Bismillahirahmanirrahim.
Puji syukur kehadirat Allah Swt. Semoga kita selalu dalam bimbingan dan lindungan
Allah Swt. Amin.
Pada kesempatan ini saya akan menyampaikan pidato tentang penggunaan bahasa
Indonesia sebagai identitas dan jati diri bangsa.
Apa jadinya jika kita tidak mempunyai bahasa untuk saling berkomunikasi? Tentunya
kita patut bersyukur memiliki bahasa pemersatu, yakni bahasa Indonesia, yang lahir
dari buah kesadaran akan pentingnya persatuan.
Bahasa mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan. Kita sudah
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi sejak berabad abad silam. Bahasa lahir
bersamaan dengan terbentuknya masyarakat atau bangsa.
Oleh karena itu, bahasa sangat terkait dengan budaya dan sosial ekonomi suatu
masyarakat penggunanya. Tidak heran jika suatu daerah memiliki bahasa yang
berbeda padahal untuk maksud yang sama. Suatu bahasa dapat berkembang dengan
pesat atau sebaliknya, secara perlahan musnah karena ditinggalkan penggunanya.
Yang lebih parah, makin berkembangnya bahasa slank atau bahasa gaul yang
mencampuradukkan bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Misalnya
pada ujaran berikut: Saya mah kalo cari info cukup browsing ajah di internet.
Dalam konteks percakapan sesama teman mungkin bisa diterima, tetapi jika bahasa
tersebut terbawa dalam konteks resmi inilah yang berbahaya.
Dalam konteks tertentu menguasai bahasa asing memang diperlukan. Akan tetapi,
kebanggaan berbahasa Inggris atau bahasa asing lainnya jangan sampai mengikis
kecintaan terhadap bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Pepatah mengatakan bahwa
“Bahasa menunjukkan bangsa”. Jati diri kita sebagai bagian dari suku suku di
nusantara dan sebagai bangsa yang mandiri tercermin dari bahasanya.
Selain itu, penggunaan bahasa pun menunjukkan pola pikir kita. Semakin baik kita
bertutur, semakin tertata pula pola pikir kita. Namun sebaliknya, jika ujaran bahasa
kita kacau, hal itu mengindikasikan kacau pula pikirannya. Tidak mengherankan jika
para psikolog menggunakan bahasa sebagai alat terapi.
Di saat kita gencar menguasai bahasa Inggris, justru masyarakat internasional gencar
pula melirik bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional kedua setelah bahasa
Inggris. Beberapa kali konferensi internasional bahasa Indonesia untuk penutur asing
diselenggarakan sebagai upaya memasyarakatkan bahasa Indonesia di kancah
internasional. Malah pelajaran bahasa Indonesia telah masuk ke dalam kurikulum
pengajaran di sekolah sekolah di beberapa negara.
Salah satu alasan mengapa masyarakat luar ingin menguasai bahasa Indonesia adalah
agar mereka bisa masuk untuk membuka lapangan kerja di era pasar bebas. Berbagai
bangsa akan mengadu peruntungan ekonomi bisnis yang sudah pasti melibatkan
pribumi Indonesia. Mereka bukan hanya mempelajari bahasa Indonesia, melainkan
juga bahasa daerah.
Dengan demikian, pelajaran bahasa indonesia bukan sekadar bagian dari mata
pelajaran di sekolah, lebih dari itu berfungsi sebagai alat untuk menguasai bidang
bidang lain, termasuk bidang eksakta.
Selain sebagai identitas sebagai bangsa, keterampilan berbahasa pun harus dikuasai
kita agar: Pertama, dapat menghilangkan jarak bahasa antar anggota masyarakat,
terutama antara masyarakat golongan bahwa dan atas.
Kedua, membangun rasa kecintaan yang tinggi terhadap bahasa Indonesia sehingga
muncul perasaan emosional untuk mempertahankan kelanggengan bahasa Indonesia.
Demikianlah pidato dari saya. Mohon maaf jika ada kata kata yang kurang berkenan.
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Swt, bahwasannya pada hari ini kita dapat
dipertemukan kembali dalam suasana yang penuh keakraban dan dalam keadaan sehat
wal afiat. Pada kesempatan ini, tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada
Bapak/lbu guru yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menyampaikan
pidato.
Saat ini, kita terus menerus di dera oleh berbagai masalah. Baik yang menyangkut
persoalan alam, sosial, moral, maupun agama. Di satu sisi hal ini menjadi
keprihatinan, tetapi di sisi lain menjadi tantangan untuk menyelesaikan berbagai
persoalan tersebut.
Salah satu persoalan yang berkaitan langsung dengan perubahan perilaku remaja dan
masyarakat pada umumnya adalah hadirnya televisi. Tayangan tayangan yang
disiarkan melalui “kotak ajaib” itu tidak sedikit membawa dampak buruk bagi
perilaku penontonnya.
Salah satunya adalah tayangan gulat bebas ala smack down. Tayangan itu mampu
mengubah perilaku anak-anak menjadi seorang “petarung” yang siap memangsa siapa
saja, termasuk temannya sendiri. Korban pun berjatuhan. Belum lagi tayangan
tayangan lain yang bersifat takhayul dan syirik.
Kasus ini hanyalah secuil dari dampak negatif yang lahir dari tayangan televisi.
Karena masih banyak tayangan tayangan lain yang juga berisiko merusak moral dan
mental anak-anak kita. Inilah tantangan dunia pendidikan yang sesungguhnya. Kita
seakan tidak berdaya berhadapan dengan pendidikan yang dilancarkan oleh media
televisi, terutama oleh orang orang yang berada di balik siaran televisi tersebut.
Kita memang membutuhkan media televisi sebagai sumber informasi dan alat
penyampai informasi. Namun, kadang kita terjebak oleh televisi. Tayangan acara di
televisi dijadikan trend setter, mulai dari hal yang sepele, seperti dandanan, makanan
instan, gaya bicara, minyak wangi, atau gosip, sampai pada hal hal yang sifatnya
mendasar, yang menyangkut aqidah agama, ideologi, dan moralitas.
Berdasarkan kenyataan tersebut ada beberapa hal yang menarik untuk dikaji dan
dibahas lebih lanjut. Saya ingin menyampaikan beberapa hal sebagai bahan
pemikiran.
Pertama, tayangan televisi harus disikapi secara arif. Kita tidak bisa dengan begitu
saja menganggap tayangan A atau B itu layak hanya karena ada tulisan “Telah Lulus
Sensor”. Televisi tidak pernah netral. Bahkan televisi bisa dijadikan alat efektif untuk
menghancurkan budaya suatu masyarakat.
Dengan demikian, kita sendiri, sebagai penonton, yang harus menjadi filternya.
Misalnya, hanya menonton tayangan yang betul betul mendidik dan mengurangi
waktu anak-anak untuk menonton televisi.
Kedua, televisi adalah alat. Jika diibaratkan, televisi bagaikan sebatang kayu jati.
Akan dijadikan apa kayu jati tersebut, tentu sangat bergantung orang yang
mengambilnya. Mungkin saja dijadikan kursi, ukiran kaligrafi, atau bahkan tongkat
pemukul. Oleh karena itu, kualitas tayangan televisi sangat bergantung kepada “siapa
yang berada di balik tayangan tersebut?”
Ketiga, kita sebagai pelajar harus lebih kritis dalam memahami setiap tayangan
televisi. Tidak melahap begitu saja dan tidak membenarkan begitu saja. Kita harus
berusaha mencari sisi manfaatnya bagi pengembangan diri kita. Jika tidak ada
manfaatnya, sebaiknya tayangan tersebut tidak perlu ditonton.
Itulah kiranya sedikit pembahasan dalam pidato ini. Semoga kita dapat melakukan
berbagai kegiatan yang memberikan manfaat, baik bagi diri kita sendiri maupun bagi
orang lain. Walau bagaimanapun, kita tidak dapat menghindar dari semua persoalan
yang ada.
Oleh sebab itu, kita harus menghadapinya dengan berbagai tindakan nyata yang
didasari oleh tuntunan agama dan budaya bangsa kita. Walahu’alam.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Terima kasih atas segala perhatiannya, serta
mohon maaf atas segala kekurangannya.
Bapak Kepala Sekolah yang saya hormati Bapak/lbu Guru yang saya hormati.
Siswa siswi kelas IX yang berbahagia.
Bismillahirahmanirrahim.
Puji syukur kehadirat Allah Swt, bahwasannya pada hari ini kita dapat berkumpul
dalam sebuah acara yang cukup penting, yakni seminar tentang Pendidikan dan
Kerawanan Sekolah. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada pihak panitia yang
telah memberi kesempatan kepada saya, selaku wakil dari kelas IX, untuk
menyampaikan pidato saat ini.
Sekolah sebagai tempat pendidikan dan pengajaran bagi para siswa memang tidak
lepas dari berbagai bentuk kerawanan. Bahkan, terkadang kerawanan itu begitu
mudah masuk sejalan dengan perkembangan usia para siswa yang juga mulai rawan,
terutama usia ABG (anak baru gede). Apalagi jika kontrol dari sekolah tidak ketat dan
waspada.
Kita sendiri sangat menyesalkan dengan munculnya perilaku negatif pelajar yang
biasanya ditunjukkan dalam bentuk perkelahian antar pelajar, penggunaan obat obat
terlarang, serta mulai mencoba coba pergaulan menyimpang lainnya.
Jelas, ini jadi tantangan bagi pihak sekolah dan para guru. Walau bagaimanapun
sekolah harus ikut bertanggung Jawab menjaga moral para pelajar.
Harus diakui, akhir-akhir ini penyimpangan yang dilakukan oleh para pelajar semakin
meningkat. Berbagai pengaruh budaya barat yang sering kali dipertontonkan di
televisi ataupun media internet turut berperan mempercepat dan meningkatkan
kualitas negatif perilaku pelajar.
Jika kita hitung, berapa kasus yang muncul setiap hari akibat perilaku pelajar yang
tidak terpuji, dan itu yang terjadi di lingkungan sekolah. Beberapa gejala kerawanan
yang sering tampak di lingkungan sekolah, di antaranya membolos, merusak sarana
sekolah, menentang terhadap guru, perkelahian, bahkan terjadi pelecehan dan
penganiayaan.
Kedua, perbuatan perbuatan yang melanggar hak hak orang lain yang bersifat
kebendaan, seperti mengambil barang milik sekolah, teman sekolah, atau pun milik
umum; dan melakukan pemerasan di lingkungan sekolah dan luar sekolah.
Pemerasan adalah segala tindakan yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri
dengan melakukan penekanan terhadap orang lain. Biasanya pemerasan terjadi oleh
pelajar yang merasa diri lebih ‘kuat” terhadap pihak yang lebih “lemah”.
Tidak semua siswa berlatar belakang dari keluarga yang harmonis. Begitu juga tidak
semua siswa berlatar belakang dari lingkungan masyarakat yang agamis.
Hal ini pun menjadi tantangan berat bagi para siswa yang berkarakter baik. Sebab,
tidak menutup kemungkinan karakter yang sudah baik malah menjadi buruk karena
pengaruh lingkungan tempat dia bergaul.
Jadi, marilah kita bersama-sama membangun karakter dan akhlak yang baik. Dengan
demikian, akan lahir pribadi pribadi yang cerdas secara intelektual dan moral.
Jadikanlah momentum ini sebagai langkah awal untuk mewujudkan harapan tersebut.
Demikianlah pidato dari saya. Mohon maaf jika ada kata kata yang kurang berkenan.
Bismillahirahmanirrahim.
Puji syukur kehadirat Allah Swt. Semoga kita selalu dalam bimbingan dan lindungan
Allah Swt. Amin.
Pada kesempatan ini saya akan menyampaikan pidato tentang permasalahan perilaku
menyimpang remaja dan cara mengatasinya.
Masa remaja merupakan proses yang sangat rumit untuk menuju masa dewasa. Kalau
kita mampu melawati masa remaja secara normal (tidak menyimpang) maka akan
meraih masa dewasa yang normal. Masa remaja merupakan bagian dari proses
menuju kedewasaan.
Masa remaja merupakan periode yang sangat penting karena perubahan perubahan
yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu dan
akan memengaruhi periode selanjutnya.
Apabila remaja dapat menyesuaikan diri dengan perubahan perubahan yang terjadi
pada masa remaja maka remaja akan berhasil melaluinya dan akan berhasil pula pada
perkembangan masa dewasa.
Istilah remaja berasal dari bahasa Latin, yaitu Adolecere yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak kanak
ke masa dewasa.
Ada tiga tahap pada masa remaja ini, yakni tahap remaja awal (masa puber), tahap
remaja pertengahan (remaja), dan tahap remaja akhir (usia 19 22 tahun). Pada masa
peralihan ini biasanya remaja mengalami krisis identitas karena remaja bukan lagi
kanak akan tetapi juga belum dianggap dewasa.
Oleh karena itu, remaja sering melakukan tindakan tindakan “cari perhatian” untuk
eksistensi dirinya di lingkungan sekolah atau masyarakat.
Ciri ciri remaja yang paling menonjol adalah bersifat ingin tahu, selalu ingin mencoba
dan berkesperimen. Remaja juga cenderung tidak menyetujui nilai-nilai orang tua.
Mereka berusaha mencari identitas dirinya dengan menjauhkan diri dari orang tua.
Tidak heran jika remaja lebih banyak yang mengagumi tokoh lain di luar orang tua
sebagai idolanya.
Selain itu, remaja juga sangat peka terhadap stres, frustrasi, dan konflik. Pada sisi
inilah remaja memiliki peluang untuk terjerumus pada pergaulan negatif, seperti
halnya penggunaan narkoba dan pergaulan bebas (seks bebas).
Masa remaja pun diwarnai dengan masa penuh romantika. Benih-benih cinta terhadap
lawan jenis mulai tumbuh seiring dengan berkembangnya aspek fisik yang ditandai
dengan matangnya organ-organ reproduksi dan aspek sosial yang berkaitan dengan
kemampuan untuk memahami orang lain.
Meskipun dalam Islam tidak dikenal istilah pacaran, tetapi remaja kita memulai
interaksi dan menumbuhkan benih benih cintanya dengan berpacaran. Kalau sebatas
ingin mengenal karakter lebih dekat dengan lawan jenis mungkin berpacaran tidak
jadi masalah.
Apalagi kalau remaja tahu batasan batasan dalam berpacaran. Namun yang kemudian
berbahaya adalah ketika batasan batasan itu dilabrak karena pengaruh negatif dari
video atau gambar-gambar yang tidak senonoh yang begitu mudah diakses.
Perilaku bergaul bebas jelas sangat bertentangan dengan hukum Islam. Imam Al-
Gazali mengatakan bahwa nafsu seks merupakan nafsu yang paling kuat dan paling
membangkang pada akal jika nafsu itu sudah bangkit.
Rasulullah Saw pernah bersabda, “Barang siapa merasakan adanya nafsu berahi,
namun tetap menahan diri dan menyembunyikannya, lalu orang itu meninggal dunia,
dia wafat sebagai seorang syahid.”.
Betapa besar pahalanya jika kita mampu menahan dan mengendalikan nafsu seksual
yang secara alami tumbuh dalam diri kita. Untuk mencegah terjerumus pada perilaku
seks bebas, para remaja dapat melakukan hal-hal sebagai berikut.
Pertama, kita harus memperdalam ilmu agama sehingga mampu mendekatkan diri
kepada Allah Swt jika menghadapi permasalahan.
Kedua, kita harus mampu menjaga pandangan. Mata menjadi sumber segalanya. Mata
juga bisa menjadi sumber perbuatan zina. Oleh karena itu, kita harus menjaga mata
kita dari sesuatu yang akan menjerumuskan kita pada perbuatan zina.
Ketiga, kita harus mampu memilih teman bergaul. Pergaulan memberikan pengaruh
besar terhadap perilaku kita sebagai remaja. Jika teman teman kita baik maka kita pun
akan terbawa baik. Begitu pula sebaliknya.
Ketiga, kita harus memperluas pengetahuan mengenai alat reproduksi dan cara
merawatnya. Kita juga harus tahu bahaya seks bebas terutama berkaitan dengan
penyebaran penyakit HlV/AIDS. Untuk mengetahui, kita tidak harus mencoba.
Banyak buku dan sumber informasi yang dapat diakses mengenai pengetahuan
tersebut.
Keempat, kita harus berani mengatakan “Tidak!” pada ajakan teman atau pacar yang
mengarah pada perilaku menyimpang.
Kelima, Kita dapat mengalihkan energi kita untuk melakukan aktivitas yang lebih
positif.
Tentunya, bangsa ini tidak ingin generasi mudanya lemah dan moralnya hancur.
Bangsa ini mengharapkan tunas-tunas muda yang kuat dan berakhlak baik. Kita harus
memulainya dari sekarang, saat usia kita mulai memasuki masa remaja.
Kita dapat memulainya dengan bergaul sehat. Menjalin hubungan sesama remaja
dengan memahami batas-batas yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Dengan
demikian, niscaya kita akan menjadi remaja yang siap menyongsong masa depan
dengan ceria.
Demikianlah pidato dari saya. Mohon maaf jika ada kata kata yang kurang berkenan.
Bismillahirahmanirrahim.
Puji syukur kehadirat Allah Swt, semoga kita selalu dalam bimbingan dan lindungan
Allah Swt. Amin.
Pada kesempatan ini saya akan menyampaikan pidato tentang permasalahan belajar
dan cara mengatasinya
Belajar sangatlah penting. Akan tetapi, sering kali kita menghadapi hambatan dalam
belajar. Secara umum, faktor faktor yang mempengaruhi belajar tersebut dapat dibagi
menjadi dua, yakni faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal meliputi, faktor kesehatan, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. Di
antara ketiga faktor tersebut, faktor psikologislah yang paling memberikan
dampak/pengaruh terhadap kegiatan belajar siswa.
Faktor psikologis yang memberikan pengaruh besar terhadap cara belajar kita sebagai
siswa. Faktor faktor itu meliputi intelegensi atau kecakapan, perhatian, minat, bakat,
motivasi, kematangan, dan kesiapan.
Kedua, perhatian yang tidak fokus mengakibatkan proses belajar jadi terhambat.
Tantangan bagi siswa adalah tetap memfokuskan perhatian, dan tantangan bagi
pengajar adalah berusaha selalu menarik perhatian agar konsentrasi kita tetap fokus.
Ketiga, minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang
beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati siswa akan dilakukan dengan perasaan
senang, terbuka, dan terus menerus. Hal itu berbeda dengan perhatian.
Kalau perhatian sifatnya sementara dan belum tentu diikuti perasaan senang
sedangkan minat akan dilakukan secara terus menerus dengan penuh kesenangan.
Misalnya, seorang anak yang mempunyai minat bermain sepakbola, dia akan dengan
senang hati melakukan latihan atau bermain sepakbola, tanpa merasa terbebani.
Bahkan dia akan bersedia meluangkan seluruh waktunya untuk mempelajari,
memahami, dan mempraktikkan teknik bermain bola.
Keempat, bakat adalah kemampuan untuk belajar. Bakat akan terealisasi menjadi
kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih.
Oleh karena itu, bakat akan mempengaruhi belajar. Jika bahan pelajaran yang
dipelaiarinya sesuai dengan bakatnya, hasil belajarnya pun akan lebih baik. Para guru
sangat penting untuk mengetahui bakat siswanya sehingga dapat memfasilitasi siswa
sesuai dengan bakatnya.
Kelima, motif atau motivasi erat kaitannya dengan tujuan yang hendak dicapai. Motif
menjadi daya penggerak untuk berbuat sehingga tujuannya dapat tercapai.
Keenam, kematangan adalah suatu tingkat dalam pertumbuhan seseorang sehingga dia
siap melaksanakan kecakapan baru. Misalnya, tangan dengan jari-jarinya sudah siap
untuk menulis, membuat prakarya, dan sebagainya.
Belajar akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). Oleh karena itu, proses
belajar pun dilakukan secara berjenjang (SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi)
disesuaikan dengan tingkat kematangannya.
Ketujuh, kesiapan. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respons atau bereaksi.
Kesiapan itu timbul dari dalam diri seseorang. Kesiapan berkaitan dengan
kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan.
Berkaitan dengan faktor faktor yang telah dijelaskan tadi, ada beberapa rintangan
yang mungkin dihadapi pembelajar, yakni: (1) Tidak merasakan adanya manfaat
pribadi; (2) Takut gagal atau terkena aib sosial; (3) Takut akan perubahan dan
pertumbuhan pribadi; (4) Benci pada topik pelajaran; (5) Dipaksa hadir; (6) Punya
masalah dan gangguan pribadi; (7) Merasa “aku sudah tahu yang begini”; dan (8)
Merasa sangat bosan.
Demikianlah pidato dari saya. Mohon maaf jika ada kata kata yang kurang berkenan.
Bismillahirahmanirrahim,
Puji syukur kehadirat Allah Swt Semoga kita selalu dalam bimbingan dan lindungan
Allah Swt. Amin.
Pada kesempatan ini saya akan menyampaikan pidato tentang permasalahan belajar
dan cara mengatasinya
Trend fashion! Bukan saja milik selebritis dan orang berduit, melainkan juga milik
semua kalangan, termasuk para pelajar. Lagi lagi televisi dan film menjadi biang
merambahnya mode pakaian yang modis dan trendi ala pelajar.
Para siswa begitu mudah terpengaruh gaya (style) baju ketat nan irit bahan. Mereka
beramai-ramai membuat tren seragam model ketat di sekolah ala dandanan pelajar di
sinetron atau film layar lebar yang menampilkan sosok remaja pelajar modern.
Gaya bicara pun mereka tiru. Bahasa gaul loe, gue, secara gitu, so what gitu lho,
please deh, dan seabreg tren bahasa lainnya telah merasuk ke kampung-kampung
sejalan dengan makin banyaknya masyarakat yang memiliki televisi itu.
Peraturan sekolah pun menjadi sulit diterapkan. Alhasil, seragam sekolah siswa SMP
dan SMA menjadi begitulah adanya. Memang, kondisi ini tidak bisa dijadikan
patokan bahwa semua siswa begitu. Masih banyak juga siswa yang berpakaian sopan,
dengan pakaian panjang atau berjilbab. Bahkan beberapa sekolah menerapkan aturan
sangat ketat mengenai pakaian ini. Sebab, pakaian ketat sangat mengganggu proses
belajar mengajar di kelas.
Selain itu, pakaian yang mengumbar aurat (khususnya untuk perempuan) sangat
rentan terjadinya pelecehan seksual, baik yang dilakukan oleh siswa di dalam sekolah
sendiri maupun oleh orang di luar sekolah itu.
Sungguh disayangkan jika kita selalu mengikuti tren hanya karena ingin dianggap
eksis atau gaul. Padahal, tidak selamanya yang ngetren itu baik. Sebagai pelajar,
seharusnya bisa lebih kritis dalam menanggapi segala pengaruh yang masuk karena
kita tidak tahu tujuan sebenarnya orang yang mempopulerkan pakaian model seperti
itu.
Sebagai proses menuju dewasa, para pelajar harus bisa menghadapi segala pengaruh
atau masalah dengan mempertimbangkan baik buruk. Kedewasaan itu harus dibentuk,
melalui cara bersikap dan bertindak. Sebab, sikap dewasa tidak datang dengan
sendirinya. Buktinya, banyak orang yang sudah tua, tetapi sikapnya tidak dewasa.
Sehingga sangat pas ungkapan yang mengatakan “Tua itu pasti, dewasa itu pilihan.”
Hadirin yang saya hormati,
Ada informasi yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menyikapi tren celana/rok
melorot dan baju ketat ini. Saya membaca informasi tersebut di surat kabar harian ini
yang menyebutkan bahwa pemerintah Kota Atlanta di Amerika Serikat berencana
melarang celana bergaya kendor sebatas pinggul yang memamerkan pakaian dalam
pemakainya. Padahal, mode pakaian seperti itu bersumber dari negara tersebut.
Dan yang paling kencang mendukung usulan itu adalah para guru. Larangan celana
kendor ini telah diberlakukan di Delcambre, Lousiana, AS. Pelakunya dapat didenda
500 dolar (sekitar 4,5 juta) atau enam bulan kurungan.
Bagaimana dengan sekolah dan pemerintah daerah kita? Mungkinkah membuat perda
tentang pelanggaran akhlak, yang salah satunya berkaitan dengan masalah pakaian?
Untuk menyikapi hal ini, sepertinya para remaja harus mulai berani menyatakan diri
sebagai remaja anti tren. Mari teriakan: Saya adalah anti tren! Dalam pengertian, anti
terhadap tren-tren negatif yang sekarang sedang giat mewabah. Siswa harus berani
mengatakan: “Tidak!” atas ajakan yang kurang baik dan tidak bermanfaat dari teman
temannya.
Sekarang, siswa yang sukses adalah siswa yang mampu menciptakan tren positif dan
memberi pengaruh positif pula terhadap teman-teman dan lingkungan sekitarnya.
Tidak ada yang patut dibanggakan ketika kita melakukan hal-hal yang negatif.
Sebaliknya, kalian harus berbangga ketika sudah mampu menolak tren negatif yang
dapat menjerumuskan dan menyengsarakan.
Jadilah kalian generasi muda yang mampu menciptakan tren, bukan malah mengikuti
tren yang tidak ngetren.
Demikianlah pidato dari saya. Mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan.
Puji syukur kehadirat Allah Swt Semoga kita selalu dalam bimbingan dan lindungan
Allah Swt. Amin.
Pada kesempatan ini saya akan menyampaikan pidato tentang permasalahan belajar
dan cara mengatasinya
Setiap April, biasanya kita langsung teringat pada Hari Kartini yang jatuh pada 21
April. Kartini sebagai sosok pahlawan emansipasi perempuan, terutama di bidang
pendidikan, telah menjadi ikon kebangkitan kaum perempuan Indonesia.
Namun, sering kita lupa bahwa selain Hari Kartini, April pun menjadi bulan sastra
untuk memperingati sastrawan Indonesia, yakni Chairil Anwar. Mengapa mengenang
Chairil Anwar luput dari perhatian? Ya, jawabannya sangat sederhana, sebab Chairil
bukanlah pahlawan nasional.
Dia hanya pemuda kurus kering yang selalu digambarkan bermata merah, tetapi
punya idealisme tinggi. Dia hanya dinobatkan sebagai “pahlawan sastra” yang
menjadi tonggak lahirnya Angkatan ‘45 dalam sejarah kesusastraan Indonesia.
Jadi sangat wajar jika peringatannya tidak segegap gempita Hari Kartini. Peringatan
Chairil Anwar sangat terbatas bagi orang orang yang memang mencintai sastra, dan
itu jumlahnya sangat terbatas.
Secara bertahap namun pasti, sastra Indonesia mengalami perkembangan yang luar
biasa terutama pada masa penjajahan Jepang. Para sastrawan pada masa itu sudah
mulai mengekspresikan kegelisahannya secara lugas melalui karya-karya berupa
puisi, prosa, dan drama.
Sebut saja salah satunya adalah Chairil Anwar. Chairil Anwar dianggap sebagai
pelopor Angkatan 45 dalam catatan periodisasi sastra Indonesia.
Chairil mulai menulis sajak sajaknya pada permulaan zaman Jepang dalam usianya
yang masih muda, sekitar 20 atau 21 tahun. Ketika perasaan lebih berkuasa daripada
pikiran, pada saat darah muda mengalir dengan panas di seluruh tubuh, yang selalu
gelisah dan meronta ronta, kadang kadang membakar dan melemahkan segala
pertimbangan.
Dalam catatan sejarah disebutkan bahwa yang mula-mula mengerti dan dapat
menangkap isi jiwa atau maksud sajak-sajak Chairil Anwar adalah H.B. Jassin. Saat
itu, Jassin bekerja sebagai redaktur kesusasteraan di Balai Pustaka.
H.B. Jassin yang pada waktu itu sedang mempelajari berbagai aliran dan teori sastra,
dan kebetulan sedang mendalami aliran ekspresionisme, segera dapat menangkap isi
sajak-sajak Chairil yang ekspresionisme itu. Tidak dapat disangkal lagi, dengan
munculnya Chairil Anwar di gelanggang seni sastra telah membawa perubahan dan
corak baru dalam bidang puisi.
Dalam usia yang masih muda, tidak lebih dari 27 tahun, Chairil Anwar meninggal
dunia, tepatnya pada 28 April 1949. Dalam usia berkarya yang singkat itu, Chairil
Anwar telah mewariskan semangat baru dalam berkarya.
Kita patut memiliki jiwa dan semangat yang menyala nyala dalam menghadapi
tantangan. Sebagai generasi muda kita harus menampilkan karya-karya terbaik kita
untuk dicatat dalam sejarah perkembangan sastra Indonesia.
Mulai sekarang, mari kita peringati Bulan Sastra sebagai momentum penting dalam
menjiwai karya-karya sastra Indonesia.
Demikianlah pidato dari saya. Mohon maaf jika ada kata kata yang kurang berkenan.
Bismillahirahmanirrahim.
Puji syukur kehadirat Allah Swt Semoga kita selalu dalam bimbingan dan lindungan
Allah Swt. Amin.
Pada kesempatan ini saya akan menyampaikan pidato tentang penggunaan bahasa
Indonesia sebagai identitas dan jati diri bangsa.
Selama ini kita menyepelekan keberadaan sampah yang dibuang begitu saja tanpa ada
perlakuan yang khusus. Sebagian warga dengan seenaknya membuang sampah ke
sungai atau kali, selokan, bahkan ke pinggiran jalan.
Namun, ada juga warga yang berpikir jeli dan memanfaatkan sampah tersebut untuk
meraup keuntungan dengan cara mendaur ulang sampah sampah tersebut menjadi
barang yang bisa dimanfaatkan lagi. Namun, tidak seluruhnya sampah itu dapat
didaur ulang dengan mudah, masih memerlukan proses yang cukup lama dengan
biaya yang tidak sedikit.
Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah sampah
tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bakteri patogen)
dan mengundang vector atau binatang serangga yang berperan sebagai pemindah atau
penyebar penyakit.
Oleh karena itu, sampah haruslah dikelola dengan sebaik sampai sekecil mungkin
agar tidak mengganggu atau mengancam kesehatan masyarakat.
Pengelolaan sampah yang baik, bukan hanya untuk kesehatan saja, namun juga untuk
keindahan lingkungan dan kelestarian alam sekitar. Namun dalam pengelolaan
sampah di Indonesia masih belum menggunakan cara Inceneration yaitu pemusnahan
sampah dengan cara membakar di dalam tungku pembakaran sampah.
Sementara di Indonesia sampai saat ini masih menggunakan cara diangkut dan
ditumpukkan di TPA atau tempat pembuangan sampah akhir tanpa ada tindak
lanjutnya.
Setiap dua atau tiga kali dalam seminggu, mereka sudah dibiasakan membuang
sampah dan diletakkannya di pinggiran jalan mulai pukul 6.00 pagi sampai dengan
pukul 8.30 pagi yang selanjutnya diangkut oleh petugas sampah ke pabrik
pembakaran sampah.
Meskipun sebagian masyarakat sering terkena banjir saat musim hujan tiba, tetapi hal
itu belum juga menyadarkan mereka. Selesai banjir, mereka kembali membuang
sampah sembarangan. Kita tidak pernah jera dan tidak mau belajar dari pengalaman.
Kesalahan yang sama selalu berulang dan mengakibatkan bencana yang terus
berulang juga.
Melihat kenyataan itu, marilah kita mulai dari diri sendiri. Kita biasakan membuang
sampah pada tempatnya karena kebersihan lingkungan akan memberikan kenyamanan
dan ketenteraman pada diri kita.
Demikianlah pidato dari saya. Mohon maaf jika ada kata kata yang kurang berkenan.