Anda di halaman 1dari 1

ANTINUTRISI

Komponen antinutrisi merupakan terminologi umum dari berbagai zat pada bahan pakan yang dapat
mengganggu proses utilisasi nutrien di dalam saluran pencernaan ternak. Sifat menghambat tersebut
dapat terjadi pada proses pencernaan (reduksi makromolekul menjadi berbagai monomer melalui kerja
enzim-enzim pencernaan) ataupun pada proses absorpsi (penyerapan nutrien khususnya dalam bentuk
monomer di usus halus). Kebanyakan dari komponen antinutrisi merupakan senyawa metabolit
sekunder tanaman yang berperan dalam proses adaptasi tanaman terhadap lingkungannya namun tidak
terlibat di dalam jalur utama biokimia dalam pertumbuhan sel dan reproduksi tanaman. Oleh karena itu
komponen antinutrisi menjadi tidak terpisahkan dengan istilah senyawa metabolit sekunder tanaman
dan fitokimia.

Sebagian dari komponen antinutrisi juga dapat bersifat toksik (racun) pada ternak. Komponen antinutrisi
yang terdapat pada pakan di antaranya tanin, saponin, inhibitor protease, lektin, alkaloid, asam oksalat,
asam fitat, glukosinolat, asam amino bukan protein, nitrit, nitrat, gosipol, farbol ester, glukosinolat, dan
glukosida sianogenik (sianogen). Komponen-komponen tersebut berperan di dalam sistem proteksi
tanaman terhadap herbivora dan patogen, regulasi proses simbiosis, kontrol germinasi biji, dan inhibisi
kimia terhadap spesies tanaman yang bersifat kompetitor (alelopati).

Anuraga, J., M, Ridla, E, Laconi dan Nahrowi. 2019. Komponen Antinutrisi pada Pakan. IPB Press. Bogor

Phytase mengikat phospor


Asam fitat dapat tercerna apabila terdapat fitase dalam saluran pencernaaan ternak. Ternak
nonruminansia seperti babi dan ayam tidak memiliki fitase sehingga tidak mampu mendegradasi fitat
menjadi fosfor tercerna. Fosfor merupakan elemen penting bagi kehidupan untuk hewan, Akan tetapi
karena sebagian besar disimpan dalam bentuk garam fitat dalam biji tanaman, maka ketersediaannya
untuk hewan monogastrik seperti babi dan unggas menjadi berkurang. Ketersediaan P juga akan
berkurang di hewan monogastrik karena mereka tidak memiliki fitase yang dibutuhkan untuk melepas P
sehingga dapat diserap, dengan demikian sebagian besar P akan diekskresikan. Penambahan fosfor
anorganik seperti dikalsium fosfat atau monokalsium monofosfat dalam ransum ternak non ruminansia
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan fosfor.

Yanuartono, A, Nururrozi dan S, Indarjulianto. 2017. Fitat dan fitase dampak pada hewan ternak. Jurnal
Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (3): 59 – 78.

Anda mungkin juga menyukai