Anda di halaman 1dari 87

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Minyak bumi termasuk salah satu sumber daya yang penting dan menjadi

sumber energi utama sebagai bahan baku industri, transportasi, bahan pembuatan

perabotan rumah tangga dan sebagainya. Minyak bumi berupa campuran

hidrokarbon yang terbentuk jutaan tahun lalu sebagai hasil penguraian bahan

organik dari hewan maupun tumbuhan. Minyak bumi memiliki wujud berupa

cairan kental berwarna hitam yang ditemukan di cekungan dalam kerak bumi

dengan kandungan campuran senyawa yang sangat kompleks dari senyawa

hidrokarbon dan non-hidrokarbon. Penggunaan minyak bumi sebagai bahan baku

industri semakin lama semakin meningkat karena hasil dari industri tersebut

merupakan kebutuhan manusia sehari-hari seperti solar, bensin, elpiji, diesel dan

lain sebagainya (Marsaoli, 2004: 116).

Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat membuat

kegiatan industri juga berkembang. Industrialisasi memiliki peranan penting


dalam kemajuan dan pembangunan negara maju. Minyak bumi termasuk sumber

energi yang penting dan menjadi bahan yang dibutuhkan dalam kegiatan industri,

transportasi dan berbagai aktivitas rumah tangga. Bahan bakar diesel termasuk

salah satu hasil industri yang berkembang pesat saat ini. Aktivitas industri minyak

diesel meliputi pengelolaan, proses produksi, distribusi dan penggunaan pada alat-

alat transportasi. Selain itu, seiring berjalannya waktu pengolahan minyak

menjadi produk lain semakin lama semakin meningkat seiring meningkatnya

pertumbuhan penduduk dan perkembangan teknologi yang semakin canggih,

misalnya Pertamina Dex dan Dexlite yang mengandung campuran minyak bumi

dan minyak nabati dan dirancang untuk mengurangi emisi gas buang,

1
2

meningkatkan kinerja mesin, mencegah korosi pada tangki bahan bakar mesin dan

sebagainya (Sayuti, dkk., 2016: 563).

Diesel termasuk salah satu produk olahan minyak bumi yang dibuat

dengan metode destilasi fraksional dengan menggunakan suhu 200 °C hingga

350°C. Diesel atau solar merupakan sumber energi tak terbarukan berupa bahan

bakar cair yang digunakan pada motor bakar diesel “compression ignition” atau

mesin diesel yang menggunakan sistem pemadatan yang menimbulkan panas dan

tekanan yang tinggi sehingga terjadi pembakaran minyak diesel yang

disemprotkan dari injektor di dalam ruang bakar. Penggunaan minyak diesel

umumnya digunakan dalam mesin transportasi, baik transportasi darat, laut

maupun udara (Solikhah, dkk., 2020: 10) .

Seiring perkembangan zaman, pengolahan minyak bumi semakin lama

semakin meningkat. Hal ini dikarenakan kebutuhan dan penggunaan minyak

dalam keperluan transportasi, industri, aktivitas rumah tangga dan sebagainya

semakin meningkat, diantaranya minyak tanah, avtur, solar. Minyak diesel dan

bensin. Meskipun memiliki banyak manfaat bagi manusia, namun dalam aktivitas

tersebut sering kali terjadi peningkatan kapasitas polutan sebagai hasil samping

yang berdampak buruk bagi lingkungan dan organisme hidup. Salah satu

contohnya adalah adanya tumpahan minyak (oil spill) yang disebabkan karena

kebocoran pipa, tingginya kapasitas pengisian minyak pada kapal-kapal

transportasi laut atau pembuangan minyak jelantah di tanah menyebabkan

penurunan kualitas lingkungan sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana

peruntukannya. Adanya komponen-komponen minyak bumi yang mencemari

lingkungan menyebabkan perubahan badan lingkungan baik secara fisik, biologis

ataupun kimia mempengaruhi ekosistem.


3

Lingkungan yang tercemar oleh minyak bumi dan turunannya merupakan

masalah yang sering dijumpai di area lokasi penambangan minyak. Minyak yang

tumpah ke dalam tanah atau perairan menyebabkan terjadinya pencemaran

lingkungan. Pencemaran tersebut akan membuat tanah memiliki kandungan hara

mineral yang sangat rendah dan senyawa hidrokarbon yang sangat tinggi. Hal

tersebut dikarenakan keberadaan hidrokarbon pada tanah akan menghambat

pertumbuhan dan proses fotosintesis tanaman (Rahayu, dkk., 2019: 135).

Sedangkan dampak pencemaran minyak pada perairan yaitu dapat merusak

ekosistem laut karena memiliki kandungan kimia berbahaya yang dapat

mempengaruhi kehidupan biota laut (Ahyadi dkk., 2021: 20). Selain itu, dampak

lain yang ditimbulkan seperti kerusakan ekosistem laut diantaranya nekton dan

plankton, mempengaruhi intensitas fotosintesis tumbuhan laut, kematian

organisme laut, budidaya laut terganggu dan sebagainya. Minyak dapat

terakumulasi pada lapisan perairan yang umumnya terdapat beberapa organisme

hidup sehingga kemungkinan dapat masuk ke dalam jaringan sel hidup dan

terakumulasi sehingga bersifat toksik (Sayuti dan Suratni, 2016: 320).

Pencemaran lingkungan menimbulkan masalah dan mempengaruhi

kehidupan organisme lainnya. Pencemaran ini juga didasarkan atas perbuatan

manusia. Hal ini telah dijelaskan dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 11-12

yang berbunyi:

         


        

Terjemahnya:
“dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan
di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami orang-orang yang
4

mengadakan perbaikan". Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang


yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.”
Menurut al-Mahalli dan as-Suyuthi dalam tafsir Jalalain (2007), Dan jika

dikatakan kepada mereka (orang-orang munafik tadi). Janganlah membuat

kerusakan di bumi (dengan kekafiran dan menyimpang dari keimanan) mereka

berkata: Sesungguhnya kami berbuat pembaharuan dan apa yang kami perbuat

bukanlah kerusakan. Yang Maha Kuasa menjawab untuk menyanggah pernyataan

mereka dan untuk memperingati bahwa mereka adalah orang-orang yang

merusak, tetapi mereka tidak menyadarinya.

Menurut al-Qarni Aidh dalam Tafsir Muyassar (2007), tindakan kerusakan

yang dilakukan oleh sekelompok orang munafik merupakan upaya mereka dalam

memfitnah dan berbuat tipu daya untuk umat islam. Mereka berbuat maksiat,

menghina, melanggar aturan dan berpaling dari agamanya melahirkan kekacauan

dan merusak tatanan dunia. Apabila ada orang beriman berkata ke mereka

“janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi” yang maksudnya melakukan

kemunafikan. Mereka menjawab “sesungguhnya Kami orang-orang yang

mengadakan perbaikan”. Maka Allah swt. menegaskan bahwa mereka berbohong.


Mereka orang yang munafik tidak menyadari hal itu. Tindakan seperti itu akan

membawa mafsadat bagi orang lain. Allah swt. telah menegaskan bahwa mereka

yang berbuat kerusakan bukanlah orang yang beriman.

Secara umum, agama islam dan lingkungan memiliki hubungan yang erat.

Allah swt. telah menciptakan alam beserta isinya yaitu organisme hidup dan

lingkungan yang seimbang. Keseimbangan tersebut perlu dijaga untuk mencegah

terjadinya kerusakan. Agama telah mengajarkan seluruh ummatnya untuk peduli

dan menjaga lingkungan. Namun, sebagian pihak mementingkan untuk

mengembangkan teknologi dan industrialisasi yang umumnya berkontribusi pada

peningkatan akumulasi kontaminan hidrokarbon di lingkungan. Kerusakan yang


5

terjadi di alam dapat memberikan efek buruk bagi organisme hidup lainnya.

Berbagai pencemaran seperti tumpahan minyak sering dijumpai di alam sekitar.

Oleh sebab itu, perlu adanya upaya pencegahan serta mengadakan perbaikan

untuk mengatasi masalah pencemaran tersebut (Safrilsyah dan Fitriani, 2014: 62).

Berbagai upaya dan teknik yang telah dilakukan dalam mengatasi masalah

pencemaran tumpahan minyak di perairan baik secara kimia, fisika maupun

biologi. Pencegahan secara fisika biasanya dilakukan dengan cara membatasi

penyebaran tumpahan minyak dengan pelampung pembatas lalu ditransfer melalui

oil skimmer ke dalam suatu tangki atau balon sebagai reservoir. Setelah limbah

terkumpul maka dilanjutkan dengan teknik kimia untuk meminimalkan limbah

tumpahan minyak dengan menggunakan senyawa kimia yang berfungsi sebagai

pendegradasi minyak. Sedangkan pengelolaan limbah minyak secara biologi dapat

dilakukan dengan cara bioremediasi. Bioremediasi biasanya memanfaatkan

mikroorganisme sebagai pendegradasi minyak (Sudrajat, dkk., 2015: 102).

Bioremediasi termasuk salah satu alternatif untuk mengatasi pencemaran

limbah minyak dengan menggunakan mikroorganisme dalam mendegradasi

minyak yang biasanya disebut sebagai mikroba pendegradasi hidrokarbon.

Mikroba tersebut menghasilkan agen aktif seperti biosurfaktan yang dapat

mengemulsi hidrokarbon dalam larutan dan menguraikan limbah baik organik

atau anorganik sesuai kebutuhan hidup bakteri. Setelah jangka waktu tertentu,

kandungan limbah yang telah disebari oleh mikroba akan berkurang dan bahkan

hilang (Hasyimuddin, dkk., 2016: 41-42).

Mikroorganisme seperti bakteri dapat digunakan dalam proses

bioremediasi untuk memecah senyawa tertentu yang terkandung dalam minyak

bumi. Beberapa penelitian terdahulu memperoleh babarapa jenis bakteri yang

memiliki kemampuan mendegradasi hidrokarbon yaitu Agrobacterium,


6

Alcaligenes Bacillus, Burkholderia, Flavobacterium, Moraxella, Mycobacterium,

Pseudomonas, Rhodococcus dan Sphingomonas. Bakteri tersebut memiliki

kapasitas enzimatik untuk berasosiasi dengan hidrokarbon, sehingga efektif untuk

digunakan dalam proses degradasi kompleks hidrokarbon di lingkungan yang

terkontaminasi minyak. Bakteri-bakteri yang mampu mendegradasi minyak

disebut sebagai bakteri hidrokarbonoklastik (Rahayu dkk., 2019: 135).

Mikroba pendegradasi secara alami atau bercampur dengan mikroba

lainnya dapat ditemukan di lingkungan yang telah tercemar ataupun di tempat

pengelolaan limbah. Dalam proses bioremediasi, mikroba yang memiliki

kemampuan dalam menghancurkan polutan atau kontaminan yang berbahaya dan

mengubah strukturnya menjadi bentuk yang ramah lingkungan (tidak berbahaya).

Mikroba tersebut bertindak sebagai biokatalis yang mampu menghilangkan

kontaminan dari berbagai bahan dan menghasilkan energi dan nutrisi untuk

memperbanyak sel bakteri. Pada beberapa kasus, proses biodegradasi minyak

biasanya sering menggunakan mikroba dengan monokultur dibanding dengan

kultur campuran, sehingga dalam memperoleh kultur murni dapat dilakukan

isolasi mikroba (Hasyimuddin, dkk., 2016: 42).

Isolasi bakteri termasuk salah satu metode yang digunakan dalam

mendapatkan bakteri murni. Isolasi mikroba melibatkan pemisahan atau

pemindahan mikroba tertentu dari lingkungan alaminya dan menumbuhkannya

pada media buatan sehingga diperoleh kultur murni. Kultur murni merupakan

kultur dimana sel-sel mikroba dihasilkan dari pembelahan sel tunggal. Isolasi

dapat dilakukan dengan cara gores (streak-plate), sebar (spread-plate) atau tuang

(pour-plate). Isolasi dan seleksi awal dapat menentukan bakteri mana yang benar-

benar penting dan digunakan secara khusus untuk menangani pencemaran

tumpahan minyak di lingkungan (Mikdarullah dan Nugraha, 2017: 11).


7

Isolasi bakteri pendegradasi diperoleh dari kawasan yang terkontaminasi

tumpahan minyak di tanah. Penelitian oleh Hossain dkk. (2022: 215) menunjukan

bahwa terdapat berapa isolat bakteri yang berpotensi digunakan sebagai bakteri

pendegradasi minyak yaitu Acinetobacter sp., Enterobacter sp. dan Pseudomonas

sp. yang diisolasi dari lahan yang telah terkontaminasi oleh minyak bumi. Potensi

pendegradasi hidrokarbon dilihat dari kemampuan isolat yang dapat tumbuh

dengan baik pada substrat hidrokarbon. Berdasarkan hasil pengukuran

biodegradasi minyak dapat diketahui bahwa semua isolat menunjukkan

kemanjuran degradasi mereka dalam 4% v/v minyak diesel dan 8% v/v oli mesin

yang dibakar. Pertumbuhan tertinggi dari semua isolat ditemukan pada pH 7,0 dan

suhu 37 °C optimal untuk pertumbuhan bakteri yang diisolasi. Isolat tersebut

terbukti dapat mendegradasi sejumlah oli mesin dan diesel serta dapat

diaplikasikan ke dalam di lingkungan yang tercemar.

Terdapat beberapa manfaat yang diperoleh dari mikroorganisme

pendegradasi minyak, antara lain populasi alami sudah beradaptasi dan

berkembang dengan baik di lingkungannya dan kemampuan untuk menggunakan

hidrokarbon telah disebarkan dalam populasi mikroba. Populasi ini terbentuk

secara alamiah dan di daerah tercemar yang jumlah mikroba cukup tidak perlu

lagi ditambahkan untuk membantu degradasi. Kemampuan bakteri tersebut dapat

ditingkatkan dengan cara membuat kultur campuran (Sudrajat, dkk., 2015: 102).

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan isolat dari mikroba

pendegradasi dari minyak diesel dan kemudian mengidentifikasinya secara

makroskopis, mikroskopis dan uji biokimia. Isolasi bakteri dilakukan dengan

menggunakan metode pengenceran bertingkat. Tujuan metode ini yaitu untuk

meminimalkan dan melepaskan sejumlah mikroorganisme yang tersuspensi dalam

cairan sehingga membentuk koloni dalam cawan yang dapat diukur setelah
8

diinkubasi. Penelitian sebelumnya oleh Handayani dan Zulfiati (2020: 22-23)

melakukan metode pengenceran bertingkat dalam isolasi dan pemurnian mikroba.

Pengenceran dilakukan 10-1 hingga 10-7 menggunakan akuades (H2O) untuk

mengurangi jumlah mikroba sehingga pertumbuhan koloni yang terbentuk tidak

terlalu rapat sehingga memudahkan dalam isolasi dan mengamati mikroba.

Metode ini juga digunakan untuk membuat atau menghasilkan larutan yang lebih

encer dan akan menghasilkan kurva konsentrasi. Berdasarkan hasil penelitiannya

disimpulkan bahwa tingginya pengenceran dapat memperkecil pertumbuhan

koloni mikroorganisme sehingga jenis mikrobanya sedikit dan memiliki bentuk

dan warna yang sama.

Identifikasi dilakukan dengan secara makroskopis, mikroskopis dan

biokimia. Identifikasi secara makroskopis meliputi ukuran, bentuk koloni, elevasi,

tepi dan warna koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media salt medium (MSM).

Pengamatan secara mikroskopis meliputi pewarnaan gram dan tes endospora.

Tujuan identifikasi makroskopis untuk mengamati karakteristik isolat tersebut,

sedangkan identifikasi secara mikroskopis untuk melihat fragmen atau komponen

spesifik pada isolat. Identifikasi secara biokimia dapat dilakukan melalui beberapa

pengujian yaitu uji katalase, uji H 2S, uji motilitas, uji indol, uji methyl-red, uji

asam sitrat dan sebagainya. Identifikasi ini bertujuan untuk mengamati interaksi

biomolekul yang terjadi pada isolat tersebut yang menunjukkan sifat-sifat

kehidupan bakteri (Kurahman dkk., 2020: 226-227).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian tentang

isolasi bakteri pendegradasi hidrokarbon dari diesel. Penelitian ini diharapkan

dapat menghasilkan isolat bakteri yang bisa digunakan untuk mengurangi dampak

pencemaran tumpahan minyak di lingkungan. Selain itu, diharapkan juga dapat

dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian lainnya.


9

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana cara mengidentifikasi isolat bakteri secara makroskopis,

mikroskopis, dan uji biokimia yang berpotensi dalam mendegradasi

hidrokarbon?

2. Bagaimana kemampuan isolat bakteri dalam mendegradasi hidrokarbon?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Mengetahui cara mengidentifikasi isolat bakteri secara makroskopis,

mikroskopis, dan uji biokimia yang berpotensi dalam mendegradasi

hidrokarbon.

2. Mengetahui kemampuan isolat bakteri dalam mendegradasi hidrokarbon.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat pada penelitian ini adalah memberikan wawasan dan informasi

ilmiah kepada mahasiswa dan masyarakat tentang isolat bakteri yang mempunyai

kemampuan untuk mendegradasi minyak di perairan. Selain itu, penelitian ini

merupakan upaya dalam pemulihan lingkungan akibat pencemaran minyak di

lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Minyak dan Tumpahan Minyak


Minyak bumi merupakan cairan pekat yang dapat ditemukan di lapisan

atas kerak bumi yang merupakan hasil dari proses alami berupa hidrokarbon pada

temperatur dan tekanan atmosfer dalam fase cair atau padat yang diperoleh dari

proses penambangan seperti aspal dan bitumen, tetapi batu bara dan endapan

hidrokarbon lainnya di luar dari kandungan migas (minyak dan gas alam) tidak

termasuk. Bahan hidrokarbon berasal dari senyawa organik dari zooplankton atau

protozoa yang telah lama berada di perut bumi jutaan tahun. Proses pencampuran

dan pembentukan senyawa dari unsur-unsur yang terdapat di lingkungan dengan

suhu dan tekanan kritis akan membentuk minyak bumi (Hadi, dkk., 2021: 249).

Minyak bumi merupakan senyawa hidrokarbon yang tersusun dari

beberapa unsur yaitu karbon (83-87%), oksigen (0-3,5%), hidrogen (11- 14%),

sulfur (0-6%) dan nitrogen (0,2-0,5%) serta berapa logam lain seperti besi (Fe),

tembaga (Cu) dan nikel (Ni) sekitar 0,03% (Ardiatma dan Yandri, 2019: 10).
Sedangkan hidrokarbon yang terdapat di dalam minyak adalah hidrokarbon n-

paraffin (alkana), hidrokarbon neptena (sikloalkana) dan hidrokarbon aromatik.

Komposisi masing-masing senyawa dalam minyak bumi berbeda-beda tergantung

dari sumber minyak yang diperoleh (Nurjanah, 2018: 7).

Minyak bumi terdiri atas beberapa senyawa hidrokarbon. Menurut Roni

(2020: 11-14), senyawa hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi

dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok yaitu:

1. Senyawa Hidrokarbon Paraffin

Senyawa hidrokarbon paraffin merupakan senyawa dengan rumus kimia

CnH2n+2 dan termasuk hidrokarbon jenuh, memiliki struktur rantai lurus dan

10
11

bercabang. Senyawa ini memiliki sifat kimia yang stabil di suhu ruang, tidak

bereaksi dengan asam sulfat (H2SO4) baik yang pekat atau yang berasap, dapat

larut dalam alkali pekat, asam sitrat oksidator kuat (asam kromat). Selain itu,

senyawa ini bereaksi lambat dengan klor dan brom (selain jika ditambahkan

dengan katalis).

2. Senyawa Hidrokarbon Naftalena

Naftalena merupakan hidrokarbon jenuh dengan rumus umum C nH2n dan

berbentuk siklik sehingga disebut sebagai senyawa sikloparafin dan yang dapat

ditemukan dalam semua fraksi crude oil kecuali pada fraksi yang ringan.

Siklopentana dan sikloheksana merupakan senyawa dengan cincin tunggal yang

banyak ditemukan di dalam minyak.

Gambar 2.1 Struktur Siklopentana dan Sikloheksana


(Sumber: Rohi, 2020: 13)
Selain senyawa naftalen sederhana, terdapat senyawa lain yang khususnya dalam
fraksi berat terkandung di dalam minyak. Struktur tersebut adalah dekalin atau

dekahidronaftalen dengan struktur yang dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.2 Struktur Dekalin


(Sumber: Rohi, 2020: 13)
3. Senyawa Hidrokarbon Aromatik

Aromatik merupakan senyawa yang tergolong hidrokarbon tak jenuh yang

berbentuk cincin atau siklik dengan rumus kimia C nH2n-6 sehingga memiliki sifat

kimia yang sangat reaktif. Senyawa ini mudah teroksidasi menjadi asam, dapat
12

mengalami reaksi adisi atau substitusi tergantung pada kondisi reaksinya. Benzena

termasuk senyawa hidrokarbon aromatic yang terkandung dalam minyak. Selain

itu, terdapat senyawa poliaromar yaitu naftalena dan antrasena yang terdapat pada

fraksi beratnya.

Gambar 2.3 Struktur Naftalen dan Antrasen


(Sumber: Rohi, 2020: 13)
4. Senyawa Hidrokarbon Monoolefin

Monoolefin merupakan senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang memiliki

ikatan rangkap dua dengan rumus kimia C nH2n. Monoolefin tidak terdapat dalam

minyak mentah, tetapi terbentuk setelah proses destilasi atau proses cracking.

Senyawa hidrokarbon akan mengalami rengkahan jika dipanaskan pada suhu

360 °C. Ikatan rangkap pada monoolefin menyebabkan senyawa bersifat reaktif

sehingga dipergunakan dalam industri petrokimia.

5. Senyawa Hidrokarbon Diolofenin

Diolofenin merupakan senyawa hidrokarbon tidak jenuh dengan rumus


kimia C2H2n-2 dan memiliki dua ikatan rangkap dua. Senyawa diolofenin tidak

terdapat di dalam minyak mentah, namun dapat ditemukan pada produk hasil

olahan minyak seperti bensin atau solar. Senyawa ini tidak stabil, bersifat reaktif

dan cenderung akan berpolimerisasi dan membentuk damar.

Minyak bumi terdiri dari hidrokarbon kompleks dengan senyawa organik

seperti unsur belerang, oksigen, nitrogen dan logam yang meliputi Cd, Al, As, Hg,

Ni, Cr, Cu, Pb, Zn, Se dan beberapa radionuklida. Bahan utama yang terkandung

dalam minyak bumi adalah senyawa paraffin hidrokarbon, jenuh hidrokarbon

alisiklik dan aromatik hidrokarbon yang bersifat karsinogenik dan polutan

organik. Minyak bumi dapat dikategorikan menjadi empat kelas yaitu aromatik,
13

jenuh, asphaltene (asam lemak, fenol, ester keton, dan porfirin) dan resin

(quinolin, piridin, karbasol, amida dan sulfoksida). Jenis dan kelas hidrokarbon

tersebut mempengaruhi proses biodegradasi minyak (Rahayu dkk., 2019: 135).

Minyak bumi terbentuk dari hasil penguraian senyawa-senyawa organik

yang berasal dari makhluk hidup yaitu hewan dan tumbuhan serta mikroba yang

mati pada jutaan tahun yang lalu. Penguraian tersebut berlangsung melalui proses

kimia, fisika dan biologi yang diuraikan oleh mikroorganisme melalui proses yang

panjang dan sangat lama. Proses penguraian terjadi pada tekanan dan temperatur

tinggi sehingga menyebabkan variasi kompleks dari reaksi hidrokarbon. Proses

pengolahan minyak bumi dilakukan untuk menghasilkan produk-produk minyak

yang bermanfaat seperti diesel, solar, pelumas, avtur, minyak tanah, lilin dan

sebagainya (Ardiatma and Sasmita, 2019: 10).

Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat memberikan

kontribusi terhadap pembangunan dan kegiatan industri. Industrialisasi memegang

peranan penting dalam pembangunan dan perkembangan negara-negara maju.

Salah satu industri yang berkembang pesat adalah industri minyak diesel.

Aktivitas industri minyak diesel meliputi pengelolaan, proses produksi, distribusi

dan transportasi umumnya menghasilkan limbah berupa minyak yang dapat

mencemari lingkungan. Seiring berjalannya waktu, aktivitas industri minyak

semakin lama semakin berkembang. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan

pencemaran akibat limbah minyak yang dihasilkan (Sayuti, dkk., 2016: 563).

Lingkungan yang tercemar oleh minyak bumi dan turunannya merupakan

masalah yang sering dijumpai di area lokasi penambangan minyak. Minyak yang

tumpah ke dalam lingkungan menyebabkan pencemaran dan menurunkan kualitas

lingkungan sehingga tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran

tersebut akan membuat tanah memiliki kandungan hara mineral yang sangat
14

rendah dan senyawa hidrokarbon yang sangat tinggi. Keberadaan hidrokarbon

pada tanah akan menghambat pertumbuhan dan proses fotosintesis tanaman

(Rahayu dkk., 2019: 135). Sedangkan, pencemaran minyak air juga memiliki efek

yang sangat buruk pada ekosistem dan mempengaruhi kehidupan biota laut. Ikan

dan organisme laut lainnya akan mengandung bahan kimia beracun di dalam

tubuhnya sehingga menyebabkan kematian dan mengurangi populasi organisme

laut. Bahkan ikan yang tidak matipun tidak bisa dimakan manusia karena

mengandung racun yang berasal dari minyak. Selain itu, efek buruk lainnya

seperti dapat mengiritasi kulit, mata dan saluran pernafasan manusia dan berakibat

fatal bahkan berakibat kematian. Tumpahan minyak tidak mudah menguap dan

sulit terurai. Senyawa ini bisa menjadi racun bila terakumulasi dalam sel hidup

(Ahyadi, dkk., 2021: 20).

Pencemaran oleh minyak diesel terjadi di beberapa tempat yaitu SPBU,

bengkel, pabrik, pabrik penyulingan minyak, pelabuhan dan tumpahan minyak

dari kapal tanker. Pencemaran tersebut dapat menimbulkan masalah kesehatan

pada hewan, lingkungan dan manusia. Potensi kontaminan hidrokarbon telah

mendapat perhatian yang meningkat pada lingkungan perairan, laut, dan darat.

Ketika hidrokarbon masukkan ke dalam tanah, mereka dapat menghambat

pasokan air, nutrisi, oksigen, cahaya dan parameter lain yang mempengaruhi

kesuburan tanah. Selain itu, ketika hidrokarbon terakumulasi dalam organisme

hidup (hewan) akan berdampak pada kesehatan manusia dan menimbulkan

berbagai penyakit misalnya cacat pada reproduksi, sistem kekebalan tubuh

menurun dan juga menyebabkan kanker kulit, paru-paru, hati dan sebagainya

(Kebede dkk., 2021: 2).


15

Pencemaran dari hidrokarbon minyak merupakan masalah lingkungan

yang sangat serius dan memerlukan pengelolaan yang tepat untuk mencegah

kerusakan lingkungan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan metode

pengelolaan alam yang ramah lingkungan baik secara kimia, fisik maupun

biologis. Penanggulangan yang aman digunakan yaitu dengan teknik biologis

yang menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi pencemaran lingkungan.

Bakteri dapat menggunakan semua atau sebagian dari hidrokarbon dalam minyak

untuk proses metabolisme. Penanggulangan pencemaran ini disebut sebagai

bioremediasi yang ramah lingkungan. Mikroba tersebut berpotensi dalam

mendegradasi polutan minyak menjadi bentuk yang lebih sederhana. Waktu

bioremediasi dapat dipersingkat dengan menggunakan rantai bakteri hidrokarbon

(bakteri asli) yang diisolasi langsung dari habitatnya sebagai agen pendegradasi

hidrokarbon. Teknik ini sangat berpotensi dikembangkan dan dapat diaplikasikan

di lingkungan hidup (Sayuti dan Suratni, 2016: 321).

B. Bioremediasi
Bioremediasi atau biodegradasi minyak merupakan suatu proses
pemurnian untuk mengatasi pencemaran limbah minyak dengan menggunakan

mikroorganisme. Bioremediasi dilakukan dengan memanfaatkan kemampuan

mikroorganisme untuk mereduksi senyawa organik di kawasan yang telah

tercemar oleh tumpahan minyak. Penggunaan mikroba diambil dari kawasan yang

terkontaminan untuk mengurangi konsentrasi kontaminan atau polutan pada

kawasan tersebut (Prayitno, dkk., 2010: 82). Saat teknik bioremediasi sedang

dilakukan, enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme akan mengubah

komposisi polutan beracun untuk mengurangi kompleksitas sehingga menjadi

metabolit yang tidak berbahaya dengan hasil akhir berupa CO 2 (karbon dioksida)
16

atau kontaminan lainnya, senyawa anorganik, H 2O (air) dan energi yang

dibutuhkan oleh mikroba pendegradasi (Zafira, 2021: 67).

Bioremediasi adalah metode alternatif untuk menangani pencemaran

lingkungan menjadi zat yang kurang toksik atau tidak berbahaya dengan bantuan

mikroba. Metode ini semakin banyak digunakan karena efisien, mudah, hemat

biaya (cost-effective) serta ramah lingkungan. Bakteri yang digunakan dalam

proses bioremediasi disebut bakteri hidrokarbonoklastik (Laksana, 2021: 155).

Bakteri ini akan memakan senyawa hidrokarbon dan mengubahnya menjadi air

dan gas yang tidak membahayakan lingkungan. Bakteri tersebut mampu

mendegradasi hidrokarbon karena menghasilkan enzim yang dapat memecah

senyawa organik komplek menjadi senyawa yang lebih sederhana. Enzim yang

dimiliki oleh bakteri pendegradasi tersebut adalah enzim oksigenase. Enzim

tersebut berperan dalam reaksi masuknya oksigen ke dalam senyawa kimia

melalui reaksi oksidasi. Enzim oksigenase terbagi menjadi dua yaitu

monooksigenase dan deoksiginase yang dihasilkan oleh bakteri mampu membuka

ikatan karbon pada cincin aromatik dan menghasilkan alkohol primer. Enzim ini

yang dihasilkan oleh bakteri mendegradasi PAH (hidrokarbon aromatik

polisiklik)dan membentuk cis-dihidrodiol. Molekul-molekul selanjutnya akan

digunakan oleh mikroba sebagai sumber nutrisi dan pertumbuhan energi

(Puspitasari, dkk., 2020: 285).

Mikroba pendegradasi secara alami atau bercampur dengan mikroba

lainnya dapat ditemukan di lingkungan yang telah tercemar ataupun di tempat

pengelolaan minyak. Secara sederhana, proses bioremediasi lingkungan dapat

dilakukan dengan mengaktifkan bakteri alami pengurai sampah organik dan

anorganik untuk diolah. Bakteri memecah limbah untuk memenuhi kebutuhan

hidup bakteri tersebut. Setelah beberapa waktu, bakteri yang biasa ditemukan di
17

lingkungan tercemar menunjukkan bahwa kandungan limbah pada lingkungan

mulai berkurang atau bahkan hilang, sedangkan jumlah mikroba akan bertambah

seiring berkurangnya polutan (Hasyimuddin, dkk., 2016: 42). Bioremediasi akan

lebih baik hasilnya jika mikroba tersebut diperoleh dari lokasi pencemaran.

Semakin tinggi populasi mikroorganisme tertentu, seperti bakteri, kapang, atau

ganggang, maka semakin rendah konsentrasi kontaminan yang berarti mikroba

tersebut berpotensi mendegradasi minyak (Laksana, 2021: 155).

Banyak jenis penelitian yang dilakukan tentang bioremediasi terhadap

kawasan yang terkontaminasi dengan hidrokarbon, baik pada tanah atau air. Para

peneliti telah membuktikan bahwa penggunaan strain tunggal atau konsorsium

bakteri asli di laboratorium efektif untuk biodegradasi hidrokarbon, akan tetapi

penggunanya terbatas karena prevalensi beragam faktor yang mempengaruhi

efisiensi dan laju biodegradasi, diantaranya karakteristik mikroorganisme

(konsorsium mikroba, potensi metabolisme, kepadatan populasi, kemampuan

untuk menghasilkan biosurfaktan dan kompetisi), sifat fisikokimia kontaminan

(struktur kimia, konsentrasi, toksisitas dan bioavailabilitas) dan faktor lingkungan

(jenis tanah, suhu, pH, oksigen, salinitas, hara dan ketersediaan air). Faktor-faktor

tersebut mempengaruhi aktivitas mikroba, aktivitas enzim degradasi dan degradasi

hidrokarbon (Kebede dkk., 2021: 6).

Teknik bioremediasi dapat menghilangkan, memodifikasi, melumpuhkan

atau mendetoksifikasi berbagai bahan kimia yang ada di lingkungan melalui

reaksi mikroba (bakteri dan jamur) dan tanaman. Proses bioremediasi telah

berkembang pesat berkat bantuan bidang mikrobiologi, biomolekuler, biokimia,

kimia analitik, teknik kimia dan sebagainya. Prinsip yang paling penting dari

bioremediasi yaitu mikroorganisme (bakteri dan jamur) yang memiliki

kemampuan dalam mengurangi atau menghancurkan polutan atau kontaminan


18

yang berbahaya dan mengubah strukturnya menjadi bentuk yang ramah

lingkungan (tidak berbahaya). Proses tersebut merupakan penerapan aktivitas

metabolisme dari mikroorganisme. Mikroba tersebut bertindak sebagai biokatalis

yang mampu menghilangkan kontaminan dari berbagai bahan dan menghasilkan

energi dan nutrisi untuk memperbanyak sel (Ifani, 2021: 19).

Teknik bioremediasi dianggap berpotensi karena memperhitungkan

kondisi iklim dan keragaman mikroba yang mendukung proses bioremediasi.

Indonesia termasuk daerah tropis dengan panas dan kelembaban tinggi yang dapat

membantu untuk mempercepat proses pertumbuhan mikroba untuk aktif

mengurangi kandungan minyak. Ada dua pendekatan utama untuk bioremediasi

tumpahan minyak yaitu bioaugmentasi dan biostimulasi. Bioaugmentasi adalah

penambahan mikroorganisme pendegradasi untuk melengkapi populasi mikroba

dengan teknik menebarkan mikroba ketika terjadi pencemaran minyak. Sedangkan

biostimulasi adalah pertumbuhan dekomposer hidrokarbon alami yang dirangsang

oleh penambahan nutrisi dan modifikasi habitat, biasanya menggunakan pupuk

mineral untuk menumbuhkan mikroba di lingkungan yang tercemar sehingga

mikroorganisme yang tumbuh siap untuk memecah minyak menjadi senyawa

yang lebih ramah lingkungan (Zafira, 2021: 67).

C. Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon


Bakteri pendegradasi minyak adalah mikroba yang dapat hidup dan

berperan dalam penguraian minyak. Bakteri ini memiliki kemampuan

mendegradasi senyawa hidrokarbon untuk keperluan metabolisme dan

perkembang-biakannya (Sayuti dan Suratni, 2016: 322). Bakteri diisolasi dari

lingkungan yang telah lama terdedah minyak bumi, misalnya tanah dan laut yang

tercemar minyak atau dari minyak bumi itu sendiri bahkan diarahkan pada

bakteri-bakteri endogen yang terkandung di dalam minyak bumi dalam sumur


19

minyak yang bertemperatur tinggi. Pada lingkungan tidak tercemar kemungkinan

keberadaan mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon kurang dari 0,1% dan pada

lingkungan tercemar 100% mikroorganisme berpotensi mendegradasi hidrokarbon

(Aditiawati, dkk., 2001: 59).

Beberapa bakteri bisa mengoksidasi hidrokarbon alifatik dengan bantuan

enzim monooksigenase dan menghasilkan produk akhir berupa asetil Ko-A yang

akan dikatabolisme melalui siklus asam sitrat (siklus krebs). Degradasi senyawa

alifatik misalnya alkana dengan cara mengoksidasi gugus metil termal membentuk

alkohol primer dibantu oleh enzim oksigenase. Alkohol dioksidasi menjadi

aldehid, lalu asam organik dan kemudian dihasilkan asam lemak dan asetil Ko-A.

Senyawa antara asetil Ko-A akan masuk ke dalam siklus asam sitrat sehingga

rantai karbon akan berkurang dan C n menjadi Cn-2 dan terus berlanjut hingga

molekul hidrokarbon teroksidasi (Rahmawati, 2012: 15).


C7H15-CH3 + NADH + O2
n-oktana
monooksigenase
C7H15-CH2-OH + NAD + H2O
n-oktanol
NAD

NADH NAD NADH C



C7H15-CH2=O C7H15-C=O
n-oktanal H2O asam oktanoat
ATP KoA

AMP=PPi
β-oksidasi ke asetil KoA
Gambar 2.4 Reaksi Degradasi Hidrokarbon Alifatik
(Sumber:: Rahmawati, 2012: 15)
Senyawa hidrokarbon aromatik akan dikatalisis menggunakan beberapa

enzim diantaranya monooksigenase, dioksigenase, sekuensial dioksigenase

membentuk beberapa senyawa yang lebih sederhana diantaranya catechol atau


20

cis-cis muconate. Pada tahap selanjutnya dua senyawa ini akan didegradasi

menjadi suksinat, piruvat, atau asetil Ko-A sehingga bisa dikatabolisme melalui

siklus asam sitrat. Penggunaan bakteri pendegradasi hidrokarbon pada lingkungan

yang tercemar minyak akan lebih efektif apabila bakteri tersebut berasal dari areal

tercemar tersebut (Nasikhin dan Maya, 2013: 84-85).

Gambar 2.5 Reaksi Degradasi Hidrokarbon Aromatik


(Sumber: Rahmawati, 2012: 16)
Salah satu sumber mikroba pendegradasi minyak bumi yang telah banyak

dieksplorasi adalah lingkungan tercemar limbah minyak. Isolat yang mendominasi

di lingkungan tersebut terdiri atas beberapa genera, yaitu Bacillus, Alcaligenes,

Arthrobacter, Acinetobacter, Nocardia, Achromobacter, Flavobacterium dan

Pseudomonas. Selain itu juga ditemukan sejumlah jamur pendegradasi minyak

bumi yaitu genera Aureobacterium, Candida, Rhodotorula, Sporobolomyces yang


21

diisolasi dari laut serta Trichoderma dan Mortierella yang diisolasi dari tanah.

(Sudrajat, dkk., 2015: 102).

Isolasi bakteri pendegradasi diperoleh dari kawasan yang terkontaminasi

tumpahan minyak. Penelitian oleh Hossain dkk. (2022: 215) mengisolasi bakteri

dari lahan yang telah terkontaminasi oleh minyak bumi hidrokarbon. Penggunaan

diesel atau solar sebagai sumber karbon untuk bakteri yang diisolasi dalam

menguji kemanjuran degradasi. Pengidentifikasian isolat menunjukkan bahwa

isolat bakteri tersebut yaitu Pseudomonas sp., Acinetobacter sp. dan Enterobacter

sp. Hasil dari karakterisasi morfologi dan biokimia menunjukkan bahwa semua

bakteri yang diisolasi adalah gram negatif dan berbentuk kokus. Hasil biokimia

menunjukkan bahwa isolat mampu mendetoksifikasi hidrogen peroksida dan juga

mampu memanfaatkan sitrat sebagai sumber karbon. Pertumbuhan tertinggi dari

semua isolat ditemukan pada pH 7,0 dan suhu 37 °C optimal untuk pertumbuhan

bakteri yang diisolasi. Isolat tersebut dapat mendegradasi sejumlah oli mesin

diesel dan dapat diaplikasikan ke dalam di lingkungan yang tercemar.

Terdapat beberapa keuntungan yang didapat dari mikroba pendegradasi

minyak, antara lain populasi alami sudah beradaptasi dan berkembang dengan

baik di lingkungannya dan kemampuan untuk menggunakan hidrokarbon telah

disebarkan dalam populasi mikroba. Populasi ini terbentuk secara alamiah dan di

daerah tercemar yang jumlah mikroba cukup tidak perlu lagi ditambahkan untuk

membantu degradasi. Kemampuan bakteri pendegradasi minyak bumi dapat

ditingkatkan dengan membuat suatu (Sudrajat, dkk., 2015: 102).

D. Identifikasi Isolat Bakteri

Keberadaan isolat bakteri dalam medium menunjukkan mikroba tersebut

dapat memanfaatkan nutrisi yang terdapat di dalam medium. Nutrisi yang

dibutuhkan isolat seperti karbon (C), oksigen (O), hidrogen (H) dan nitrogen (N).
22

Komponen ini termasuk komponen yang paling dibutuhkan dalam pembentukan

material sel. Selain itu, makronutrien atau nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah

banyak lainnya bagi pertumbuhan antara lain magnesium (Mg), fosfat (P), sulfur

(S), kalsium (Ca), natrium (Na) dan kalium (K). Sedangkan mikronutrien meliputi

besi (Fe) dan trace element metal (Mn, Co, Ni, Cu dan Zn) (Fitria dan Zulaika

2018: 39). Mikronutrisi merupakan senyawa yang dibutuhkan oleh mikroba dalam

jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan makronutrien yang mendukung

fungsi enzim serta pemeliharaan struktur protein (Syafira and Shovitri 2021: 18).

Menurut Kurahman dkk. (2020: 225-227), terdapat beberapa metode yang

dapat dilakukan dalam mengidentifikasi isolat bakteri yaitu sebagai berikut:

1. Identifikasi Makroskopis

Identifikasi secara makroskopik meliputi ukuran, bentuk, elevasi, tepi dan

warna koloni bakteri yang ditumbuhkan pada suatu media pertumbuhan. Bentuk

koloni meliputi berbentuk bulat (circular), berserabut, tidak beraturan, rizoid dan

gelendong. Sedangkan beberapa ukuran isolat yang ada seperti berbentuk pin

point, large, medium, dan small. Permukaan atau elevasi koloni yang dilihat dari

arah samping dapat berupa datar, meninggi, cembung dan umbonat. Tepi koloni

yang dilihat dari atas berbentuk utuh, lobate, bergerigi, berserabut dan

bergelombang. Sedangkan warna koloni yang dapat terbentuk antara lain

berwarna putih, abu-abu, kekuningan atau hampir bening.

2. Identifikasi Mikroskopis

a. Pewarnaan Gram

Gram pewarnaan bakteri hasil isolasi diletakkan pada gelas objek dan

ditetesi dengan pereaksi pewarna (Gentian Violet). Setelah didiamkan selama satu

menit, kaca objek tersebut dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Setelah

itu, ditetesi dengan yodium dan alkohol lalu didiamkan selama satu menit. Bakteri
23

yang diisolasi pada kaca objek diamati dengan perbesaran objektif 1000x di

bawah mikroskop. Bakteri Gram positif akan tampak berwarna ungu dan bakteri

negatif tampak berwarna merah.

b. Uji Motilitas

Uji motilitas dilakukan untuk mengamati pergerakan bakteri pada media

tumbuh. Bakteri hasil isolasi dimasukkan ke dalam media NA (Nutrient Agar)

semi padat dengan metode gores menggunakan jarum ose steril. Lalu diinkubasi

selama 24 jam pada suhu 37 °C. Hasil positif ditandai dengan pertumbuhan

bakteri menyebar ke seluruh media dan hasil negatif ditandai dengan pertumbuhan

bakteri menyusut.

c. Tes Endospora

Uji endospora dilakukan untuk mengetahui respon evolusi bakteri terhadap

lingkungan. Pengujian ini dapat mengetahui kemampuan isolat bakteri dalam

bertahan hidup di lingkungan yang tidak menguntungkannya. Resistensi

endospora disebabkan oleh selubung spora yang tebal. Bakteri yang diisolasi

ditetesi dengan reagen pewarna hijau perunggu selama sepuluh menit. Kemudian

diteteskan dan dibiarkan dengan larutan safranin selama satu menit. Setelah itu,

mereka diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran kuat. Adanya endospora

ditandai dengan warna hijau dan bagian sel yang tidak mengandung endospora

ditandai dengan warna merah cerah.

3. Uji Biokimia

a. Uji Indol

Pengujian ini dilakukan untuk mengamati kemampuan organisme dalam

mendegradasi asam amino esensial (triptofan) dan menghasilkan senyawa indol.

Selain itu, pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah isolat bakteri tersebut

mengandung enzim triptophanase sehingga dapat mengoksidasi asam amino


24

triptofan menghasilkan indol. Hasil positif menunjukkan perubahan warna

menjadi merah muda di permukaannya yang terbentuk karena bakteri yang

menghasilkan indol bereaksi dengan reagen Kovac’s yang digunakan.

b. Uji Katalase

Uji katalase dilakukan untuk membedakan antara genus bakteri yang satu

dengan yang lainnya. Uji ini dilakukan dengan meneteskan 1 tetes hidrogen

peroksida (H2O2) 3% pada benda kaca. Lalu, bakteri hasil isolasi tersebut

diaplikasikan dan dicampur secara perlahan dengan menggunakan jarum ose.

Hasil positif ditandai dengan terbentuknya gelembung udara di sekitar koloni.

c. Uji H2O

Pengujian dengan H2S dilakukan untuk melihat kemampuan bakteri untuk

mengubah asam amino alanine dan hidrogen sulfida (H 2S). Uji ini dilakukan

dengan cara koloni bakteri diinokulasikan ke dalam media TSIA. Penusukan pada

bagian pangkal dan penggoresan pada bagian miring, diinkubasi pada suhu 37 °C

selama 24 jam. Reaksi positif ditandai dengan adanya endapan hitam pada media.

d. Uji Methyl Red

Uji Methyl Red merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui

kemampuan isolat bakteri dalam mengoksidasi glukosa dengan memberikan

produk akhir berupa asam pekat dan asam yang dihasilkan berubah warna menjadi

merah muda atau merah bila ditambahkan reagen Methyl Red. Hasil positif uji

metil red memberikan warna merah pada broth, sedangkan hasil negatif

membentuk warna kuning.

e. Uji Katalase

Uji katalase dilakukan untuk menentukan genus pada isolat bakteri dan

membedakannya dengan isolat yang lain. Pengujian ini dilakukan dengan

meneteskan 1 tetes H2O2 3% pada benda kaca. Kemudian bakteri hasil isolasi
25

tersebut diaplikasikan dan dicampur secara perlahan dengan menggunakan jarum

ose. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya gelembung udara di sekitar koloni.

E. Spektofotometer UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah salah satu metode yang digunakan untuk

melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif bahan organik dan anorganik dengan

memakai sinar tampak dan radiasi ultraviolet. Larutan tersebut dianalisis dengan

mengukur penyerapan ultraviolet atau cahaya tampak. Konsentrasi larutan akan

berbanding lurus dengan jumlah cahaya yang diserap oleh zat yang terkandung di

dalam larutan tersebut. Spektroskopi akan menghasilkan suatu spektrum yang

digunakan untuk menganalisis unsur dan senyawa kimia, menguji struktur

molekul dan menentukan komposisi bahan (Pratiwi and Nandiyanto 2022: 2).

Gambar 2.6 Spektrofotometer UV-Vis


Spektrofotometri ultraviolet-tampak (UV-vis) adalah salah satu teknik

yang paling sering digunakan dalam analisis farmasi. Prinsip kerja pengoperasian

spektrofotometer UV-Vis adalah ketika cahaya monokromatik melewati suatu

medium (larutan) maka sebagian cahaya akan diserap (I) dan sebagian lagi

dipantulkan (lr) dan dipancarkan (It). Hukum yang mengatur analisis kuantitatif

spektrofotometri adalah hukum Lambert-Beer. Hukum ini menyatakan bahwa

ketika seberkas cahaya dilewatkan melalui sel transparan yang berisi larutan zat

penyerap, pengurangan intensitas cahaya dapat terjadi dan secara matematis dapat

dinyatakan dalam persamaan berikut:


26

A = ε.b atau A = a.b.c…………………………..(2.1)

A adalah absorbansi atau densitas optik, ε adalah absorptivitas (L/mol cm), b

adalah panjang lintasan radiasi di atas sampel (cm) dan c adalah konsentrasi zat

terlarut (mol/cm) (Mawazi dkk., 2019: 34).

Hubungan antara serapan dengan konsentrasi atom dapat dalam kaitannya

dengan hukum Lambert-Beer dapat dirumuskan dalam persamaan berikut:

Log I0/It = A ………………………………(2.3)

I0 adalah intensitas mula-mula, It adalah intensitas cahaya yang diteruskan dan A

adalah besar absorbansi larutan. Persamaan ini menunjukkan bahwa absorbansi

(A) berbanding lurus dengan intensitas mula-mula (I 0). Nilai konsentrasi atom-

atom tersebut sebanding dengan konsentrasi unsur pada larutan yang dianalisis,

sehingga akan menghasilkan kurva kalibrasi yang menghubungkan konsentrasi

dengan absorbansi larutan standar dan diperoleh garis lurus pada konsentrasi

tertentu yang disebut kurva kalibrasi (Fatimah dan Yanlinastuti, 2016: 23-24).

Pertumbuhan bakteri dapat diamati berdasarkan nilai OD (Optical Density)

dalam larutan. Pengukuran OD dapat dilakukan dengan memakai instrumen

spektrofotometer. Nilai OD menunjukkan tinggi rendahnya pertumbuhan atau

banyaknya populasi bakteri dalam suatu larutan. Semakin keruh menandakan

bahwa pertumbuhan bakteri di dalam media tersebut semakin meningkat.

Instrumen spektrofotometer ini berfungsi mengukur transmitan (absorban) sebagai

fungsi panjang gelombang. Nilai absorbansi yang diperoleh menandakan tingkat

kekeruhan dalam media. Keuntungan menggunakan metode ini yaitu memberikan

cara yang lebih sederhana dalam menentukan kualitas suatu zat (Seniati, dkk.,

2019: 16).
27

Penelitian terdahulu oleh Seniati, dkk. (2019: 16-18) dalam mengukur laju

pertumbuhan bakteri berdasarkan tingkat kekeruhan (OD) dengan menggunakan

instrumen spectrophotometer. Panjang gelombang yang digunakan yaitu 620 nm

dan larutan standar ddH2O. Berdasarkan hasil menandakan bahwa semakin tinggi

nilai pengenceran maka nilai absorbansinya akan semakin rendah. Pertumbuhan

setiap bakteri berbeda-beda dan menghasilkan kurva standar. Kurva standar

digunakan untuk menghitung banyaknya koloni dalam suatu zat. Nilai tersebut

diperoleh dengan meregresikan nilai kekeruhan (OD) dan jumlah koloni ke dalam

persamaan kurva standar y = ax + b. y adalah jumlah koloni dan x adalah nilai

OD. Berdasarkan analisis menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah koloni

maka semakin tinggi nilai OD. Nilai korelasi R yang mendekati angka 1

menandakan bahwa persamaan tersebut mendekati sempurna.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2022 hingga

Februari 2023. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia, Laboratorium

Riset Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri

Alauddin Makassar dan di Laboratorium

B. Alat dan Bahan


1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu spektrofotometer

Visible, spektrofotometer UV-Vis Genesys 20 (Varian, Amerika Serikat),

sentrifus dingin Z 366 K (Hermele, Jerman). Shaker MAXQ 7000 (Thermo

Scientific, Amerika Serikat), inkubator hareus (Thermo Scientific, Jerman), oven

GmbH (Memmert, Jerman), autoklaf yx-280D (GEA, Jerman), Laminar Air Flow

Isocide 14644-1 (Esco, Singapura), magnetic stirrer (Health, Amerika Serikat),

sieve shaker AS 200 (Retsch, Amerika Serikat), vortex mixer wizard (Velp

Scientifica, Italia), mikroskop binokuler, neraca analitik ABS (Kern, Jerman), hot

plate, mikropipet, peralatan gelas, cawan petri, kaca objek, bunsen, pipet tetes,

jarum ose, batang pengaduk, kasa asbes, spatula, botol semprot dan gegep.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain akuades

(H2O), alkohol (C2H5OH) 70%, aluminium foil, cotton swab, etanol (C2H5OH)

96%, iodin (I2) 0,01 N, kristal violet (C25N3H30Cl), lugol (KI3), minyak diesel,

plastik wrap, safranin (C2OH19N4 + Cl-), spiritus, kapas, kasa, kertas bekas, kertas

label dan korek api. Mineral Salt Medium (MSM) yang mengandung amonium

nitrat (NH4NO3), kalsium klorida (CaCl2), magnesium sulfat (Mg2SO4), potassium

28
29

hidrogen pospat (K2HPO4) dan campuran trace element yang mengandung

kalsium klorida (CaCl2), Besi(III) klorida heksahidrat (FeCl3.6H2O), manganese

(II) chloride tetrahydrate (MnCl2.4H2O), Seng Sulfat Heptahidrat (ZnSO4.7H2O)

dan tembaga (II) sulfat (CuSO4) 0,5%. Luria bertani (LB) broth, larutan natrium

hidroksida (NaOH), asam sulfat (HCl), larutan iodin, 70%, reagen Kovac’s, metil

merah, reagen H2O2.

C. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Media

a. Pembuatan 1000 mL Trace Element (pH 7)

Campuran trace element (5 mL) dibuat dengan menimbang CaCl 2 (2

mg/L); FeCl3.6H2O (50 mg/L); MnCl2.4H2O (0,5 mg/L); ZnSO4.7H2O (10 mg/L)

dan CuSO4 (0,5 mg/L). Selanjutnya bahan-bahan tersebut kemudian dilarutkan

dengan akuades sedikit demi sedikit hingga 1000 mL sambil diaduk hingga semua

bahan larut dan homogen. Jika larutan sulit tercampur maka dapat campuran

dihomogenkan menggunakan magnetic bar atau magnetic stirrer untuk

mempercepat kelarutan. Jika pH larutan kurang dari 7 maka campuran


ditambahkan NaOH, sedangkan jika melebihi pH 7 maka campuran ditambahkan

HCl.

b. Pembuatan Media Salt Medium (MSM) Cair 1000 mL.

Media Salt Medium (MSM) dibuat dengan menimbang bahan-bahan

berupa NH4NO3 (1,0 g), CaCl2 (0,02 g), Mg2SO4 (0,05 g), K2HPO4 (1,0 g),

KH2PO4 (1,0 g) dan 5 mL trace element (pH 7). Selanjutnya semua bahan

dilarutkan lagi dengan 1000 mL akuades sedikit demi sedikit sambil diaduk

hingga homogen. MSM yang telah dibuat selanjutnya disterilkan menggunakan

autoklaf suhu 121 °C selama 20 menit. Setal itu, sebanyak 100 mL media cair

kemudian dimasukkan ke dalam lima Erlenmeyer yang sudah disterilkan.


30

c. Pembuatan Media Salt Medium (MSM) Padat 500 mL

Media Salt Medium (MSM) padat dibuat dengan mencampurkan 500 mL

MSM cair dengan 2,5 mL trace element kemudian dihomogenkan. Setelah itu,

10 gram bakto agar ditambahkan lalu dihomogenkan. Selanjutnya larutan dituang

ke dalam cawan petri steril lalu didinginkan hingga memadat.

2. Isolasi Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon

Sampel yang digunakan yaitu minyak diesel yang diambil dari Palembang,

Provinsi Sumatera Selatan. Sebanyak 10 mL sampel minyak diesel disuspensi ke

dalam 100 mL Media Salt Medium (MSM) cair kemudian digoyang dan

didiamkan selama 30 menit. Selanjutnya sampel dishaker selama 7 hari dengan

kecepatan 170 rpm (30 °C).

Isolasi dilakukan dengan metode pengenceran bertingkat atau pengenceran

serial. Supernatant yang dihasilkan diencerkan mulai dari 10 -1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5

dan 10-6. Pengenceran serial dilakukan dengan 1 mL sampel diesel dimasukkan ke

dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL akuades, kemudian larutan dihomogenkan

menggunakan vortex. Selanjutnya, 1 mL dari pengenceran sebelumnya diencerkan

lagi dengan 9 mL akuades hingga pengenceran 10 -6 untuk membuat larutan yang

lebih encer. Selanjutnya masing-masing larutan diinokulasi ke dalam ke dalam

cawan petri yang berisi Media Salt Medium (MSM) padat. Selanjutnya inkubasi

dilakukan pada temperatur 30 °C selama 2×24 jam. Setiap isolat yang berbeda

dimurnikan kembali pada medium MSM dan diinkubasi pada suhu 30 °C selama

2×24 jam. Koloni yang muncul dipindahkan ke media Luria Bertani (LB) dan

disimpan sebagai stok.


31

3. Identifikasi Bakteri Pendegradasi Minyak

a. Uji Makroskopis

Pengamatan secara makroskopis dilakukan dengan mengamati tampilan

luar isolat. Pengamatan tersebut meliputi warna koloni, margin, elevasi, bentuk

koloni, tekstur dan penampilan koloni.

b. Uji Mikroskopis

1) Pewarnaan Gram

Isolat bakteri diambil dari stok dan diratakan diatas kaca preparat yang

telah dibersihkan menggunakan etanol 70%. Kemudian isolat di atas kaca preparat

difiksasi diatas api bunsen lalu ditetesi 2-3 tetes zat warna kristal violet lalu

didiamkan selama 1 menit agar zat warna meresap pada bakteri. Preparat

kemudian dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Selanjutnya, preparat

ditetesi 2-3 tetes larutan iodine kompleks dan didiamkan selama 1 menit,

kemudian dibilas kembali dengan air mengalir lalu dikeringkan. Setelah itu,

preparat ditetesi 2-3 tetes alkohol asam dan dibiarkan selama 30 detik lalu dicuci

kembali dengan air mengalir dan dikeringkan. Kemudian preparat ditetesi dengan

zat warna safranin 2-3 tetes, lalu ditunggu selama 30 detik. Setelah itu, preparat

dibilas dengan akuades dan dikeringkan. Selanjutnya isolat di atas preparat

diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000 kali. Bakteri Gram positif

ditandai dengan bakteri akan tetap berwarna ungu setelah dicuci dengan alkohol.

Sedangkan, bakteri Gram negatif akan berwarna merah muda.

c. Uji Biokimia

1) Uji Methyl Red (MR)

Sebanyak 1 ose isolat diambil dari stok kemudian diinokulasikan pada

medium cair MR-VP dalam tabung reaksi. Selanjutnya isolat diinkubasi selama

5×24 jam pada temperatur 37°C. Setelah itu, metil merah ditambahkan sebanyak 5
32

tetes diatas preparat isolat bakteri. Hasil positif jika terbentuk kompleks warna

pink sampai merah yang menandakan bahwa mikroba tersebut menghasilkan

asam, sedangkan jika berwarna kuning maka hasil uji negatif.

2) Uji Indol

Uji indol dilakukan dengan masing-masing isolat bakteri diinokulasikan

dengan cara ditusuk pada medium SIM tegak lalu diinkubasi selama 3×24 jam

pada suhu 37 °C. Setelah itu, kemudian 1-3 tetes reagen Kovac’s (pereaksi indol)

ditambahkan pada kultur broth tersebut. Pada pengujian ini kultur broth yang

telah ditetesi reagen Kovac’s tidak perlu dihomogenkan. Hasil positif

menunjukkan warna merah muda pada permukaan broth. Warna merah muda ini

terbentuk karena indol yang dihasilkan oleh bakteri bereaksi dengan para-

dimetilamino benzaldehid (p-dimetilamino benzaldehid) yang terkandung dalam

reagen Kovac’s.

3) Uji Katalase

Sebanyak 1 ose (ose bulat) isolat bakteri diambil dari stok kultur kemudian

disuspensikan pada larutan H2O2. Perubahan yang terjadi diamati dengan hasil

positif ditandai dengan terbentuknya gelembung gas, sedangkan dan hasil negatif

apabila tidak terbentuk gelembung gas.

4) Uji Sitrat

Sebanyak 1 ose (ose bulat) isolat bakteri diambil dari stok kultur dan

diinokulasi dengan cara digores ke dalam media Simmon’s Citrate Agar (SCA)

yang mengandung triptofan lalu diinkubasi selama 2×24 jam pada suhu 37 °C.

Warna biru menunjukkan reaksi positif dan warna hijau menunjukkan reaksi

negatif.
33

5) Uji Hidrolisis Pati

Sebanyak 1 ose bakteri ditotolkan ke dalam medium Starch Agar

kemudian bakteri diinkubasi selama 2×24 jam pada suhu 37 °C. Selanjutnya,

biakan bakteri ditetesi beberapa tetes gram’s iodine lalu dibilas menggunakan

akuades dan diamati zona bening yang terbentuk di sekitar koloni bakteri. Hasil

positif ditandai dengan terdapatnya zona kuning bening disekeliling koloni

(Adnan, dkk. 2017: 761).

6) Uji Pencarian Gelatin

Sebanyak 1 ose (ose lurus) isolat bakteri dari stok kultur diambil lalu

diinokulasi dengan cara ditusuk-tusuk pada medium gelatin yaitu ekstrak daging

sapi (beef extract) 3 g/L, pepton 5 g/L, gelatin 120 g/L. Bakteri yang sudah

diinokulasi tersebut kemudian diinkubasi selama 7×24 jam pada suhu 37 °C.

Selanjutnya, diamati pencairan gelatin dengan cara media disimpan ke dalam

lemari es dengan suhu 4 °C selama 30 menit. Hasil positif menunjukkan masih

terdapat gelatin yang mencair atau encer yang menandakan adanya aktivitas

enzim gelatinase. Sedangkan, hasil negatif menandakan jika gelatin tidak mencair

sedikitpun (Rori, dkk. 2019: 50).

7) Fermentasi Glukosa

Sebanyak 1 ose (bulat) isolat bakteri diambil dari stok kultur dan

kemudian diinkubasi ke dalam medium fermentasi glukosa yang mengandung

pepton, NaCl, ekstrak daging sapi (beef extract), glukosa dan indikator

Bromothymol blue dalam tabung reaksi yang berisi tabung durham dengan posisi

terbalik. Kemudian medium yang berisi isolat diinkubasi pada suhu 37 °C selama

2×24 jam. Hasil positif ditandai dengan berubahnya warna medium dari hijau

menjadi kuning dan terdapat gas di dalam tabung durham.


34

4. Uji Kemampuan Isolat Bakteri dalam Mendegradasi Hidrokarbon

a. Peremajaan isolat Bakteri Ke Medium Cair

Sebanyak 1-2 isolat bakteri dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi

50 mL medium Luria Bertani Broth cair. Selanjutnya medium yang berisi isolat

diinkubasi sambil dishaker menggunakan inkubator shaker selama semalaman

pada suhu 30 °C dengan kecepatan 180 rpm. Hasil penelitian berupa inokulat

yang akan diinokulasikan ke media baru yang berisi minyak.

b. Uji Kekeruhan dan Sisa Minyak

Masing-masing inokulat bakteri yang telah dimurnikan dalam bentuk

suspensi diambil sebanyak 6 mL lalu ditambahkan ke dalam 100 mL medium LB

cair yang mengandung 3 mL minyak avtur dan juga tanpa bakteri (kontrol).

Kultur diinkubasi pada suhu ruang sambil diaduk di atas shaker dengan kecepatan

180 rpm. Kultur tersebut dicek setiap hari dalam rentang waktu 14 hari untuk

mengetahui pertumbuhan bakteri. Uji kekeruhan dilakukan dengan mengukur OD

sampel (absorbansi) tiap 2 kali sehari dengan menggunakan Spektrofotometer

Visible, sedangkan kadar minyak dalam kultur dianalisis dengan mengukur

absorbansinya menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Vis. Degradasi

minyak dihitung menggunakan persamaan 3.1 (Tian, dkk., 2018: 2628).

Ca
Cd = 1 – x 100% …………………… ………(3.1)
Co
Keterangan :

Cd = laju degradasi minyak

Ca = konsentrasi hidrokarbon minyak dalam kultur sampel

Co = konsentrasi hidrokarbon minyak dalam kontrol


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon

a. Isolasi Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon

Isolat diperoleh dari minyak diesel dengan pengenceran bertingkat hingga

10-6 menggunakan akuades (H2O) kemudian masing-masing diinkubasi ke MSM

agar. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengelompokan isolat yang sama serta

isolat dengan pertumbuhan yang baik diperoleh dua kelompok dengan

karakteristik yang berbeda.

Gambar 4.1 Isolat Bakteri D1 (Kiri) dan D2 (Kanan)


b. Hasil Pengamatan Morfologi

Pengamatan secara morfologi dilakukan untuk mengidentifikasi atau

mengamati karakteristik isolat bakteri. Karasteristik morfologi makroskopis yang

diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Karakterisasi Morfologi Mikroorganisme


Uji Morfologi Sampel D1 Sampel D2
Pigmen (Warna) Putih Putih Kekuningan
Margin (Tepi) Corled Entire

Elevasi (Ketinggian) Flat Flat

Shape (Bentuk Koloni) Culcular Culcular

35
36

c. Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram dilakukan untuk mengelompokkan antara bakteri Gram

positif dan bakteri gram negatif. Bakteri Gram positif akan menghasilkan warna

ungu sedangkan bakteri Gram negatif berwarna merah. Berdasarkan pengamatan

diperoleh hasil seperti yang tertera pada Tabel 4.3.

Tabel 4.2 Pewarnaan Gram


Kode Isolat Hasil Keterangan

D1 Bakteri Gram Positif

D2 Bakteri Gram Positif

d. Karasteristik Biokimia
Karakteristik biokimia dilakukan dengan uji biokimia yang bertujuan

untuk mengamati sifat-sifat fisiologis isolat murni. Hasil uji biokimia dapat dilihat

pada Tabel 4.4.

Tabel 4.3 Karakterisasi Uji Biokimia


Kode
Uji Biokimia Hasil Keterangan
Isolat
(+) Terbentuk warna
merah
(–) Kuning/tidak
mengalami perubahan
Uji Methyl Red (MR) D1 warna

Terbentuk 2 lapisan
warna (merah-kuning)
37

(+) Terbentuk warna


merah
(–) Kuning/tidak
mengalami perubahan
D2 warna

Terbentuk 2 lapisan
warna kuning
(+) Terbentuk warna
merah dalam medium
(–) Kuning/tidak
mengalami perubahan
D1 warna

Uji Indol (+) Terbentuk warna


merah dalam medium
(–) Kuning/tidak
mengalami perubahan
D2 warna

(+) Terbentuk
gelembung gas
(–) Tidak terdapat
gelembung gas
D1

Uji Katalase (+) Terbentuk


gelembung gas
(–) Tidak terdapat
gelembung gas
D2
38

(+) Terbentuk warna


biru
(–) Hijau/ tidak terjadi
perubahan warna
D1 Menghasilkan warna
biru

Uji Sitrat
(+) Terbentuk warna
biru
(–) Hijau/ tidak terjadi
perubahan
D2 Menghasilkan warna
hijau

(+) Terbentuk zona


bening disekitar
koloni
D1 (–) Tidak/kurang nya
terbentuk zona bening

Uji Hidrolisis Pati


(+) Terbentuk zona
bening disekitar
koloni
(–) Tidak/kurang nya
D2
terbentuk

(+)Terdapat gelatin
yang mencair
(–) Tidak terjadi
D1 pencairan gelatin

Uji Pencairan Gelatin


(+)Terdapat gelatin
yang mencair
(–) Tidak terjadi
D2 pencairan gelatin
39

(+) Perubahan warna


menjadi kuning dan
terdapat gelembung
udara
D1 (–) Tidak terdapat
gelembung udara

Menghasilkan warna
hijau
Fermentasi Glukosa
(+) Perubahan warna
menjadi kuning dan
terdapat gelembung
udara
D2 (–) Tidak terdapat
gelembung

Menghasilkan warna
kuning
Ket: (+) Ada
(–) Tidak Ada
2. Kemampuan Isolat Bakteri dalam Mendegradasi Hidrokarbon

a. Kemampuan Biodegradasi Isolat Bakteri

Kemampuan balteri untuk tumbuh di lingkungan tercemar minyak diukur

dengan menggunkana Spektrofotometri Visible (600 nm). Pertumbuhan dilihat

dengan nilai absorbansi yang menunjukkan jumblah sel isolat. Nilai absorbansi

kedua isolat disajikan pada gabel 4.5.

Tabel 4.4 Nilai Oxygen Demand (OD)


Waktu (Jam) Nilai Absorbansi D1 Nilai Absorbansi D2
0 0,651 0,653

18 1,306 1,31

24 1,37 1,411

42 1,576 1,509

50 1,587 1,53

65 1,622 1,669

72 1,847 2,456

86 2,336 3,067

110 2,687 4

123 3,018 3,05


40

147 3,042 3,382

168 2,839 3,224

184 2,462 3,057

b. Pengukuran Sisa Minyak dan Laju Degradasi

Pengukuran sisa minyak dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometri

UV-VIS pada λ 227,9 dihari ke-7. Hasil pengukuran disajikan pada Gambar 4.2.

2.5
2.1533
2

1.5
Absorbansi

0.5 0.369 0.4271

0
Kontrol D1 D2
Kultur Media
Gamba
r 4.2 Grafik Konsentrasi Sisa Minyak
Sisa minyak yang telah diukur digunakan untuk menentukan % laju degradasi

menggunakan metode analisis gravimetri dengan persamaan 3.1. Persentase laju

degradasi dapat dilihat pada gambar berikut:

90% 82.86% 80.17%


80%
70%
60%
Laju Degradasi

50%
40%
30%
20%
10%
0.00%
0%
Kontrol D1 D2
Kultur Media
Gambar 4.3 Grafik Laju Degradasi
41

B. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi isolat

bakteri pendegradasi hidrokarbon serta mengetahui kemampuan isolat bakteri

dalam mendegradasi hidrokarbon. Identifikasi mikroba dilakukan secara

makroskopis, mikroskopis dan biokimia. Sebelum itu, isolasi dilakukan terlebih

dahulu untuk memisahkan komponen target sehingga memperoleh kultur mikroba

yang tidak lagi bercampur dengan mikroba lain yang disebut kultur murni. Isolasi

mikroba melibatkan pemisahan atau pemindahan mikroba tertentu dari lingkungan

alaminya dan menumbuhkannya pada media buatan sehingga diperoleh kultur

murni. Kultur murni merupakan kultur sel-sel mikroba dihasilkan dari

pembelahan sel tunggal. Isolasi dapat dilakukan dengan cara gores (streak-plate),

sebar (spread-plate) atau tuang (pour-plate). Isolasi dan seleksi awal dapat

menentukan bakteri mana yang benar-benar penting dan digunakan secara khusus

untuk menangani pencemaran tumpahan minyak di lingkungan (Mikdarullah dan

Nugraha, 2017: 11).

1. Medium Pertumbuhan Bakteri

Keberadaan isolat bakteri dalam medium menunjukkan mikroba tersebut

dapat memanfaatkan nutrisi yang terdapat di dalam medium. Nutrisi yang

dibutuhkan isolat seperti karbon (C), oksigen (O), hidrogen (H) dan nitrogen (N).

Komponen ini termasuk komponen yang paling dibutuhkan dalam pembentukan

material sel. Medium yang digunakan dalam proses isolasi adalah MSM yang

merupakan medium minimal sumber karbon dan terdiri beberapa garam-garam

mineral yang esensial dan dibutuhkan dalam jumlah kecil (mikronutrien). MSM

mengandung air untuk menjaga kestabilan pH netral, menjaga kelembaban dan

pertukaran zat, tekanan osmotik yang seimbang dan steril. MSM digunakan pada

bidang bioremediasi karena tidak terdapatnya sumber karbon sehingga memaksa


42

bakteri memanfaatkan sumber karbon lain yang sengaja ditambahkan pada

medium. Sumber karbon yang dimanfaatkan dalam tahap isolasi yaitu berasal dari

sampel minyak diesel yang digunakan sebagai sumber karbon tunggal. Diesel

mengandung sejumlah besar alkana (rantai hidrokarbon dari C 10-C20) yang

kekurangan oksigen sehingga membutuhkan mikroorganisme yang beradaptasi

yang menghasilkan enzim yang mengenali molekul-molekul tersebut.

Penambahan trace elemen berfungsi sebagai kofaktor enzim seperti besi (Fe),

tembaga (Cu), seng (Zn), nikel (Ni), kolbat (Co), mangan (Mn) dan molibdenum

(Mo). Keberadaan mikroba hasil isolasi menunjukkan bahwa mikroba tersebut

mampu memanfaatkan nutrisi dalam MSM cair dan MSM padat yang digunakan

untuk pertumbuhannya. Koloni yang muncul kemudian dipindahkan ke media

Luria Bertani (LB) dan disimpan sebagai stok dan untuk diuji dengan uji

mikroskopis, uji biokimia dan uji potensi dalam mendegradasi hidrokarbon.

2. Isolasi dan Karakteristik Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon

Isolasi dilakukan dengan cara pengenceran bertingkat. Tujuan metode ini

yaitu untuk meminimalkan atau mengurangi jumlah mikroba sehingga

pertumbuhan koloni yang terbentuk tidak terlalu rapat sehingga memudahkan

dalam isolasi dan mengamati mikroba (Handayani dan Zulfiati 2020: 22-23).

Sampel yang berupa minyak diesel yang diambil langsung dari Palembang,

Provinsi Sumatera Selatan dipreparasi kemudian dilakukan pengenceran

bertingkat hingga 10-6 dengan dua kali pengulangan menggunakan akuades (H 2O).

Pengenceran bertingkat dilakukan guna mengurangi jumlah koloni yang akan

ditumbuhkan di media. Semakin banyak tingkat pengenceran maka semakin

sedikit mikroba yang dapat tumbuh sehingga memudahkan dalam proses

pemurnian isolat. Selanjutnya hasil pengenceran masing-masing diinokulasikan

MSM padat menggunakan metode spread plate. Teknik ini dilakukan dengan
43

menginokulasikan kultur secara sebar atau pulasan di permukaan media agar.

Berdasarkan hasil isolasi, diperoleh 12 koloni bakteri dari minyak diesel yang

mampu tumbuh dan berkoloni pada MSM agar.

Isolat yang diperoleh dari hasil isolasi selanjutnya diamati karakteristiknya

sehingga diperoleh dua karakteristik koloni yang berbeda. Dua koloni tersebut

diberi kode D1 dan D2. Isolat tersebut kemudian dimurnikan ke media Luria

Bertani (LB) dan diinkubasi selama 48 jam (30 °C). Karakterisasi masing-masing

isolat yang diperoleh dari hasil pemurnian diamati secara makroskopis terhadap

morfologi koloni masing-masing isolat. Pengamatan morfologi meliputi warna,

bentuk, elevasi dan tepian dari tiap koloni (Kurahman dkk., 2020: 226-227).

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh hasil pada Tabel 4.1.

Pengamatan secara morfologi pada isolat D1 dan D2 menunjukkan bahwa

isolat tersebut berbentuk melingkar atau bulat bertepi (cilcular) dan ketinggian

pertumbuhan koloni nyaris rata dengan medium (flat). Tapian atau margin pada

koloni dapat berbeda-beda tiap spesies. Pada isolat D 1 memiliki bentuk tepian

melengkung (curled) sedangkan D2 memiliki bentuk tepian yang rata (entire).

Pengamatan secara morfologi koloni bakteri perlu dilakukan agar mempermudah

dalam proses identifikasi jenis atau spesies bakteri. Hal ini dikarenakan sifat

koloni dapat menentukan jenis bakteri tersebut.

Menurut penelitian Hatmanti (2000: 33), isolat dengan koloni yang

berwarna putih kekuningan dan berbentuk bulat umumnya bakteri pembentuk

spora yang berasal dari genus Bacillus sp. Warna koloni umumnya putih sampai

kekuningan atau putih suram, tepi koloni bermacam-macam namun tidak rata,

permukaannya kasar, tidak berlendir, bahkan ada yang cenderung kering

berbubuk, koloni besar dan tidak mengkilap. Bentuk koloni dan ukurannya sangat

bervariasi tergantung dari jenisnya.


44

Bakteri hasil isolasi selanjutnya diidentifikasi secara mikroskopis dengan

pewarnaan gram. Tujuan identifikasi secara mikroskopis untuk melihat fragmen

atau komponen spesifik serta mengetahui bentuk sel isolat tersebut. Berdasarkan

penelitian pewarnaan gram pada isolat D 1 dan D2 yaitu menghasilkan warna ungu

yang menandakan isolat tersebut termasuk bakteri gram positif. Hasil pewarnaan

gram dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Pewarnaan gram didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel bakteri,

sehingga menyebabkan perbedaan reaksi dalam permeabilitas zat warna dan

penambahan larutan pencuci. Dinding sel bakteri Gram positif terdiri dari lapisan

peptidoglikan yang tebal sedangkan pada bakteri Gram negatif mempunyai

peptidoglikan yang tipis dan lipopolisakarida yang tebal. Ketika ditambahkan

pewarnaan kristal violet maka dinding sel bakteri Gram positif maupun Gram

negatif akan menyerap zat warna tersebut namun ketika diberi alkohol, kristal

violet pada Gram negatif akan luntur disebabkan struktur dinding selnya yang

sebagian besar tersusun oleh lipid, sehingga ketika diberi safranin (zat warna

kedua) dinding selnya akan menyerapnya kembali sehingga hasil pewarnaan akan

berwarna merah muda. Sedangkan, pada bakteri gram positif akan tetap berwarna

ungu karena dinding selnya tersusun oleh lapisan peptidoglikan yang tebal

sehingga tidak dapat dicuci oleh alkohol, melainkan mempertahankan zat warna

kristal violet sewaktu proses pewarnaan (Mahmudah, dkk., 2016: 34).

Berdasarkan hasil pengamatan mikroskopis dapat diketahui bahwa dari

segi bentuk sel kedua isolat termasuk berbentuk basil (batang). Pada D 1 memiliki

bentuk seperti batang dan terdiri dari monobacillus, diplobacillus dan

streptobacillus. Sedangkan D2 memiliki bentuk batang sedikit oval namun masih

termasuk basil. Berdasarkan penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa bakteri

pendegradasi minyak yang diambil dari kawasan tumpahan minyak antara lain
45

Micrococcus, Klebsiella, Rhodococcus, Bacillus, Achromobacter, Acetobacter,

Flavobacterium, Actinomycete dan Staphylococcus (Bhuvaneswar, dkk., 2012:

195). Sedangkan menurut Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology dalam

buku Rini dan Jamilatur (2020: 9), mengatakan bahwa bakteri gram positif yang

selnya berbentuk kokus berasal dari genus Micrococcus dan Staphylococcus.

Sedangkan bakteri gram positif yang selnya berbentuk basil yaitu bakteri dari

genus Actinomycetes, Brevibacillus dan Bacillus. Dengan demikian dapat

diprediksikan bahwa kedua isolat merupakan bakteri dari genus Bacillus,

Actinomycetes, Staphylococcus dan Micrococcus. Bakteri ini mampu

memanfaatkan hidrokarbon sebagai sumber karbon utama untuk pertumbuhannya.

Uji biokimia merupakan perlakuan atau salah satu metode untuk

mengidentifikasi dan mendeterminasi suatu isolat bakteri murni melalui sifat-sifat

fisiologisnya. Uji biokimia meliputi uji methyl red, uji indol, uji katalase, uji

sitrat, uji hidrolisis pati, uji pencairan gelatin dan fermentasi glukosa. Berdasarkan

pengamatan diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.5 Karakterisasi Biokimia dan Penelitian Sebelumnya


Isolat Bakteri Penelitian Sebelumnya
Uji Biokimia
D1 D2 B. subtilis B. megaterium Staphylococcus
Uji Methyl Red (MR) + – – – –

Uji Indol – – + – –

Uji Katalase + + + + +

Uji Sitrat + – + + –

Uji Hidrolisis Pati + + + + –

Uji Pencairan Gelatin + + + + +

Fermentasi Glukosa – + –/+ + +


(Adel Al- (Adel Al-Gheeth, (Bhuvaneswar,
Gheeth, 2015) 2015) dkk., 2012)
46

Berdasarkan hasil yang diperoleh terlihat bahwa pada D 1 memiliki karakteristik

biokimia yang mirip dengan bakteri dari genus Bacillus dan B. megaterium

sedangkan D2 memiliki kemiripan dengan Staphylococcus.

Uji Methyl Red (MR) dilakukan untuk mengetahui kemampuan isolat

membentuk asam campuran sebagai hasil akhir dari fermentasi glukosa. Glukosa

difermentasi dan menghasilkan beberapa asam organik (laktat, asetat, suksinat,

dan asam format). Hasil positif ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna

menjadi merah setelah penambahan methyl red. Hal ini menandakan medium

mengandung asam campuran sehingga indikator methyl red (pH 4,3 – 6,3) tetap

merah ketika ditambahkan. Sedangkan hasil negatif ditunjukkan dengan tidak

adanya perubahan warna. Hal ini menandakan bahwa isolat tidak menghasilkan

asam (Ulfa, dkk., 2016: 797). Reaksi yang terjadi ditulis sebagai berikut:

C6H12O6 + H2O Asam Organik CO2 + H2 (pH 4,4)

Berdasarkan pengamatan diketahui D1 menunjukkan hasil positif yang

menandakan isolat menghasilkan produk asam, sedangkan D 2 menunjukkan hasil

negatif. Penelitian sebelumnya oleh Adel Al-Gheeth (2015:7), melakukan uji

biokimia pada bakteri yang diisolasi dari minyak diesel. Isolat yang diperoleh

berasal dari genus Pseudomonas dan Staphylococcus. Hasil uji MR menunjukkan

bahwa Pseudomonas mengalami perubahan warna, sedangkan pada

Staphylococcus tidak terjadi perubahan warna. Hal ini menandakan bahwa isolat

D2 memiliki kesamaan dengan hasil uji MR Staphylococcus, namun tidak dengan

bakteri Pseudomonas karena termasuk bakteri gram negatif. Sedangkan dalam

penelitian Adel Al-Gheeth (2015: 7) dalam uji MR pada beberapa bakteri

menunjukkan bahwa B. subtilis memperoleh hasil positif sehingga memiliki

kesamaan dengan isolat D1.


47

Uji indol merupakan pengujian untuk menunjukkan atau menentukan

kemampuan suatu isolat untuk menghasilkan indol dari pemecahan asam amino

triptofan. Triptofan dihidrolisis oleh triptofanase untuk menghasilkan tiga

kemungkinan produk yaitu indol, asam piruvat dan ion amonium. Hasil positif

ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah pada medium. Hal ini menandakan

bahwa bakteri tersebut memiliki enzim triptonase yang dapat menghidrolisis asam

amino triptofan. Triptofan adalah salah satu jenis asam amino yang terdapat pada

protein yang digunakan sebagai sumber energi oleh mikroorganisme. Reagent

Kovac’s dapat mendeteksi keberadaan indoi dan menghasilkan warna merah

karena membentuk kompleks dengan p-dimethylaminobenzaldehyde (Fallo dan

Yuni, 2016: 28).

Gambar 4.4 Reaksi Uji Indol


Sumber: Mahmudah, dkk., 39: 2016
Berdasarkan penelitian isolat D1 dan D2 menunjukkan hasil negatif yang

menandakan bahwa kedua isolat tersebut tidak memiliki kemampuan

menghidrolisis triptofan. Kandungan aktif dalam Reagen Kovac’s adalah

p- dimethylaminobenzaldehyde yang jika bereaksi dengan indol akan membentuk

produk akhir berupa senyawa Quinoidal merah (Mahmudah, dkk., 39: 2016).
48

Menurut penelitian Adel Al-Gheeth (2015: 7) dalam hasil uji indol pada Bacillus

megaterium dan Staphylococcus xylosus yang diisolasi dari minyak menunjukkan

hasil yang negatif pada isolat bakteri.

Uji katalase merupakan pengujian untuk menunjukkan kemampuan isolat

dalam menghasilkan enzim katalase. Uji katalase dilakukan dengan menggunakan

reagen hidrogen peroksida (H2O2). Prinsip kerja enzim katalase ini adalah

mengubah hidrogen peroksida (H2O2) yang bersifat toksik menjadi air (H2O) dan

oksigen (O2) yang tidak berbahaya dengan bantuan enzim katalase. Cara kerjanya,

bakteri diambil menggunakan ose steril pada media koleksi, lalu diletakkan pada

permukaan objek glass steril dan ditetesi reagen hidrogen peroksida (H 2O2).

Reaksi positif akan ditandai dengan terbentuknya gelembung udara ketika

diberikan H2O2 sekitar 1-2 detik (Mahmudah, dkk., 2016: 34). Reaksinya ditulis

sebagai berikut:

2O2 + 2H+ Super oksida dismutase


H2O2 + O2
Katalase
2H2O2 2H2O dan O2

Berdasarkan penelitian diperoleh pada D1 dan D2 menunjukkan hasil

positif yang ditandai dengan terbentuknya gelembung gas pada spesimen. Hal ini

menandakan bahwa isolat tersebut mengandung enzim katalase yang dapat

memecah H2O2 menjadi 2H2O dan O2. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan

uji katalase bertujuan untuk membedakan antara bakteri Staphylococcus sp.

dengan bakteri Streptococcus sp. bakteri Staphylococcus sp. akan menunjukkan

hasil uji yang positif (katalase positif), sedangkan Streptococcus sp. menunjukkan

katalase negatif (Khairunnisa, dkk., 2018: 542).

Uji sitrat merupakan pengujian untuk menunjukkan kemampuan isolat

dalam menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi.

Medium yang digunakan untuk uji sitrat adalah Simmons Citrate (SC) agar.
49

Medium SC merupakan medium sintetik dengan Na sitrat sebagai satu-satunya

sumber karbon, NH4+ sebagai sumber N dan bromothymol blue sebagai indikator

pH. Penggunaan sitrat oleh isolat menyebabkan peningkatan pH akibat

berkurangnya atau hilangnya asam dalam biakan dan mengubah warna media.

Artinya jika bakteri mampu menggunakan sitrat, maka asam dalam medium akan

hilang menyebabkan peningkatan pH dan perubahan warna pada medium dari

hijau menjadi biru. Hal ini menunjukkan hasil positif (Ulfa, dkk., 2016: 796).

Reaksi yang terjadi sebagai berikut:

Gambar 4.5 Reaksi Uji Sitrat


Sumber: Ulfa, dkk., 2016: 796
Berdasarkan penelitian yang diperoleh, D 1 menunjukkan hasil positif,
sedangkan D2 menunjukkan hasil negatif. Hal ini menandakan bahwa isolat D 1

mampu menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi, sedangkan D2

tidak dapat menggunakan sitrat. Penelitian sebelumnya oleh Adel Al-Gheeth

(2015: 7) pada uji sitrat menunjukkan bahwa isolat B. subtilis, B. megaterium dan

Staphylococcus xylosus memiliki hasil yang positif. Hal ini menandakan bahwa

isolat D1 memiliki kesamaan hasil uji sitrat dengan penelitian tersebut, sedangkan

D2 memiliki kesamaan dengan Staphylococcus sesuai dari hasil penelitian oleh

Bhuvaneswar, dkk. (2012: 196) yang menunjukkan hasil uji sitrat negatif.
50

Uji hidrolisis pati adalah pengujian yang digunakan untuk mengetahui

kemampuan isolat dalam menghidrolisis amilum dengan bantuan enzim amilase.

Hidrolisis pati adalah suatu proses pemecahan molekul amilum menjadi bentuk

yang lebih sederhana diantaranya maltosa, glukosa, dekstrin dan maltoriosa.

Hidrolisis pati dengan enzim amilase mula-mula akan memecah pati menjadi unit-

unit rantai glukosa yang lebih pendek disebut dekstrim, kemudian dekstrim akan

dipecah menjadi maltosa dan dipecah lagi menjadi molekul glukosa. Adanya

enzim amilase pada isolat ditandai dengan terbentuk zona bening disekitar koloni

setelah ditetesi larutan iodium. Hal ini menunjukkan hasil positif yang

menandakan bahwa telah terjadi hidrolisis amilum (pati) oleh enzim amilase

(Nuryanti, dkk., 2021: 76). Berdasarkan hasil penelitian kedua isolat yaitu D 1 dan

D2 menunjukkan terbentuknya zona kuning bening disekitar koloni sehingga

reaksinya positif. Hal ini juga menandakan bahwa dalam media isolat telah terjadi

hidrolisis pati oleh enzim amilase. Hasil yang diperoleh memiliki kesamaan

dengan hasil penelitian Adel Al-Gheethi (2015: 7) dalam uji hidrolisis pati

menunjukkan hasil yang positif pada bakteri B. subtilis dan B. megaterium.

Uji pencairan gelatin merupakan pengujian yang dilakukan untuk

mendeteksi enzim gelatinase yang dapat menghidrolisis gelatin. Enzim gelatinase

dihasilkan dari sekresi secara ekstraseluler dari beberapa bakteri yang dapat

menghidrolisis/mencerna gelatin. Hasil positif ditandai dengan terdapatnya gelatin

yang mencair dalam medium. Medium yang digunakan adalah media padat gelatin

dan juga berfungsi sebagai substrat untuk aktivitas enzim gelatinase. Ketika media

diinokulasikan isolat yang dapat mensekresikan gelatinase, maka enzim tersebut

dapat menghidrolisis gelatin dan mengakibatkan pencairan pada media. Dalam hal

ini media akan tetap mencair meski ditempatkan di suhu rendah (lemari es)

maupun suhu tinggi (penangas air). Dengan demikian hasil menunjukkan reaksi
51

positif. Reaksi yang terjadi berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama, enzim

gelatinase mendegradasi gelatin menjadi polypeptides. Selanjutnya, polypeptides

akan diubah menjadi asam amino (Lubis, dkk., 2015: 104). Reaksi dapat

digambarkan sebagai berikut.

H2O H2O
Gelatinase Gelatinase
Gelatin Polipeptida Asam Amino
Berdasarkan penelitian diperoleh hasil yaitu isolat D 1 dan D2 menunjukkan

indikator positif dengan terjadinya pencairan gelatin pada tabung reaksi. Enzim

gelatinase mampu menghidrolisis gelatin sehingga tidak dapat membentuk gel

kembali sehingga bersifat cair. Penelitian sebelumnya oleh Adel Al-Gheethi

(2015: 7) pada uji pencairan gelatin menunjukkan bahwa isolat B. subtilis,

B. megaterium dan Staphylococcus xylosus menunjukkan hasil positif, sedangkan

hasil penelitian Bhuvaneswar, dkk. (2012: 197) juga memperoleh hasil positif

pada bakteri Staphylococcus.

Uji fermentasi glukosa merupakan pengujian untuk mengidentifikasi

kemampuan isolat bakteri dalam mendegradasi atau memfermentasi karbohidrat

menghasilkan asam dan gas. Uji fermentasi glukosa juga dikenal sebagai uji gula-
gula karena dalam media terbuat dari gula seperti glukosa, maltosa, sukrosa atau

manitol. Hasil positif ditandai dengan perubahan warna ungu menjadi kuning dan

juga terlihat adanya pembentukan gelembung gas pada tabung Durham.

Perubahan warna yang terjadi menandakan bahwa bakteri ini membentuk asam

dari fermentasi glukosa. Pembentukan gelembung gas yang terjadi disebabkan

oleh adanya reaksi fermentasi karbohidrat (Panjaitan, dkk., 2020: 11).

Berdasarkan penelitian diperoleh pada isolat D 1 menunjukkan hasil negatif

dimana media tidak mengalami perubahan warna, sedangkan isolat D 2

menunjukkan hasil positif dengan terjadinya perubahan warna dari ungu menjadi

warna kuning. Hal ini menandakan bahwa hanya isolat D 2 yang mampu
52

memfermentasikan glukosa menghasilkan asam lain. Penelitian sebelumnya oleh

Khairunnisa, dkk. (2018) melakukan uji fermentasi glukosa untuk mengetahui

bakteri Staphylococcus aureus menggunakan glukosa dan manitol. Hasil uji

menunjukkan bahwa terjadi perubahan warna manitol dan glukosa yang

sebelumnya berwarna ungu menjadi berwarna kuning. Hal ini menunjukan bahwa

bakteri yang diuji mampu memfermentasi gula-gula dan menghasilkan asam

laktat. Dengan demikian hasil penelitian memiliki kesamaan dengan penelitian

sebelumnya.

Uji Methyl Red (MR) dan uji fermentasi glukosa merupakan pengujian

yang melibatkan proses fermentasi glukosa menjadi produk asam dan gas.

Namun, dalam hal ini pada uji fermentasi karbohidrat tidak diketahui secara pasti

produk asam yang terbentuk. Sedangkan, pada uji MR mampu memfermentasikan

glukosa menghasilkan produk asam campuran yang lebih spesifik seperti asam

laktat, asam asetat, asam suksinat dan asam format. Berdasarkan derajat keasaman

(pH) asam yang dihasilkan, pada uji MR menggunakan indikator methyl red

sehingga yang terdeteksi adalah asam campuran yang akan menurunkan pH secara

drastis hingga 4,4. Sedangkan, pada uji fermentasi glukosa menggunakan

indikator Bromtimol biru (pH 6,0 – 7,6) yang dapat mengetahui ada tidaknya

fermentasi asam jenis lain yang dapat menurunkan pH hingga sekitar 6,0 dengan

perubahan warna menjadi kuning dalam suasana asam. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa pada D1 memiliki reaksi positif pada uji MR yang

menandakan asam yang dihasilkan berupa asam campuran yang spesifik (asam

laktat, asam asetat, asam suksinat dan asam fomar) dan memiliki pH dengan

rentang hingga 4,4. Sedangkan D2 memiliki reaksi positif pada uji fermentasi

glukosa yang menandakan asam yang dihasilkan memiliki pH hingga 6,0

mengubah indikator BB menjadi kuning dan tidak mengubah indikator MR.


53

3. Kemampuan Isolat Bakteri dalam Mendegradasi Hidrokarbon

Kemampuan biodegradasi isolat diukur menggunakan spektrofotometer

UV-VIS dan spektrofotometri visible. Bakteri diinokulasikan ke dalam media LB

cair dan dishaker suhu 30 °C dengan kecepatan 180 rpm selama 12 jam.

Kemudian 6 mL inokulat dimasukkan ke media LB cair baru yang mengandung

3 mL minyak avtur untuk mengetahui daya degradasi bakteri. Media LB cair lain

yang tidak mengandung inokulat juga ditambahkan minyak avtur sebagai

percobaan kosong (kontrol). Media ini diinkubasi selama 14 hari sambil diukur

OD setiap beberapa jam selama 5 hari menggunakan Spektrofotometri Visible

(600 nm) dan sisa minyak diukur pada hari ke-7 menggunakan Spektrofotometri

UV-VIS.

Kemampuan isolat dalam mendegradasi hidrokarbon diuji dengan media

cair yaitu medium Luria Bertani (LB). Medium LB mengandung tripton, natrium

klorida (NaCl), yeast extract dan agar (jika ingin membuat LB padat). Media ini

berfungsi sebagai media pemeliharaan dan pertumbuhan bakteri. Selain itu LB

juga berfungsi sebagai sumber karbon (C), nitrogen organik (R-NH 2) dan sumber

vitamin yang larut dalam air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat D 1 dan

D2 mampu tumbuh pada media yang mengandung minyak avtur selama 14 hari.

Pengamatan pertumbuhan bakteri dilihat secara visual pada media, mulai

dari minyak, warna, kekeruhan hingga endapan yang terbentuk. Minyak avtur

awalnya menyatu membentuk lapisan atas pada medium LB dan lama kelamaan

terpecah menjadi butiran-butiran minyak. Perubahan warna serta kekeruhan

terjadi menunjukkan aktivitas pertumbuhan bakteri. Semakin keruh menandakan

bahwa pertumbuhan bakteri dalam media semakin meningkat. Pengamatan

biodegradasi isolat D1 dan D2 secara visual disajikan pada tabel berikut 4.5 dan

tabel 4.6.
54

Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Visual pada Media Isolat D1


Pengamatan
Waktu Inkubasi
Warna Media Isolat Kondisi Minyak Avtur
Terdapat gumpalan minyak yang
Hari ke-0 Kuning jernih
menyatu
Terdapat gumpalan minyak, namun
Hari ke-1 Kuning agak jernih
kekentalan minyak mulai berkurang
Terdapat gumpalan minyak yang
Hari ke-2 Kuning sedikit keruh
mulai menipis

Hari ke-3 Kuning keruh Gumpalan minyak mulai terurai

Terdapat butiran besar minyak di


Hari ke-4 Kuning keruh
permukaan

Terdapat butiran minyak yang


Hari ke-5 Keruh, putih kekuningan
menyebar di permukaan medium

Sangat keruh, berwarna Terdapat sedikit butiran minyak di


Hari ke-6
putih susu seperti yogurt permukaan medium
Sangat keruh, berwarna Tersisa butiran kecil minyak di
Hari ke-7
putih susu seperti yohurt permukaan medium
Tersisa sedikit butiran kecil minyak
Hari ke-11 Putih susu
di permukaan medium

Hari ke-12 Putih susu Butiran kecil di dinding Erlenmeyer

Kental berwarna putih susu,


Hari ke-14 terdapat lapisan putih di Tidak terdapat sisa minyak
permukaan

Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Visual pada Media Isolat D2


Pengamatan
Waktu Inkubasi
Warna Media Isolat Kondisi Minyak Avtur
Terdapat gumpalan minyak yang
Hari ke-0 Kuning jernih
menyatu
Terdapat gumpalan minyak, namun
Hari ke-1 Kuning agak jernih
kekentalan minyak mulai berkurang
Terdapat gumpalan minyak yang
Hari ke-2 Kuning sedikit keruh
mulai menipis

Hari ke-3 Kuning keruh Gumpalan minyak mulai terurai

Terdapat butiran besar minyak di


Hari ke-4 Kuning keruh
permukaan
55

Terdapat butiran minyak yang


Hari ke-5 Keruh, putih kekuningan
menyebar di permukaan medium

Hari ke-6 Putih susu kekuningan Tersisa butiran minyak


Putih susu dan terdapat
Hari ke-7 Tersisa butiran kecil minyak
gumpalan busa
Putih susu dan terdapat Tersisa sedikit butiran minyak di
Hari ke-11
gumpalan busa permukaan medium
Putih susu lebih putih dari
Sedikit butiran minyak di permukaan
Hari ke-12 D1, terdapat lapisan endapan
medium
di permukaan
Kental berwarna putih susu,
Hari ke-14 terdapat lapisan putih Butiran kecil di dinding Erlenmeyer
kekuningan di permukaan

Berdasarkan pengamatan secara visual menunjukkan isolat bakteri D 1 dan

D2 dapat tumbuh pada media LB yang mengandung minyak avtur. Isolat tersebut

mampu memanfaatkan hidrokarbon pada minyak avtur sebagai sumber karbon

yang ditandai dengan berkurangnya kandungan minyak selama inkubasi 14 hari.

Bakteri pendegradasi hidrokarbon (hidrokarbonoklastik) memerlukan karbon

sebagai sumber energi dan nutrisi untuk kebutuhan aktivitas metabolisme dalam

pertumbuhannya. Minyak avtur yang awalnya menyatu membentuk lapisan

minyak lama-kelamaan terurai menjadi butiran-butiran kecil di permukaan media.


Hal ini disebabkan karena isolat bakteri mampu memproduksi atau mensintesis

biosurfaktan yang merupakan senyawa aktif yang mampu menurunkan tegangan

permukaan dalam suatu cairan dengan fase yang berbeda. Biosurfaktan adalah

molekul ampifilik terdiri atas gugus hidrofilik dan hidrofobik sehingga dapat

menurunkan tegangan permukaan, bagian hidrofilik akan mendekati air dan

memutus ikatan-ikatan hidrogen pada senyawa polar sedangkan bagian hidrofobik

akan menjauh, sehingga dua fase yang berbeda dapat homogen. Semakin banyak

butiran minyak yang terbentuk maka semakin banyak kandungan biosurfaktan

dalam media tersebut (Fiyani, dkk., 2021: 95).


56

Menurut Nilanjana dan Preethy (2011: 6) menyatakan bahwa biosurfaktan

merupakan kelompok senyawa kimia aktif yang diproduksi oleh berbagai

mikroorganisme. Biosurfaktan dapat bertindak sebagai agen pengemulsi dengan

menurunkan tegangan permukaan dan membentuk misel. Beberapa biosurfaktan

yang dihasilkan oleh mikroorganisme yaitu Sophorolipid dihasilkan oleh Candida

bombicola, Rhamnolipid dihasilkan oleh Pseudomonas aeruginosa, Lippmann

dihasilkan oleh Candida tropicalis, Rhamnolipid diproduksi oleh Pseudomonas

fluorescens, Surfaktan diproduksi oleh Bacillus subtilis, Glikolipid diproduksi

oleh Aeromonas sp, dan Bacillus sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri

yang dapat menguraikan serta menurunkan tegangan permukaan minyak dengan

media yaitu mengandung biosurfaktan. Keberadaan biosurfaktan dalam media

kultur merupakan bahan paling aktif yang berkontribusi terhadap peningkatan laju

degradasi minyak.

Berdasarkan hasil pengamatan juga menunjukkan perubahan warna dan

tingkat kekeruhan pada media. Media cair yang digunakan adalah medium LB

cair yang berwarna kuning jernih. Selama proses inkubasi selama 14 terjadi

perubahan warna menjadi putih kental dan mengalami kekeruhan. Warna media

yang terbentuk dapat berasal dari pigmen yang diproduksi oleh bakteri yang

berfungsi untuk melindungi bakteri dari sinar matahari yang dapat membunuh

bakteri. Kekeruhan media menunjukkan tingkat pertumbuhan bakteri dalam suatu

larutan. Selain itu, kekeruhan terjadi sebagai hasil metabolit-metabolit sekunder

dari perombakan hidrokarbon minyak avtur dalam medium. Semakin keruh berarti

semakin banyak jumlah bakteri yang terdapat dalam medium tersebut.


57

Hari ke-0 Hari ke-4 Hari ke-14


Gambar 4.6 Pengamatan Warna dan Tingkat Kekeruhan
Pengukuran OD dilakukan untuk melihat kurva pertumbuhan bakteri

dalam mendegradasi minyak avtur. Setiap isolat bakteri memiliki kurva standar

pertumbuhan yang terdiri dari empat fase yaitu fase lagging, fase eksponensial,

fase stasioner dan fase kematian. Pengukuran OD dilakukan dengan menggunakan


instrumen spektrofotometer visible sebagai nilai absorbansi. Nilai absorbansi yang

diperoleh menunjukkan tingkat kekeruhan. Panjang gelombang yang digunakan

yaitu 600 nm. Hal ini dikarenakan menurut Yuniati (2012) menyatakan bahwa

panjang gelombang 600 nm hingga 625 nm digunakan untuk melihat nilai

absorbansi atau kekeruhan dari sampel yang berwarna kuning hingga kecoklatan.

Berdasarkan pengamatan pengukuran kekeruhan (OD 600nm) diperoleh hasil sebagai

berikut.

3.5

2.5
Absorbansi

2
Fase Eksponensial

1.5
Fase Kematian
Fase Stasioner

1
Fase Lag

0.5

0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Waktu (Jam)
Gambar 4.7 Kurva pertumbuhan isolat D1
58

4.5
4 Fase Eksponensial
3.5
3
Absorbansi

2.5 Fase Kematian


Fase Stasioner
2
1.5 Fase lag
1
0.5
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Waktu (Jam)
Gambar 4.6 Kurva pertumbuhan isolat D2
Gambar diatas menunjukkan pola pertumbuhan dua isolat dengan menggunakan

minyak avtur sebagai satu-satunya sumber karbon. Grafik tersebut dengan jelas

menunjukkan bahwa kedua isolat secara efektif menggunakan minyak avtur

sebagai satu-satunya sumber karbon dan nutrisi untuk pertumbuhannya.

Kebutuhan nutrisi isolat sangat penting dalam pertumbuhannya. Tahap

pertumbuhan mikroba meliputi fase lagging, fase eksponensial, fase stasioner dan

fase mati. Jika bakteri ditransfusikan atau diisolasi dalam medium, maka pada

awalnya bakteri tersebut akan mengalami fase lag atau fase adaptasi untuk
beradaptasi dengan kondisi sekitar. Jika media pertumbuhan dan mediumnya

sama dengan yang sebelumnya, mungkin tidak diperlukan masa adaptasi. Namun,

jika nutrisi tersedia dan kondisi lingkungan berbeda dari yang sebelumnya maka

diperlukan penyesuaian untuk sintesis enzim. Fase eksponensial menunjukkan

pertumbuhan bakteri dengan membelah secara cepat dan terus menerus sepanjang

kurva logaritmik. Selama periode ini, laju pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh

lingkungan tempat tumbuhnya seperti suhu, pH, nutrisi, dan kelembaban. Namun,

suhu dan pH merupakan faktor yang penting karena beberapa spesies bakteri

memiliki suhu dan pH optimum untuk pertumbuhannya. Menurut Fitria dan

Zulaika, (2018: 39) pH optimal untuk pertumbuhan bakteri dikelompokkan


59

menjadi tiga tipe yaitu acidhopile (pH 0-5), neuthropile (pH 5,5-8,0) dan

alkalophile (8,5-11,5). Selama fase stabilisasi ini, bakteri sudah mampu

menghasilkan toksin terhadap bakteri lain serta tingkat nutrisi dalam substrat juga

berkurang sehingga bakteri akan mengalami fase kematian setelah nutrisi pada

media telah habis (Badaring, dkk., 2020: 167).

Berdasarkan penelitian dari kurva pertumbuhan dapat dilihat bahwa isolat

D2 mengalami pertumbuhan dengan cepat di banding dengan isolat D 1.

Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan diketahui genus yang terdapat

pada D1 adalah Bacillus, sedangkan D2 yaitu kemungkinan isolat dari genus

Staphylococcus atau B. megaterium. Kedua isolat diberi perlakuan yang sama

yaitu menggunakan media pertumbuhan LB dengan penambahan minyak avtur.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kedua bakteri memiliki pola pertumbuhan

yang berbeda.

Pertumbuhan bakteri terdiri dari empat fase yaitu fase lagging, fase

eksponensial, fase stasioner dan fase kematian. Genus Bacillus pada D1

menunjukkan waktu yang sedikit dalam proses adaptasi. Fase lag terjadi selama 2

hari dengan nilai OD 1,622 dimana pada fase ini sel bakteri melakukan adaptasi

namun tidak terjadi pembelahan sel. Selanjutnya laju pertumbuhan meningkat

secara bertahap dari inkubasi jam ke-65 hingga ke-123 dengan nilai OD sebesar

3,018. Peningkatan tersebut terjadi dikarenakan bakteri tersebut telah beradaptasi

dengan baik pada lingkungannya dan memiliki nutrisi yang cukup dari medium

serta kemampuan dalam memanfaatkan minyak sebagai sumber nutrisi dalam

proses pembelahan sel. Pada jam ke-123 hingga ke-147, pertumbuhan bakteri

memasuki fase stasioner dimana nutrisi pada medium mulai berkurang serta

adanya produk beracun yang menyebabkan berkurangnya laju pertumbuhan

sehingga pertumbuhan terbilang konstan. Nilai OD pada fase ini yaitu 3,018 pada
60

jam ke-123 dan 3,042 pada jam ke 147. Pada inkubasi jam ke-147 hingga jam

ke-184, isolat mengalami fase kematian yang ditandai penurunan laju

pertumbuhan menurun secara signifikan yang disebabkan nutrisi pada media

berkurang atau telah habis.

Genus yang terdapat pada isolat D 2 kemungkinan berasal dari

Staphylococcus atau B. megaterium. Berdasarkan kurva pertumbuhan dapat

dilihat bahwa isolat D2 memiliki pola pertumbuhan yang berbeda dengan isolat

D1. Berdasarkan grafik, fase lag pada isolat D 2 terjadi selama hampir 3 jam

dengan nilai OD 1,669. Pada fase ini sel bakteri melakukan adaptasi secara

bertahap, namun hanya sebagian kecil yang mengalami pembelahan sel.

Selanjutnya laju pertumbuhan meningkat secara tajam dari inkubasi jam ke-65

hingga ke-110 dengan nilai OD 4. Tahap ini disebut fase eksponensial dimana laju

pertumbuhan (pembelahan sel) bakteri meningkat. Hal ini terjadi karena bakteri

telah beradaptasi dengan lingkungannya serta memiliki nutrisi yang yang cukup

untuk pertumbuhannya. Selain itu, bakteri juga mampu memanfaatkan minyak

sebagai sumber nutrisi yang ditandai dengan berkurangnya kandungan minyak di

dalam media seiring waktu inkubasi. Tahap ini terjadi selama dua hari. Namun

dalam grafik pertumbuhannya sulit menentukan fase stasioner pada isolat D2.

Fase stasioner ditandai dengan laju pertumbuhan bakteri yang relatif konstan,

namun dalam hasil pengukuran terjadinya penurunan laju pertumbuhan setelah

mengalami fase eksponensial. Terjadi peningkatan pada jam ke-147 dengan nilai

OD 3,382. Setelah itu mengalami fase kematian yang ditandai dengan penurunan

secara signifikan laju pertumbuhan bakteri akibat nutrisi pada media berkurang

atau telah habis.


61

Kadar minyak dari sisa degradasi dapat diukur dengan menggunakan

insrtumen spektrofotometer UV-VIS. Kemampuan isolat dalam mendegradasi

minyak juga dapat dilihat dari adanya penurunan kadar minyak setelah pengujian.

Pengukuran sisa minyak dilakukan pada hari ke-7 pada isolat D 1, D2 dan kontrol.

Kedua isolat diberi perlakuan yang sama yaitu penambahan minyak avtur dengan

konsentrasi yang sama setelah ditambahkan isolat. Medium yang tanpa isolat juga

ditambahkan minyak avtur sebagai kontrol. Medium kontrol berisi media LB yang

ditambahkan minyak avtur tanpa penambahan kultur, medium ini digunakan

sebagai pembanding dan untuk melihat laju degradasi pada isolat D 1 dan D2.

Selanjutnya masing-masing medium kultur dan kontrol dipipet dan dilarutkan

dengan n-heksana. Penggunaan pelarut n-heksana berfungsi menarik komponen

minyak karena memiliki sifat yang sama yaitu bersifat non-polar. Sehingga

memudahkan dalam proses pengukuran kadar sisa minyak menggunakan

spektrofotometer UV-VIS dengan n-heksana sebagai blanko.

Berdasarkan hasil pengamatan disimpulkan dalam media mengalami

penurunan kadar minyak setelah diinkubasi selama 7 hari. Kadar minyak yang

dimiliki oleh medium kontrol sebesar 2,1533. Sedangkan D 1 dan D2 mengalami

pengurangan kadar minyak menjadi 0,369 pada medium D1 dan 0,4271 pada

medium D2. Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 4.2 diketahui bahwa

kedua isolat tersebut memiliki kemampuan dalam mendegradasi minyak avtur.

Hal ini dapat diketahui dengan melihat laju degradasi kedua isolat tersebut. Laju

degradasi dapat ditentukan dengan menggunakan metode gravimetri dengan

persamaan 3.1. Persentase laju degradasi dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Pengukuran sisa minyak dan laju degradasi dilakukan pada isolat D 1, D2

dan kontrol. Kedua isolat diberi perlakuan yang sama yaitu menggunakan media

pertumbuhan LB dengan penambahan minyak avtur. Medium yang tanpa isolat


62

juga ditambahkan minyak avtur sebagai kontrol. Setelah dishaker dan diinkubasi

selama 7 hari, diperoleh kadar minyak avtur mengalami penurunan. Medium

kontrol digunakan sebagai pembanding untuk melihat sisa minyak dan laju

degradasi pada isolat D1 dan D2. Hasil menunjukkan kemampuan yang paling

besar dalam mendegradasi minyak avtur diperlihatkan pada isolat D 1 yang

kemungkinan bakteri dari genus Bacillus dengan persentase biodegradasi sebesar

82,94%. Sedangkan D2 kemungkinan merupakan bakteri genus Staphylococcus

memiliki persentase biodegradasi sebesar 80,25%.

Minyak avtur merupakan bahan bakar minyak untuk pesawat terbang dari

hasil penyulingan minyak mentah dengan titik didih sekitar 150-250°C. Minyak

avtur mengandung senyawa hidrokarbon diantaranya olefin (alkana tak jenuh),

paraffin (alkana jenuh), naftena (sikloalkana) dan senyawa aromatik seperti

toluene (C6H5CH3), benzena (C6H6) dan xylena (C8H10). Selain itu, minyak avtur

juga mengandung bahan kimia kompleks rantai pendek seperti heksana (C 6H14),

heptana (C7H16), oktana (C8H18) dan nonana (C9H20) (Kadarwati, 2022: 12).

Biodegradasi senyawa hidrokarbon telah banyak diteliti guna mengatasi

permasalahan akibat pencemaran lingkungan. Beberapa penelitian sebelumnya

mengungkapkan bahwa senyawa hidrokarbon dengan struktur alifatik,

hidrokarbon dengan rantai panjang, hidrokarbon yang memiliki ikatan tak jenuh

(khusus rantai lurus), serta hidrokarbon yang strukturnya memiliki banyak cabang

mudah untuk diserang atau dirusak oleh mikroba. Proses biodegradasi pun juga

bergantung pada respon aditif mikroba terhadap keberadaan hidrokarbon.

Berdasarkan hasil pengamatan secara visual dan kadar sisa minyak dari hari ke

nol hingga hari ketujuh memiliki kemampuan dalam mendegradasi hidrokarbon.


63

Genus Bacillus merupakan sekelompok bakteri yang banyak ditemukan di

lahan tercemar minyak yang dapat dimanfaatkan sebagai agen bioremediasi

karena menghasilkan biosurfaktan yang mampu mengemulsi hidrokarbon dan

serta menguraikan limbah organik maupun anorganik sesuai kebutuhan hidupnya.

Berdasarkan hasil menunjukkan bahwa Bacillus mampu dalam mendegradasi

senyawa poliaromatik.

Senyawa aromatik yang banyak dalam minyak avtur adalah naftena dan

paraffin (Kadarwati, 2022: 12) Genus Staphylococcus mampu mendegradasi

minyak avtur karena menghasilkan enzim yang dapat memecahkan senyawa

organik kompleks hingga menghasilkan senyawa yang lebih sederhana. Misalnya

Staphylococcus mampu menghasilkan enzim katalase yang berperan dalam proses

mengubah hidrogen peroksida (H2O2) menjadi senyawa yang lebih sederhana,

yaitu hidrogen (H2) dan oksigen (O2), karena hal ini menyebabkan bakteri genus

Staphylococcus dikatakan bersifat katalase positif yang membedakan dari genus

Streptococcus. Selain itu, Staphylococcus memghasilkan tiga macam metabolit

yaitu metabolit nontoksin, eksotoksin dan enterotoksin yang merupakan metabolit

non toksin serta menghasilkan enzim diantaranya enzim stafilokinase yang

berfungsi sebagai activator plasminogen sehingga dapat melisiskan fibrin, enzim

katalase berperan memecah senyawa kompleks peroksida menjadi senyawa yang

lebih sederhana untuk keperluan daya tahan hidup, lipase yaitu enzim yang dapat

memutuskan ikatan asam oktadekanoat dengan lemak, DNase yaitu enzim yang

memecahkan DNA menjadi fosfomononukleotida.

Menurut Rahmawati (2012: 15), bakteri mampu mendegradasi minyak

dengan cara mengoksidasi senyawa hidrokarbon alifatik dengan bantuan enzim

monooksigenase dan menghasilkan produk akhir berupa asetil Ko-A yang akan

dikatabolisme melalui siklus asam sitrat (siklus krebs). Degradasi senyawa alifatik
64

misalnya alkana dengan cara mengoksidasi gugus metil termal membentuk

alkohol primer dibantu oleh enzim oksigenase. Alkohol dioksidasi menjadi

aldehid, lalu asam organik dan kemudian dihasilkan asam lemak dan asetil Ko-A.

Senyawa antara asetil Ko-A akan masuk ke dalam siklus asam sitrat sehingga

rantai karbon akan berkurang dan terus berlanjut hingga molekul hidrokarbon

teroksidasi.
C7H15-CH3 + NADH + O2
n-oktana
monooksigenase

C7H15-CH2-OH + NAD + H2O


n-oktanol
NAD

NADH NAD NADH C



C7H15-CH2=O C7H15-C=O
n-oktanal H2O asam oktanoat
ATP KoA

AMP=PPi
β-oksidasi ke asetil KoA
Gambar 4.7 Reaksi Degradasi Hidrokarbon Alifatik
(Sumber: Rahmawati, 2012: 15)
Menurut Nasikhin dan Maya (2013: 84-85), senyawa hidrokarbon

aromatik akan dikatalisis menggunakan beberapa enzim diantaranya

monooksigenase, dioksigenase, sekuensial dioksigenase membentuk beberapa

senyawa yang lebih sederhana. Enzim tersebut mampu memecah atau memutus

ikatan karbon pada cincin aromatik sehingga menghasilkan alkohol primer. Enzim

dioksidase akan mendegradasi senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH)

dan membentuk cis-dihidrodiol, setelah itu akan dihidrogenasi membentuk

dihidroksi-PAH. Senyawa tersebut merupakan substrat untuk enzim membuka

gugus siklik. Dengan memberikan satu molekul oksigen, enzim monooksigenase

juga dapat memecah polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) dan menghasilkan


65

senyawa arene oksida. Selanjutnya, senyawa-senyawa ini dapat dimanfaatkan oleh

mikroba sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhan dan produksi energi.

Gambar 4.8 Reaksi Biodegradasi Hidrokarbon Aromatik


(Sumber: Rahmawati, 2012: 16)
Naftalena merupakan jenis senyawa HAP sederhana dan paling cepat larut

dan merupakan senyawa aromatik yang banyak dalam minyak avtur. Jalur

degradasi naftalena dapat dilakukan secara aerobik atau anaerobik. degradasi

naftalena oleh bakteri diawali perubahan ke dalam bentuk cis-1,2- dihidroksi-1,2-

dihidronaftalena melalui enzim multi komponen dengan memasukkan dua

molekular atom oksigen ke dalam molekul aromatik naftalena. Ini adalah tahap

inisial dalam degradasi aerobik naftalena. Cis-1,2-dihidroksi-1,2-dihidronaftalena

kemudian dikonversi menjadi 1,2-dihidroksinaftalena dengan bantuan enzim


66

naftalena (+)-cis-dihidrodiol dehidrogenase sebagai katalisator. Melalui bantuan

bakteri, terjadi perpecahan enzimatik menjadi 2-hidroksibenzalpiruvat, lalu

menjadi salisilat dan piruvat. Proses ini penting untuk mengurai polutan seperti

naftalena yang dapat membahayakan ekosistem jika tidak terurai dengan baik.

Bakteri yang mampu melakukan degradasi senyawa-senyawa kompleks seperti

naftalena mampu mengatasi polusi dan menjaga keseimbangan lingkungan.


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Identifikasi isolat bakteri pendegradasi hidrokarbon dapat dilakukan

dengan pengujian morfologi, pewarnaan gram dan uji biokimia yang

meliputi uji methyl red, uji indol, uji katalase, uji sitrat, uji hidrolisis pati,

uji pencairan gelatin dan uji fermentasi glukosa. Berdasarkan hasil

diperkirakan bahwa isolat D1 termasuk bakteri dari genus Bacillus,

sedangkan isolat D2 termasuk bakteri dari genus Staphylococcus.

2. Kemampuan isolat bakteri dalam mendegradasi hidrokarbon sebesar

82,86% untuk isolat D1 dan 80,17% untuk isolat D2.

B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut seperti analisis menggunakan

metode PCR dan instrument GC-MC untuk memperoleh hasil yang lebih

optimum.

67
DAFTAR PUSTAKA

Aditiawati, dkk. “Isolasi Bertahap Bakteri Pendegradasi Minyak Bumi Dari


Sumur Bangko.” Genus (2001): h. 3–5.
Ahyadi, Muhammad Yaris dkk. “Analisis Dampak Oil Spill di Teluk Balikpapan
Terhadap Kehidupan Masyarakat Dalam Perspektif Hukum dan
Lingkungan.” Bumi Lestari Journal of Environment 21, no. 1 (2021): h. 18-
22.
Al-Gheethi, Adel Ali Saeed. "Recycling of Sewage Sludge as Production Medium
for Cellulase by a Bacillus megaterium Strain". Article Recycl Org Waste
Agricult 4, no. 2 (2015): h. 105–19.
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan as-Suyuti. Tafsir Jalalain. Terj. Bahrun.
Abubakar. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007.
Al-Qarni Aidh. Tafsir Muyassar, Jakarta: Qisthi Press, 2007.
Al-Qur’an al-Karim Terjemahan Depertemen Agama R.I.
Ardiatma, Dodit, and Yandri Sasmita. “Optimasi Dosis Injeksi Reverse
Demulsifier Dalam Mengatasi Masalah Emulsi Pada Pengolahan Air
Terproduksi Pt Pertamina Hulu Mahakam.” Jurnal Teknologi dan
Pengelolaan Lingkungan 6, no. 1 (2019): h. 8–15.
Badaring, dkk. "Identification Morfologi Mikroba pada Sungai Water Closet
Jurusan Biologi Universitas Negeri Makassa"r. Prosinding Seminar Nasional
Biologi FMIPA UNM, 2020: h. 161–68.
Bhuvaneswar, Cherukupalle., dkk. "Effective Synergetic Biodegradation of Diesel
oil by Bacteria". Environmental Biology 2, no. 1 (2012): h. 195-199.
Fallo, Gergonius dan Yuni Sine. Isolasi dan Uji Biokimia Bakteri Selulolitin Asal
Saluran pencernaan Rayap Pekerja (Macrotermes app.). Pendidikan Biologi
1, no. 2 (20116): h. 27-29.
Fitria dan Zulaika. “Aklimatisasi PH dan Pola Pertumbuhan Bacillus Cereus S1
Pada Medium MSM Modifikasi”. Sains dan Seni ITS 7, no. 2 (2018): h. 3–5.
Hatmanti, Ariani. "Pengenalan Bacillus spp.” Oseana 15, no. 1 (2000): h. 31–41.
Fatimah, Syamsul, and Yanlinastuti. “Pengaruh Konsentrasi Pelarut Untuk
Menentukan Paduan U-Zr dengan Menggunakan Metode Spektorfotometri
Uv-Vis.” Pusat Teknologi Bahan Nuklir 9, no. 17 (2016): h. 22–33.
Fiyani, Ai, dkk. "Analisis Konsep Kimia Terkait dengan Pembuatan Surfaktan
dari Ampas Tebu". Riset Pendidikan Kimia 10, no. 2 (2020): h. 94-101.
Hadi, Kuncoro, Sofyanita Sofyanita, and Ardiansyah Ardiansyah. 2021.
“Hidrokarbon dan Minyak Bumi Dalam Prespektif Al Quran.” Journal of
Natural Science and Integration 4, no. 2 (2021): h. 244-252.
Handayani, Gemy Nastity, and Zulfiati Zulfiati. “Isolasi Mikroba Penghasil
Antibiotik Dari Pasir Pantai Lemo-Lemo Kabupaten Bulukumba Dalam
Menghambat Beberapa Bakteri Patogen.” Kesehatan 13, no. 1 (2020): h. 21–
27.
Hasyimuddin, M Natsir Djide, and M Farid Samawi. “Isolasi Bakteri
Pendegradasi Minyak Solar Dari Perairan Teluk Pare-Pare.” Biogenesis:

68
69

Jurnal Ilmiah Biologi 4, no. 1 (2016): h. 41–46.


Hossain, Md Forhad dkk. “Bioremediation Potential of Hydrocarbon Degrading
Bacteria: Isolation, Characterization, and Assessment.” Saudi Journal of
Biological Sciences 29, no. 1 (2022): h. 211–16.
Ifani, A D. “Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Pendegradasi Phenanthrene Pada
Lumpur Mangrove dengan Menggunakan Gen 16S RRNA.” Skripsi.
Surabaya: Fakultas Sain dan Teknoligi Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel, 2021.
Irda Sayuti, Yusni Ukhwan Siregar, Bintak Amin, Anthoni Agustie. “Isolasi
Bakteri Indegen Minyak Bumi Dari Gas Boot Di Petapahan Riau.”
Prosinding Seminar Nasional Pelestarian lingkungan dan Mitigasi Bencana,
2016: h. 563-570.
Kadarwati, Sri. Biodegradasi Naftena dalam Avtur oleh Kapang Paecilomyces sp.
Lembaran Publikasi Lemigas 38, no. 3 (2004): h. 12-20.
Khaerunnisa, Midali, dkk. “Isolasi dan Identifikasi Staphylococcus Aureus pada
Ambing Kambing Peranakan Etawa (PE)". JIMVET 2, no. 4 (2018): h. 538–
45.
Kebede, Gessesse dkk. “Factors Influencing the Bacterial Bioremediation of
Hydrocarbon Contaminants in the Soil: Mechanisms and Impacts.” Journal
of Chemistry 2021.
Kurahman, Opik Taupik dkk. “The Isolation and Identification Bacteria on
Jallalah Animal (Study on the Feeding Tilapia (Oreochromis Niloticus) with
Chicken Manure As Foods).” Elkawnie 6, no. 2 (2020): h. 222-236.
Laksana, Agung. 2021. “Bioremediasi Sludge Minyak Bumi Skala Laboratorium
Menggunakan Kutur Campur Kapang Indigen Hidrokarbonoklastik Skala
Laboratorium.” Prosinding Seminar Nasional Lahan Suboptimal ke-9, 2020:
h. 154–61.
Lubis, Sirma, dkk. "Seleksi dan Karakterisasi Bakteri Endofit dari Tumbuhan
Raru (Cotilelobium melanoxylon) Pendegradasi Selulosa". Biosains 1, no.
(2015): h. 100-106.
Mahmudah, Rafiah, Maswati Baharuddin, and Sappewali Sappewali. “Identifikasi
Isolat Bakteri Termofilik Dari Sumber Air Panas Lejja, Kabupaten
Soppeng.” Al-Kimia 4, no. 1 (2016): h. 31–42.
Marsaoli, Muhajir. “Kandungan Bahan Organik, N-Alkana, Aromatik Dan Total
Hidrokarbon Dalam Sedimen Di Perairan Raha Kabupaten Muna, Sulawesi
Tenggara.” Makara Sains 8, no. 3 (2004.): h. 116–122.
Mawazi, Saeid Mezail, Hazrina A.B. Hadi, Sinan Mohammed Abdullah Al-
Mahmood, and Abd Almonem Doolaanea. “Development and Validation of
Uv-Vis Spectroscopic Method of Assay of Carbamazepine in
Microparticles.” International Journal of Applied Pharmaceutics 11, no. 1
(2019): h. 34–37.
Mikdarullah, Mikdarullah, and Aditiya Nugraha. 2017. “Teknik Isolasi Bakteri
Proteolitik Dari Sumber Air Panas Ciwidey, Bandung.” Buletin Teknik
Litkayasa Akuakultur 15, no. 1 (2019): h. 11–14.
Nasikhin, Roksun, and Shovitri Maya. 2013. “Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri
Pendegradasi Solar Dan Bensin Dari Perairan Pelabuhan Gresik.” Jurnal
70

sains dan Seni Pomits 2, no. 2 (2019): h. 84–88.


Nilanjana, Das and Preethy Chandran. “Microbial Degradation of Petroleum
Hydrocarbon Contaminants: An Overview”. Biotechnology Research
International 1, no. 1 (2011): h. 0-13.
Nurjanah, Ika. “Uji Potensi Bakteri Pendegradasi Minyak Solar Di Perairan
Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.” Analytycal Biochemistry 11, no. 1
(2018): h. 1-5.
Nuryanti, Siska, dkk. Karakterisasi Isolat Bakteri Penghasil Selulosa dari Buah
Naga Merah (Hylocereus polyrhizus). Farmasi 13, no. 1 (2021): 71-79
Panjaitan, Fany Juliarti dkk. “Karakterisasi Mikroskopis Dan Uji Biokimia
Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) Dari Rhizosfer Tanaman Jagung Fase
Vegetatif.” Jurnal Ilmu Pertanian dan Lingkungan 1, no 1 (2020): h. 9–17.
Pratiwi, Restiani Alia, and Asep Bayu Dani Nandiyanto. “How to Read and
Interpret UV-VIS Spectrophotometric Results in Determining the Structure
of Chemical Compounds.” Indonesian Journal of Educational Research and
Technology 2, no. 1 (2022): h. 1–20.
Prayitno, Joko, Amalia Mahmudah, and Esi Lisyastuti. “Degradasi Minyak
Mentah Dan Solar Oleh Konsorsium.” Journal Ecolab 4, no. 708 (2010): h.
81–88.
Puspitasari, Ita, Agus Trianto, and Jusup Supriyanto. “Eksplorasi Bakteri
Pendegradasi Minyak Dari Perairan Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang.”
Journal of Marine Research 9, no. 3 (2020): h. 281-288.
Rahayu, Yuni Sri, Yuliani, and Guntur Trimulyono. “Isolation and Identification
of Hydrocarbon Degradation Bacteria and Phosphate Solubilizing Bacteria in
Oil Contaminated Soil in Bojonegoro, East Java, Indonesia.” Indonesian
Journal of Science and Technology 4, no. 1 (2019): h. 134–147.
Rini, CS. dan Jamilatur R. Buku Ajar Mata Kuliah Bakteriologi Dasar. Sidoarjo:
UMSIDA Press, 2020.
Safrilsyah. 2014. “Agama Dan Kesadaran Menjaga Lingkungan Hidup.”
Subtantia 16(April): 61–78.
Sayuti, Irda, and Suratni. “Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Hidrokarbonoklastik
Dari Limbah Cair Minyak Bumi GS Cevron Pasifik Indonesia Di Desa Benar
Kecamatan Rimba Melintang Rokan Hilir.” Prosinding Seminar bidang
MIPA BKS-PTN, 2015: h. 320–334.
Seniati, Marbiah, and Andi Irham. “Pengukuran Kepadatan Bakteri Vibrio
Harveyi Secara Cepat dengan Menggunakan Spectrofotometer”
Agrokompleks 19, no. 2 (2019): h. 12–19.
Sudrajat, Dadang, Nana Mulyana, and Tri Retno DL. “Isolasi Dan Aplikasi
Mikroba Indigen Pendegradasi Hidrokarbon Dari Tanah Tercemar Minyak
Bumi.” Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah, 2015: h. 101–9.
Tian, Xiumei, dkk. "Isolation, Screening, and Crude Oil Degradation
Characteristics of Hydrocarbons-Degrading Bacteria for Treatment of Oily
Wastewater". Water Science and Technology 78, no. 12 (2018): h. 2626-
2638.
Ulfa, Atiqa, dkk. “Isolasi dan Uji Sensitivitas Merkuri pada Bakteri dari Limbah
Penambangan Emas di Sekotong Barat Kabupaten Lombok Barat: Penelitian
71

Pendahuluan”. Proceeding Biology Education Conference 13, no. 1 (2016):


h. 793-799.
Zafira, Zana. “Bioremediasi Sebagai Alternatif Pengembalian Fungsi Tanah Yang
Tercemar Minyak Bumi.” Jurnal Jaring SainTek (JJST) 3, no. 2 (2021):
h. 29–35.
LAMPIRAN I : SKEMA ALUR PENELITIAN

Minyak diesel dari Palembang,


Sumatera Selatan

Isolasi dan pemurnian mikroba

Identifikasi mikroba

Uji makroskopis Uji mikroskopis Uji biokimia

Uji potensi isolat mikroba


pendegradasi hidrokarbon

72
LAMPIRAN II : SKEMA PROSEDUR KERJA

1. Pembuatan Media

a. Pembuatan 1000 mL Trace Element (pH 7)

Bahan

— Ditimbang CaCl2 (2 mg/L), FeCl3.6H2O (50 mg/L), MnCl2.4H2O (0.5

mg/L), ZnSO4.7H2O (10 mg/L), dan CuSO4 (0,5 mg/L).

— Dilarutkan dalam 1000 mL akuades secara bertahap sambil diaduk

menggunakan magnetic stirrer hingga homogen.

Trace Element

b. Pembuatan Mineral Salt Medium (MSM) cair 1000 mL

Bahan

— Ditimbang NH4NO3 (1,0 g), CaCl2 (0,02 g), Mg2SO4 (0,05 g),

K2HPO4 (1,0 g), KH2PO4 (1,0 g).

— Dilarutkan dalam 1000 mL akuades panas secara bertahap.

— Ditambahkan sebanyak 5 mL trace element dan dihomogenkan.

— Disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 20

menit.

MSM cair
c. Pembuatan Mineral Salt Medium (MSM) padat 500 mL

Bahan

— Dicampur MSM cair (500 mL), trace element (2,5 mL) dan bakto

agar (10 g) hingga homogen.

— Disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 °C (20 menit)

— Dituangkan dalam cawan petri steril hingga memadat

MSM padat

73
74

2. Isolasi Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon

Sampel

— Diambil 1 mL sampel dimasukkan ke dalam 100 mL MSM cair.

— Diinkubasi selama 7 hari pada suhu 30 ºC dan diaduk menggunakan

shaker dengan kecepatan 170 rpm.

— Dimasukkan 1 mL sampel ke dalam 9 mL akuades steril, lalu

dihomogenkan menggunakan vortex.

— Dibuat seri pengenceran hingga dari 10-1 hingga 10-6.

— Diinokulasikan 0,1 mL dari setiap pengenceran ke dalam cawan petri

berisi MSM padat metode cawan sebar (spread plate).

— Diinkubasi pada suhu 37 °C selama 48 jam.

Koloni bakteri

3. Identifikasi Mikroba Pendegrasi Minyak Mentah (Crude Oil)


a. Uji makroskopis

Isolat Bakteri

— Diamati bentuk koloni, warna koloni, elevasi, serta permukaan

koloni.

Hasil

b. Uji mikroskopis
1) Pewarnaan Gram

Isolat Bakteri

— Dibersihkan kaca preparat dengan etanol 70%

— Diratakan isolat di atas kaca preparat.

— Difiksasi di atas api bunsen.


75

— Ditetesi zat warna kristal violet selama 1 menit.

— Dibilas dengan air mengalir.

— Ditetesi larutan iodine kompleks dan ditunggu selama 1 menit.

— Dibilas dengan air mengalir.

— Dicelupkan kaca preparat ke dalam alkohol asam encer.

— Ditetesi zat warna safranin, lalu ditunggu selama 30 detik.

— Dibilas dengan akuades.

— Diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran tertentu.

Hasil

c. Uji Biokimia
1) Uji Methyl Red

Isolat bakteri

— Diambil 1 ose isolat lalu diinkulasikan ke dalam media cair MR-VP.

— Diinkubasi pada suhu 37 °C selama 5×24 jam.

— Ditambahkan 5 tetes metil merah pada preparat isolat bakteri.

— Hasil positif bila terbentuk komplekns warna merah.

Hasil

2) Uji Indol

Isolat bakteri

— Diinokulasikan isolat ke dalam SIM tegak,

— Diinkubasi selama 3×24 jam pada suhu 37 °C.

— Diteteskan reagen Kovac’s ke dalam tabung reaksi.

— Hasil positif warna merah muda pada permukaan broth.

Hasil
76

3) Uji Katalase

Isolat bakteri

— Diambil 1 ose lalu disuspensikan ke larutan peroksida (H2O2) pada

kaca objek yang bersih.

— Hasil positif bi;a terbentuk gelembung gas.

Hasil

4) Uji Asam Sitrat

Isolat bakteri

— Diambil 1 ose lalu diinokulasikan ke media SCA.menggunakan

metode gores.

— Diinkubasi selama 2×24 jam pada suhu 37 °C.

— Hasil positif menunjukkan warna biru.

Hasil

5) Uji Hidrolisis Pati

Isolat bakteri

— Diambil 1 ose lalu ditotolkan ke dalam media Starch Agar.

— Diinkubasi selama 2×24 jam pada suhu 37 °C.

— Hasil positif menunjukkan warna biru.

— Ditetesi beberapa tetes gram’s iodine.

— Dibilas menggunakan akuades.

— Diamati zona bening yang terbentuk disekitar koloni bakteri

— Hasil positif ditandai dengan terdapatnya zona kuning bening

disekeliling koloni.

Hasil
77

6) Uji Pencarian Gelatin

Isolat bakteri

— Diambil satu ose lalu diinokulasi dengan cara dituuik-tusuk pada

medium gelatin.

— Diinkubasi selama 7×24 jam pada suhu 37 °C.

— Diamati pencairan gelatin dengan cara media disimpan ke dalam

lemari es dengan suhu 4 °C selama 30 menit.

— Hasil positif menunjukkan terdapat gelatin yang mencair

Hasil

7) Fermentasi Glukosa

Isolat bakteri

— Diambil satu kemudian diinkubasi ke dalam medium fermentasi

glukosa.

— Diinkubasi selama 2×24 jam pada suhu 37 °C.

— Hasil positif ditandai dengan berubahnya warna medium dari hijau

menjadi kuning dan terdapat gas.

Hasil

4. Uji Kemampuan Isolat Bakteri dalam Mendegradasi Hidrokarbon

a. Peremajaan Isolat Bakteri ke Medium Cair

Isolat bakteri

— Diambil 1-2 ose lalu diinokulasikan ke dalam media LB cair 50 mL.

— Diinkubasi shaker 12 jam pada pada suhu 30 °C dengankecepatan

180 rpm.

Inokulat
78

b. Uji Kekeruhan dan Sisa Minyak

Inokulat

— Diambil 6 mL lalu ditambahkan ke dalam 100 mL medium LB cair

yang mengandung 3 mL minyak avtur dan juga

— Disiapkan media tanpa bakteri (kontrol).

— Diinkubasi sbil diaduk di atas shaker dengan kecepatan 180 rpm

selama 14 hari.

— Diukur kekeruhan (adsorbansi) tiap beberapa jam menggunakan

Spektrofotometer Visible.

— Diukur sisa minyak menggunakan Spektrofotometer UV-Vis

Inokulat
LAMPIRAN III : PERHITUNGAN LAJU DEGRADASI

Kode Isolat Konsentrasi Sisa Minyak Laju Degradasi (%)


Kontrol 2,1533 0

D1 0,369 82,86

D2 0,4271 80,17

A. Penentuan Laju Degradasi Isolat Bakteri


1. Kontrol
Ca
Cd = 1 - × 100%
Co

2,1533
Cd = 1 - × 100%
2,1533
Cd = 1 - 1 × 100%

Cd = 0

2. Isolat D1
Ca
Cd = 1 - × 100%
Co

0,369
Cd = 1 - × 100%
2,1533
Cd = 0,8286 × 100%

Cd = 82,86 %

3. Isolat D2
Ca
Cd = 1 - × 100%
Co

0,4271
Cd = 1 - × 100%
2,1533
Cd = 0,8017 × 100%

Cd = 80,17 %

79
LAMPIRAN IV : HASIL PENGAMATAN IDENTIFIKASI ISOLAT

A. Pewarnaan Gram

Hasil Pengujian
Sampel Gambar
Simplo Duplo Triplo

D1 + + +

D2 + + +

B. Pengamatan Uji Biokimia

1. Uji Methyl Red (MR)

Hasil Pengujian
Sampel Gambar
Simplo Duplo Triplo

D1 + + +

terbentuk kompleks warna merah

80
81

D2 – – –

terbentuk warna kuning

2. Uji Indol

Hasil Pengujian
Sampel Gambar
Simpl Tripl
Duplo
o o

D1 – – –

terbentuknya warna kuning

D2 – – –

terbentuknya warna kuning


82

3. Uji Katalase

Hasil Pengujian
Sampel Gambar
Simpl
Duplo Triplo
o

D1 + + +

terbentuk gelembung gas

D2 + + +

terbentuk gelembung gas

4. Uji Sitrat

Hasil Pengujian
Sampel Gambar
Simplo Duplo Triplo

D1 + + +

Menghasilkan warna biru


83

D2 – – –

Menghasilkan warna hijau

5. Uji Hidrolisis Pati

Hasil Pengujian
Sampel Gambar
Tripl
Simplo Duplo
o

D1 + + +

Terdapatnya zona kuning bening

D2 + + +

Terdapatnya zona kuning bening

6. Uji Pencairan Gelatin

Hasil Pengujian
Sampel Gambar
Simplo Duplo Triplo

D1 + + +

Terdapat gelatin yang mencair


84

D2 + + +

Terdapat gelatin yang mencair

7. Fermentasi Glukosa

Hasil Pengujian
Sampel Gambar
Simplo Duplo Triplo

D1 – – –

Medium berwarna hijau

D2 + + +

Medium berubah warna menjadi kuning


LAMPIRAN V : DOKUMENTASI KEGIATAN

A. Pembuatan Media

Mensterilkan peralatan Menimbang bahan-bahan Melarutan dengan akuades


yang digunakan yang digunakan hangat sedikit demi sedikit

Menstrerilkan media Menuangkan MSM cair ke Menuang media agar ke


dengan autoklaf (121 °C) dalam Erlenmeyer cawan petri

B. Isolasi Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon

Mensuspensi minyak Menshaker selama 7 hari Melakukan pengenceran


diesel ke dalam MSM cair dengan kecepatan 170 rpm bertingkat hingga 10-6
(30 °C). menggunakan akuades

Menginokulasi isolat ke Diinkubasi selama 2×24 jam pada


dalam media agar temperatur 30 °C

85
86

C. Identifikasi Bakteri Secara Makroskopis

Mengamati morfologi isolat Hasil Pengamatan

D. Uji Kemampuan Isolat Bakteri dalam Mendegradasi Hidrokarbon


1. Peremajaan isolat Bakteri Ke Medium Cair

Memasukkan 1-2 ose isolat Medium diinkubasi sambil Hasil inkubasi berupa
ke medium LB broth dishaker selama semalaman inokulat
(30°C. 180 rpm)

2. Uji Kekeruhan dan Sisa Minyak


a. Uji Kekeruhan

Menyiapkan 100 mL media Memasukkan inokulat ke Menyiapkan media kontrol


LB cair dalam Erlenmeyer medium LB cair yang tanpa inokulat
mengandung minyak
87

Kultur diinkubasi di atas Mengukur absorbansi tiap 2


shaker dengan kecepatan kali sehari menggunakan
180 rpm selama 14 hari Spektrofotometer Visible

b. Pengukuran Sisa Minyak dan Biodegradasi

Memipet kultur pada hari Didiamkan 30 menit lalu Mengukur kadar minyak
ke-7 lalu dilarutkan dengan dipisahkan cairan dari menggunakan instrumen
n-heksana endapan spektrofotometer UV-Vis

Anda mungkin juga menyukai