PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dunia. Masa lima tahun pertama kehidupan anak merupakan masa yang sangat
peka terhadap lingkungan dan masa ini berlangsung sangat pendek serta tidak
dapat diulang lagi, maka masa balita disebut sebagai “masa keemasan” (golden
period) (Kemenkes, 2010). Anak balita merupakan kelompok umur yang rawan
gizi dan rawan terhadap penyakit. Anak balita harus mendapatkan perlindungan
sebanyak 6 juta kasus. Diperkirakan sekitar separuh dari total kasus kematian
pada anak yang menderita pneumonia balita di dunia disebabkan oleh bakteri
lain gizi kurang, ASI ekslusif rendah, polusi udara dalam ruangan, kepadatan,
1
2
cakupan imunisasi campak rendah dan BBLR (Dinkes Provinsi Jawa Barat,
2016).
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik merupakan faktor yang ada
pada balita meliputi umur balita, jenis kelamin, berat badan lahir rendah, status
imuniasi, pemberian ASI, pemberian vitamin A, dan status gizi. Faktor ekstrinsik
merupakan faktor yang tidak ada pada balita meliputi tipe rumah, ventilasi, jenis
penghasilan keluarga, serta faktor ibu baik pendidikan, umur ibu juga
pegetahuan ibu dan keberadaan keluarga yang merokok (Depkes RI, 2009).
tahun 2017 terdapat 568.146 kasus dan tahun 2018 sebesar 505.331 kasus.
Angka kasus pneumonia balita pada tahun 2018 menurun tapi tidak terlalu
banyak bahkan cenderung tetap. Pada tahun 2018, terdata kasus kematian
akibat pneumonia sebesar 425 jiwa dari total penderita di tahun tersebut
pneumonia balita yang diikuti oleh Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI
Barat, 2016).
3
pneumonia balita terbanyak menurut profil kesehatan Jawa Barat tahun 2016.
Angka kasus pneumonia balita di Kota Tasikmalaya pada tahun 2016 sebanyak
2478 kasus, tahun 2017 sebanyak 1935 kasus dan terdapat kasus 2 balita
meninggal akibat pneumonia, serta pada tahun 2018 turun menjadi 1.530 kasus,
namun tetap ditemukan kasus kematian bayi sebanyak 2 orang (Data P2ISPA
Tasikmalaya selama 3 tahun berturut-turut mulai dari tahun 2016 hingga 2018,
Cilembang pada bulan Agustus 2018 dilakukan pada 40 balita (20 kasus dan 20
gizi yang baik, telah mendapatkan imunisasi campak dan imunisasi DPT serta
riwayat berat badan lahir rendah. Sebanyak (75%) ibu memberikan ASI
terhadap anaknya, namun hanya (32,5%) saja ibu yang memberikan ASI
eksklusif.
4
memiliki jendela yang dapat dibuka dan sebesar (50%) ibu memiliki kebiasaan
menggunaan obat nyamuk diantaranya jenis obat nyamuk elektrik (40%), bakar
syarat untuk jenis lantai rumah yang digunakan, yaitu seluruh lantai rumah
yang telah memenuhi syarat, luas ventilasi yang telah memenuhi syarat
penelitian yang memiliki kesamaan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Fikri (2016). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ASI
yang tidak diberikan ASI eksklusif berisiko 7,407 kali lebih besar menderita
balita yang tinggal dirumah dengan tidak ada kebiasaan membuka jendela
rumah dari pagi hingga sore hari memiliki risiko menderita pneumonia 3, 618
5
kali lebih besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Paramitha (2018)
menunjukkan bahwa balita yang tinggal dalam rumah dengan anggota keluarga
yang merokok mempunyai risiko sebesar 6,75 kali lebih tinggi. Penelitian lainnya
sebesar 7,115 lebih besar dibandingkan dengan balita yang tidak menggunakan
pernah dilakukan, salah satu diantaranya yang dilakukan oleh Suryani (2018)
menunjukkan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan luas ventilasi rumah
tidak memenuhi syarat memiliki risiko terkena pneumonia sebesar 7,49 kali lebih
balita yang yang tinggal di rumah dengan suhu tidak memenuhi syarat memiliki
diketahui bahwa anak balita yang tinggal di rumah dengan kelembaban tidak
memenuhi syarat mempunyai risiko terkena 5,9 kali lebih besar. Penelitian
pada balita dengan resiko sebesar 3,8 kali lebih besar daripada rumah yang
memenuhi syarat.
6
Kejadian Pneumonia pada Balita Umur 12-59 Bulan di Wilayah Kerja UPTD
B. Rumusan Masalah
penelitian ini adalah faktor risiko apa sajakah yang berhubungan dengan
kejadian pneumonia pada balita umur 12-59 bulan di wilayah kerja UPTD
C. Tujuan Penelitian
1) Tujuan Umum
kejadian pneumonia pada balita umur 12-59 bulan di wilayah kerja UPTD
2) Tujuan Khusus
Tasikmalaya.
1. Lingkup Masalah
2. Lingkup Metode
3. Lingkup Keilmuan
balita.
4. Lingkup Tempat
Kelurahan Yudanegara.
5. Lingkup Sasaran
Sasaran penelitian pada kasus penelitian ini adalah ibu yang memiliki
Puskesmas Cilembang pada tahun 2018 dan kontrol adalah ibu yang
6. Lingkup Waktu
E. Manfaat Penelitian
Puskesmas Cilembang.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pneumonia
1. Pengertian
paru (alveoli), dengan gejala batuk pilek yang disertai nafas sesak atau
nafas cepat (Widayat, 2014). Pneumonia pada balita ditandai dengan batuk
dan atau tanda kesulitan bernapas yaitu adanya nafas cepat, kadang
10
11
bertambah parah akan timbul tarikan dinding dada bagian bawah kedalam,
2. Etiologi Pneumonia
karena virus atau bakteria. Infeksi yang seringkali didahului oleh infeksi virus,
3. Epidemiologi
dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS, malaria dan campak. Pada
tempat ke-2 sebagai penyebab kematian bayi dan balita setelah diare dan
(Kartasasmita, 2010).
bawah 5 tahun, yang menyebabkan kematian pada 920.136 balita, atau lebih
dari 2.500 per hari, atau diperkirakan 2 anak balita meninggal setiap menit
tahun 2017 terdapat 568.146 kasus dan tahun 2018 sebesar 505.331 kasus.
Angka kasus pneumonia balita pada tahun 2018 menurun tapi tidak terlalu
Jawa Timur sebanyak 92.913 kasus; Jawa Tengah 60.660 kasus; DKI
Jakarta 42.948 kasus dan Banten 33.775 kasus (Kemenkes RI, 2018).
13
4. Mekanisme Terjadinya
metabolisme agen yang telah masuk untuk menentukan kondisi sakit atau
Sumber agen pada penyakit dapat berupa bakteri, virus, atau polutan
udara. Sumber agen berupa bakteri dan virus dapat berasal dari lingkungan
rumah yang tidak baik, atau dapat berasal dari orang lain yang menderita
buang dari tempat sampah atau kandang ternak yang selanjutnya akan
Percikan air liur merupakan media bagi agen penyakit untuk dapat
terjadi akibat terpapar oleh agen penyebabnya baik terjadi kontak langsung
terinfeksi ke orang sehat yang rentan, maupun melalui benda perantara yang
droplet. Terjadinya batuk, bersin, dan berbicara dari orang yang terinfeksi
atau faring orang lain maka selanjutnya agen tersebut akan menyerang
sistem pernapasan manusia. Pada fase ini maka agen penyakit telah masuk
Agen yang telah masuk akan memicu timbulnya reaksi oleh tubuh host.
Agen yang masih berada dalam saluran pernapasan atas akan menimbulkan
reaksi berupa peradangan yang memicu terjadinya gejala ringan yang diawali
dengan panas atau demam, tenggorokan sakit, nyeri telan, pilek, dan batuk
(pus) dan cairan yang memenuhi alveoli, sehingga terjadi sesak napas,
memburuk, paru akan bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam. Pada fase ini maka host telah berada pada kondisi
bulan dan anak umur 2 bulan s.d. 59 bulan, yaitu sebagai berikut:
Keterangan:
6. Faktor Risiko
baik itu dari individu itu sendiri maupun dari lingkungan sekitar seperti
a. Faktor Individu
1) Umur
adalah balita dan anak-anak (Ditjen P2PL, 2012). Bayi lebih mudah
2) Jenis Kelamin
3) Status Gizi
individu hal ini tergantung pada usia orang tersebut seperti jenis
2016). Balita dengan keadaan gizi yang kurang akan lebih mudah
sebesar 6,52 kali lebih besar pada balita yang memiliki status gizi
kurang.
(Amin, 2015).
5) Status Imunisasi
(Kemenkes, 2015).
2017).
(Hartati, 2012).
normal.
23
untuk bayi umur 6-11 bulan dan kapsul biru (dosis 200.000 IU)
2010).
b. Faktor Perilaku
udara yang harus ada dalam sebuah rumah. Ventilasi udara dapat
baik adalah pada pagi hari agar udara dalam ruang yang tidak baik
(Pramurdiyani, 2011).
2016).
merokok seperti SO2, NO2, CO dan CO2. Selain itu juga dihasilkan
25
2013).
2011).
Asap rokok yang dihisap baik pada perokok aktif maupun pasif
terhirup oleh balita secara langsung. Hal ini apabila terjadi berulang
pasaran, baik itu obat nyamuk semprot, oles, elektrik dan bakar.
2018).
nyamuk jenis lainnya yaitu obat nyamuk elektrik lebih kecil lagi
listrik (makin kecil dosis bahan zat aktif, makin kecil pula bau yang
28
(Sinaga, 2012).
akan terjadi jika pemakaian obat nyamuk tidak terkontrol atau dosis
dan ruang baru dimasuki setelah 2-3 jam), untuk ruang ber-AC
dari kontak dengan anti nyamuk. Anti nyamuk lotion baru boleh
refleks batuknya pun belum baik (efek yang lebih berbahaya juga
akan timbul pada anak yang alergi dan mempunyai bakat asma)
(Sinaga, 2012).
anak akan mempunyai daya tahan yang lebih baik untuk menangkal
d. Faktor Lingkungan
dan merokok.
tinggi karena bayi dan anak balita lebih lama berada dalam rumah
2) Luas Ventilasi
2015).
ventilasi yang kurang atau tidak sesuai akan lebih mudah untuk
hunian atau rumah sebaiknya adalah sebesar 10% dari luas lantai
tidak memenuhi syarat tidak terbuat dari semen atau lantai rumah
pada balita bersifat tidak langsung, artinya jenis lantai yang kotor
dan kondisi status gizi balita yang kurang baik memungkinkan daya
yang jenis lantai tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 9,73 kali
memenuhi syarat.
padat.
6) Suhu
bahwa anak balita yang yang tinggal di rumah dengan suhu tidak
7) Kelembaban
yang bocor, lantai, dan dinding rumah yang tidak kedap air, serta
syarat.
8) Pencahayaan
7. Diagnosis
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
mengenal keluhan, gejala dan tanda yang spesifik pada saluran napas
Anak yang lebih besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen
anak adalah adanya riwayat batuk dan atau adanya kesulitan bernapas
dalam waktu kurang dari 14 hari, disertai ada atau tidak tanda-tanda
3) Demam tinggi
b. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda bahaya
2) Frekuensi napas
c. Pemeriksaan Umum
1) Pemeriksaan kesadaran
d. Pemeriksaan Klinis
(kussmul)
11) Pada perkusi dada, meskipun pemeriksaan ini sulit dilakukan pada
(hipersonor)
e. Pemeriksaan penunjang
2) Foto toraks
44
pneumonia bakteri.
8. Pencegahan
pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk
merujuk yang tepat dan segera bagi kasus yang pneumonia berat.
9. Pengobatan
Kelembaban
Jenis Lantai
Pendapatan
Keluarga Umur
Riwayat Pemberian
Pencemaran Udara
Daya Tahan ASI Eksklusif
Dalam Rumah
Tubuh Balita
Status Imunisasi
Gambar 2.1
Sumber : Modifikasi dari Yuwono (2008), Depkes (2009), Kartasasmita (2010), Hartati (2011),
Pamungkas (2012), Saputri (2016)
45
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Variabel Bebas
Riwayat Pemberian
ASI Eksklusif
Variabel Terikat
Keberadaan Anggota Keluarga
yang Merokok
Kejadian Pneumonia
Penggunaan Obat Nyamuk pada Balita
Luas Ventilasi
Kelembaban
Suhu
Pencahayaan
Variabel Penganggu
Luas Ventilasi Umur Balita*
Jenis Kelamin Balita*
Status Gizi**
Keterangan: Pendapatan Keluarga**
* = matching
** = diukur tapi tidak dianalisis
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
46
47
B. Hipotesis Penelitian
pada balita umur 12-59 bulan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Cilembang
Kota Tasikmalaya.
kejadian pneumonia pada balita umur 12-59 bulan di wilayah kerja UPTD
Tasikmalaya.
5. Ada hubungan luas ventilasi dengan kejadian pneumonia pada balita umur
Tasikmalaya.
7. Ada hubungan suhu dengan kejadian pneumonia pada balita umur 12-59 di
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
pencahayaan.
2. Variabel Terikat
balita.
3. Variabel Penganggu
D. Definisi Operasional
Variabel Bebas
1. Riwayat Riwayat Wawancara Kuesioner Nominal 0. Tidak diberi ASI
Pemberian pemberian ASI eksklusif
ASI Eksklusif eksklusif dari 1. Diberi ASI
sejak dilahirkan esklusif
sampai usia 6 (Hartati, 2011)
bulan tanpa
pemberian
makanan dan
minuman
tambahan
2. Kebiasaan Tindakan Wawancara Kuesioner Nominal 0. Tidak
Membuka berulang 1. Ya
Jendela membuka jendela (Anggraeni, 2017)
rumah setiap pagi
hari
3. Keberadaan Ada atau tidaknya Wawancara Kuesioner Nominal 0. Ada
Anggota anggota keluarga 1. Tidak Ada
Keluarga yang merokok (Hartati, 2011)
Yang yang tinggal
Merokok serumah dengan
balita
E. Metode Penelitian
faktor risiko mulai dari efek kemudian ditelusuri secara retrospektif penyebab
kejadian, artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah
1. Populasi
yaitu:
b. Populasi kontrol dalam penelitian ini adalah semua balita berumur 12-59
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Sampel dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu sampel
a. Kelompok Kasus
1) Kriteria Inklusi
Cilembang.
vitamin A sebelumnya.
2) Kriteria Eksklusi
berlangsung.
b. Kelompok Kontrol
1) Kriteria Inklusi
vitamin A sebelumnya.
2) Kriteria Eksklusi
berlangsung.
3. Besar Sampel
OR 3,01
P1 = = = = 0,75
OR+1 3,01+1
Keterangan:
120 responden.
55
4. Teknik Sampling
berikut:
kelurahan.
56
berbeda.
kelurahan.
5. Matching (Pencocokan)
kontrol, sehingga kontrol akan matched dengan kasus dalam faktor tertentu.
Matching yang digunakan dalam penelitian ini adalah umur dan jenis
kelamin.
1. Sumber Data
a. Data Primer
b. Data Sekunder
kepada ibu yang memiliki bayi atau balita dengan menggunakan kuesioner
57
dan luxmeter). Cara dan alat pengumpulan data yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
a. Wawancara
b. Pengukuran
1) Rollmeter
mengukur luas ventilasi tetap yaitu lubang angin dan ventilasi tidak
syarat = 1.
58
2) Thermohygrometer
pada tempat yang datar seperti kursi atau meja dengan ketinggian 1
berikut:
dalam alat.
stabil, diantaranya:
ii. Angka untuk variabel suhu ruangan dilihat pada kolom “In”
syarat apabila hasil pengukuran <40% atau >60% dan diberi kode 0.
diberi kode 1.
59
diberi kode 1.
3) Luxmeter
yang bersamaan yaitu pukul 09.00 sampai dengan 13.00 WIB untuk
Memenuhi syarat apabila hasil pengukuran antara ≥60 lux, diberi kode
1 dan jika tidak memenuhi syarat apabila hasil pengukuran <60 lux,
berikut:
LUX/FC.
d) Pilih kisaran range yang akan diukur yaitu 2000 lux untuk
pencahayaan alami.
kurang dari 10 m2, titik potong garis horizontal panjang dan lebar
m2, titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada
setiap 3 meter.
cahaya.
H. Prosedur Penelitian
1. Survei Awal
e. Melakukan survei awal kepada 40 ibu yang memiliki balita (20 kasus, 20
kontrol).
2. Persiapan Penelitian
3. Tahap Pelaksanaan
Tasikmalaya.
1. Pengolahan Data
kuesioner.
1) Kejadian Pneumonia
Kode 0 = Pneumonia
Kode 0 = Tidak
Kode 1 = Ya
Kode 0 = Ada
Kode 0 = Menggunakan
6) Luas Ventilasi
7) Kelembaban
8) Suhu
9) Pencahayaan
adanya kesalahan pada saat entry data atau pada saat coding. Hal ini
masing variabel.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
b. Analisis Bivariat
bebas dan variabel terikat. Jika p value > 0,05 maka Ho diterima,
sehingga tidak ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
Uji Fisher Exact Test digunakan apabila tabel 2x2 dijumpai nilai
digunakan jika ada cell yang kosong. Uji Continuity Correction digunakan
apabila tabel 2x2 tidak dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari 5.
variabel bebas dan variabel terikat yaitu dengan melihat nilai OR (Odds