PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut hasil lokakarya nasional tahun 1983, keperawatan sebagai sebuah profesi
didefinisikan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional ang merupakan begian integral
dari pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk
pelayanan biopsiko, sosio, spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu,
keluarga dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses
kehidupan manusia. Perawat sebagai profesi dalam bidang kesehatan dituntut untuk
memberikan pelayanan yang professional dan berorientasi pada paradigma sehat sesuai
dengan paradigma keperawatan yang dimiliki.
Pelayanan keperawatan di rumah sakit bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia, yang diberikan dalam bentuk asuhan keperawatan, dilakukan melalui proses
pengkajian terhadap penyebab utama tidak terpenuhi kebutuhan dasar manusia, penentuan
diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan dan pengevaluasian.
Seluruh proses diatas disebut proses keperawatan
Perawat sebagai salah satu profesi yang berperan penting dalam penyelenggaraan
mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan keperawatan di rumah sakit
merupakan bagian dari integral dari pelayanan kesehatan yang mempunyai konstribusi
yang sangat menentukan kualitas pelayanan rumah sakit. Sehingga setiap upaya untuk
peningkatan pelayanan rumah sakit juga diikuti upaya peningkatan profesionalitas dan
kualitas pelayanan keperawatan.
Untuk menjadikan perawat sebagai tenaga profesional maka perlu dilakukan
pembinaan secara terus menerus secara berkesinambungan, sehingga menjadikan
perawat sebagai tenaga kerja yang perlu diperhatikan, diakui dan dihargai
keprofesionalannya yang dapat dicapai melalui penerapan sistem manajemen
keperawatan. Penerapan sistem manajemen keperawatan membutuhkan kemampuan
manajerial yang tangguh dimana dapat dimiliki melalui berbagai cara salah satunya
dengan meningkatkan keterampilan melalui bangku kuliah yang harus dilalui lewat
pembelajaran di lahan praktik.
Manajemen menurut Nursalam (2007) merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan
proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi, di dalam manajemen tersebut
mencakup kegiatan POAC ( Planning, Organizing, Actuating, Controling) terhadap
staff, sarana, dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi. Keempat fungsi tersebut
saling berhubungan dan memerlukan keterampilan-keterampilan teknis, hubungan antar
manusia, konseptual yang mendukung asuhan keperawatan yang bermutu, berdaya guna
dan berhasil guna bagi masyarakat.
Manajemen keperawatan merupakan proses pelaksanaan pelayanan keperawatan
melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa
aman, kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Menejer keperawatan
dituntut untuk merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengevaluasi sarana dan
prasarana yang tersedia untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang seefektif dan
seefisien mungkin bagi individu, keluarga dan masyarakat (Nursalam cit Gillies, 2007).
Hal ini menunjukkan bahwa manajemen keperawatan mendapat prioritas utama dalam
pengembangan keperawatan di masa depan karena berkaitan dengan tuntutan profesi dan
global bahwa setiap perkembangan serta perubahan memerlukan pengelolaan secaraa
profesional dengan memperhatikan setiap perubahan yang terjadi
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses
dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian
asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan (Sitorus,
2006). Model ini merupakan penataan struktur dan proses pemberian asuhan keperawatan
pada tingkat ruang rawat sehingga memungkinkan pemberian asuhan keperawatan
profesional. Terdapat 4 komponen utama dalam model praktek keperawatan professional,
yaitu sebagai berikut : ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan,
proses keperawatan, dokumentasi keperawatan
Disamping jumlah perawat, perlu ditetapkan pula jenis tenaga di suatu ruang rawat
yaitu kepala ruangan, Clinical Care Manager (CCM), Perawat Primer (PP), dan Perawat
Asosiet (PA) sehingga peran dan fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan
kemampuannya dan terdapat tanggung jawab yang jelas dalam sistem pemberian asuhan
keperawatan. Tugas pokok PP adalah mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif,
membuat tujuan dan rencana keperawatan, melaksanakan rencana yang telah dibuat
selama praktek bila diperlukan, mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan
yang diberikan oleh disiplin ilmu lain maupun perawat lain. Sedangkan tugas PA
memberikan perawatan secara langsung berdasarkan proses keperawatan, melaksanakan
tindakan perawatan yang telah disususun, mengevalusai tindakan keperawatan yang telah
diberikan, mencatat dan melaporkan semua tindakan perawatan dan repons klien pada
catatan perawatan.
Proses Manajemen Keperawatan sejalan dengan proses keperawatan sebagai suatu
Metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara profesional, sehingga diharapkan
keduanya saling menopang. Sebagaimana yang terjadi di dalam proses keperawatan, di
dalam Manajemen Keperawatan-pun terdiri dari pengumpulan data, identifikasi masalah,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil. Metode penugasan dimana satu orang
perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien
mulai dari masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktek kemandirian perawat,
ada kejelasan antara pembuat perencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini
ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dengan perawat
yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan
selama pasien dirawat.
Mahasiswa PSIK FK UMY dituntut mampu mengaplikasikan langsung pengetahuan
dan kemampuannya dalam bidang manjerial di ruang ARAFAH RSU PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dengan bimbingan dari pembimbing akademik dan
pembimbing lapangan/klinik. Dengan adanya praktik di lapangan ini, mahasiswa
diharapkan mampu menerapkan ilmu yang sudah didapat di bangku kuliah untuk
mengelola ruang perawatan dengan pendekatan proses manajemen.
B. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan
Tempat praktek mahasiswa Profesi Ners Stase Manajemen Keperawatan dilaksanakan
di Ruang ARAFAH RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta, berlangsung mulai 21
Desember sampai 11 Januari 2015.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah melakukan praktik manajemen selama 4 minggu diharapkan mahasiswa
mampu memahami manajemen keperawatan di ruang ARAFAH RSU PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan praktik manajemen keperawatan di ruang ARAFAH
mahasiswa mampu:
a. Melakukan analisa tentang gambaran umum ruang ARAFAH RSU PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.
b. Melakukan analisa dari aspek manajemen di ruang ARAFAH RSU PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.
c. Mengidentifikasi dan menyusun prioritas permasalahan yang ada di ruang
ARAFAH RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
d. Menyusun rencana kegiatan untuk mengatasi permasalahan yang ada di
ruang ARAFAH RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
e. Melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan rencana kegiatan yang telah
disusun sesuai prioritas di ruang ARAFAH RSU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.
D. Cara Pengumpulan Data
Dalam melakukan pengumpulan data yang digunakan untuk identifikasi masalah
dilakukan dengan metode:
1. Observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh data kondisi fisik ruangan, proses
pelayanan, keadaan inventaris ruangan, dan asuhan keperawatan yang langsung
dilakukan ke pasien.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan kepada kepala ruangan, perawat primer, perawat
pelaksana, keluarga pasien untuk mengumpulkan data tentang pelayanan.
3. Studi Dokumentasi
Kegiatan dilakukan untuk pengumpulan data mengenai karakteristik pasien,
ketenagaan, dokumentasi proses keperawatan, manajemen ruangan, prosedur tetap
ruangan, dan inventaris ruangan.
E. Peserta Praktek
Mahasiswa tahap profesi Ners Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedoteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Angkatan XXIII dengan
anggota:
BAB II
HASL PENGKAJIAN
No Penyakit
1 Dyspepsia
2 Essential (primary) h ypertension
3 Unsepectified diabetes militus: without complication
4 Dengue hemorrhagic fever
5 Hyperplasia of prostate Cerebral infarction, unspecified
6 Concussion
7 Chronic kidney disease, unspecified Anaemia, unspecified
8 Chronic obstructive pulomary disease, unspecified
9 Dyspepsia
10 Essential (primary) hypertension Unsepectified diabetes militus: without
complication
2. Instrumental Input
a. Man/tenaga
a. Kuantitas
No Pendidikan Jumlah
1 S1 Keperawatan Ners 2
2 D3 Keperawatan 11
3 SPK 1
4 SMA 1
Total 15
Partial
Total
Jumlah pasien
Rata-rata jumlah pasien
NO Jenis pendidikan £ %
1
2
3
4
Jumlah
Intepretasi Data :
Berdasarkan data yang didapat, karakteristik di ruang Arafah mayoritas berada
pada tingkat pendidikan DIII Keperawatan sebanyak 11 orang sebanyak 73,3%, 2
orang S1 keperawatan sebanyak 13,3%, 1 orang SPK sebanyak 6,7%, 1 orang SMA
sebanyak 6,7%.
b. Money / Pendanaan
Kajian Teori
Memberikan pelayanan kesehatan baik medis maupun non-medis merupakan salah
satu fungsi rumah sakit agar pelayanannya dapat berjalan secara optimal dan dapat
dirasakan oleh seluruh masyarakat. Untuk itu rumah sakit perlu mempersiapkan
peralatan atau bahan medis, non-medis, dan jasa pemborongan.
Kajian Data
RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta bukan merupakan RS milik
pemerintah melainkan RS swasta yang berdiri sendiri dan sumber dana berasal dari:
1. Tarif yang dikenakan kepada pasien baik dari rawat inap maupun rawat jalan
2. Sumbangan dari luar RS perorang, yayasan, dan institusi.
c. Method / Metode
1) Model Penugasaan Asuhan Keperawatan
Kajian Teori
Menurut Tappen (1995), model pemberian asuhan keperawatan ada enam
macam, yaitu: model kasus, model fungsional, model tim, model primer,
model manajemen perawatan, dan model perawatan berfokus pada pasien.
1. Model Fungsional
Model pemberian asuhan keperawatan ini berorientasi pada
penyelesaian tugas dan prosedur keperawatan. Perawat ditugaskan untuk
melakukan tugas tertentu untuk dilaksanakan kepada semua pasien yang
dirawat di ruangan.
2. Metode TIM
Metode tim adalah pengorganisasian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan tim yang terdiri atas kelompok klien dan perawat.
Kelompok ini dipimpin oleh perawat yang berijazah danberpengalaman
kerja serta memiliki pengetahuan dibidangnya (Regestered Nurse).
3. Metode Primer.
Keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian asuhan
keperawatan di mana perawat primer bertanggung jawab selama 24 jam
terhadap perencanaan pelaksanaan pengevaluasi satu atau beberapa klien
dan sejak klien masuk rumah sakit sampai pasien dinyatakan pulang.
Selama jam kerja, perawat primer memberikan perawatan langsung secara
total untuk klien.
4. Metode Kasus
Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab
terhadap pasien tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat untuk
satu pasien dengan pemberian perawatan konstan untuk periode tertentu.
5. Metode Modifikasi
Metode modifikasi adalah penggunaan metode asuhan keperawatan
dengan modifikasi antara tim dan primer.
Kajian Data
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 21-23 Desember 2015
dapat disimpulkan bahwa ruang Arafah menerapkan metode penugasan asuhan
keperawatan diruang Arafah menggunakan Metode Tim Modifikasi (MTM)
yang terdiri dari metode tim, fungsional, dan metode primer, dimana berfokus
pada kesembuhan, mengurangi kecacatan dan memberikan pelayanan
keperawatan pada kasus penyakit umum
2) Sistem Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Sistem pendokumentasian yang berlaku diruangan Arafah adalah
sistem SOR (Source Oriented Record) yaitu suatu sistem pendokumentasian
yang berorientasi dari berbagai sumber tenaga kesehatan misalnya dari dokter,
perawat, fisioterapi, kerohaniawan dan lain-lain. Pendokumentasian asuhan
keperawatan oleh perawat yang bertanggung jawab pada pasien bersifat
rutinitas.
Selain itu pendokumentasian yang berlaku di ruang Arafah sesuai
dengan KARS, 2015 dengan sisstem pendokumentasian asuhan untuk setiap
pasien direncanakan oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP),
perawat dan pemberi pelayanan kesehatan lain dalam waktu 24 jam sesudah
pasien masuk rawat inap, rencana asuhan pasien harus individual dan
berdasarkan data asesmen awal pasien, rencana asuhan dicatat dalam rekam
medis dalam bentuk kemajuan terukur pencapaian sasaran, Kemajuan yang
diantisipasi dicatat atau direvisi sesuai kebutuhan; berdasarkan hasil asesmen
ulang atas pasien oleh praktisi pelayanan kesehatan, rencana asuhan untuk tiap
pasien direview dan di verifikasi oleh DPJP dengan mencatat kemajuannya,
Asuhan yang diberikan kepada setiap pasien dicatat dalam rekam medis pasien
oleh pemberi pelayanan
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 21-23 Desember 2015
diruang Arofah dengan menggunakan instrument dokumentasi penerapan
Standar Asuhan Keperawatan (SAK) di Ruang Arofah menurut Depkes
adalah:
Daftar Inventaris Alat Medis Ruang Arafah Pada Bulan Desember 2015
KAJIAN DATA
D. Unsur Proses
Proses Manajemen pelayanan atau operasional keperawatan
1. Planning / Perencanaan
Kajian Teori
Perencanaan merupakan suatu cara atau metode yang digunakan untuk memperbaiki
atau meningkatkan suatu kegiatan. Dengan merencanakan diharapkan hasil akhir dapat
terwujud dan tidak melenceng dari harapan awal. Perencanaan yang baik sangat
bermanfaat untuk mempercepat proses mendapatkan hasil yang diinginkan.
Perencanaan meliputi :
a) Jangka pendek (target waktu dalam minggu/bulan)
b) Jangka menengah (periode dalam satu tahun)
c) Jangka panjang (untuk tahun mendatang)
Dalam bidang keperawatan perencanaan berfungsi untuk meningkatkan kualitas
pelayanan dalam merawat pasien sehingga pasien menjadi puas dan dapat memperbaiki
pandangan masyarakat terhadap perawat. Menurut Swansburg (2000), perencanaan
digolongkan sebagai suatu konseptual yang mencakup unsur pokok (strategis) dan
operasional.
Kajian data :
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan di ruang Arofah, belum ada
perencanaan jangka pendek, perencanaan jangka menengah, dan perencanaan jangka
panjang, karena kepala ruang masih baru.
2. Organizing
Kajian Teori
Organisasi kepemimpinan murni merupakan jenis struktur formal paling sederhana
dan tertua. Menurut Simon cit Gillies, 1996, dalam organisai ukuran tertentu, struktur
kepemimpinan merupakan jenis yang besar kemungkinan untuk berkembang melalui
proses evolusioner karena dengan peningkatan jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan
dan jumlah pekerja yang mengerjakannya ada kecenderungan untuk membagi pekerjaan
kedalam tugas khusus dan untuk mengatur pekerja yang terikat dalam tugas yang sama ke
dalam kelompok yang jelas menurut definisi pekerja yang logis. Menurut Tappen (1995),
model pemberian asuhan keperawatan ada enam macam, yaitu: model kasus, model
fungsional, model tim, model primer, model manajemen perawatan, dan model perawatan
berfokus pada pasien.
1. Model Fungsional
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan
sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu karena masih
terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan satu
sampai dua jenis intervensi, misalnya merawat luka kepada semua pasien di bangsal.
Model pemberian asuhan keperawatan ini berorientasi pada penyelesaian tugas dan
prosedur keperawatan.
Perawat ditugaskan untuk melakukan tugas tertentu untuk dilaksanakan kepada semua
pasien yang dirawat di ruangan. Model ini digambarkan sebagai keperawatan yang
berorientasi pada tugas dimana fungsi keperawatan tertentu ditugaskan pada setiap
anggota staff. Setiap staff perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan
pada semua pasien dibangsal. Misalnya seorang perawat bertanggung jawab untuk
pemberian obat-obatan, seorang yang lain untuk tindakan perawatan luka, seorang lagi
mengatur pemberian intravena, seorang lagi ditugaskan pada penerimaan dan
pemulangan, yang lain memberi bantuan mandi dan tidak ada perawat yang bertanggung
jawab penuh untuk perawatan seorang pasien.
Seorang perawat bertanggung jawab kepada manajer perawat. Perawat senior
menyibukan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pelaksana pada tindakan
keperawatan. Penugasan yang dilakukan pada model ini berdasarkan kriteria efisiensi,
tugas didistribusikan berdasarkan tingkat kemampuan masing- masing perawat dan
dipilih perawat yang paling murah. Kepala ruangan terlebih dahulu mengidentifikasm
tingkat kesulitan tindakan, selanjutnya ditetapkan perawat yang akan bertanggung jawab
mengerjakan tindakan yang dimaksud. Model fungsional ini merupakan metode praktek
keperawatan yang paling tua yang dilaksanakan oleh perawat dan berkembang pada saat
perang dunia kedua. Kelebihan :
a) Efisien karena dapat menyelesaikan banyak pekerjaan dalam waktu singkat dengan
pembagian tugas yang jelas dan pengawasan yang baik.
b) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga perawat akan trampil untuk
tugas pekerjaan tertentu saja.
c) Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai kerja.
d) Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang berpengalaman
untuk tugas sederhana.
e) Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staf atau peserta didik yang
melakukan praktek untuk ketrampilan tertentu.
Kelemahan :
a) Pelayanan keperawatan terpisah-pisah atau tidak total sehingga kesulitan dalam
penerapan proses keperawatan.
b) Perawat cenderung meninggalkan klien setelah melakukan tugas pekerjaan.
c) Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan ketrampilan saja
d) Tidak memberikan kepuasan pada pasien ataupun perawat lainnya.
e) Menurunkan tanggung jawab dan tanggung gugat perawat
f) Hubungan perawat dank klien sulit terbentuk
2. Metode TIM
Metode tim adalah pengorganisasian pelayanan keperawatan dengan menggunakan
tim yang terdiri atas kelompok klien dan perawat. Kelompok ini dipimpin oleh perawat
yang berijazah danberpengalaman kerja serta memiliki pengetahuan dibidangnya
(Regestered Nurse). Pembagian tugas dalam kelompok dilakukan oleh pimpinan
kelompok/ ketua group dan ketua group bertanggung jawab dalam mengarahkan anggota
group / tim. Selain itu ketua group bertugas memberi pengarahan dan menerima laporan
kemajuan pelayanan keperawatan klien serta membantu anggota tim dalam
menyelesaikan tugas apabila menjalani kesulitan dan selanjutnya ketua tim melaporkan
pada kepala ruang tentang kemajuan pelayanan / asuhan keperawatan terhadap klien.
Keperawatan Tim berkembang pada awal tahun 1950-an, saat berbagai pemimpin
keperawatan memutuskan bahwa pendekatan tim dapat menyatukan perbedaan katagori
perawat pelaksana dan sebagai upaya untuk menurunkan masalah yang timbul akibat
penggunaan model fungsional. Pada model tim, perawat bekerja sama memberikan
asuhan keperawatan untuk sekelompok pasien di bawah arahan/pimpinan seorang
perawat profesional (Marquis & Huston, 2000).
Dibawah pimpinan perawat professional, kelompok perawat akan dapat bekerja
bersama untuk memenuhi sebagai perawat fungsional. Penugasan terhadap pasien dibuat
untuk tim yang terdiri dari ketua tim dan anggota tim. Model tim didasarkan pada
keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontriibusi dalam merencanakan
dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab
perawat yang tinggi. Setiap anggota tim akan merasakan
kepuasan karena diakui kontribusmnya di dalam mencapai tujuan bersama yaitu mencapai
kualitas asuhan keperawatan yang bermutu. Potensi setiap anggota tim saling melengkapi
menjadi suatu kekuatan yang dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta
menimbulkan rasa kebersamaan dalam setiap upaya dalam pemberian asuhan
keperawatan. Pelaksanaan konsep tim sangat tergantung pada filosofi ketua tim apakah
berorientasi pada tugas atau pada klien. Perawat yang berperan sebagai ketua tim
bertanggung jawab untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan semua pasien yang ada di
dalam timnya dan merencanakan perawatan klien.
Tugas ketua tim meliputi: mengkaji anggota tim, memberi arahan perawatan untuk klien,
melakukan pendidikan kesehatan, mengkoordinasikan aktivitas klien.
Menurut Tappen (1995), ada beberapa elemen penting yang harus diperhatikan:
a) Pemimpin tim didelegasikan/diberi otoritas untuk membuat penugasan bagi
anggota tim dan mengarahkan pekerjaan timnya.
b) Pemimpin diharapkan menggunakan gaya kepemimpinan demokratik atau
partisipatif dalam berinteraksi dengan anggota tim.
c) Tim bertanggung jawab terhadap perawatan total yang diberikan kepada
kelompok pasien.
d) Komunikasi di antara anggota tim adalah penting agar dapat sukses. Komunikasi
meliputi: penulisan perawatan klien, rencana perawatan klien, laporan untuk dan
dari pemimpin tim, pentemuan tim untuk mendiskusikan kasus pasien dan umpan
balik informal di antara anggota tim.
Kelebihan :
a) Dapat memfasilitasi pelayanan keperawatan secara komprehensif. Memungkinkan
pelaksanaan proses keperawatan.
b) Konflik antar staf dapat dikendalikan melalui rapat dan efektif untuk belajar.
c) Memberi kepuasan anggota tim dalam berhubungan interpersonal.
d) Memungkinkan meningkatkan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda secara
efektif.
e) Peningkatan kerja sama dan komunikasi di antara anggota tim dapat menghasilkan
sikap moral yang tinggi, memperbaiki fungsi staf secara keseluruhan, memberikan
anggota tim perasaan bahwa ia mempunyai kontribusi terhadap hasil asuhan
keperawatan yang diberikan.
f) Akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapat dipertanggung
jawabkan
g) Metode ini memotivasi perawat untuk selalu bersama klien selama bertugas
Kelemahan
a) Ketua tim menghabiskan banyak waktu untuk koordinasi dan supervisi anggota
tim dan harus mempunyai keterampilan yang tinggi baik sebagai perawat
pemimpin maupun perawat klinik
b) Keperawatan tim menimbulkan fragmentasi keperawatan bila konsepnya tidak
diimplementasikan dengan total.
c) Rapat tim membutuhkan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan,
sehingga komunikasi antar angota tim terganggu.
d) Perawat yang belum trampil dan belum berpengalaman selalu tergantung staf,
berlindung kepada anggota tim yang mampu.
e) Akontabilitas dari tim menjadi kabur.
f) Tidak efisien bila dibandingkan dengan model fungsional karena membutuhkan
tenaga yang mempunyai keterampilan tinggi.
Tanggung jawab Kepala Ruang:
a) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar asuhan
keperawatan.
b) Mengorganisir pembagian tim dan pasien
c) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk mengembangkan kepemimpinan.
d) Menjadi nara sumber bagi ketua tim.
e) Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang metode/model tim dalam
pemberian asuhan keperawatan.
f) Memberi pengarahan kepada seluruh kegiatan yang ada di ruangannya,
g) Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada di ruangannya,
h) Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan yang lainnya,
i) Melakukan audit asuhan dan pelayanan keperawatan di ruangannya, kemudian
menindak lanjutinya,
j) Memotivasi staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan.
k) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.
Tanggung jawab ketua tim :
a) Mengatur jadual dinas timnya yang dikoordinasikan dengan kepala ruangan,
b) Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya yang didelegasikan
oleh kepala ruangan.
c) Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi asuhan keperawatan
bersama-sama anggota timnya,
d) Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan medik.
e) Membuat penugasan kepada setiap anggota tim dan memberikan bimbingan
melalui konferens.
f) Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang diharapkan
serta mendokumentasikannya.
g) Memberi pengarahan pada perawat pelaksana tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan,
h) Menyelenggarakan konferensi
i) Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan,
j) Melakukan audit asuhan keperawatan yang menjadi tanggungjawab timnya,
k) Melakukan perbaikan pemberian asuhan keperawatan,
Tanggung jawab anggota tim :
a) Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan.
b) Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah diberikan
berdasarkan respon klien.
c) Berpartisipasi dalam setiap memberiikan masukan untuk meningkatkan asuhan
keperawatan
d) Menghargai bantuan dan bimbingan dan ketua tim.
e) Melaporkan perkembangan kondisi pasien kepada ketua tim.
f) Memberikan laporan
3. Metode Primer
Model primer dikembangkan pada awal tahun 1970-an, menggunakan beberapa
konsep dan perawatan total pasien. Keperawatan primer merupakan suatu metode
pemberian asuhan keperawatan di mana perawat primer bertanggung jawab selama 24
jam terhadap perencanaan pelaksanaan pengevaIuasi satu atau beberapa klien dan sejak
klien masuk rumah sakit sampai pasien dinyatakan pulang. Selama jam kerja, perawat
primer memberikan perawatan langsung secara total untuk klien. Ketika perawat primer
tidak sedang bertugas, perawatan diberikan/didelegasikan kepada perawat asosiet yang
mengikuti rencana keperawatan yang telah disusuni oleh perawat primer.
Pada model ini, klien, keluarga, stafmedik dan staf keperawatan akan mengetahui
bahwa pasien tertentu akan merupakan tanggung jawab perawat primer tertentu. Setiap
perawat primer mempunyai 4-6 pasien. Seorang perawat primer mempunyai kewenangan
untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial
masyarakat membuat jadual perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah, dan lain
sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut akontabilitas yang
tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Tanggung jawab mencakup periode 2
jam, dengan perawat kolega yang memberikan perawatan bila perawat primer tidak ada.
Perawatan yang yang diberikan direncanakan dan ditentukan secara total oleh perawat
primer.
Metode keperawatan primer mendorong praktek kemandirian perawat, yang ditandai
dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang
ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama
pasien dirawat. Perawat primer bertanggung jawab untuk membangun komunikasi yang
jelas di antara pasien, dokter, perawat asosiet, dan anggota tim kesehatan lain. Walaupun
perawat primer membuat rencana keperawatan, umpan balik dari orang lain diperlukan
untuk pengkoordinasian asuhan keperawatan klien.
Dalam menetapkan seseorang menjadi perawat primer perlu berhati-hati karena
memerlukan beberapa kriteria, di antaranya dalam menetapkan kemampuan asertif, self
direction kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik,
akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Di negara
maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai perawat primer adalah seorang
perawat spesialis klinik yang mempunyai kualifikasi master dalam bidang keperawatan.
Karakteristik modalitas keperawatan primer adalah :
a) Perawat primer mempunyai tanggung jawab untuk asuhan keperawatan pasien selama
24 jam sehari, dari penerimaan sampai pemulangan
b) Perawat primer melakukan pengkajian kebutuhan asuhan keperawatan, kolaborasi
dengan pasien dan professional kesehatan lain, dan menyusun rencana perawatan.
c) Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan didelegasikan oleh perawat primer kepada
perawat sekunder selama shift lain. Perawat primer berkonsultasi dengan perawat
kepala dan penyelia. Autoritas, tanggung gugat dan autonomi ada pada perawat
primer
Kelebihan :
a) Perawat primer mendapat akontabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan
untuk pengembangan diri.
b) Memberikan peningkatan autonomi pada pihak perawat, jadi meningkatkan motivasi,
tanggung jawab dan tanggung gugat
c) Bersifat kontinuitas dan komprehensif sesuai dengan arahan perawat primer dalam
memberikan atau mengarahkan perawatan sepanjang hospitalisasi.
d) Membebaskan manajer perawat klinis untuk melakukan peran manajer operasional
dan administrasi
e) Kepuasan kerja perawat tinggi karena dapat memberiikan asuhan keperawatan secara
holistik. Kepuasan yang dirasakan oleh perawat primer adalah memungkinkan
pengembangan diri melalui penerapan ilmu pengetahuan.
f) Staf medis juga merasakan kepuasan karena senantiasa informasi tentang kondisi
klien selalu mutakhir dan komprehensif serta informasi dapat diperoleh dari satu
perawat yang benar-benar mengetahui keadaan kliennya.
g) Perawat ditantang untuk bekerja total sesuai dengan kapasitas mereka.
h) Waktu yang digunakan lebih sedikit dalam aktivitas koordinasi dan supervisi dan
lebih banyak waktu untuk aktivitas langsung kepada klien.
i) Pasien terlihat lebih menghargai. Pasien merasa dimanusiakan karena terpenuhi
kebutuhannya secara individu.
j) Asuhan keperawatan berfokus pada kebutuhan klien.
k) Profesi lain lebih menghargai karena dapat berkonsultasi dengan perawat yang
mengetahui semua tentang kliennya.
l) Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.
m) Meningkatnya hubungan antara perawat dan klien.
n) Metode ini mendukung pelayanan profesional.
o) Rumah sakit tidak harus mempekerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan tetapi
harus berkualitas tinggi.
Kelemahan :
a) Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional
b) Tidak semua perawat merasa siap untuk bertindak mandiri, memiliki akontabilitas dan
kemampuan untuk mengkaji serta merencanakan asuhan keperawatan untuk klien.
c) Akontabilitas yang total dapat membuat jenuh.
d) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama.
e) Biaya relatif tinggi dibanding metode penugasan yang lain.
Ketenagaan metode primer :
a) Setiap perawat primer adalah perawat “bedside”
b) Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer-Penugasan ditentukan oleh
kepala bangsal
c) Perawat primer dibantu oleh perawat professional lain maupun non professional
sebagai perawat asisten
Tanggung jawab Kepala Ruang dalam metode primer :
a) Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer
b) Mengorganisir pembagian pasien kepada perawat primer
c) Menyusun jadual dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten - Orientasi dan
merencanakan karyawan baru
d) Merencanakan dan menyelenggarakan pengembangan staff
Tanggung jawab perawat primer :
a) Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif- Membuat
tujuan dan rencana keperawatan
b) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas
c) Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh
disiplin lain maupun perawat lain
d) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
e) Menyipakan penyuluhan untuk pulang
f) Melakukan rujukan kepada pekarya sosial, kontak dengan lembaga sosial
dimasyarakat
g) Membuat jadual perjanjian klinis
h) Mengadakan kunjungan rumah
4. Metode Kasus
Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab terhadap
pasien tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat untuk satu pasien dengan
pemberian perawatan konstan untuk periode tertentu. Metode penugasan kasus biasa
diterapkan untuk perawatan khusus seperti isolasi, intensive care, perawat kesehatan
komunitas.
Kelebihan :
a) Perawat lebih memahami kasus per kasus
b) Sistem evaluasi
Kekurangan :
a) Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanngung jawab
b) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama
5. Metode Modifikasi
Metode modifikasi adalah penggunaan metode asuhan keperawatan dengan
modifikasi antara tim dan primer. Menurut Sudarsono (2000), MPKP dikembangkan
beberapa jenis sesuai dengan kondisi sumber daya manusia yang ada, antara lain adalah:
a. Model Praktek Keperawatan Profesional III
Melalui pengembangan model PKP III dapat berikan asuhan keperawatan
profesional tingkat III. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan
doktor dalam keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan riset dan
membimbing para perawat melakukan riset serta memanfaatkan hasil- hasil riset
dalam memberikan asuhan keperawatan
b. Model Praktek Keperawatan Profesional II.
Pada model ini akan mampu memberikan asuhan keperawatan profesional
tingkat II. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis
keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi
untuk memberikan konsultasi tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer
pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil- hasil
riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan
satu orang untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan
riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.
Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer (1:10)
c. Model Praktek Keperawatan Profesional I.
Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan profesional
tingkat I dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu: ketenagaan
keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan. Pada model ini
adalah kombinasi metode keperawatan primer dan metode tim disebut tim primer
Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula Model Praktek Keperawatan
Profesional Pemula (MPKP) merupakan tahap awal untuk menuju model PKP. Model
ini mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat pemula. Pada model
ini terdapat 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian
asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan keperawatan.
Kajian Data
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 21-23 Desember 2015 dapat
disimpulkan bahwa ruang Arofah menerapkan metode MPKP dengan metode
modifikasi, Metode modifikasi adalah penggunaan metode asuhan keperawatan
dengan modifikasi antara tim dan primer.
Skoring penilaian hasil evaluasi menggunakan skala ordinal yang
dikatagorikan dengan interpretasi nilai sebagai berikut (Nursalam, 2009):
≤ 56 % : kategori rendah
56-75% : kategori sedang
76-100% : kategori tinggi/baik
Analisa Data
Pelaksanaan Tugas Kepala Ruang Arafah RSU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta
Interpretasi data :
Tugas kepala ruang di ruang Arafah dalam kategori cukup dengan prosentase sebesar 71,7%,
sehingga perlu di tingkatkan. Kepala ruang perlu mengefektifkan kerjanya sesuai tugas dan
peran sebenarnya sebagai supervise dan mengkoordinasikan kegiatan kepada perawat yang
lain untuk mengevaluasi kinerja anggotanya dan melakukan meeting morning serta pre post
conference.
Interpretasi Data :
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada perawat primer atau koordinator
shift didapatkan bahwa koordinator shift melaksanakan tugas sudah baik sebagai
koordinator shift dengan hasil penilaian 60 %, tetapi kinerja koordinator shift perlu
ditingkatkan.
Penyelenggaraan diskusi terhadap suatu masalah yang dilakukan rutin setiap minggu
dengan tim kesehatan lain perlu diadakan untuk meningkatkan mutu pelayanan
asuhan keperawatan.
3. Actuating
Kajian teori
Menurut Douglas, actuating adalah pengeluaran penugasan, instruksi yang
memungkinkan pekerja memahami apa yang diharapkan dari klien dan pedoman serta
pandangan sehingga ia berperan secara efektif dan efisien untuk mencapai obyektif
organisasi.
Pelaksanaan Pre Conference
Di Ruang Arofah RS PKU Muhammadiya Yogyakarta
E. UNSUR OUTPUT
1. Mutu asuhan keperawatan
a. Hasil evaluasi penerapan SAK dengan instrument A Kajian Teori
Dokumentasi keperawatan adalah system pencatatan kegiatan sekaligus pelaporan
semua kegiatan asuhan keperawatan sehingga terwujud data yang lengkap, nyata dan
tercatat bukan hanya di tingkat kesakitan pasien, tetapi juga jenis, kualitas dan kuantitas
pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Dokumentasi keperawatan
merupakansesuatu yang mutlak harus ada untuk perkembangan keperawatan, khususnya
proses profesinalisis keperawatan serta upaya untuk membina dan mempertahankan
akuntabilitas perawat dan keperawatan. Dalam membuat dokumentasi harus
memperhatikan aspek-aspek seperti keakuratan data, breavity (ringkas), legability
(mudah membaca).Adapun unsur dokumentasi keperawatan.
1) Pengkajian
Meliputi pengumpulan data dan pengorganisasian data. Pengumpulan data bisa
didapatkan dari hasil wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan penunjang.
2) Diagnosa Keperawatan
Menggambarkan masalah pasien baik actual, resiko, maupun potensial
berdasarkan hasil pengkajian.
3) Rencana keperawatan
Menentukan prioritas, tujuan, kemungkinan, pemecahan dan metode pendekatan
pemecahan masalah
pendekatan pemecahan masalah.
4) Implementasi/tindakan
Merupakan proses pemberian tindakan keperawatan.
5) Evaluasi
Merupakan suatu proses memeriksa kembali hasil pengkajian awal dan
intervensi awal untuk mengidentifikasi masalah dan rencana keperawatan pasien
termasuk strategi keperawatan yang telah diberikan untuk memecahkan masalah
pasien.
6) Catatan Asuhan Keperawatan
Pencatatan merupakan data tertulis tentang kesehatan pasien dan perkembangan
pasien selama dalam proses pemberian asuhan keperawatan.
Skoring penilaian hasil evaluasi menggunakan skala ordinal yang dikatagorikan
dengan interpretasi nilai sebagai berikut (Nursalam, 2009):
≤ 56 % : kategori rendah
56-75% : kategori sedang
76-100% : kategori baik
Analisa Data :
Hasil rata-rata pendokumentasian yaitu 47,19 %. Menurut Nursalam (2009)
termasuk dalam kategori rendah. Hal ini masih perlu ditingkatkan adalah
pengkajian secara menyeluruh dari pasien datang sampai pasien pulang, serta
pelengkapan diagnose dan perencanaan keperawatan. Serta dalam pencatatan
keperawatan sudah ada tanda tangan tapi bisa dilengkapi lagi dengan nama terang
dan jam pelaksaaan. Pendokumentasian keperawatan oleh perawat, sejauh ini
sudah lengkap namun perlu di tingkatkan lebih baik lagi.
Interpretasi Data
Dari hasil observasi di atas didapatkan data bahwa pengkajian yang dilakukan
oleh perawat belum lengkap sehingga diagnosa keperawatan yang dirumuskan
tidak sesuai dengan prioritas. Selain itu, perencanaan tindakan yang dilakukan
oleh perawat kebanyakan menunggu instruksi dari dokter, perawat belum
memiliki inisiatif untuk melakukan perencanaan sesuai dengan ilmu keperawatan,
sedangkan intervensi yang diberikan sesuai dengan petunjuk dari dokter dan
belum semua perawat memodifikasi asuhan keperawatan. Evaluasi tindakan dan
pendokumentasian sudah dilakukan oleh perawat.
b. Hasil evaluasi penerapan SAK dengan instrument B
Instrumen B mengevaluasi tentang persepsi pasien terhadap mutu asuhan
keperawatan dengan cara mewawancarai pasien memenuhi kriteria yaitu yang
sudah di rawat inap minimal 3 hari dan bersedia diwawancarai.
Kajian Teori
Salah satu indikator mutu asuhan keperawatan adalah dilihat dari persepsi pasien
tentang mutu asuhan keperawatan yang diberikan.
Kajian Data
Evaluasi mutu pelayanan keperawatan di Ruang Arofah dilakukan terhadap 10
pasien, dengan hasil sebagai berikut:
1) Tingkat Pendidikan
a) SD : 10 %
b) SLTP : 40 %
c) SLTA :30 %
d) S1 : 20%
2. Jenis pekerjaan
a) Swasta : 50%
b) Pelajar : 10%
c) Buruh : 40%
3. Lama dirawat
a) 2 – 7 hari : 100%
b) > 7 h ari :0%
Analisa Data
Setelah Setelah dilakukan pembagian kuisioner mengenai kepuasan pasien
terhadap kinerja perawat yang dilakukan pada 10 pasien yang dirawat di ruang
Arafah, dapat disimpulkan pasien merasa puas terhadap kinerja perawat
dengan presentase rata- rata 88,9%, sehingga masuk kategori tinggi. Pasien
merasa puas dengan pelayanan perawat yang ramah. Hal ini karena pasien
menilai perawat selalu ramah, peduli terhadap pasien dan tidak membeda-
bedakan status pasien. Selain itu juga pasien merasa puas terhadap informasi
yang diberikan dan pasien merasa puas terhadap penanganan keluhan.
C. Hasil evaluasi penerapan SAKdengan instrument C
Instrumen C yaitu evaluasi tentang pedoman observasi tindakan keperawatan.
Observasi yang dilakukan adalah tindakan keperawatan yang dilakukan selama 3
hari yaitu Tindakan keperawatan pada tanggal 21-23 Desember 2015.
Kajian data
Observasi tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 21-23 Desember
2015 adalah sebagai berikut
Kajian Perawatan Infus
Di Ruang Arofah RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Interpretasi Data :
Berdasarkan Berdasarkan data tabel diatas dapat di ketahui bahwa perawatan infus
tidak pernah dilakukan di bangsal Arofah. Infus diganti jika infus rusak atau macet.
Kajian Teori:
Berdasarkan (WHO, 2015) perawat memiliki peranan penting untuk mencegah
terjadinya infeksi salah satunya dengan melakukan pengkajian infus secara teratur
kepada pasien. Pengkajian tersebut meliputi memeriksa daerah pemasangan infuse
apabila terdapat nyeri, kemerahan, pembengkakan, phlebitis maka segera untuk
diganti, saat sedang melakukan pemasangan infus berikan pengalas pada daerah yang
akan dipasang infus, menutup klem infuse, menutup dengan iodine pada daerah yang
terpasang infuse, dan melakukan dokumentasi.
No Ya Tidak
N % N %
1. Penerapan enam benar pemberian
injeksi benar pasien
2. Penerapan enam benar pemberian
injeksi benar obat
3. Penerapan enam benar pemberian
injeksi benar dosis
4. Penerapan enam benar pemberian
injeksi benar cara pemberian
5. Penerapan enam benar pemberian
injeksi benar waktu
6. Penerapan enam benar pemberian
injeksi benar dalam
pendokumentasian
Penilaian Rata-rata (%)
Interpretasi Data :
Berdasarkan data tabel dapat di ketahui bahwa penerapan prinsip enam benar
pemberian injeksi ruang Arofah tercatat 85% sudah di lakukan, untuk 15% belum
sesuai dengan SOP. Hal ini berarti bahwa SOP belum benar-benar diterapkan.
Efisiensi Ruang Rawat
Kajian Teori
Efisiensi pelayanan meliputi 4 (empat) indikator mutu pelayanan kesehatan yaitu
BOR, LOS, TOI, dan BTO.
a) BOR
BOR ( Bed Occupancy Rate), menunjukkan tinggi rendahnya
pemanfaatan tempat tidur yang tersedia di rumah sakit dalam jangka waktu
tertentu,bila nilai ini mendekati 100% berartiideal. Standar nasional untuk
dalam satu tahun adalah 75- 85%.
b) LOS
LOS ( Length of Stay), menunjukkan rata-rata lamanya perawatan
setiap pasien, lama waktu rawat maksimum 12 hari, standar nasional untuk
rumah sakitdalam satu tahun adalah 7-10 hari.
c) TOI
TOI (Turn Over Interval ), menunjukkan rata-rata suatu tempat tidur
kosong atau waktu antara satu tempat tidur ditinggalkan oleh pasien sampai
dengan diisi lagi.
Standar 1-3 hari untuk rumah sakit dalam satu tahun.
d) BTO
BTO ( Bed Turn Over ), menunjukkan frekuensi pemakaian tempat
tidur rumah sakit dalam satu tahun waktu tertentu. Jadi BTO memberikan
gambaran tentang tingkat pemakaian tempat tidur rumah sakit. Standar 40-50
kali untuk rumah sakit
Efesiensi Ruang Rawat
Kajian Teori:
Menurut pendapat Miller (2012), pengkajian resiko jatuh dilakukan pada saat
awal pasien masuk rumah sakit dan dilakukan secara regular pada saat pasien dirawat
di rumah sakit. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan
serta untuk mengetahui perkembangan kesehatan klien saat di rumah sakit.
Pengkajian dilakukan kepada pasien dan keluarga secara langsung yang dilakukan
oleh perawat.
Berdasarkan NANDA (2011) menyatakan terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi resiko jatuh selain faktor kesehatan pasien tetapi juga faktor
lingkungan contohnya lingkungan ruang dengan pencahayaan yang redup, lantai yang
licin, k eset atau karpet yang tertekuk, tidak adanya handrail di kamar mandi atau di
shower, penggunaan side trail di tempat tidur pasien.
1 Pasien A
2 Pasien B
3 Pasien C
4 Pasien D
5 Pasien E
Percentage
Analisa Data :
Dari hasil observasi tersebut didapatkan bahwa pemasangan side trail pada bed pasien
dilakukan 100%, materi edukasi pada ruangan sebesar 0%, pencahayaan redup sebesar 0%,
dan keadaan lantai kering sebesar 100%.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada ruang A bangsal Arafah didapatkan
bahwa belum ada manajemen lingkungan yang mempunyai fungsi dalam pencegahan resiko
jatuh pada pasien. Manajemen lingkungan menurut (NANDA, 2011) dapat dilakukan dengan
memasang side trail pada bed pasien, pemberian materi edukasi melalui untuk keluarga dan
pasien.
b. Safety Injections
TABEL POBSERVASI PEMBERIAN OBAT INTRAVENA SESUAI SOP
NO RESPONDEN PRESENTASE
1 RESPONDEN 1
2 RESPONDEN 2
3 RESPONDEN 3
4 RESPONDEN 4
5 RESPONDEN 5
6 RESPONDEN 6
7 RESPONDEN 7
8 RESPONDEN 8
9 RESPONDEN 9
10 RESPONDEN 10
RATA-RATA
Menurut tabel di atas diketahui terdapat 53.7% perawat di bangsal Arafah
telah menerapkan cara pemberian obat sesuai SOP dan sisanya 46.3% tidak sesuai
SOP. Penilaian hasil ≤ 56% termasuk dalam kategori rendah (Nursalam, 2009).
Poin terbanyak yang tidak sesuai dengan SOP yang dilakukan oleh perawat
mencapai 100% yaitu tidak mencuci tangan sebelum melakukan tindakan, tidak
menjelaskan prosedur dan tujuan, membimbing dan mengajak pasien berdoa,
memasang pengalas saat injeksi, menarik sedikit plunger untuk mengaspirasi
darah lalu menyuntikkan, mengevaluasi respon dan perasaan pasien, mengevaluasi
reaksi obat pasien.
Mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tinfakan dan
merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan
penularan infeksi (Larson, 1995). Tujuannya untuk membuang kotoran organisme
yang menempel ditangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba. Dalam prosedur
injeksi, tindakan mencuci tangan dan memakai sarung tangan merupakan bagian
dari prosedur tersebut (Depkes RI, 2006).
c. Theraapeutic Communication
TABEL OBSERVASI KOMUIKASI TERAPEUTIK
NO PERAWAT PRESENTASE
1 PERAWAT 1
2 PERAWAT 2
3 PERAWAT 3
4 PERAWAT 4
5 PERAWAT 5
6 PERAWAT 6
7 PERAWAT 7
8 PERAWAT 8
9 PERAWAT 9
10 PERAWAT 10
RATA-RATA
Tabel di atas menunjukkan bahwa berdasarkan observasi yang kami lakukan terhadap
10 perawat di bangsal Afarah dalam melakukan komunikasi terapeutik terhadap
pasien mempunyai nilai rata-rata 56,7 %. Hal ini masih sangat rendah sehingga perlu
ditingkatkan, karena menurut Sundeen (1990) komunikasi terapeutik harus dilakukan
karena merupakan hubungan kerjasama dalam membina hubungan, dimana hubungan
yang di lakukan oleh perawat dan klien bertujuan untuk menbantu mengarahkan
tercapai pertumbuhan klien yang lebih baik dan optimal, sedangkan menurut Stuart
G.W (1998) komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat
dan klien serta menbina hubungan saling percaya antara perawat dan klien. Selain itu
Stuart G.W (2009) juga menjelaskan bahwa komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi yang terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan seperti: pra-interaksi,
orientasi, tehap kerja dan tahap terminasi. Sehingga dapat di simpulkan bahwa masih
rendahnya komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat di Bangsal Afarah
sehingga perlu ditingkatkan lebih baik lagi sesuai dengan tahapan-tahapan
komunikasi terapeutik yang di jelaskan oleh Stuart G.W. (2009)
d. Universal Precaution
Lembar Observasi Precaution