Anda di halaman 1dari 5

Ibadah shaum di bulan Ramadhan yang baru saja kita laksanakan, sesungguhnya adalah suatu

proses pendidikan yang berkelanjutan dan berkesinambungan bagi orang-orang yang beriman
yang menghantarkannya pada puncak nilai-nilai kemanusiaan yang disebut dengan taqwa (
‫)لعلكم تتق ون‬. Taqwa inilah indikator utama kemuliaan, indikator utama kebahagiaan dan
indikator utama kesejahteraan. Firman-Nya dalam QS. Al-Hujurat ayat 13.

‫َيآَأيــُّـَها الَّناُس ِإَّنا َخ َلْقَناُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َو ُأْنَثى َو َجَع ْلَناُك ْم ُش ُعْو ًبا َو َقَباِئَل ِلَتَع اَر ُفْو ا ِإَّن َأْك َر َم ُك ْم ِع ْنَد ِهللا‬
‫ َأْتَقاُك ْم ِإَّن َهللا َع ِلْيٌم َخ ِبْيٌر‬.

”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat: 13).

Dengan ketaqwaan yang terus-menerus kita bangun dalam diri kita, keluarga kita, lingkungan
kita, masyarakat dan bangsa kita, insya Allah akan menumbuhkan kesejahteraan dan
keberkahan hidup yang senantiasa kita dambakan. Kita menyadari dan kita akui dengan jujur
bahwa saat ini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, keberkahan dan kesejahteraan
masih belum kita raih. Ini terbukti dari jumlah orang miskin yang semakin banyak, angka
pengangguran semakin tinggi, jumlah anak usia sekolah yang tidak bisa sekolah semakin
besar, penduduk yang termasuk tunawisma, tidak memiliki tempat tinggal yang layak
semakin banyak.
‫!هللا أكبر هللا أكبر هللا أكبر وهلل الحمد‬

Hadirin Jama’ah Idul Fitri yang berbahagia

Memang kondisi semacam ini terasa sangat ironis dan sangat kontradiktif jika
dikaitkan dengan kondisi tanah air kita yang sangat subur, sumber alam yang melimpah ruah
dan mayoritas penduduknya beragama Islam. Tetapi tentu hal ini tidaklah mengherankan jika
dilihat dari ajaran Islam itu sendiri. Di dalam Al-Qur’an tidak ada satu ayat pun yang
mengkaitkan kesuburan dengan kemakmuran. Artinya negeri yang subur tidak otomatis
rakyatnya akan menjadi makmur. Bahkan kesuburan akan menjadi malapetaka kalau disertai
dengan kekufuran terhadap nikmat Allah SWT.

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak merubah keadaan suatu kaum yang berada dalam
kenikmatan dan kesejahteraan, sehingga mereka merubahnya sendiri. Juga tidak merubah
suatu kaum yang hina dan rendah, kecuali mereka merubah keadaan mereka sendiri. Yaitu
dengan menjalankan sebab-sebab yang dapat mengantarnya kepada kemulian dan kejayaan.
Inilah yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri.” [Ar-Ra’d/13:11].

Dalam ayat yang mulia ini terkandung penjelasan, bahwasanya semua perkara di seluruh
dunia ini terjadi dengan taqdir dan perintah-Nya. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menjadikan sunnah- sunnah kauniyah dan syari’at dalam merubah nasib suatu kaum.
Sehingga umat yang menjalankan sunnah-sunnah kauniyah dan syari’at untuk kejayaan,
maka Allah Subhanahu wa Ta’ala merubahnya menjadi jaya. Demikian juga sebaliknya,
apabila mereka menjalankan sunnah-sunnah Allah untuk kerendahan dan kehinaan, maka
Allah menjadikan mereka hina dan rendah. Hal ini telah terjadi pada umat-umat terdahulu,
yang semestinya menjadi pelajaran bagi umat manusia pada zaman sesudahnya.

‫!هللا أكبر هللا أكبر هللا أكبر وهلل الحمد‬

Hadirin Jama’ah Idul Fitri yang berbahagia

Ada beberapa pesan yang harus kita ambil selama menjalankan bulan ramadhan kemarin.

Pesan pertama Ramadhan adalah Pesan moral atau Tahdzibun Nafsi

Artinya, kita harus selalu mawas diri pada musuh terbesar umat manusia, yakni hawa nafsu
sebagai musuh yang tidak pernah berdamai. Rasulullah SAW bersabda: Jihad yang paling
besar adalah jihad melawan diri sendiri. Di dalam kitab Madzahib fît Tarbiyah diterangkan
bahwa di dalam diri setiap manusia terdapat nafsu/naluri sejak ia dilahirkan. Yakni naluri
marah, naluri pengetahuan dan naluri syahwat. Dari ketiga naluri ini, yang paling sulit untuk
dikendalikan dan dibersihkan adalah naluri Syahwat.

Hujjatul Islam, Abû Hâmid al-Ghazâlî berkata: bahwa pada diri manusia terdapat empat sifat,
tiga sifat berpotensi untuk mencelakakan manusia, satu sifat berpotensi mengantarkan
manusia menuju pintu kebahagiaan.

 Pertama, sifat kebinatangan ( ‫ ;)َبِه ْيَم ْة‬tanda-tandanya menghalalkan segala cara untuk
mencapai tujuan tanpa rasa malu.
 Kedua, sifat buas ( ‫ ; )َسُبِع َّيْة‬tanda-tandanya banyaknya kezhaliman dan sedikit keadilan.
Yang kuat selalu menang sedangkan yang lemah selalu kalah meskipun benar.
 Ketiga sifat syaithaniyah; tanda-tandanya mempertahankan hawa nafsu yang
menjatuhkan martabat manusia.

Jika ketiga tiga sifat ini lebih dominan atau lebih mewarnai sebuah masyarakat atau bangsa
niscaya akan terjadi sebuah perubahan tatanan social (keadaan masyarakat) yang sangat
mengkhawatirkan. Dimana keadilan akan tergusur oleh kezhaliman, hukum bisa dibeli
dengan rupiah, undang-undang bisa dipesan dengan Dollar, sulit membedakan mana yang
hibah mana yang suap, penguasa lupa akan tanggungjawabnya, rakyat tidak sadar akan
kewajibannya, seluruh tempat akan dipenuhi oleh keburukan dan kebaikan menjadi sesuatu
yang terasing, ketaatan akhirnya dikalahkan oleh kemaksiatan dan seterusnya dan seterusnya.

Sedangkan satu-satunya sifat yang membahagiakan adalah sifat rububiyah ( ‫ ;)ُرُبْو ِبَّيْة‬ditandai
dengan keimanan, ketakwaan dan kesabaran yang telah kita bina bersama-sama sepanjang
bulan Ramadhan. Orang yang dapat mengoptimalkan dengan baik sifat rububiyah di dalam
jiwanya niscaya jalan hidupnya disinari oleh cahaya Al-Qur’an, prilakunya dihiasi budi
pekerti yang luhur (akhlaqul karimah). Selanjutnya, ia akan menjadi insan muttaqin, insan
pasca Ramadhan, yang menjadi harapan setiap orang. Insan yang dalam hari raya ini
menampakkan tiga hal sebagai pakaiannya: menahan diri dari hawa nafsu, memberi ma`af
dan berbuat baik pada sesama manusia sebagaimana firman Allah:

‫َو ْالَك اِظِم ْيَن ْالَغْيَظ َو ْالَعاِفْيَن َع ِن الَّناِس َو ُهللا ُيِحُّب ْالُم ْح ِس ِنْيَن‬

“…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran: 134)
‫!هللا أكبر هللا أكبر هللا أكبر وهلل الحمد‬

Hadirin Jama’ah Idul Fitri yang berbahagia

Pesan kedua adalah pesan social

Pesan sosial Ramadhan ini terlukiskan dengan indah. Indah disini justru terlihat pada detik-
detik akhir Ramadhan dan gerbang menuju bulan Syawwal. Dimana, ketika umat muslim
mengeluarkan zakat fithrah kepada Ashnafuts Tsamaniyah (delapan kategori kelompok
masyarakat yang berhak menerima zakat), terutama kaum fakir miskin tampak bagaimana tali
silaturrahmi serta semangat untuk berbagi demikian nyata terjadi. Kebuntuan dan
kesenjangan komunikasi dan tali kasih sayang yang sebelumnya sempat terlupakan tiba-tiba
saja hadir, baik di hati maupun dalam tindakan. Semangat zakat fitrah ini melahirkan
kesadaran untuk tolong menolong (ta`awun) antara orang-orang kaya dan orang-orang
miskin, antara orang-orang yang hidupnya berkecukupan dan orang-orang yang hidup
kesehariannya serba kekurangan, sejalan hatinya sebab ‫ ُك ُّلُك ْم ِعَي اُل ِهللا‬, kalian semua adalah
ummat Allah.

‫!هللا أكبر هللا أكبر هللا أكبر وهلل الحمد‬

Hadirin Jama’ah Idul Fitri yang berbahagia

Pesan ketiga adalah pesan jihad

Pengertian jihad ini lebih komprehensif, karena yang dituju adalah mengorbankan segala
yang kita miliki, baik tenaga, harta benda, atapun jiwa kita untuk mencapai keridhaan dari
Allah; terutama jihad melawan diri kita sendiri yang disebut sebagai Jihadul Akbar, jihad
yang paling besar. Dengan demikian, jihad akan terus hidup di dalam jiwa ummat Islam baik
dalam kondisi peperangan maupun dalam kondisi damai. Jihad tetap dijalankan.

Dalam konteks masyarakat Indonesia saat ini, jihad yang kita butuhkan bukanlah jihad
mengangkat senjata. Akan tetapi jihad mengendalikan diri dan mendorong terciptanya sebuah
sistem sosial yang bermartabat, berkeadilan dan sejahtera serta bersendikan atas nilai-nilai
agama dan ketaatan kepada Allah. Dalam konteks masyarakat Indonesia saat ini, jihad yang
kita butuhkan adalah upaya mendukung terbangunnya sebuah sistem sosial yang bermartabat,
berkeadilan dan sejahatera yang bersendikan pada ketaatan kepada Allah. Jihad untuk
mengendalikan hawa nafsu dari seluruh hal yang dapat merugikan diri kita sendiri, terlebih
lagi merugikan orang lain. Allah SWT berfirman:

Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada
orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau
kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang
Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha
Kuasa atas segala sesuatu.

Demikianlah tiga pesan yang disampaikan oleh Ramadhan. Oleh sebab itu, marilah kita
bersama-sama memikul tanggung jawab untuk merealisasikan ketiga pesan ini ke dalam
bingkai kehidupan nyata. Marilah kita bersama-sama mengendalikan hawa nafsu kita sendiri,
untuk tidak terpancing pada hal-hal yang terlarang dan merugikan orang lain; menjalin
hubungan silaturrahim serta kerjasama sesama muslim tanpa membeda-bedakan status sosial,
serta menyandang semangat jihad untuk membangun sebuah sistem sosial yang bermartabat,
berkeadilan dan sejahtera.

Akhirnya marilah kita berdoa, menundukkan kepala, memohon kepada Allah Yang Maha
Rahman dan Maha Rahim untuk kebaikan kita dan umat Islam dimana saja berada:

Anda mungkin juga menyukai