Anda di halaman 1dari 3

Teori Erik Erikson, seorang psikolog ego, menawarkan perspektif unik

tentang perkembangan kepribadian manusia. Berbeda dengan Freud yang


berfokus pada dorongan id, Erikson menekankan pengaruh sosial dan budaya
pada pembentukan kepribadian. Teorinya, yang dikenal sebagai teori
psikososial, mengemukakan delapan tahap perkembangan yang dihadapi
individu sepanjang hidup.

1. Kepercayaan vs Ketidakpercayaan (0-18 bulan)


Tahap ini berfokus pada rasa percaya bayi terhadap dunia di sekitarnya.
Pengalaman bayi dengan pengasuh, terutama dalam hal pemenuhan
kebutuhan dasar, menjadi penentu utama. Bayi yang diasuh dengan penuh
kasih sayang dan perhatian akan mengembangkan rasa percaya,
sedangkan yang diabaikan atau diperlakukan kasar akan cenderung
memiliki rasa tidak percaya.
2. Otonomi vs Rasa Malu dan Keraguan (18 bulan - 3 tahun)
Pada tahap ini, anak mulai belajar mengendalikan diri dan menjadi
mandiri. Toilet training menjadi contoh penting dalam tahap ini. Anak
yang berhasil belajar mengontrol tubuhnya akan mengembangkan rasa
otonomi, sedangkan yang sering dimarahi atau dipermalukan akan
cenderung memiliki rasa malu dan ragu-ragu.
3. Inisiatif vs Rasa Bersalah (3-5 tahun)
Anak mulai menunjukkan inisiatif dan mengambil tindakan sendiri.
Mereka mulai bermain dengan teman, belajar aturan, dan mengembangkan
rasa ingin tahu. Keberhasilan dalam tahap ini menghasilkan rasa inisiatif,
sedangkan rasa bersalah muncul akibat terlalu banyak kontrol atau kritik
dari orang tua.
4. Kerajinan vs Rasa Rendah Diri (5-12 tahun)
Di sekolah, anak-anak mulai belajar berbagai keterampilan dan
mengembangkan rasa kompetensi. Mereka juga mulai bersosialisasi
dengan teman sebaya dan membentuk kelompok. Keberhasilan dalam
tahap ini menghasilkan rasa kerajinan dan percaya diri, sedangkan
kegagalan dapat menyebabkan rasa rendah diri.
5. Identitas vs Kebingungan Peran (12-18 tahun)
Masa remaja merupakan periode pencarian identitas diri. Remaja mulai
mengeksplorasi berbagai kemungkinan dan mencoba berbagai peran.
Keberhasilan dalam tahap ini menghasilkan identitas diri yang kuat,
sedangkan kebingungan peran muncul akibat kegagalan dalam
menemukan jati diri.
6. Keintiman vs Isolasi (18-35 tahun)
Pada tahap ini, individu muda mencari hubungan yang intim dan
berkomitmen dengan orang lain. Mereka mulai menjalin hubungan
romantis, membangun keluarga, dan mencari tempat dalam masyarakat.
Keberhasilan dalam tahap ini menghasilkan keintiman dan rasa terhubung
dengan orang lain, sedangkan kegagalan dapat menyebabkan isolasi dan
kesepian.
7. Generativitas vs Stagnasi (35-65 tahun)
Orang dewasa di tahap ini fokus pada memberikan kontribusi bagi dunia.
Mereka mengasuh anak, bekerja, dan terlibat dalam kegiatan sosial.
Keberhasilan dalam tahap ini menghasilkan rasa generativitas dan puas
dengan hidup, sedangkan stagnasi muncul akibat kegagalan dalam
menemukan makna hidup.
8. Integritas vs Keputusasaan (65 tahun ke atas)
Pada tahap akhir kehidupan, individu merenungkan hidup mereka dan
mencari makna di baliknya. Mereka menerima pencapaian dan kegagalan
mereka dan mencapai rasa integritas. Keberhasilan dalam tahap ini
menghasilkan rasa puas dan damai dengan kehidupan, sedangkan
keputusasaan muncul akibat penyesalan dan rasa tidak puas.

Teori Erikson memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk


memahami perkembangan kepribadian manusia. Delapan tahap yang
dikemukakannya menunjukkan bahwa perkembangan manusia adalah proses
yang berkelanjutan dan saling terkait. Setiap tahap memiliki tugas dan krisis
yang harus dihadapi individu, dan hasil dari setiap tahap akan mempengaruhi
perkembangan di tahap selanjutnya.

Teori Erikson memiliki banyak aplikasi dalam berbagai bidang, seperti


psikologi, pendidikan, dan konseling. Teori ini membantu para profesional
untuk memahami bagaimana individu berkembang dan menghadapi berbagai
tantangan dalam hidup.

1. Perkembangan Ego dan Krisis Psikososial


Erikson percaya bahwa ego, bagian dari kepribadian yang sadar dan
mengendalikan, berkembang melalui delapan tahap psikososial. Pada
setiap tahap, individu dihadapkan dengan krisis psikososial, yaitu konflik
antara dua kutub yang berlawanan. Cara individu menyelesaikan krisis ini
akan menentukan perkembangan ego dan kepribadiannya.
Contoh Krisis Psikososial:
1) Kepercayaan vs Ketidakpercayaan: Bayi yang diasuh dengan penuh
kasih sayang akan mengembangkan rasa percaya, sedangkan yang
diabaikan atau diperlakukan kasar akan cenderung memiliki rasa tidak
percaya.
2) Otonomi vs Rasa Malu dan Keraguan: Anak yang berhasil belajar
mengontrol tubuhnya akan mengembangkan rasa otonomi, sedangkan
yang sering dimarahi atau dipermalukan akan cenderung memiliki rasa
malu dan ragu-ragu.

Dampak Krisis Psikososial:

Keberhasilan dalam menyelesaikan krisis psikososial pada setiap tahap


akan menghasilkan kebajikan dasar, yaitu kualitas positif yang membantu
individu dalam menghadapi tantangan hidup.

Pengaruh Budaya:

Erikson menekankan bahwa budaya memainkan peran penting dalam


perkembangan psikososial individu. Setiap budaya memiliki cara yang
berbeda dalam membesarkan anak dan mensosialisasikan mereka. Hal ini
dapat mempengaruhi bagaimana individu menyelesaikan krisis psikososial
dan mengembangkan kepribadiannya.

Anda mungkin juga menyukai