Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Kesehatan Masyarakat 1

HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN


KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

Azmia Naufala Zuhroh, Rudatin Windraswara


Email : azmianaufalaz@ymail.com
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang
Kampus Sekaran
Gunungpati Semarang 50229 Jawa Tengah Indonesia Telp. (024) 8058007
Email : fik@unnes.ac.id

ABSTRAK

Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dibawah umur lima
tahun. Meningkatnya kejadian pneumonia salah satunya disebabkan faktor lingkungan fisik
rumah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lingkungan fisik rumah
dengan kejadian pneumonia pada balita. Jenis penelitian adalah analitik observasional
dengan pendekatan case control. Jumlah sampel sebanyak 82 responden. Instrumen berupa
kuesioner dan lembar pengamatan. Analisis data menggunakan uji chi square. Hasil analisis
data menunjukkan bahwa lingkungan fisik yang berhubungan dengan kejadian pneumonia
pada balita adalah jenis bahan bakar memasak p = 0,002 (<0,05), ventilasi dapur p = 0,024
(<0,05), keberadaan balita di dapur saat kegiatan memasak p = 0,021 (<0,05), lama balita di
dapur p = 0,029 (<0,05) dan letak dapur p = 0,026 (<0,05). Saran yang diberikan untuk
responden adalah tidak membawa balita ke dapur saat kegiatan memasak berlangsung,
mengganti bahan bakar memasak dengan yang rendah polutan dan perbaikan komponen
rumah untuk peningkatan kualitas kondisi rumah.
Kata Kunci : Balita; Lingkungan fisik rumah; Pneumonia.

ABSTRACT
Pneumonia is a one cause of the under five years childrens death. The increasing of
pneumonia case is because of home physical environmental. This study aimed to determine
association between home physical environment with the incidence of pneumonia among
children under five. The research was observational analytic with case control approach.
The total sample of 82 respondents. The instrument was a questionnaire and observation
sheet. Data analysis using chi square test. The result of this research showed that the
physical environment associated with the incidence of pneumonia among children under
five is the kind of cooking fuel p = 0.002 (<0.05), kitchen ventilation p = 0.013 (<0.05), the
presence of children under five in the kitchen while cooking p = 0.01 (<0.05), duration
chldren under five in the kitchen p = 0.029 (<0.05) and the location of the kitchen p =
0.026 (<0.05). Advice given to the respondents is not carrying children under five into the
kitchen when cooking takes place, replace the fuel with a low pollutant cooking and home
improvement component for improving the quality of housing conditions.
Keywords: Children under five; Physical Environment; Pneumonia

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat


Jurnal Kesehatan Masyarakat 2

PENDAHULUAN
Sampai saat ini pneumonia masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama
pada balitaa. Setiap tahun lebih dari 2 juta anak di dunia meninggal karena infeksi saluran
pernapasan akut, khususnya pneumonia. Menurunkan angka kematian pada anak melalui
penurunan angka kematian karena infeksi saluran napas akut dalam hal ini pneumonia,
menjadi prioritas di dunia (Kartasasmita, 2010).
Pneumonia merupakan pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibanding
dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Di dunia setiap tahun diperkirakan
lebih dari 2 juta balita meninggal karena pneumonia (1 balita/20 detik) dari 9 juta total
kematian balita. Di antara 5 kematian balita, 1 di antaranya disebabkan oleh pneumonia.
Bahkan karena besarnya kematian pneumonia ini, pneumonia disebut pembunuh anak
paling utama yang terlupakan atau disebut dengan istilah The Forgotten Killer Of Children
(Unicef/WHO, 2006).
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
menunjukkan prevalensi pneumonia 2,13% mengalami peningkatan pada tahun 2013 yaitu
4,5%. Persentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada balita di Jawa
Tengah tahun 2013 sebesar 73.165 kasus (25,85 %) meningkat dibanding tahun 2012
sebesar 64.242 kasus (24,74 %). Di Kabupaten Semarang persentase pneumonia didapatkan
sebesar 1.690 kasus (24,04 %) pada tahun 2013 yang mengalami peningkatan dari tahun
2012 yaitu sebesar 1.579 (21,41 %) (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2013).
Kecamatan Tengaran merupakan salah satu daerah di Kabupaten Semarang dengan
kasus pneumonia pada balita yang tinggi. Berdasarkan data dari Puskesmas Tengaran pada
tahun 2014 penemuan penderita pneumonia pada balita yaitu sebesar 161 kasus dari jumlah
penduduk usia balita sebesar 4.732 balita (Profil Kabupaten Semarang, 2015).
Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia terbagi atas dua
kelompok besar yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi umur,
jenis kelamin, riwayat status gizi, berat badan lahir rendah (BBLR), riwayat imunisasi,
riwayat pemberian ASI, dan riwayat pemberian vitamin A. Faktor ekstrinsik meliputi
kepadatan hunian, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, kelembaban, letak dapur, jenis bahan
bakar memasak, penggunaan obat nyamuk, asap rokok, penghasilan keluarga, status
ekonomi keluarga serta faktor ibu baik pendidikan ibu, umur ibu maupun pengetahuan ibu.
Salah satu sumber media penularan penyakit pneumonia adalah kondisi fisik rumah serta
lingkungan yang merupakan tempat hunian dan langsung berinteraksi dengan penghuninya
(Dirjen P2PL, 2012).

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat


Jurnal Kesehatan Masyarakat 3

Syarat rumah sehat adalah rumah dengan lantai kedap air, ruang di dalam rumah harus
ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang
mandi dan ruang dapur. Ruang dapur harus dilengkapi sarana pembuangan asap (Kemenkes
RI No 829 Tahun 1999).
Efek pencemaran udara terhadap saluran pernapasan dapat menyebabkan terjadinya
iritasi pada saluran pernapasan. Salah satu pencemaran udara dalam rumah adalah
disebabkan oleh asap dapur. Menurut Kirk Smith profesor dari UC Berkeleys School of
Public Health bahwa asap yang dihasilkan dari kegiatan memasak mempunyai risiko bagi
kesehatan. Kegiatan memasak di dapur tradional yang menggunakan kayu bakar yang
sering di lakukan terutama di daerah pedesaan mempunyai risiko paling tinggi. Asap dari
sisa pembakaran kayu saat memasak yang di hirup sama saja dengan menghisap asap rokok
tiga sampai dengan lima batang per hari. Selain itu asap dapur mengeluarkan kandungan zat
kimia berbahaya seperti CO2 (karbon dioksida), SO2 (sulfur dioksida), dan NO2 (nitrogen
dioksida).
Penggunaan bahan bakar berupa kayu masih ditemukan di Kecamatan Tengaran,
dengan adanya kasus kejadian pneumonia pada balita. Pada tahun 2014 jumlah pengguna
bahan bakar utama untuk memasak yaitu 10.516 dari 16.854 pengguna (62,4%).
Berdasarkan studi awal yang dilakukan pada tanggal 13 Februari 2016 terhadap 15
responden orang tua balita di Kecamatan Tengaran Semarang dengan menggunakan
kuesioner diperoleh hasil 7 responden (46,7%) menggunakan bahan bakar utama untuk
memasak menggunakan kayu bakar, 3 responden (20%) menggunakan bahan bakar utama
untuk memasak menggunakan gas serta 5 responden (33,3 %) menggunakan bahan bakar
utama untuk memasak menggunakan kayu bakar dan gas secara bergantian. Hal ini
menunjukkan bahwa masih banyak responden yang memiliki dapur rumah belum
memenuhi syarat rumah sehat sehingga menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita.
Dari uraian di atas maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Hubungan antara
lingkungan fisik rumah dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Tengaran Kabupaten Semarang.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi
kasus kontrol (case control). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kondisi fisik rumah
yang meliputi jenis bahan bakar memasak, keberadaan cerobong asap di dapur, keberadaan
balita di dapur, lama waktu memasak, dan letak dapur.

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat


Jurnal Kesehatan Masyarakat 4

Populasi kasus dalam penelitian ini adalah seluruh balita penderita pneumonia di
Kecamatan Tengaran sebesar 161 kasus. Populasi kontrol dalam penelitian ini adalah
seluruh balita tidak menderita pneumonia yang berdomisili di wilayah Kecamatan Tengaran
pada saat penelitian. Sampel kasus dan kontrol masing masing adalah 41 responden yang
memenuhi kriteria inklusi. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster
sampling atau disebut dengan pengambilan sampel secara kelompok atau gugus. Instrumen
yang digunakan dalam pengambilan data adalah kuesioner dan lembar observasi penelitian.
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian meliputi jenis
bahan bakar memasak, keberadaan cerobong asap, keberadaan balita di dapur, lama waktu
memasak, dan letak dapur. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antar
variabel yang diteliti. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara variabel bebas dan variabel terikat dengan uji statistik yang digunakan adalah uji chi
square. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 95 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis univariat bertujuan untuk melihat distribusi karakteristik responden.
Hasil analisis univariat dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden
No Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%)
N = 82 F = 100 %
Umur Balita
1. 0 - 24 bulan 31 37,8
2. 25 36 bulan 24 29,3
3. 37 60 bulan 27 32,9
Jenis Kelamin Balita
1. Laki Laki 42 51,2
2. Perempuan 40 48,8
Jenis Bahan Bakar Memasak
1. Tidak Baik 33 40,2
2. Baik 49 59,8
Keberadaan Cerobong Asap Dapur
1. Tidak Memenuhi 49 59,8
2. Memenuhi 33 40,2
Keberadaan Balita Di Dapur
1. Tidak Memenuhi 20 24,4
2. Memenuhi 62 75,6
Lama Waktu Memasak
1. Tidak Memenuhi 39 47,6
2. Memenuhi 43 52,4
Letak Dapur
1. Tidak Memenuhi 37 45,1

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat


Jurnal Kesehatan Masyarakat 5

2. Memenuhi 45 54,9
Sumber : Data hasil penelitian, 2016
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan kategori jenis bahan
bakar memasak baik sebanyak 49 responden (59,8%) sedangkan yang tidak baik yaitu
sebanyak 33 responden (40,2%). Rumah responden dengan ventilasi dapur memenuhi syarat
sebanyak 33 responden (40,2%) sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 49
responden (59.8%). Keberadaan balita di dapur saat kegiatan memasak berlangsung
sebanyak 20 responden (24,4%) sedangkan balita yang memenuhi syarat yaitu tidak berada
di dapur sebanyak 62 responden (75,6%). Proses memasak yang dilakukan dalam jangka
waktu lebih dari 1 jam dikatakan tidak memenuhi syarat yaitu 39 responden (47,6%)
sedangkan proses memasak yang memenuhi syarat yaitu kurang dari 1 jam sebanyak 43
responden (52,4%). Letak dapur responden yang memenuhi syarat sebanyak 45 responden
(54,9%) sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 37 responden (45,1%).
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara jenis bahan bakar
memasak, keberadaan cerobong asap di dapur, keberadaan balita di dapur, lama waktu
memasak, dan letak dapur dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Tengaran Kabupaten Semarang. Hasil uji Chi Square dapat dilihat pada Tabel
berikut.
Tabel 2. Crosstab Hubungan antara Jenis Bahan Bakar Memasak dengan Kejadian
Pneumonia pada Balita

Bahan Bakar Kejadian Pneumonia pada Balita


Memasak yang Kasus Kontrol Total p value
Digunakan N % N % %
Kayu 24 (58,5) 9 (22,0) 33 (40,2)
Gas 17 (41,5) 32 (78,0) 49 (59,8) 0,002
Jumlah 41 (100) 41 (100) 82 (100)
OR = 5,020 95% CI = 1,911 13,187
Sumber : Data hasil penelitian, 2016
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa kelompok kasus yang menggunakan bahan
bakar memasak yang baik yaitu dengan menggunakan gas terdapat 17 responden dan
responden menggunakan bahan bakar memasak yang tidak baik yaitu dengan kayu terdapat
24 responden. Sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 32 responden yang menggunakan
gas dan 9 responden menggunakan kayu sebagai bahan bakar memasak.
Hubungan antara jenis bahan bakar memasak dengan kejadian pneumonia pada balita
setelah dilakukan analisis dengan uji chi square didapatkan nilai p = 0,002 (p < 0,05) yang
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis bahan bakar memasak

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat


Jurnal Kesehatan Masyarakat 6

dengan kejadian pneumonia pada balita. Nilai OR = 5,020 artinya responden yang tinggal
dirumah menggunakan bahan bakar tidak baik (kayu) memiliki risiko 5,02 kali lebih besar
untuk terjadi pneumonia.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh penelitian
Wichmann dan Voyi (2006) yang menunjukkan bahwa anak anak yang rumah tinggalnya
menggunakan bahan bakar yang dapat menimbulkan pencemaran mempunyai risiko
pneumonia 1,27 kali dibanding dengan yang menggunakan listrik/gas. Menurut Kirk Smith
profesor dari UC Berkeleys School of Public Health (2015) bahwa asap yang dihasilkan
dari kegiatan memasak mempunyai risiko bagi kesehatan. Kegiatan memasak di dapur
tradional yang menggunakan kayu bakar yang sering di lakukan terutama di daerah
pedesaan mempunyai risiko paling tinggi. Asap dari sisa pembakaran kayu saat memasak
yang di hirup sama saja dengan menghisap asap rokok tiga sampai dengan lima batang per
hari, bayangkan jika setiap hari memasak dengan cara demikian, berapa batang rokok yang
telah di hisap. Selain itu asap dapur mengeluarkan kandungan zat kimia berbahaya seperti
CO2 (karbon dioksida), SO2 (sulfur dioksida), dan NO2 (nitrogen dioksida), disamping
oksidan yang buruk bagi tubuh.
Tabel 3. Crosstab Hubungan Keberadaan Ventilasi Dapur dengan Kejadian
Pneumonia pada Balita

Keberadaan Kejadian Pneumonia pada Balita


Ventilasi Kasus Kontrol Total p value
Dapur N % N % %
Tidak
30 (73,2) 19 (46,3) 49 (59,8)
Memenuhi
0,024
Memenuhi 11 (26,8) 22 (53,7) 33 (40,2)
Jumlah 41 (100) 41 (100) 82 (100)
OR = 3,158 95% CI = 1,253 7,957
Sumber : Data hasil penelitian, 2016
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa pada kelompok kasus terdapat 30 balita
tinggal di rumah dengan ventilasi dapur yang tidak memenuhi syarat rumah sehat dan
terdapat 11 balita tinggal di rumah dengan adanya ventilasi dapur yang dikatakan memenuhi
syarat. Sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 19 balita tinggal di rumah dengan
ventilasi dapur yang tidak memenuhi syarat dan terdapat 22 balita tinggal di rumah yang
memiliki ventilasi dapur yang dikatakan memenuhi syarat.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan nilai p
value = 0,024 < 0,05 (OR= 3,158) menunjukkan bahwa ada hubungan antara ventilasi
dapur dengan kejadian pneumonia pada balita. Balita yang tinggal dirumah dengan ventilasi

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat


Jurnal Kesehatan Masyarakat 7

dapur buruk, memiliki risiko mengalami pneumonia 3,1 kali lebih besar dibandingkan balita
yang tinggal dengan ventilasi dapur yang baik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ray Pribowo (2014)
yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara keberadaan cerobong asap dengan kejadian
pneumonia pada balita ( nilai p = 0,011). Sarana dalam dapur berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI No 829 tahun 1999, ruang dapur harus dilengkapi sarana
pembuangan asap. Ventilasi dapur sebaiknya mempunyai bukaan sekurang kurangnya 40
% dari luas lantai dengan sistem silang sehingga terjadi aliran udara (PERMENKES No
1077 Tahun 2011).
Tabel 4. Crosstab Hubungan Keberadaan Balita di Dapur Saat Ibu Memasak dengan
Kejadian Pneumonia pada Balita

Kebiasaan Kejadian Pneumonia pada Balita


Membawa Balita Kasus Kontrol Total p value
ke Dapur N % N % %
Tidak Baik 15 (36,6 ) 5 (12,2) 20 24,4
Baik 26 (63,4) 36 (87,8) 62 (75,6) 0,021
Jumlah 41 (100) 41 (100) 82 (100)
OR = 4,154 95% CI = 1,341 12,870
Sumber : Data hasil penelitian, 2016
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa pada kelompok kasus terdapat 15 balita
berada di dapur saat kegiatan memasak berlangsung sehingga dapat dikatakan tidak
memenuhi syarat dan terdapat 26 balita tidak berada di dapur sehingga dapat dikatakan
memenuhi syarat. Sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 5 balita berada di dapur saat
kegiatan memasak berlangsung sehingga dapat dikatakan tidak memenuhi syarat dan
terdapat 36 balita tidak berada di dapur sehingga dapat dikatakan memenuhi syarat.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan nilai p
value = 0,021 < 0,05 (OR= 4,154) menunjukkan bahwa ada hubungan antara keberadaan
balita di dapur saat ibu memasak dengan kejadian pneumonia pada balita. Balita yang
berada di dapur saat kegiatan memasak berlangsung, memiliki risiko mengalami pneumonia
4,1 kali lebih besar dibandingkan balita yang tidak berada di dapur saat kegiatan memasak
berlangsung.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurjazuli (2006) bahwa polusi udara yang
berada di dapur rumah tidak akan berdampak pada balita jika tidak terjadi paparan. Paparan
terjadi jika saat ibu memasak, balita berada di dapur. Keberadaan asap dapur menjadi
sebuah polutan yang mempengaruhi timbulnya penyakit pneumonia pada balita jika terjadi

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat


Jurnal Kesehatan Masyarakat 8

paparan dalam jangka waktu lama. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian Chahaya (2005)
bahwa gangguan pernapasan pada balita dimungkinkan karena ibu balita pada saat
memasak di dapur sambil menggendong balita, sehingga asap bahan bakar tersebut terhirup
oleh balita.
Tabel 5. Crosstab Hubungan Lama Balita di Dapur dengan Kejadian Pneumonia pada
Balita

Kejadian Pneumonia pada Balita


Lama Balita di
Kasus Kontrol Total p value
Dapur
N % N % %
Lama (15
13 (31,7) 4 (9,8) 17 (20,7)
menit)
Cepat (<15 0,029
28 (68,3) 37 (90,2) 65 (79,3)
menit)
Jumlah 41 (100) 41 (100) 82 100 %
OR = 4,295 95% CI = 1,264-14,597
Sumber : Data hasil penelitian, 2016
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa pada kelompok kasus terdapat 13 balita
berada di dapur saat kegiatan memasak berlangsung dalam waktu lebih dari 15 menit
sehingga dapat dikatakan tidak memenuhi syarat dan terdapat 28 balita berada di dapur tapi
tidak sampai 15 menit sehingga dapat dikatakan memenuhi syarat. Sedangkan pada
kelompok kontrol terdapat 4 balita berada di dapur saat kegiatan memasak berlangsung
dalam waktu lebih dari 15 menit sehingga dapat dikatakan tidak memenuhi syarat dan
terdapat 37 balita berada di dapur dalam waktu kurang dari 15 menit sehingga dapat
dikatakan memenuhi syarat.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan nilai p
value = 0,029 > (0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan lama balita di dapur dengan
kejadian pneumonia pada balita.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurjazuli (2006) bahwa polusi udara
yang terjadi di rumah balita (terutama dari asap dapur) tidak berdampak pada balita jika
tidak ada paparan. Paparan ini bisa terjadi bila saat ibu memasak, balita berada di dapur
dimana keberadaan asap dapur menjadi polutan yang dapat mempengaruhi timbulnya
penyakit pneumonia pada balita jika terjadi paparan dalam kurun waktu yang lama.
Tabel 6. Crosstab Hubungan Letak Dapur dengan Kejadian Pneumonia pada Balita

Kejadian Pneumonia pada Balita


Letak Dapur Kasus Kontrol Total p value
N % N % %
Tidak 24 (58,5) 13 (31,7) 37 (45,1) 0,026

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat


Jurnal Kesehatan Masyarakat 9

Memenuhi
Memenuhi 17 (41,5) 28 (68,3) 45 (54,9)
Jumlah 41 (100) 41 (100) 82 (100)
OR = 3,041 95% CI = 1,230 7,515
Sumber : Data hasil penelitian, 2016
Berdasarkan tabel 4.15 dapat diketahui bahwa pada kelompok kasus terdapat 24 balita
tinggal di rumah dengan letak dapur tidak memenuhi syarat dan terdapat 17 balita tinggal di
rumah dengan letak dapur yang memenuhi syarat. Sedangkan pada kelompok kontrol
terdapat 13 balita tinggal di rumah dengan letak dapur tidak memenuhi syarat dan terdapat
28 balita tinggal di rumah dengan letak dapur yang memenuhi syarat.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan nilai p
value = 0,026 < 0,05 (OR= 3,041) menunjukkan bahwa ada hubungan antara letak dapur
dengan kejadian pneumonia pada balita. Balita yang tinggal dirumah dengan letak dapur
yang tidak memiliki sekat dengan ruang lain, memiliki risiko 3 kali lebih besar mengalami
pneumonia dibandingkan balita yang tinggal dirumah dapur yang memenuhi syarat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Heru Padmonobo (2012) yang
menyebutkan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan sekat dapur buruk mempunyai
risiko menderita pneumonia 2,517 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang tinggal
di rumah dengan sekat dapur baik. Letak dapur yang menyatu dengan rumah induk tanpa
adanya sekat merupakan salah satu penyebab meningkatnya cemaran udara dalam rumah.
Cemaran udara dalam rumah ini apabila terjadi secara terus-menerus dapat menyebabkan
penghuni rumah juga terpapar terus-menerus pula, maka mempunyai konstibusi terhadap
kejadian pneumonia pada balita penghuni rumah.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara jenis bahan bakar memasak
(p = 0,002), ventilasi dapur (p = 0,024), keberadaan balita di dapur saat kegiatan memasak
(p = 0,021), lama balita di dapur (p = 0,029) dan letak dapur (p = 0,026) dengan kejadian
pneumonia pada balita.
Saran yang dapat diberikan untuk responden adalah tidak membawa balita ke dapur
saat kegiatan memasak berlangsung, mengganti bahan bakar memasak dengan yang rendah
polutan, dan perbaikan komponen rumah untuk peningkatan kualitas kondisi rumah. Serta
saran untuk puskesmas yaitu memberikan penyuluhan, bimbingan dan pengawasan terhadap
masyarakat tentang pneumonia. Bagi peneliti lain dapat melakukan penelitian selanjutnya
yaitu dengan meneliti variabel variabel lain yang berpengaruh terhadap kejadian

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat


Jurnal Kesehatan Masyarakat 10

pneumonia seperti variabel sikap dan tindakan ibu, variabel polusi luar rumah yang
berkaitan dengan kejadian pneumonia pada balita.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan, Ketua
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dosen pembimbing skripsi, Kepala Puskesmas
Tengaran Kabupaten Semarang, Kepala Bagian P2 ISPA Puskesmas Tengaran, Kepala Desa
Kecamatan Tengaran, serta seluruh responden yang terlibat dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2014, Profil Kesehatan Kabupaten Semarang
Tahun 2013, DKK Kabupaten Semarang, Semarang.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2014, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2013, DKK Prov Jateng, Semarang.
Faska, 2015, Asap Dapur sama Bahaya dengan Asap Rokok,
http://pojoksatu.id/news/kesehatan/2015/05/16/asap-dapur-sama-bahaya-dengan-asap-
rokok/ diakses pada tanggal 16 November 2016.
Heru Padmonobo, dkk, 2012, Hubungan Faktor Faktor Lingkungan Fisik Rumah dengan
Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Jatibarang Kabupaten
Brebes, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol 11 No 2 / Oktober 2012.

Kartasasmita Cissy B, 2010, Pneumonia Pembunuh Balita, Buletin Jendela Epidemiologi,


Volume 3, September 2010, hlm. 22-26.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan, 2012, Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan
Akut, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Persyaratan
Kesehatan Perumahan, Menteri Kesehatan RI, Jakarta.
Misnadiarly, 2008, Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa,
Usia Lanjut, Pneumonia Atipik dan Pneumonia Atypik Mycobacterium, Pustaka Obor
Populer, Jakarta.
Nurjazuli, Retno Widyaningtyas, 2006, Faktor Risiko Dominan Kejadian pada Balita
(Dominant Risk Factors On The Occurrence Of Pneumonia On Children Under Five
Years), Jurnal Respirologi Indonesia, R.J Respir Indones.2009:29(2).
Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1077/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman
Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah.
Puskesmas Tengaran, 2015, Profil Kesehatan Puskesmas Tengaran Tahun 2014, Puskesmas
Tengaran, Semarang.

Ray Pribowo, 2014, Hubungan Penggunaan Bahan Bakar Masak dengan Kejadian
Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mranggen II Kabupaten Demak,

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat


Jurnal Kesehatan Masyarakat 11

http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm/43318 diakses pada tanggal 2 Januari


2016.

The United Nations Childrens Fund (UNICEF)/World Health Organization (WHO), 2006,
Pneumonia the forgotten killer of children.
Tulus Aji Yuwono, 2008, Faktor Faktor Lingkungan Fisik Rumah yang Berhubungan
dengan Kejadian Pneumonia pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Kawunganten Kabupaten Cilacap. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol 11,
No 1 (2012) http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/article/view/4145 diakses pada
tanggal 14 Desember 2015.

United States Environmental Protection Agency, 2016, Sulfur Dioxide (SO2),


https://www3.epa.gov/airtrends/aqtrnd95/so2.html diakses pada tanggal 5 November
2016.

United States Environmental Protection Agency, 2016, Nitrogen Dioxide (NO2),


https://www3.epa.gov/airtrends/aqtrnd95/no2.html diunduh pada tanggal 5 November
2016.

WHO, 2014, Household Air Pollution and Health,


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs292/en/ diakses pada tanggal 30
November 2015

Wichmann J dan Voyi KVV, 2006, Impact of cooking and heating fuel use on acute
respiratory health of preschool children in South Africa, The Southern African
Journal of Epidemiology and Infection. 2006; 21(2): 48-54.

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

Anda mungkin juga menyukai