Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HUKUM PIDANA

“Maraknya Korupsi Ditengah Pandemi”

Disusun Oleh :

Rizky Juventus Simangunsong B1A021232

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BENGKULU

2021
DAFTAR ISI

Kata pengantar..........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
A. Latar belakang...............................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................6
C. Tujuan............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................7
A. Faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi, bahkan ditengah pandemi.....................7
B. Sanksi yang berlaku terhadap tindak pidana korupsi (Tipikor).............................................11
Sanksi Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Hukum Positif................................................12
C. Hambatan-hambatan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.........................................14
Hambatan-hambatan dalam penanganan tindak pidana korupsi...............................................14
PENUTUP................................................................................................................................................16
A. Kesimpulan..................................................................................................................................16
B. Saran.............................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................17

1
Kata pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat kasih
karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah hukum pidana yang berjudul “Maraknya
korupsi ditengah pandemi”. Adapun tujuan pembuatan makalah ini merupakan tugas hukum
pidana yang diberikan.

Pada kesempatan ini, saya selaku penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga selesainya makalah hukum
pidana ini. Penulis berharapan semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai
salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan serta pengalaman,
sehingga nantinya kami dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik
lagi.

Penulis menyadari bahwa dirinya tentu tidak lepas dari banyaknya kekurangan, baik dari
aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan makalah yang dipaparkan. Semua ini murni didasari
oleh keterbatasan yang penulis miliki. Oleh sebab itu, penulis membutuhkan kritik dan saran
kepada segenap pembaca yang bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas di
kemudian hari.

Bengkulu, 6 November 2021

Penulis

2
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Negri ini memang sudah 76 tahun lamanya merdeka dari yang namanya penjajah, tetapi negri
ini tetap saja masih jauh dari kata sejahtera, karena pada saat ini rakyatnya sedang terbelenggu
oleh jajahan bangsanya sendiri. Kekuasaan dijadikan ajang memperkaya diri. Bahkan, di tengah
pandemi mereka tak perduli, seolah buta dan tuli.

Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki banyak lembaga hukum yang menaungi
permasalahan yang terjadi di Indonesia. Indonesia memiliki banyak masalah yang semakin lama
semakin meningkat, khususnya maraknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia dan semakin
megkhawatirkan.

Korupsi di Indonesia telah menjadi wabah yang berkembang dengan sangat subur dan
tentunya berdampak pada kerugian keuangan Negara. Bahkan korupsi itu sendiri sudah seperti
sebuah tradisi di negri ini. Maraknya korupsi telah mendorong pemberantasan korupsi di
Indonesia, misalnya dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 selanjutnya disebut
dengan UUPTPK. Berdasarkan Undang-Undang tersebut di antaranya tindakan korupsi yang
menimbulkan kerugian keuangan Negara.

Penyalahgunaan uang negara yang disorot yakni mengenai penyalahgunaan dana bantuan
sosial (Bansos) yang bersumber dari APBD. Penyalahgunaan yang dilakukan yakni dalam
bentuk pengalihan dana bantuan sosial yang disaluran tanpa disertai pertanggungjawaban yang
jelas atau adanya rekayasa dokumen terkait pencairan dana Bansos. Meskipun ada
pertanggungjawaban atas penggunaan dana bansos tersebut, akan tetapi setelah di audit lebih
lanjut ternyata penerima bantuan adalah penerima yang fiktif. Kasus penyalahgunaan dana
Bansos yang marak terjadi diberbagai daerah, menyita perhatian publik karena melibatkan orang-
orang yang mempunyai peran penting dan posisi yang strategis dalam sistem pemerintahan.
Tindakan tersebut dilakukan tanpa mengindahkan proses pengelolaan bantuan sosial yang benar
dan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

3
Terkait pelaksanaan pengelolaan dan penggunaan dana Bansos, sering menuai masalah dan
kritik dari berbagai pihak karena ketidakjelasan mengenai arah penggunaannya. Tidak menutup
kemungkinan bahwa hampir setiap daerah di wilayah Indonesia mengalami permasalahan yang
sama atas kasus penyalahgunaan dana Bansos, meskipun kasusnya belum terekspos ke publik.
Keberadaan dana Bansos menjadi primadona bagi pejabat yang ingin menyalahgunakan
wewenang dengan berbagai macam modus. Kegiatan-kegiatan politik oknum pejabat tertentu
dilingkungan pemerintah daerah, dapat saja menggunakan dana Bansos sebagai sumber suntikan
dana untuk kepentingan politis. Pencegahan Penggunaan dana bansos untuk kepentingan politis
atau kepentingan tertentu harus digalakkan dengan maksimal, melalui mekanisme pengawasan
yang ketat dari Badan Pengawasan Keuangan.

Upaya memberantas tindak korupsi bukanlah hal mudah. Meski sudah dilakukan berbagai
bentuk hukum untuk memberantas korupsi, masih ada beberapa hambatan dalam
pelaksanaannya. Seperti operasi tangkap tangan (OTT) sudah sering dilakukan oleh KPK. Lalu
tuntutan dan putusan yang dijatuhkan oleh penegak hukum pun sudah tercantum dihukum keras.
Namun korupsi masih tetap saja dilakukan.

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu kiranya penulis melakukan pembatasan
permasalahan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar tidak terjadi pelebaran topik penelitian,
maka penulis menyusun perumusan masalah sebagai berikut :

1. Faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi, bahkan ditengah pandemi.


2. Bagaimana sanksi terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia.
3. Apa saja hambatan-hambatan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia

C. Tujuan

Sejalan dengan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka makalah ini bertujuan
untuk:

1. Mengetahui faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi


2. Mengetahui sanksi terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia
3. Mengetahui hambatan-hambatan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia

5
PEMBAHASAN

A. Faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi, bahkan ditengah pandemi

Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah puas akan apa yang telah dimiliki(serakah).
Nafsu kedagingan yang tidak dapat dikendalikan untuk mendapatkan kekuasan dan kekayaan
menjadi salah satu alasan utama untuk mengahalalkan segala cara demi memenuhi kehausan
akan kekayaan dan kekuasaan tersebut, Contohnya : korupsi. Bahkan dewasa ini telah terjadi
korupsi dana bantuan social ditengah pandemi sekalipun. Kekuasaan dijadikan ajang
memperkaya diri. Bahkan, di tengah pandemi mereka tak perduli, seolah buta dan tuli.

Penyebab terjadinya korupsi ada berbagai macam, tergantung konteksnya. Seperti yang kini
marak di Indonesia, kasus korupsi banyak dilakukan oleh orang yang memiliki jabatan. Pada
faktanya, korupsi bisa terjadi dari hal paling sederhana, sampai yang kompleks. Namun acap kali
terabaikan dan seiring berjalannya waktu menjadi kebiasaan yang dianggap normal. Tanpa
mereka sadari, tindak korupsi sekecil apa pun sesungguhya telah merugikan orang lain. Secara
sederhana, ada dua faktor penyebab terjadinya korupsi dari setiap segi kehidupan, yakni faktor
internal dan faktor eksternal. Berdasarkan fakta empirik hasil penelitian, serta dukungan teoritik
oleh para saintis sosial, menunjukkan bahwa korupsi berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan
dan kesetaraan sosial. Hal ini berakibat pad perbedaan antar kelompok sosial kian tajam terlihat.
Tindak pidana korupsi di Tanah Air, digolongkan dalam kejahatan luar biasa (extraordinary
crime). Juga termasuk ke dalam golongan tindak pidana khusus. Sehingga memerlukan langkah-
langkah yang lebih ekstra untuk memberantasnya.

Adapun faktor penyebab terjadinya korupsi sangat beragam, dan saling berkaitan antara
penyebab yang satu dengan penyebab lainnya, sehingga sulit untuk dicari penyebab mana yang
memicu terlebih dahulu. Dari hasil penelitian terdahulu yang sudah diterbitkan menjadi sebuah
buku referensi, menyebutkan beberapa faktor dominan yang menjadi pemicu terjadinya korupsi
di antaranya adalah: a. Sifat tamak dan keserakahan b. Ketimpangan penghasilan sesama
pegawai negeri/pejabat negara c. Gaya hidup konsumtif d. Penghasilan yang tidak memadai e.
Kurang adanya keteladanan dari pimpinan f. Tidak adanya kultur organisasi yang benar g.
Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai h. Kelemahan sistem pengendalian
manajemen i. Manajemen cenderung menutup korupsi di dalam organisasi j. Nilai-nilai negatif
yang hidup dalam masyarakat k. Masyarakat kurang menyadari bahwa yang paling dirugikan
oleh korupsi adalah masyarakat itu sendiri l. Moral yang lemah m. Kebutuhan hidup yang
banyak dan mendesak n. Malas atau tidak mau bekerja keras o. Ajaran-ajaran agama kurang
diterapkan secara benar p. Lemahnya penegakan hukum q. Sanksi yang tidak setimpal dengan
hasil korupsi r. Kurang atau tidak ada pengendalian s. Pendapat pakar lain penyebab korupsi t.
Faktor politik u. Budaya organisasi pemerintah.

6
Dari sekian banyak fakto-faktor penyebab terjadinya korupsi di Indonesia, penulis akan
mengklasifikasinya menjadi 4 (empat) macam motif, seperti teori GONE yang dikemukakan oleh
Jack Bologne, mengatakan ada 4 (empat) akar penyebab korupsi yaitu Greed, Opportunity, Need,
dan Exposes.

A. Corruption by Greed
Motif korupsi karena kerakusan dan keserakahan koruptor, ia tidak pernah puas dengan
keadaan dirinya. Meski ia memiliki satu gunung emas namun hasratnya selalu ingin memiliki
gunung emas lainnya. Penyebab ia melakukan korupsi adalah karena ada dorongan keinginan,
niat yang ada dalam dirinya. Kemungkinan orang yang melakukan korupsi ini adalah orang yeng
memiliki penghasilan yang cukup tinggi, bahkan sudah berlebih bila dibandingkan dengan
kebutuhan hidupnya, namun selalu ingin harta yang lebih banyak lagi. Maka unsur yang
menyebabkan dia melakukan korupsi adalah unsur dari dalam diri sendiri yaitu sifat-sifat tamak,
sombong, rakus, serakah, takabur yang memang ada pada diri manusia tersebut.
B. Corruption by Opportunity
Motif korupsi karena sistem memberi lubang atau peluang terjadinya korupsi. Sistem
pengendalian yang tidak rapi, memungkinkan seseorang bekerja asal-asalan, orang dengan
mudah memanipulasi angka-angka sehingga dengan mudah terjadi perilaku curang dan
menyimpang, dan disaat bersamaan sistem pengawasan tidak ketat, berakibat pada peluang
korupsi terbuka lebar.
C. Corruption by Need
Motif korupsi karena sikap mental yang tidak pernah merasa cukup, selalu sarat akan
kebutuhan yang tidak pernah usai. Sehingga orang yang mempunyai sikap mental seperti ini
akan menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidup baik untuk diri sendiri,
keluarga maupun golongannya. Motif lainnya adalah korupsi karena penghasilannya sebagai
pegawai negeri tidak memadai, di sisi lain dia harus membiayai semua kebutuhan hidupnya dan
keluarganya, maka ketika sudah sampai batas titik tertentu, tidak ada solusi lain disaat keadaan
sangat mendesak memaksa seseorang untuk melakukan perbuatan menyimpang tersebut.
D. Corruption by Exposes
Motif korupsi karena hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku rendah, sehingga calon
korupsi dan masyarakat yang melihat sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku korupsi
sangat rendah dan tidak setimpal dengan korupsi yang dilakukannya. Maka hal ini berpotensi
menyebabkan orang yang tadinya tidak korupsi atau yang terlibat dalam korupsi sekala kecil
akan berupaya untuk melakukan korupsi atau terlibat dalam korupsi yang lebih besar lagi.

7
Berikut penyebab terjadinya korupsi dari faktor internal:
Faktor internal, merupakan faktor penyebab terjadinya korupsi, yang berasal dari dalam diri
pribadi seseorang. Hal ini ditandai dengan sifat manusia yang terbagi menjadi dua aspek, yakni:

(a). Berdasarkan aspek perilaku individu


- Sifat tamak/rakus. Tamak adalah sifat manusia yang selalu merasa kurang dengan apa yang
telah dimiliki, atau bisa pula disebut kurangnya rasa bersyukur. Orang tamak memiliki hasrat
untuk menambah harta dan kekayaan dengan melakukan tindakan yang merugikan orang lain,
seperti korupsi.

- Moral yang tidak kuat. Orang yang tidak memiliki moral kuat, tentunya akan mudah tergoda
untuk melakukan korupsi. Ketika seseorang memang sudah tidak memiliki moral yang kuat, atau
kurang konsisten bisa tergoda dengan mudah. Banyak pengaruh dari luar yang masuk ke dalam
dirinya.

- Gaya hidup yang konsumtif. Seperti diketahui, manusia kerap kali ingin memenuhi keinginan
yang tak terbatas. Gaya hidup secara berlebihan, tentu menjadi salah satu penyebab terjadinya
korupsi. Saat seseorang memiliki gaya hidup yang konsumtif dan pendapatan yang lebih kecil
dari konsumsinya tersebut, maka hal ini akan menjadi penyebab terjadinya korupsi. Hal ini
sangat erat kaitannya dengan pendapatan seseorang dan menjalar ke faktor eksternal.

(b). Berdasarkan aspek social.


Penyebab terjadinya korupsi dari faktor internal selanjutnya, dari aspek sosial.
Berdasarkan aspek sosial, bisa membuat sesorang tergiur melakukan tindak korupsi. Hal ini
terjadi karena dorongan dan dukungan dari keluarga. Walaupun sifat pribadi seseorang itu tak

8
ingin melakukannya, lingkungan dalam hal ini, malah memberikan dorongan untuk melakukan
korupsi, bukan mencegah atau memberi hukuman.

Faktor Eksternal, Penyebab terjadinya korupsi dilihat dari faktor eksternal, lebih condong
terhadap pengaruh dari luar yang terbagi dalam aspek berikut:
- Aspek Sikap Masyarakat terhadap Korupsi. Penyebab korupsi dalam aspek ini ialah saat nilai-
nilai di masyarakat itu kondusif untuk terjadinya korupsi. Masyarakat tidak menyadari, bahwa
yang paling rugi atau korban utama dari adanya korupsi adalah mereka sendiri. Selain itu, ada
pula masyarakat yang tidak menyadari kalau mereka sedang terlibat korupsi. Korupsi tentunya
akan bisa dicegah dan diberantas, bila ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan.
Untuk itu, diperlukan adanya sosialisasi dan edukasi tentang kesadaran dalam menanggapi
korupsi di masyarakat. Berikut aspek sikap masyarakat yang memicu terjadinya korupsi: Nilai-
nilai dan budaya di masyarakat yang mendukung terjadinya korupsi. Semisal, masyarakat
menghargai seseorang karena kekayaan yang dimiliki. Akibatnya masyarakat menjadi tidak kritis
terhadap kondisi tersebut, seperti dari mana kekayaan dia berasal. Masyarakat menganggap
bahwa korban yang mengalami kerugian akibat terjadinya korupsi adalah negara. Padahal, justru
pada akhirnya kerugian terbesar dialami oleh mereka sendiri. Contoh, akibat korupsi anggaran
pembangunan menjadi berkurang, pembangunan transportasi umum terbatas. Masyarakat juga
yang rugi besar, padahal sudah patuh membayar pajak. Masyarakat kurang menyadari bila
dirinya terlibat dalam perilaku korupsi. Setiap tindakan korupsi pasti melibatkan masyarakat, tapi
justru sudah terbiasa terlibat dalam tindak korupsi sehari-hari. Masyarakat secara terbuka namun
tidak disadari. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi dapat dihentikan, bila ikut aktif
dalam agenda pencegahan dan pemberantasan korupsi. Umumnya masyarakat menganggap
bahwa pencegahan dan pemberantasan korupsi hanyalah tanggung jawab pemerintah.
- Aspek Ekonomi. Penyebab terjadinya korupsi berikutnya, dari aspek ekonomi. Hampir mirip
dengan perilaku konsumtif pada faktor internal. Bedanya, di sini lebih ditekankan pada
pendapatan seseorang. Bukan kepada sifat konsumtifnya. Pendapatan yang dinilai tidak
mencukupi, bisa menjadi penyebab terjadinya korupsi dilakukan seseorang.
- Aspek Politis. Selanjutnya pada aspek politis, penyebab terjadinya korupsi karena kepentingan
politik serta haus kekuasaan, ingin meraih dan mempertahankan jabatan. Biasanya dalam aspek
politis ini, bisa membentuk rantai-rantai korupsi yang tak terputus. Dari seseorang kepada orang
lainnya.
- Aspek Organisasi. Penyebab terjadinya korupsi dari aspek organisasi, bisa terjadi karena
beberapa hal. Termasuk di antaranya sebagai berikut: Kurang adanya sikap keteladanan
pemimpin. Tidak adanya kultur budaya organisasi yang benar. Kurang memadainya sistem
akuntabilitas. Kelemahan sistem pengendalian manajemen. Pengawasan yang terbagi menjadi
dua, yaitu pengawasan internal (pengawasan fungsional dan pengawasan langsung oleh
pemimpin) dan pengawasan eksternal (pengawasan dari legislatif dalam hal ini antara lain
KPKP, Bawasda, masyarakat dll).

9
B. Sanksi yang berlaku terhadap tindak pidana korupsi (Tipikor)

Mencermati ketentuan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah


dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001, maka terhadap tindak pidana korupsi dapat
dikelompokkan dalam 8 (delapan) jenis, yaitu :

1. Korupsi terkait dengan keuangan negara sebagaimana diatur dalam pasal 2 dan pasal 3;
2. Korupsi penyuapan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf
b, Pasal 13, Pasal 5 ayat (2), Pasal 12 huruf 21a, Pasal 12 huruf b, Pasal 11, Pasal 6 ayat (1)
huruf a, Pasal 6 ayat(1) huruf b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 12 huruf C, pasal 12 huruf d;
3. Korupsi penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 8, pasal 9, Pasal 10 huruf
a, Pasal 10 huruf b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 12 huruf c, Pasal 12 huruf d;
4. Korupsi pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf g, Pasal 12
huruf f;
5. Korupsi perbuatan curang sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1)
huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 7 ayat (2), Pasal 12 huruf h;
6. Korupsi benturan kepentingan dalam jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf i;
7. Korupsi gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12B jo Pasal 12C;
8. Korupsi tindak pidana lain terkait dengan korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 21, Pasal 22
jo Pasal 28, Pasal 22 jo Pasal 29, Pasal 22 jo Pasal 35, Pasal 22 jo Pasal 36, Pasal 24 jo Pasal 31.

Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi mendefinisikan pengertian korupsi ke dalam pasal 2 ayat (1) yaitu: Setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama
20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam pasal 1 ayat (1)
mengartikan pengertian tindak pidana korupsi sama seperti apa yang tertera dalam Undang-

10
Undang Nomor 31 Tahun 1999 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.

Sanksi Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Hukum Positif


Sanksi Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jenis sanksi yang dapat dijatuhkan oleh hakim
terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah:

Pidana Mati Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan Keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2
ayat 1 Undang-UndangNomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yang dilakukan dalam keadaan tertentu.

*Pidana Penjara *

a. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20
tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 bagi
setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan Keuangan Negara atau perekonomian
Negara (Pasal 2 ayat 1).

b. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan atau denda paling
sedikit Rp. 50.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 bagi setiap orang yang
dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan Keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3).

c. Pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit
Rp. 150.000.000,00 dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 bagi setiap orang yang dengan
sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan 24 terhadap tersangka atau
terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi (Pasal 21). d. Pidana penjara paling singkat 3
tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 dan paling
banyak Rp. 600.000.000,00 bagi setiap orang sebagaimana dimaksuddalam pasal 28, pasal 29,
pasal 35 dan pasal 36.

11
*Pidana Tambahan*

a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang yang tidak
bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk
perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang-
barang yang menggantikan barang-barang tersebut.

b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang
diperoleh dari tindak pidana korupsi.

c. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 tahun.

d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian
keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.

e. jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat
disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

f. jika terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti
maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari
pidana pokoknya, dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan
Terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh atau atas nama korporasi maka pidana pokok yang
dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan maksimal ditambah

12
C. Hambatan-hambatan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia

Hambatan-hambatan dalam penanganan tindak pidana korupsi.


Tindak pidana korupsi adalah tindak pidana yang bersifat luar biasa (extra ordinary crimes),
oleh karena itu penanganannya juga harus luar biasa (extra ordinary measures).

Mengingat tindak pidana ini merupakan tindak pidana yang bersifat luar biasa maka dalam
penanganannya juga ditemukan adanya hambatan-hambatan, yaitu antara lain :

1. kasusnya sudah lama terjadi, tetapi baru diketahui, sehingga untuk pengumpulan bahan
pembuktian mengalami kesulitan.
2. Legalitas saksi ahli dikaitkan dengan pasal 1 butir 28 KUHAP, ya itu siapa yang
dimaksud dengan mereka yang memiliki keahlian khusus yang dapat membuat terang
tindak pidana korupsi.
3. Dokumen bukti dihilangkan.
4. Izin untuk membuka rekening tersangka membutuhkan waktu yang lama.
5. Aspek psikologis, b sayang tersangka dan saksi adalah sebagai rekan atau sama-sama
sebagai pejabat.
6. Tersangka memiliki power atau kekuasaan yang dapat mempengaruhi jalannya proses
pemeriksaan.
7. Budaya masyarakat (masa bodoh atau apatis)
8. Political will untuk penanggulangan tindak pidana korupsi masih belum menyeluruh.
9. Perangkat hukum yang ada terjadi saling tumpang tindih dan tidak saling melengkapi.
10. Adanya interest pribadi atau arogansi aparat penegak hukum, sehingga tidak mau
menerima masukan dari masyarakat.
11. Birokrasi yang berbelit dan membutuhkan waktu yang lama untuk memeriksa kepala
daerah dan anggota DPR.
12. Pelaksanaan audit investigasi perhitungan kerugian keuangan negara membutuhkan
waktu yang lama.

13
Hal-hal yang telah disebut yang menjadi penghambat penanganan tindak pidana korupsi
titik tentu saja masih ada hambatan lainnya, Mengutip dari Jurnal Legislasi Indonesia, hambatan
dalam pemberantasan korupsi dapat diklasifikasikan menjadi berikut:

1. Hambatan Struktural

Hambatan struktural adalah yang bersumber dari praktik-praktik penyelenggaraan negara


dan pemerintahan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi, tidak berjalan sebagaimana
mestinya.

2. Hambatan Kultural

Hambatan kultural bersumber dari kebiasaan negatif yang berkembang di masyarakat.


Termasuk dalam kelompok ini di antaranya: masih ada sikap sungkan dan toleran, di antara
aparatur pemerintah yang bisa menghambat penanganan tindak pidana korupsi.

3. Hambatan Instrumental

Hambatan instrumental bersumber dari kurangnya instrumen pendukung dalam bentuk


peraturan perundangundangan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi, tidak berjalan
sebagaimana mestinya.

4. Hambatan Manajemen

Hambatan manajemen maksudnya, hambatan yang bersumber dari diabaikannya atau


tidak diterapkannya prinsip-prinsip manajemen yang baik. Komitmen yang tinggi sepatutnya
dilaksanakan secara adil, transparan dan akuntabel. Untuk membuat penanganan tindak pidana
korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya

14
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki banyak lembaga hukum yang
menaungi permasalahan yang terjadi di Indonesia. Korupsi di Indonesia telah menjadi wabah
yang berkembang dengan sangat subur dan tentunya berdampak pada kerugian keuangan Negara.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut di antaranya tindakan korupsi yang menimbulkan
kerugian keuangan Negara. Penyalahgunaan uang negara yang disorot yakni mengenai
penyalahgunaan dana bantuan sosial (Bansos) yang bersumber dari APBD. Keberadaan dana
Bansos menjadi primadona bagi pejabat yang ingin menyalahgunakan wewenang dengan
berbagai macam modus. Pencegahan Penggunaan dana bansos untuk kepentingan politis atau
kepentingan tertentu harus digalakkan dengan maksimal, melalui mekanisme pengawasan yang
ketat dari Badan Pengawasan Keuangan. Meski sudah dilakukan berbagai bentuk hukum untuk
memberantas korupsi, masih ada beberapa hambatan dalam pelaksanaannya. Lalu tuntutan dan
putusan yang dijatuhkan oleh penegak hukum pun sudah tercantum dihukum keras.

B. Saran
Pemberantasan dan pencegahan korupsi haruslah dilakukan dari atas atau “top political
will” secara konsisten dari para penyelenggara negara. Pemberantasan tindak pidana korupsi
harus tetap berpegang pada Undang-undang korupsi yang telah berlaku dengan mengedepankan
pertanggung jawaban pidana terlebih dahulu kemudian pertanggung jawaban secara perdata.
Peraturan perundang-undangan pemberantasan korupsi yang jelas dengan sanksi yang dapat
menimbulkan kejeraan serta proses peradilan yang cepat dan transparan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Renatus. 2016. Pengawasan Terhadap Penggunaan Dana Bantuan Sosial di Kota


Yogyakarta. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Pertama.
http://e-journal.uajy.ac.id/9027/2/1HK10866.pdf. 23 oktober 2021

User. 2017. “Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Desa oleh
Kejaksaan Negeri Jepara”. Universitas Islam Sultan Agung. Pertama.
http://repository.unissula.ac.id/9413/4/BAB%20I.pdf. 29 oktober 2021

Azizah, Kurnia. 2021. “Penyebab Terjadinya Korupsi dari Hal Kecil, Serta Definisi & Tantangan
Memberantasnya”, https://www.merdeka.com/trending/penyebab-terjadinya-korupsi-
dari-hal-kecil-serta-definisi-amp-tantangan-memberantasnya-kln.html?page=5, diakses
pada 4 november 2021

Undang-undang tindak pidana korupsi (UU Tipikor)

16

Anda mungkin juga menyukai