Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

PRAKTIKUM TES PROVOKASI HIPERVENTILASI

Disusun Oleh:
Mety Cheysa Lova

2311015220013

KELOMPOK 7

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Dasar Teori

Sindrom hiperventilasi (HVS) relatif umum terjadi di unit gawat darurat pada individu
muda. Istilah “sindrom hiperventilasi” diperkenalkan oleh Kerr et al pada tahun 1937,
mengacu pada kumpulan gejala fisik dan emosional, yang sebagian besar disebabkan oleh
hiperventilasi.
Pernafasan disfungsional adalah istilah yang menggambarkan gangguan pernapasan di
mana perubahan kronis pada pola pernapasan menyebabkan dispnea dan gejala lainnya.
Hal ini terlihat dari tidak adanya penyakit jantung atau pernapasan. Boulding dkk
mengusulkan klasifikasi gangguan pernapasan disfungsional menjadi sindrom
hiperventilasi, desahan dalam berkala, pernapasan dominan toraks, ekspirasi perut paksa,
dan asinkroni torako-abdominal. Bentuk disfungsi pernapasan yang paling banyak
diketahui adalah sindrom hiperventilasi.
Sindrom hiperventilasi menggambarkan suatu kondisi di mana peningkatan ventilasi
menit yang tidak tepat terjadi melebihi kebutuhan metabolisme. Hal ini terkait dengan
berbagai gejala tanpa pencetus organik yang jelas. Data yang terbatas menunjukkan
bahwa sindrom hiperventilasi terjadi

1.2 Tujuan Praktikum


Percobaan dalam praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan pengaturan cara pernapasan.
2. Menjelaskan hasil tes provokasi hiperventilasi naracoba.
3. Mengidentifikasi prinsip dan faktor-faktor provokasi

1
BAB II
METODE PRAKTIKUM

2.1 Alat dan Bahan


Praktikum kedua kali ini menggunakan alat berupa stopwatch.

2.2 Cara Kerja


1. Hitung frekuensi pernapasan normal seorang probandus.
2. Lakukan inspirasi semaksimal mungkin, tahan selama 20 detik, kemudian
lakukan ekspirasi. Hitung frekuensi pernapasan.
3. Lakukan insipirasi dan ekspirasi dalam dan cepat selama sekurang-
kurangnya 20 detik. Hitung frekuensi pernapasan.

2
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Praktikum Tes Provokasi Hiperventilasi


Keadaan lingkungan:
Suhu kamar :-
Kelembaban udara : -
Tekanan udara : 760 mmHg

Data Probandus

Jenis kelamin Tinggi Berat


Umur
Probandus (laki- badan badan IMT
(tahun)
laki/perempuan) (cm) (kg)
1 Perempuan 17 167 50 29,94
2 Perempuan 19 168 46 27,38
3 Laki-laki 18 181 70 38,87
4 Laki-laki 18 178 70 39,32

Rumus Perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT)


𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
(𝑘g)
Indeks Massa Tubuh (IMT) =
𝑡i𝑛ggi 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)2

3
Hasil Tes

Frekuensi napas ( … x/menit)

Setelah inspirasi
Probandus Setelah menahan dan ekspirasi
Normal dalam dan cepat
napas 20 detik
selama sekurang –
kurangnya 20 detik
1 27 20 34
2 28 26 31

3 21 30 45
4 11 17 14

4
3.2 Pembahasan
Judul dari praktikum fisologi ini adalah tes provokasi hiperventilasi. Tujuan
dari dilkukannya praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu menjelaskan
mengenai peraturan pernapasan, menjengkelkan sari toti dan menjelaskan hasil
tes provokasi hiperventilasi naracoba.

Sindroma hiperventilasi adalah suatu episoda yang ditandai dengan adanya


hyperpnea berupa pernafasan yang cepat dan biasanya dangkal, yang diikuti
dengan sensasi subyektif berupa rasa takut atau panik, serta adanya bermacam-
macam keluhan fisik, sementara menurut Kaplan dalam Synopsis of Psychiatry
edisi ke tujuh dikatakan bahwa pola pernafasan pada penderita sindroma
hiperventilasi pada umumnya cepat dan dalam yang berlangsung selama
beberapa menit. Episoda serangan sering berulang, dimana episode ulangan
bagi penderita sama menakutkannya dengan episode awal. Sindroma
hiperventilasi diketahui merupakan manifestasi dari kecemasan atau serangan
panik
Mekanisme terjadinya sindroma hiperventilasi hingga saat ini masih belum
jelas, tetapi ada beberapa teori. Dari segi penjelasan psikodinamika, dikatakan
bahwa pada penderita sindroma hiperventilasi terjadi penonjolan disfungsi fisik
untuk menggantikan "misfungsi personal",[12]. Dikatakan bahwa memang
keadaan yang memicu emosi dapat menyebabkan pernafasan per menit
meningkat, yang pada individu-individu tertentu berkembang menjadi serangan
sindroma hiperventilasi. Sayangnya seringkali penderita tak bisa mengenali
stres yang mana yang menyebabkannya. Memang ada beberapa penderita yang
menyadari bahwa kondisi stres tertentu mendahului terjadinya serangan,
misalnya akan mempresentasikan sesuatu dimuka orang banyak. Akan tetapi
pada banyak kasus menunjukkan bahwa penderita sebelumnya mampu
melakukan hal semacam itu dengan baik tanpa terjadi serangan panik dan
hiperventilasi. [3]
Louis Vachon mengingatkan bahwa problema psikologis penderita sindroma

5
hiperventilasi adalah kompleks. Seringkali pada penderita sindroma
hiperventilasi kronis didapatkan kecemasan yang timbul bersamaan dengan
psikopatologi lainnya, dan stres yang dikeluhkan penderita seringkali justru
bukan sumber distresnya kecemasan yang dapat memicu penderita untuk
berusaha bernafas lebih dalam sehingga terjadi hiperventilasi yang terulang
kembali membentuk sebuah siklus. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi
hiperventilasi adalah dengan latihan napas. Hiperventilasi menyebabkan
karbondioksida (CO2) yang rendah dalam darah dan mempengaruhi banyak
sistem tubuh, seperti menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa dan
mengurangi tingkat oksigen di jaringan [8].
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa sindroma hiperventilasi
relatif sering didapatkan di Emer gency Department. Dikatakan juga
merupakan lebih dari 6% kasus kunjungan pada dokter spesialis serta lebih
banyak lagi kasus di dokter umum. Di Amerika serikat insidens sindroma
hiperventilasi mencapai lebih dari 10% kasus di bagian penyakit dalam.
Insiden pada wanita lebih tinggi dibanding pada laki laki ya'ni antara 2:1
sampai 7:1. Meskipun insiden sindroma hiperventilasi pada anggota keluarga
derajat pertama adalah tinggi, tetapi faktor genetik masih belum jelas
keterlibatan-nya. Usia terbanyak adalah pada usia 15-55 tahun, meskipun kasus
yang dilaporkan ada pada semua usia kecuali bayi. Pada beberapa penderita,
diagnosis sindroma hiperventilasi dapat dengan jelas ditegakkan, tetapi banyak
juga kasus yang salah diagnosis, dimana sindroma ini disalah-artikan sebagai
gangguan oroanik.[3]

Praktikum provokasi hiperventilasi ini menggunakan alat berupa


stopwatch dalam pengerjaannya. Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum
ini yaitu dengan dihitung frekuensi pernapasan normal seorang probandus
selama 1 menit. Selanjutnya, probandus melakukan inspirasi semaksimal
mungkin dan menahan napas selama 20 detik lalu melakukan ekspirasi,
dihitung frekuensi pernapasannya selama 1 menit. Probandus melakukan

5
inspirasi dan ekspirasi dengan cepat selama 20 detik, setelah itu dihitung
frekuensi pernapasannya selama 1 menit.
Hasil yang didapat dari praktikum kali ini, yaitu pada probandus 1
frekuensi pernapasan normalnya adalah sebanyak 27 x/menit, frekuensi
pernapasan setelah menahan napas 20 detik adalah 26 x/menit, dan frekuensi
pernapasan setelah melakukan inspirasi dan ekspirasi dengan cepat adalah 34
x/menit. Kondisi inspirasi dan ekspirasi cepat menyebabkan peningkatan
kecepatan pernapasan, hal ini sudah sesuai dengaan literatur yang menyatakan
bahwa penurunan tegangan permukaan alveolus ketika bernapas cepat maka
frekuensi pernapasan meningkat[9]. Hasil pada probandus 2, yaitu frekuensi
napas dalam keadaan normal adalah 28 x/menit, frekuensi pernapasan setelah
menahan napas adalah 30 x/menit, dan frekuensi pernapasan setelah melakukan
inspirasi dan ekspirasi dengan cepat adalah 31 x/menit. Hasil ini menyatakan
bahwa kondisi menahan napas dapat menurunkan frekuensi pernapasan, hal ini
juga tidak sesuai dengan lietratur yang menyatakan bahwa ketika dalam kondisi
kelebohan CO2 maka frekuensi pernapasan akan meningkat. Hasil pada
probandus 3, yaitu frekuensi napas dalam keadaan normal adalah 21 x/menit,
frekuensi pernapasan setelah menahan napas adalah 22 x/menit, dan frekuensi
pernapasan setelah melakukan inspirasi dan ekspirasi dengan cepat adalah 45
x/menit. Hasil pada probandus 4, yaitu frekuensi napas dalam keadaan normal
adalah 11 x/menit, frekuensi pernapasan setelah menahan napas adalah 17
x/menit, dan frekuensi pernapasan setelah melakukan inspirasi dan ekspirasi
dengan cepat adalah 14 x/menit.
Pada praktikum kali ini a salah satu dari sedikit penelitian tentang
sindrom hiperventilasi. Sindrom hiperventilasi memerlukan perawatan
komprehensif dari departemen Kedokteran, Pulmonologi, Psikologi, dan
Psikiatri, posisinya tidak terbatas pada spesialisasi tersebut saja. Dalam
praktikum ini usia rata-rata adalah 19,28. Hal ini mungkin disebabkan oleh
asupan nutrisi yang buruk yang menyebabkan rendahnya kadar kalsium dasar
dalam tubuh. Hal ini mungkin disebabkan oleh kebiasaan makan yang buruk

5
dan pola makan yang dijalani. Sebagian besar pasien mengalami tingkat stres
sedang hingga berat seperti yang digambarkan pada Skala Stres yang
Dirasakan. Penyebab stres yang paling umum pada mahasiswa adalah ujian
yang diikuti dengan masalah lain. Pada wanita yang sudah menikah Masalah
keuangan penduduk dan pertengkaran dengan pasangan atau anggota keluarga
menjadi penyebab stres. Stres sangat umum saat ini dan HVS dipicu oleh
pemicu stres seperti yang terlihat dalam penelitian ini. [7]

5
3.3 Jawaban Pertanyaan Diskusi (dalam Skenario)
1. Terangkan mekanisme perubahan frekuensi pada pernapasan
normal!
Jawab:
Mekanisme pernapasan pada keadaan normal adalah mekanisme yang
terbagi menjadi mekanisme untuk pernapasan dada dan perut, dimana
mekanisme pernapasan ini juga terbagi menjadi inhalasi dan ekshalasi.
Mekanisme pernapasan dada dilakukan oleh otot interkostalis,
sedangkan pernapasan perut dilakukan oleh otot diafragma. Untuk
pernapasan dada inhalasi setelah menghirup udara, otot antartulang
rusuk bagian luar berkontraksi sehingga tulang- tulang rusuk terangkat
ke atas dan volume rongga dada membesar, maka terjadi penurunan
tekanan rongga dada dan paru-paru mengembang. Tekanan udara di luar
yang lebih besar dari tekanan di dalam paru-paru ketika paru-paru
mengembang mengakibatkan udara masuk. Mekanisme ekshalasi dari
pernapasan dada setelah udara dihembuskan ketika otot antar tulang
rusuk bagian luar berelaksasi maka otot antar tulang rusuk bagian dalam
berkontraksi, sehingga tulang-tulang rusuk turun kembali,
mengakibatkan volume rongga dada mengecil dan tekanan di dalam
rongga dada naik. Paru-paru terdesak dan akhirnya mengecil, tekanan
udara dalam paru- paru akan lebih tinggi daripada tekanan udara luar,
sehingga udara keluar dari paru-paru. Mekanisme inhalasi pernapasan
perut terjadi ketika udara masuk maka otot diafragma berkontraksi, dari
cembung kearah atas menjadi agak rata, sehingga rongga dada
membesar dan paru-paru juga mengembang. Kondisi ini menyebabkan
tekanan udara dalam paru-paru turun dan udara luar masuk. Mekanisme
ekshalasi pernapasan perut yaitu saat udara dikeluarkan akan
menyebabkan otot diafragma relaksasi, diafragma kembali ke keadaan
semula, yaitu cembung ke arah rongga dada sehingga rongga dada
menyempit dan mendorong paru-paru mengempis atau mengecil,
tekanan udara dalam paru-paru membesar, maka udara akan keluar dari
paru-paru [11].

2. Terangkan mekanisme perubahan frekuensi pernapasan pada


inspirasi maksimal dan menahan napas!
Jawab:
Kondisi inspirasimaksimal lalu menahan napas menyebabkan kadar
CO2 dalam darah meningkat, tingginya kadar CO2 mengakibatkan
sistem kontrol pernapasan yang ada di otak meningkatkan frekuensi dan
kedalaman bernapas. Peningkatan upaya pernapasan ini bertujuan untuk
menghilangkan kelebihan CO2 (hypercarbia) yang ada dalam tubuh
dengan meningkatkan pernapasan [9].

3. Terangkan mekanisme frekuensi pernapasan pada inspirasi dan


ekspirasi dalam dna cepat!
Jawab:
Kondisi pernapasan dalam dan cepat akan menyebabkan terjadinya
peregangan alveolus. Kondisi ini akan merangsang pengeluaran
surfaktan yang disekresikan oleh sel-sel alveolus tipe II dan terdapat
tegangan permukaan pada alveolus juga menurun. Penurunan tegangan
permukaan alveolus bertujuan memberi keuntungan untuk
meningkatkan compliance paru serta membuat paru menciut sehingga
paru tidak mudah kolaps, juga dapat meningkatkan pengembangan paru
sehingga ventilasi alveoli meningkat, kemudian konsentrasi oksigen
dalam darah akan meningkat pula dan kebutuhan oksigen terpenuhi.
Hal tersebut membuat frekuensi pernapasan meningkat dibandingkan
saat istirahat [10].

7
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah:

1. Sindroma hiperventilasi adalah suatu episoda yang ditandai dengan adanya


hyperpnea berupa pernafasan yang cepat dan biasanya dangkal, yang diikuti
dengan sensasi subyektif berupa rasa takut atau panik, serta adanya
bermacam-macam keluhan fisik, sementara menurut Kaplan dalam Synopsis
of Psychiatry edisi ke tujuh dikatakan bahwa pola pernafasan pada penderita
sindroma hiperventilasi pada umumnya cepat dan dalam yang berlangsung
selama beberapa menit.
2. Faktor yang dapat mempengaruhi hiperventilasi adalah usia, jenis
kelamin, IMT, serta kondisi emosional seseorang seperti rasa cemas,
takut, dan kemarahan.
3. Dihasilkan 4 data dari 4 naracoba atau probandus dengan frekuensi
pernapasan yang berbeda-beda pada tiga tahap percobaan yaitu
spernapasan normal, setelah menahan napas selama 20 detik, dan
setelah melakukan inspirasi dan ekspirasi sedalam-dalamnya selama
20 detik.
4. Kondisi melakukan inspirasi maksimal lalu menahan napas
menyebabkan peningkatan fruekensi pernapasan karean mengatasi
kelebihan kadar CO2 dalam tubuh.
5. Kondisi melakukan pernapasan dalam dan cepat menyebabkan
peningkatan frekuensi pernapasan karena tegangan permukaan
alveolus menurun, ventilasi alveoli meningkat, serta konsentrasi
oksigen dalam darah meningkat.

4.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini sebaiknya paktian melakukan dengan lebih
efisien lagi. Praktikan sebaiknya telah memahami dengan benar terkait materi
serta mekanisme dan cara kerja pada praktikum agar hasil yang didapat
optimal. Praktikan juga sebaiknya saling bekerja sama dengan baik dan
berbagi tugas ketika mengumpulkan data. Sehingga mengurangi kesalahan
yang terjadi saat praktikum.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Benner A, Lewallen NF, Sharma S. StatPearls [Internet]. StatPearls


Publishing; Treasure Island (FL): Jul 19, 2022. Physiology, Carbon
Dioxide Response Curve.

2. Song G, Yu Y, Poon CS. Cytoarchitecture of pneumotaxic integration


of respiratory and nonrespiratory information in the rat. J Neurosci.
2019 Jan 04;26(1):300-10.

3. Mortola JP. How to breathe? Respiratory mechanics and breathing


pattern. Respir Physiol Neurobiol. 2019 Mar;261:48-54.

4. Bouverot P, Flandrois R, Puccinelli R, Dejours P. [Study of the role of


arterial chemoreceptors in the regulation of pulmonary respiration in
awake dogs]. Arch Int Pharmacodyn Ther. 2020 Oct;157(2):253-71.

5. Biscoe TJ, Purves MJ, Sampson SR. The frequency of nerve impulses
in single carotid body chemoreceptor afferent fibres recorded in vivo
with intact circulation. J Physiol. 2018 May;208(1):121-31.

6. Blain GM, Smith CA, Henderson KS, Dempsey JA. Peripheral


chemoreceptors determine the respiratory sensitivity of central
chemoreceptors to CO(2). J Physiol. 2010 Jul 01;588(Pt 13):2455-71.

7. Daly M, Ungar A. Comparison of the reflex responses elicited by


stimulation of the separately perfused carotid and aortic body
chemoreceptors in the dog. J Physiol. 2019 Jan;182(2):379-403.

8. Alheid GF, McCrimmon DR. The chemical neuroanatomy of


breathing. Respir Physiol Neurobiol. 2018 Dec 10;164(1-2):3-11.

9. Javaheri S, Kazemi H. Metabolic alkalosis and hypoventilation in


humans. Am Rev Respir Dis. 2019 Oct;136(4):1011-6.

10. Adler D, Janssens JP. The Pathophysiology of Respiratory Failure:


Control of Breathing, Respiratory Load, and Muscle Capacity.
Respiration. 2019;97(2):93-104.

9
11. Brinkman JE, Sharma S. StatPearls. StatPearls Publishing; Treasure
Island (FL): Jul 25, 2022. Respiratory Alkalosis.

12. RichardBoulding, Rebecca Stacey, Rob Niven and Stephen J.


FowlerDysfunctional breathing: a review of the literature and proposal
for classificationEurRespir Rev 2016; 25: 287-294

1
0

Anda mungkin juga menyukai