termasuk mendapatkan lebih banyak kontrol atas pilihan makanan,
preferensi mainan, dan pemilihan pakaian.

Outcome

Anak-anak yang kesulitan dalam mengtasi perasaan malu atas kecelakaan yang
dialaminya mungkin tidak memiliki rasa kendali pribadi. Keberhasilan selama tahap
perkembangan psikososial ini mengarah pada perasaan otonomi; kegagalan menghasilkan
perasaan malu dan keraguan.

Tahap 3: Initiative vs Guilty (Usia prasekolah dari tiga hingga lima tahun)

Tahap ketiga dari perkembangan psikososial terjadi selama tahun-tahun prasekolah. Pada
tahap perkembangan psikososial ini, anak-anak mulai menegaskan kekuasaan dan kendali
mereka atas dunia melalui permainan yang terarah dan interaksi sosial lainnya.

Anak-anak yang berhasil pada tahap ini merasa mampu dan dapat memimpin orang lain.
Mereka yang gagal memperoleh keterampilan ini akan memiliki rasa bersalah, keraguan diri, dan
kurangnya inisiatif.

Outcome

Tema utama dari tahap ketiga perkembangan psikososial adalah bahwa anak-anak harus
mulai menegaskan kendali dan kekuasaan atas lingkungan. Keberhasilan dalam tahap ini
mengarah pada perasaan akan ketercapaian suatu tujuan. Anak-anak yang mencoba
menggunakan terlalu banyak kekuatan akan mengalami ketidaksetujuan, yang mengakibatkan
rasa bersalah.

Tahap 4: Industri vs Inferiority (Tahun-tahun sekolah menengah dari usia enam hingga 11
tahun)

Tahap psikososial keempat berlangsung selama tahun-tahun awal sekolah dari sekitar usia
5 hingga 11 tahun. Melalui interaksi sosial, anak-anak mulai mengembangkan rasa bangga akan
pencapaian dan kemampuan mereka. Anak-anak perlu mengatasi tuntutan sosial dan akademis
yang baru. Keberhasilan mengarah pada rasa kompetensi, sementara kegagalan menghasilkan
perasaan rendah diri.

Ouotcome

Anak-anak yang didorong dan dipuji oleh orang tua dan guru akan mengembangkan rasa
kompeten dan percaya diri akan kemampuan mereka. Mereka yang menerima sedikit atau tidak
sama sekali dorongan dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan meragukan kemampuan
mereka untuk sukses.
Tahap 5: Identity vs Confusion (Usia remaja dari 12 hingga 18 tahun)

Tahap psikososial kelima terjadi selama masa remaja yang sering kali penuh gejolak.
Tahap ini memainkan peran penting dalam mengembangkan rasa identitas pribadi yang akan
terus memengaruhi perilaku dan perkembangan selama sisa hidup seseorang. Remaja perlu
mengembangkan rasa diri dan identitas pribadi. Keberhasilan pada tahap ini mengarah pada
kemampuan untuk tetap menjadi diri sendiri, sementara kegagalan mengarah pada kebingungan
peran dan ketidakpercayaan terhadap diri sendiri.

Selama masa remaja, anak-anak mengeksplorasi kemandirian mereka dan


mengembangkan rasa diri. Mereka yang menerima dorongan dan penguatan yang tepat melalui
eksplorasi pribadi akan keluar dari tahap ini dengan rasa diri yang kuat dan perasaan
kemandirian serta kendali. Mereka yang tetap tidak yakin dengan keyakinan dan keinginan
mereka akan merasa tidak aman dan bingung dengan diri mereka sendiri dan masa depan.

Dalam lingkup psikologi, identitas mengacu kepada keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai
yang membantu membentuk perilaku seseorang. Menyelesaikan tahap ini dengan sukses akan
mengarah pada kesetiaan, yang digambarkan oleh Erikson sebagai kemampuan untuk hidup
sesuai dengan standar dan harapan masyarakat

Meskipun Erikson percaya bahwa setiap tahap perkembangan psikososial itu penting, ia
memberikan penekanan khusus pada perkembangan identitas ego. Identitas ego adalah rasa sadar
akan diri yang kita kembangkan melalui interaksi sosial dan menjadi fokus utama selama tahap
identitas versus kebingungan dalam perkembangan psikososial.

Menurut Erikson, identitas ego kita terus berubah karena pengalaman dan informasi baru
yang kita peroleh dalam interaksi sehari-hari dengan orang lain. Ketika kita memiliki
pengalaman baru, kita juga menghadapi tantangan yang dapat membantu atau menghambat
perkembangan identitas.

Tahap 6: Intimacy vs Isolation (Masa dewasa muda dari 18 hingga 40)

Orang dewasa muda perlu menjalin hubungan yang intim dan penuh kasih dengan orang
lain. Keberhasilan mengarah pada hubungan yang kuat, sementara kegagalan mengakibatkan
kesepian dan isolasi. Tahap ini mencakup periode dewasa awal ketika orang menjajaki hubungan
pribadi.

Erikson percaya bahwa sangat penting bagi seseorang untuk mengembangkan hubungan
yang dekat dan berkomitmen dengan orang lain. Mereka yang berhasil dalam tahap ini akan
membentuk hubungan yang langgeng dan aman.

Setiap langkah dibangun di atas keterampilan yang dipelajari pada langkah sebelumnya.
Erikson percaya bahwa rasa identitas pribadi yang kuat adalah penting untuk mengembangkan
hubungan yang intim. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki rasa diri yang
buruk cenderung memiliki hubungan yang kurang berkomitmen dan lebih cenderung berjuang
dengan isolasi emosional, kesepian, dan depresi.

Tahap 7 Generativity vs Stagnation (Usia paruh baya dari 40 hingga 65)

Orang dewasa perlu menciptakan atau memelihara hal-hal yang akan bertahan lebih lama
dari mereka, sering kali dengan memiliki anak atau menciptakan perubahan positif yang
bermanfaat bagi orang lain. Keberhasilan akan menimbulkan perasaan berguna dan pencapaian,
sementara kegagalan akan menghasilkan keterlibatan yang dangkal di dunia.

Selama masa dewasa, kita terus membangun kehidupan kita, dengan fokus pada karier
dan keluarga. Mereka yang sukses dalam fase ini akan merasa bahwa mereka berkontribusi pada
dunia dengan aktif di rumah dan komunitas mereka. Mereka yang gagal mencapai kemampuan
ini akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia.

Tahap 8 Integrity vs Despair (Usia dewasa tua dari 65 hingga kematian)

Tahap psikososial terakhir terjadi pada masa tua dan berfokus pada refleksi kehidupan.
Pada tahap ini, orang melihat kembali kejadian-kejadian dalam hidup mereka dan menentukan
apakah mereka bahagia dengan kehidupan yang mereka jalani atau menyesali hal-hal yang
mereka lakukan atau tidak lakukan.

Teori Erikson berbeda dengan teori-teori lain karena membahas perkembangan sepanjang
rentang kehidupan, termasuk usia lanjut. Orang dewasa yang lebih tua perlu melihat kembali
kehidupan dan merasakan kepuasan. Keberhasilan pada tahap ini mengarah pada perasaan
bijaksana, sementara kegagalan mengakibatkan penyesalan, kepahitan, dan keputusasaan.
Pada tahap ini, orang merenungkan kembali kejadian-kejadian dalam hidup mereka dan
melakukan refleksi. Mereka yang melihat kembali ke kehidupan yang mereka rasa telah dijalani
dengan baik akan merasa puas dan siap untuk menghadapi akhir hidup mereka dengan rasa
damai. Mereka yang melihat ke belakang dan hanya merasakan penyesalan justru akan merasa
takut bahwa hidup mereka akan berakhir tanpa mencapai hal-hal yang mereka rasa seharusnya.

Outcome

Mereka yang tidak berhasil dalam tahap ini akan merasa bahwa hidup mereka telah sia-
sia dan mungkin mengalami banyak penyesalan. Orang tersebut akan ditinggalkan dengan
perasaan pahit dan putus asa.
Verywellmind. (2023). Erikson's Stages of Development : A Closer Look at the Eight
Psychosocial Stages. Retrieved from Very Well Mind:
https://www.verywellmind.com/erik-eriksons-stages-of-psychosocial-development-
2795740#toc-strengths-and-weaknesses-of-eriksons-theory

Verywellmind. (2023). Biography of Erik Erikson (1902-1994). Retrieved from Very Well Mind:
https://www.verywellmind.com/erik-erikson-biography-1902-1994-2795538

Anda mungkin juga menyukai