Anda di halaman 1dari 77

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa karena telah mengizinkan kami
menyelesaikan buku “Coretan Pena dalam Mesin Waktu” ini dengan baik. Tak lupa sholawat
dan salam kita kirimkan kepada Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam dan segenap penerus
perjuangan beliau hingga akhir zaman.
Buku ini merupakan kumpulan berbagai karya mahasiswa yang dirangkai menjadi
satu ruang cerita. Penulis menyedari bahwa buku ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan karya ini di masa mendatang.
Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam
buku ini, dan kepada dosen pengampuh Bapak Muhammad Asrul Sultan, S.Pd., M.Pd. yang
telah membimbing dan mengarahkan kami dengan baik. Semoga buku ini bisa menginspirasi
dan bermanfaat bagi para pembaca serta penulis untuk kehidupan di masa yang akan datang
kelak.

Parepare, 05 November 2022

C22B

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
After Rain...............................................................................................................................1
Berbagi Kasih dengan Teman................................................................................................4
Cita-Cita.................................................................................................................................7
Coretan Tembok Sekolah.......................................................................................................9
Dalam Diam..........................................................................................................................13
Hari Esok Masih Ada...........................................................................................................17
Ibu.........................................................................................................................................20
Jodohmu Cerminan Dirimu..................................................................................................23
Kepergian Ayahku................................................................................................................27
Liburan Bersama Keluarga...................................................................................................31
Liburan di Pantai Losari.......................................................................................................33
Liburan Perpisahan Kelas 12................................................................................................36
Nasihat Nenek......................................................................................................................39
Niat Baik Berujung Baik......................................................................................................42
Perjalanan Panjang Tanpa Tujuan........................................................................................44
Perjalanan Menuju Mahasiswi.............................................................................................46
Perjuangan Tidak akan Mengkhianati Hasil.........................................................................50
RaDio....................................................................................................................................52
Sebuah Lilin..........................................................................................................................54
Takdir Allah..........................................................................................................................57
Tak Semudah yang dijalani..................................................................................................61
Titik Balik dari Sebuah Kesabaran.......................................................................................63
Tidak Selamanya Orang Nakal Itu Tidak Sukses dan Tidak Punya Masa Depan................66
Waktu Singkat......................................................................................................................70

ii
After Rain
by Nur Alyah

Pernahkah kamu mendengar pepatah “akan ada pelangi setelah hujan” pasti tidak
asing kan. Aku berharap kehidupanku seperti pepatah itu, aku sangat berharap setelah apa
yang aku lalui ada sesuatu yang indah menungguku. Aku ingin seperti pepatah itu dimana
akan ada kebahagian setelah tangis yang panjang. Sebelumnya perkenalkan namaku Anindira
Lestari atau biasa dipanggil dengan sebutan Nindi atau Dira, orang terdekatku memanggilku
dengan nama Dira, sedangkan panggilan Nindi biasanya dari teman-teman sekolahku atau
dengan orang yang sekedar kenal saja. Aku tinggal di daerah pegunungan yang sangat asri.
Aku adalah anak tunggal yang menjadi harapan satu-satunya orang tuaku, akan tetapi aku
mengecewakan mereka.

Inilah kisahku, sudah setahun berlalu aku menganggur dan memutuskan untuk tidak
kuliah, di tahun pertama kelulusanku dari jenjang Sma. Banyak yang menyayangkan kenapa
aku tidak melanjutkan pendaftaran setelah lulus di salah satu PTN ternama dengan jalur
SBMPTN di daerahku. Aku memutuskan untuk tidak melanjutkan pendaftaran karena
menurutku aku salah jurusan. Ini adalah keputusan paling bodoh yang aku lakukan, aku
bahkan gagal sebelum mencoba. Aku sangat egois mengambil keputusan tanpa berpikir
panjang, aku tidak memikirkan perasaan kedua orang tuaku yang pastinya sangat ingin
melihat anaknya kuliah, dan tidak memikirkan bahwa diluar sana banyak yang berharap ada
di posisiku untuk lulus di PTN. Sebenarnya orang tuaku menyarankanku untuk mendaftar di
swasta akan tetapi beberapa jurusan yang ingin ku ambil kuotanya sudah penuh. Bukan hanya
itu, alasan aku tidak mendaftar di swasta ada alasan lain yaitu karena menurutku biaya
masuknya dan uang pembangunannya sangat mahal berbeda dengan PTN yang tidak ada
biaya pembangunannya kecuali biaya pendaftaran saja. Sedangkan kedua orang tuaku hanya
seorang petani yang penghasilannya tak seberapa.

Dalam setahun ini aku lalui dengan agak kesulitan aku selalu berdiam diri dirumah,
aku lebih senang menyendiri bahkan sampai membatasi interaksiku dengan banyak orang,
membatasi interaksiku dengan teman-teman dekatku, dan lebih sering menangis. Aku
memutuskan untuk tidak lagi terlalu aktif di media sosial, karena sejujurnya aku sangat iri
melihat teman-temanku yang sudah kuliah memakai almamaternya masing-masing, bertemu
dengan orang-orang baru, aku juga sangat ingin merasakan hal yang sama. Akan tetapi, aku
sadar ini terjadi akibat dari keputusanku sendiri. Saat itu adalah masa-masa tersulit yang aku
jalani, aku mulai kehilangan kepercayaan diri, lebih sering melamun, tidak mengerjakan
pekerjaan rumah dengan maksimal, saat menyadari hal itu rasa bersalahku ke orang tuaku
semakin hari semakin bertambah. Di saat itulah aku memutuskan untuk intropeksi diri, lebih
mendekatkan diri kepada Allah Swt. Aku menyadari bahwa aku hanya mengingat Tuhan
waktu senang saja, seolah-olah aku melupakan untuk melibatkan-Nya di kehidupanku.

Pada pertengahan aku sudah bisa mulai menerima keadaanku saat itu, aku sangat
berterima kasih kepada orang tuaku yang selalu menasehati diriku ini, kedua orang tuaku
selalu berkata bahwa “ Nak, masing-masing rezeki kita sudah ditentukan oleh yang Maha

1
Kuasa, sebelum kita dilahirkan didunia ini, mungkin ini memang jalan yang terbaik untuk
kamu, mungkin kamu memang lebih lambat meraih kesuksesanmu dari pada temanmu yang
lain.” Aku mengambil hikmah dari peristiwa ini, aku mulai memperbaiki hubunganku dengan
orang-orang terdekatku dan tentunya memperbaiki hubunganku dengan sang pencipta Allah
swt.

Aku sampai lupa bahwa masih ada kesempatan untuk mendaftar di tahun berikutnya.
Aku lebih giat belajar untuk mempersiapkan diriku untuk mengikuti tes tahun depan dengan
harapan aku bisa lulus PTN kembali sesuai harapan kedua orangtuaku. Dan tiba saatnya aku
mendaftar untuk seleksi masuk perguruan tinggi, akan tetapi ada beberapa kendala yang aku
hadapi saat akan mendaftar akun LTMPT, salah satunya adalah aku harus memvalidasi NISN
yang ternyata membutuhkan waktu agak lama. Aku sangat bersyukur bahwa aku dapat
melalui semua kendala itu dengan baik. Pada saat pemilihan jurusan, aku sudah lebih dulu
mencari tahu apa sebenarnya jurusan yang akan ku tembak, aku tidak memilih secara asal-
asalan seperti tahun lalu, yang mengakibatkan aku salah jurusan. Aku juga mengambil
ancang-ancang untuk bersiap untuk mendaftar di perguruan swasta yang berada tak jauh dari
tempat tinggalku, yang masih satu kabupaten untuk persiapan jikalau aku tak lulus di PTN,
karena sejujurnya aku tak yakin apakah aku akan lulus untuk yang kedua kalinya. Aku hanya
memutuskan untuk mencoba sekali lagi karena tidak ada yang tau kuasa Allah Swt.

Beberapa bulan berlalu dan waktunya pun tiba, dimana aku harus mengikuti tes
seleksi masuk perguruan tinggi. Pada saat masuk ruangan tes aku keringat dingin, walaupun
ini yang kali kedua aku tetap saja merasa gugup. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan
lancar, aku bisa mengerjakan semua soalnya dengan baik. Satu bulan berlalu dan saatnya
pengumuman penentuan siapa yang lulus pun tiba. Saat membuka website pengumuman aku
tidak berharap banyak, dan saat membuka pengumuman aku menangis haru sambil memeluk
ibuku. Aku tidak menyangka bahwa aku lulus di PTN untuk kedua kalinya aku tidak tahu
bagaimana mengekspresikan kebahagiaanku, sampai-sampai aku menangis saking
bahagianya saat itu.

Aku sangat berterima kasih pada diriku bahwa aku dapat melewati satu tahun ini
dengan baik, aku berterima kasih pada diriku karena tidak menyerah pada kehidupan ini. Dan
aku berterima kasih pada kedua orang tuaku yang selalu mendoakan dan mendukungku
dalam setiap langkah-langkahku. Serta pastinya aku tidak berhenti bersyukur atas kenikmatan
yang diberikan Allah swt kepadaku, karena tanpa izinnya aku tidak akan lulus di perguruan
tinggi untuk kedua kalinya.

Sebulan setelah pengumuman kelulusan saatnya masuk kampus untuk pengenalan


kampus terlebih dahulu, setelah menyelesaikan berbagai persiapan dan pengumpulan berkas
untuk kuliah. Dan tibalah waktu kuliah perdana, aku sangat bersemangat menyiapkan
kebutuhan ku untuk perkuliahan nantinya. Hari pertama masuk kuliah sebagai mahasiswa,
aku agak grogi saat masuk kekelas, beberapa teman sekelasku sudah duduk di bangku yang
telah disediakan. Kukira aku akan jadi orang pertama yang sampai ke kelas ternyata, banyak
mahasiswa yang sama bersemangatnya seperti diriku untuk kuliah di hari pertama. Aku
memutuskan untuk duduk di paling depan yang kebetulan masih kosong, sejujurnya aku ingin

2
berkenalan dengan teman sekelasku yang sudah datang duluan tapi aku ini tipe orang yang
agak susah bergaul, aku tidak akan bicara jika bukan orang lain yang menyapaku duluan. Ini
adalah kebiasaan buruk yang harus aku hilangkan.

Beberapa menit setelahnya tiba-tiba aku mendengar kursi di sebelah ku diduduki, aku
menoleh dan orang itu juga menoleh ke arahku sambil mengulurkan tangannya dan berkata
“hi! Perkenalkan nama aku Riska, salam kenal yaa!.” Katanya sambil tersenyum. Aku
menyambut uluran tangannya dengan senang hati dan berkata “ ohh..hii! nama aku Anindira”
balasku sambil tersenyum juga. Aku dan Riska berbicara tentang banyak hal hingga
waktunya jam perkuliahan dimulai. Aku tidak menyangka bahwa aku bisa mendapatkan
teman pertama di perkuliahan, Riska itu pribadi yang sangat ceria, baik hati, dan suka
menolongku di masa-masa perkuliahan. Riska menjadi salah satu temanku yang menemaniku
dari awal kuliah hingga saat ini di semester 5.

Aku bahkan tidak menyangka bahwa diriku bisa sampai di titik ini, walaupun pasti
ada beberapa hambatan yang kulewati hingga bisa sampai di titik ini. Aku bahagia bisa
merasakan yang namanya bangku kuliah itu dan aku bahagia bisa bertemu dengan teman-
temanku di perkuliahan yang selalu menolongku saat-saat aku susah. Aku juga bahagia dan
sangat berterima kasih kepada kedua orang tuaku yang selalu mendukung apa yang aku
lakukan. Dan tentunya aku harus banyak mengucap syukur kepada Allah swt. karena tanpa-
Nya aku tidak bisa sampai di titik ini. Akhirnya aku bisa sampai disini yaitu kebahagiaan
setelah banyak kesedihan, tangis, dan hambatan yang aku lewati untuk sampai di titik ini.
Aku berharap agar kedepannya aku bisa menghadapi masalah-masalah yang akan datang di
dalam dunia perkuliahan ini hingga aku bisa lulus kuliah dengan tepat waktu dan setelah itu
bisa mendapat pekerjaan yang baik.

3
Berbagi Kasih dengan Teman
by Nurfaisah

Nama saya Riko, siswi kelas X dari Makassar. Saya memiliki seorang teman bernama
Andre, yang telah menjadi sahabat dan teman sekelas saya sejak sekolah dasar dimana saya
berbagai suka duka kami alami berangkat bersama ke sekolah.

Pada pagi hari ini kami berangkat bersama ke sekolah, rumah kami lumayan dekat
jadi kami berangkat bersama sama setiap harinya tidak lupa kami berbagi bekal makanan.

Hari ini Ibu terlambat masuk kelas dengan hanya 3 mata pelajaran. Pada jam
pelajaran, Ibu Ida hanya menyuruh kita mengerjakan tugas yaitu Bahasa Inggris. Semuanya
berjalan seperti biasa sambil kami mengerjakan tugas dari Ibu, muncul pukul 13.20 dan
tandanya akan segera pulang.

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kelas. Saat mata pelajaran Bu Nia membukanya,
ternyata Pak Imron, paman André dan saudara Ibunya, telah datang.

“Tok...tok...” Terdengar ketukan di pintu.

“Ya, silahkan masuk...” kata guru

“Permisi Bu, saya izin jemput Andre dan bawa pulang…” kata Pak Imron.

“Keluarga Andre kecelakaan, rumah terbakar, semuanya terbakar. Untung tidak ada
korban...” sambung Pak Imron.

Setibanya kami mendengar kabar ini seluruh kelas diliputi kesedihan dan
kepanikan,kaget mendengar berita itu, dan wajah Andre terlihat sangat sedih dan meminta
izin kepada guru mempersilahkan Andre pulang.

“Benarkah kenapa bisa terjadi kebakaran?” ucap Riko.

Ketika bel berbunyi, saya menyuruh semua teman sekelas saya untuk tidak pulang
dulu kami berdiskusi dan membuat kardus sebagai kotak sumbangan.

“Mulai besok, kami mendorong anda untuk mengadakan penggalangan dana untuk guru dan
siswa di semua tingkatan di sekolah serta meminta bantuan kepada ketua OSIS untuk
meminta sumbangan seluruh kelas. Anda dapat melakukan ini dengan menyumbangkan
pakaian yang sesuai. Kami akan mengumpulkan barang-barang yang disumbangkan besok
dan berangkat bersama ke rumah Andre. Bagaimana teman teman?”

“Oke aku setuju” ucap teman teman

Setibanya Andre dirumah melihat banyak pemadam kebakaran yang mencoba


memadamkan api yang begitu besar dan seluruh warga turut membantu memadamkan api.
Butuh waktu lama untuk memadamkan api, sekitar 4 jam karena rumah padat penduduk sulit
untuk memadamkan api yang sudah mau menyebar ke rumah-rumah, dengan bantuan

4
masyarakat pemadam kebakaran dapat melaksanakannya dengan cepat dan kemacetan parah
terjadi di Makassar.

Sepulang sekolah kita langsung pergi menuju jalan raya pada jam 12.00. Kami sekelas
langsung pergi menuju jalan raya Makassar dengan membawa kardus yang kami bikin sendiri
penggalangan dana pinggir jalan sepulang sekolah tanpa sadar, semua teman sekelas saya
setuju kami dari siang sampai sore kami meminta sumbangan.

Penggalangan dana sepulang sekolah kami bersama anggota OSIS menggalang dana
pinggir jalan telah berakhir. Saya dan teman saya sangat berterima kasih karena kami telah
mengumpulkan jumlah yang tidak begitu besar yaitu 500 ribu rupiah.

“Alhamdulillah sudah banyak yang terkumpul Semoga bisa membantu walaupun sedikit”

Kami pun melihat masih banyak warga yang turut membantu. Setelah api padam,
petugas menduga api bermula dari korsleting listrik dari salah satu rumah warga. Tidak ada
korban luka maupun korban jiwa dalam insiden ini.

Banyak palang polisi yang menelusuri akibat kebakaran yang terjadi dan kami
dilarang mendekati. Saya melihat Andre dan keluarganya berduka dan ingat bahwa seluruh
rumah terbakar tidak ada yang tersisa dari kebakaran terjadi barang barang semua terbakar

“Assalamualaikum, Ndre, saya dan teman saya menyampaikan belasungkawa yang sedalam-
dalamnya atas kemalangan yang anda hadapi. Ini sedikit bantuan dari teman dan kerabat,
Ndre, semoga bisa meringankan beban kamu dan keluarga...” kataku.

Tidak lupa Kami menenangkan Andre terlihat sedih atas musibah ini dia sedikit
senang atas kehadiran kami dan mencoba menghiburnya.

“Ini pasti cobaan yang sabar ya Andre” ucap Riko

“Kamu yang ikhlas ya Andre”

“Terima kasih banyak atas bantuannya teman teman”

“Walaupun sedikit semoga bermanfaat ya Andre” ucap teman teman

“Iya sama sama “ ucap teman teman

“Kau bisa meminjam bukuku dulu”

Tidak lupa saya memberikan baju putih dan peralatan alat tulis yang sudah lama saya
tidak memakainya barang barang yang berguna banyak bantuan yang berdatangan mulai dari
beras,mie instan, minyak goreng,susu,sabun maupun baju

Kami berkumpul dan mencoba menghibur Andre dan keluarganya hingga sore hari.
Untung pada saat itu semua orang tidak ada dirumah jadi tidak ada yang terluka keadaan
rumah yang kosong di daerah pemukiman kota sehingga api mudah meluas

“Kamu bisa tinggal dirumah ku dulu” ucap Riko

5
“Terima kasih teman teman atas bantuan yang kalian berikan ini saya sangat berterima kasih
karena kalian adalah teman teman saya kalau tidak ada kalian saya tidak tahu harus berbuat
apa, bantuan yang kalian berikan sudah membuatku merasa senang dan bersyukur.”

6
Cita-Cita
by Muh. Resky Ramdhani Nurdin

“Gantunglah cita-citamu setinggi langit bermimpilah setinggi langit karena jika


engkau jatuh engkau akan jatuh diantara bintang-bintang"

Oh ya kata-kata itulah yang terus kujadikan penyemangatku sampai saat ini. Hai
namaku Aira, aku seorang gadis yang terlahir dari keluarga sederhana kini aku duduk
dibangku sekolah menengah atas tepatnya kelas 11. Aku memiliki sebuah impian yang
menurutku sangat besar yang mungkin atau bahkan tidak mungkin bisa terwujud tapi aku
yakin aku bisa, aku yakin bahwa apa yang aku impikan ini akan terwujud. Impian terbesarku
adalah melanjutkan sekolahku ke universitas khususnya universitas tinggi negeri dengan
jurusan kedokteran. Ya jurusan yang paling banyak peminatnya dan paling mahal. Tentunya
mungkin orang di luaran sana sudah memiliki tabungan puluhan bahkan ratusan juta untuk
masuk ke dalam jurusan ini. Hal itulah yang terkadang membuatku kehilangan percaya diri,
untuk membeli baju seragam baru saja aku harus berpikir berkali-kali apalagi memiliki
tabungan sebanyak itu dari mana aku bisa mendapatkan uang itu. Selama ini aku belajar
dengan giat bahkan sangat giat, aku selalu berdoa kepada Tuhan agar impianku ini bisa
tercapai, aku ingin melihat kedua orang tuaku bangga dengan apa yang aku capai, aku yakin
suatu saat nanti yang entah kapan datangnya aku bisa membuat ayah dan ibuku tersenyum
melihatku mengenakan baju wisuda .

Setahun berjalan begitu cepat tak rasa sekarang aku sudah duduk di kelas akhir
sekolah menengah atas. Inilah saatnya semua yang aku usahakan bertahun-tahun lamanya
akan kuperjuangkan sepenuhnya agar apa yang aku impikan bisa terwujud. Setiap hari aku
mempelajari materi-materi yang belum kumengerti dan kuulang materi-materi yang sudah
diajarkan oleh bapak dan ibu guru dari pagi hingga malam hari, berganti hari bahkan bulan
sudah berganti bulan ini .Soal ujian akhir itu sudah di depan mataku aku membaca doa
terlebih dahulu, lalu kerjakan soal-soal itu dengan hati-hati supaya aku bisa mendapatkan
hasil yang maksimal. Hari dimana yang kuimpikan tiba, aku sangat puas dengan hasil ujian
akhir sekolah aku memutuskan untuk mengikuti tes di universitas tinggi negeri yang aku
impikan. Di rumah, Ibu selalu menasehatiku agar aku selalu menjalankan shalat tahajud dan
berdoa yang terbaik untuk hasil tes nantinya. Sampai akhirnya setelah menunggu hampir dua
minggu lamanya, hasil tes keluar rasanya sedih marah, hancur, aku tidak diterima di
universitas tersebut padahal ini impian terbesarku. Semua yang sudah kulakukan bertahun-
tahun lalu rasanya sia-sia. “Kamu tidak boleh menyalahkan takdir” ujar ibuku yang melihatku
nangis di kamar, “tapi Bu aku sudah bersusah payah aku sudah berusaha. Apa karena kita
dari keluarga yang kurang mampu makanya aku tidak diterima di sana?” jawabku.

“Hai, bukan begitu nak. Allah sudah membagi rezeki hamba-hambanya dan mungkin
sekarang bukan rezekimu, tetap semangat ya” ucap ibu menenangkan.

“Iya Bu, maafin aku ya. Aku belum bisa membahagiakan Ibu dan Ayah.” ucapku. “ya sudah
ya belum rezekimu” balas Ibu. Karena ucapan Ibu, aku akhirnya tersadar berusaha bangkit
kembali dan husnudzon kepada Tuhan mungkin ini bukan jalanku, mungkin ini bukan

7
rezekiku. Aku tetap berdoa agar Tuhan memberikanku jalan yang terbaik nantinya dari
kejadian ini. Aku belajar bahwa tidak diterima bukan berarti masa depanku terhenti sampai di
sini, aku berusaha untuk bangkit menemukan jati diriku yang sesungguhnya. Pada sore hari
itu, dengan ditemani senja dan satu gelas aqua aku menuangkan semua emosiku kedalam
kertas dan pena lalu kubaca ulang aku merasa bahwa diriku memiliki bakat dalam bidang
menulis.

“Bagaimana kalau aku membuat novel saja?” batinku. Aku mengirimkan novelku ke penerbit
buku butuh waktu beberapa bulan karena semuanya butuh proses. Sampai akhirnya aku
mendapat kabar bahwa penerbit itu senang dengan ceritaku dan pembaca pun puas. Hingga
saat ini namaku sudah dikenal banyak orang, aku sadar bahwa kesuksesan setiap orang
berbeda. Kedua orang tuaku bangga dengan apa yang telah aku capai saat ini, menjadi penulis
terkenal akupun tidak pernah menyangka. Aku diundang dalam acara yang diselenggarakan
oleh universitas yang dulu kuincar menjadi narasumber inspirator, walaupun tidak kuliah di
tempat itu setidaknya kaki ini pernah berada di tempat impian itu.

8
Coretan Tembok Sekolah
by Annisa Alma Padliana

Di Sebuah sekolah yang mengisahkan tentang beberapa siswa yang menentang


peraturan sekolah, di mana sekolahnya ini memiliki peraturan yang terbilang tidak masuk
akal dan begitu ketat, dan beberapa siswa ini sangat mengeluhkan peraturan-peraturan
tersebut. Siswa-siswi tersebut yaitu Iwan, Ivah, Uli, Edo, Rifki, dan Diki. Mereka yang selalu
ingin membantah peraturan namun selalu diancam akan di keluarkan dari sekolah jika mereka
membantah peraturan tersebut.

Pada hari senin pagi saat akan dilaksanakan upacara, Iwan, Rifki, dan teman-
temannya terlambat pada saat upacara sedang berlangsung, mereka hanya terlambat 6 detik
sebelum upacara berlangsung.

Ivah: “cepat cepat,masuk ke barisan,sebelum ada guru yang liat,” Ivah menyuruh untuk cepat
ambil barisan.

Pada saat itu salah satu guru melihat mereka tergesa-gesa masuk barisan.

Guru BK: “wah ada anak-anak yang terlambat” sahut guru BK.

Guru BK pun menyuruh seorang satpam untuk menghampiri anak-anak yang


terlambat.

Guru BK: “pak satpam, tolong kamu ke sana, ke anak-anak yang terlambat itu, kamu suruh
datang keruangan saya selesai upacara, yah” perintah guru BK ke satpam.

Satpam: “baik pak,” sahut satpam

Satpam itu pun menghampiri Iwan, Rifki dan kawan-kawan.

Satpam: “hei, kamu yang tadi terlambat, sebentar kalian menghadap ke guru BK yah,” ujar
satpam.

Rifki: “lah, kenapa pak?,” sahut Rifki bingung dan agak kesal.

Satpam: “kalian kan sudah terlambat,” balasan satpam.

Edo: “kamikan cuma telat beberapa detik pak!?” ujar Edo

Satpam: “tetap saja kalian terlambatkan? Mau itu beberapa detik pun, kalian tetap terlambat,
paham?” kata satpam dengan nada agak tinggi, dan meninggalkan mereka.

Diki: “wahh, tidak bisa gitu dong pak,” ujar Diki membantah.

Iwan: “sudah-sudah, kita ikuti saja perintah satpam tadi, nanti saja di ruang BK kita kasi
tahu,” ujar Iwan sambil menenangkan teman-temannya.

9
Setelah selesai upacara mereka pun berjalan ke ruang BK untuk menghadap ke guru
BK

Rifki: “assalamualaikum....,” salam Rifki yang mau memasuki ruangan bersama teman-
temannya

Guru BK: “wa'alaikumussalam...,” balas guru BK.

Rifki: “Kenapa bapak memanggil kami kesini?” Rifki bertanya pada guru BK

Guru BK: “kalian saya panggil kesini karena kalian sudah terlambat,” ujar guru BK

Rifki: “kami terlambat cuma beberapa detik pak, masa cuma lambat beberapa detik bisa
dipermasalahkan begini,” ujar Rifki dengan tegas.

Guru BK: “iyaa, tapi biar bagaimanapun yang namanya terlambat tetap terlambat, meskipun
itu beberapa detik” balas guru BK.

Iwan: “wahh, yang benar saja pak” ujar Iwan dengan kesal.

Guru BK itu pun memberi hukuman kepada mereka.

Guru BK: “sudah sudah, kalian sudah terlambat, sekarang kalian lari keliling lapangan
sebanyak 5 kali, sudah itu langsung kembali ke kelas kalian,” ujar guru BK sambil menyuruh
mereka untuk menjalani hukuman.

Edo: “tidak bisa gitu lah pak,” ujar Edo sambil mengeluh.

Iwan: “sudahlah, ayo kita lakukan saja, daripada diperpanjang kan lebih baik kita laksanakan
saja,” ujar Iwan sambil mengajak teman temannya keluar ruangan.

Mereka pun melaksanakan perintah dari guru BK yaitu lari keliling lapangan
sebanyak 5 kali. Sesudah melaksanakan perintah dari guru BK, mereka langsung berjalan ke
kelas sambil bercerita tentang kejadian tadi.

Edo: “ada ada saja peraturan di sekolah ini, orang kita telat cuma beberapa detik, kayak
dihukum tidak masuk belajar aja, kalau begini terus saya mau pindah saja”

Rifki: “emang kalau kamu pindah dari sini kamu mau sekolah dimana, kan cuma sekolah ini
yang dekat dari rumah kita, sekolah yang lain kan sangat jauh dari rumah kita” jawab Rifki
sambil tertawa kecil.

Disaat yang lain bercerita Iwan tiba tiba memiliki ide, yaitu mencurahkan rasa kesal
mereka dengan mencoret coret tembok sekolah dengan spidol dan pilox.

Iwan: “hei teman-teman saya punya ide” ujar Iwan.

Rifki: “ide apa Wan?” Jawab rifki.

Iwan: “bagaimana mana kalau kita curahkan rasa kesal kita di tembok sekolah,” ujar Iwan.

10
Edo: “wahh, boleh juga tuh” jawab Edo sambil tertawa kecil.

Iwan: "kalian setuju tidak?" menanyakan kepada teman temannya.

Rifki: “kalau saya sih setuju aja, kalau yang lain bagaimana?”

Diki: “Saya juga setuju”

Uli: "Saya juga"

Setelah sesampainya di kelas mereka pun merencanakan waktu yang tepat untuk
menjalankan aksi mereka, di saat mereka ingin merencanakannya ternyata jam pelajarannya
akan segera dimulai dan merekapun menunda rencana mereka. Dan tidak lama kemudian
guru pun masuk ke dalam kelas, dan menyampaikan perintah kepala sekolah .

Bapak guru: “assalamualaikum... Anak-anak” salam bapak guru masuk ke kelas.

Siswa: “waalaikumussalam... Pak!!” jawab siswa.

Bapak guru: “begini ada sedikit menyampaikan dari kepala sekolah bahwasanya, mulai hari
ini akan dilakukan tambahan jam belajar dimana dalam satu hari kita belajar 4 mata
pelajaran. Dan sekarang ditambah 2 mata pelajaran,jadi dalam satu hari kita belajar 6 mata
pelajaran,"

Edo: “wahh... Ini serius pak?”

Rifki: “yang benar saja pak”

Bapak guru: “iya nak... walaupun kedengarannya berat, kita harus ikuti nak”

Setelah bapak guru sudah menyampaikan hal tersebut, banyak siswa mengeluh
dengan peraturan yang disampaikan oleh bapak guru dan membuat Iwan, Rifki dan siswa
lainnya tambah kesal dengan sekolah tersebut.

Di saat mata pelajaran telah selesai Iwan, Rifki dan teman-temanya melanjutkan
rencana mereka.

Rifki: “bagaimana kalau setelah pulang sekolah, saat siswa dan para guru sudah pulang”

Edo: “ide bagus tu Rifki, tinggal bahannya saja ini”

Iwan: “kita patungan saja untuk beli bahannya”

Diki: “ok... saya setuju, sekarang sini uangnya, biar saya saja yang membelinya”

Mereka pun mengumpulkan uangnya. Di saat mereka merencanakan hal tersebut


ternyata Ivah mendengar semua percakapan mereka dan menghampiri Iwan dan teman-
temannya

Ivah: “kalian jangan konyol deh, kalian mau di keluarin dari sekolah ini??” tegur Ivah.

11
Rifki: “kamu tidak perlu ikut campur, biar ini jadi urusan kami”

Iwan: “iya... kamu jangan bilang ke siapapun yah, ini cara kami untuk aksi protes kami ke
sekolah”

Ivah: “kalau begitu, aku juga ikut deh”

Rifki: “kamu seriusan mau ikut” tanya Rifki

Ivah: “iya... aku serius, lagi pula saya juga kesal tentang peraturan sekolah ini”

Rifki: “iya udah deh kalau kamu mau ikut”

Ivah: “oke deh!!!”

Setelah pulang sekolah, mereka pun menjalankan aksi mereka begitupun dengan Ivah
yang ikut dengan mereka. Mereka mulai mencoret coret tembok sekolah dengan kata-kata
yang menyinggung peraturan-peraturan yang ada di sekolahnya. Iwan pun memulai mencoret
tembok dengan bertuliskan,

KAMI MANUSIA BUKAN ROBOT YANG BISA KAU KENDALIKAN DENGAN REGULASIMU

Selain itu mereka juga menggambar tentang keserakahan seorang manusia yang selalu
haus akan kenikmatan dunia, yang seakan akan menggambarkan guru-guru yang menambah
jam pelajaran supaya upah per jamnya juga di tambah, ada juga yang menuliskan,

YANG WAJAR SAJALAH

KAMI BUKAN MESIN YANG DAPAT DIGUNAKAN DALAM WAKTU PANJANG

Dan mereka pun selesai dengan aksinya. Setelah itu, mereka pun pulang dengan rasa
senang dan puas dengan aksinya itu.

12
Dalam Diam
by Adinda Putri Puspitasari

Kala itu di ujung kota, senja sedang menampakkan kemegahannya. Deru ombak serta
semilir angin seakan jadi lantunan dalam kesunyian, aku duduk di hamparan pasir pantai
menatap senja dengan seksama seakan tak ada hari esok untuk menyaksikannya. Rasa tak
ingin berpindah dari tempat ini, tetapi rutinitas mengingatkanku untuk pulang dan berkuliah
esok harinya.

Nama ku Vivianti, Aku mahasiswa baru di Kampus V Parepare. Sebagai mahasiswa


gap year. 2 tahun ku habiskan untuk belajar agar dapat lulus, tapi keadaan belum memihak.
Dan syukur selalu aku panjatkan karena dapat lulus di tahun ini. Aku kurang tahu akan
pergaulan, alhasil aku menjadi kaku dan pendiam. Hari-hariku membosankan, hanya kampus
lalu kost. Tak seperti mahasiswa lainnya. Jika bosan untuk pulang, aku hanya menyempatkan
diri keperpustakaan untuk bercengkrama dengan buku-buku disana. Satu hal yang seringku
dengar dari kawan kelasku, kutu buku. Yah, aku juga merasa seperti itu, kuakui aku kutu
buku, hanya buku yang dapat menarik perhatianku. Tapi itu dulu, semenjak kejadian pekan
lalu karena tak sengaja menabrak seorang lelaki ketika sedang membawa buku-buku tebal
kesayanganku.

Sinar matahari memancar memasuki sudut jendela kamar kost seorang gadis.
Membuat dia terbangun lalu bergegas melakukan ritual mandi dan bersiap-siap. Dengan
senyum merekah ia menutup pintu kost menuju kampus.

Dengan buku-buku tebal di peluknya,ia berjalan memasuki kampus yang masih sepi.

“Aduh..maaf.” tutur Vivianti lalu mengambil buku-buku nya yang berserakan.

“Lain kali hati-hati.” Balas lelaki entah siapa namanya kemudian berlalu meninggalkan
Vivianti.

“Kak, tunggu!”

Vivianti membersihkan rok serta bukunya yang lalu berlari ke arah lelaki itu. "Maaf
kak, ini jam tangan kakak bukan?" Tuturnya. Pasalnya ia mengingat tidak pernah
menggunakan jam tangan ketika hendak ke kampus.

“Oh iya, makasih.” Balasnya lalu kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

Vivianti hanya terdiam melihat punggung lelaki itu yang semakin menjauh. Sekian
lama berdiam diri ia pun berlalu pasalnya ada kelas yang harus di masukinya.

Di dalam kelas hanya satu orang yang akrab dengan vivian, ia adalah Niba. Niba
adalah satu-satunya teman kelas Vivianti yang sering berbicara dengannya. Mata kuliah
pertama dimulai. Tanpa komando mahasiswa-mahasiswi yang tadinya ribut langsung diam.

13
“Selamat pagi anak-anak, kali ini saya tidak akan memberikan materi dikarenakan saya harus
mengikuti sosialisasi di luar kampus. Oleh sebab itu, materi kalian hari ini akan dipaparkan
oleh salah satu kakak tingkat namanya kakak Dikta.” Ujar pak Santo lalu keluar dari kelas.

“Wih seru pastinya kan, materi kali ini Vivi?” Tanya Niba.

“Iya Niba, kamu kalau bahas kakak tingkat pasti semangat hihi." Ujar Vivianti.

Tak lama kemudian datang seseorang.

“Lelaki itu, lelaki yang sempat ia tabrak.” Batin Vivianti. Lamunannya terhenti karena niba
mengguncang badannya.

“Apa Niba...?” Tanyaku.

“Kamu mikirin apa sih,dari tadi kerjaannya melamun aja?” Tanya Niba.

“Tidak ada, aku hanya ngantuk.” Balasku.

Aku pun berpikir apa yang sedang kulamunkan. Di benakku hanya tertuju pada lelaki
itu. Wajahnya,tutur katanya, sikap tegasnya dalam menjelaskan materi membuatku tertarik
untuk selalu melihatnya. Hanya saja aku tak tahu apa yang terjadi padaku. Apa aku jatuh hati
pada pandangan pertama dengannya?.

Setelah mata kuliah selesai, aku langsung berpamit pada Niba karena sangat lelah dan
ingin cepat-cepat sampai ke kost nyamannya.

“Hahhh lelah.”

“Aku kenapa yah, kenapa lelaki itu selalu hadir dalam kepalaku. Huft jangan-jangan benar,
aku suka dia.” Ucapku pada diriku sendiri.

Seperti malam-malam setelahnya, malam ini sangat hening dan menenangkan. Hanya
terdengar jarum jam yang berdenting dan degup jantung yang berdetak. Tetapi satu hal yang
janggal malam ini, dimana ia merasakan hal yang menggelitik di hatinya yang ia tahu apa arti
hal itu. Ia benar-benar jatuh cinta. Hanya saja apa yang harus ia lakukan kedepannya.

Triin..triin.. suara telepon menghentikan lamunannya.

“Assalamualaikum nak,bagaimana kabarnya?” Tanya orang di seberang telepon.

“Waalaikumussalam, alhamdulillah baik Ma. Kabar rumah bagaimana?” Tanyaku kembali.

“Alhamdulillah semuanya baik. Bagaimana kuliahnya nak lancar, uang jajan masih ada nak?”

“Iya, Ma lancar alhamdulillah uang jajan juga masih ada hehe.” Balasku.

Lama berbincang dengan Mama, telepon pun terputus karena mama mengatakan ada
yang ingin membeli kue yang ia jual. Mama memang menjual bermacam-macam kue

14
dirumah katanya supaya bakatnya bisa tersalurkan. Karena malam sudah larut akupun
memutuskan untuk tidur. Keesokan paginya aku kembali ke rutinitas biasaku.

Suatu hari, saat sedang di perpustakaan aku melihatnya lagi. Membaca buku dan
tampak berpikir keras. Berhari-hari tak melihatnya membuatku merasa rindu, tapi apalah ini
seperti bagai pungguk merindukan bulan. Di situasi ini, hanya akulah yang merasakannya.
Sadar akan lamunanku, Niba juga duduk disampingku.

“Lagi ngapain?” Tanya Niba.

“Oh ini, aku baca buku yang belum sempat habis kemarin.” Balasku.

“Vivi, kamu gak capek apa baca buku terus. Mending ikut aku yuk liat kak Dikta pidato
islamiah.” Ajak Niba.

“Kak Dikta pemuda islam yah?” Tanyaku pada Niba.

“Iya lah, dia tuh juga most wanted dikampus masa kamu gak tahu."

Gelengan kepalaku menjadi jawaban dari pertanyaan Niba. Yang ada dibenakku saat
ini hanya dia. Rasa semakin sulit untukku menggapainya.

Tiba di sore hari bersama dengan Niba, aku duduk di kursi paling sudut. Sedikit
memperbaiki jilbab yang berantakan aku terpaku saat dia menuju panggung dan memulai
pidato nya yang membuat rasa kagum ku semakin bertambah. Rasanya ingin berlari ke
hadapannya dan mengatakan dengan lantang bahwa aku menyukainya, tapi itu tidak mungkin
terjadi karena sudah dipastikan aku akan menjadi bahan tertawaan mahasiswa lain.

Dan disinilah aku sekarang, duduk sambil mendengarkan untaian kata yang ia
ucapkan.

“Vivi..Viviiii kamu kok melamun sih.” Ujar Niba sambil mengguncang badanku.

“Eh maaf, aku ngantuk.” Balasku.

“Jangan bohong Vivi, kamu gak bisa bohong sama aku. Dari awal aja aku udah rasa kamu tuh
suka sama Kak Dikta kan, aku sering merhatiin kamu lagi liatin dia.” Ucap Niba.

“Sssttt, jangan teriak Niba nanti orang-orang dengar. Soal itu aku tak bisa menjawab tapi
setiap lihat Kak Dikta aku jadi bahagia. Aku tak ingin siapapun yang tahu. Biar aku yang
rasa.” Balasku.

“Lah,kalau suka tuh ngomong ke orang nya Vivi. Takutnya nanti ada yang embat loh kamu
nya nangis deh.”

“Aku tak ingin Niba, biar aku kagum sama dia dalam diam. Aku juga tak berharap dibalas
karena dari awal hanya aku yang merasakan ini.” Ujarku sambil menunduk.

“Yaudah deh,aku bakal dukung keputusan kamu.”

15
Lama tak jumpa dengannya aku dan seluruh kampus dikejutkan oleh kabar bahwa dia
akan melangsungkan pernikahan dengan seorang gadis pesantren. Niba yang mengetahui hal
itu selalu memberikan semangat walaupun tak ada satupun kuhiraukan. Mungkin ini adalah
titik akhir perasaanku terhadapnya. Dia sudah menjadi milik orang lain tak akan baik untuk
hatiku jika terus menerus mengharapkan apa yang bukan milikku. Selamat berbahagia dan
selamat tinggal.

16
Hari Esok Masih Ada
by Nurastri Rahmadani

Sayup-sayup mulai terdengar suara adzan subuh, tetapi seorang gadis masih bertahan
menutup matanya hingga beberapa saat kemudian, samar suara itu tergantikan dengan
iqomah.

Dia masih menutup matanya, menikmati sepersekian detik untuk menyambung


tidurnya. sepuluh menit telah berlalu, mau tidak mau dia memaksakan diri untuk terbangun.
Bergegas ke kamar mandi, mencuci muka lalu berwudhu.

Digelarnya sajadah yang sudah berumur miliknya dari jaman sekolah dasar,
menggunakan mukenah yang agak kekecilan dan layak segera diganti. Dua rakaat sudah
tertunaikan, saatnya berperang menjalani rutinitas pagi, menyisir rambutnya yang kusut agar
terlihat rapi walaupun belum mandi. Melipat selimut, dan merapikan sprei agar enak dilihat.

Bergegas keluar menghampiri Ibunya, yang sudah siap dengan plastik-plastik berisi
sayuran.

“Kamu sudah sholat nak?”

“Sudah, ayo Bu berangkat” Amelia mengangkat dua plastik besar, menjinjingnya di tangan
kanan dan kiri.

Mereka berjalan menyusuri jalan, yang masih gelap. Sekali-kali berpapasan dengan
orang yang baru keluar dari masjid. Dia harus bergegas sampai di pasar, sebelum hari
menampakkan dirinya.

Jarak pasar 1,2 KM dari rumahnya, di pertengahan jalan mulai banyak sepeda motor
berlalu lalang, jalanan yang tampak petang langsung berganti cerah dalam sekejap.

Ketika sampai di pasar kerumunan orang mulai berdatangan, lekas Amelia membantu
Ibunya, Suyatmi menggelar tikar lesehan di tempat Ibunya berjualan. Menata satu persatu
sayuran segar, yang baru diambil sebelum subuh tadi dari ladang mereka.

“Sudah Lia, pulanglah sana biar tidak terlambat. Makanan semalam sudah Ibu hangatkan,
buat sarapan.”

“Iya Bu, Lia pulang” ucapnya lalu menyalami tangan ibunya, berdiri dan menyela kerumunan
yang padat dan berdempetan.

Amelia keluar dari pasar melihat surya yang sudah mulai menyembulkan sinarnya,
membuat cahaya kuning itu menerangi berbagai penjuru. Amelia berlari biar cepat sampai,
berburu mengejar waktu.

Tepat pukul 06.20, dia sudah berdiri di balik pintu. Dengan badan penuh keringat,
meraih handuk di balik gantungan pintu kamarnya. Mandi sesegera mungkin, yang penting
basah dan tersabun merata. Segera memakai seragam putih abu-abu rok panjang,

17
menyingsing tas yang berisi pelajaran hari ini, memasukkan bekal yang tidak sempat
dimakan. Amelia menarik napas, ketika dia tidak menemukan uang dua ribu yang biasa
digunakan untuk membeli sebungkus roti dan segelas air kemasan, tidak ada di atas nakas
televisi, yang berarti ibunya tidak punya uang saku untuknya hari ini.

Tepat jam menunjukkan angka 07.05, yang berarti Syifah sepupunya akan sampai ke
rumahnya sebentar lagi. Amelia menunggu di kursi ruang tamunya, waktu terus berjalan,
jarum jam sudah berganti menit. Ini sudah lebih dari lima menit, dan sekarang sudah pukul
07.10, tapi motor jemputan dari Syifah belum juga tiba. Amelia mulai gelisah, ingin
menelpon tapi dia tidak memiliki pulsa apalagi kuota, dengan ponsel butut miliknya yang
hanya bisa digunakan untuk telepon saja.

Titt

Suara klakson motor terdengar, Amelia menghela napas karena Syifah masuk sekolah,
jika tidak ada Syifah dia tidak tau harus berangkat ke sekolah dengan apa, sepeda pun dia
tidak punya. Amelia keluar dan menutup kembali pintu rumahnya, dan berangkat bersama
motor yang dia boncengi.

Jalanan sedikit lenggang, anak-anak berseragam sudah tidak terlihat melewati jalan.
Sepertinya mereka akan terlambat.

“Kenapa datangnya siang banget Syifah, ini kita pasti terlambat” gerutu Amelia begitu kesal
dengan Syifah, yang selalu datang hampir di akhir waktu mendekati bel.

“Maaf tadi aku kesiangan, mana jam di rumah mati di angka enam. Jadinya aku pikir masih
pagi, untung cuaca nggak mendung mana tau sudah terlambat kalau matahari nggak nonggol”

“Alasan, memang kamunya yang tidak bisa menjaga waktu”

Dan benar saja mereka terlambat, sekolah tampak sepi kecuali di lapangan yang
hampir terisi penuh barisan siswa yang terlambat. Amelia dan Syifah mendekat setelah
memarkirkan motor, di sana sudah ada Pak Yanto guru BK yang melototi mereka berdua.

“Kenapa kalian terlambat”

Amelia terdiam dan menyikut lengan Syifah untuk berbicara, karena dialah mereka
terlambat.

“Anu Pak, jam di rumah saya mati” jawab Syifah.

“Alasan, sini baris di sini” tunjuk Pak Yanto, pada barisan.

“Kalian ini benar-benar keterlaluan!, telat kok segininya. Lihat lapangan kita ini, penuh dari
ujung ke ujung!, kalian niat sekolah tidak!, ini… ini wajah-wajah yang tidak asing sudah
langganan ini, kalau ini berdua baru kali ini” Amelia dan Syifah tertunduk dalam, mereka
memang baru ini terlambat, tapi keterlambatan pada hari ini yang terparah di sekolahnya.

18
“Saya sudah capek, menasehati kalian setiap hari. Berdiri di sini sampai istirahat!, kalau perlu
sampai sekolah bubar sekalian, biar kapok!!”

Amelia dan Syifah menatap nelangsa punggung Pak Yanto yang menjauh. Hari ini
hari pertama mereka terlambat tapi harus menerima hukuman paling berat. Amelia
menengadahkan kepalanya, tampak matahari mulai tinggi, bendera berkibar dengan senternya
di terjang angin. Membuat dia merenung, akan perjuangannya selama ini. Teringat kembali
ucapan ibunya tempo hari di balik telepon dengan kakaknya.

“Kamu tenang saja Ar, adikmu sudah kelas tiga sebentar lagi lulus. Kamu sudah tidak perlu
membiayai lagi uang sekolah adikmu, dia ‘kan tidak akan kuliah.”

Amelia menghela napas, haruskah ini akhirnya. Setiap hari dia bersikeras untuk
datang ke sekolah, tapi inikah yang dia dapat nantinya, mengejar mimpi yang belum tentu
untuknya.

“Kenapa?” Syifah heran pada raut wajah Amelia, dia juga merasa bersalah karena ketidak
disiplinan dirinya mereka terlambat.

“Merenungi masa depan”

“Sudahlah Lia, nggak usah dipikirin. Aku tau kamu nggak bakal kuliah, sama kayak aku.
Nanti kita kerja saja dulu, ngumpulin uang. Kuliah kan bisa kapan saja, siapa tau nanti uang
hasil kerja kita bisa dipakai sambil kuliah. Sekarang yang perlu kita pikir itu bagaimana
menyusun masa depan, biar duit banyak.”

Amelia merasa Syifah benar, dia harus tetap semangat. Hari esok masih panjang,
masa depan adalah rahasia tuhan. Selama kaki masih mampu berdiri, maka masih bisa
digunakan untuk berlari.

19
Ibu
by Sabrina Nur Awalya

Sama seperti biasanya, Sesudah terbangun, mandi dan pergi kesekolah, Kyra pergi
kesekolah dengan senyumannya yang khas pagi ini. “Ra, kamu kenapa pagi ini senyum terus,
ada kabar gembira ya?” ucap Dendi teman akrabnya Kyra. “Iya dong bagaimana nggak
senang, kamu bayangin aja hari ini karya tulisku yang sudah berbulan-bulan akhirnya selesai
juga, hahaha” balas Kyra. Kyra memang adalah salah satu murid dengan prestasi yang cukup
membanggakan, dan kemampuan menulisnya juga bias terbilang bagus untuk remaja
seusianya, sembari menunggu gurunya masuk Dendi pun membaca karya tulis Kyra yang
sudah lama ia tunggu-tunggu karena belum selesai.

“Wahh Ra, Cerita mu ini sangat menyentuhku, darimana kau belajar semua ini,
hahaha” kata Dendi sambil tertawa. “Ah kamu ini seperti baru mengenalku saja, aku ini kan
memang hobinya membuat cerita, dan suatu saat bakalan jadi penulis professional
kok ,hahaha” Ucap Kyra. Bel masuk pun telah berbunyi dan Kyra dan Dendi pun belajar
seperti biasanya, ya seperti biasa, mereka selalu menjadi perhatian para guru karena mereka
selalu dapat menjawab soal-soal yang diberikan guru. Tak terasa waktu belajar sudah habis,
sekarang saatnya kedua teman akrab itu harus berpisah. Kyra yang baru pulang dari sekolah
pun dikejutkan dengan beberapa lelaki bertubuh besar dan lumayan kekar membawa barang-
barang dari rumah mereka menuju ke mobilnya. “Ehh, kalian siapa seenaknya mengambil
barang-barang dari rumahku ini?” Ucap Kyra ke orang-orang itu. Akhirnya dijelaskan bahwa
ayah Kyra mempunyai hutang yang sudah melebihi batas dan mereka adalah orang-orang dari
pihak bank yang bertugas untuk menyita barang-barang rumah mereka.

Kyra sekarang terpaksa harus putus sekolah karena sekarang ia tidak mempunyai
biaya lagi, Ayahnya sekarang kabur tidak tahu kemana bersama keempat kakaknya, ia
sekarang tinggal bersama Ibunya di suatu ruko. Ibunya seorang wanita berusia 55 tahun yang
sekarang berprofesi sebagai penjual kue keliling dengan menggunakan sepeda warisan
kakeknya. Kyra hanya bisa menduga-duga kemana saja uang yang Ayahnya hasilkan dari tiga
buah toko kue yang lumayan besar dulu. Setiap malam Kyra membantu Ibunya membuat
adonan-adonan kue untuk dijual pada paginya, Ibunya sudah beberapa kali mengatakan
padanya agar tidur tepat pada waktunya, tetapi Kyra tidak tega melihat Ibunya setiap hari
seorang diri membuat kue-kue itu sampai larut malam. Dan setiap pagi Kyra selalu ikut
bersama Ibunya pergi berkeliling kota demi kota untuk mencari pembeli.

Tiga Bulan pun telah berlalu, suatu pagi ia bertemu dengan Dendi kawan terbaiknya
dulu. “Eh Ra, apa kabar kamu sekarang? Sungguh sepi sekolah tanpa dirimu Ra, haha. Masih
hobi kah menulis cerita, Ra? Ucap Dendi sambil tertawa. “Den, Den. Kabar baik Den, kamu
sekarang terlihat beda ya hahaha, iya aku masih suka menulis. Bagaimana kamu sekarang di
sekolah, Den?” Balas Kyra. “Yah gitu Ra, Eh Ra ngomong-ngomong kamu ingat tidak
dengan cerita yang pernah kamu tulis dulu? Yang katanya berbulan-bulan buat nyelesainnya,
kemarin aku ceritain ke adik dan kakakku mereka bilang kenapa tidak coba kirim ke tempat-
tempat percetakan saja? Kata mereka sih hahaha” balas Dendi. “Ah Den, Kamu seperti tidak

20
tahu saja mengirim barang seperti itu kan perlu uang, dan kalau-pun pergi ke tempatnya
setidaknya butuh 2 jam naik bus dan itu-pun harus memakan biaya juga” Ucap Kyra. Melihat
kondisi Kyra yang sekarang Dendi pun tak bisa berkata apa-apa. “Ra, Aku pulang dulu ya.
Ada tugas yang harus diselesaikan nih, sukses buat kamu ya Ra” Ucap Dendi. Kyra pun terus
melanjutkan berjualan bersama Ibunya.

Esok harinya ketika Ibu Kyra berencana untuk menghidangkan secangkir kopi kepada
Kyra yang terlihat lelah karena telah membantu Ibunya membuat adonan, tapi secara tidak
sengaja ia terpeleset dan jatuh, sialnya lagi kopi tersebut tumpah dan mengenai beberapa
karya tulis Kyra. “Maafin ibu ya nak, Ibu benar-benar tidak sengaja”. ucap Ibunya merasa
bersalah. Kyra tidak tahu harus merasa sedih atau biasa saja, tetapi ia coba untuk tetap
bersabar. “Tidak apa-apa Bu, masih kebaca kok, nanti Kyra tulis ulang lagi saja.” Ucap Kyra.
Ia memang tidak sampai hati untuk mengatakan perkataan yang cukup kasar kepada Ibunya,
karena ia sadar betapa besar jasa Ibunya dari dulu. Ia pernah secara tidak sengaja
menjatuhkan beberapa tumpukkan buah dulu pada saat Ayahnya masih mempunyai usaha,
tetapi Ibunya yang mengaku bahwa ia yang telah menjatuhkannya, agar tidak menerima
hukuman dari sang Ayah. Mereka pun berangkat mengelilingi kota seperti biasanya. Tapi
ketika mereka mencoba untuk menyebrangi jalanan, Tiba-tiba datang sebuah sepeda motor
dengan kecepatan cukup tinggi dan menyenggol sepeda mereka, tidak ada yang membantu
dan pengendara pun meninggalkan mereka karena hari masih terlalu pagi.

Sepeda mereka rusak, kue-kue bertaburan di jalanan, Kyra hanya mengalami sedikit
luka-luka, sedangkan Ibunya mengalami luka yang cukup serius pada pergelangan kakinya.
mereka terpaksa pulang dengan membawa kue-kue tersebut dan mendorong sepeda mereka.

“Bu, aku akan pergi memperbaiki sepeda ini, Ibu tetap dirumah saja ya” Ucap Kyra dengan
muka yang cukup bersedih. “Tidak nak, uang hasil penjualan kue kita akan kita pakai untuk
biaya kamu pergi ke tempat percetakan disana, Ibu percaya karya mu ini pasti diterima dan
Ibu dengar ada pertemuan para penulis disana. Kamu bisa bertemu dengan beberapa penulis
yang cukup terkenal minggu ini” Balas Ibunya. terjadi beberapa perdebatan antara Kyra dan
Ibunya.

Malam hari telah tiba. Kyra terus memikirkan kondisi Ibunya, terutama perkataan
Ibunya tadi pagi. Ia tidak menyangka Ibunya telah merencanakan ini semua untuknya. Ia
hanya terus membayangkan pengorbanan-pengorbanan Ibunya selama ini sembari melihat
Ibunya telah tertidur lelap, kerap kali ia meneteskan air matanya karena merasa bersalah dulu
pernah meluapkan amarah-amarahnya ketika masih lebih kecil. Ia membayangkan itu semua
hingga tertidur.

“Kyra, malam ini kamu harus pergi ke tempat pak Nota ya, Kkamu akan dibawa ke kampung
sebelah dan esok paginya kamu pasti dibimbing untuk naik bus mana saja agar sampai ke
tempat percetakan. Ini uangnya nak, Ibu sudah tabung dari kemarin, Jangan nakal ya nak.”
Ucap Ibu Kyra. Tak berkata apa-apa Kyra hanya merasa terharu bercampur sedih melihat
dirinya harus meninggalkan Ibunya seorang diri malam ini. Ia hanya mengangguk-anggukan
kepala dan memeluk Ibunya.

21
Malam hari pun telah tiba, Kyra pergi dengan membawa tas dan beberapa uang yang
diberi Ibunya. Tetapi Ia lupa untuk memasukkan karya-karyanya ke dalam tas itu. Esok pagi
nya pada saat di bus ia baru menyadari itu semua. Dalam pikirannya ini sudah terlambat, ia
membayangkan betapa sedih Ibunya jika ia mengetahui ini. Tiba-tiba terdengar suara yang
cukup keras dari depan busnya. Segerombolan penumpang pun turun melihat apa yang
terjadi. Alangkah terkejutnya Kyra melihat Ibunya tergeletak di tanah sembari memegang
karya tulis miliknya. Ibunya ternyata tertabrak bus tepat di depan bus yang ditumpangi Kyra.
Kondisi Ibunya cukup memprihatinkan. Ia masih sedikit sadar tetapi kelihatannya ia
kesakitan pada pergelangan kaki nya, ia mencoba berbicara pada Kyra “Nak, ini karya
tulismu. Kamu dapat melanjutkan perjalananmu, Ibu tunggu hasilnya ya Nak” Sambil
menyodorkan beberapa lembar kertas-kertas yang penuh tulisan Kyra, dan Ibunya pun
pingsan. Kyra tak sempat berkata apa-apa, hanya menangis sambil merangkul Ibunya. Tetapi
ia sadar ia harus melanjutkan perjalanannya, ini membuatnya bertambah semangat dan
optimis bahwa karya-karyanya akan diterima. Ternyata Ibu Kyra menyadari terlebih dahulu
bahwa karya-karya Kyra masih berada diatas meja, dan ia terus mengayuh sepeda dari larut
malam hingga pagi untuk menuju ke tempat percetakan itu. Ibu nya sekarang dirawat di
rumah sakit.

Esok harinya, pagi-pagi sekali Kyra mendapat kabar dari pihak percetakan untuk
pergi ke tempat percetakan yang tidak begitu jauh dari rumah sakit Ibunya dirawat.
Sesampainya disana, ia mendapat kejutan dari pihak percetakan bahwa karya tulisnya akan
diterbitkan beberapa bulan mendatang, dan ia mendapat sejumlah uang sebagai awal dari
karya nya tersebut. Kyra hanya merasa sangat senang karena Ibunya pasti bangga jika
mendengar kabar ini. Ia pun bergegas menuju rumah sakit Ibunya dirawat. Sesampainya
disana ia melihat beberapa orang suster dan seorang dokter keluar dari ruangan Ibunya
dirawat sambil menundukkan kepala, ia pun mempercepat langkah kakinya dan melihat apa
yang terjadi dengan Ibunya. Ternyata, Ibunya sudah tiada. Dokter mengatakan bahwa ada
masalah yang cukup serius pada kedua kakinya, dan ia terlihat sangat lemah mungkin karena
kebanyakan aktivitas yang membuat dirinya terlalu capek. Kyra terus meneteskan air
matanya dihadapan Ibunya, tidak tahu harus berbuat apa. Ia terus memikirkan apa yang akan
terjadi jika Ibunya melihatnya berhasil sekarang, dan pengorbanan apa saja yang telah Ibunya
lakukan hari-hari sebelumnya, terlebih lagi kalimat terakhir yang Ibunya sampaikan padanya.

22
Jodohmu Cerminan Dirimu
by Rahman

Dulu waktu baru masuk SMA saya pernah naksir pada seseorang wanita yang sangat
cantik, kalem, dan lugu, sebut saja namanya Salsabila. Saya memang tak tahu diri, iya benar.
Bagai pungguk merindukan bulan, mungkin itu adalah ungkapan yang dibuat khusus untuk
saya. Tapi mungkin juga karena Allah ingin pungguk itu nantinya menyelamatkan bulan.
Siapa tahu rencana Allah?

Lagi pula jatuh hati siapa yang bisa mengatur, dia datang menyusup di dalam hati,
begitu saja tanpa kita minta. Mungkin itulah mengapa disebut cinta monyet, perasaan suka
tanpa dibarengi pikiran yang matang dan bijaksana.

Ternyata cintaku bertepuk sebelah tangan, Salsabila tak menginginkanku. Jelas lah,
semua orang juga tahu. Akhirnya dia berpacaran dengan seorang laki-laki yang lebih dewasa
dariku, lebih tampan, punya motor ninja, dan bisa mengajak dia jalan ke mana saja. Tentu
saja pasangan yang serasi.

Sementara diriku, hanya anak kampung yang ke sekolah jalan kaki dan hmm...
sudahlah tidak perlu dijelaskan. Saya tak bisa menyalahkan siapapun, saya juga tidak
membencinya. Saya masih sering memperhatikannya dan masih sering membantunya jika dia
memerlukan. Saya masih ada untuknya, tapi tak punya tempat di hatinya. NASIB.

Tapi saya juga merasa menjadi bebas dan mempunyai banyak waktu untuk melakukan
hal-hal lain yang jauh lebih baik. Setiap hari saya membaca buku, mengaji dan sebagainya.
Saya berteman dengan siapa saja, kadangkala di akhir pekan saya ajak beberapa teman
bermain ke gunung dan air terjun yang ada di sekitar kampungku, masa remaja yang penuh
petualangan.

Saya senang baca buku dan belajar, tapi bukan pelajaran sekolah. Suatu saat saya
mendapatkan tugas sekolah, muncullah ide iseng, tugas itu saya kerjakan dengan cara saya
sendiri. Saya sangat senang juga bermain di air terjun dan sungai, tapi saya sangat sedih
karena beberapa sungai di sekitar kampungku mulai tercemar oleh limbah sebuah pabrik.
Maka hal itu saya gunakan sebagai bahan penelitian untuk tugas sekolah, kemudian saya
tuliskan dalam beberapa lembar kertas folio.

Saat saya kumpulkan tugas tersebut. Ibu guru memanggilku kemudian memintaku
menceritakannya di depan kelas. Saya cerita semua dengan antusias, akhirnya bu guru
Memintaku menceritakan hasil penelitian tersebut ke semua kelas di angkatanku.

Hingga akhirnya saat saya kelas 2 SMA saya terpilih menjadi ketua OSIS dengan
memenangkan 98% hasil pemungutan suara. Setelah itu seorang guru pembina OSIS
memberikanku selembar kertas untuk pidato pertamaku seperti yang selalu beliau lakukan
untuk ketua OSIS sebelumnya. Tapi saya menolak, saya memilih menulis sendiri pidato
pelantikan saat upacara bendera nanti, you know what? Salah satu isinya adalah deklarasikan
bahwa "Pacaran itu tidak baik" dan saya tidak suka ada yang pacaran di kepengurusan OSIS-

23
ku. Patah hatiku. Saya lampiaskan dalam manifesto anti pacaran. Jomblo berprinsip adalah
terhormat.

Hingga lulus SMA, semua berjalan dengan baik, saya senang bisa menghabiskan
waktu di kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dengan banyak teman-teman yang
menyenangkan meskipun mereka suka meledek ku sebagai "jomblo terhormat". Bahkan
sering kali saya terima "surat cinta palsu" dari keisengan teman-teman, tapi saya tahu bahwa
mereka menyayangiku.

Sementara gadis itu, masih asik dengan kegiatan asmaranya dengan pacar yang
dicintainya, sepertinya mereka terlihat bahagia. Ah sudahlah, "Cinta tidak harus memiliki,
harusnya aku juga bahagia melihat dia bahagia" ya kan.? Ucap batinku.

Hingga akhirnya saya lulus SMA dan melanjutkan kuliah di salah satu kampus favorit
di luar kotaku. Saya sudah tak memikirkan Salsabila lagi, pendidikan di kampusku begitu
padat dan ketat. Saya masih tetap berteman dengan siapa saja, saya juga pernah tertarik
dengan teman cewek, tapi masih saja saya bandingkan dengan Salsabila, lagian saya juga
sudah mendeklarasikan anti pacaran. Konsisten dong, Wahai "Jomblo terhormat" ucap
batinku.

Hingga suatu saat menjelang lulus kuliah tiba-tiba ada chat dari Salsabila, wow....
Mimpi apa saya semalam. Dia bertanya kabar dan berbagi cerita denganku, saya senang
sekali dan segera saya balas chat itu dengan panjang lebar. Chat seorang yang rindu banget.

Pada chat berikutnya, Salsabila mulai menceritakan hubungannya telah kandas


dengan pacarnya. Ceritanya begitu menyedihkan, setelah membaca pesan tersebut. Saya
langsung menelponnya. Di telpon kudengar suaranya parau, sepertinya dia terlalu banyak
menangis. Dengan suara serak dia ceritakan bahwa dia dan pacarnya sudah terlalu jauh,
mereka melakukan hubungan yang melampaui batas sejak lulus SMA.

Saya benar-benar syok, Salsabila yang ku kenal cantik, lugu, polos, periang dan manis
itu, telah berubah menjadi liar.

Tapi kini pacarnya tak mencintainya lagi, katanya dia tak pantas dijadikan istri.
Bahkan yang lebih menyakitkan, pacarnya telah meninggalkannya dan terang-terangan
menggandeng wanita lain di depannya. Hatinya begitu hancur, bertahun-tahun pacaran dia
telah menyerahkan segala-galanya kepada lelaki itu, tapi kini dia dicampakkan begitu saja.
Tak terasa saya meneteskan air mata mendengar ceritanya.

Mataku merah meneteskan air mata, tapi otot geraham dan leherku menegang, dadaku
serasa sesak seperti tertindih batu yang besar. Saya tak bisa bicara sepatah katapun, saya
merasa sedih, kecewa, sekaligus marah bercampur jadi satu.

Hanya satu kalimat yang keluar dari mulutnya, ketika di ujung cerita. Dia berkata
"aku ingin mati saja!! Kalau aku mati, tolong kamu kuburkan aku", refleks saya jawab
dengan keras "JANGAN PLEASEEE JANGAN MATI!!!"

24
Saat telepon selesai, tiba-tiba saya khawatir dengannya, saya takut dia benar-benar
bunuh diri. Sepekan setelahnya saya pulang kampung, saya ingin memastikan Salsabila baik-
baik saja. Akhirnya saya menemuinya, dengan kondisi sungguh menyedihkan, dia yang
begitu cantik itu kini telah berubah, wajahnya sayu, matanya bengkak. Dan yang membuat
saya kaget banyak bekas luka gores di lengannya yang putih itu.

Ketika kutanya, dia bercerita bahwa sebenarnya malam itu dia sudah bertekad
menghilangkan rasa perih di hatinya untuk selamanya dengan cara memotong urat nadinya
sendiri. Tetapi setelah ku telpon waktu itu, dia mengurungkan niatnya. Tapi dia tetap
mengiris-ngiris lengannya sedikit, karena dia merasa perih, dari irisan itu dapat sedikit
mengurangi rasa sakit yang ada di hatinya. Benar-benar wanita yang malang, saya merasa iba
dan kasihan padanya. Saya juga marah dan ingin rasanya membunuh lelaki bejat itu.

Sejak itu saya berusaha menghiburnya, hampir setiap pekan saya sempatkan
menelponnya hanya sekedar mengobrol untuk menguatkan hatinya. Meskipun kami berbeda
kota, tapi komunikasi kami tetap berjalan intens hingga lulus Kuliah. Kami berkomunikasi
seperti seorang “kakak & adik”, saya tak pernah merayunya apalagi berkata-kata mesra.

Saya sering menasehatinya, kukirimkan buku-buku yang bagus buatnya. Dan


beberapa kali ku berikan hadiah jilbab agar dia mau berhijrah. Hingga akhirnya Salsabila
yang cantik itu kini menjadi lebih cantik. Dia menjadi wanita yang anggun, sopan, rajin
ibadah, rendah hati, pokoknya lengkaplah.

Tentu saja, hal itu makin banyak lelaki yang mendekatinya. Bahkan setelah lulus
kuliah ada beberapa lelaki yang ingin langsung melamarnya, dan semua itu dia ceritakan
padaku. Hingga suatu saat, dia menyindirku, "kamu gak cemburu? Kamu sudah gak suka
sama aku?"

Pertanyaan yang sungguh sulit saya jawab, ingin rasanya berteriak “Aku masih
mencintaimu Sill!.” Tapi disisi lain saya juga sangat kecewa karena dia telah berbuat
ceroboh dengan pacarnya dulu, dengan cerita lengkap yang selalu membayangiku.

Kejadian itu secara tidak langsung juga membuatku trauma. Saya terkadang berpikir
dan berprasangka buruk bahwa setiap wanita cantik yang saya temui pasti telah dinodai oleh
lelaki bejat di luar sana. Padahal saya berdoa, agar kelak Allah pertemukan saya dengan
seseorang wanita yang menjaga kehormatannya sebagai istriku. Sehingga sejak saat itu saya
tak lagi menginginkan mendapatkan istri yang cantik, yang biasa-biasa saja tak mengapa asal
pandai menjaga pergaulannya.

Terlintas di benakku. “Tapi bukankah Salsabila telah bertaubat? Bukankah dia kini
adalah wanita sholehah? Allah saja Maha Pengampun, apakah hatiku sesombong itu"

ARGH... Dilema yang sulit

Saya katakan pada dia "kamu kini adalah wanita cantik yang baik, kamu berhak
mendapatkan lelaki baik yang kamu cintai. Kamu tidak perlu memaksakan diri mencintaiku

25
hanya karena ingin balas budi, jujur aku masih menyukaimu, tapi aku juga gak tahu apakah
perasaanku ini masih sama seperti yang dulu, atau hmm...hanya karena kasihan kepadamu."

Akhirnya saya putuskan agar kita tidak berkomunikasi lagi dalam setahun ke depan.
Masing-masing perbaiki diri, perbanyak ibadah, dan berdoa kepada Allah agar dipilihkan
jalan yang terbaik menurut-Nya. Jika memang kamu jodohku pasti Allah akan pertemukanlah
kita lagi.

Hampir setahun, akhirnya Salsabila dilamar oleh katingnya yang telah menyukainya
sejak kuliah hingga akhirnya mereka menikah, sedangkan saya Allah pertemukan dengan
seseorang wanita yang Masya Allah cantik, paham agama dan baik perilakunya, dia baru
lulus kuliah, dia membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama. Ternyata waktu kuliah dulu
dia tidak pernah pacaran juga.

Pada akhirnya setiap orang mempunyai jalan jodohnya masing-masing. Keteguhan


menjaga prinsip, dan kesungguhan bertaubat atas kesalahan adalah dua hal yang sama-sama
baik dan sama-sama Allah cintai.

Sebagaimana firman-Nya: “dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang
baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” (QS.An-Nur
[24]: 26) dan juga firman-Nya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat
dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah [2]: 222).

Kunci mendapat jodoh yang baik bukanlah menjadi yang terbaik dihadapan manusia,
tapi seberapa dekat kita dengan Allah. Karena Allah lah yang menggenggam hati manusia
dan akan menghimpun hati-hati yang terikat pada-Nya.

26
Kepergian Ayahku
by Nur Azisa

Tanggal 6 Oktober 2022, aku kehilangan figur seorang Ayah. Semuanya terjadi ketika
Ayahku yang biasanya pulang ketika akan mendekati waktu sholat dzuhur, tapi anehnya dia
tidak pulang seperti biasanya. Akupun dan Ibuku bingung akan hal tersebut karena Ayahku
tidak pulang untuk melakukan sholat dzuhur di masjid. Ibuku berkata,

"Tumben nak ayahmu belum pulang, tumben tumbenan ayahmu melewatkan waktu sholat
nya” ujar ibuku. “Mungkin nanti dia pulang, mungkin bapak lagi sibuk di empangnya kan
Ayah baru saja menaruh bibit udang” ujarku kepada Ibu. “ Mungkin” ujar Ibuku.

Tidak lama kemudian ada teman ayahku yang datang ke rumah dan berbincang-
bincang bersama Ibuku.

“Bagaimana Bu Hj, Bapaknya sudah pulang belum? tadi saya suruh dia tungguin saya
sebentar jangan pulang dulu saya mau ke sekolah sebentar saya suruh bapaknya tinggal untuk
mengawasi penggalian yang di empang.” ujar teman Bapakku. Ibuku berkata belum pak dari
tadi belum pulang mungkin masih nungguin bapak di empang kalau begitu”. Rasa khawatir
Ibuku pun berkurang karena hal tersebut, mengetahui Bapakku tinggal lama di empang gara
gara mengawasi penggalian selokan yang ada di empang.

Tak lama kemudian waktu ashar pun tiba dan Ayahku belum kunjung pulang. Ibuku
kembali merasa gelisah akan ayahku yang tak kunjung pulang dari empang. Padahal Ayahku
adalah seseorang yang jarang meninggalkan sholatnya, walaupun ia melewatkan satu waktu
sholat ia biasanya pulang untuk sholat dan istirahat sementara dan akan kembali ke empang
lagi untuk melanjutkan pekerjaannya.

“Sudah 2 waktu shalat yang ia lewati tumben tumbenan Ayahmu belum pulang nak.” ujar
Ibuku. Mungkin Ayah masih mengawasi penggalian di empang.” ujarku kepada Ibuku.

Tak lama kemudian kakak keduaku datang dan mencari Ayahku karena dia ingin
mengembalikan racun yang ia pinjam dulu.

”Ibuku berkata dari tadi Ayahmu tak kunjung pulang juga nak. Dari tadi pagi belum pulang
pulang juga, coba gih kamu susul Ayah kamu, Ibu takut terjadi sesuatu hal, dari tadi Ibu
selalu kepikiran hati Ibu tidak tenang “ ujar Ibuku kepada kakakku.

Tak lama kemudian kakakku datang sambil membonceng dan mengikat ayahku
dibelakangnya yang sudah lemas dengan badan yang kotor dan suhu badan yang begitu
dingin. Ibuku langsung histeris menangis melihat kondisi Ayahku dengan muka yang sangat
pucat. Ibuku bertanya ”ada apa nak dengan Ayah, kenapa Ayah bisa seperti ini?” “Tadi Ayah
kutemukan di empang berbaring di pinggir rumah-rumah di empang dengan kondisi yang
sangat lemah Ibu, kata Ayah juga dari pagi ia merasa tidak enak badan dan selalu muntah-
muntah dan Ayah tidak sanggup pulang ke rumah karena dia merasa sangat lemas dan tak

27
sanggup mengendarai motornya pulang, dan dari tadi ayah menunggu orang lewat untuk
meminta bantuan tapi tak ada satupun orang yang lewat-lewat.” ujar kakakku.

Aku dan kakakku ingin membantu Ayahku naik ke atas rumah dan beristirahat, akan
tetapi Ayahku sudah tidak sanggup lagi naik ke atas dia berkata “aku sudah tidak sanggup
naik ke atas badanku lemah dan kepalaku begitu pusing semua yang kulihat semuanya
berputar.” ujar Ayahku. Dan Ayahku langsung membaringkan dirinya di lantai. Ibuku pun
langsung memperbaiki posisi Ayahku supaya ia merasa nyaman. Setelah itu aku disuruh Ibu
menelpon tanteku agar datang ke rumah membantu Ibuku, karena Ibuku juga bingung harus
melakukan apa.

Sesampainya tanteku di rumah, ia kaget melihat kondisi Ayahku. Ia langsung


menyuruh kakak untuk mencarikannya air kelapa dan meminta minyak kayu putih untuk
diusapkan ke badan Ayahku agar ia bisa merasa hangat. Ibuku menyuruhku memeriksa kadar
gula Ayahku karena Ayahku mempunyai penyakit diabetes. Tapi ketika ku periksa hasilnya
eror ketika kutes terus menerus hasilnya tetap saja selalu eror. Kami pun memutuskan untuk
langsung membawa Ayahku ke rumah sakit karena hasil yang selalu eror dan Ayahku yang
selalu muntah-muntah.

Ibuku menelpon omku agar membantu mencarikan mobil. Setelah mobil datang,
Ayahku pun langsung dibawa ke rumah sakit, dan aku di suruh tinggal di rumah dan tidak
usah ikut karena mobilnya sudah tidak muat karena Ibu, tante, om, kakak kedua dan kakak
keempatku ikut menemani Ayahku. Aku di suruh tinggal di rumah saja dan mempersiapkan
perlengkapan Ayah dan Ibuku untuk kubawa ke rumah sakit keesokan harinya.

Ketika aku sudah sholat isya, aku selalu kepikiran akan kondisi Ayahku. Akhirnya
aku menelpon salah satu kakakku. “Bagaimana kak kondisi Ayah, apakah ayah sudah
membaik, ayah di rawat di ruangan mana?” ujarku. Kakakku berkata “Bapak sudah agak
membaik dari sebelumnya, cuman bapak harus di rawat di ruang ICU karena bapak
mengalami komplikasi akibat penyakit diabetes yang menyerang ginjal dan jantungnya.”
Mendengar hal tersebut aku langsung menangis dan ingin langsung kesana akan tetapi lampu
motor yang lagi rusak membuatku tidak bisa pergi. Kakakku berkata “besok saja kamu kesini
sekaligus bawakan Ibu makanan dan Ayah baju. Kan besok kamu juga masih ada kuliah,
selesai kuliah kamu langsung ke sini, kamu tinggal di rumah aja.”

Setelah kuliahku selesai, aku pun langsung menuju ke rumah sakit. Sesampaiku
disana aku langsung meminta tolong untuk menggantikannya menjaga Ayahku karena
semalam Ibuku tidak bisa tidur. Aku pun duduk di dekat AYah sambil menatapnya dan dalam
hati aku berkata “ Ya allah berikan kesembuhan kepada Ayahku, aku tidak sanggup melihat
kondisinya seperti ini.” Tak lama dari itu Ayahku pun bangun dan ingin minum. Setelah
kuberi minum Ayahku berkata “Ica Ayah mau pulang, Ayah tidak suka disini, Ayah risih
sama benda dan jarum yang melekat sama Ayah.” “Iyya nanti Ayah pulang kalau Ayah sudah
sehat, sementara Ayah harus berobat dulu” ujarku. “Tapi Ayah capek di rumah sakit Ayah
tidak suka” ujar ayahku. “Sabar Ayah, nanti Ayah pulang kok kalau sudah sembuh ok.”
ujarku kepada Ayah.

28
Tak berselang lama antara percakapanku dan Ayahku, tiba tiba Ayahku merasa mual
dan ingin muntah. Kemudian Ayahku batuk dengan suara yang besar yang membangunkan
dan akhirnya Ibuku masuk mengecek Ayahku. Di situ juga Ayahku langsung merasa sesak
napas, disitu aku langsung memanggil suster dan tanteku yang kebetulan datang membawa
Ibunya memeriksakan matanya, dan akupun di suruh keluar untuk sementara.

Beberapa lama kemudian aku di suruh masuk melihat kondisi Ayahku. Tanteku
memberitahuku sepertinya Ayahku sudah tidak lama lagi. Di situ aku langsung masuk dan
melihat Ayahku yang sudah dikelilingi oleh dokter, suster dan Ibuku yang menangis dan
salah satu dokter memberikan bantuan dengan memompa dada ayahku. Dalam hatiku berkata
“Ya Allah jangan kau ambil Ayahku dariku” sambil menangis aku pun selalu memanggil
Ayahku.

Setelah berbagai tindakan yang dilakukan suster dan dokter tepat di pukul 01.23
Ayahku dinyatakan meninggal dunia. Di situ aku langsung merasa lemas dan langsung
memeluk Ayahku. “Ayah bangun Ayah, Ayah bangun peluk aku (sambil mengambil kedua
tangannya dan merangkulkannya ke badanku), Ayah jangan tinggalkan aku, Ayah bangun
(sambil menggoyangkan badan ayahku).” Akupun dipeluk oleh Ibuku. “Ibu, Ayah.. Ibu, Ibu..
Ayah pergi ini mimpikan Ibu? Ibu.. Ayah.” ujarku sambil menangis.

Setelah Ibu menenangkanku, Ibuku langsung meminta suster agar melepas alat-alat
yang melekat pada Ayahku dan meminta agar membersihkan badan Ayahku sebelum dibawa
pulang. Setelah dari itu aku langsung disuruh pulang. Di perjalanan sambil mengendarai
motorku aku menangis sambil berkata “Ya Allah baru kemarin aku berdoa panjangkan umur
kedua orang tuaku, tapi salah satu dari mereka telah kembali untuk selamanya. Ya Allah
begitu cepat kau ambil Ayahku dariku”. Aku masih merasa seperti semua ini hanya seperti
mimpi dan masih merasa sangat tidak menyangka atas kepergian Ayahku.

Sesampainya aku di rumah, aku melihat sudah banyak orang dan bendera putih sudah
terpasang di pagar rumahku. Kedatanganku disambut oleh sepupu dan kakak iparku, mereka
langsung memelukku dan menuntunku masuk kedalam rumah yang sudah dipenuhi oleh
tetangga dan kerabat dekat kami. Tak lama dari itu mobil ambulans pun datang. Pada hari itu
kami memutuskan untuk tidak memakamkan Ayahku, dikarenakan waktu yang hampir
mendekati malam dan memutuskan menguburnya di keesokan harinya setelah sholat jum’at.

Setelah Ayahku di mandikan dan ingin dipasangkan kain kafan kami sekeluarga
dipanggil untuk mencium Ayah kami untuk terakhir kalinya. Di situ aku tidak bisa menahan
air mataku, aku langsung memeluk dan mencium Ayahku untuk terakhir kalinya. Setelah itu
kain kafan Ayahku di pasang dan langsung dibawa ke masjid yang ada di depan rumah untuk
di sholatkan setelah sholat jum’at. Ketika Ayahku diangkat untuk turun ke masjid aku
langsung menangis sambil memanggil Ayahku. Tanteku langsung menahan dan
menenangkanku dia berkata ”nak sabar nak kamu harus ikhlas, kita semua akan kembali
kesana juga. Ayah kamu sudah tenang di sana kamu harus kuat dan ikhlas atas kepergian
Ayahmu nak, kamu tidak boleh seperti ini.” Kemudian aku dituntun turun untuk ke masjid
bersama Ibuku dan menemani Ayahku menunggu selesainya waktu sholat jum’at.

29
Ketika selesai sholat jum’at, Ayahku langsung di sholatkan. Di situ aku melihat
banyak orang yang menyolatinya dengan masjid yang penuh akan orang orang yang
menyolatinya bahkan orang orang ada yang sholat di luar karena masjidnya full. Bahkan di
kuburan pun begitu banyak orang yang membawa Ayahku ke tempat peristirahatan
terakhirnya. Tapi aku tidak sempat melihat Ayahku yang dikubur karena sesampainya aku di
kuburan bersama Ibuku ia sudah tidak kuat menahan rasa sedihnya dan ia tanpa sadarkan diri
langsung jatuh begitu saja, jadi aku langsung pulang bersama ibuku pulang ke rumah.

Kini semua tentang Ayahku hanya akan menjadi suatu hal yang menjadi kenangan
denganku. Orang yang dulunya selalu menggangguku, bercanda denganku, kemana mana
sering berdua, menonton indosiar di malam hari bersama, kini semuanya hanya menjadi
kenangan yang tak bisa ku ulang lagi dengannya. Semua itu kini sangat amat kurindukan
tentang dia. Walaupun berat tapi aku harus kuat dan bisa ikhlas atas kepergiannya.

30
Liburan Bersama Keluarga
by Ika Fatmawati Syarifuddin

Aku dan kakak serta sepupuku sejak jauh-jauh hari sudah merencanakan kegiatan
liburan bersama, tepatlah liburan ke pantai Tanjung Karang yang ada di Donggala Sulawesi
tengah.

Kebetulan aku dan keluarga lagi ada di Donggala yang lokasi tempat tinggal tidak
terlalu jauh dari Tanjung Karang, kami semua menaiki mobil Tante karena kami berempat.

Tapi sebelum jalan kakak sepupuku yang kebetulan tinggal di Donggala mengajak
kami untuk pergi ke kafe yang baru terbuka.

Benar. Rasanya jenuh bila harus terus berdiam di rumah dan membuka buku. Belajar
itu sangat penting, tapi kukira liburan dan jalan-jalan pula tidak boleh diremehkan.

Kalau sudah jenuh, tidak ada gunanya belajar karena apa pun materi ajar bakal enggan
masuk ke otak. Mungkin bakal nyantol di pikiran, tapi cuma lewat sebagaimana masuk
telinga kanan lalu keluar telinga kiri.

Sekitar jam 3 sore kami semua berangkat ke cafe tersebut karena tempatnya yang
tidak jauh dari rumah, kami cukup menempuh perjalanan sekitar 20 menit kami telah sampai
di kafe baru tersebut. Setelah sampai kami terkesima dengan pemandangan.

“Wah masyaallah cantik pemandangannya” ucapku.

Dan betul yang dikatakan oleh kakak sepupuku bawah tempat tersebut cantik untuk
berfoto karena melihatkan pemandangan pantai yang indah dilihat dari atas.

Kafe tersebut belum terlalu ramai dikunjungi karena tempatnya memang cukup jauh
dari kota, dan jauh masuk ke dalam. Kafe tersebut terlalu ketat penjagaannya, dan harga
makanan dan minuman nya yang cukup mahal.

“Mahalnya harga makanan dan minuman nya” keluh kakakku.

Sebenarnya wajar sih, karena memang nyaris semua jajanan di lokasi wisata itu
mahal. Dan tempat tersebut memang menjual keindahan pantai yang indah.

Setelah melihat pemandangan kami semua memesan makanan dan minuman. Sambil
menunggu makanan dan minuman datang kami berfoto-foto untuk bisa menjadi kenangan.

Setelah selesai berfoto dan menikmati tempat dan keindahan, tepatnya pukul 16.20
WITA, kami akhirnya berangkat ke pantai Tanjung Karang yang kebetulan tadi kami lewati.
Kami ingin melihat terbenamnya matahari di pantai tersebut.

Setelah kami sampai di pantai tersebut kami langsung mencari tempat yang kosong.
Dan setelah menemukan tempat yang dirasa pas untuk duduk sembari memandang ombak di
pantai adalah kegiatan yang sangat menyenangkan.

31
Kami semua memesan es kelapa mudah sambil menunggu terbenamnya matahari.
Rasanya, kepenatan dan kegelisahan hidup ini sirna begitu saja. Tambah lagi ketika sore hari
mulai tiba. Langit-langit mulai tampak memerah hingganya suasana di pantai semakin sejuk.

Aku dan kakak serta sepupuku sengaja mengincar detik-detik senja untuk
mengabadikan foto yang menarik. Beruntung di kala itu langit belum dikerumuni awan
hingga cahaya senja yang memerah tampak begitu memesona.

Setelah berurusan dengan senja, kami pun segera bersiap-siap untuk pulang. Dan, kisah ini
pun selesai.*

32
Liburan di Pantai Losari
by Ryan Azis

Pada hari minggu yang cerah ini pastinya tiada yang lain selain jalan-jalan. Entah itu
Bersama keluarga ataupun bersama teman kita, entah itu ke tempat wisata ataupun ke luar
kota, Pokoknya ini akan menjadi kegiatan yang menyenangkan. Untung saja pandemi covid-
19 pada akhir akhir ini sudah mulai mereda jadi setidaknya orang orang sudah mulai boleh
pergi keluar tanpa mengkhawatirkan persyaratan dan ketentuan yang ketat.

Akupun sudah merencanakan trip ini jauh jauh hari karena temanku juga susah untuk
diajak, jadi tidak usah jauh-jauh jadi kami pergi ke Pantai Losari yang di Makassar. Karena
lokasinya tidak terlalu jauh dari kota yaitu sekitar 128 km, maka kami memutuskan untuk
menaiki mobil, kebetulan Romi mempunyai mobil. Ya kita cuma patungan membeli bensin
untuk perjalanan kesana.

Ada aku dan tiga orang sahabatku yang masih kuliah. Kami berangkat bersama-sama
karena sudah sejak lama merasakan kepenatan akhir akhir ini. Yah rasanya jenuh jika terus
berdiam diri di rumah dan belajar online. Belajar itu sangat penting, tapi menurutku liburan
dan jalan-jalan pula tidak boleh dilupakan.

Kalau sudah jenuh, tidak ada gunanya belajar online karena apapun yang sudah
dipelajari akan enggan masuk di otak.

Tepat pada hari minggu pagi, kami pun berangkat ke Pantai Losari di Makassar. Kira-
kira pukul 06.00 WITA temanku sudah datang menjemputku. Karena dari kita bertiga lokasi
rumahku lah yang paling pertama di datangi karena paling dekat, setelah itu aku bersama
temanku yang menjadi supir kita kali ini. Bersama menyusun rute keberangkatan seraya
menjemput teman-temanku yang lainnya hanya membutuhkan waktu setengah jam, semua
penumpang pun sudah naik ke mobil. Kulihat kawan-kawanku tampak sehat hingganya tak
perlu ku khawatirkan.

“Eh, adakah yang suka mabuk kendaraan disini?” tanya si Romi.

“Saya, masih mabuk kendaraan kawan” jawabku kala itu.

“Kamu ke depan saja Ryan biar mabuknya kurang” tanya si Hayat.

“Iya setuju” jawab si Anugrah.

Pukul 06.30 WITA kita berangkat dari kota Parepare, maka kira-kira kami akan tiba
pukul 09.30-10.00 WITA. Ya, rata-rata perjalanan dari kota Parepare-Makassar adalah 3-3,30
jam bergantung dengan macet atau tidaknya jalan. Pada pukul 07.00 WITA kita
menyempatkan singgah di pinggir jalan untuk sarapan pagi, aku kebetulan memesan nasi
kuning dan ketiga temanku memesan hal yang sama juga. Setibanya kami di kota Makassar,
kami tidak langsung berangkat ke Pantai Losari melainkan kita singgah ke museum kota
Makassar terlebih dahulu yang terletak di Jl. Balaikota No.11, Baru, Kec. Ujung Pandang,
Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
33
Sebelum merasakan suasana Pantai Losari, aku bersama sahabatku ingin melihat
benda-benda peninggalan sejarah yang berasal dari berbagai daerah kota Makassar. Tak lupa
pun kita memfoto momen-momen sejarah yang ada yang ada di museum untuk dijadikan
kenang-kenangan, tepatnya pukul 09.50 WITA, kami akhirnya tiba di museum kota
Makassar. Perjalanan 3 jam bagiku dan teman-teman tidak begitu melelahkan sehingga kami
hanya perlu istirahat sebentar di pinggir jalan dan membeli rujak buah.

Setelah itu kita telah tiba di museum dan masuk pula tidak perlu bayar pun demikian
dengan parkirnya. Alhasil, kami bisa mengalihkan uangnya untuk makan es krim di tepi
pantai nanti. Setelah berkeliling di dalam museum dan melihat berbagai koleksi replika dan
budaya sejarah. Urusan ke museum kota Makassar pun selesai, aku bersama temanku
langsung bergegas menuju pantai. Namun sebelum itu, kami singgah terlebih dahulu di salah
satu rumah makan yang berada tidak jauh dari lokasi pantai dan mencoba hidangan terkenal
kota Makassar yaitu coto makassar

“Jadi gimana rasa Coto Makassar nya?” tanya Romi.

“Enak sekali kawan sesuai dengan dugaanku” jawabku.

“Iya bro tidak sia-sia kita datang kesini” jawab Anugrah.

Setelah makan, aku dan teman-temanku beristirahat sebentar di salah satu warkop
pinggir jalan. Tepat pukul 01.00 siang, kami akhirnya bergegas menuju lokasi pantai.

“Apa ini perasaanku saja atau cuaca hari ini sangat panas” keluh Anugrah.

Memang panas, sih. Namanya juga kota pinggir pantai. Suhunya saja hampir
mendekati 30 derajat celcius. Biarpun demikian, kami pun tidak terlalu mementingkan cuaca
karena sejatinya hari yang sangat cerah sangat bagus untuk berfoto.

Tidak ada biaya khusus untuk memasuki lokasi Pantai Losari. Cuma bayar biaya
parkir saja, yang berkisar 10.000 untuk mobil kalau aku juga tidak salah ingat. Selebihnya
gratis kecuali jajan cemilan sih. Rencananya, aku dan teman-temanku bakal bersantai di
Pantai Losari hingga bisa melihat matahari terbenam, pas sekali dengan cuaca pantai yang
cerah ini.

“Eh ada yang mau beli es krim gak?” tanya Romi.

“Boleh tuh” jawab Hayat.

Karena tenggorokan mulai kering, aku dan teman-temanku pun berencana untuk
membeli es krim. Tapi mahal sih Rp 10.000 harganya tapi sebenarnya wajar sih, karena
memang nyaris semua jajanan di lokasi wisata itu mahal. Sama halnya dengan disini, Pantai
Losari kota Makassar. Tapi kita tidak terlalu memperdulikannya. Menikmati es krim sembari
duduk memandang ombak di pantai adalah kegiatan yang sangat relaksasi dan
menyenangkan. Rasanya kepenatan dan kegelisahan hidup ini hilang begitu saja, dan tidak
terasa sore telah tiba langit-langit sudah mulai tampak memerah sehingga suasana pantai
semakin sejuk.

34
Saat kita menikmati suasana pantai tiba-tiba saja ada kejadian yang mengejutkan kita
melihat ada anak yang hampir tenggelam dan meminta tolong ingin diselamatkan

“Eh Hayat ada anak yang hampir tenggelam tuh!” kataku saat itu dengan panik.

“Iya tunggu saya mau tolong dia” jawab Hayat dengan spontan.

Langsung saja saat itu temanku Hayat langsung melompat ke laut untuk
menyelamatkan anak itu, untung saja anak itu berhasil diselamatkan karena saat anak itu
hampir tenggelam tidak ada yang menyadari. Setelah kejadian itu anak itu pun dikembalikan
ke orang tuanya. Beruntung kala itu langit belum gelap sehingga anak itu masih kelihatan dan
mampu diselamatkan pada waktunya. Tidak terasa waktu sudah malam setelah berurusan
dengan kejadian itu kami pun segera bersiap-siap untuk pulang ke rumah kita di kota
Parepare.

35
Liburan Perpisahan Kelas 12
by Suci Akfi Ananta

Saat SMA aku bersekolah di MAN 2 Barru, saat itu aku berada di kelas 12 MIA 1 dan
wali kelas kita bernama Ibu Hera wali kelas terbaik yang pernah ada. Setelah ujian nasional
selesai, kelasku berencana pergi liburan, katanya sih untuk melepas stres setelah ujian
sekaligus untuk membuat kenangan bersama karena sebentar lagi kita semua akan berpisah.
Setelah selesai ujian terakhir selesai, Ibu Hera menyuruh kami semua berkumpul di kelas
untuk membicarakan liburan ini.

Saat itu kami memutuskan berlibur ke Malino selama 3 hari 2 malam, Kami
berencana berangkat pada hari Jum’at tanggal 6 Mei. Biaya yang kami keluarkan untuk
liburan ini adalah Rp. 200.000 per orang semuanya sudah ditanggung dari makanan, yang
mobil, uang penginapan, dan uang tiket masuk tempat wisata kecuali uang jajan.

Pada saat hari itu tiba, sekitar pukul 07.00 pagi kami semua berkumpul di rumah Ibu
Hera menunggu mobil yang akan kami gunakan untuk pergi liburan yaitu mobil bus. Setelah
mobilnya datang kami menaikkan semua barang barang ke dalam mobil dan mengambil
tempat duduk.

Kemudian kami pun berangkat, di mobil kami menikmati perjalanan dengan


bernyanyi, bercerita dan tertawa bersama. Karena pada hari itu hari jum’at jadi kita singgah
di suatu mesjid agar cowoknya bisa shalat jum’at dan ceweknya juga tetap shalat setelah
cowoknya sholat jumat. Sambil menunggu selesai shalat jumat, aku beli bakso karena lapar
tapi bukan aku saja beberapa temanku pun juga beli. Setelah sholat dan makan bakso, kami
pun melanjutkan perjalanan kami. Sekitar pukul setengah 3 sore akhirnya kita sampai di
Malino. Di Malino ada beberapa tempat yang akan kami kunjungi yaitu kebun stroberi,
pohon pinus dan air terjun.

“Jadi mau kemana dulu, pohon pinus atau kebun stroberi?” tanya Ibu Hera kepada kami.

“Kebun stroberi aja Bu” kata salah satu temanku.

“Yaudah kita ke kebun stroberi dulu, besok baru kita ke air terjun dan pohon pinus” kata Ibu
Hera.

“Siap Bu” sahut semuanya

Kami pun pergi ke kebun stroberi dan memetik buah stroberi. Tapi sayangnya
stroberinya hanya sedikit karena kami datangnya sore. Setelah memetik buah stroberi kami
pun menuju ke tempat penginapan kita. Sesampainya di tempat penginapan kita menurunkan
semua barang dari mobil kemudian shalat ashar dan makan lalu beristirahat

Tidak lama kemudian malam pun tiba, kami sholat magrib dan shalat isya berjamaah
kemudian makan malam bersama. Salah satu temanku ada yang membawa kartu jadi agar
tidak bosan kami bermain kartu bersama. Walaupun cuman bermain kartu tapi ini sangat seru

36
bahkan beberapa temanku tidak tidur satu malam hanya karena main kartu. Pokoknya itu
sangatlah seru.

Keesokan paginya kami semua bersiap siap untuk pergi ke air terjun, tapi sebelum
pergi kami sarapan dulu. Singkat cerita sampailah kita di air terjun tersebut. Nama air terjun
ini yaitu air terjun Takapala. Biaya untuk masuk ke tempat ini sangatlah murah yaitu Rp.
5.000 per orang.

“Yang mau mandi mandi silahkan, tapi jangan ke tempat yang dalam dan arusnya deras”
pesan Bu Hera.

“Siap Bu” kata teman temanku yang ingin mandi-mandi.

Beberapa temanku ada yang mandi-mandi dan ada yang enggak mau, alasannya
karena dingin yah emang dingin banget sih. Sambil menunggu beberapa temanku yang
mandi-mandi, kami membeli gorengan dan memakannya sambil menikmati air terjun yang
indah. Setelah mereka mandi-mandi dan berganti baju, kami berfoto-foto bersama dan
kembali ke mobil.

Setelah ke air terjun kami pergi lagi ke tempat wisata hutan pohon pinus. Sampainya
kami di hutan pohon pinus ini, kami langsung berfoto-foto dengan pemandangan hijau
pepohonan pinus yang luas dan sejuk. Setelah puas berfoto foto, kami pun kembali ke
penginapan. Kemudian kita shalat dhuhur berjamaah, setelah itu kami pergi makan siang di
suatu warung di sekitar penginapan. Saat sore hari suasananya sangat dingin dan berkabut
karena sudah hujan. Bahkan lapangan yang ada di samping penginapan tidak kelihatan karena
tertutupi oleh kabut.

Tak lama kemudian malam pun tiba, kami shalat maghrib kemudian makan dan shalat
isya. Malam ini merupakan malam kedua atau terakhir kami di Malino. Saat itu aku bermain
kartu bersama Yuyu, Ikin, Widya, Ajiz, Arah dan Akma. Kita mainnya bergantian dimana
yang kalah diganti karena dalam permainan kartu ini cuman dibutuhkan 4 orang.

“Ayo main kartu yang kalah dicoret pakai bedak yang dicampur air” ajakku.

“Oke ayo, tunggu aku ambil bedaknya” kata Yuyu kemudian berdiri mengambil bedak.

“Peraturannya yang kalah mukanya akan di coret pakai bedak oleh orang yang pertama
menang, bagaimana?” kataku.

“Yaudah, ayo siapa takut” kata Ajiz.

Kemudian kami bermain bersama sambil tertawa karena melihat muka kita sudah
banyak coretan bedak. Beberapa jam kemudian waktu sudah menunjukkan pukul 11.00
malam, banyak temanku yang sudah tidur. Saat itu yang belum tidur cuman aku, Yuyu, Ica,
Arul, Akma, dan Arrah. Kami ber 6 tidak mau tidur sampai pagi, jadi kami bermain kartu.
Saat bosan bermain kartu, kami bercerita horor. Ditengah cerita horor yang diceritakan Arah,
tiba tiba Canda keluar dari kamar dengan menggunakan baju putih dan jilbab putih yang
membuat kami semua kaget dan berteriak, untung nggak ada yang terbangun.

37
“Eh kalian kenapa?” tanya Canda kepada kami.

“Ternyata kamu Canda, kita kira kuntilanak haha” kata Arrah. Kami pun tertawa karena
ternyata itu adalah Canda.

“Kamu kenapa sih tiba tiba keluar dari kamar? Bikin kaget ajah” kataku.

“Aku mau ke WC, lagian kalian kenapa belum tidur sih? Ini udah tengah malam loh” katanya

“Yah kami mau begadang tembus pagi dong” kata Ica.

“Oh yaudah aku mau ke WC dulu” kata Canda kemudian pergi ke WC.

“Hati hati ajah yah Can jangan lupa baca doa masuk WC!” ledek Akma.

“Jangan bikin takut dong” kata Canda agak kesal, membuat kami semua tertawa.

Akhirnya sudah pukul 05.00 pagi kami ber 6 pun tertidur sampai lupa shalat subuh.
Sedangkan yang lain sudah bangun dan shalat subuh. Sekitar pukul 08.00 pagi kita siap siap
untuk pulang. Tapi sebelum pulang kami singgah di pasar Malino untuk membeli oleh-oleh
khas Malino. Saat pulang, kami juga singgah di Grand Mall Maros. Kami pun sampai di
rumah masing masing sekitar jam 12.00 malam.

Liburan ini menjadi pengalaman yang tak akan bisa kulupakan dan tak akan bisa
diulang kembali. Menurutku hal yang terseru dan paling menyenangkan bukanlah saat kami
pergi ke tempat wisata melainkan saat kami bermain, bercerita dan tertawa bersama di
penginapan. Walaupun hanya bermain kartu bersama tapi kebersamaan itu sangatlah berarti.
Dalam liburan ini banyak sekali kenangan yang kami buat bersama, tapi sayangnya liburan
ini juga menjadi perpisahan untuk kami semua karena kami harus menggapai cita cita kami
masing masing.

38
Nasihat Nenek
by Nur Hidayah

Perkenalkan namaku Emi, umurku 19 tahun dan aku mempunyai seorang Nenek yang
sangat yang pintar memasak dan merajut, ia tinggal di desa yang cukup terpencil dan ia
tinggal sendiri karena kakek ku sudah tiada. Nenekku sangat betah tinggal seorang diri disana
karena ia merasa masih ada sang kakek yang selalu menemaninya sampai sekarang.

Suatu hari aku pergi ke desa tempat tinggal nenekku. Nenek langsung bertanya
“Kamu kesini sendiri?” Aku hanya mengangguk, Nenek menjawab “Kenapa kamu nggak
sama Ibumu?” Nenek menatapku dan aku hanya menundukan kepala, Nenek bertanya lagi
“Kenapa kamu nggak kesini bersama Ayahmu?” Aku masih menundukan kepalaku.

Nenek pun mempersilahkan aku duduk dan mengambilkan aku teh. Inilah yang
kusukai dari Nenek karena perhatiannya sangat besar ke cucunya. Aku langsung duduk dan
meminum teh buatan Nenek. Nenek berkata padaku “Nenek tau kamu ada masalah dengan
Ibu dan Ayahmu” aku yang sedang meminum teh langsung diam dan meletakan teh itu di
meja.

Nenek duduk disampingku dan berkata “Jelaskan mengapa kamu bisa kabur dari
rumahmu” aku memeluk Nenek sambil berkata “Nenek, mengapa nenek bisa tau” nenek
melepaskan pelukanku dan menjawab “Sewaktu Ibumu seusiamu, Ibumu selalu pergi ke
rumah neneknya apabila sedang ngambek dengan orangtuanya.” Nenek tau buah jatuh tak
jauh dari pohonnya” aku tersenyum dan berkata “Ibu dan Ayahku itu tidak memperhatikanku,
mereka lebih memperhatikan kak Tiwi mereka selalu mengunggulkan kakak, mereka hanya
memperhatikan kakak. Mungkin karena kakak pintar dan juara 1 di kelas. Aku nggak
disayang Nek” Nenek hanya tersenyum dan tertawa “Ibumu sayang padamu, setiap hari
Ibumu menelponku untuk menanyakan kabarku dan untuk bercerita tentang Tiwi dan Emi.”

“Ibumu bercerita kamu adalah anak yang rajin dan Tiwi adalah anak yang pintar” aku
menatap Nenek sambil berkata “Ibu dan Ayah nggak peduli kalau aku mau ngomongin nilai,
Ibu hanya bilang kamu jangan pernah puas dengan nilaimu, kakakmu saja selalu juara kelas
namun ia tidak pernah berpuas diri bahkan kakakmu sering mendapat juara olimpiade, namun
kakakmu tidak pernah berpuas diri. Sedangkan Ayah hanya berkata tingkatkan nilaimu dan
jadilah anak yang pandai, kamu sudah membanggakan kami tapi kakak lebih membanggakan.
Kalau kamu mau membanggakan kami melebihi kakakmu, maka rajinlah belajar. Mereka
bangga sama kakak Nek” Nenek menatapku sambil tertawa “Hahahaha. Kamu tau mereka
terus membanggakanmu ketika kamu juara 1 lomba membaca dan menggambar se-kabupaten
dulu, mereka tak ingin kamu puas begitu saja dan mereka ingin kamu mencontoh kakakmu
yang mendapat juara kelas. Mereka tak bermaksud merendahkanmu hanya ingin kamu
menjadi lebih baik” aku tersenyum puas mendengarkan kata Nenek.

Nenek berkata “Kalau kamu kabur kamu tidak akan menyelesaikan masalah, namun
akan menambah rumit suatu masalah. Nenek ingin kamu tahu sebenarnya kamu hampir saja
membuat dirimu celaka karena kamu belum mengenal keadaan disini dan nekat pergi sendiri,

39
Nenek tak bangga sama perbuatanmu” tiba-tiba telepon rumah Nenek berdering, ternyata itu
Ibu. Nenek mengangkat telepon dan langsung berkata “Anakmu di rumahku, kamu besok
kemari jemput dia biarkan dia menginap 1 malam disini” Nenek langsung menutup telepon
dan menyuruh aku mandi lalu sholat.

Nenek memang orang yang taat ibadah seperti orang tuaku. Setelah sholat, Nenek
menyuruhku makan dan memberikan aku 2 buah selimut rajutannya “Buatmu dan kakakmu”
aku berterimakasih dan mencium Nenek. Saat itulah aku sadar akan nasihat nenek.

Pagi tiba, Ayah dan Ibu pun sampai ke rumah Nenek untuk menjemput ku. Ibu
langsung memelukku dan sangat mengkhawatirkan keadaanku yang tiba-tiba saja bisa berada
di tempat yang jauh ini. “Kamu tahu Ibu tidak bisa tidur semalaman hanya karena
memikirkan mu” ucap Ibu yang masih memelukku. Kemudian aku menangis di pelukannya
“Emi minta maaf Ibu, entah kenapa rasa emosi yang membuatku harus kesini menemui
Nenek" ucapnya.

Ayahku hanya menatap sedih kepadaku “Ayah minta maaf sayang karena Ayah dan
Ibu kamu selalu memendam rasa iri kepada kakak mu, tapi percayalah kami tidak bermaksud
seperti itu. Ayah dan Ibu hanya ingin kalian menjadi seseorang yang tidak cepat berpuas hati
akan hal yang kalian dapatkan” Ucap Ayah kemudian menghampiriku dan memelukku.

Melihat kedua orang tuaku yang meminta maaf hatiku pun sangat sakit karena ini
semua bukan kesalahan yang mereka lakukan tetapi hanya saja kesalahpahaman yang aku
perbuat sendiri. Saat itu aku sadar bahwa sifat ku yang seperti ini hanyalah Sifat kekanak-
kanakan. Memang aku adalah orang yang jika mendapat sesuatu yang tidak bisa orang lain
dapatkan maka aku akan menjadi sombong dan sedikit merendahkan orang lain. Tapi aku
sekarang sadar jika aku ingin mendapatkan sesuatu maka aku harus mengubah sikap yang
tidak baik itu.

Dengan rasa yang sangat bersalah telah membuat kedua orang tuaku repot akan
keegoisanku aku berjanji untuk merubah nya dan mulai bersyukur apa yang telah aku miliki,
aku tidak akan berkecil hati jika suatu saat kakakku lebih sukses daripada diriku, aku hanya
ingin kedua orang tuaku menyayangiku tanpa memandang kekurangan. “Ayah Ibu, Emi
sangat meminta maaf ke kalian karena keegoisan Emi ini” ucapku sambil mengeluarkan air
mata. “Emi hanya ingin kalian menyayangiku walaupun aku tidak bisa membanggakan kalian
lagi.”

Setelah drama meminta maaf Emi kepada kedua orang tuanya, ia pun pamit untuk
pulang bersama orang tua nya “Nenek Emi pamit pulang, Emi sangat menyayangimu Nek,
Emi akan selalu mengingat akan nasihatmu kedepannya” ucapnya kemudian memeluk
Neneknya itu dengan dibalas pelukannya oleh Neneknya.

Kemudian sang Nenek beralih ke Ayah dan Ibu lalu berkata "Nenek berpesan
kepadamu nak, jangan pernah mengecewakan kedua anakmu mereka masih kekanakan dalam
berpikir terlalu dewasa.” Ibu dan Ayah mengangguk mengerti “Maafkan kami Bu karena
sudah merepotkanmu dengan masalah keluarga kami ini” sambil memeluk sang Ibu. “Ibu

40
juga adalah keluarga mu jadi wajar jika anakmu mengadu kepadaku” kemudian melepaskan
pelukannya dari Ibuku.

Kami pun masuk ke dalam mobil dan aku merasa lega sekarang ini karena aku bisa
menyelesaikan masalahku dan kedua orang tuaku, di dalam perjalanan Ayah dan Ibu tidak
berhenti bercerita kepadaku tentang teman mainku di samping rumah yang sehari ini selalu
mencariku untuk bermain, kita sudah tidak pernah menyinggung atau membahas masalah
yang tadi. Menurutku itu adalah hal yang wajar untuk dilupakan.

41
Niat Baik Berujung Baik
by Halfiah Gau

Pada suatu hari di sebuah desa terdapat Pondok Pesantren di sebuah masjid khusus
anak laki-laki. Di sebuah desa tersebut terdapat seorang anak perempuan yang ingin sekali
menghafal Al-Qur’an tetapi tidak diperbolehkan oleh kedua orang tuanya. Orang tuanya tidak
memperbolehkan perempuan tersebut untuk menghafal Al-Qur’an karena mempunyai alasan
tertentu. Sebut saja nama perempuan itu adalah Aisyah. Pekerjaan ayah Aisyah di desa
tersebut adalah seorang kepala desa dan ketua panitia di masjid Pondok Pesantren itu.

Pada suatu hari Aisyah mulai pergi ke masjid untuk sholat berjamaah tetapi hanya di
waktu magrib dan isya. Setiap Aisyah ke masjid ia selalu melihat santri- santri menghafal Al-
Qur’an dengan sungguh sungguh. Pada saat itulah pikiran Aisyah mulai terbuka untuk
menghafal Al-Quran. Aisyah ini baru kelas 3 SMP. Pulanglah dia ke rumah kemudian bicara
kepada kedua orang tuanya

Aisyah : “Ayah saya ingin sekali menghafal Al-Qur’an. Bolehkah jika saya tamat SMP saya
lanjut ke pondok pesantren saja?”

Ayahnya pun menolak dengan cara yang sangat baik karena Ayahnya mempunyai
alasan tertentu sehingga tidak memperbolehkan putrinya untuk pergi meninggalkan ayahnya
untuk menghafal Al-Qur’an . Ayahnya Aisyah pun berkata.

Ayah : “Nak kamu ini anak pertamanya Ayah. Dan Ayah juga seorang kepala desa. Dan
pekerjaan ayah ini sangat membutuhkanmu. Jadi Ayah tidak bisa mengizinkanmu untuk
meninggalkan Ayah saat ini.”

Perasaan Aisyah saat itu sangatlah campur aduk karena di sisi lain ia ingin sekali
menghafal Al-Qur’an dan disisi lain ia juga harus taat kepada orang tuanya. Hari demi hari
pun telah berlalu. Pada saat itu masjid yang di desa Aisyah ingin memperingati Maulid Nabi
Muhammad Saw. Nah bisa kita ketahui bahwa Ayahnya Aisyah adalah ketua panitia di
masjid tersebut. Aisyah pun disuruh oleh ayahnya untuk menjadi MC pada acara tersebut.
Pertamanya Aisyah malu karena di masjid tersebut banyak sekali santri putra. Tapi demi
ayahnya ia memberanikan diri untuk menjadi MC di acara tersebut.

Setelah acara tersebut selesai, Aisyah bertemu dengan istrinya Ustadz yang mengajar
di pesantren tersebut. Di waktu itulah Aisyah mulai kenal dan akrab dengan ibu tersebut.
Sebut saja istrinya Ustadz itu yaitu Ibu Taqwa.

Ibu Taqwa adalah sosok perempuan yang sangat baik. Aisyah pun sangat senang
dengan dirinya. Akhirnya Aisyah memberanikan diri untuk bicara ke Ibu Taqwa bahwa ia
ingin belajar mengaji dengannya.

Aisyah : “Mohon maaf Ibu, Asiyah ini punya niat mau belajar membaca Al-Qur’an dengan
baik. Bolehkah Ibu jika saya belajar mengaji dengan Ibu?”

Ibu Taqwa pun menjawab dengan perasaan bahagia.


42
Ibu Taqwa : “Masya Allah nak itu adalah niat yang sangat bagus. Tentunya saya ingin
mengajar kamu asalkan kamu ingin sungguh-sungguh belajar.”

Aisyah pun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Taqwa.

Hari demi hari telah berlalu. Aisyah pun setiap hari ke pondok untuk belajar mengaji.
Walaupun di pondok tersebut banyak sekali santri putra tetapi niat baiknya tidak tergoyahkan
oleh rasa malu untuk pergi belajar. Akhirnya 2 bulan Aisyah belajar, ia pun sudah pandai
membaca Al Qur’an dengan bacaan tajwid yang baik. Ibu Taqwa pun berkata.

Ibu Taqwa: “ Aisyah, Ibu lihat perkembangan bacaanmu hari demi hari semakin baik.
Apakah kamu mau menghafal Al-Qur’an?”

Aisyah : “Masya Allah ibu pastinya Aisyah mau sekali apabila Ibu siap mau jadi tempat
Aisyah menyetor hafalan.”

Ibu Taqwa : “iya nak Ibu siap pastinya asalkan kamu bersungguh sungguh.”

Dua bulan berlalu akhirnya Aisyah bisa hafal Alquran sebanyak 2 juz.

Pesan dari cerpen ini adalah jika kalian mempunyai niat yang baik dan bersungguh-
sungguh untuk melakukannya maka pasti Allah akan mempermudah hal tersebut.

43
Perjalanan Panjang Tanpa Tujuan
by Febri annisa

Perjalanan panjang dengan jalan yang berliku, tanjakan yang susah di daki, jalan berlubang
membuat perjalanan ini sesaat terhenti. Perjalanan panjang melelahkan dan merasa ingin saja
kembali pada-Nya.Perjalanan yang dilalui sendiri, tanpa adanya satupun di sisi karena yang
mengerti hanya diri sendiri.

Sebelum kuceritakan bagaimana perjalanan ini. Biarkan aku memperkenalkan diri.


Hai, sebut saja aku pejalan. Tidak ada yang menarik dari diriku. Aku hanya pejalan biasa,
berpenampilan sederhana, tengah menempuh perjalanan yang aku anggap susah kulewati.
Aku pejalan yang tidak punya arti apa-apa jika Tuhan tidak mengizinkanku hidup hingga saat
ini. Aku pejalan yang sering merasa tidak berguna, sering memikirkan hal kecil dan itu bisa
menyerang pikiranku dalam waktu yang lama. Aku ceroboh dan selalu membuat kesalahan
fatal. Aku hanya manusia biasa yang juga bisa merasakan rasa sakit akan semuanya. Inilah
diriku, yang sekarang sudah di usia 17 tahun, terbilang masih cukup muda untuk mengetahui
bagaimana kerasnya dunia yang sebenarnya. Namun, setiap manusia pasti punya jalan
ceritanya sendiri, bukan?

Jalan yang kutapaki selama kehidupanku ini, tampak bagiku itu setengah mulus dan
setengah rusak. Mengapa? Karena aku hanya ciptaan Tuhan yang tidak penuh dengan
kesempurnaan dan hanya manusia biasa yang masih sering hilang arah. Dalam perjalananku,
aku tidak banyak mengenal pejalan lain. Aku suka mengatasi semuanya sendiri dan tidak mau
menyusahkan pejalan lain yang juga tengah berjuang untuk melewati jalan berliku ini. Aku
yang berprinsip manusia bisa melewati jalannya sendiri tanpa harus bersandar pada orang
lain, seketika itu terpatahkan oleh jalan yang kulewati dan membuat perjalananku terhenti.
Diriku terjatuh, luka yang kudapat tidak bisa kubendung sendiri. Ternyata, aku tidak sekuat
itu melewati semuanya seorang diri. Ternyata, aku juga membutuhkan pejalan lain untuk
menemaniku berjalan agar perjalananku tidak terasa berat.

Aku tidak tau bagaimana menjelaskan luka ini agar kalian mengerti bahwa aku juga
manusia biasa dan bisa merasakan sakit. Tapi, luka yang kudapat saat itu benar-benar tidak
bisa kulalui sendiri. Sehingga membuatku meminta, “Tuhan, aku tidak sanggup melewati ini
sendiri, tolong kirimkan aku pejalan lain yang bisa menemani perjalananku kali ini.”

Namun, Tuhan tidak langsung mengabulkannya. Begitu lama aku terhenti dan tidak
melanjutkan perjalananku, berusaha berpikir jernih, menenangkan diri agar bisa melanjutkan
perjalanan ini lagi. Hingga akhirnya, aku kembali meyakinkan diri dan melanjutkan
perjalananku lagi, aku percaya Tuhan mendengar doaku dan mengabulkannya suatu saat.

Aku kembali berjalan, dan menemukan jalan berlubang lagi yang sering membuatku
terhenti. Lalu kembali bangkit lagi melanjutkan perjalanan ini. Berkali-kali jatuh, membuatku
merasa putus asa. Di setiap jatuh bangun yang kualami, setiap saat itu juga aku tidak bisa
menahan air mata yang ingin mengalir. Tak ada yang kurasakan, tak ada yang bisa
kukatakan, selain “Tuhan, aku lelah. Aku tidak sekuat itu menjalani ini sendirian. Aku hanya

44
berpura-pura tenang, padahal aku setakut itu jatuh lagi.” Berulang kali aku terjatuh, berulang
kali juga aku mengatakan itu.

Namun, di tengah perjalananku kali ini, aku disapa oleh pejalan lain, dan dia
mengatakan “Hai, boleh kita sama-sama berjalan?” Ternyata harus banyak perjalanan yang
dilalui agar doa yang kita inginkan terkabul. Pejalan yang menemaniku kali ini selalu
membuatku tertawa dengan candaan kecilnya, dia selalu riang dan sama sekali aku tidak
pernah melihat dia memasang ekspresi sedih. Dia tersenyum di setiap keadaan yang aku lalui
bersamanya.

Sudah banyak lika liku perjalanan yang kulalui bersamanya. Dia dengan masalah
yang menimpanya, aku juga begitu. Sering kali di setiap jalannya, saat bertemu jalan yang
begitu sulit dilalui, kita berselisih paham. Tapi, dia tak meninggalkanku walaupun dirinya
juga terlihat sangat lelah akan semuanya.

Semakin banyak jalan yang kulalui bersamanya, aku juga semakin mengetahui
bagaimana dirinya yang sebenarnya. Hari itu, aku pernah bertanya, “apakah kamu baik-baik
saja?” Dan dia terus menjawab, “iya baik-baik saja.” Setiap kali aku menanyakan itu, dia
hanya bisa tersenyum. Tapi, aku merasa dia berusaha menyimpan semuanya dalam-dalam
dan tak ingin menceritakan ceritanya kepada siapapun. Saat aku merasa dia mengalami hari
yang tidak baik, aku langsung menanyakan pertanyaan yang sama. “Ayo pelan-pelan cerita,
jangan memendamnya sendiri.” Tentu, seseorang tidak begitu mudah memberikan
kepercayaannya.

Singkatnya begini, sudah lama dia menjadi temanku dalam perjalanan ini. Siapapun
itu pasti ingin mengenal lebih dalam seseorang yang dekat dengannya, bukan? Hingga
akhirnya, dia memberikan rasa percayanya itu untuk menceritakan dirinya dan apa yang ia
lalui selama ini.

Sedikit demi sedikit cerita hidupnya yang aku ketahui, setiap masalah yang datang
padanya dia juga mulai memberitahuku apapun itu. Mengetahui dan menjadi pendengar cerita
hidupnya, ternyata dia hanya berusaha untuk terus bernafas dan menerima semuanya dengan
ikhlas. Tawa yang selalu dia keluarkan saat awal dia menemaniku berjalan, ternyata hanya
menutupi luka yang sedang terukir di hatinya.

Perjalanan ini benar-benar berkesan bersamanya. Sampai detik ini pun, tentang kita
dan masalah yang ada, kita hanya saling menguatkan apapun itu. Jalan yang kita lalui
bersama tidak semulus apa yang kita kira, dia juga sering terjatuh dan aku membantunya
untuk kembali berdiri, aku juga masih sering kacau bahkan hilang arah, tapi ada dia yang
sering membantuku untuk tenang dan menyelesaikan semuanya dengan baik.

Aku tak tau apa rencana Tuhan selanjutnya tentang perjalanan ini. Aku hanya tau
perjalanan yang aku lalui dan dia lalui selalu tidak mulus di setiap jalannya, tetap selalu ada
jalan berlubang, berbagai pendakian yang membuat kita lelah. Tapi, yang kutahu hanya satu,
selama ada dia yang menemaniku berjalan aku tidak apa-apa.

45
Perjalanan Menuju Mahasiswi

by Nur Atira Apriliani

Perkenalan nama saya Nur Atira Apriliani nama panggilan saya  Tayu, teman-
temanku sering bertanya nama Tayu berasal dari mana? dan kujawablah nama tersebut nama
panggilanku sejak kecil. Aku sedang kuliah di salah satu Universitas Negeri Makassar
kampus V Parepare,dengan jurusan PGSD. Pada saat itu saya pergi ke Makassar pada hari
Selasa tanggal 16 agustus 2022, perjalanan ditempuh dari Jeneponto ke Makassar sekitar 2
jam. Sesampainya disana, saya disambut oleh keluarga dari bapakku dengan baik, tibalah
sore saya sudah bertemu dengan tante saya yaitu Hermin. Dia adalah tante terdekatku dari
ayah dan dia juga tau  bagaimana prosesku agar aku bisa kuliah di kampus tersebut yaitu
kampus  V Parepare. Keesokan harinya pada tanggal 17 Agustus 2022, saya pergi
berolahraga bersama tanteku  pada jam 05.50. Kami berangkat ke rumah teman tanteku dan
disana kami berangkat  bertiga menggunakan mobil  Maxim yang di pesan oleh tanteku.
Beberapa menit kemudian kami sampai di rumah teman  tanteku di sana, aku bertemu dengan
tante lainnya, kami pun mulai Jalan santai  beberapa menit. Kemudian kami sampai di tempat
berolahraga tersebut tepatnya yang ada di Makassar, dan saya melihat mulai  berdatanganlah
satu persatu pegawai PNS dan honorer untuk mengikuti upacara 17 Agustus. Kami mulai
masuk di bagian tempat berolahraga tersebut, aku dan tante lainnya mulailah berolahraga.
Tiba naiknya bendera merah putih saya hormat pada saat itu, kemudian setelah pembina
upacara mengatakan “tegak gerak” aku menurunkan hormat tersebut dan saya kembali
berlari-lari kecil. Setelah itu kami beristirahat sejenak dan lanjut foto-foto.

Kami pulang dan di perjalanan kami sarapan pagi dengan bubur ayam. Setelah
sarapan pagi kami  melanjutkan jalan santai ke rumah Tante Iren . Kami sudah sampai di
sana, Tante iren Menawarkan makan kapurung  dan kebetulan bahan-baha yang di bawa
Tante lainnya lengkap. Sambil membuat bahan kapurung, aku mengikuti pengibaran sang
saka merah putih pada saat itu. Setelah 2 jam membuat kapurung kami pun makan bersama-
sama sambil nonton film. Sesudah makan, aku bantu tanteku untuk membersihkan bekas
makan kapurung  dan di rumah Tante Iren tersebut terdapat pembantu. Pukul 12.20, kami
melanjutkan film tersebut. Sampailah jam 13.40, Tante Herminku pergi kerja dan disana
terdapat Tante Klerfi, keluarga Tante hermin juga. Pukul 15.18,  aku mengingat belum
mempunyai almamater. Di situ saya panik besok akan dimulai ppkmb tapi aku belum
mempunyai almamater, dan aku menelepon sepupu  yang bernama Kelfin untuk
mengantarkan aku dan  pergi ke tempat pengambilan almamater  dengan mengendarai sepeda
motor tersebut. Sampai di sana aku pergi ke ruangan pengambilan almamater dan di tanya
apakah aku sudah mendaftar online dan ku jawablah belum kak. Si Kakak tersebut  berkata,
“maaf dek kami belum bisa  memberikan almamater tersebut jika belum daftar Online.”
Kecewa, itu lah yang ku alami pada saat itu. Aku pun pulang di perjalanan, saya menelpon
sepupu dari mama yaitu Kak Ardi, dia mahasiswa Universitas Negeri Makassar dengan
Jurusan Pendidikan Olahraga dan aku bertemu dengan Kak Ardi di depan gang kostnya. Lalu
bertanya, “bagaimana ini apakah saya akan mengikuti ppkmb yang akan dilaksanakan di pagi
besok?” “Iya ikut aja dek ini almamaternya.” Kak Ardi berkata, “sebenarnya 2 Minggu
sebelum PKKMB saya sudah beli almamater untukmu Tayu supaya tidak susah cari lagi,
mengingat Tayu turun ke Makassar dua hari sebelum PKKMB ( Pengenalan Kehidupan
Kampus bagi Mahasiswa Baru ), takut tidak kebagian makanya saya beli almamater ini dari
jauh-jauh hari.” Mendengar perkataan tersebut saya bahagia dan tidak khawatir lagi dengan
almamater ini , dan dia berkata “uang almamater tersebut 140.000” dan saya langsung
memberikan uang tersebut. Setelah beberapa menit aku cerita dengan Kak Ardi,aku dan

46
sepupuku  pamit pulang tepatnya pukul 16:30. Sampailah di rumah tepatnya pukul 17:10,
saya langsung melihat almamater tersebut  dan mencoba memakainya. Aku berkata “wahh
baguslah almamater ini”. Di sore hari tersebut, saya mempersiapkan baju dan alat tulis.

Pada tanggal 18 Agustus 2022, hari yang di tunggu pun tiba di mana aku bangun pagi
dan membantu tanteku membuat sarapan pagi, setelah sarapan pagi  aku pun mulai
membersihkan rumah. Pukul 10:20 aku pun mandi dan bersiap-siap untuk mengikuti
PKKMB, setelah sudah bersiap-siap aku pun makan. Tepatnya pukul 11.00 aku pun siap dan
Tante Mery  mengantarkan ku ke Universitas Negeri Makassar tepatnya di Phinisi, dengan
menaiki sepeda motor. Beberapa menit kemudian, aku pun sampai di kampus tersebut di
mana aku melihat beberapa mahasiswa baru atau disebut Maba. Dan tentu ku kembali ke
rumah, di pintu utama saya bertemu dengan teman saya yaitu Nur Anisa. Aku dan temanku
mulai bergabung dengan mahasiswa dan mahasiswi baru. Oh iya, PKKMB ini di bagi 2 sesi.
Aku dan temanku sesi 2, kemudian sesi 1 selesai dan dia pun keluar ke lokasi tersebut. Kami
pun sesi 2 di persilahkan masuk di lokasi tersebut dan kami di arahkan duduk ke tempat yang
di sediakan. Aku dan temanku duduk, akupun melihat banyak mahasiswa dan mahasiswi baru
dari berbagai Prodi. Setelah semua mahasiswa dan  mahasiswi  berkumpul, acarapun di
mulai. Salah satu mahasiswi bertanya kepada saya, “apakah kursi ini kosong? Dan ku jawab
“iya”. Setelah beberapa menit, kemudian dia bertanya nama ku siapa, di mana asalmu dan
prodi apa? dan ku jawablah “Namaku Tayu, asalku orang Jeneponto dengan prodi PGSD”
dan dia pun kembali memperkenalkan dirinya. Tepatnya pukul 13:20 mahasiswa dan
mahasiswi memakai almamater sesuai dengan fakultasnya. Tibalah fakultas ku di sebut yaitu
FIP (Fakultas Ilmu Pendidikan) untuk memakai almamater secara simbolis. Di kampus
tersebut ada beberapa  pemateri. Tepat pukul 16:00, mahasiswa dan mahasiswi pulang.
Selesailah PKKMB, dan saya menelpon teman-teman 1 prodiku. Setelah bertemu dengan
temanku yang bernama Ummil, saya diperkenalkan dengan teman  yang lain yaitu Dayah,
Gina, Fia dan teman-ku ini dari berbagai kota. Setelah kami perkenalkan diri, aku dan teman-
teman ku berfoto. Sesudah berfoto, kami pulang ke penginapan masing-masing. Akupun
menelpon tanteku  dengan berkata “tante pulang ma”. Beberapa menit kemudian aku di
jemput dengan Tante Hermin  menggunakan mobil Maxim. Setelah sampai di rumah aku pun
membersihkan diri.

Malam pun tiba, aku mempersiapkan  perlengkapan apa saja yang perlu kubawa untuk


PKKMB yang ke 2 yaang berlokasi di Universitas Negeri Makassar tepatnya di Tidung, aku
pun makan bersama dengan tanteku. Setelah makan malam aku membereskan piring untuk
makan. Pukul 21.30 aku dan tanteku mulai tidur.

Keesokan harinya saya bagun tepatnya pukul 04.00, dari kemarin saya halangan dan
akupun tidak menjalankan sholat 5 waktu. Akupun mandi dan tanteku mempersiapkan bekal
dan sarapan pagiku, setelah mandi akupun bersiap-siap ke kampus dan tak lupa sarapan pagi.
Tanteku pun pesan Maxim dan aku ke kampus mengendarai sepeda motor. Setelah aku siap,
Maxim (ojek online) tersebut sudah ada di depan rumah tanteku. Akupun berpamitan ke
Tante dam tak lupa juga menelpon orangtua ku meminta doa semoga di lancarkan aktivitas
pada hari ini. Tepatnya pukul 05.30, ohiya aku berangkat ke kampus dengan jam yang masih
pagi-pagi karena mahasiswa dan mahasiswi wajib hadir di kampus tersebut pukul 06:00.
Akupun keluar rumah dan berangkat ke kampus menggunakan  Maxim (ojek online),
beberapa menit kemudian aku sampai di kampus tersebut  dan di sana saya bertemu dengan
teman saya yaitu Gina. Kami pun diarahkan ke tempat duduk yang telah disediakan, kami
tidak duduk dengan teman-teman yang lain dikarenakan aku dan temanku tidak bersamaan
datang ke kampus. Tepatnya pukul 07.30, acara pun dimulai. Disana kami di perkenalkan

47
berapa dosen. Beberapa jam kemudian, beberapa organisasi lain pun mulai memperkenalkan
visi misi organisasi. Tepatnya pukul 11.00 PKKMB pembagian jurusan di mulai, saya dan 
Gina mulai bergabung di jurusanku. Bertemulah dengan temanku yang lain yaitu Ummil, Fia,
Dayah dan teman-teman ini dari Jurusan PGSD semua. Disana saya juga bertemu dengan
teman yang baru yaitu bernama Hikma, dan diapun mulai memperkenalkan diri. Kita
mendengarkan arahan senior tepatnya pukul 12.00 memasuki waktu sholat. Mahasiswa dan
mahasiswi lainnya mulai sholat dzuhur, akupun mulai makan bekal yang di sediakan Tante
Hermin dengan Hikma.

Pukul 13.00 mahasiswa dan mahasiswi kembali ke ruangan tersebut dan disana kami
diperkenalkan organisasi yaitu Pramuka. Ketua Pramuka menjelaskan visi dan Misi dan
memperlihatkan karyanya. Pukul 17.00 acara PKKMB telah selesai, semua mahasiswa dan
mahasiswi baru serta senior pulang ke rumah  atau kost masing-masing. Sebelum kembali ke
penginapan masing-masing, kami pun cerita-cerita dengan teman-teman  yang lain. Pukul
17.10 aku pun menelpon tanteku  untuk di pesankan Maxim (ojek online), setelah cerita-
cerita dengan temanku  satu persatu pun pamit pulang dan aku pulang ke rumah tanteku
pukul 17.30. Pukul 18:56  akupun sampai ke rumah. Sampai ke rumah tanteku aku pun
membersihkan diri dan beristirahat. Malam pun tiba, aku dan tanteku makan malam.

Satu hari kemudian tepatnya hari minggu pukul 03.40, keluargaku  mulai bersiap-siap
dengan menggunakan mobil untuk berangkat ke  kota Parepare untuk kuliah. Sepanjang
perjalanan aku hanya tidur, aku bangun tidur di Kota Barru sekitar pukul 08.20. Di sana aku
dan keluarga ku singgah di suatu warung untuk makan dan istirahat. Satu jam kemudian kami
melanjutkan perjalanan. Beberapa menit kemudian aku dan keluarga ku sampai di kota
Parepare, tepatnya jalan Cendana dan nama kostku tersebut Pondok Mahoni. Aku disambut
oleh teman kostku yaitu Ummil, sampai di kost aku dan keluargaku mulai menurunkan
barang-barang yang akan di pakai di kostku. Barang-barang sudah di turunkan di mobil aku
dan keluargaku istirahat. Tepatnya pukul 14.00, keluargaku pun pamit untuk  pulang dan di
situ aku mulai sedih di tinggal orang tuaku dan keluargaku, keluargaku pun pulang, aku dan
Ummil mulai menyusun barang-barang yang dibawa keluargaku. Malampun tiba, aku
bertemu dengan temanku yaitu Nisa dan Ica dia pun mulai memperkenalkan dirinya. Pada
malam itu kami  masak dan makan bersama, setelah makan dan cerita-cerita dua orang
temanku pamit dari kostku. Oh iya, kami 1 rumah dengan dua orang temanku cuma kami
beda kamar.

           Hari seninpun tiba tepatnya pukul 05.00, Ummil mulai bangun dan menjalankan sholat
subuh. Setelah sholat subuh, akupun bangun dan mulai memasak untuk sarapan pagi. Setelah
sarapan pagi, kami membersihkan bekas makan aku dan temanku. Akupun mulai mandi dan
bersiap-siap ke kampus, begitupun temanku tepatnya pukul 07:10 kami pergi ke kampus
untuk mengikuti di kampus V Parepare. Di sana saya bertemu dengan teman yang lain,
beberapa menit kemudian kami di suruh berkumpul di aula dan di aula tersebut terdapat
beberapa jurusan yaitu pgsd, psikologi, administrasi negara. Sama seperti PKKMB
sebelumnya, disana juga memperkenalkan dosen pengampu mata kuliah beserta organisasi
visi dan misinya. Pukul 11:00, selesai sudah PKKMB, aku dan temanku  keluar dari lokasi
kampus tersebut kami pergi di suatu warung es teler yang bernama es Mataram. Kesana kami
menggunakan grab (mobil online), beberapa menit kemudian kami sampai di tujuan tersebut.
Kami pesan beberapa menu tersebut, tak lupa kami pesan somay untuk di makan.
Alhamdulillah saat itu Ibunda gina membayar semua yang kami pesan es teler dan somay dan
tak lupa kami ucapkan terima kasih. Kami pun pulang menggunakan grab ( mobil online).
Kebetulan grab (mobil online) tersebut tidak menunggu lama jadi kami langsung pulang ke

48
kost masing-masing. Kami di turunkan di depan kampus V Parepare, setelah sampai kami
pulang ke kost masing-masing. Aku dan Ummil berjalan beberapa menit karena grab (mobil
online) tersebut tidak menurunkan tepat di depan kost kami.

Malam pun tiba temanku pun sholat magrib. Aku, Ummil dan teman saya 2 orang
naik ke kostku masak dan makan bersama-sama. Setelah makan kami membersihkan bekas
makan tersebut. Di Kota  Parepare, ada sekitar 2 Minggu bersama dengan teman-temanku.
Beberapa hari kemudian surat  edaran pun keluar bahwa kuliah akan dilakukan secara online.
Disitu para mahasiswa dan mahasiswi menelpon orang tuanya untuk mengatakan bahwa
kuliah akan dilaksanakan secara online. Aku dan teman yang lainnya tidak langsung pulang
karena kami ingin memastikan apakah kuliah tersebut akan dilakukan secara online, dan
entah di hari apa pembagian kelas pun berlangsung  dan bersyukur bisa bertemu dengan
teman yang baik. 6 hari berlalu, yang pertama pulang kampung itu Hikma dan di posisi itu
Hikma ada di kostku. Aku dan Ica menawarkan diri kepada Hikma untuk mengantarkannya
pulang dan dia mau. Kami pun berdua mulai mengantar Hikma ke kost tersebut. Kami sampai
ke kost Hikma tersebut, aku dan Ica menunggu ibunda dari Hikma. Beberapa menit
Kemudian ibunda dan ayahnya sampai ke kost tersebut, kami sempat berbincang-bincang.
Sebelum kembali ke kost beberapa menit kemudian aku dan Hikma pamit pulang ke kost, aku
dan Ica mulai keluar dari pintu kost tersebut. Beberapa menit kemudian, kami sampai di kost
tersebut. Di sana Ica kembali ke kostnya.

Satu per satu temanku pulang ke rumah masing-masing, setiap satu per satu pulang ke
Kampung masing-masing kami berpamitan. Aku dan teman-temanku mempunyai grup yg
berisi  tujuh orang dan akupun pulang kampung. Perjalanan yang di tempuh ke Parepare-
makassar Sekitar 4 jam, 4 jam berlalu aku sampai ke Makassar. Di Makassar aku transit  satu
kali naik Mobil  untuk ke Jeneponto, setelah 2 jam jadi aku naik mobil  mulai ke Parepare
sampai ke Jeneponto sekitar 7 jam dan bersyukur bisa pulang dengan selamat sampai ke
rumahku. Minta Doanya teman-teman agar kuliah saya di lancarkan bisa lulus tepat waktu 
dan menjadi mahasiswi lulusan yang terbaik (cumlaude). Amin

Terimakasih untuk seluruh tokoh-tokoh yang melengkapi cerpenku semoga di


lancarkan rezekinya dimudahkan  kuliahnya dan bisa lulus tepat waktu.

49
Perjuangan Tidak akan Mengkhianati Hasil
by Putri Nur Ramadhani

Nama saya Nur, 3 tahun yang lalu pada saat masuk SMP saya aktif di organisasi
basket, saya termasuk anggota yang aktif dalam tim basket di sekolah saya pada saat itu,
sampai saya diikutkan sparing dari kabupaten ke kabupaten untuk mengasah skill saya.

Pada saat naik ke kelas 3 SMP, ekonomi keluarga saya menurun, saya tidak mampu
membeli sepatu basket yang bagus seperti punya teman-teman saya, mulai dari situ, saya
merasa dijauhi oleh teman-teman saya. Saya merasa bahwa teman saya mulai membatasi
interaksi mereka dengan saya. Membuat semangat saya dalam bermain basket menurun, saya
menjadi kurang percaya diri dalam bermain.

Latihan biasanya dilakukan di sore hari setelah pulang sekolah. Pada saat saya ingin
latihan seperti biasa, tiba-tiba coach memanggil saya, dia bilang ke saya “bulan 12 akan ada
pertandingan, tingkatkan terus cara bermain kamu, jangan kendor” ucap coach ku dengan
penuh harapan. Setelah coach bilang seperti itu ke saya, saya semakin kepikiran bagaimana
saya meningkatkan performa bermain saya, sedangkan teman-teman saya membatasi diri
dengan saya, otomatis kerja sama tim di dalam lapangan tidak berjalan dengan baik.

Selang beberapa hari latihan, namun performa bermain saya tidak kunjung ada
peningkatan, kemudian teman-teman saya memberikan saran kepada coach untuk
menggantikan posisi saya dengan anak-anak yang lain. Saya yakin, performa bermain saya
lebih baik daripada teman saya yang menggantikan saya jika saja kerja sama tim di di
lapangan bagus-bagus saja seperti biasanya.

Yaa semuanya berubah secara drastis hanya karena ekonomi keluarga saya yang tiba-
tiba menurun sehingga saya tidak bisa membeli sepatu basket seperti biasanya. Teman-teman
saya sudah memesan sepatu basket, namun saya tidak ikut memesan sepatu dan masih
menggunakan sepatu yang lama.

Pada saat latihan selanjutnya, coach memanggil saya, dia bilang ke saya “kenapa
performa bermain kamu sangat menurun? Saya terpaksa harus menggantikan kamu dengan
Nila, dan kamu terpaksa harus duduk di bangku cadangan” ucap coach dengan rasa sangat
kecewa. Kemudian saya menjawab “maafkan saya coach saya sudah berusaha semaksimal
mungkin” ucap saya dengan nada haru.

Kemudian pekan depan pertandingan sudah berlangsung, kita diliburkan selama


sepekan itu untuk memperbaiki fisik sebelum mengikuti pertandingan. Selama sepekan itu
saya tidak tinggal untuk beristirahat di rumah, melainkan terus mengasah kemampuan saya
untuk meningkatkan performa bermain saya agar dapat kembali menjadi tim inti.

Setelah sepekan latihan sendiri, hari pertandingan pun tiba, awal-awal pertandingan
memang saya tidak menjadi tim inti, namun saya yakin bisa mengambil posisi itu kembali.
Pada saat pertandingan antara tim SMP saya melawan SMP lain di mulai, saya melihat

50
performa bermain Nila lumayan bagus, namun dia banyak melakukan pelanggaran atau biasa
disebut dengan “foul”.

Dalam pertandingan basket maksimal foul itu 5 kali, jika sudah sampai 5 kali foul
maka akan dikeluarkan dari pertandingan dan digantikan dengan teman yang lain. Karena
Nila sudah melakukan foul sebanyak 3 kali, dan coach tidak ingin nila terkena foul out, maka
coach menyuruh saya masuk menggantikan nila. Pada saat itu saya memperlihatkan kepada
coach bahwa performa bermain saya jauh lebih baik dan saya berharap coach bisa
menetapkan saya menjadi tim inti.

Setelah 2 pertandingan selesai mungkin coach dan teman-teman saya bisa menilai
performa bermain saya dengan Nila. Karena itu, pada saat pertandingan ketiga dan
seterusnya, saya kembali menjadi tim inti. Pada saat pertandingan selesai, alhamdulillah tim
saya berhasil mendapatkan juara 1, setelah pertandingan selesai saya menangis sangat haru,
karena saya bisa sampai di akhir pertandingan dan terus menjadi tim inti. Saya dan coach
saya saling bertatapan dari kejauhan, “terima kasih coach telah mempercayakan posisi ini
kepada saya, dan semua ini berkat coach” ucap saya dalam hati. Kemudian coach saya
mengangguk” sembari tersenyum dan memberikan jempol kepada saya.

51
RaDio
by Asriani Sukiman

Aluna mengerjap-ngerjapkan kedua matanya. Ia mengantuk setelah semalaman


membaca ulang obrolan di ponselnya bersama seseorang. Terhitung obrolan itu bermula pada
tanggal 25 September 2015 dan berakhir pada 24 Mei 2017. Sedangkan sekarang tanggal 15
Juli 2017. Aluna membacanya dengan teliti, sesekali diselingi tawa miris bahkan menitihkan
air mata.

Malam itu, adalah malam terakhir Aluna di Jakarta. Sebab sekarang Aluna tinggal di
Bandung untuk menjalani kelas dua belasnya.

Sekarang, Aluna dengan wajah yang penuh semangat tengah bersiap untuk sarapan.
Ketika mencium wanginya roti bakar buatan sang ibunda.

“Ibu” Aluna tersenyum sambil menarik kursi, kemudian duduk.

“Bapak udah berangkat ya” ibu Aluna tersenyum sambil menyodorkan dua lapis roti bakar
selai coklat kepada Aluna.

“Iya, Luna tau kok, kan bapak tadi pagi udah cium kening Luna” kata Aluna.

“Selalu aja bangun kalo dicium keningnya sama bapak. Giliran dibangunin sama ibu kok
susah” kata ibu Aluna.

“Ya karena bapak kalo mau kerja ngasih uang jajan dulu” Aluna tertawa.

“Adik kamu juga udah berangkat sekolah buat PLS di SMA kamu sekarang” kata Ibu Aluna
sambil duduk di hadapan Aluna.

“Aluna mau ke Jakarta boleh ngga, Bu?” tanya Aluna.

“Boleh, kamu kangen sama Dio ya?” tanya ibu Aluna.

Aluna hanya meresponnya dengan senyuman manis, kemudian mulai mengambil roti
bakar selai coklat dari atas piring untuk dilahap.

Jakarta, 15 Juli 2017. 13.00

Aluna tiba di depan rumah Dio. Kemudian Dio membukakan pintu untuk Aluna.

“Eh alun-alun” Dio tertawa kecil.

“Diem lo, radio!” Aluna menepuk lengan Dio.

Dio membawakan dua gelas teh minuman favorit Aluna ke taman belakang
rumahnya. Di sana ada Aluna yang sedang duduk di kursi sambil mengaktifkan radio yang
ada di atas meja. Dio meletakkan dua gelas teh di atas meja. Aluna tersenyum ketika Dio
duduk di hadapannya.

52
“Masih nyala, Yo” kata Aluna.

“Ya iya lah, 'kan yang rawat gue” kata Dio. (Aluna tersenyum).

“Ngga biasa-biasanya nih, Rafe ya?” tanya Dio.

“Rafi, bukan Rafe, ih!” Aluna memukul lengan Dio.

Dio tertawa, sebab Aluna terlihat lucu ketika Dio menyebut nama Rafi menjadi Rafe.
Rafi itu kakak laki-laki Dio, beda dua tahun. Sekarang Rafi sedang sibuk di perguruan tinggi,
jadi Aluna bisa dengan bebas membicarakan Rafi (laki-laki yang semalam ia baca
obrolannya).

“Dia mau selalu bawa radio ini ke Malang, tapi ngga pernah gue kasih” kata Dio.

“Dih kenapa?” tanya Aluna.

“Ngga mau, orang ini punya gue” jawab Dio.

“Diooo, ini radio gue kasih dua tahun lalu buat lo sama Rafi yang ulang tahunnya sama.
RaDio, Rafi Dio. Jadi ini juga hak dia dong” kata Aluna.

“Jih marah” Dio mengacak-acak rambut Aluna sambil tertawa.

“Lun,” Dio merubah nada suaranya menjadi lebih serius. (Aluna menatap Dio).

“Asal lo tau, radio ini satu-satunya kenangan dari lo yang lo kasih buat gue. Sisanya dibawa
Rafi, padahal itu hak milik gue yang dikasih secara khusus dari lo” kata Dio.

“Tapi ngga apa-apa kalo radio ini mau dibawa juga, asal Aluna-nya ada di Jakarta, di sini, di
samping Dio”

“Aluna sayang Dio dari SD.” Ucap Aluna dengan lembut.

(Akhirnya mereka tau isi hatinya masing-masing).

53
Sebuah Lilin

by Alfiah Adawiyah

Selamat ulang tahun

Selamat ulang tahun

Selamat ulang tahun Anaya semoga panjang umur!!

Tiup lilinnya tiup lilinnya tiup lilinnya sekarang juga sekarang juga sekarang juga!!

Potong kuenya potong kuenya potong kuenya sekarang juga!!

Setiap tahun gadis itu selalu bangun di tengah malam kala mendengar seruan orang-
orang bernyanyi di samping kamarnya. Gadis itu hanya terdiam-diam di kamar menatap
tembok mendengarkan mereka merayakan ulang tahun putrinya yang lain kala ini. Dia
mengambil lilin dan menyalakan hingga terpancarlah cahaya di kamarnya, gadis itu duduk di
tengah kasur menatap lilin itu lalu melakukan kebiasaannya seperti tahun tahun sebelumnya.

Happy birthday to me

Happy birthday to me

Happy birthday happy birthday happy birthday to me.

Gadis itu bernyanyi untuk dirinya sendiri dengan suara yang bergetar menahan isakan
tangisnya gadis itu terus bernyanyi lalu meniup lilinnya. Dia memejamkan mata seraya
sambil berdoa dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya.

“Ya allah kapan aku bisa merasakan seperti ini, seperti yang dirasakan oleh adikku, yang
selalu diperlakukan baik oleh Papa dan Bunda.”

Setiap tahun hanya itulah yang hanya bisa dilakukan oleh Alea, semenjak orang
tuanya bercerai dan memiliki keluarga masing masing hidupnya bertambah rumit, kala itu dia
hanya dirawat oleh kakek dan neneknya karena orang tuanya tidak ada yang memperhatikan
Alea, semenjak kakek dan neneknya meninggal dunia hidup Alea tambah tak ada lagi yang
peduli dengannya. Tak lama kedua kakek dan neneknya meninggal, orang tuanya
memutuskan untuk bercerai dan menjalani kehidupan mereka masing masing, karena Alea
anak perempuan maka hak asuhnya jatuh kepada Papanya. Setelah beberapa bulan, papanya
memutuskan untuk menikah dan kemudian setelah 3 tahun lahirlah adik perempuannya,
papannya sangat senang disitulah Alea tidak ada lagi yang mengurusnya. Untungnya saja,
istri dari Papanya yaitu Bundanya cukup baik ke Alea, sayangnya Papanya selalu marah jika
Bundanya selalu memberi perhatian kepada Alea.

Saat perayaan ulang tahunnya Papanya tidak pernah membelikannya sebuah kue,
tidak seperti adiknya yang tiap tahun selalu diberi kue yang berukuran besar. Disitulah Alea
bertanya karena hatinya sangat sakit atas perlakuan Papanya yang selalu pilih kasih.

54
“Pahh, kenapa si Alea gak pernah dibeliin kue seperti Anaya?” Ucap Alea.

“Saya sangat sibuk tidak ada waktu untuk membeli dua buah kue” Ucap Papanya.

“Alea juga mau Pahh seperti Anaya yang selalu diberi kue dan kado setiap tahunnya, Alea
juga anak Papa” ucap Alea.

“Kamu memang anak saya tapi kamu tidak pernah saya harapkan untuk ada disini” ucap
Papanya.

Dada Alea seperti tertusuk oleh pisau karena perkataan papanya tadi, tapi itu sudah
biasa. Papanya memberikan sebuah kado yang berisi alat pemetik dan lilin untuknya dia
sangat senang kala ini pertama kalinya papahnya memberikannya sebuah hadis.

“Gunakan ini saat ulang tahunmu tiba” ucap Papanya.

Dari situlah setiap Alea ulang tahun alat itulah yang digunakan Alea pada saat ulang
tahunnya.

Setelah selesai dengan doanya Alea kemudian mengambil alat pemetik dan lilin yang
diberikan oleh Papanya kala itu, lalu menyalakan lilin dengan menggunakan alat pemetik
setelah lilinnya menyala Alea berkata,

“Selamat ulang tahun Alea Pradimas” ucapnya sambil meniup lilinya dengan air mata yang
menetes.

Tak lama kemudian suara kaki berjalan menuju arah kamarnya, dia segera mematikan
lilin itu dan menaruhnya lalu berpura pura tertidur. Suara pintu terbuka "ceklek" langkah kaki
itu semakin mendekat, deru nafas Alea berderuan seperti itulah setiap tahunnya.

“Untuk apa kita kesini” ucap Papanya.

“Hari ini adalah hari ulang tahun Alea juga mas, jadi aku ingin memberinya kado seperti
Anaya” ucap Bundanya. (Meletakkan kado disamping tempat tidur Alea)

Dalam hatinya ia bersyukur masih ada Bundanya yang perhatian padanya walaupun
itu bukan ibunya, tapi itu sudah membuatnya bersyukur karena masih ada orang yang peduli
dengannya. Setelah itu Papa dan Bundanya keluar dari kamar Alea kembali membuka mata
dan hatinya sangat sakit karena ucapan Papanya tadi.

“Kenapa hidup ini tidak adil aku juga ingin bahagia seperti orang lain” ucapnya sambil
menangis tersedu-sedu.

Sudahlah Alea ini bukan pertama kalinya kamu di perlakukan seperti ini, hidup ini
akan berjalan terus semoga suatu saat Papa dan Mama bisa sadar bahwa aku ini adalah
anaknya juga dan memperlakukan aku seperti yang dia lakukan kepada adik adikku. Aku
harus semangat apapun itu pasti suatu saat mereka akan berubah dan memperlakukanku
layaknya seorang anak.

55
Setelah beberapa tahun, hari ini hari dimana Alea selalu menantikannya, sikap
Papanya mulai berubah kepadanya yang mana yang dulunya dia tidak pernah dianggap
sekarang perhatian itu mulai ada, di mana hari ini adalah hari ulang tahunnya. Ia tidak
menyangka Papanya mengucapkan kata yang selama ini yang selalu di harapkan oleh Alea.

“Selamat ulang tahun Alea” ucap Papanya sambil memegang kue dan memberikannya
kepada Alea.

“Selamat ulang tahun kak” ucap adiknya Anaya sambil memeluk kakaknya

“Selamat ulang tahun sayang” ucap Bundanya seraya tersenyum.

“Ini serius yaallah apakah aku bermimpi?” sambil mencubit tangannya

Mereka semua tersenyum sambil berkata “kamu tidak bermimpi nak” Alea termenung
sebentar, air matanya mengalir tanpa sengaja.

“Makasih, Pahh, Bunn, Nayy” ucapnya sambil memeluk mereka bertiga

“Sama-sama sayang” ucap Papanya.

“Sekarang tiup dulu lilinya ntar lilinya meleleh lo” ucap Bundanya sambil tersenyum.

Alea pun tersenyum dan berdoa dalam hatinya semoga hidupnya seperti ini terus tidak
ada lagi kata-kata pahit yang diucapkan papahnya kepadanya, kemudian Alea pun meniup
lilin itu.

Hari ini adalah hari yang paling spesial dalam hidupku, hari ini juga kali pertama
papah memberiku kue dimana hari yang selalu kunantikan untuk tiup lilin bersama
keluargaku bukan lagi sebuah lilin dan alat pemetik yang selalu menemani dikala ulang
tahunku tiba, walaupun Ibuku belum memperlakukanku seperti papah tapi aku sudah
bersyukur suatu saat Ibu pasti akan berubah dan menerimaku seperti Papa.

56
Takdir Allah
by Fahira Jufri

Di sebuah taman kota, terlihat seorang perempuan tengah duduk sambil membaca
sebuah buku. Ia terlihat sangat serius, bahkan ia tidak menyadari seorang teman datang dan
ingin mengagetkannya. “Sifa” dengan suara yang sangat lantang sehingga orang yang ingin
dikagetkan itu menjatuhkan bukunya bahkan beberapa orang yang berada pada taman
tersebut melihat ke arah mereka. “Kayra kau terlalu berisik, ada apa sampai kau berteriak
begitu” kata perempuan yang bernama Sifa sedangkan orang yang ditegur hanya cengengesan
sambil berkata “tidak ada apa apa”

Sifa dan Kayra adalah sahabat sejak mereka berada pada bangku sekolah dasar hingga
sekarang mereka berada di bangku kuliah. Setelah itu mereka duduk berdua ditaman sambil
memperhatikan sekeliling, tak berapa lama Kayra membuka percakapan dengan pertanyaan
“bagaimana kabarnya”, Sifa yang mendengar itu langsung melihat kesamping dimana Kayra
duduk, ia menatapnya cukup lama terbayang berbagai ingatan tentang seseorang. Seseorang
yang ia temui lebih tepatnya seorang laki-laki yang ia temui 3 tahun lalu, lelaki yang
mengajarkan tentang ikhlas dan mengajarkan bahwa tidak semua yang kita sukai dapat kita
miliki.

Semuanya berawal dari 3 tahun lalu ketika Sifa baru memasuki perkuliahan. Pada
suatu hari Sifa dan Kayra janjian untuk bertemu di perpustakaan kota sekedar untuk
membaca dan melihat lihat buku baru. “Kau dimana Kayra, aku sudah menunggumu 20
menit di depan perpustakaan” ucap Sifa di telepon dengan suara sudah terdengar kesal.
“Sorry Sifa seperti aku tidak bisa kesana sekarang, di rumahku sedang kedatangan keluarga
dari jauh jadi aku tidak bisa keluar.” balas kayra, “seharusnya kau menghubungiku lebih
cepat. Yasudah kalau begitu” kata Sifa sambil menutup telepon. “Kalau begitu ayo masuk”
ucapnya pada dirinya sendiri.

Pada saat di dalam perpustakaan terlihat beberapa tumpukan buku dan hanya sedikit
orang, suasananya pun sangat hening seperti perpustakaan pada umumnya, tapi karena hal
inilah Sifa suka dengan perpustakaan. Disaat ia mengambil buku terlihat seorang laki-laki
sedang mencoreti buku Sifa menatap laki-laki dan sepertinya laki- laki itu sadar bahwa ia
ditatap seseorang. Laki-laki itu mengangkat wajahnya tanpa sengaja pandangan mereka
bertemu, laki-laki itu tersenyum sambil mengatakan “ini bukuku” Sifa tidak memperdulikan
perkataannya, ia hanya mengambil buku yang ingin dia baca dan meninggalkan laki-laki itu.

Saat ini Sifa sedang duduk di salah satu tempat yang disediakan di dekat jendela tak
berapa lama terdengar seseorang berkata “hai boleh aku duduk disini.” Sifa yang sedang
fokus pada buku memalingkan wajahnya melihat siapa orang itu, ternyata orang yang
bertanya itu adalah lelaki yang ia lihat tadi. Seperti respon yang sebelumnya iaa tidak
mengeluarkan satu kata pun dan kembali fokus pada bukunya, laki-laki tadi langsung duduk
di samping Sifa setelah melihat respon yang diberikan “Perkenalkan aku Adrian biasanya
teman teman memanggilku Iyan" kata laki-laki itu. Sifa hanya menanggapi dengan deheman,
mendengar tanggapan dari Sifa, Iyan tersenyum lebar dan memberi lebih banyak pertanyaan

57
kepada Sifa sambil menceritakan tentang dirinya. Sifa terlihat jengkel karena orang di
sampingnya terlalu berisik tapi ia tetap bersabar sampai pada akhirnya Iyan bertanya
“Bagaimana denganmu, Oooh iya aku lupa siapa namamu?” “Kau terlalu cerewet” kata Sifa
dan melangkah pergi dari sana ia sudah jengkel karena terganggu dengan ocehan Iyan, ia
mengembalikan buku yang dia baca bersiap untuk pulang.

Saat pulang, Sifa memesan taxi online ia menunggu di pinggir jalan dan tiba tiba tas
yang ia bawa dirampas, Sifa kaget dengan hal yang baru saja terjadi tapi ia dengan cepat
berteriak "copet, tolong ada pencopet" tapi karena hari itu sudah sangat sore jadi tidak ada
seorangpun di sana. Namun, tiba tiba seseorang dari belakang Sifa datang dan mengejar copet
itu, orang itu berhasil mengejar copet tersebut dan berhasil mengambil kembali tas yang di
ambil. Sifa sangat bersyukur karena ada orang yang membantunya, ia melihat siapakah yang
menolongnya ternyata itu Iyan, orang yang ia abaikan tadi. “Ini tasmu. Lain kali hati-hati”
ucapan Iyan sambil mengembalikan tas Sifa. “Alhamdulillah terima banyak telah
menolongku”, “sama-sama tapi apa yang kau lakukan di pinggir jalan sendiri”, “aku sedang
menunggu taxi yang kupesan, tapi belum datang datang juga”, “kalau begitu aku akan
menemanimu sampai taximu datang.” “Terima Kasih” “Santa saja.” balas Iyan dan mereka
kembali ke pinggir jalan menunggu taxi online datang, mereka menunggu cukup lama dan
saat menunggu itulah Sifa terus mengucap terima kasih dan meminta maaf atas perlakuannya
tadi saat di perpustakaan.

Sejak saat itu Sifa dan Iyan mulai dekat mereka awalnya hanya bertemu di
perpustakaan tapi seiring dengan waktu mereka jadi sering pergi bersama dan tak berapa
lama mereka menjadi sepasang kekasih ketika Iyan menyampaikan perasaannya pada Sifa di
perpustakaan. Kayra yang merasa ada yang berubah dengan teman dekatnya itu ia mulai
bertanya-tanya, ketika mereka berdua sedang makan siang di salah satu tempat makan
langganan mereka. Kayra bertanya “Sifa apakah kau dekat dengan seseorang akhir-akhir ini”
Sifa heran bagaimana Kayra bisa tau kalo dia sedang dekat dengan seseorang akhir-akhir ini
“bagaimana kau tahu?” kata Sifa. “Tentu aku tahu karena kau akhir-akhir ini jarang
menghabiskan waktu bersamaku dan lagi pula aku ini temanmu dari kecil tentu aku tau
semua sikapmu.” katanya. “Hehehe iya. Akhir-akhir ini aku dekat dan menjalin hubungan
dengan seseorang, dia laki laki yang baik dan kami memiliki hobi yang sama” ucap Sifa
sambil malu malu. “Aku ingin bertemu dengan orang itu, orang yang membuat temanku ini
malu malu saat bercerita” kata Kayra dengan nada yang meledek, “tentu aku akan
memperkenalkan kalian saat kita pergi ke perpustakaan.”

Sifa dan Kayra saat ini sedang berada di perpustakaan menunggu seseorang, ketika
orang yang ditunggu tunggu datang Sifa langsung memperkenalkan Iyan dan Kayra, mereka
bercengkrama sama sore hari di perpustakaan. Ketika Sifa dan Kayra di perjalanan pulang,
Kayra memperingati Sifa "Sifa kau tahu kau dan Iyan memiliki kepercayaan yang berbeda”
Sifa yang sedang membalas pesan dari Iyan langsung berbalik melihat Kayra “hubungan beda
agama adalah hubungan terlarang. Kau tahu, hubungan terlarang terkenal dengan sad
endingnya” lanjutnya Sifa yang mendengar merasa hatinya ditusuk sesuatu, kemudian dia
berkata “jodoh ada di tangan Tuhan Kayra jadi jangan terlalu cepat berpendapat bahwa kami
tidak bisa bersama.” “Jodoh memang ditangan Tuhan, tapi di Tuhan siapa, Tuhanmu atau

58
Tuhannya.” Sifa kehabisan kata-kata ketika mendengar itu. Setelah itu mereka hanya terdiam
hingga sampai di depan rumah Sifa, Kayra membuka suara “Sifa aku mengatakan ini semua
demi kebaikanmu agar kau tak terluka lebih dalam lagi semoga kau mengerti maksud
baikku.”

Setelah hari itu hubungan persahabatan keduanya merenggang dan sejak saat itu pula
Sifa selalu memikirkan tentang apa yang Kayra ucapkan, diam-diam Sifa mencari informasi
tentang hubungan beda agama. Kekhawatirannya mereda ketika melihat bahwa banyak orang
yang menjalin hubungan beda agama tapi bertahan lama, tapi saat ia sedang melihat lihat di
sosial media muncul sebuah postingan yang membuat hatinya bergetar postingan itu adalah
potongan dari sebuah ayat yang mengatakan “Dan janganlah kamu nikahi perempuan
musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih
baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu
nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka
beriman.” ( Al Baqarah 221). Setelah membaca itu dia sadar bahwa hal yang ia jalani salah
sedari awal, ia telah salah karena menerima ajakannya berpacaran itu sendiri, setelah itu ia
memohon ampun kepada Allah karena telah lalai dan mengikuti hawa nafsunya.

Pada esok hari Sifa mengirim pesan kepada Iyan bahwa ia ingin bertemu di sebuah
kafe pada waktu makan siang. Sifa datang lebih cepat dari waktu yang dijanjikan ia benar-
benar bingung harus memulai dengan bagaimana jika Iyan datang nanti, saking pusingnya ia
tidak sadar bahwa Iyan telah datang “apa yang sedang kau pikirkan hmm, kau bahkan tak
sadar aku telah duduk di depanmu” sambil mengelus kepala Sifa. Sifa tidak bisa berkata apa-
apa ia hanya memberikan senyum “ada apa tak seperti biasanya, apa kau marah karena akhir-
akhir ini aku jarang memberikan waktuku kepadamu.” kata Iyan dengan penuh rasa khawatir.
Sifa dengan cepat menjawab “tidak bukan seperti itu” “syukurlah kalau begitu, kau tahukan
aku akan segera lulus aku sibuk mengurus skripsiku, aku ingin cepat lulus agar bisa segera
melamarmu dan ketika kau lulus kita akan segera menikah.” Katanya dengan penuh
kebahagiaan, tidak bisa dipungkiri Sifa sangat senang mendengar perkataan Iyan, siapa yang
tidak senang ketika orang yang dicintainya ingin serius tapi Sifa tidak goyang ia tetap pada
tujuan utamanya.

“Iyan aku senang kau melakukan semuanya demi aku, kau laki-laki yang baik dan kau juga
tampan pasti banyak yang ingin berdiri disampingmu sedangkan aku, aku banyak
kurangnya.” Sifa berusaha untuk menahan air matanya dan tetap teguh pada pendiriannya
untuk mengakhiri hubungan ini tapi terasa sangat sulit karena ia sangat mencintai ia, tapi apa
boleh buat mereka tidak mungkin bersama “kau sebaiknya mencari wanita lain yang lebih
baik dariku yang bisa berdiri di sampingmu. Iyan ayo akhiri hubungan ini.” kata Sifa dengan
suara yang bergetar dan mata yang memerah, Iyan terlihat sedih dan marah mendengar
ucapan dari Sifa “aku minta maaf kalau aku ada salah, jangan akhiri hubungan ini, saat ini
aku sedang berusaha untuk memperjuangkan hubungan kita. Kau tidak bisa mengakhirinya
begitu saja” kata Iyan dengan suara yang sudah meninggih. “Kita tidak mungkin bersama
Iyan tembok di antara kita terlalu tinggi, aku tidak ingin jahat kepada Tuhanku dengan
menjadi murtad” “aku bisa ikut denganmu” balas dari Iyan dengan penuh kesungguhan.
“Iyan menjadi seorang muslim tidak semudah itu, kau masuk muslim itu harus dari

59
keinginanmu sendiri bukan karena aku dan aku akan menjadi lebih jahat ketika aku
merebutmu dari Tuhanmu, kita cukup sampai disini.” Kata Sifa dan berlalu pergi tanpa
berbalik lagi melihat Iyan saat itu.

Setelah itu Sifa pergi ke rumah Kayra dan menceritakan semuanya, air matanya
tumpah Kayra berusaha menjadi pendengar dan penasehat yang bijak untuk sahabatnya ini
“tapi aku mencintainya kenapa Tuhan mempertemukan tapi tidak mempersatukan” kata Sifa
sambil mengusap air matanya dengan tisu. “Hei kan udah ku bilang , Tuhan itu satu kalian
yang berbeda, visi yang sama dengan misi yang berbeda antara cinta kepada-Nya atau cinta
kepadanya, mungkin ini takdir Allah bisa saja Allah menyiapkan yang lebih baik untukmu.”
Mendengar hal itu membuat ia semakin sakit, tapi ini harus dihadapi. Setelah kejadian itu,
Sifa memilih untuk memperdalam agamanya agar tidak tidak terjadi lagi, ia juga berhenti
menghubungi Iyan agar ia lebih cepat ikhlas katanya, informasi terakhir yang dia tahu bahwa
Iyan telah lulus dan ia terus melanjutkan hidupnya seperti sebelum dia mengenal Iyan.

Kembali pada saat ini Sifa menjawab pertanyaan Kayra “aku tidak tahu” kemudian ia
menghela nafas “mungkin dia sudah bersama yang lain dan mewujudkan mimpiku pada
orang lain seperti katamu ini mungkin takdir Allah” lanjutnya dan mengakhiri kalimatnya
dengan senyuman. “Kukira kau ikhlas, ternyata cuma terbiasa ya” kata Kayra sambil terkekeh
kecil. “Kayra apakah kau tidak punya pekerjaan lain selain mengejekku, lagian ada apa kau
mencari ku ha”, “santai dong aku cuma mau mengajakmu untuk mengikuti acara dakwah,
kau mau ikut?” Balas kayra, “tentu, kapan acaranya?” ucap Sifa antusias “lusa kita pergi
bersama, katanya ada beberapa ustadz terkenal dan juga ada habib yang datang.” Mereka
terlihat antusias dengan acara itu. Acara itu diadakan di salah satu tempat terkenal Sifa dan
Kayra datang menggunakan gamis, saat mereka tiba di tempat acara mereka langsung masuk
ke gedung. Mereka datang cukup terlambat karena Kayra yang ribet dengan pakaiannya. Saat
mereka berdiri di dekat pintu terdengar suara yang ia kenal tapi Sifa menepis kemungkinan
itu karena tidak ingin berharap lebih, tapi ketika dia berada di dalam ruangan ia terkejut
melihat siapa yang berdiri di atas panggung. Sifa berkata “ternyata benar dia.”

60
Tak Semudah yang dijalani
by Nur Fitrah

Ini ialah kisah dari seorang anak remaja yang beranjak dewasa. Ia hidup di suatu
keluarga kecil yang sederhana. Kehidupan yang dahulunya ia rasakan sangat menyenangkan
dan hampir tidak merasakan kesedihan, kini harus perlahan berubah menjadi kehidupan yang
setiap harinya ia harus merasakan overthinking. Ini tidak hanya perihal soal cinta, tapi ini
juga ialah perihal kehidupan yang memaksanya untuk bisa menjadi orang yang dewasa.

Ia adalah Sari. Seorang gadis yang mempunyai mata bulat dan senyum yang manis.
Sari adalah anak pertama dari dua bersaudara di keluarganya. Keseharian- nya adalah seorang
mahasiswa yang saat ini sudah memasuki semester 5.

Sari hidup di sebuah rumah yang dibilang besar juga tidak, dibilang kecil juga tidak
terlalu kecil. Rumah ini baru saja ia tempati 5 tahun yang lalu. Pada awalnya ia bersama
keluarganya tinggal di sebuah kontrakan di Parepare yang ukurannya jauh lebih kecil dari
rumahnya sekarang. Ia sekeluarga bukanlah asli orang Enrekang, melainkan ia bersama
keluarganya terpaksa merantau ke Enrekang untuk menemani Bapaknya bekerja. Lalu,
setelah beberapa tahun lamanya tinggal di Enrekang, akhirnya rejeki itu datang.

Bapak Sari bisa membeli rumah walaupun masih harus mencicil per bulannya. Sejak
sari masuk ke dalam dunia perkuliahan, kehidupannya mulai berubah. Dari yang mulanya dia
selalu ceria dan menggunakan uang tanpa melihat kebutuhan, bermain sana sini tanpa
memikirkan masa depan, dan saat ini dia dipaksa untuk dewasa karena keadaan. Keadaan
ekonomi keluarga yang mesti benar benar serba hemat. Karena dilihat lagi dari pendapatan
Bapak Sari yang pas-pasan. Bapak sari ialah satu satunya tulang punggung keluarga pasca
Ibunya lama tidak bekerja semenjak hamil adiknya.

Bapak Sari bekerja keras membanting tulang untuk mencukupi kehidupan keluarga.
Dia selalu menjadi tempat curhat bagi Bapak dan Ibunya. Tempat curhat perihal keuangan
keluarga/permasalahan lainnya. Dari situlah pemikiran Sari mulai meradang memikirkan apa
yang dipikirkan oleh kedua orangtuanya. Sari sangat ingin sekali membantu kedua orang
tuanya, namun keadaan Sari saat ini harus menjalani sebuah kewajiban yaitu sebagai
mahasiswa yang masih sulit untuk membagi waktunya.

Pikiran Sari waktu itu berkata “Apakah saya salah mengambil langkah untuk
berkuliah?” karena ia sadar dari ia berkuliah beban yang dirasakan oleh orang tuanya makin
banyak dan berat. Sari mulai memikirkan bagaimana ia harus bisa membantu meringankan
beban kedua orangtuanya.

Dengan berbagai cara ia lakukan untuk mendapatkan sepeser rupiah, ya walaupun


tidak banyak setidaknya bisa untuk mencukupi kebutuhan dirinya sendiri agar tidak meminta
kepada orangtua. Dalam suatu malam Sari pusing dengan pikirannya sendiri, bagaimana bila
aku tidak dapat melanjutkan perkuliahan? Bagaimana bila aku harus keluar dari perkuliahan
karena tidak adanya biaya lagi?

61
Saat itu Sari benar benar merasa pusing dengan keadaannya. Dia tidak pernah merasa
seperti ini sebelumnya. Tidak hanya soal itu, disaat dirinya merasa turun seperti ini tidak ada
yang bisa menampung isi hatinya. Teman-teman terdekatnya sudah memilih jalan mereka
sendiri. Jarang berkomunikasi atau hanya sekedar basa basi. Mereka lebih senang dengan
kehidupan baru mereka yaitu menjadi seorang mahasiswa.

Sari merasa tidak ada semangat untuk bangkit lagi. Hingga pada suatu malam selepa
sholat magrib, aku bersama keluarga makan bersama di ruang tengah. Lalu Bapak dan Ibu
membicarakan pengeluaran dalam tempo waktu sampai aku lulus kuliah.

Dalam percakapan tersebut Bapak berkata kepada adikk , “Dik jika nanti Bapak tidak
bisa menyekolahkan kamu hingga bangku kuliah, kamu jangan benci ya ke
Bapak?” Kamu jangan pernah merasa tidak diperlakukan adil dengan kakakmu. Bapak akan
bekerja keras sekuat tenaga Bapak, tetapi Bapak juga tidak bisa memastikan apakah nanti
kamu bisa kuliah atau tidak.”

Sekejap hatiku terasa begitu sakit mendengar ucapan tersebut. Sesudah itu tiba
muncul keinginan dalam hatiku untuk mencurahkan semua yang aku rasa dan aku inginkan
kepada pemilik kehidupan. Aku segera mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat
isya.

“Allahuakbar” takbir aku ucapkan. Dan serta bacaan sholat yang aku ucapkan, air
mataku menetes. Semakin lama semakin deras hingga aku tersedu sedu. Air mata ini tak
mampu lagi kubendung. Saat aku mendengar perkataan Bapak, tadi seketika air mataku
hampir keluar namun aku tahan.

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh” ibadah shalat kuakhiri dengan


salam. Setelah itu aku mengangkat kedua tanganku dan mencurahkan isi hatiku kepada Allah
hingga aku merasa lega dan tidak lagi menahan sesak di dada.

Entah keajaiban atau memang telah takdirnya, seketika aku berniat untuk tidak lagi
merasakan sepi dan sendiri. Walaupun saya tidak mempunyai teman atau orang dekat yang
bisa menerima keluhku, tetapi aku memiliki Allah yang bisa mendengarkan semua keluhku
dimanapun dan kapanpun itu. Seketika juga aku mempunyai niat yang tulus untuk konsisten
melakukan ibadah untuk melancarkan ridho Allah sampai dengan kepadaku.

Dari sinilah saya belajar banyak hal dan berjanji kepada diriku sendiri untuk selalu
bersyukur apa yang telah kita miliki saat ini. Hidup bukan selalu terus untuk memikirkan
harapan. Tetapi lebih baik kita tetap bisa menjalankan kehidupan kita yang ada di depan saat
ini dengan sebaik-baiknya.

62
Titik Balik dari Sebuah Kesabaran

by Ummil Khaer Kadir 

Hai perkenalkan nama saya Ayu Lestari saya lahir dari keluarga yang sangat
sederhana. Ayah saya adalah seorang buruh bangunan dan ibu saya seorang ibu rumah tangga
yang membantu suaminya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan berjualan kue.
Walaupun ayah saya adalah seorang yang memiliki gelar sarjana tapi gelar tersebut hanya
tinggal gelar, dikarenakan persaingan yang sangat ketat dan dunia kerja yang sangat kejam
pada waktu itu.

  Ayah saya sudah beberapa kali mengikuti tes pegawai negeri akan tetapi hasilnya
nihil yang menjadikan Ayah saya harus bekerja sebagai buruh bangunan untuk menghidupi
keluarga kecilnya, karena ada tanggung jawab besar yaitu menafkahi seorang istri dan dua
orang anaknya.

  Nama Ayah saya adalah Jabar dan Ibu saya bernama Ibu Siti. Kakak saya bernama
Nisa yang beda 4 tahun lebih tua dari saya. Pekerjaan yang dimiliki Ayah saya sebagai buruh
bangunan yang notabenenya kadang bekerja dan kadang tidak sehingga sangat sulit untuk
memenuhi kebutuhan sehari hari, terlebih lagi kakak saya memiliki kelainan yang dibawanya
sejak kecil dan tentunya memerlukan biaya yang besar untuk mengobatinya, dengan cara
tradisional sampai harus bolak balik rumah sakit demi membuat kakak saya tidak merasakan
sakit lagi. Sampai pada suatu hari penyakit kakak saya kambuh yang membuat ayah saya
terpaksa menjual rumah yang menjadi harta satu-satunya yang dimiliki keluarga saya untuk
melakukan pembayaran operasi kakak saya, di situ perekonomian keluarga saya semakin
memburuk yang membuat keluarga saya terpaksa harus tinggal menumpang di rumah saudara
ayah saya.

  Kami tinggal di rumah saudara Ayah saya kurang lebih setengah tahun dikarenakan
banyak sekali insiden tak terduga terjadi yang membuat kami sekeluarga merasa tidak enak
untuk terus menetap di sana, sehingga Ayah saya mengambil keputusan untuk meninggalkan
rumah Tante saya dan mencari tempat lain untuk tinggal.

Saya masih ingat satu waktu di saat kami masih tinggal di rumah saudara Ayah saya.
Om saya kehilangan dompetnya dan Tante saya dengan cepat mengambil kesimpulan bahwa
Ibu sayalah yang mengambil dompet suaminya. Pada saat itu banyak sekali hujatan dan
hinaan yang keluar dari mulut Tante saya, semua perkataan tidak pantas dikeluarkan tanpa
adanya rasa kasihan sedikitpun pada Ibu saya.

Ibu saya hanya bisa menangis tersedu sedu mendengar perkataan tidak pantas dari
Tante saya, satu kalimat yang keluar dari mulut ibu saya waktu itu

“Memang pada saat ini kami sangat butuh uang tapi kami tidak akan pernah mencari jalan
yang haram untuk mendapatkannya”

  Di situ saya juga menangis melihat Ibu saya diperlakukan seperti itu. Diumur saya
yang dulunya masih berusia 4 tahun berusaha melawan Tante saya  dengan menggigit lengan
Tante saya karena saya kasihan melihat ibu saya, yang diperlakukan tidak pantas pada waktu
itu. Tante saya pun murka dengan perlakukan saya, sampai pada saat dia berkata

63
“Dasar anak tidak tau diuntung dan tidak punya sopan santun, memang sifat anak sama Ibu
sama saja, sama-sama tidak tau malu”

  Ayah saya pun langsung membawa saya masuk ke kamar dan berusaha menenangkan
Ibu saya, di situ Ibu saya berusaha meyakinkan Ayah saya bahwa bukan dia yang mengambil
dompet itu dan tentunya Ayah saya  percaya dan yakin bahwa Ibu saya tidak berani untuk
mencuri walaupun dalam keadaan sesulit apa pun.

  Keesokan harinya dompet Om saya berhasil ditemukan oleh salah satu asisten rumah
tangga di rumah itu, dan akhirnya terbukti bahwa bukan Ibu saya yang mengambilnya akan
tetapi tidak ada penyesalan dari Tante saya yang sudah mencaci maki dan merendahkan harga
diri Ibu saya. Nah pada saat itulah Ayah saya memutuskan untuk keluar dari rumah itu dan
berpikir untuk pulang ke kampung dan tinggal dirumah orang tua Ibu saya atau Nenek saya.

  Satu perkataan yang selalu diucapkan Ayah saya kepada kami yaitu Innallaha
ma'ashobirin (Allah bersama orang orang yang sabar).

  Sekitar hampir 2 bulan kami tinggal di desa, Ayah saya menjadi pengangguran karena
di tempat Nenek saya itu di desa, yang mana mata pencaharian warga di desa tersebut adalah
petani, dan Ayah saya tidak bisa melakukan pekerjaan tersebut, malahan Ibu sayalah yang
melakukan pekerjaan sebagai petani, karena dari kecil sudah terbiasa melakukan pekerjaan
tersebut.

  Ayah saya pun tidak tahan untuk tidak bekerja dan hanya menggantungkan hidup
dengan Nenek saya, akhirnya Ayah saya memutuskan untuk kembali ke kota dan mencari
pekerjaan yang baru.

Ayah saya meninggalkan kami bukan tanpa alasan melainkan untuk menghasilkan
uang sehingga anak istrinya bisa makan. Setelah berusaha memasukkan lamaran pekerjaan
dimana mana, akhirnya Ayah saya diterima di salah satu perusahaan milik cina, dan Ayah
saya diberikan fasilitas berupa perumahan sehingga kami semua pindah dan tinggal di
perumahan itu.

  Baru sekitar 1 tahun Ayah saya bekerja di perusahaan itu, cobaan kembali datang
kepada keluarga kami, di mana Ayah saya di PHK dari perusahaan karena perusahaan itu
mengalami kebangkrutan, dan harus mengurangi jumlah karyawannya termasuk Ayah saya.
Kami sekeluarga sedih karena baru saja kami semua merasakan kebahagian kini kembali
merasakan duka seperti beberapa tahun yang lalu, tapi Ayah saya selalu berkata

“Allah punya rencana yang baik untuk kita”

Kami semua pun keluar dari perumahan dan memutuskan untuk tinggal sementara
waktu di rumah Nenek (orang tua ayah saya). Di rumah nenek, Ayah saya disarankan untuk
mengikuti tes pegawai negeri sipil tetapi Ayah saya tidak mau karena trauma sudah beberapa
kali ditolak. Dengan bujukan Ibu dan Nenek saya, akhirnya Ayah saya mau ikut tes pegawai
negeri sipil. Dan dengan berkat rahmat Allah dan doa kami semua, Ayah saya lulus sebagai
pegawai negeri dan ditugaskan di salah satu sekolah menengah pertama di pelosok desa, kami
pun meninggalkan segala hiruk pikuk perkotaan dan menetap di desa.

  Ini adalah awal kebangkitan ekonomi keluarga saya. Semenjak kami tinggal di desa,
Ayah saya berusaha mengumpulkan dana untuk bisa membangun rumah untuk kami dan

64
selalu berusaha untuk mencukupi semua kebutuhan kami. Pada saat itu, Ibu saya kembali ke
profesinya dulu yaitu berjualan kue, kue yang ibu saya bikin Alhamdulillah banyak disukai
oleh  warga desa. Penghasilan Ibu bisa membantu Ayah saya, yang mana gaji Ayah saya
semuanya dimasukkan kedalam dana bangun rumah dan penghasilan ibu saya bisa membantu
kebutuhan kami dirumah.

   Sekitar 2 tahun kami tinggal di desa tempat Ayah saya  ditugaskan. Kami sekeluarga
kembali tertimpa musibah, kakak saya yang saya sayangi pergi meninggalkan kami semua,
seorang kakak yang sangat sabar dan tidak pernah mengeluh walaupun rasa sakit selalu ia
rasakan. Pada saat itu saya berusaha ikhlas melepaskan kepergian Kakak saya.

  Sejak kejadian itu, saya menjadi anak semata wayang, karena saya menjadi anak satu
satunya, sehingga saya merasakan rasa kasih sayang dari kedua orang tua saya begitu besar
dan sangat menaruh harapan besar kepada saya.

  Dari semua momen yang saya lalui saya berusaha menjadi yang terbaik, mulai dari
saya duduk di SD sampai saya menjadi mahasiswa. Saya berusaha untuk mendapatkan
banyak relasi, melatih public speaking saya, dan mampu berprestasi dan bisa membuktikan
bahwa saya bisa bangkit dari keterpurukan.

Pelajaran yang saya ambil dari kisah hidup saya yaitu tidak ada kata terlambat untuk
memulai hal yang baru selama kita masih punya tekad dan semangat yang besar. Setiap ada
rintangan dan hambatan harus dihadapi bukan malah lari dari kenyataan. Jadikan semua
rintangan sebagai cambuk yang membuatmu semangat dan bisa membuktikan kepada dunia
bahwa kamu adalah orang yang kuat dan hebat...

65
Tidak Selamanya Orang Nakal Itu Tidak Sukses dan Tidak Punya Masa
Depan
by Regina Zalshabilah Syam

Kehidupan seseorang memang tidak dapat kita ketahui sekalipun dilihat dengan mata
telanjang itulah hidup.

Romzi merupakan anak dari keluarga yang sederhana, Romzi ini anak kedua dari
pasangan Hj. Asriana dan Syamsudin, bapaknya Romzi ini yang kesehariannya bekerja
sebagai wiraswasta atau penjual daging. Kakak Romzi bernama Rival dan Romzi memiliki
adik perempuan satu-satunya bernama Gina.

Romzi merupakan seorang anak laki-laki yang seringkali berkelahi dengan siapapun
yang ada di sekolah karena Romzi memiliki watak yang gampang marah, cuek, orang selalu
serius jarang bercanda tetapi dia serius terhadap persoalan dan cenderung tidak mudah
terpengaruh isu-isu yang ada di sekitarnya. Berbanding terbalik dari watak kakaknya Romzi.
Justru kakaknya Romzi anaknya kalem, tidak suka berkelahi dan pastinya dia selalu
mendapat rangking yang baik.

Romzi mulai TK sampai duduk dibungkus SMA selalu nakal membuat guru capek
mengahadapinya. Waktu TK, Romzi suka menggigit tangan temannya yang bernama Reza.
Sampai-sampai Reza menangis dan mengadu ke orang tuanya. Besoknya orang tua Reza
tersebut datang ke sekolah dan marah akibat anaknya yang begitu kalem tiba-tiba di gigit oleh
Romzi. Akhirnya sang guru mewakili permintaan maaf atas kelakuan yang Romzi lakukan,
tetapi orang tua Reza tidak terima. Orang tua Reza pengen bertemu dengan orang tua Romzi.

Lalu kemudian sang guru menelpon orang tua Romzi untuk datang ke sekolah.
Kebetulan rumah Romzi dari TK tersebut tidak jauh.

Beberapa menit kemudian, orang tua Romzi datang bertemu dengan orang tua Reza.
Setelah beberapa jam mereka berbincang soal kelakuan Romzi terhadap Reza, orang tua
Romzi meminta maaf atas kelakuan anaknya. Ibu Romzi berkata "Mohon maaf ya bu,
namanya anak-anak suka jahil sama temannya. Kemudian orang tua Reza berkata
"Masalahnya anak ibu sudah beberapa kali menggigit anak saya, tapi saya baru tahu pas
kemarin. Soalnya anak saya itu pendiam tidak mau bicara tentang apa yang ia alami di
sekolah. Ini peringatan terakhir ya bu, tolong dong anaknya di ajarin jangan suka menggigit.
Kalau anak saya kenapa-kenapa ibu mau tanggung jawab?!! Untung saja cuma digigit
bagaimana kalau dia sudah memukul kepala anak saya atau melemparnya dengan barang-
barang yang bisa melukai anak saya.” Ibunya Romzi cuma diam, dan dia cuma bisa meminta
maaf agar kejadian ini tidak akan terulang kembali.

Ketika Romzi SD postur badannya bukan seperti anak SD pada umumnya. Romzi
memiliki badan yang besar dan dia paling tinggi di dalam kelasnya.

Ketika Romzi sudah memasuki SD, orang tua Romzi berharap anaknya tidak akan
nakal lagi ketika masih TK. Dan ternyata Romzi kenakalan mulai bertambah yaitu ia

66
berkelahi dengan kakak kelasnya. Romzi memukul kakak kelasnya karena Romzi anak yang
tidak suka diganggu dan disindir.

Lagi dan lagi Romzi mengambil permasalahan ketika sudah SMP, Romzi sering
masuk ruang BK karena berkelahi entah dengan temannya atau dengan kakak kelasnya. Guru
BK pun capek mengahadapi sikap Romzi yang nakal. Dan akhirnya orang tua Romzi
dipanggil oleh pihak sekolah. Semua guru-guru di SMP nya tidak menyukai Romzi karena
kenakalannya. Bahkan Romzi hampir dikeluarkan dari sekolah. Kemudian kepala sekolah
berbicara dengan orang tua Romzi agar kenakalan tidak diulangi kembali dan Romzi diberi
sanksi yaitu menulis di buku dengan kalimat “Saya tidak akan berkelahi lagi” Ibunya Romzi
berpesan kepada Romzi lalu berkata "Nak, sudah cukup kamu bikin malu ibu. Kamu itu
mulai TK sampai SMP selalu berkelahi. Mau ditaro dimana muka ibu. Kamu mau bikin Ibu
meninggal dengan kelakuan kamu yang sering berkelahi, ibu capek Romzi dengan kelakuan
kamu tiap hari menjadi-jadi.”

Suasana tersebut mengharukan. Dan Romzi meminta maaf kepada Ibunya dan berjanji
tidak akan mengulang perbuatan tersebut.

Ketika telah duduk di bangku SMA, alhamdulillah ibu Romzi sudah tidak di telpon
oleh guru BK. Ibunya setiap hari mengingatkan agar Romzi jangan berkelahi lagi.

Suatu hari ketika sudah pulang sekolah sekitar pukul 15:40 Romzi ditantang berkelahi
sama kakak kelasnya. Tetapi saat itu Gina juga sudah pulang sekolah jadi, Romzi mengantar
Gina pulang ke rumah lalu Romzi pergi ke tempat perkelahian tersebut.

Sesampainya Gina di rumah, Romzi berkata ke Gina “Abang pergi dulu ya Gin”

Gina kemudian berkata “mau kemana? Gina nanti mau pergi ngaji, yang anter siapa?”

Kemudian Romzi bilang “bapak aja yang anter ya, abang ada urusan sebentar”

Perasaan Gina tidak enak dan merasa akan ada kejadian yang Romzi lakukan.

Kejadian tersebut karena si kakak kelas ini memulai duluan pertengkaran dan tingkah
lakunya sangat songong yang mengakibatkan Romzi marah. Dan Romzi tipe orang yang
tidak suka diperlakukan seperti itu dan akhirnya mereka berkelahi di tempat sepi.

Biasanya kalau Gina sudah pulang kerumah berarti Romzi juga harus ada dirumah.
Saat itu ibu tidak ada dirumah dan ibu tidak mengetahui kalau pada saat pulang sekolah
Romzi tidak di rumah. Lalu bapak bertanya kepada Gina "Nak, abangmu mana"? Kemudian
Gina berkata ''Abang keluar, pak. Katanya ada urusan.”

Beberapa hari kemudian ibu Romzi mendapat video yang dikirimkan oleh seseorang.
Video tersebut adalah perkelahian antara Romzi dan kakak kelasnya.

Ibu Romzi sangat shock, kecewa dan sedih ketika melihat video tersebut berisikan
Romzi dan kakak kelasnya berkelahi. Ibu Romzi berkata " Ya Allah ini anak, bener-bener
gak mendengar apa kata ibu, padahal kamu sudah janji sama ibu gak bakal mengulangi hal

67
tersebut. Tapi kamu malah mengingkari janji tersebut. Ibu sangat kecewa Romzi.” Ucap sang
Ibu. Seketika keluarga-keluarga lainnya melihat video tersebut dan kaget melihat Romzi
berkelahi seperti itu.

Malam hari, ibu Romzi menelpon Romzi lalu berkata "Tadi siang, ibu dapat chat dari
seseorang yang berisikan video berkelahi kamu. Kenapa kamu mengingkari Janji kamu,
Romzi!! Kapan kamu bisa membuat ibu bangga? Ibu capek melihat sikap kamu yang
semakin menjadi-jadi. Romzi berkata "Dia duluan bu, Romzi gak suka direndahkan seperti
itu dan dia sangat songong. Tadinya Romzi gak mau berkelahi tapi karena sikapnya yang
songong, jadi yaudah Romzi lawan. Biar dia kapok dan jangan suka merendahkan orang
lain.”

Ibu Romzi berkata dengan suara capek dan pasrah "mau jadi apa kamu kalau sering
berkelahi, Ibu sering dipanggil di sekolah karena sikap kamu. Kapan kamu bisa
membanggakan Ibu, nak? Ibu benar-benar capek dengan sikap kamu yang tidak pernah
berubah.” Lagi-lagi Romzi cuma bisa meminta maaf kepada ibunya.

Romzi setiap hari berangkat ke sekolah bersama adiknya yang bernama Gina
menggunakan motor manual dikarenakan satu sekolah dan usianya berselisih 1 tahun.

Sesampainya di sekolah Romzi teringat bahwa ia lupa membawa topi padahal hari itu
adalah hari senin yang dimana seluruh siswa-siswi dan guru wajib mengikuti upacara
bendera.

Kemudian Romzi bertanya kepada Gina “Dek, perlengkapan upacara kamu lengkap
kan, pakai dasi dan bawa topi juga?” Ucap Romzi.

Gina menjawab " Lengkap kok bang, inikan emang hari senin, Gina sudah siapin
daritadi malam bang"

Kemudian Romzi lega mendengar bahwa gina pakai dasi dan bawa topi juga, lalu
Romzi menjawab “Syukurlah kalau kamu bawa, yasudah kamu masuk duluan, Kakak masih
menunggu temen nih " ucap Romzi yang sedang berbohong kepada adiknya.

Gina menjawab “kenapa enggak tunggu di dalam saja bang? Kan sebentar lagi
gerbang akan ditutup. Ayo-ayo masuk bareng Gina” Gina masih belum mengetahui kejadian
yang sebenarnya bahwa Romzi tidak membawa dasi dan topi.

Romzi kemudian menjawab “kamu duluan saja, dek. Kakak masih mau disini kan
enggak jauh juga tempat kakak berdiri dengan gerbang sekolah.”

Gina langsung meng-iyakan kata romzi “Yasudah Gina duluan ya kak, awas ya kakak
tidak ikut upacara, aku ngadu ke ibu nih.”

Romzi mengatakan “i-iya iya aku ikut kok, masa enggak ikut.”

68
Gina pun berjalan masuk ke sekolah kemudian langkahnya baru ke-5 dia tiba-tiba
berlari kembali menuju ke arah Romzi dengan suara lantang mengatakan “jangan-jangan
kakak tidak membawa dasi dan topi ya?”

Kemudian dia menggeledah kantong baju, celana sampai-sampai membuka tas Romzi
untuk mencari dari dan topi. Romzi dengan sedikit kesal terhadap Gina karena suara nya
lumayan berisik. Sampai-sampai pak satpam ikut menoleh ke arah Gina dan Romzi yang
sedang berdebat. Tetapi Romzi tetap mengikuti upacara bendera, mungkin ia meminjam
punya temennya.

Kejadian tersebut yang terakhir kalinya Romzi perbuat dan Romzi bersungguh-
sungguh tidak akan mengulangi nya dan mau berubah.

Setelah lulus sekolah Romzi bercita-cita ingin menjadi polisi lalu diarahkan kepada
Ibu dan Bapaknya untuk mendaftar polisi. Lalu kemudian Romzi sering berlatih, belajar
kemudian berolahrga untuk persiapan tes polri. Kemudian tes polri nya sudah terbuka dan
Romzi mendaftar dibantinglah oleh sang kakak yang pertama bernama Rival. Karena
sebelumnya Rival sudah mendaftar tetapi selalu gagal di tahap akhir untuk ke 3 kalinya.
Singkat cerita, setiap Romzi mau pergi tes polri dia selalu meminta doa restu kepada Ibu,
Bapak dan keluarga besar. Tes demi tes yang Romzi lalui, Alhamdulillah dia selalu di
mudahkan setiap tes dan pada saat tes terakhir yaitu pantukhir dimana tahap terakhir ini
banyak yang membuat semua casis (calon siswa) gugur. Kemudian Romzi menangis dan
ketar ketir dengan tahap terkait tersebut dan berdoa kepada Allah kemudian meminta doa
restu kepada orang tuanya. Dan finally, Romzi lulus tes Polri dimana untuk wilayah Sulsel
hanya menerima kouta kelulusan sebanyak 11 orang dan nama Romzi masuk. Syukur
Alhamdulillah Romzi lulus dan mengikuti pendidikan selama 5 bulan. Keluarga sangat
bangga terhadap pencapaian Romzi yang tidak sia-sia mulai berlatih, check up, dan pastinya
berdoa.

Didalam pendidikan tersebut para casis dilatih fisik, metal dan wawasan bagaimana
mencerminkan polisi yang baik dan mengayomi masyarakat.

Tibalah saatnya pendidikannya telah selesai dan seluruh casis akan melakukan
pelantikan. Dan sebutannya bukan lagi casis tapi menjadi Bripda. Dimana hal ini membuat
semua keluarga senang dan tidak menyangka bahwa Romzi bisa ada di titik itu. Yang
dulunya nakal, membuat ibunya malu. Tetapi dengan kegigihan, usaha agar berubah menjadi
lebih baik dan berdoa meminta restu agar dimudahkan jalannya.

H-2 Romzi sebelum pelantikan, Romzi mengirimkan pesan melalui Whatsapp kepada
ibunya mengatakan "Bu, Romzi telah menyelesaikan pendidikan ini dengan baik.
Pelantikannya tinggal 2 hari bu. Ibu pernah bilang kapan kamu bisa membuat ibu bangga dan
kapan bisa nama ibu dipanggil dengan hal-hal yang baik dan membanggakan :').
Alhamdulillah Romzi bisa di titik sekarang berkat do'a ibu dan bapak. Terima kasih ya bu
atas jasa dan pengorbanan yang ibu lakukan demi Romzi.”

69
Membaca hal itu membuat ibu menangis terharu dan bangga terhadap Romzi. "Dan
ibu harap Romzi menjadi Anggota Polri yang baik, sholeh, dan patuh ya nak. Selamat anakku
atas pencapaiannya yang tidak sia-sia. I'm proud of you. Love you my son.” tulis Ibu
membalas chat Romzi.

70
Waktu Singkat
by Munawir Hamid

Di pagi yang masih buta, terlihat Nero sudah berangkat ke sekolah dengan berjalan
kaki. Tatapan matanya saat berjalan seolah-olah memperhatikan lingkungan sekitarnya.

“Em... kalau aku berangkat dengan kecepatan langkah kakiku 1 m/s dan dengan jarak yang
kutempuh 1 km , maka waktu yang kubutuhkan untuk sampai ke sekolah sekitar 17 menit.”

Nero merupakan siswa cerdas dan yang paling cepat datang ke sekolah dibandingkan
dengan siswa lainnya. Tapi hari itu berbeda dengan hari biasanya. Saat Nero berjalan menuju
ke kelasnya terdengar suara seseorang mengutak-atik bangku kelas. Ia langsung memelankan
langkah kakinya dan memergoki seseorang.

“Hei...!” Teriak Nero.

Orang tersebut berbalik dan berkata “apasih bikin kaget aja”

Dia ternyata teman satu kelasnya Nero yaitu Lily yang sedang membersihkan ruang
kelas. Lily merupakan siswa kedua tercepat datang ke sekolah setelah Nero.

“Tumben kamu datang lebih cepat dari aku.” Ucap Nero yang merasa tertantang.

“Memangnya kenapa kalau aku datang cepat ?, tidak ada aturan yang melarang kan” Jawab
Lily dengan cuek.

“Meskipun tidak ada aturan tapi pasti ada alasan mengapa kamu datang lebih cepat, karena
sesuatu yang tiba-tiba berubah pasti memiliki sebab tertentu.”

Lily terdiam dan melanjutkan membersihkan kelasnya. Melihat tidak ada respon dari
Lily, Nero langsung duduk di bangkunya, lalu berniat membantu Lily membersihkan kelas,
tapi Nero seketika tersadar bahwa ternyata kelasnya sudah bersih.

“Eh.. kalau kelasnya sudah sebersih ini artinya Lily datang sangat cepat ke sekolah” Kata
Nero dalam hati dengan dipenuhi banyak pertanyaan di pikirannya.

Teman sekelas Nero mulai berdatangan satu persatu, dan mengucapkan perkataan
yang sama

“Terimakasih Nero sudah membersihkan kelas”

“Eh.. bukan aku yang bersihin kelas, tapi Lily” Nero berusaha untuk menjelaskan bahwa
bukan dia yang membersihkan kelas.

Tapi karena dia yang selalu datang paling awal, maka perspektif teman-temanya
menganggap Nero hanya berpura-pura menolak pengakuan telah membersihkan kelas karena
tidak ingin sombong. Akhirnya Nero hanya bisa pasrah dan Lily juga tidak
memperdulikannya.

71
Teng....teng.....teng....,” Bunyi jam istirahat yang merambat melalui udara.

Seperti biasa Nero memakai jam istirahat untuk membaca buku di perpustakaan dan
kebetulan Lily juga ada disana. Karena penasaran dengan tingkah laku Lily, Nero berusaha
untuk mendekatinya lagi.

Sifat Lily dikelas memang tidak mencolok, tapi menurut pandangan Nero, Lily
merupakan anak yang pintar bahkan bisa menyaingi kepintaran Nero.

Akhirnya Nero mengambil buku Albert Einstein, lalu mendekati Lily.

“Ehem.. Lily sebenarnya apa yang terjadi padamu, mengapa kamu menyembunyikan
kepintaranmu?”

“Aku bukanlah sepintar seperti perkiraanmu, lagipula kamu tahu kan aku peringkat berapa?”
Lily menjawab sambil tetap membaca bukunya.

“Albert Einstein berkata pada buku ini ‘semua orang jenius, tapi jika kamu menilai seekor
ikan dari kemampuannya memanjat pohon, ia akan menjalani hidupnya dengan percaya
bahwa itu bodoh’, jadi kamu pasti memiliki potensi” Nero mencoba membujuknya.

“Lebih baik kau fokus pada tujuanmu, tak usah memperdulikan ku” Lily tetap saja cuek
kepada Nero.

Seberapapun Nero mencoba mengetahui sosok Lily ujung-ujungnya tidak pernah


membuahkan hasil. Sampai ketika perhatian Nero tertuju pada buku yang dibaca Lily. Ia
melihat buku tentang "cara menjaga kesehatan paru-paru". Nero langsung mengarahkan
pembicaraannya terkait paru-paru.

“Salah satu penyakit berbahaya di dunia yaitu kanker paru-paru.”

“Eh.. kamu tahu kanker paru-paru?” Tanya Lily, dengan ekspresi serius menatap Nero.

“Yess.. akhirnya aku melihat kamu serius” Nero sangat senang.

“Cepat katakan apa yang kau tahu tentang penyakitnya tersebut!” Tanya lily dengan tegas.

“Apa yang membuatmu tertarik pada penyakit tersebut?” Nero bertanya karena penasaran.

“Yang kuinginkan jawaban bukan pertanyaan”

“Cara yang paling simpel yaitu dengan makan makanan sehat seperti buah-buahan, serta
dibarengi dengan olahraga secara rutin”

“Oh.. seperti itu caranya” Sambil tersenyum.

“Kamu ini memang orang yang aneh dan agak sedikit gila.” Nero mencoba mencairkan
suasana.

“Ihh.. aku tidak gila” Dengan muka yang memerah..

72
Mereka berdua tertawa bersama, bagaikan burung yang terbang bebas dilangit,
Namun seketika atmosfer berubah, ketika Lily mengalihkan pembicaraan.

“Terimakasih Nero, kamu sudah membuatku bahagia di waktu yang singkat ini” Ucap Lilly
sambil menghela nafas.

“Aku berjanji akan membuatmu bahagia dan selalu ada di saat kamu membutuhkanku” Ucap
Nero dengan tatapan serius

“Tidak usah berjanji, ini sudah cukup bagiku”

Belum sempat menanyakan maksud dari perkataan Lily, terdengar bunyi


“Teng...teng....teng,” yang menandakan waktu istirahat selesai. Mereka bergegas kembali ke
kelas, di dalam kelas Nero terus memikirkan setiap perkataan Lily, seolah-olah ada hal lain
yang disembunyikan olehnya. Hingga mereka pulang sekolah, tiba-tiba Lily memberi sebuah
surat.

“Surat ini kamu buka, ketika merasa sedih nantinya” dengan senyuman manis yang belum
pernah terlihat sebelumnya.

“Lily, apa yang sebenarnya terjadi? Sampai saat ini aku tidak mengerti maksud dari semua
perkataan kamu”

“Suatu saat kamu akan mengerti,” ucap Lily sambil meninggalkan Nero.

Keesokan harinya, Nero berangkat ke sekolah lebih cepat dari yang biasanya. Nero
Berharap bisa lebih cepat datang dibandingkan dengan lily.

“Yess..akhirnya aku lebih cepat datang daripada Lily” dengan ekspresi sangat senang

Nero menunggu Lily datang agar bisa menyombongkan diri, namun sampai jam
masuk Lily tak kunjung datang. Hingga seorang guru masuk ke kelas yang ternyata wali
kelas Nero dan Lily.

“Anak-anak, Lily tidak lagi ke sekolah dan tidak akan pernah bertemu kalian,” ucap guru
wali kelas dengan air mata yang terus mengalir di pipinya.

“Kenapa Bu?” Nero bertanya dengan firasat yang buruk.

“Lily telah meninggal karena penyakit kanker paru-paru yang dideritanya”

Suasana kelas berubah menjadi sunyi, saking sunyinya yang terdengar hanya suara
dengung. Nero merasa terpukul karena tidak mengetahui bahwa ternyata terdapat kanker
yang menggerogoti tubuh Lily. Saat itu pula Nero langsung tersadar semua maksud dari
perkataan Lily yang seolah-olah memberi salam perpisahan untuk selamanya.

“Seandainya aku tahu dari awal tentang ini, akan kuciptakan sebuah ramuan yang mampu
menyembuhkan Lily” Kata Nero dengan di penuhi rasa sesal.

Nero pun teringat pada surat yang diberikan Lily kemarin dan membukanya

73
“Terimakasih telah membuatku bahagia di waktu yang singkat ini, berkatmu aku dapat
merasakan kesenangan hidup yang sudah lama hilang. Aku berharap jika dilahirkan kembali
akan kucoba untuk menikmati hidup lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Selain itu kamu
tidak perlu merasa bersalah, karena ini semua sudah takdirku.”

Surat dengan tulisan rapi itu membuat Nero merasa lega sekaligus terharu. Meskipun
hanya singkat, setidaknya ia mampu membuat Lily bahagia.

74
PENULIS:

Nur Alyah, Nurfaisah, Muh. Resky Ramdhani, Annisa Alma Padliana, Adinda Putri
Puspitasari, Nurastri Rahmadani, Sabrina Nur Awalya, Rahman, Nur Azisa, Ika Fatmawati
Syarifuddin, Ryan Azis, Suci Akfi Ananta, Nur Azisa, Halfiah Gau, Febri Annisa, Nur Atira
Apriliani, Putri Nur Ramadhani, Asriani Sukiman, Alfiah Adawiyah, Fahira Jufri, Nur Fitrah,
Ummil Khaer Kadir, Regina Zalshabilah Syam, Munawir Hamid.

75

Anda mungkin juga menyukai