Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS DIAGENESIS MINERAL LEMPUNG DAN PENGARUHNYA

TERHADAP KUALITAS RESERVOIR PADA LAPANGAN X, CEKUNGAN KUTAI


Izzatul Maulidiyah Abdillah Putri
21100118100035

Abstrak
Cekungan Kutai merupakan cekungan dengan lapangan-lapangan raksasa penghasil minyak
dan gas bumi di Indonesia. Eksplorasi yang dilakukan pada daerah penelitian dilakukan pada
lapangan dengan umur Miosen pada zona-zona reservoir berupa batuan klastik. Mineral
lempung yang terdapat di Lapangan X, Cekungan Kutai dapat mengalami modifikasi dan
alterasi selama awal dan akhir dari diagenesis, juga dapat berubah ketika memasuki fase
metamorfisme. Proses fisik utama yang mempengaruhi pasca pengendapan pada
batulempung secara keseluruhan adalah kompaksi. Illitisasi dari mineral illit terbentuk hingga
50% umumnya dimulai pada umur Miosen Tengah dan terbentuknya mineral illit 70%
dimulai pada umur Miosen Akhir. Proses illitisasi yang menjadi penanda dimulainya tahapan
burial diagenesis dan juga menjadi penanda top tekanan luap diinisiasi dari pembentukan
mineral illit yang melingkupi grain mengurangi porositas dan permeabilitas batuan. Pada
penyebaran illitisasi, kualitas reservoir dari barat daya – timur laut adalah semakin buruk.
Analisis diagenesis dari tahapan early diagenesis dan kemudian masuk ke dalam fase burial
diagenesis tersebut sangat berkaitan dengan fase peak mature.

PENDAHULUAN
Cekungan Kutai secara regional terletak pada bagian tepi tenggara dari Kraton Sunda.
Termasuk di dalamnya Selat Makassar dan memanjang ke arah daratan di bagian barat dan
barat laut sejauh 2700 km (Kingston, 1988). Cekungan Kutai merupakan cekungan dengan
lapangan-lapangan raksasa penghasil minyak dan gas bumi di Indonesia. Eksplorasi yang
dilakukan pada daerah penelitian dilakukan pada lapangan dengan umur Miosen pada
zona-zona reservoir berupa batuan klastik. Cekungan Kutai merupakan cekungan yang telah
memproduksi minyak dan gas bumi sejak akhir abad ke-19 dan menjadi daerah penghasil
utama hidrokarbon di Indonesia. Lebih dari 14 km2 sedimen yang terakumulasi masuk dalam
lingkungan pengendapan fluvial, deltaic, dan shelf sejak umur Miosen Bawah. Hingga saat
ini, proses progradasi delta masih berlanjut dengan suplai sedimen dari Sungai Mahakam
(Allen dan Chambers, 1998).
Reservoir merupakan lapisan batuan yang menjadi wadah yang mengandung minyak
dan gas yang berada di bawah permukaan bumi. Jika wadah tersebut berisi air maka disebut
lapisan akuifer. Dalam reservoir minyak bumi, batupasir merupakan batuan yang penting
karena batupasir mendominasi komposisi reservoir dan memiliki porositas dan permeabilitas
yang baik. Porositas merupakan kemampuan untuk menyimpan, sedangkan permeabilitas
merupakan kemampuan untuk melepaskan fluida tanpa merusak partikel pembentuk atau
kerangka batuan. Permeabilitas dan porositas sangat erat hubungannya sehingga dapat
dikatakan bahwa permeabilitas tidak mungkin ada tanpa adanya porositas. Dalam eksplorasi
minyak dan gas bumi, informasi mengenai hubungan porositas dan permeabilitas sangat
diperlukan karena untuk mengetahui seberapa besar kandungan dan seberapa besar fluida
yang dapat diambil dari suatu reservoir. Analisis karakter dari sebuah reservoir hidrokarbon
terdiri dari analisis komposisi serpih, analisis porositas, dan analisis saturasi air.
Eksplorasi hidrokarbon selain menekankan pada batuan reservoir dan perangkap
(trap), juga menekankan pada batuan induk (source rock). Material organik yang terdapat di
dalam batuan induk merupakan penyuplai hidrokarbon yang terdapat pada batuan reservoir.
Material organik yang terdapat di source rock lama - kelamaan akan mengalami proses
pematangan (maturity). Setelah mengalami kematangan, material organik tersebut akan
berubah menjadi hidrokarbon dan selanjutnya akan bermigrasi ke reservoir. Dengan demikian
studi dan evaluasi mengenai batuan induk dirasa juga penting dilakukan. Evaluasi terhadap
batuan induk akan memberikan informasi mengenai potensi batuan induk untuk
menghasilkan hidrokarbon, jenis hidrokarbon yang dihasilkan dan kondisi cekungan
hidrokarbon.

LANDASAN TEORI
Lempung (Clay) adalah komponen umum dari batuan sedimen. Dalam pengertian
geologis secara umum, lempung merupakan partikel detrital dengan diameter lebih kecil
daripada 1/256 mm. Susunan kimianya terdiri dari aluminosilikat biasa berupa
montmorillonite, mite, chlorite, atau kaolinite tergantung pada lingkungan dimana mereka
terbentuk. Lempung memiliki ukuran partikel yang sangat kecil sekitar 1 hingga 3 tingkatan
di bawah butiran pasir. Akan tetapi rasio permukaan volumenya sangat tinggi hingga 100 -
10.000 kali rasio yang dimiliki oleh batupasir. Sehingga clay atau lempung secara efektif
dapat mengikat banyak air yang tidak akan mengalir tetapi mempengaruhi tanggapan log.
Mineral lempung merupakan salah satu kelompok mineral kompleks yang menyusun kurang
lebih 16% dari seluruh batuan sedimen penyusun kerak bumi. Berdasarkan lingkungan
pengendapannya, mineral lempung dapat terbentuk baik di lingkungan darat maupun di
lingkungan laut. Mineral lempung yang terbentuk di lingkungan pantai dan lepas pantai
mempunyai suatu mekanisme sedimentasi yang unik karena adanya berbagai faktor yang
mempengaruhi, seperti faktor kedalaman; cahaya matahari; temperatur; topografi dan
organisme. Oleh karena itu, berbagai jenis mineral lempung dapat terbentuk di lingkungan ini
Serpih adalah campuran dari lempung dan lanau (silika halus) yang diendapkan oleh
proses sedimentasi berenergi rendah. Serpih mempunyai porositas yang baik, tetapi
permeabilitasnya adalah mutlak sama dengan nol. Sehingga serpih murni tidak begitu
berperan dalam produksi hidrokarbon, walaupun merupakan batuan-sumber (source rocks)
untuk perminyakan. Dilain pihak, pasir atau karbonat yang mengandung sejumlah lempung
atau serpih mungkin penting untuk produksi hidrokarbon. Dengan adanya lempung dan
serpih, analisa formasi hidrokarbon menjadi tidak mudah. Maka pertama-tama perlu
dimengerti prinsip dari interpretasi log pada formasi bersih dan kemudian analisa formasi
kotor.
Porositas merupakan bagian dari volume batuan yang tidak terisi oleh benda padat. Ada
beberapa macam porositas, yaitu:
a. Porositas total, yaitu perbandingan antara ruang kosong total yang tidak terisi oleh
benda padat (pori - pori, retakan, rekahan, gerohong) yang ada diantara elemen -
elemen mineral dari batuan dengan volume total batuan.
b. Porositas Bersambungan (connected porosity) yaitu bagian dari ruang kosong
bersambungan dari dalam batuan. Porositas bersambungan bisa jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan porositas total jika pori - porinya tidak bersambungan.
c. Porositas Potensial, yaitu porositas yang memiliki jalur pori - pori pada batasan
tertentu dimana cairan tak dapat lagi mengalir (misalnya 20 μm untuk minyak dan 5
μm untuk gas).
d. Porositas efektif, yaitu porositas yang dapat dilalui oleh cairan bebas, tidak termasuk
porositas yang tidak bersambungan, dan ruangan yang terisi oleh air-resapan dan
air-ikat serpih.
Adapun permeabilitas merupakan kemampuan medium berpori untuk meluluskan atau
mengalirkan fluida. Permeabilitas sangat penting untuk menentukan besarnya cadangan
fluida yang dapat diproduksikan.
Diagenesis adalah proses perubahan fisik dan kimia yang terjadi setelah pengendapan,
selama dan setelah pembatuan (lithification). Proses tersebut dapat teramati melalui analisis
petrografis batuan sedimen dengan menggunakan mikroskop polarisasi dan scanning electron
microscope (SEM). Proses diagenesis dapat dicirikan dengan adanya mineral autigenik.
Mineral autigenik adalah mineral yang terbentuk selama proses diagenesis. Ada beberapa
macam mineral autigenik. Pertama berupa kristal sempurna (euhedral crystal), umumnya
kuarsa, sven laumontit, dan apatit. Kedua adalah kristal tumbuh (overgrowths), khususnya
terjadi pada butiran kuarsa, plagioklas, dan K-felspar. Ketiga berupa sementasi seperti
mineral laumontit, karbonat, dan silika. Terakhir pengisian rongga oleh mineral lempung.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Mineral lempung merupakan salah satu kelompok mineral kompleks yang menyusun
kurang lebih 16% dari seluruh batuan sedimen penyusun kerak bumi. Berdasarkan
lingkungan pengendapannya, mineral lempung dapat terbentuk baik di lingkungan darat
maupun di lingkungan laut. Mineral lempung yang terbentuk di lingkungan pantai dan lepas
pantai mempunyai suatu mekanisme sedimentasi yang unik karena adanya berbagai faktor
yang mempengaruhi, seperti faktor kedalaman; cahaya matahari; temperatur; topografi dan
organisme. Oleh karena itu, berbagai jenis mineral lempung dapat terbentuk di lingkungan
ini.
Mineral lempung yang terdapat di Lapangan X, Cekungan Kutai dapat mengalami
modifikasi dan alterasi selama awal dan akhir dari diagenesis, juga dapat berubah ketika
memasuki fase metamorfisme. Proses fisik utama yang mempengaruhi pasca pengendapan
pada batulempung secara keseluruhan adalah kompaksi.
Shaly Sand Formation adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa
suatu formasi tidak hanya mengandung pasir saja, tetapi terdapat shale pada kandungan
pasirnya. Pada shaly-sand formation perhitungan nilai saturasi air yang akan dilakukan
cenderung lebih sulit jika dibandingkan dengan yang dilakukan pada clean formation. Hal ini
terjadi karena shale yang hadir dalam suatu formasi dapat menyebabkan perubahan
pembacaan nilai. Formasi pasir serpihan (shaly formation) ini pada umumnya berupa mineral
lempung yang berupa kaolinit, illit atau smektit. Kehadiran shale pada suatu reservoir dapat
berdampak pada beberapa hal yaitu, mengurangi porositas efektif, pada umumnya berkurang
banyak, menurunkan nilai permeabilitas, terkadang turun drastis dan merubah nilai
resistivitas. Ukuran butir dengan porositas dan permeabilitas mempunyai hubungan linear
yang kuat dan berkorelasi negatif yaitu semakin besar ukuran butirnya maka semakin kecil
porositas dan permeabilitasnya.
Provenans menurut (Pettijohn, 1974) adalah batuan induk, sumber batuan, iklim atau
relief dari daerah sumber batuan. Analisis provenans dilakukan untuk mengetahui litologi
batuan sumbernya berdasarkan komposisi mineral silisiklastik yang terdapat pada batuan
yang dianalisis. Analisis petrografi detail dilakukan untuk mengetahui jenis batuan yang
menghasilkan endapan sedimen, relief dan iklim dari daerah batuan sumber, dan arah sumber
yang menyuplai endapan sedimen tersebut. Dickinson dan Suczek (1979) menjelaskan
mengenai metode yang digunakan dalam penentuan sumber batuan silisiklastik. Metode
tersebut menggunakan hubungan antar komposisi butir dan batuan sedimen. Tatanan tektonik
dalam analisis Dickinson dan Suczek (1979) tersebut dipisahkan dalam 3 tipe yaitu provenans
dari continental blocks, recycled orogen dan magmatic arc.
Batuan sedimen siliklastik terbentuk dari material lepasan dengan ukuran kerikil,
pasir maupun lempung. dan komposisi kimia endapan ini merupakan fungsi dari sistem
kondisi dan proses yang kompleks meliputi batuan asal, transport sedimen dan kondisi
lingkungan pengendapan (Johnson, 1993; dalam Boggs, 2006).

Gambar 1. Jenis Rembesan dan Porositas Batuan


Endapan sedimen yang baru saja terbentuk memiliki saturasi air yang tinggi dan pada
umumnya belum mengalami proses sementasi. Ketika proses sedimentasi berada pada suatu
cekungan, maka sedimen yang lebih dahulu terbentuk dan memiliki umur yang lebih tua,
pada umumnya akan terkubur oleh sedimen yang baru saja terendapkan dari proses
transportasi sedimen dan memiliki umur lebih muda.
Sedimen burial yang disertai perubahan fisika dan kimia merupakan respon dari
peningkatan tekanan dari beban sedimen di atasnya dan peningkatan suhu serta perubahan
porositas. Perubahan ini membuat proses kompaksi dan litifikasi pada endapan sedimen
tersebut. Litifikasi adalah proses perubahan sedimen menjadi suatu batuan yang utuh. Dengan
demikian, material kerikil yang belum terkonsolidasikan berubah menjadi konglomerat,
material pasir menjadi batupasir dan material lempung berubah menjadi serpih (Boggs,
2006). Proses burial akan menyebabkan material mengalami pemampatan antar butirnya dan
akan mengurangi porositas batuan. Porositas batuan ini semakin berkurang bila terjadi
presipitasi dari semen ke dalam pori-pori butiran. Mineral akan semakin tidak stabil seiring
dengan bertambahnya proses burial dan penambahan suhu. Mineral tersebut akan mengalami
alterasi pada suhu batas kestabilan mineral, sehingga akan terlarutkan atau akan tergantikan
menjadi mineral baru baik sebagian atau keseluruhan dari mineral sebelumnya (Boggs,
2006).
Menurut Boggs (2006), proses diagenesis terjadi ketika suhu dan tekanan telah
mengalami peningkatan dibandingkan pada saat proses pelapukan sedimen, tetapi tingkat
suhu dan tekanan ini masih lebih rendah dibandingkan pada saat proses metamorfisme
berlangsung. Batas antara tahap diagenesis dengan metamorfisme yaitu pada suhu sekitar
250oC walaupun sebenarnya tidak ada batasan yang jelas antara tahap diagenesis dengan
metamorfisme.
Ramdhan dan Goulty (2011), menyatakan bahwa fase gas generation atau memasuki
pada saat peak mature bertepatan dengan top tekanan luap yang mana pada bagian tersebut
ditandai dengan adanya perubahan kaolinit dan smektit menuju mineral illit dengan
konsentrasi 60% hingga 70%. Dengan demikian, maka analisis diagenesis dari tahapan early
diagenesis dan kemudian masuk ke dalam fase burial diagenesis tersebut sangat berkaitan
dengan fase peak mature.

DAFTAR PUSTAKA

Boggs Jr., S., 2006, Principles of Sedimentology and Stratigraphy. Pearson Prentice Hall,
New Jersey, 4th edition, hal.662
D, Andrew. 1961. Analysis of Fluvial Depositional Systems. Originally presented at the
American Association of Petroleum Geologist Fall Education Conference, Caligary.
1961. Universitas Toronto.
Iswahyudi, Sachrul dan Widagdo, Asmoro. Potensi Batuan Induk Batu Serpih dan
Batulempung di Daerah Watukumpul Pemalang Jawa Tengah.
Pettijohn, F. J., 1974, Sedimentary Rocks (Third Edition). New York: Harper & Row
Publisher

Anda mungkin juga menyukai