Anda di halaman 1dari 1

Sakit menjadi Syukur

Inget betul, di semester akhir 2022 bener-bener mendayagunakan tubuh melebihi batas
kemampuaannya. Mengeksplorasi pikiran, badan secara berlebihan, demi ambisi yang
kiranya di luar batas kemampuan. Dalam bulan terakhir di penghujung tahun misalnya,
rutinitas yang dijalani rasanya tanpa jeda dan spasi mulai dari kuliah sambil nulis tesis,
mengajar di sekolah dan kampus, les privat belum lagi jadi tim akreditasi prodi. Kegiatan
sebanyak itu harus dijalani sesuai dengan porsinya masing-masing dan konyolnya lagi, aku
menargetkannya clear semua di penghujung tahun.
Melelahkan?
Tidak begitu pada saat itu, ketika ngejalanin rasanya enjoy-enjoy aja, mungkin karna ada
semangat yang menggebu dan ambisi yang jadi ambisius.
Lantas berhasil?
Berhasil, semua target alhamdulillahnya kelar di penghujung tahun. Mulai dari penulisan
tesis, tugas matakuliah dan akreditasi. Akan tetapi.,
2023?
Punca 2023, sidang akhir tesis yang ditunggu-tunggu akhirnya tuntas meski dengan
revisi yang berutas. Esoknya, ibarat baterai yang ada persentase 100% sampai nol, pasca
munaqasah tubuh bener-bener lowbatt dan drop kemudian memilih pulang ke rumah
karna belum pernah sakit yang seperti ini.
Puncak syukur
Setelah beberapa kali observasi rs, dokter menyarankan untuk bed rest yang panjang
karna penyembuhannya harus dengan pola hidup yang baik dan teratur. Jumawaku kadang
menggerutu, tapi nyatanya olahraga teratur pun tidak cukup untuk menggaransi sehat. Tapi
lebih besar dari itu, syukurku dengan sakit ku panjatkan dengan alhamdulillah ‘ala kulli
ni’mah. Sakit juga bagian dari nikmat, tidak membayangkan bagaimana jika sakitnya sebelum
sidang tesis atau mungkin ketika proses semuanya, akan berapa banyak tugas yang ditunda
bukan?. Sakit juga melatih kesabaran untuk aku yang suka tergesa-gesa meminta semuanya
tuntas.

Anda mungkin juga menyukai