Disusun Oleh:
Mety Cheysa Lova
2311015220013
KELOMPOK 7
Sindrom hiperventilasi (HVS) relatif umum terjadi di unit gawat darurat pada individu
muda. Istilah “sindrom hiperventilasi” diperkenalkan oleh Kerr et al pada tahun 1937,
mengacu pada kumpulan gejala fisik dan emosional, yang sebagian besar disebabkan oleh
hiperventilasi.
Pernafasan disfungsional adalah istilah yang menggambarkan gangguan pernapasan di
mana perubahan kronis pada pola pernapasan menyebabkan dispnea dan gejala lainnya.
Hal ini terlihat dari tidak adanya penyakit jantung atau pernapasan. Boulding dkk
mengusulkan klasifikasi gangguan pernapasan disfungsional menjadi sindrom
hiperventilasi, desahan dalam berkala, pernapasan dominan toraks, ekspirasi perut paksa,
dan asinkroni torako-abdominal. Bentuk disfungsi pernapasan yang paling banyak
diketahui adalah sindrom hiperventilasi.
Sindrom hiperventilasi menggambarkan suatu kondisi di mana peningkatan ventilasi
menit yang tidak tepat terjadi melebihi kebutuhan metabolisme. Hal ini terkait dengan
berbagai gejala tanpa pencetus organik yang jelas. Data yang terbatas menunjukkan
bahwa sindrom hiperventilasi terjadi
1
BAB II
METODE PRAKTIKUM
2
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Probandus
3
Hasil Tes
Setelah inspirasi
Probandus Setelah menahan dan ekspirasi
Normal dalam dan cepat
napas 20 detik
selama sekurang –
kurangnya 20 detik
1 27 20 34
2 28 26 31
3 21 30 45
4 11 17 14
4
3.2 Pembahasan
Judul dari praktikum fisologi ini adalah tes provokasi hiperventilasi. Tujuan
dari dilkukannya praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu menjelaskan
mengenai peraturan pernapasan, menjengkelkan sari toti dan menjelaskan hasil
tes provokasi hiperventilasi naracoba.
5
hiperventilasi adalah kompleks. Seringkali pada penderita sindroma
hiperventilasi kronis didapatkan kecemasan yang timbul bersamaan dengan
psikopatologi lainnya, dan stres yang dikeluhkan penderita seringkali justru
bukan sumber distresnya kecemasan yang dapat memicu penderita untuk
berusaha bernafas lebih dalam sehingga terjadi hiperventilasi yang terulang
kembali membentuk sebuah siklus. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi
hiperventilasi adalah dengan latihan napas. Hiperventilasi menyebabkan
karbondioksida (CO2) yang rendah dalam darah dan mempengaruhi banyak
sistem tubuh, seperti menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa dan
mengurangi tingkat oksigen di jaringan [8].
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa sindroma hiperventilasi
relatif sering didapatkan di Emer gency Department. Dikatakan juga
merupakan lebih dari 6% kasus kunjungan pada dokter spesialis serta lebih
banyak lagi kasus di dokter umum. Di Amerika serikat insidens sindroma
hiperventilasi mencapai lebih dari 10% kasus di bagian penyakit dalam.
Insiden pada wanita lebih tinggi dibanding pada laki laki ya'ni antara 2:1
sampai 7:1. Meskipun insiden sindroma hiperventilasi pada anggota keluarga
derajat pertama adalah tinggi, tetapi faktor genetik masih belum jelas
keterlibatan-nya. Usia terbanyak adalah pada usia 15-55 tahun, meskipun kasus
yang dilaporkan ada pada semua usia kecuali bayi. Pada beberapa penderita,
diagnosis sindroma hiperventilasi dapat dengan jelas ditegakkan, tetapi banyak
juga kasus yang salah diagnosis, dimana sindroma ini disalah-artikan sebagai
gangguan oroanik.[3]
5
inspirasi dan ekspirasi dengan cepat selama 20 detik, setelah itu dihitung
frekuensi pernapasannya selama 1 menit.
Hasil yang didapat dari praktikum kali ini, yaitu pada probandus 1
frekuensi pernapasan normalnya adalah sebanyak 27 x/menit, frekuensi
pernapasan setelah menahan napas 20 detik adalah 26 x/menit, dan frekuensi
pernapasan setelah melakukan inspirasi dan ekspirasi dengan cepat adalah 34
x/menit. Kondisi inspirasi dan ekspirasi cepat menyebabkan peningkatan
kecepatan pernapasan, hal ini sudah sesuai dengaan literatur yang menyatakan
bahwa penurunan tegangan permukaan alveolus ketika bernapas cepat maka
frekuensi pernapasan meningkat[9]. Hasil pada probandus 2, yaitu frekuensi
napas dalam keadaan normal adalah 28 x/menit, frekuensi pernapasan setelah
menahan napas adalah 30 x/menit, dan frekuensi pernapasan setelah melakukan
inspirasi dan ekspirasi dengan cepat adalah 31 x/menit. Hasil ini menyatakan
bahwa kondisi menahan napas dapat menurunkan frekuensi pernapasan, hal ini
juga tidak sesuai dengan lietratur yang menyatakan bahwa ketika dalam kondisi
kelebohan CO2 maka frekuensi pernapasan akan meningkat. Hasil pada
probandus 3, yaitu frekuensi napas dalam keadaan normal adalah 21 x/menit,
frekuensi pernapasan setelah menahan napas adalah 22 x/menit, dan frekuensi
pernapasan setelah melakukan inspirasi dan ekspirasi dengan cepat adalah 45
x/menit. Hasil pada probandus 4, yaitu frekuensi napas dalam keadaan normal
adalah 11 x/menit, frekuensi pernapasan setelah menahan napas adalah 17
x/menit, dan frekuensi pernapasan setelah melakukan inspirasi dan ekspirasi
dengan cepat adalah 14 x/menit.
Pada praktikum kali ini a salah satu dari sedikit penelitian tentang
sindrom hiperventilasi. Sindrom hiperventilasi memerlukan perawatan
komprehensif dari departemen Kedokteran, Pulmonologi, Psikologi, dan
Psikiatri, posisinya tidak terbatas pada spesialisasi tersebut saja. Dalam
praktikum ini usia rata-rata adalah 19,28. Hal ini mungkin disebabkan oleh
asupan nutrisi yang buruk yang menyebabkan rendahnya kadar kalsium dasar
dalam tubuh. Hal ini mungkin disebabkan oleh kebiasaan makan yang buruk
5
dan pola makan yang dijalani. Sebagian besar pasien mengalami tingkat stres
sedang hingga berat seperti yang digambarkan pada Skala Stres yang
Dirasakan. Penyebab stres yang paling umum pada mahasiswa adalah ujian
yang diikuti dengan masalah lain. Pada wanita yang sudah menikah Masalah
keuangan penduduk dan pertengkaran dengan pasangan atau anggota keluarga
menjadi penyebab stres. Stres sangat umum saat ini dan HVS dipicu oleh
pemicu stres seperti yang terlihat dalam penelitian ini. [7]
5
3.3 Jawaban Pertanyaan Diskusi (dalam Skenario)
1. Terangkan mekanisme perubahan frekuensi pada pernapasan
normal!
Jawab:
Mekanisme pernapasan pada keadaan normal adalah mekanisme yang
terbagi menjadi mekanisme untuk pernapasan dada dan perut, dimana
mekanisme pernapasan ini juga terbagi menjadi inhalasi dan ekshalasi.
Mekanisme pernapasan dada dilakukan oleh otot interkostalis,
sedangkan pernapasan perut dilakukan oleh otot diafragma. Untuk
pernapasan dada inhalasi setelah menghirup udara, otot antartulang
rusuk bagian luar berkontraksi sehingga tulang- tulang rusuk terangkat
ke atas dan volume rongga dada membesar, maka terjadi penurunan
tekanan rongga dada dan paru-paru mengembang. Tekanan udara di luar
yang lebih besar dari tekanan di dalam paru-paru ketika paru-paru
mengembang mengakibatkan udara masuk. Mekanisme ekshalasi dari
pernapasan dada setelah udara dihembuskan ketika otot antar tulang
rusuk bagian luar berelaksasi maka otot antar tulang rusuk bagian dalam
berkontraksi, sehingga tulang-tulang rusuk turun kembali,
mengakibatkan volume rongga dada mengecil dan tekanan di dalam
rongga dada naik. Paru-paru terdesak dan akhirnya mengecil, tekanan
udara dalam paru- paru akan lebih tinggi daripada tekanan udara luar,
sehingga udara keluar dari paru-paru. Mekanisme inhalasi pernapasan
perut terjadi ketika udara masuk maka otot diafragma berkontraksi, dari
cembung kearah atas menjadi agak rata, sehingga rongga dada
membesar dan paru-paru juga mengembang. Kondisi ini menyebabkan
tekanan udara dalam paru-paru turun dan udara luar masuk. Mekanisme
ekshalasi pernapasan perut yaitu saat udara dikeluarkan akan
menyebabkan otot diafragma relaksasi, diafragma kembali ke keadaan
semula, yaitu cembung ke arah rongga dada sehingga rongga dada
menyempit dan mendorong paru-paru mengempis atau mengecil,
tekanan udara dalam paru-paru membesar, maka udara akan keluar dari
paru-paru [11].
7
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah:
4.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini sebaiknya paktian melakukan dengan lebih
efisien lagi. Praktikan sebaiknya telah memahami dengan benar terkait materi
serta mekanisme dan cara kerja pada praktikum agar hasil yang didapat
optimal. Praktikan juga sebaiknya saling bekerja sama dengan baik dan
berbagi tugas ketika mengumpulkan data. Sehingga mengurangi kesalahan
yang terjadi saat praktikum.
8
DAFTAR PUSTAKA
5. Biscoe TJ, Purves MJ, Sampson SR. The frequency of nerve impulses
in single carotid body chemoreceptor afferent fibres recorded in vivo
with intact circulation. J Physiol. 2018 May;208(1):121-31.
9
11. Brinkman JE, Sharma S. StatPearls. StatPearls Publishing; Treasure
Island (FL): Jul 25, 2022. Respiratory Alkalosis.
1
0