Anda di halaman 1dari 7

Guruku – Mustofa Bisri

Ketika aku kecil dan menjadi muridnya


Dialah di mataku orang terbesar dan terpintar
Ketika aku besar dan menjadi pintar
Kulihat dia begitu kecil dan lugu
Aku menghargainya dulu
Karena tak tahu harga guru
Ataukah kini aku tak tahu
Menghargai guru?

Hasil analisi

Puisi "Guruku" karya Mustofa Bisri adalah sebuah karya sastra yang mengungkapkan perasaan
dan penghormatan terhadap seorang guru. Berikut hasil analisis komponen-komponen utama dari
puisi ini:

1. Tema: Tema utama dari puisi ini adalah penghormatan terhadap guru, perubahan
pandangan terhadap guru dari masa kecil hingga dewasa, dan pertanyaan apakah
penghormatan terhadap guru telah berkurang seiring dengan bertambahnya pengetahuan
dan usia.
2. Diksi: Puisi ini menggunakan bahasa yang sederhana namun mendalam. Kata-kata
seperti "kecil," "pintar," "terbesar," "lugu," "menghargainya," dan "harga guru"
digunakan dengan baik untuk mengungkapkan perasaan dan pemikiran penulis.
3. Imaji: Puisi ini menciptakan gambaran visual tentang perubahan pandangan terhadap
guru. Ketika penulis masih kecil, guru tersebut tampak "terbesar" dan "terpintar," tetapi
seiring dengan bertambahnya usia dan pengetahuan, guru tersebut tampak "kecil" dan
"lugu." Ini menciptakan imaji perubahan perspektif.
4. Kata Konkret: Puisi ini menggunakan kata-kata konkret seperti "guru," "murid," "kecil,"
dan "pintar" untuk memperkuat pesan tentang hubungan guru-murid.
5. Gaya Bahasa: Puisi ini menggunakan gaya bahasa sederhana tetapi efektif untuk
menyampaikan pesan. Gaya bahasa yang digunakan adalah penyederhanaan dan
penggunaan kata-kata yang kuat dalam ekspresi perasaan.
6. Rima: Puisi ini tidak memiliki pola rima yang tetap, yang menunjukkan fokus pada
pesan dan perasaan daripada aspek formal seperti rima.
7. Tipografi: Tidak ada elemen tipografi khusus yang digunakan dalam puisi ini, tetapi tata
letak yang sederhana memudahkan pembaca untuk memahami pesan puisi.
8. Rasa dan Nada: Puisi ini menggambarkan rasa hormat dan refleksi penulis terhadap
hubungannya dengan guru. Nada puisi ini bervariasi dari rasa kagum hingga pertanyaan
yang lebih dalam tentang makna dan nilai guru.
9. Amanat: Amanat dari puisi ini mungkin adalah pentingnya menghormati guru sepanjang
hidup, bahkan ketika kita tumbuh dewasa dan mendapatkan pengetahuan. Puisi ini juga
mengajukan pertanyaan yang menantang tentang apakah penghormatan terhadap guru
telah hilang dalam masyarakat modern.
10. Biografi Penulis (Mustofa Bisri):

Kehidupan Awal dan Pendidikan

Dr. (H.C.) K.H. Ahmad Mustofa Bisri, yang lebih akrab dipanggil Gus Mus, dilahirkan
pada tanggal 10 Agustus 1944 di Rembang, Jawa Tengah, Indonesia. Pendidikan awalnya
dimulai di Sekolah Rakyat (SR) Rembang, namun perjalanan pendidikannya mengarah
ke jalur agama. Ia melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, yang
dipimpin oleh KH. Marzuqi Dahlan dan KH. Mahrus Aly selama sekitar satu setengah
tahun. Setelah itu, Gus Mus melanjutkan menimba ilmu di Pondok Pesantren Al
Munawwir, Krapyak, Yogyakarta, selama empat tahun di bawah bimbingan KH. Ali
Maksum dan KH. Abdul Qadir. Setelah menyelesaikan studinya di pondok tersebut, ia
melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir.
Kiprah dalam Nahdlatul Ulama dan Aktivitas Politik
Gus Mus memiliki peran yang penting dalam dunia keagamaan dan politik di Indonesia.
Ia pernah menjabat sebagai Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada
tahun 2014 hingga 2015. Awalnya, ia adalah wakil Rais 'Aam, dan setelah wafatnya KH.
Sahal Mahfudz pada tahun 2014, Gus Mus menggantikannya sebagai Rais 'Aam PBNU.
PBNU adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia yang mengusung prinsip-prinsip
Islam moderat dan toleran.
Selain itu, Gus Mus juga terlibat dalam dunia politik. Ia merupakan salah satu
pendeklarasi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan menjadi perancang logo PKB yang
masih digunakan hingga saat ini. PKB adalah partai politik di Indonesia yang memiliki
basis Nahdlatul Ulama dan berkomitmen untuk mewakili aspirasi masyarakat Islam
moderat.
11. Unsur Nilai yang Terkandung: Nilai yang terkandung dalam puisi ini adalah
pentingnya menghormati guru dan apresiasi terhadap peran guru dalam pembentukan
individu dan masyarakat.
12. Unsur Masyarakat dan Latar Belakang Penulis: Puisi ini mencerminkan masyarakat
Indonesia dan penghormatan yang mendalam terhadap guru dalam budaya Indonesia.
Mustofa Bisri adalah seorang intelektual Muslim Indonesia, dan budaya dan agama
masyarakat Indonesia sering tercermin dalam karyanya. Gus Mus adalah seorang tokoh
yang memiliki pengaruh besar dalam mempromosikan Islam moderat, nilai-nilai
toleransi, dan HAM di Indonesia. Selain itu, sebagai seorang penyair dan penulis kolom
yang terkenal, karyanya juga mencerminkan pemikiran mendalam tentang agama,
budaya, dan masyarakat Indonesia. Gus Mus adalah sosok yang sangat dihormati dan
diakui baik di tingkat nasional maupun internasional. Gus Mus juga dikenal sebagai
pejuang Hak Asasi Manusia (HAM). Ia menjadi ulama pertama yang memperoleh
penghargaan "Yap Thiam Hien" pada tahun 2017 karena perjuangannya dalam
mempromosikan dan melindungi HAM di Indonesia. Selain itu, ketika Gus Mus
menimba ilmu di Universitas Kairo, ia pernah menjadi pengurus Himpunan Pemuda dan
Pelajar Indonesia (HPPI) bersama KH. Syukri Zarkasyi dan aktif sebagai pengelola
majalah organisasi bersama KH. Abdurrahman Wahid.
13. Pandangan Pribadi: Puisi ini mencerminkan pandangan pribadi penulis terhadap
pengalaman dan perasaannya terhadap guru. Ini adalah pengalaman pribadi yang
umumnya dapat dirasakan oleh banyak orang yang telah memiliki guru dalam hidup
mereka.

Secara keseluruhan, puisi "Guruku" karya Mustofa Bisri adalah karya yang menggambarkan
perubahan pandangan terhadap guru dari sudut pandang seorang murid kecil hingga menjadi
seorang dewasa yang lebih bijaksana, mengajukan pertanyaan tentang apakah penghormatan
terhadap guru tetap ada dalam diri kita seiring bertambahnya usia dan pengetahuan.
Surat Cinta – Goenawan Mohamad

Bukankah surat cinta ini ditulis


ditulis ke arah siapa saja
Seperti hujan yang jatuh ritmis
menyentuh arah siapa saja

Bukankah surat cinta ini berkisah


berkisah melintas lembar bumi yang fana
Seperti misalnya gurun yang lelah
dilepas embun dan cahaya.

Hasil analisis

Puisi "Surat Cinta" karya Goenawan Mohamad adalah sebuah karya sastra yang penuh dengan
makna dan simbolisme. Berikut adalah hasil analisis dari puisi ini:

1. Tema: Tema utama dari puisi ini adalah cinta yang dilihat sebagai sebuah perasaan
universal yang dapat dialamatkan kepada siapa saja tanpa terkecuali. Puisi ini
menggambarkan cinta sebagai kekuatan yang mampu mencapai dan menyentuh setiap
individu, mirip dengan hujan yang jatuh dengan ritmis dan menyentuh setiap arah.
2. Diksi: Dalam pemilihan kata-katanya, puisi ini menggunakan bahasa yang sederhana,
tetapi memiliki makna mendalam. Kata-kata seperti "surat cinta," "hujan," "ritmis,"
"gurun," "embun," dan "cahaya" dipilih dengan hati-hati untuk memberikan gambaran
visual dan emosional yang kuat.
3. Imaji: Puisi ini menciptakan imaji hujan yang jatuh dengan ritmis, yang merupakan
metafora untuk cinta yang tak terbatas dan meresap ke dalam setiap arah. Selain itu,
gambaran gurun yang lelah yang dilepaskan oleh embun dan cahaya menciptakan
gambaran perasaan yang melepaskan diri dan menjadi lebih terang.
4. Kata Konkret: Puisi ini menggunakan kata-kata konkret seperti "surat cinta," "hujan,"
dan "gurun" untuk menggambarkan cinta dan perasaannya dengan jelas dan langsung.
5. Gaya Bahasa: Gaya bahasa yang mungkin digunakan dalam puisi ini adalah metafora.
Dalam hal ini, surat cinta dibandingkan dengan hujan yang menciptakan dampak yang
merata di semua arah, mencerminkan cara cinta dapat mempengaruhi semua orang tanpa
memandang latar belakang atau identitas.
6. Rima: Puisi ini tidak mengikuti pola rima yang konsisten, yang menunjukkan bahwa
fokus utama adalah pada makna dan pesan dari puisi, bukan pada struktur formal seperti
rima.
7. Tipografi: Tata letak puisi ini sederhana dan tidak memiliki elemen tipografi yang
mencolok, memungkinkan pembaca untuk fokus pada pesan yang disampaikan.
8. Rasa dan Nada: Puisi ini memiliki nada yang puitis dan merenung, menciptakan
perasaan keajaiban dan universalitas dalam cinta. Rasa yang disampaikan adalah
perasaan kelembutan dan keajaiban cinta yang dapat dirasakan oleh siapa saja.
9. Amanat: Amanat dari puisi ini adalah bahwa cinta adalah perasaan yang universal dan
tak terbatas, yang dapat diungkapkan kepada siapa saja dan memiliki kekuatan untuk
menyentuh dan menghubungkan banyak hati. Puisi ini merayakan keindahan dan
kekuatan cinta yang mampu mengatasi segala batasan.
10. Biografi Penulis (Goenawan Mohamad) : Goenawan Mohamad adalah seorang
intelektual, penyair, dan sastrawan terkenal Indonesia yang dikenal karena karyanya yang
beragam dan pemikirannya yang mendalam tentang berbagai isu sosial, budaya, dan
politik.
Kehidupan Awal dan Keluarga
Goenawan Soesatyo Mohamad, yang akrab disapa GM atau Mas Goen, lahir pada tanggal
29 Juli 1941 di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, yang saat itu masih merupakan bagian
dari Hindia Belanda. Ia merupakan salah satu tokoh penting dalam dunia sastra,
jurnalistik, dan budaya Indonesia. Goenawan adalah adik dari Kartono Mohamad,
seorang dokter yang pernah menjabat sebagai ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia).
Pendidikan
Pendidikan awal Goenawan dimulai di Sekolah Rakjat Negeri Parakan, Batang, pada
tahun 1953, yang diikuti oleh SMP Negeri II di Pekalongan pada tahun 1956, dan SMA
Negeri di Pekalongan pada tahun 1959. Meskipun awalnya tertarik pada bidang ilmu
psikologi, Goenawan tidak menyelesaikan studi psikologi di Universitas Indonesia.
Setelahnya, ia melanjutkan pendidikannya di Belgia, mempelajari ilmu politik di College
of Europe. Selanjutnya, Goenawan Mohamad menjadi Nieman Fellow di Harvard
University, Amerika Serikat, yang memberinya kesempatan untuk mendalami dunia
jurnalisme dan ilmu sosial.
Karier
Goenawan Mohamad dikenal atas peran utamanya dalam mendirikan majalah Tempo,
yang menjadi salah satu majalah berita terkemuka di Indonesia. Selain itu, ia adalah
seorang penyair yang telah menulis banyak kumpulan puisi terkenal, termasuk
"Parikesit." Karya-karya sastranya mencerminkan pemikiran yang mendalam dan kritis
terhadap berbagai isu sosial dan politik.
11. Unsur Nilai yang Terkandung: Nilai yang terkandung dalam puisi ini adalah
pentingnya cinta sebagai perasaan yang tidak terbatas oleh batasan-batasan manusia dan
mampu menghubungkan semua orang.
Unsur Masyarakat dan Latar Belakang Penulis: Puisi ini mencerminkan pandangan
Goenawan Mohamad tentang keberagaman dan universalitas cinta dalam konteks
masyarakat Indonesia yang multikultural. Pada masa mudanya, Goenawan Mohamad
aktif dalam dunia sastra dan budaya Indonesia. Ia ikut menandatangani "Manifesto
Kebudayaan 1964," yang mengakibatkannya dilarang menulis di beberapa media umum
pada saat itu. Ia juga telah menerjemahkan karya-karya puisi dari penulis-penulis
terkenal, termasuk Emily Dickinson. Goenawan Mohamad menikah dengan Widarti
Djajadisastra dan memiliki dua anak. Ia adalah seorang intelektual yang memiliki
pandangan liberal dan terbuka, dan pemikirannya sering kali dianggap sebagai lawan dari
pemikiran monodimensional. Goenawan Mohamad adalah salah satu tokoh terkemuka
dalam budaya dan sastra Indonesia yang telah memberikan kontribusi besar dalam dunia
jurnalisme, sastra, dan pemikiran kritis. Ia terus menjadi sosok yang dihormati dan diakui
di tingkat nasional maupun internasional.
12. Pandangan Pribadi: Puisi ini mencerminkan pandangan pribadi Goenawan Mohamad
tentang kekuatan dan keindahan cinta yang dapat dirasakan oleh setiap individu, tanpa
terkecuali.

Anda mungkin juga menyukai