Anda di halaman 1dari 3

SEDIMENTOLOGI BATUBARA

Pengantar

Lapisan sediment yang mengandung gambut atau batubara terdapat di banyak tempat di dunia yang
berumur mulai dari Paleozoikum Akhir hingga Resent. Batubara merupakan hasil akumulasi
rombakan material tumbuhan yang terbentuk pada lingkungan pengendapan tertentu. Akumulasi ini
dipengaruhi oleh proses synsedimenter dan postsedimenter yang menghasilkan endapan batubara
dengan berbagai peringkat dan tingkat kompleksitas struktur geologinya.

Sedimentasi dan Lapisan Batuan Pembawa Batubara

Dewasa ini minat mempelajari proses sedimentasi batubara begitu tinggi, terutama karakteristik
lingkungan fluviatil dan delta. Ahli geologi batubara perlu mengetahui prinsip dasar dalam
pengenalan lingkungan pengendapan yang menyangkut proses fisik yang terjadi agar dapat
menghasilkan lapisan batubara yang bernilai ekonomis. Selain itu pemahaman mengenai bentuk,
morfologi dan mutu batubara merupakan hal mendasar dalam perencanaan dan menambangan
batubara.

Model-model Pengendapan

Pengenalan model pengendapan yang dapat menjelaskan pembentukan lapisan pembawa batubara
dan hubngannya terhadap lingkungan sekelilingnya dapat dilakukan dengan membandingkan
lingkungan pembentukan gambut modern dengan lapisan pembawa batubara (Tabel…)

Tabel….

Karakteristik Fluvial dan Transitional Lower Delta Back Barrier


Upper Delta Lower Delta Plain Barrier
Plain Plain

Model pengendapan tradisional yang digunakan oleh banyak ahli didasarkan pada “cyclothem”
yakni suatu seri litotipe yang terbentuk pada siklus yang berulang-ulang. Saat ini konsep tersebut
telah dimodifikasi menjadi suatu model yang berkaitan dengan perubahan lateral dan vertical pada
kondisi pengendapan yang sudah diketahui yakni pada system fluvial, deltaic, dan coastal barrier.
Urutan perlapisan atau litofasiesnya dicirikan oleh kenampakan sedimentasinya.

-Fasies Coastal Barrier dan Back Barrier

Model pengendapan pantai dicirikan oleh batupasir penghalang, ke arah laut butirannya lebih halus
dengan sisipan serpih dan batuan karbonat. Ke arah daratan bergradasi menjadi serpih lagonal
warna hitam dengan adanya fauna air payau dan pada sisi rawa tumbuh pepohonan. Batupasir
penghalang (barrier sandstone) mengalami perombakan kembali secara terus menerus, sehingga
kandungan kuarsanya lebih tinggi dibanding dengan batupasir di sekitarnya yang mempunyai
sumber yang sama.

Batupasir penghalang ini menunjukkan variasi perlapisan yaitu adanya belahan bidang perlapisan
serta ripple dan burrow pada bagian atasnya. Hal ini dapat ditapsirkan sebagai “storm washover
sand”. Tubuh batuan yang memanjang ke arah darat bisa mencapai ketebalan 6 m, terdapat struktur
silang siur, dan bidang miring yang ditapsirkan sebagai endapan “delta banjir pasang” (flood tide
delta) kemudian batupasir pengisi saluran yang ditapsirkan sebagai “endapan saluran pasang surut”.

Rekonstruksi pengendapan didasarkan studi yang dilakukan di Amerika. Lingkungan back-barrier


lagonal dicirikan oleh coarsening upward, serpih yang kaya organic dan batulanau yang ditindih
oleh batubara tipis dan tidak menerus. Lapisan ini menunjukkan zona bioturbasi yang kuat disertai
oleh adanya lapisan tipis dan konkresi besi karbonat yang terpresipitasi secara kimia (siderite).
Penyebaran batuan ini diperkirakan mencapai 20 – 30 m dengan lebar antara 5 – 25 km (Gambar…)

-Fasies Lower Delta Plain

Endapan lower delta plain didominasi oleh sikuen coarsening upward, mudstone, dan batulanau
dengan ketebalan 15 – 55 m serta penyebaran lateral mencapai 8 – 110 km. Bagian bawah sikuen
ini dicirikan oleh mudstone kelabu – hitam dengan sisipan batugamping dan siderite.

Pada bagian atas umumnya disusun oleh batupasir yang mencerminkan peningkatan energi air
dangkal, sehingga terjadi pengisian muara oleh sediment. Bila muara telah terisi sedimen yang
cukup, maka tanaman dapat tumbuh di atasnya yang pada akhirnya batubara dapat terbentuk.
Namun jika muara tidak diisi oleh sediment yang cukup, maka akan terbentuk bioturbasi, batupasir
dengan semen berupa siderit dan batulanau. Pola coarsening upward tersebut dapat terpotong di
beberapa tempat oleh crevasse splay. Pada beberapa kasus, sikuen transitional lower delta plain,
endapannya merupakan perselingan antara channel, interdistributary bay dan crevasse splay
(gambar…..)

Fasies dan Lingkungan Pengendapan batubara

Pada umumnya studi fasies batubara dapat digunakan untuk merekonstruksi model pengendapan
yang ditapsirkan bahwa batubara merupakan hasil pengendapan rawa. Studi pada lapisan batubara
itu sendiri difokuskan pada analisis petrologi dan ditambah dengan analisis sediment di
sekelilingnya.

Model pengendapan gambut/batubara saat ini menjadi banyak perhatian terutama jika dikaitkan
dengan kualitas batubara sebagai bahan tambang. Sekitar 3 % permukaan bumi ini ditutupi oleh
lahan gambut. Keragaman bentuk gambut sangat ditentukan oleh adanya fluktuasi muka air tanah
serta curah hujan yang tinggi.

Istilah “mire” atau “moor” meliputi semua lahan basah (rawa) dimana akumulasi gambut bias
terjadi. Akumulasi gambut mengikuti persamaan kesetimbangan sebagai berikut :

Aliran Masuk + Hujan = Aliran Keluar + Penguapan + Retensi

Kondisi yang diperlukan agar gambut dapat terakumulasi adalah adanya keimbangan antara
produksi tanaman dan pembusukan organic. Ini merupakan fungsi iklim. Karena gambut relative
kedap air, maka pertumbuhannya dapat menghambat aliran air pada daerah yang luas, sehingga
lahan gambut yang cekung (low moor) menjadi sangat luas. Pada daerah dimana presipitasi tahunan
melebihi penguapannya, serta tidak ada periode kering yang panjang, maka akan berkembang
“raised mire” (high moor). Gambut dapat tumbuh ke arah atas karena muka air tetap bertahan.
Perkembangan suatu lingkungan pembentukan gambut dari low mor menjadi high moor akan
menghasilkan zonasi pengendapan gambut (Gambar…).
Model-model pengendapan dapat menunjukkan pembentukan gambut berdampingan dan bersisipan
dengan lingkungan pengendapan klastik aktif. Akmulasi gambut tersebut pada daerah antar saluran
di paparan delta dapat dipotong oleh adanya kontaminasi klastik dari crevasse-splay atau oleh
adanya penurunan daerah antar saluran yang menyebabkan terendamnya gambut, terhentinya
akumulasi dan adanya influks klastik.

Sedimen-sedimen juga dapat masuk ke rawa “low moor” oleh banjir, badai atau pasang naik.
Kontaminasi klastik ini menyebabkan batubara mempunyai kadar abu tinggi.

Batubara berkadar abu rendah terbentuk pada daerah yang bebas dari pengendapan klastik dalam
waktu yang relative lama, mungkin sampai berabad-abad. Parting pada batubara seperti mudstone,
menunjukkan adanya penghentian sementara pengendapan gambut dan bias berlangsung ribuan
tahun lamanya.

Pengamatan pada endapan gambut di paparan delta modern menunjukkan kadar abu lebih dari 50 %
db, dan gambut yang abunya kurang dari 25 % db jarang melebihi tebal 1 m. Bila gambut ini
terawetkan dalam waktu geologi, maka akan terbentuk mudstone karbonan dengan urat-urat
batubara (coaly stringer).

Studi pada lingkungan pengendapan modern menunjukkan bahwa tempat pembentukan gambut
dengan kadar abu rendah bukan pada paparan delta, dan kebanyakan moor pada daerah pantai atau
dataran banjir juga bukan tempat yang baik untuk terakumulasinya gambut terkecuali daerah itu
berkembang “high moor”.

Mire yang mengambang juga dapat memproduksi gambut berkadar abu rendah, namun
penyebarannya terbatas.

Studi pada “raised mire” menunjukan kandungan kandungan abu kurang dari 5 %, dan pada daerah
yang luas bias mencapai 1 – 2 %. Laju akumulasi organic pada “raised bog” melebihi laju
sedimentasi dari overbank atau banjir pasang. Akan tetapi meskipun batubara kadar abu rendah
berasal dari “raised mire” namun ada juga yang terbentuk selain lingkungan tersebut.

Ada yang beranggapan bahwa batubara berkadar abu rendah berasal dari gambut yang sama dengan
kadar abu tinggi, namun penurunan abu terjadi selama proses pembatubaraan. Air asam dapat
mempercepat proses pelarutan berbagai mineral, tetapi tidak semua rawa bersifat asam dan bahkan
ada yang mengandung material karbonatan. Anggapan lain adalah bahwa akumulasi gambut tidak
bersamaan dengan pengendapan sediment klastik, menunjukan bahwa pemebntukan batubara beda
dengan sediment di atas atau di bawahnya. Pada rawa yang dirembesi dengan air laut, dapat
diketahui dari kadar sulfurnya yang tinggi.
Sebagai kesimpulan terhadap mekanisme kontaminasi klastik pada gambut, “raised mire” dapat
mempertahankan permukaannya dengan agradasi saluran dan dapat menghambat sediment fluvial.
Jika ini terjadi, maka gambut tebal dapat mempengaruhi geometri pengendapan yang berdampingan
dengan akumulasi klastik.

Anda mungkin juga menyukai