Anda di halaman 1dari 140

KUMPULAN KISAH SUKSES

PENGAWAS SEKOLAH SD

EDITOR:
Prof. Dr. Baso Intang Sappaile, M.Pd

Penerbit:
Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan

ii
KUMPULAN KISAH SUKSES PENGAWAS SEKOLAH SD

Editor:
Prof. Dr. Baso Intang Sappaile, M.Pd

ISBN:
978-602-52537-4-4

Desain Sampul dan Tata


Letak: Hasbullah

Redaksi:
Ged. D Lt. 14 Jl. Pintu 1, Senayan Jakarta Pusat, Indonesia
Telp. (021) 57974125
Email: kesharlindung.tendik@kemdikbud.go.id

Cetakan I, November 2019

Diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan


Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang


memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit

iii
PRAKATA

Gelombang peradaban keempat yang sering kita sebut


sebagai era Revolusi Industri 4.0 telah menghadirkan
tantangan-tantangan baru bagi dunia pendidikan. Bahkan
tantangan-tantangan tersebut bergulir secara cepat setiap
saat, semakin kompleks dan kadang sulit diprediksi.
Karenanya di era ini, setiap orang yang menggeluti profesi di
bidang pendidikan, apapun posisi dan perannya dituntut
untuk memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi. Secara
khusus bagi kepala sekolah dan pengawas sekolah sebagai
pemegang kunci eksistensi dunia pendidikan pada level
praksis. Mereka dituntut untuk senantiasa secara kritis
merefleksikan gagasan-gagasan, cara-cara kerja dan hasil-
hasil pendidikan yang telah mereka lakoni dan yang telah
diraihnya selama ini.
Tantangan khusus bagi kepala sekolah dan pengawas
sekolah adalah bagaimana membangun visi, menggeser
paradigma dan menyesuaikan kerangka kerja mereka dalam
menggeluti tugas-tugas profesi di era millenial ini. Mereka
dihadapkan pada tantangan dan problem yang tidak linier
yang membutuhkan kreativitas yang tinggi untuk
menemukan solusi yang akurat. Bagian akhir dari dinamika
tantangan tersebut adalah bagaimana seorang kepala sekolah
maupun pengawas sekolah melakukan konversi seluruh
sumber daya termasuk ekosistem sekolah dengan penetrasi
teknologi menjadi sebuah layanan pendidikan yang bermutu
dan berdaya saing.
Dalam rangka mendukung upaya tersebut, pemerintah
melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah
menempuh kebijakan strategis dengan melakukan reposisi
atau transformasi peran dan tugas seorang kepala sekolah.
Reposisi ini pada hakikatnya adalah upaya pemerintah untuk
mengoptimalkan tata kelola satuan pendidikan dan sekaligus
memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada kepala
sekolah untuk berinovasi. Peran baru dimaksud, juga
bermakna sebagai peningkatan level otoritas yang
memungkinkan seorang kepala sekolah lebih percaya diri
mengerahkan seluruh sumber daya pendidikan yang
dimilikinya dalam rangka mewujudkan visi sekolahnya.
Buku Kumpulan Kisah Sukses yang merupakan karya
kolaboratif ini patut mendapatkan apresiasi. Terlepas dari
kelebihan maupun kekurangannya, buku ini telah

iv
menghadirkan perspektif praksis yang beragam sekaligus
unik tentunya. Untuk itu, kami atas nama Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan menyampaikan terima kasih
kepada para penulis, editor dan semua pihak yang telah
mendedikasikan waktu, pikiran dan tenaga hingga terbitnya
buku Kumpulan Kisah Sukses ini.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan


Dr. Supriano

v
KATA PENGANTAR

Menulis pada dasarnya mengasah nalar dan merapikan


gagasan-gagasan kreatif. Menulis juga merupakan produk
kreativitas karena aktivitas ini merupakan bauran yang
kompleks antara dimensi-dimensi kualitas kemanusiaan
seseorang. Di dalamnya tercakup kemampuan berpikir kritis,
kualitas literasi informasi, dan pemecahan masalah. Selain
sebagai salah satu bentuk aktualisasi diri, bagi seorang
profesional, menulis adalah salah satu cara efektif untuk
merawat keprofesian. Tak terkecuali tentunya kepala sekolah
dan pengawas sekolah. Mereka menempati posisi kunci dalam
urusan tata kelola pendidikan pada level satuan pendidikan.
Karenanya, menulis memiliki relevansi yang tinggi terhadap
profesi kepala sekolah maupun pengawas sekolah.
Sebagai Direktur Pembinaan Tenaga Kependidikan, saya
memberikan apresiasi yang tinggi atas karya kreatif kepala
sekolah dan pengawas sekolah yang dikemas dalam buku
Kumpulan Kisah Sukses ini. Disadari bahwa saat ini, semakin
kuat kecenderungan model hipertext mendominasi dunia
literasi melalui apa yang disebut dengan kultur digital.
Namun dinamika itu tentu saja tidak akan menegasikan sama
sekali keberadaan buku konvensional. Karya ini diharapkan
dapat memberikan pencerahan profesional di kalangan tenaga
kependidikan khususnya kepala sekolah dan pengawas
sekolah.
Akhirnya saya menyampaikan terima kasih kepada para
penulis, editor, Tim Direktorat Pembinaan Tenaga
Kependidikan, serta semua pihak yang telah berkontribusi
dalam seluruh rangkaian proses penerbitan buku ini. Semoga
buku ini memberikan manfaat dan nilai tambah dalam
memberikan layanan pendidikan yang bermutu kepada
masyarakat.

Direktur Pembinaan Tenaga Kependidikan


Dr. Santi Ambarrukmi, M.Ed

vi
DAFTAR ISI

PRAKATA ..................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................... vii

Sudi Komik Mengembangkan Komptensi Guru


Melalui Media Tematik…. .............................................. 1
Asep Sudrajat

Menumbuhkan Budaya Literasi Melalui Pembiasan


Membaca Pada Waktu Pagi .......................................... 12
Sri Hartati

Implementasi Gerakan Literasi Sekolah Melalui


Program Ganda………. .................................................. 28
Hairani Fauzi

Menumbuhkan Nilai Karakter Peduli Lingkungan


Melalui Pendampingan Ibarat Kapal Berlayar ............... 43
Afriani

Memandu Dan Desiminasi Sebagai Inspirasi


Guru Cinta Ptk ............................................................. 53
Andasia Malyana

Pendampingan Supervisi Mutu Model Cocomo .............. 66


Azwar

Pentingnya Strategi Ekspositorik Dalam Bimbingan


Dan Pelatihan Penyusun Soal ......................................... 84
Moh. Samsul Hidayat

Keampuhan Pendeketan Kekeluargaan Dalam


Meningkatkan Kinerja Guru…… ..................................... 101
Herlina Sowandi

Diskusi Kelompok Dilanjutkan Mencermati Menirukan


Menambah Dalam Membangun Budaya Pembelajaran
Abad 21 .... ………………………………………………………… 117
Joko Prasetyo

vii
SUDI KOMIK MENGEMBANGKAN
KOMPETENSI GURU MELALUI MEDIA
TEMATIK
Asep Sudrajat
Pengawas SD Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
asep_sudrajat39@yahoo.com

Media Tematik
Media merupakan alat atau perangkat yang berfungsi
untuk menyampaikan informasi, sedangkan media
pembelajaran merupakan alat bantu proses pembelajaran
yang digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemampuan atau keterampilan pembelajar
sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Media
pembelajaran sangat berdampak terhadap motivasi belajar
peserta didik, sehingga peserta didik merasa betah dan tidak
bosan belajar di kelas.
Keberadaan media pembelajaran merupakan keniscayaan
bagi seorang guru khususnya di Sekolah Dasar (SD) untuk
membantu dan memperjelas materi ajar yang akan
disampaikan kepada peserta didik. Salah satu kompetensi
yang harus dimiliki guru di SD adalah kemampuan untuk
menggunakan media pembelajaran. Selain mampu
menggunakan media pembelajaran, guru harus mampu
mengembangkan alat-alat/media tersebut, dan mampu
membuat media pembelajaran yang murah dan bersahaja
tetapi bermakna untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
dilaksanakan di kelas.
Pendidikan abad 21 dan era revolusi industri 4.0,
menuntut guru mempersiapkan untuk melakukan proses
pembelajaran abad 21. Penggunaan media dalam proses
pembelajaran tematik sangat dibutuhkan. Apalagi kecakapan
abad 21 menuntut adanya kecakapan dalam ilmu
pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta kecakapan dalam
teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Kecakapan-
kecakapan tersebut harus mulai diperkenalkan kepada
peserta didik melalui penggunaan media pembelajaran buatan
sendiri. Penggunaan media pembelajaran peserta didik sudah

1
diperkenalkan dengan kecakapan ilmu pengetahuan,
keterampilan, sikap, serta teknologi dan informasi.
Menurut Briggs (1997;156) media pembelajaran adalah
sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran,
seperti buku, film, video dan sebagainya. Kemudian menurut
National Education Association (1999:47) mengungkapkan
bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam
bentuk cetak maupun visual-audio, termasuk teknologi
perangkat keras.
Berdasarkan hasil pemantauan pada guru kelas di Gugus
V Cibunar 2 Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut
menunjukkan bahwa kemampuan guru menggunakan media
pembelajaran dalam mengajarkan materi tematik terpadu
masih rendah. Rata-rata kemampuan guru dalam
mengajarkan materi tematik terpadu berdasarkan penilaian
kinerja terhadap 57 orang guru kelas di 10 (sepuluh) SD
Binaan menunjukkan bahwa kompetensi guru menggunakan
media pembelajaran dalam mengajarkan materi tematik
terpadu, masih pada kategori rendah, hanya 17 orang guru
dari 57 orang guru yaitu 30,5 %. Hasil yang rendah tersebut
diantaranya didukung oleh fakta bahwa dalam melaksanakan
proses pembelajaran belum tematik.

Strategi Sudi Komik


Salah satu satu model supervisi akademik yang sesuai
dengan karakteristik di atas adalah strategi Sudi Komik yang
diintegrasikan dengan langkah-langkah pada supervisi
akademik mulai dari Supervisi, Diskusi, Komitmen, dan
Kolaborasi (Sudi Komik).
Strategi Sudi Komik digunakan dengan alasan bahwa
untuk mengembangkan kemampuan guru membuat dan
menggunakan media pembelajaran, harus dimulai dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Supervisi, tahap ini pengawas sekolah sebagai supervisor
dan guru selaku supervisee mulai membangun hubungan
saling percaya dengan mengadakan pertemuan untuk
membahas masalah, kepentingan dan harapan. Hasil
temuan supervisi yang dilakukan pengawas terhadap
guru, terutama dalam penggunaan media saat
melaksanakan proses pembelajaran ditindaklanjuti
dengan tahapan berikutnya pada penerapan Sudi Komik,
tahapan Diskusi.

2
Gambar 1. Kegiatan Supervisi terhadap Guru dan Kepala Sekolah

2. Diskusi, yaitu keterbukaan dan kepercayaan dan diskusi


bermakna. Proses bertukar informasi dilakukan melalui
wawancara dengan supervisee. Supervisor menyampaikan
kelemahan-kelemahan yang dilakukan guru saat proses
pembelajaran yang kurang memanfaatkan media
pembelajaran. Masalah yang ditemukan kemudian
didiskusikan pada kegiatan KKG di Gugus V Cibunar agar
dapat menemukan benang merahnya. Hasil kesepakatan
dan pencerahan yang diperoleh melalui diskusi, dijadikan
sebuah komitmen bagi guru, kepala sekolah, dan
pengawas untuk maju bersama mengatasi kelemahan-
kelemahan dalam penggunaan dan pembuatan media
pembelajaran.

Gambar 2. Kegiatan Diskusi pada Strategi Sudi Komik

3. Komitmen. Setelah hasil diskusi disepakati, selanjutnya


supervisor memberikan dorongan dan motivasi untuk
mencapai tujuan supervisi. Bentuk pelaksanaan dilakukan
melalui pemberian materi dan tugas oleh pengawas

3
sekolah terhadap guru kelas untuk mengimplementasikan
media pembelajaran tematik berdasarkan kebutuhan.
Pada tahap ini, supervisor memberikan tagihan-tagihan
kepada guru berupa tugas dan tuntutan tanggung jawab
guru sebagai agen pembelajaran di kelas.

Gamabar 3. Melakukan Komitmen Antara Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas

4. Kolaborasi (pemaparan/refleksi), tahap ini supervisor,


supervisee, dan kolaborator akan saling mengevaluasi
tentang pelaksanaan supervisi dan kompetensi dari
supervisor maupun supervisee. Selain penilaian, terdapat
wawancara supervisor terhadap supervisee untuk
mendapat feedback terkait pelaksanaan supervisi.
Panduan wawancara memuat ketercapaian tujuan (goal
setting) supervise. Hal-hal yang masih dirasa kurang dan
kesulitan dalam pelaksanaan dijadikan masukan untuk
supervisi yang akan datang. Jika masih dibutuhkan, pada
tahap akhir kegiatan supervisi akademik ini dibuatkan
rencana tindak lanjut (RTL) untuk kegiatan supervisi
strategi Sudi Komik selajutnya.

Gambar 4. Berkolaborasi dengan Semua Stakeholders dalam Menerapkan


Strategi Sudi Komik

4
Pelaksanaan strategi Sudi Komik yang saya lakukan di
sekolah dasar adalah melaksanakan supervisi akademik
terhadap kemampuan guru kelas di wilayah binaan dengan
teknik pembinaan yang berbeda dari biasanya.
Strategi Sudi Komik dalam Supervisi akademik
dilaksanakan berdasarkan analisis kebutuhan guru,
bertujuan, dan memberikan kesempatan kepada guru untuk
mengeksplorasi berbagai metode, strategi, atau teknik
alternatif untuk mencapai tujuan atau memecahkan masalah
kinerjanya.
Strategi ini digunakan dengan alasan penulis memiliki alat
peraga yang dapat membantu guru dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik terpadu. Alat/media pembelajaran yang
digunakan merupakan hasil inovasi pembelajaran yang
dilakukan penulis saat bertugas sebagai guru. Alat ini sudah
digunakan penulis pada peserta didik. Model supervisi
akademik yang bersesuaian dengan karakteristik
permasalahan dalam pembelajaran tematik ini adalah
Supervisi Akademik Strategi Sudi Komik yang relevan dengan
model supervisi Strategi Teknik Mentoring yang dikembangkan
oleh Nehtry.E.M.Merukh (1998 : 57)
Prosedur Pelaksanaan Sudi Komik
Desain praktik kepengawasan yang dilakukan melalui
strategi Sudi Komik ini berupa alur dengan langkah-langkah
sebagai berikut ini.

INPUT PROSE OUTPU


S T
SUDI KOMIK
Guru
1. Supervisi
EVALUAS
dapat
2. Diskusi I mengem
GU
3. Komitme bangkan
n kemamp
uan
Kesulitan Berlatih
guru membuat dan
membuat menggunakan
media dari media buatan

Gambar 5. Prosedur Pelaksanaan Strategi Sudi Komik

5
Kegiatan yang dilakukan dalam upaya mengembangkan
kompetensi guru dalam menggunakan media dalam proses
pembelajaran meliputi: kegiatan awal, proses, hasil, dan
dampak. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut:

1. Keadaan Awal
Sebelum melaksanakan supervisi Strategi Sudi Komik,
Supervisor masuk ke kelas untuk melihat kondisi awal
penggunaan media pembelajaran oleh guru kelas. Penulis
menentukan teman sejawat sebagai kolaborator dan
observer.
Penulis menyampaikan kondisi awal guru kelas kepada
kepala SD yang ada di gugus V Cibunar 2 dan
menyampaikan rencana tindakan Supervisi Akademik
Strategi Sudi Komik kepada kolaborator. Bersama kepala
sekolah, kolaborator, dan guru menyusun jadwal kegiatan
supervisi strategi Sudi Komik, kemudian menyerahkan
lembar/instrumen penilaian dan lembar wawancara
kepada kolabolator.
Kegiatan supervisi akademik strategi Sudi Komik ini
dilakukan terhadap 57 guru kelas di 10 (sepuluh) SD
Binaan Gugus V Cibunar Kecamatan Cibatu Kabupaten
Garut. Karakteristik dari sekolah bahwa hampir seluruh
guru menerapkan metode mengajar yang kurang variatif,
tidak menggunakan media pembelajaran, dan peserta
didik diorganisasikan secara klasikal.

2. Proses
a. Pertemuan yang pertama disatukan di KKG. Semua guru
yang menjadi supervisee hadir untuk menerima informasi
tentang strategi, metode, model, atau pendekatan dalam
pembelajaran. Pada pertemuan pertama ini supervisor,
supervisee, dan kolaboraor bersama merumuskan tujuan
kegiatan supervisi akademik strategi Sudi Komik.
Supervisor dan terdamping tanya jawab tentang
pembelajaran dan penggunaan media, kendala, dan
solusinya.
b. Pertemuan kedua, terdamping melaksanakan proses
pembelajaran dengan media tematik. Observasi
pelaksanaan pembelajaran, penilaian perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran. Refleksi pelaksanaan

6
pembelajaran dan menyusun hal-hal yang perlu
diperbaiki

3. Hasil
Hasil supervisi yang dilaksanakan pada bulan Maret
2019 menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam
mengajar dengan menggunakan media tematik sudah
mengalami peningkatan yang pesat. Ditambah dengan
peningkatan pemahaman terhadap prosedur pembelajaran
dengan menggunakan media tematik.
Kompetensi guru dalam membuat media pembelajaran
mengalami peningkatan yaitu menjadi 34 orang atau
meningkat menjadi 60% dan kompetensi guru dalam
melaksanakan pembelajaran dengan media tematik
menjadi 90% atau menjadi 51 orang. Hasil yang meningkat
tersebut didukung oleh fakta bahwa: (1) pemahaman guru
terhadap manfaat dari penggunaan media menjadi 57
orang guru atau 100% ; (2) Guru sudah bisa menjelaskan
cara membuat media dari barang bekas; dan (3) Guru
berkomitmen untuk menggunakan media sebagai
keniscayaan dalam pembelajaran abad 21

Gambar 6. Guru Mendemonstrasikan Alat Peraga Buatan Sendiri dari Barang Bekas Disaksikan
Pengawas dan Kepala Sekolah

Berdasarkan hasil yang telah dilakukan dalam kegiatan


supervise akademik Strategi Sudi Komik dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.

7
Tabel 1Perkembangan Kemampuan Guru Menggunakan Media
Pembelajaran
Kemampuan guru Pemahaman Pemahaman
menggunakan media Awal Akhir
pembelajaran
Jumlah Guru dan 17 (30,5%) 57 (100%)
Prosentasenya

Perkembangan kompetensi guru lebih jelas dapat dilihat pada grafik 1


berikut ini

100
80 Keterangan:
60
Kemampuan Awal
40
20 Kemampuan Akhir
10

Grafik 1. Perkembangan Peningkatan Kemampuan Guru dalam Membuat dan Menggunakan Media

Rata-rata kemampuan guru dalam membuat media tematik


menunjukkan peningkatan sekitar 60% dan kompetensi
guru dalam melaksanakan pembelajaran tematik terpadu
dengan media tematik menjadi 90%.

4. Dampak
Dampak dari penggunaan Strategi Sudi Komik, sebagai
berikut:
a. Ada guru yang diundang menjadi peserta Inobel ke
Tingkat Nasional melalui inovasi media pembelajaran
b. Guru dalam melaksanakan proses pembelajaran
menjadi lebih variatif
c. Guru menjadi kreatif dan inovatif dalam membuat
sendiri media pembelajaran dari barang bekas.
d. Guru menjadi terampil menggunakan media dalam
melaksanakan proses pembelajarannya.
e. Semua guru binaan berkomitmen untuk terus
berinovasi dan berkreasi dalam melaksanakan
pembelajaran dengan penuh semangat.

8
f. Kepala Sekolah sangat mendukung terhadap
kreativitas yang dilakukan guru dalam membuat media
pembelajaran.
g. Hasil belajar peserta didik menjadi lebih meningkat
dan melampaui KKM.

9
Daftar Pustaka
Depdiknas. 2003.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta: Departemen PendidikanNasional.. 2007.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI. Jakarta:
Depdiknas.
Depdiknas. 2006. Standar Isi dan Standar Kompetensi
Lulusan.Jakarta : BSNP.
Mulyani Sumantri dan Johar Permana. 2001. Strategi Belajar
Mengajar.Bandung: CIV. Maulana.
St. Y. Slamet dan Suwarto. 2007.Dasar-dasar Penelitian
Kualitatif. Surakarta : UNS Press.
Suharsimi Arikunto. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.
Yogyakarta. Bumi Aksara.
Suwardi. (2007). Manajemen Pembelajaran, Menciptakan Guru
Kreatif dan
Berkompetensi. Salatiga: JP Books.

10
Tentang Penulis
Asep Sudrajat, S. Pd., M. Pd., lahir di
Garut Provinsi Jawa Barat, 1 Juni
1969. Lulus SDN 5 Cibatu tahun 1983,
lulus SMPN 1 Cibatu tahun 1986, Lulus
SPGN Garut tahun 1989. Melanjutkan
ke jenjang D2 PGSD IKIP Bandung lulus
tahun 1995, Lulus S1 PGSD tahun
2002, dan lulus Pasca sarjana S2 tahun
2010 di Unsil Tasikmalaya Jawa Barat.
Diangkat Pengawas SD sejak 27 Januari
2016. Prestasi yang diperoleh sejak diangkat Pengawas SD:
Juara 1 PTS Tingkat Nasional 2017, Naskah Terbaik Best
Practice 2018, Finalis Best Practice 2019, dan Finalis
Pengawas Berprestasi Tingkat Nasional 2019.
Kontak Penulis: HP/WA (082129516826)

11
MENUMBUHKAN BUDAYA LITERASI
MELAUI PEMBIASAAN MEMBACA
PADA WAKTU PAGI
Sri Hartati
Pengawas SD Kota Semarang Provinsi JawaTengah
hartatimijen1965@gmail.com

Pentingnya Budaya Literasi


Pembelajaran abad 21 bagi Indonesia dan negara yang
sedang berkembang menjadi sebuah tantangan yang harus
disikapi. Kemajuan ilmu dan teknologi akan mendatangkan
dampak yang luar biasa terhadap proses tumbuh dan
berkembang siswa. Salah satu ciri pembelajaran abad 21
adalah pembelajaran dengan mengoptimalkan budaya
literasi. Adapun literasi ada berbagai macam, Namun pada
kesempatan ini penulis menekanlkan budaya literasi
membaca dan menulis melalui kegiatan membaca pada waktu
pagi. Kegiatan membaca di waktu pagi hari sebelum jam
belajar selama 15 menit. Kegitan membaca pada waktu
pagiini didesain sedemikian rupa dengan mengoptimalkan
sarana dan sarana perpustakaan , dengan bantuan komite
sekolah.
Kemajuan ilmu dan teknologi, mengharuskan semua
orang memiliki gawai sebagai alat komunikasi dan sarana
mencari informasi. Selanjutnya ketika gawai sudah menjadi
sebuah kebutuhan bagi semua warga nergara Indonesia ini.
Tak terkecuali siswa sekolah dasar di negeri ini. Gawai
merupakan suatu produk yang didesain untuk alat
komunikasi, sarana untuk mencari informasi dan sumber
belajar. Namun penyalahgunaan gawai menjadi masalah bagi
orang tua dan guru- guru di Indonesia, tak terkecuali lembaga
penyelenggara pendidikan. Ketika gawai menjadi barang
candu bagi siswa dalam waktu luangnya. Gawai yang
mestinya bisa menjadi reverensi dan sarana belajar siswa,
berubah fungsi barang yang berbahaya bagi siswa, karena
gajed akan menyita seluruh waktu belajar siswa, dengan
memainkan game dan mengakses dan membuka konten yang
mestinya tidak dikonsumsi oleh siswa.
Semangat dan minat baca menjadi hal yang langka pada
siswa, karena tidak ada kebiasaan yang terbangun mulai dari

12
rumah sampai di sekolah. Hal tersebut yang disebabkan
karena kondisi perpustakaan sekolah yang kurang
representative semakin terpuruk karena sepi dikunjungi
siswa dan guru lagi. Kondisi perpustakaan sangat kotor dan
tidak tertata, Buku- bacaan dan media banyak yang berdebu.
Sehingga siswa enggan ke perpustakaan untuk berliterasi.
Permasalahan yang mendesak semua sekolah dasar (SD)
di lingkungan Kordinator Satuan Pendidikan ( Korsatpen)
Kecamatan Mijen Kota Semarang yang menjadi binaan
pengawas Sri Hartati kondisinya sangat memprehatinkan.
Hasil monitoring evaluasi standar sarana dan prasarana yang
dilakukan adalah sebagai berikut; 1) kurangnya sarana dan
prasarana; 2) minimnya sumber daya manusia; 3) belum
membudayanya kebiasaan membaca; 4) minat membaca yang
rendah; 5) kondisi perpustakaan yang sangat kotor dan tak
terawat. Kondisi tersebut tentu sangat memprihatinkan
mengingat minimnya anggaran pembelian buku yang tersedia.
Sebagai penjelasan hasil monitoring menunjukkan bahwa,
semua sekolah binaan di gugus Dwija Harapan Satuan
Pendidikan Kecamatan Mijen kota Semarang, memiliki gedung
perpustakaan . Namun masih sangat sederhana dan
cenderung kurang menarik bagi siswa untuk berkunjung.
Ketersediaan buku pada masing-masing sekolah juga belum
memadai. Buku bacaan yang dimiliki umumnya sudah tidak
layak digunakan baik dari segi karakteristik fisiknya maupun
segi isi yang kurang mengikuti perkembangan Ilmu
Pengetahun dan Teknologi( IPTEK). Berdasarkan monitoring
tersebut, didapatkan data yaitu terdapat 8.279 eksemplar
buku bacaan dari delapan sekolah dasar se-Gugus Dwija
Harapan dengan perincian: kondisi fiksi sebanyak 6538
eksemplar kondisi baik, dan sebanyak 1741 eksemplar dalam
kondisi rusak sedang.
Minimnya sumber daya manusia di bidang pengelolaan
perpustakaan ditunjukkan dengan belum adanya tenaga
perpustakaan/pustakawan pada masing-masing sekolah.
Ketidaktersedianya tenaga pustawan berakibat pada
terbengkalainya perpustakaan buku. Buku disimpan dan
ditata secara acak sehingga mengakibatkan kesulitan bagi
guru maupun siswa mencari dan membaca buku yang
diinginkan. Melihat permasalah yang timbul di sekolah, maka
dibutuhkan peran serta komite sekolah dalam
memberdayakan perpustakaan serta buku dan sarana
prasarana lain di perpustakaan.

13
Menurut Yunus (2018:1) literasi adalah kemampuan
membaca menulis berbicara dan menyimak. Sementara
Abidin Yunus dalam buku Multiliterasi mengartikan, literasiu
adalah adalah kemampuan untuk menggunakan Bahasa
dan gambar dalam bentuk yang kaya dan beragam untk
membaca, menulis, mendengarkan , berbicara , melihat ,
menyajikan dan berfikir kritis tentang ide- ide. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa literasi merupakan kegiatan
berpikir kritis yang melibatkan kegiatan membaca, menulis,
berbicara, dan menyimak yang menggabungkan pengetahuan
baru yang didapatkannya melalui suatu sumber belajar
dengan pengetahuan lama yang telah dimiliki sebelumnya.
Adapun tujuan kegiatan literasi adalah: 1) meningkatkan
pengetahuan dari berbagai ilmu dan informasi tentang cara
membaca; 2) menigkatkan pemahaman seseorang untuk
mengambil kesimpulan dari apa yang dibaca; 3)
meningkatkan daya kreatifitas dan berfikir kritis terhadap
karya tulis; 4) menumbuhkembangkan kepribadian siswa
melalui kegiatan membaca dan menulis; dan 5) membantu
menggunakan kualitas penggunaan waktu secara efektif
Kebiasaan membaca buku bacaan baik buku teks
pelajaraan maupun bacaan yang lain juga belum terlihat pada
keseharian siswa di sekolah-sekolah binaan. Minat baca yang
dimiliki oleh siswa dari sekolah binaan juga tergolong rendah.
Kondisi tersebut berakibat pada minimnya pengetahuan yang
mereka miliki. Minimnya minat membaca didukung dengan
data yaitu hanya sekitar 21,7% dari responden yang terdiri
atas guru dan siswa di delapan sekolah binaan yang memiliki
minat membaca .
Peran serta komite sekolah sangat penting untuk
menjamin peningkatan kualitas dan kondusifitas
pembelajaran di sekolah agar aman, nyaman dan
menyenangkan. Adapun peran komite sekolah di antaranya
adalah supporting agensi, controlling agensi, advisor agensi,
eksekutor. Sementara perannya dalam pasal 54 UUSPN no 20
tahun 2003 adalah peran serta masyarakat dalam
pendidikaan yang meliputi perseorangan, kelompok, keluarga,
organisasi profesi, pengusaha dan orgianisasi kemasyarakat
dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan. Dalam melaksanakan peran komite sekolah
sebagai Supporting agensi, komite mempunyai kewajiban
membantu memberdayakan fungsi perpustakaan dengan
mendukung program budaya literasi yang dikemas dalam

14
kegiatan membaca pada waktu pagi. Dalam hal ini adalah
komite sekolah di sekolah dasar di wilayah gugus Dwija
Harapan.
Berdasarkan kondisi yang ditemukan pada Gugus Dwija
Harapan Satuan Pendidikan Kecamatan Mijen, maka penulis
mengambil langkah untuk membuat suatu program dalam
rangka mengkuatkan PPK yaitu membaca pada waktu
pagidengan model pendampingan. Program ini merupakan
program pembiasaan membaca lima belas menit.
Buku yang dibaca merupakan buku bacaan fiksi maupun
nonfiksi. Guru dan siswa diberikan kebebasan dalam memilih
tempat membaca sehingga tercipta suasana yang
menyenangkan. Kegiatan ini juga dapat membuat peran
komite sekolah lebih optimal.
Alasan penyusunan program karena melihat banyaknya
guru yang kenaikan pangkatnya terhambat karena tidak
punya hasil karya ilmiah. Kurangnya tulisan karya ilmiah,
karena mereka tidak mempunyai budaya membaca dan
menulis yang rutin. Sehingga guru sama sekali tidak
mempunyai tulisan apapun juga, serta hasil supervise sarana
prasarana menemukan sarana perpustakaan dan buku tidak
dimanfaatkan secara optimal. Harapan penulis dengan
budaya membaca pada waktu pagitersebut, akan mempunyai
hasil ganda.
Tujuan utama kebiasaan membaca pada waktu pagi hari,
bersama dengan siswa yang sedang membaca. Selanjutnya
setelah mereka berliterasi membaca dan menulis di dalam
buku jurnal secara rutin, sehingga akan terbentuk sebuah
sinopsis dari buku yang telah dibacanya. Disamping itu dapat
menjadi motivator pada siswa yang pada jam yang sama,
mereka juga melakukan kegiatan literasi, yang dikemas dalam
kegiatan membaca pada waktu pagi.

Solusi
Kegiatan membaca pada waktu pagidi gugus Dwija
harapan, tidak akan dapat berjalan ketika semua fihak tidak
mengadakan kolaborasi antara tim membaca pada waktu
pagi dengan fihak yang terkait. Fihak tersebut diantaranya
adalah warga sekolah, komite sekolah, orang tua murid ,
stakenholder serta komite dan paguyuban orang tua murid.
Permasalah yang dialami oleh sekolah binaan sebagian besar,
bersumber karena tidak tersedianya tenaga pustakawan di
masing- masing sekolah, sehingga perpustakaan di masinmg-

15
masing sekolah tidak terurus, berantakan . Banyak buku dan
sarana yang tidak difungsikan, sehingga minat dan semaagat
baca.

Strategi
Strategi untuk memecahkann masalah yang dihadapi,
dilakukan melalui tahapan yang tersusun sebagai berikut :
Langkah awal dari kegiatan membaca pada waktu pagiberupa
Persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan hasil. Apabila
digambarkan melaui skema sebagai berikut.

Langkah kegiatan Secara skematik langkah-langkah


kegiatan dapat digambarkan sebagai berikut :

PERSIAPAN

PELAKSANAAN HASIL DAMPA


K

EVALUASI
KEGIATAN
Gambar 1. Langkah Kegiatan

1. Persiapan
Langkah awal dari kegiatan membaca pada waktu pagi
berupa pengumpulan informasi. Pengumpulan informasi
penulis lakukan dengan mengadakan monitoring sarana dan
prasarana sekolah. Terutama sarana dan prasarana
perpustakaan di 8 sekolah binaan. Ternyata hasilnya sama,
yaitu pemanfaatan perpustakaan tidak maksimal serta
rendahnya minat baca warga sekolah. Langkah selanjutnya
mengadakan koordinasi dengan kepala sekolah dan komite
sekolah, tentang rencana kegiatan membaca pada waktu
pagipagipagiyang dilanjutkan dengan pembentukan tim .
Kegiatan monitoring evaluasi sarana dapat dilihat seperti
pada gambar dibawah ini:

16
Gambar 2. Pelaksanaan Monitoring Evaluasi Sarana Prasarana

2. Pelaksanaan

a. Sosialisasi dan Pelatihan


Sosialisasi adalah kegiatan pengenalan suatu program
kegiatan terhadap pemangku kepentingan dalam sebuah
lembaga. Dalam hal ini pengenalan program membaca pada
waktu pagi, yang merupakan bagian dari gerakan literasi
bangsa dan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Model
kegiatan dalam penyusunan program berdasarkan analisis
kebiasaan siaswa dan warga sekolah dalam membaca buku
non pelajaran. Sedangkan pelatihan adalah kegiatan praktik
atau berlatih secara langsung berdasarkan materi sosialisasi.
Dalam hal ini kegiatan berlatih yang dipandu langsung oleh
pengawas terhadap kegiatan dalam penyusunan penyusunan
program membaca pada waktu pagi yang diikuti seluruh
kepala sekolah dan tim penyusun program di sekolah binaan.
Adapun tujuan kegiatan sosialisasi ini adalah untuk
memberi pencerahan kepada seluruh komponen tim
penyusun program sekolah tentang manfaat kegiatan
membaca pada waktu pagi. Kegiatan pelatihan merupakan
tindak lanjut dari kegiatan sosialisasi program. Dalam
kegiatan pelatihan ini hanya diikuti oleh tim penyusun
program sekolah binaan, yang terdiri dari 8 sekolah, dan
masing-masing sekolah menyertakan kepala sekolah,
perwakilan guru, komite dan petugas sekolah yang
bertanggung jawab terhadap perpustakaan sekolah, yang
meliputi: a) dasar hukum penyususnan program, b)

17
perumusan Surat Keputusan Kegiatan, c) rencana kegiatan
yang diprogramkan untuk melaksanakan program, d)
keterlibatan komite dan paguyuban sekolah, e) melengkapi
sarana dan prasarana, f) menyusun dokumen pendukung

b.Workshop
Worksop merupakan kegiatan tindak lanjut, bagi sekolah
binaan. Dalam kegiatan ini kepala sekolah bersama tim
penyusun program diwajibkan membawa dokumen buku
bacaan, sesuai dengan kondisi buku yang dimiliki oleh
masing-masing sekolah. Pada kegiatan ini pengawas sekolah,
sebagai nara sumber memberikan pembimbingan secara
langsung praktik manajemen program membaca pada waktu
pagi yang meliputi; pembutan administrasi dan manajemen
program membaca pada waktu pagi pada masing- masing
sekolah binaan.
Manajemen program Membaca pada waktu pagi membaca
pada waktu pagi, harus disusun secara sistematik, dan
runtut agar segala kegiatan dapat terprogram terencana dan
terlaksana sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Ada pun
sistematika program sekolah di antaranya adalah sebagai
berikut :1) rencana program; 2) administrasi program
kegiatan;3) surat keputusan (SK); 4) regulasi dan siklus buku,
yang meliputi; susunan kepengurusan job diskripsi masing-
masing posisi, pengadaan properti, anggaran, sumber
pembiayaan, reward, jadwal dan petugas, pendokumenan
kegiatan.
Administrasi kegiatan membaca pada waktu pagi meliputi
administrasi umum dan administrasi kelas. Yang termasuk
tentang inventarisasi umum adalah administrasi yang
meliputi ; 1).mencetak siswa yang mempunyai karakter yang
mulia, berkat pembiasaan membaca pada waktu pagi
berpendampingan; 2). kepala sekolah yang mempunyai
semangat juang yang tinggi, kreatif dan berjiwa
interprenership; 3). surat keputusan dan berita acara
pembentukan kepengurusan kegiatan membaca pada waktu
pagi; 4). buku inventaris yaitu buku bacaan non pelajaran
untuk kelas 1 samapai kelas 6 ;5). kartu kontrol buku; 6).
daftar sirkulasi buku, 7). jurnal membaca, 8). jadwal petugas
komite dan paguyuban ; 9). pajangan bintang kelas;10). rekap
bintang; 11). dokumentasi kegiatan.

18
Kegiatan workshop kegiatan penumbuhan pembiasaan
membaca pada waktu pagi hari, dapat dilihat pada pada
gambar di bawah ini.

Gambar 3. Kegiatan Workshop Manajemen Administrasi Kegiatan Membaca pada Waktu Pagi

c. Diskusi dan Pendampingan


Dalam kegiatan pendampingan penyusunan program
membaca pada waktu pagi di sekolah sekolah binaan,
dilakukan melalui dua model, yaitu pendampingan kelompok
dan kelembagaan. Pendampingan kelompok adalah
pendampingan yang diikuti semua tim membaca pada waktu
pagi di wilayah binaan di suatu tempat kegiatan, sedangkan
pendampingan kelembagaan adalah pendampingan yang
diikuti oleh satu sekolah saja. Kegiatan pendampingan
lembaga dilakukan dengan cara pengawas mengunjungi
sekolah binaan yang sedang melaksanakan program
membaca pada waktu pagi.
Langkah selanjutnya kepala sekolah sebagai penanggung
jawab kegiatan membaca pada waktu pagi bersama
guru/tendik penanggung jawab perpustakaan dan paguyuban
sekolah melakukan kegiatan pilah buku. Kegiatan pilah buku
adalah kegiatan membongkar buku perpustakaan,
selanjutnya memilah buku non mata pelajaran, sesuai dengan
kelompok kelas atas dan kelompok kelas bawah. Kelompok
kalas besar adalah buku yang sesuai dengan materi kelas 4-6.
Pada pengelompokan tersebut dilihat pada besarnya huruf
yang ada di buku dan banyaknya halaman. Apabila buku
bacaan diketik dengan fond 14 dan ketebalan buku antara
10-20, berarti unuk siswa keals 1 dan 2. Sedang apabila buku
tersebut dengan ketebalan 20- 40 halaman , maka
dikelompokkan di kelas 3, sedangkan untuk kelompok kelas
besar adalah buku bacaan yang huruf menggunakan fond 12

19
dan jumlah halaman lebih dari 40 halaman, maka
diperuntukkan bagi siswa kelas 4 - 6.
Kegiatan pendampingan kelompok, dilakukan dalam
pertemuan di Gugus Dwija Harapan, dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.

Gambar 4. Kegiatan Pendampingan Kelompok, Pembuatan Administrasi Krgiatan


Membaca pada Waktu Pagi.

Pelaksanaan kegiatan membaca pada waktu pagi di


sekolah binaan terhadap guru, kepala sekolah dan siswa,
menghasilkan beberapa macam karya, diantaranya para
siswa menghasilkan karya penulisan ringkasan bacaan yan
ada dimasing- masing kelas. Guru dan kepala sekolah juga
melakukan kegiatan berliterasi,dalam bentuk sinopsis dan
buku kumpulan puisi. Keuntungan yang diperoleh sekolah
adalah melalui kegiatan membaca pada waktu pagi, akan
terbentuk karakter bangsa yang sesuai nilai Pancasila. Di
samping itu, kualitas pendidikan di sekolah akan meningkat.
Terbukti adanya kenaikan kompetensi siswa dari masing-
masing sekolah rata-rata meningkat 3% dari keseluruhan
siswa. Serta menghasilkan jurnal membaca pada waktu pagi,
rata-rata 1 buku satu kelas dalam satu bulan.sehingga telah
terkumpul 5 buku dalam satu bulan di sekolah yang normal.
Sedangkan pada sekolah yang parallel akan menghasilkan
buku jurnal membaca pada waktu pagi sejumlah bulan kali
jumlah rombel yang tersedia. Di samping itu terdapat bintang
prestasi yang terpampang di bank bintang morning reading di
masing-masing sekolah. Bank Bintang adalah bank reward

20
yang di pajang di tiap-tiap kelas, yang merupakan hadiah
atau reward bagi siswa yang telah berhasil menyelesaikan
satu judul buku. Dengan reward tersebut, maka akan
memotivasi siswa untuk memiliki daya juang yang tinggi
dalam mewujudkan keinginannya. Di samping itu setiap
siswa akan memiliki target pribadi, dalam menyelesaikan
buku bacaan tersebut, agar jurnal yang ditulisnya menjadi
satu kesatuan yang utuh.

3. Hasil Kegiatan
Hasil dari program membaca pada waktu pagi oleh
pengawas sekolah di delapan sekolah di Gugus Dwija
Harapan dapat berjalan sesuai harapan, walaupun tidak
semua sekolah dapat berjalan dengan mulus tanpa ada
halangan. Namun secara umum dapat disimpulkan bahwa
86% dari semua program dapat berjalan dengan baik. Pada
akhir semester sekolah akan memberikan hadiah bagi lima
orang siswa yang berhasil mengumpulkan bintang terbanyak
di kelasnya. Berikut adalah tabel jumlah buku jurnal
membaca yang dihasilkan oleh masing-masing Sekolah, dan
bintang yang berhasil di kumpulkan dari masing- masing
kelas dan masing- masing sekolah binaan.

Tabel 2. Capaian Bank Bintang di Sekolah Gugus Dwija Harapan


Jumlah Jurnal Jumlahbintang yang Jumlah Buku yang
No Nama sekolah
yang dihasilkan dikumpulkan siswa telah dibaca siswa.
1 SDN 48 950 950
Wonolopo 01
2 SDN 12 654 654
Wonolopo 02
3 SDN 14 506 506
Wonolopo 03
4 SDN 12 491 491
Wonoplembon 01
5 SDN Jatisari 48 1305 1305
6 SD IT 18 811 811
Miftahussalam
7 SD IT 4 254 254
Permatasari
8 SD 6 980 980
Muhamadiyah
Plus

21
Gambar 2. Akhir Kegiatan Pendampingan Kegiatan Membaca pada Waktu Pagi

4. Hasil
Pelaksanaan kegiatan membaca pada waktu pagi di
sekolah binaan terhadap guru, kepala sekolah dan siswa,
menghasilkan beberapa macam karya, diantaranya para
siswa menghasilkan karya penulisan ringkasan bacaan yan
ada dimasing- masing kelas. Guru dan kepala sekolah juga
melakukan kegiatan berliterasi,dalam bentuk sinopsis dan
buku kumpulan puisi. Keuntungan yang diperoleh sekolah
adalah melalui kegiatan membaca pada waktu pagi, akan
terbentuk karakter bangsa yang sesuai nilai Pancasila. Di
samping itu, kualitas pendidikan di sekolah akan meningkat.
Terbukti adanya kenaikan kompetensi siswa dari masing-
masing sekolah rata-rata meningkat 3% dari keseluruhan
siswa. Serta menghasilkan jurnal membaca pada waktu pagi,
rata-rata 1 buku satu kelas dalam satu bulan.sehingga telah
terkumpul 5 buku dalam satu bulan di sekolah yang normal.
Sedangkan pada sekolah yang parallel akan menghasilkan
buku jurnal membaca pada waktu pagi sejumlah bulan kali
jumlah rombel yang tersedia. Di samping itu terdapat bintang
prestasi yang terpampang di bank bintang morning reading di
masing-masing sekolah. Bank Bintang adalah bank reward
yang di pajang pada tiap-tiap kelas, yang merupakan hadiah
atau reward bagi siswa yang telah berhasil menyelesaikan
satu judul buku. Dengan reward tersebut, maka akan
memotivasi siswa untuk memiliki daya juang yang tinggi
dalam mewujudkan keinginannya. Di samping itu setiap
siswa akan memiliki target pribadi, dalam menyelesaikan
buku bacaan tersebut, agar jurnal yang ditulisnya menjadi
satu kesatuan yang utuh.

22
Keberhasilan program ini penumbuhan budaya literasi di
gugus Dwija Harapan, dapat dilihat pada contoh gambar di
bawah ini.

Gambar 5. Siswa Mengambil Buku Bacaan di Rak Reading Morning

Dampak
Setiap kegiatan yang dilakukan selalu berdapak pada
obyek dan komunitasnya. Begitu juga dengan kegiatan
membaca pada waktu pagi. Kegiatan membaca pada waktu
pagi mempunyai dampak yang tidak kecil terhadap kemajuan
diri siswa, serta Lembaga penyelenggara. Keuntungan positif
dapat dilihat saat ini diantaranya adalah, terbentuknya
kebiasaan baik pada diri siswa dan warga sekolah yang lain.
Bagi siswa membentuk karakter dan meningkatkan
kompetensi.
Karakter terlihat, yang sebelum ada program tersebut,
mereka datang kurang bersemangat dan cenderung mepet
dengan jam belajar, namun setelah ada program membaca
pada waktu pagi, baik guru siswa serta warga sekolah lain,
datang lebih awal atau sebelum jam 06.45 menit. Dampak
positif yang mengikuti adalah kompetensi siswa lebih
meningkat, terutama dalam hal kemampuan berliterasi atau
kemampuan membaca dan menulis jurnal harian yang pada
akhirnya akan membentuk sebuah sinopsis bagi masing-
masing siswa. Harapan lebih lanjut, dengan kegiatan
membaca pada waktu pagipagipagidan pembiasaan menulis
di jurnal pribadi setiap hari, maka akan beimbas pada
peningkatan kompetensi siswa dalam menelaah dan
memahami materi pelajaran serta memecahkan masalah yang
dihadapi pada masing-masing pelajaran.

23
Dampak pembiasaan budaya literasi pada siswa, dapat
dilihat pada contoh gambar di bawah ini.

Gambar 6. Kebiasaan Membaca Buku Sebelum Masuk Kelas

1. Bagi Kepala Sekolah


Kepala sekolah sebagai pimpinan instansi, tentu menerima
dampak positif yang telah diperoleh siswa, guru dan komite
sekolah. Dengan siswa yang meningkat kompetensinya, maka
meningkat pula kualitas pendidikan.

2. Bagi Guru
Guru ikut terlatih dan terbiasa membaca di waktu pagi.
Dengan mendampingi siswa melakukan membaca pada waktu
pagi, guru mendapat keuntungan ganda, disamping guru
bertambah wawasan, guru juga mendapat tulisan yang
berupa jurnal dari yang telah dibacanya, serta lebih dekat
dengan siswa yang membutuhkan layanan dan
pendampingann khusus.

3. Bagi Komite serta Wali Murid


Adanya perubahan sikap dan kepedulian dengan
sewkolah. Sebelun diadakan program tersebut hubungan
antara komite dan sekolah, hanya sebatas formaliats, Mereka
berkomunikasi hanya dua kali dalam satu tahun, yaitu pada
awal tahun ajaran dan akhit tahun ajaran. Setelah ada
program membaca pada waktu pagi, anggota komite
berhubungan dengan sekolah lebih insentif .

4. Bagi Gugus Sekolah

24
Gugus sekolah menjadi terangkat, karena mempunyai
program inovasi yang tidak dimiliki oleh gugus yang lain, yang
pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas lulusan para
siswa, dan meningktkan kompetensi guru dan tenaga
kependidikan.

25
Daftar Pustaka
Rusdiana. 2017. Manajemen Evaluasi ProgramPendidikan,
Bandung: Pustaka Setia
Abidin Yunus. 2018. Pembelajaran Multimedia , Bandung:
Aditama
Abidin Yunus dkk. 2018. Pembelajaran Literasi. Jakarta:
Bumi aksara
Permendikbud Nomer 28 Tahn 2016. tentang Sistem
Penjuminan Mitu Pendidukan Dassar dan Menengah
H.E. Mulayasa. 2013. Menjadi kepala Sekolah Profesional.
Jakarta:Rusda karya
Permendiknas Nomor 9 Taihun 20015 tintang Standar
Nasional Pendidikan
Rahim Farida. 2005. Pengajaran Memdaca di Sekohah
Dusar.Bumi Aksara: Jakarta
Rahim Farida. 2007. Pengajaran Membraca gi Sekodah
Dasar.Bumi Aksara: Jakarta

26
Tentang Penulis
Sri Hartati, SPd, MPd. Lahir di
Semarang, 14 November 1965. No HP
085740018449.Lulus SD N Pakintelan 1
tahun 1976.lulus SMP Negeri 1 tahun
1980, lulus SPG Islam Sudirman
Amarawa tahun 1982, Lulus S1
UNDARIS Ungaran tahun 1999, lulus S2
UNS Surakata Jawa Tengah tahun 2010.
Karier dimulai sejak diangkat menjadi
guru SD di SD Pakintelan 02, pada
tahun 1986. Selanjutnya lolos seleksi kepala sekolah pada
tahun 2006 di tempatkan di SD N Sumurjurang 01 (2006-
2010), selanjutnya di mutasi di SD Patemon 1 hingga tahun
2013, dan dimutasi di SDN Sekaran 1 hingga tahun 2016.
Lolos seleksi Pengawas sekolah pada tahun 2016 ditempatkan
di UPTD Pendidikan Kecamatan. Mijen Kota Semarang hingga
sekarang. Prestasi yang diraih terakhir, juara 2 Pengawas
Berprestasi Tingkat Propinsi Jawa tengah, Tahun 2019 Juara
1 Pengawas Berprestasi tingkat Jawa Tengah dan Finalis
tingkat Nasional. Hoby menulis buku baik fiksi maupun non
fiksi serta artikel di beberapa surat kabar dan majalah. Karya
terakhir Buku berjudul “Bela Negara untuk SMP”, penerbid
Erlangga. Moto hidup” Hidup terasa berharga ketika ilmu kita
berguna bagi orang lain”.

27
IMPLEMENTASI GERAKAN LITERASI
SEKOLAH MELALUI PROGRAM GANDA
Hairani Fauzi
Pengawas Gugus Banua Anyar, Provinsi Kalimantan Selatan
hairanif7@gmail.com

Pentingnya Gerakan Literasi Sekolah


Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan program yang
dicanangkan pemerintah untuk membudayakan membaca
dan menulis. Hal tersebut tertuang dalam Permendikbud
Nomor 23 tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti.
GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara
menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi
pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui
pelibatan publik (Kemdikbud, 2016:2).
Belum semua sekolah binaan di Gugus Banua Anyar
mampu mengimplementasikan GLS sesuai Permendikbub
nomor 23 tahun 2015. Penyebabnya adalah kurang pedulinya
warga sekolah dalam implementasi GLS ini. Kondisi ini
diperparah dengan semakin jauhnya warga sekolah
khususnya peserta didik dari buku, baik buku pelajaran
maupun buku non pelajaran. Peserta didik lebih banyak
menghabiskan waktunya dengan gawai dan dunia mayanya.
Kondisi perpustakaan sekolah juga jauh dari nyaman untuk
aktivitas literasi. Karena hal inilah maka prestasi sekolah
pada bidang literasi sulit untuk diraih.
Jika kondisi seperti ini tidak dicarikan solusinya, maka
sekolah tetap tidak mampu mengimplementasikan GLS
dengan baik. Sebagai solusi maka Pengawas Pembina perlu
memberikan bantuan profesional kepada sekolah dalam
implementasi GLS ini. Bantuan profesional yang diberikan
berupa penerapan suatu program yang diberi nama Program
Ganda yang terdiri dari Program Pelatihan, Pendampingan,
Pelaporan, dan Penyebaran (Pro P4) dan Program Buku
Sahabat Setiaku (Pro Buku Saku).

Gerakan Literasi Sekolah dan Program Ganda


Pengertian literasi sekolah dalam konteks GLS adalah
kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan
sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain

28
membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara
(Kemdikbud, 2016:2). Salah satu kegiatan yang wajib
dilaksanakan di sekolah adalah menggunakan 15 menit
sebelum hari pembelajaran setiap hari untuk membaca buku
selain mata pelajaran (Lampiran Permendikbud No.
23/2015:7). Kegiatan tersebut adalah upaya menumbuhkan
kecintaan membaca kepada peserta didik dan pengalaman
belajar yang menyenangkan sekaligus merangsang imajinasi.
Menurut Kemdikbud (2016:2), tujuan umum GLS adalah
menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui
pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan
dalam GLS agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Sedangkan tujuan khususnya adalah
menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah,
meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar
literat, menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang
menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu
mengelola pengetahuan, dan menjaga keberlanjutan
pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan
dan mewadahi berbagai strategi membaca.

Prosedur Implementasi GLS Melalui Program Ganda


Prosedur implementasi GLS melalui Program Ganda dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Prosedur Implementasi GLS melalui Program Ganda

GLS akan terlaksana dengan baik apabila melibatkan


fungsi-fungsi manajemen di dalamnya. Untuk melaksanakan
fungsi-fungsi manajemen tersebut maka GLS di Gugus Banua

29
Anyar ini menggunakan 4 tahap kegiatan yaitu perencanaan,
pengorganisasian, implementasi, dan pengawasan.
Tahap perencanaan berisi kegiatan sosialisasi dan
penyusunan buku Panduan Program Ganda dalam
implementasi GLS. Tahap pengorganisasian berisi kegiatan
pembentukan Tim Literasi Sekolah (TLS) pada setiap sekolah
di Gugus Banua Anyar. Adapun tahap implementasi berisi
kegiatan Program Ganda yang terdiri dari Pro P4 dan Pro
Buku Saku. Sedangkan tahap pengawasan berisi kegiatan
monitoring dan evaluasi. Monitoring dilakukan untuk
mengawasi pelaksanaan program sedangkan evaluasi
digunakan untuk mengukur ketercapaian program.
Program Ganda adalah 2 program inovasi dalam
implementasi GLS di Gugus Banua Anyar yang terdiri dari Pro
P4 dan Pro Buku Saku. Pro P4 adalah inovasi pembinaan oleh
Pengawas Pembina kepada TLS menggunakan pola Pelatihan-
Pendampingan-Pelaporan-Penyebaran.
Pelatihan adalah kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek)
untuk Duta Buku Saku tingkat Gugus Banua Anyar dan TLS
di tingkat sekolah. Pelatihan diberikan sebagai bekal TLS
melaksanakan Pro Buku Saku di sekolah. Sedangkan
pendampingan adalah kegiatan pendampingan oleh Pengawas
Pembina kepada TLS selama menerapkan Pro Buku Saku
kepada peserta didik. Adapun pelaporan adalah kegiatan TLS
melaporkan hasil pelaksanaan Pro Buku Saku kepada
Pengawas Pembina setiap bulan. Sedangkan penyebaran
adalah kegiatan Pengawas Pembina menyebarkan hasil
praktik terbaik Program Ganda dalam implementasi GLS
kepada pihak lain.
Pro Buku Saku adalah inovasi untuk menumbuhkan
budaya literasi dalam implementasi GLS di sekolah. Pro Buku
Saku berisi kegiatan literasi di dalam dan di luar sekolah,
optimalisasi perpustakaan sekolah, dan membina peserta
didik pada bidang literasi. Kedua inovasi ini diyakini akan
memberi manfaat yang besar dalam menciptakan sekolah
yang mampu mengimplementasikan GLS dengan baik,
menumbuhkan budaya literasi pada peserta didik,
meningkatkan kenyamanan kondisi ruangan perpustakaan
sekolah, dan mendukung peserta didik dalam meraih prestasi
pada bidang literasi.
Prosedur implementasi GLS melalui Program Ganda
sebagai berikut.
1. Perencanaan

30
a) Melakukan Sosialisasi
Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan informasi
awal tentang implementasi GLS melalui Program Ganda
kepada guru dan kepala sekolah di Gugus Banua Anyar.
Sosialisasi dilaksanakan pada saat Kelompok Kerja Guru
(KKG) dan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Gugus
Banua Anyar oleh Pengawas Pembina. Materi sosialisasi
adalah gambaran umum tentang Program Ganda dalam
implementasi GLS di Gugus Banua Anyar.
b) Menyusun buku Panduan Program Ganda dalam
implementasi GLS
Buku panduan ditulis oleh Pengawas Pembina
Gugus Banua Anyar. Buku panduan berisi panduan
kegiatan yang harus dilakukan sekolah dalam implementasi
GLS melalui Program Ganda di sekolah.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian berupa pembentukan TLS. Pembentukan
TLS bertujuan untuk memudahkan implementasi GLS melalui
Program Ganda di sekolah. TLS ditetapkan dengan SK Kepala
Sekolah. Adapun susunan TLS dan tugasnya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Tim Literasi Sekolah dan Tugasnya


No Nama Unsur Tugas
Jabatan Pemegang
Jabatan
1 Pelindung/ Pengawas 1. Melaksanakan sosialisasi
Penasehat Pembina 2. Melatih Duta Buku Saku dan TLS
3. Mendampingi TLS
4. Mengumpulkan dan menganalisis
laporan TLS
5. Menyebarkan praktik terbaik
Program Ganda dalam implementasi
GLS kepada pihak lain
6. Melakukan pengawasan tingkat
Gugus Banua Anyar
2 Ketua Kepala 1. Bersama warga sekolah menyusun
Sekolah TLS
Melakukan sosialisasi, monitoring, dan
evaluasi di sekolah
3 Sekretaris Duta Buku 1. Menyusun dan melaporkan
Saku pelaksanaan program kepada
Pengawas Pembina setiap bulan.

31
2. Melaksanakan kegiatan administrasi
program
4 Bendahara Bendahara Mengatur keuangan program
BOS
5 Anggota Guru 1. Mengikuti Bimtek
kelas 2. Melakukan sosialisasi di kelas
3. Mengawasi pelaksanaan kegiatan
literasi di dalam dan di luar sekolah
4. Membimbing peserta didik membuat
dan mengisi jurnal literasi
5. Merekapitulasi jumlah buku yang
dibaca dan diresume peserta didik
dan melaporkan kepada sekretaris
TLS setiap minggu
6. Membina peserta didik untuk
mengikuti lomba-lomba literasi
Pustakawan 1. Mengikuti Bimtek
2. Menciptakan kondisi ruangan
perpustakaan sekolah yang nyaman
3. Membuat laporan kegiatan
perpustakaan sekolah setiap bulan

3. Implementasi
a) Melaksanakan Pro P4
(1) Pelatihan
Adalah kegiatan Bimtek Program Ganda dalam
implementasi GLS tingkat Gugus dan sekolah. Bimtek
Program Ganda adalah bimbingan teknis penerapan
Program Ganda dalam implementasi GLS di sekolah.
Tujuan Bimtek adalah untuk menyamakan persepsi
dalam mengimplementasikan GLS melalui Program
Ganda di sekolah. Materi Bimtek diambil dari Buku
Panduan Program Ganda dalam implementasi GLS
yang telah disusun oleh Pengawas Pembina sebagai
acuan pelaksanaan program. Pemateri Bimtek adalah
Pengawas Pembina Gugus Banua Anyar.

Gambar 2a. Bimtek Duta Buku Saku Gambar 2b. Bimtek TLS

32
Pelaksanaan Bimtek untuk tingkat gugus,
pesertanya adalah perwakilan dari setiap sekolah
binaan atau Duta Buku Saku seperti pada gambar 2a.
Sedangkan untuk tingkat sekolah pesertanya adalah
TLS seperti gambar 2b.
(2) Pendampingan
Adalah kegiatan Pengawas Pembina mendampingi
TLS dalam menerapkan Pro Buku Saku di sekolah.
(3) Pelaporan
Adalah kegiatan TLS melaporkan hasil pelaksanaan
Pro Buku Saku kepada Pengawas Pembina setiap
bulan. Hal-hal yang dilaporkan adalah rekapitulasi
buku non pelajaran yang sudah di baca dan di tulis
resumenya oleh peserta didik, jalannya program, dan
kendala yang ditemui selama pelaksanaan program di
sekolah.
(4) Penyebaran
Adalah kegiatan Pengawas Pembina menyebarkan
praktik terbaik implementasi GLS melalui Program
Ganda di Gugus Banua Anyar kepada pihak lain. Telah
dilaksanakan presentasi tentang Program Ganda di
kegiatan K3S Kecamatan Banjarmasin Timur. Juga
telah disusun Bunga Rampainya sebagai bahan
referensi bagi sekolah lain.
b) Melaksanakan Pro Buku Saku

(1) Melakukan kegiatan literasi di dalam dan di luar


sekolah
(a) Membaca 15 menit setiap hari di luar jam belajar
di dalam kelas
Kegiatan literasi dasar ini merupakan kegiatan yang
sesuai Permendikbud Nomor 23 tahun 2015.
Kegiatan ini dilaksanakan di dalam kelas dan
dibimbing oleh guru kelas. Buku non pelajaran
yang dibaca peserta didik di dalam kelas adalah
buku yang tersedia di pojok baca yang terdapat di
tiap kelas. Buku yang disiapkan minimal sama
jumlahnya dengan jumlah peserta didik di kelas
tersebut. Buku ini akan digunakan secara bergiliran
dengan kelas yang lain secara berkala yang
disesuaikan dengan kondisi sekolah.

33
Gambar 3a. Membaca 15 menit di luar Gambar 3b. Pojok Baca di dalam Kelas
jam belajar di dalam kelas

Peserta didik sedang membaca buku non


pelajaran selama 15 menit setiap hari sebelum
pembelajaran berlangsung seperti gambar 3a.
Adapun buku non pelajaran yang dibaca peserta
didik telah disiapkan pada pojok baca di dalam
kelas seperti gambar 3b.

(b) Membaca di perpustakaan sekolah, pojok


baca, pondok baca, halaman sekolah, dan
layanan mobil perpustakaan keliling di
lingkungan sekolah
Buku non pelajaran juga terdapat di
perpustakaan sekolah, pojok baca di lingkungan
sekolah, pondok baca di halaman sekolah, dan
layanan mobil perpustakaan keliling daerah di
halaman sekolah. Untuk layanan mobil
perpustakaan keliling daerah, telah dilakukan
kerjasama dengan pihak perpustakaan daerah
Kota Banjarmasin. Mobil perpustakaan keliling
mengunjungi sekolah secara rutin. Peserta didik
dapat membaca dan meminjam buku. Peserta
didik dapat membaca buku di lingkungan
sekolah.
Setiap 3 bulan warga sekolah mengadakan
kegiatan membaca buku bersama-sama di
halaman sekolah. Dalam kegiatan ini juga
ditampilkan pembacaan puisi, pantun, syair,
cerpen, mendongeng, menyanyi, dan lainnya oleh
peserta didik. Kegiatan ini untuk memupuk rasa
percaya diri pada peserta didik.
(c) Membaca di luar sekolah
Kegiatan membaca dapat dilakukan peserta didik
dengan keluarga di rumah, perpustakaan daerah,

34
toko buku, dan tempat bacaan lainnya. Setelah
selesai membaca satu buku maka peserta didik
mencatat data buku dan menuliskan resumenya
ke dalam jurnal literasi.
(d) Membuat dan mengisi jurnal literasi
Guru kelas membimbing peserta didik
membuat dan mengisi jurnal literasi. Jurnal
literasi berisi data buku yang sudah dibaca dan
resume yang sudah ditulis peserta didik. Jurnal
literasi ditandatangani oleh guru dan orang tua
jika peserta didik sudah menyelesaikan membaca
1 buku dan menulis resumenya (khusus kelas
atas). Setiap minggu guru kelas merekapitulasi
jumlah buku yang telah dibaca dan diresume
peserta didik dan melaporkan kepada sekretaris
TLS.
Peserta didik kelas bawah hanya membaca buku.
Jika peserta didik belum lancar membaca maka
guru kelas atau peserta didik yang sudah lancar
membaca bisa membaca nyaring dan yang lain
mendengarkan. Setelah selesai membaca 1 buku
maka seluruh peserta didik mengisi jurnal literasi
dan guru menjelaskan karakter baik dari tokoh
yang terdapat dalam buku tersebut.
Peserta didik kelas atas setelah selesai membaca 1
buku wajib menulis resume berupa karakter baik
dari tokoh yang terdapat dalam buku yang
dibacanya. Hal ini bertujuan melatih peserta didik
agar memahami buku yang dibacanya. Secara
berkala guru kelas meminta perwakilan peserta
didik untuk membacakan resume di depan kelas.
Kemudian melakukan diskusi kelas untuk
membahas karakter baik dari tokoh yang terdapat
dalam buku tersebut dan guru kelas kemudian
memberikan penguatan. Diharapkan kegiatan ini
dapat mendukung penumbuhan budi pekerti pada
peserta didik.
(e) Menampilkan hasil karya peserta didik di
majalah dinding kelas dan sekolah
Keberadaan majalah dinding di kelas dan di
sekolah dapat dijadikan sebagai media untuk
menampilkan karya peserta didik seperti hasil
cipta syair, cipta pantun, cipta cerpen, cipta puisi,

35
anekdot, poster, lukisan, dan lainnya. Peserta
didik yang berbakat akan dibina untuk mengikuti
lomba-lomba literasi seperti Festival Lomba
Literasi Nasional (FL2N).
Kemampuan menulis peserta didik mulai tumbuh.
Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya
tulisan peserta didik yang ditampilkan pada
majalah dinding kelas dan sekolah. Isi tulisan
peserta didik bervariasi. Ada tulisan berupa cerita
pendek, puisi, pantun , syair, anekdot dan
lainnya.
(f) Memasang kalimat-kalimat motivasi untuk
menumbuhkan budaya literasi
Berdasarkan pengamatan, kalimat-kalimat
motivasi mampu meningkatkan motivasi untuk
berliterasi pada peserta didik. Kalimat-kalimat
motivasi bisa diciptakan oleh warga sekolah atau
mengambil dari media lainnya seperti media
internet.
(g) Memberikan penghargaan
Penghargaan diberikan kepada peserta didik yang
berprestasi di bidang literasi. Pemberian
penghargaan ini sangat mempengaruhi
keberhasilan program karena dapat membuat
peserta didik bersemangat untuk membaca dan
meresume buku yang dibacanya.
Pemberian penghargaan terbagi 2 yaitu
penghargaan mingguan dan semesteran.
Penghargaan mingguan diberikan kepada peserta
didik dari setiap kelas yang membaca buku dan
menulis resume terbanyak selama 1 minggu atau
meraih prestasi di bidang literasi pada minggu
tersebut. Sedangkan penghargaan semesteran
diberikan kepada peserta didik dari setiap kelas
yang membaca buku dan menulis resume
terbanyak selama 1 semester atau meraih
prestasi di bidang literasi pada semester tersebut.
Penghargaan mingguan berupa piagam
penghargaan yang diserahkan pada saat upacara
bendera setiap hari senin. Sedangkan
penghargaan semesteran berupa mengikuti
kunjungan ke perpustakaan di luar sekolah atau
tempat literasi lainnya seperti toko buku yang ada

36
di Kota Banjarmasin secara cuma-cuma. Pihak
yang bertanggung jawab dalam pemberian
penghargaan ini adalah pihak sekolah. Adapun
peserta didik yang memperoleh penghargaan
semesteran akan direkomendasikan menjadi Duta
Buku Saku selama 1 semester ke depan di
sekolahnya. Tugas Duta Buku Saku adalah
memotivasi peserta didik lain untuk berliterasi di
dalam dan di luar lingkungan sekolah.
(h) Kolaborasi dengan Program Adiwiyata berupa
program 1 peserta didik 1 tanaman dan bank
sampah sekolah
Program 1 peserta didik 1 tanaman ini dilakukan
untuk melatih kemampuan menulis peserta didik
dan mendukung visi Walikota Banjarmasin yaitu
Banjarmasin Baiman yang artinya Banjarmasin
Barasih Wan Nyaman (Banjarmasin Bersih Dan
Nyaman). Setiap peserta didik menanam dan
memelihara 1 tanaman. Setiap tanaman diberi
label sesuai nama Indonesia dan nama latinnya.
Kemudian dituliskan manfaat dari tanaman
tersebut.
Adapun keberadaan bank sampah di sekolah
adalah untuk menggalakkan tabungan sampah
peserta didik di bank sampah sekolah. Hasil
penjualan sampah digunakan untuk membeli
buku non pelajaran layak baca yang akan
disumbangkan ke perpustakaan sekolah. Selama
Pro Buku Saku berlangsung telah dibeli 183 buku
layak baca.

(2) Optimalisasi perpustakaan sekolah


(a) Menciptakan kondisi ruangan
perpustakaan sekolah yang nyaman
Untuk kenyamanan melaksanakan kegiatan
literasi maka kondisi ruangan perpustakaan
harus diciptakan kenyamanannya. Hal yang
dapat dilakukan Pustakawan atau petugas
perpustakaan sekolah adalah menjaga kebersihan
ruangan, menyediakan bak sampah, menyusun
buku, menyusun meja dan kursi, menyediakan
bunga, dan lainnya.

37
(b) Membuat laporan kegiatan
perpustakaan sekolah
Setiap bulan Pustakawan atau petugas
perpustakaan membuat laporan kegiatan
perpustakaan sekolah dan melaporkan kepada
TLS. Laporan ini dapat digunakan sekolah untuk
menentukan kebijakan dalam mengembangkan
perpustakaan sekolah.
(3) Membina peserta didik pada bidang
literasi
Materi pembinaan adalah menulis cerita pendek,
baca puisi, cipta pantun, cipta syair, dan
mendongeng. Pelatih kegiatan ini adalah guru di
sekolah dan pelatih dari luar sekolah. Sedangkan
peserta didik yang mengikuti pembinaan ini adalah
peserta didik yang berprestasi pada bidang literasi di
sekolah seperti peserta didik yang memperoleh
penghargaan semesteran dan peserta didik yang aktif
menampilkan karyanya di majalah dinding kelas dan
sekolah.

Gambar 4a. Kontingen FL2N Gugus Gambar 4b. Juara III Lomba Cipta
Banua Anyar 2019 Cerpen FL2N 2019

Kegiatan ini terbukti sangat membantu peserta


didik dalam mengikuti kegiatan FL2N. Selama tahun
2018 dan 2019 peserta didik dari Gugus Banua Anyar
telah menunjukkan prestasi yang cemerlang dalam
lomba FL2N di tingkat Kecamatan Banjarmasin Timur
dan Kota Banjarmasin. Pada tahun 2019 Gugus
Banua Anyar mewakili Kecamatan Banjarmasin Timur
pada lomba cipta cerita pendek, lomba cipta pantun,
dan lomba bercerita seperti pada gambar 4a. Pada
tahun yang sama memperoleh juara III lomba cipta
cerita pendek tingkat Kota Banjarmasin.

38
4. Pengawasan
a) Melakukan monitoring
Kepala sekolah melakukan monitoring untuk
mengawasi pelaksanaan program di tingkat sekolah.
Sedangkan Pengawas Pembina melakukan monitoring
untuk mengawasi pelaksanaan program untuk tingkat
Gugus Banua Anyar. Hasil monitoring menunjukkan
pelaksanaan program di semua sekolah di Gugus Banua
Anyar berlangsung lancar tanpa kendala yang berarti.
b) Melakukan evaluasi
Evaluasi dilakukan oleh kepala sekolah untuk
mengukur ketercapaian program tingkat sekolah.
Sedangkan Pengawas Pembina melakukan evaluasi
untuk mengukur ketercapaian program tingkat Gugus
Banua Anyar.

Hasil dan Dampak


Awalnya belum semua sekolah di Gugus Banua Anyar
mampu melaksanakan GLS sesuai Permendikbud nomor 23
tahun 2015. Setelah pemberian bantuan profesional dari
Pengawas Pembina melalui Program Ganda diperoleh
manfaat yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Keadaan Awal dan Hasil Akhir Implementasi GLS Melalui


Program Ganda
di Gugus Banua Anyar
No Keadaan Awal Hasil Akhir
1 Belum semua sekolah mampu Semua sekolah sudah mampu
mengimplementasikan GLS mengimplementasikan GLS dengan
dengan baik baik
2 Belum tumbuh budaya literasi Budaya literasi mulai tumbuh di
di sekolah sekolah
3 Perpustakaan sekolah yang Perpustakaan sekolah sudah
belum memadai karena kondisi memadai dengan kondisi ruangan
ruangan yang kurang nyaman yang nyaman untuk mendukung
implementasi GLS
4 Peserta didik belum meraih Peserta didik telah berhasil meraih
prestasi yang membanggakan prestasi di bidang literasi pada FL2N
pada bidang literasi tingkat Kecamatan Banjarmasin
Timur dan Kota Banjarmasin

39
Hasil evaluasi menunjukkan Program Ganda memberi
hasil yang memuaskan dalam implementasi GLS di Gugus
Banua Anyar. Hasil yang diperoleh sebagai berikut.
1. Semua sekolah di Gugus Banua Anyar sudah mampu
mengimplementasikan GLS dengan baik
Kemampuan sekolah dalam
mengimplementasikan GLS dengan baik disebabkan
pemberian bantuan profesional oleh Pengawas Pembina
melalui Program Ganda telah dipahami dan dapat
dilaksanakan oleh TLS sesuai panduan yang telah
disediakan.
2. Perpustakaan sekolah sudah memadai untuk
mendukung implementasi GLS
Kondisi perpustakaan sekolah bersih, rapi, dan
nyaman untuk mendukung implementasi GLS di
sekolah.
3. Peserta didik telah berhasil meraih prestasi di bidang
literasi.
Hasil pembinaan peserta didik pada bidang
literasi menunjukkan hasil yang cemerlang. Peserta
didik telah berhasil meraih juara dalam FL2N. Pada
tahun 2018 dan 2019 telah meraih 1 gelar juara
tingkat Kota Banjarmasin dan 3 gelar juara tingkat
Kecamatan Banjarmasin Timur.

Dampak yang diperoleh setelah implementasi GLS melalui


Program Ganda adalah budaya literasi mulai tumbuh di
sekolah. Mulai tumbuhnya budaya literasi ini bisa dilihat dari
maraknya kegiatan literasi (baca tulis) di sekolah. Selama
kegiatan berlangsung peserta didik telah membaca 49.955
dan menulis resume 25.425 buku non pelajaran dan majalah
dinding kelas dan sekolah selalu terisi karya-karya peserta
didik. Hasil ini tidak terlepas dari keberhasilan TLS dalam
membimbing dan mendampingi peserta didik selama program
berlangsung.

40
Daftar Pustaka
Kemdikbud. 2015. Permendikbud RI nomor 23 tahun 2015
tentang Penumbuhan Budi Pekerti
Kemdikbud. 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah Di
Sekolah Dasar

41
Tentang Penulis:
H. Hairani Fauzi, M.Pd, dilahirkan di
Banjarmasin pada tanggal 12 Oktober
1970. Putra ke-6 dari pasangan Harun
dan Baniah. Pendidikan sekolah dasar
ditamatkan di SDN Puspawangi pada
tahun 1983. Kemudian melanjutkan
pendidikan menengah pertama di SMPN
7 Banjarmasin, tamat tahun 1986.
Setelah itu melanjutkan pendidikan
menengah atas di SMAN 3
Banjarmasin, tamat tahun 1989. Pada
tahun yang sama melanjutkan studi S1 Pendidikan Kimia di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas
Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, tamat tahun 1995.
Selanjutnya menyelesaikan studi S2 Manajemen Pendidikan
pada program Pasca Sarjana ULM Banjarmasin pada tahun
2015. Kontak Penulis 081349600430.

42
Menumbuhkan Nilai Karakter Peduli
Lingkungan Melalui Pendampingan
Ibarat Kapal Berlayar

Afriyani
Pengawas SD Pidie Jaya Aceh
afriyanispd@yahoo.com

Karakter Peduli Lingkungan


1. Penerapan Nilai Karakter di Sekolah
Penerapan nilai karakter yang bisa disebut juga
dengan pendidikan karakter dapat diterapkan melalui
pendidikan formal yaitu sekolah. Narwanti (2011:42)
menyebutkan pendidikan karakter bukan sekedar
pemahaman atau sebatas wacana intelektualitas, akan
tetapi harus dilanjutkan dengan upaya menumbuhkan
rasa mencintai perilaku yang berkebajikan dan setiap
hari ada upaya untuk menjadikan nilai-nilai kehidupan
sebagai pembiasaan.
Karakter seseorang akan terbentuk tergantung dari
lingkungan kehidupan yang dijalaninya.Bantuan pendidikan
formal seperti sekolah, maka akan membantu dalam
pembentukan karakter melalui penerapan pendidikan
karakter di sekolah yang diintegrasikan dengan mata
pelajaran (Narwanti, 2011:42).

2. Bentuk Pengembangan Nilai Karakter di Sekolah


Nilai karakter merupakan sesuatu yang bersifat
abstrak yang diharapkan dapat merubah perilaku
seseorang untuk menjadi yang lebih baik. Sesuatu tersebut
diharapkan dapat membentuk pribadi seseorang yang bersifat
unik, namun tetap sesuai dengan falsafah Pancasila.
Ada beberapa bentuk pengembangan nilai karakter di
sekolah, namun fokus penulis hanya pada nilai karakter
peduli lingkungan.Sebagaimana penjelasan dari Pusat
Pengembangan Kurikulum Kemdiknas (2010: 10) tentang nilai
karakter peduli lingkungan yaitu:

43
Tabel 1. Identifikasi Nilai Karakter Bangsa
Nilai Karakter
Peduli Sikap dan tindakan yang
Lingkungan selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan
alam disekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan
alam yang sudah terjadi.

Pentingnya Penerapan Nilai karakter Peduli Lingkungan di


Sekolah
Ketercapaian tujuan pendidikan pada satu sekolah sangat
bergantung pada kinerja kepala sekolah. Kepala sekolah
merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi
sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi
dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik peserta
didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu,
kepala sekolah harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap
tugasnya secara baik sehingga menghasilkan sekolah
bermutu. Menjadi kepala sekolah yang memiliki kinerja yang
baik tidak akan terwujud begitu saja tanpa adanya upaya
untuk meningkatkan gaya kepemimpinannya. Adapun salah
satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan belajar dan
mendengarkan saran dari senior serta bimbingan dari
pengawas sekolah. Berdasarkan Pantauan Awal sekolah
binaan sebagai berikut; 1) kondisi lingkungan sekolah
nampak sisa penghijauan, banyak tanaman yang sudah layu
dan mati, tidak terurus. 2) lingkungan sekolah nampak kotor
banyaknya sampah yang berserakan setelah istirahat. 3)
belum adanya bak pemisahan sampah. 4) masih kurangnya
program di RKAS yang berhubungan langsung dengan
penerapan nilai karakter peduli lingkungan. 5) Belum adanya
tempat cuci tangan di halaman sekolah. 7) belum adanya
Taman dan kebun sekolah ( Green House). 8) prestasi siswa
dan sekolah masih kurang
Berdasarkan hasil pantauan di atas maka Pengawas
sekolah harus mampu meningkatkan kinerja kepala sekolah
agar dapat mengembangkan sekolahnya, pendidik dan tenaga
kependidikan atau organisasi sekolah. Pengawas melalukan
supervisi dan bimbingan yang berkelanjutan khususnya
dalam penerapan nilai karakter peduli lingkungan kepada
kepala sekolah agar sekolah binaannya menjadi lebih baik.

44
Pelaksanaan penerapan nilai karakter peduli lingkungan ini
sangat bermanfaat bagi semua pihak diantaranya :
Bagi Sekolah; 1) Sekolah akan tampak bersih dan
rindang. 2) sekolah bisa menjalin kemitraan dengan orang tua
siswa. 3) sekolah bisa menjalin kemitraan dengan Kantor
Lingkungan Hidup. 4) prestasi sekolah meningkat khusus
bidang sekolah adiwaiyata mandala dan sekolah sehat
Bagi Peserta Didik; 1) siswa terbiasa disiplin. 2) siswa
peduli terhadap lingkungan. 3) Siswa nyama dalam belajar.
4) siswa terbiasa bertanggung jawab terhadap tugas yang
diembankan kepadanya. 5) prestasi siswa meningkat akibat
termotivasi belajar karena lingkungan sekolahnya sudah
nyaman
Bagi Kepala Sekolah; 1) meningkatkan kinerja dalan
Standar pengelolaan dan Standar penbiayaan. 2)
meningkatkan tanggung jawab terhadap penerapan nilai
karakter peduli lingkungan. 3) meningkatkan kerja sama dan
kemitraan dengan pihak lain
Bagi Pengawas; 1) Pengawas berhasil membimbing sekolah
binaannya secara profesional,2) meningkatkan prestasi
sekolah binaannya.
Menyikapi permasalahan tersebut maka solusi yang
diperlukan adalah suatu program yang dapat meningkatkan
kinerja kepala sekolah dalam menumbuhkan nilai karakter
peduli lingkungan agar sekolah menjadi nyaman, rindang
dan bersih sehingga meningkatnya kualitas proses dan hasil
pembelajaran yang penulis lakukan di SDN Kuta Batee dan
SDN Teupin Pukat. Mengingat pentingnya penerapan nilai
karakter peduli lingkungan maka penulis tertarik untuk
melakukan program (inovasi) yang disusun yang selaras
dengan program pemerintah. Penulis sebagai pengawas
melakukan strategi Pendampingan Ibarat Kapa Berlayar atau
Mentoring Ship untuk meningkatkan kinerja kepala sekolah
dalam menumbuhkan nilai karakter peduli lingkungan
dengan menawarkan dua pogram yaitu progran “ Pengleh
Sikula dan Progran Sawee Sikula”, dengan program ini
telaksanakan maka terciptanya sekolah yang bersih dan
rindang yang membuat suasana sekolah nyaman sehinggga
proses belajar siswa akan berjalan secara maksimal.

45
Program pada Strategi Pendampingan Ibarat Kapal atau
Mentoring Ship
Menurut Kamus Bahasa Indonesia “Mentor” disebut
sebagai pembimbing atau pengasuh sedangkan mentoring
adalah proses yang menggunakan berbagai aspek kemahiran
oleh orang yang berpengalaman, melalui pengalaman,
pendidikan dan pelatihan kepada seseorang bagi tujuan
keberhasilan program (Hasan & Chien, 2003, 10), sedangkan
“Ship” berasal dari bahasa Inggris yang berarti kapal., dalam
praktik baik ini penulis berasumsi kapal adalah alat
transportasi yang besar dan luas, bisa mengangkut berbagai
macam barang dan kapal yang ukuran besar saat berjalan
bisa menghasilkan ombak yang bisa mengikut sertakan
perahu kecil lainnya ikut bersama, dalam hal ini penulis
memposisikan diri sebagai kapal yang bisa mengajak,
mengayomi dan membimbing kepala sekolah dalam
penerapan nilai karakter serta memberi peluang kepada
penulis sebagai mentor untuk memberi bimbingan,
pendampingan dan pencerahan kepada kepala sekolah secara
luas serta mendalam dengan metode beragam.
Mentoring Ship memberi peluang kepada kepala sekolah
untuk mendapatkan pendampingan dan bimbingan secara
menyeluruh dari mentor dengan cara apapun. Mentoring Ship
ini juga tidak mengenal waktu untuk melalukan
pendampingan dan bimbingan kepada kepala sekolah.
Berdasarkan arti di atas dapat disimpulkan bahwa Mentoring
Ship adalah kegiatan membimbing seseorang untuk mencapai
tujuan tertentu dalam bentuk luas dan berkelanjutan baik
secara langsung maupun tidak langsung, sehingga hasilnya
nanti orang yang diberi pendampingan dan bimbingan akan
terbiasa berbuat seperti yang diharapkan oleh pendamping,
walaupun saat tidak lagi didampingi secara berkala.
Program pada strategi Mentoring Ship ini penulis lakukan
dengan melakukan pertemuan awal dengan semua kepala
sekolah binaan sebanyak 6 kepala sekolah, tujuan pertemuan
ini membahas masalah yang penulis temukan di sekolah
binaan khusus bidang kebersihan sekolah dan masalah
kepedulian lingkungan sekolah yang masih sangat gersang.
Pertemuan ini penulis menjelaskan strategi menjaga
kebersihan dan cara membuat sekolah rindang dengan
membentuk Tim peugleh Sikula(Tim Penjaga Kebersihan
Sekolah) dari siswa. kepala Sekolah perlu menyiapkan baju

46
rompi kepada siswa yang menjadi piket untuk menjaga
kebersihan sekolah.

Gambar 1. Membuat Komitmen Awal dengan Kepala Sekolah Binaan

Gambar 2. Kepala Sekolah Mensosialisikan kepada Orang Tua Siswa

Merealisasi komitmen tersebut, kepala sekolah bersama guru


menentukan strategi awal dengan cara menentukan siswa
piket , hal ini tidak lepas dari pantauan penulis selaku
pengawas pembina. Strategi ini dilakukan dengan cara siswa
dilibatkan dalan penerapan nilai karakter peduli lingkungan
dengan menentukan piket sebanyak 5 siswa dalam satu hari.
Siswa yang menjadi piket akan memakai baju rompi di
atas baju seragam sekolah agar adanya perbedaan dengan
siswa yang lain. Baju rompi yang sudah disiapkan oleh
sekolah dipakai oleh siswa yang telah ditentukan dari pagi
sampai pulang sekolah, pagi-pagi mereka bertugas
mengontrol piket kelas yang bertugas membersihkan kelasnya
sekitar tiga orang, sedangkan 2 orang lagi bertugas menyiram
bunga yang ada di dalam taman sekolah atau tanaman
lainnya di halaman sekolah. Jika bel sekolah telah berbunyi

47
mereka bersama siswa lain juga sama sama masuk kelas
belajar seperti biasa dengan baju rompi masih melekat
dibadannya. Pada saat jam istirahat mereka juga beristirahat
sambil mengingatkan temannya agar tidak membuang
sampah sembarangan dan menjaga tanaman jangan
diinjak.Hal ini dilakukan secara terus menerus dengan siswa
piket secara bergantian dimulai dari kelas 4, 5 dan 6.

Gambar 3a. Siswa Membersihkan Sampah Gambar 3b. Siswa Menyiram Bunga

Dampak dari penerapan nilai karakter peduli lingkungan


Dampak hasil penilaian karakter peduli lingkungan secara
umum di sekolah binaan adalah; 1) halaman sekolah sudah
terpasang pavking blok walaupun belum seluruhnya, ini
dilakukan bertahap sesuai dengan kemampuan dana sekolah.
2) sudah hijaunya taman sekolah dan adanya green house
sekolah. 3) memisahkan sampah organik dan non organik
sudah membudaya, karena sekolah sudah memiliki tempat
sampah organik dan non organik.4) membuang kemasan
makanan atau minuman pada tempat sampah setelah makan
atau minum sudah membudaya. 5)mengambil sampah jika
melihat sampah berserakan di lingkungan sekolah dan
membuangnya ke tempat sampah membudaya. 6)membantu
proses penghijauan di sekolah membudaya yaitu dengan cara
ikut memnyumbang bunga atau pohon ke sekolah.7)
tanggung jawab terhadap lingkungan dengan mengikuti piket
kelas dan lingkungan. 8) Sekolah sudah menyediakan tempat
cuci tangan.9) sudah meningkatnya prestasi siswa dan
sekolah

48
Gambar 4a. Taman SDN Kuta Batee Gambar 4b. Taman SDN Teupin Pukat

Hasil akhir setelah melakukan Pendampingan Ibarat Kapal


atau mentoring ship terjadi perubahan pada kinerja kepala
sekolah, terlihat dengan berubahnya keadaan sekolah serta
kebiasaan siswa terhadap kepedulian terhadap lingkungan
sekolah, secara jelas dapat dilihat pada grafik berikut ini;

Kondisi awal SDN Teupin Pukat 34 %( Kurang ) menjadi 81


% ( Baik), sedangkan SDN Kuta Batee Dari 63 5( Cukup )
menjadi 91% 9 Sangat Baik )

100 91
81 %
80
% 63
60
% Kondisi Awal
40
Kondisi Akhir
20
0
SDN Teupin Pukat SDN Kuta Batee
Gambar 5. Perbandingan Kondisi Awal dan Akhir

Dari hasil praktik baik yang penulis lakukan di sekolah


binaaan telah menghasilkan prestasi seperti:
1. SDN Teupin Pukat tahun 2018 sudah meraih juara 2
sekolah bermutu tingkat kabupaten, juara 3 sekolah
bermutu Tingkat Propinsi untuk Katagori sekolah negeri
dan Juara 3 Tingkat Kabupaten untuk katagori sekolah
pembina serta mendapat penghargaan Japakeh Award
sebagai sekolah Adiwitaya dari Bupati, dan sekolah

49
ditetapkan sebagai sekolah model yang langsung dibina
oleh LPMP Aceh. Prestasi siswa juga meningkat seperti
pemenang lomba meng hias inai tingkat kabupaten. Kepala
sekolah juga memiliki motivasi untuk mengikuti kepala
sekolah berprestasi tahun 2019.
2. SDN Kuta Batee di tahun 2018 sudah banyak meraih
prestasi seperti kepala sekolah sudah meraih juara 1
kepala sekolah prestasi tingkat propinsi dan ditetapkan
sebagai sekolah Pilot project PPK untuk kabupaten Pidie
Jaya .
Berdasarkan hasil di atas menunjukkan bahwa praktik
baik yang dilakukan ini memiliki dampak yang sangat
signifikan terhadap komunitas sekolah khusunya bidang
prestasi sekolah dan prestasi siswa, malah dengan best
praktice ini dilakukan secara terus menerus, kepala sekolah
SDN Teupin Pukat termotivasi tahun 2019 untuk menjadi
salah satu peserta kepala sekolah prestasi dan meraih juara
2.

50
Daftar Pustaka
Depdiknas 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :
Balai Pustaka
Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18
Nilai Pembentuk Karakter dalam Mata Pelajaran.
Yogyakarta: Familia.
https://kbbi.web.id diunduh tangga 25 Maret 2019

51
Tentang Penulis
Afriyani, S. Pd, lahir di Mns. Mee
Pidie Jaya Aceh , pada tanggal 10
September 1970 , anak bungsu dari 13
bersaudara
dengan latar pendidikan keguruan
dari lulusan SPG Bireun 1990 , DII
PGSD Unsyiah 1994 dan SI Matematuka
UNIGHA 2011, sekarang sebagai salah
satu pengawas SD di Pidie Jaya
yang berpangkat IV/B, merupakan
salah satu pengawas termuda di segi usia dan masa kerja,
pengangkatan menjadi pengawas awal tahun 2017 yang
karirnya di mulai dari guru tahun 1994 dan kepala sekolah
Prestasi. Pertama Menulis setelah mengikuti pelatihan
Sagusaku yang di adakan oleh IGI Pidie Jaya , akhirnya
lahirlah buku Antalogi Puisi, Antalogi Artikel dan Jurnal,
dengan adanya hal tersebut penulis sudah meraih juara 1
pengawas prestasi TK kabupaten 2019 dan juara 1 Tingkat
Propinsi Aceh tahun 2019 serta masuk 10 Besar tingkat
Nasional. Hadiah Juara 1 Pengawas Prestasi Tk. Kabupaten
dan Propinsi mendapat 2 Tiket Umrah di tahun 2019. untuk
menghubungi Penulis langsung di nomor 085277144307

52
MEMANDU DAN DISEMINASI SEBAGAI INSPIRASI GURU
CINTA PTK

Andasia Malyana
Pengawas SD Bandar Lampung
Malyana.andasia@yahoo.co.id

Perlunya PTK dalam Pengembangan Profesi Guru


Kompetensi Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
(PKB) guru yang wajib dimiliki diantaranya adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK), hal ini dijelaskan dalam Permen PAN
RB Nomor 16 Tahun (2009: 6) bahwa, PKB pada unsur utama
dalam kenaikan pangkat/ golongan guru mulai dari Penata
Muda TK I/ IIIb, guru harus memiliki angka kredit
pengembangan profesi.
PTK sangat penting karena guru dapat menemukan solusi
dari masalah pembelajaran yang dihadapinya melaui refleksi
diri (Self Reflektif Inquiry). Guru dapat menyusun rencana
tindakan perbaikan pembelajaran yang mengarah pada
peningkatan aktivitas dan prestasi belajar secara bertahap
sebagai karya inovasi. Karya PTK guru yang ditulis dalam
bentuk laporan akan mendapatkan angka kredit
pengembangan profesi untuk kenaikan pangkat.
Pengawas sekolah wajib membimbing guru mengatasi
kesulitan pembelajaran, sesuai kode etiknya harus mampu
mengembangkan kreatifitas berinovasi, berkomunkasi secara
efektif dan menginspirasi dalam melaksanakan tugas profesi.
Hasil supervisi melalui pengamatan langsung
menunjukkan sebagaian besar guru binaan belum mampu
melaksanakan dan menyusun laporan PTK, dibuktikan dari
data ≥ 4 tahun duduk dalam pangkat yang sama.
Melalui refleksi diri meninjau kembali kegiatan supervisi
yang telah dilaksanakan, diperoleh data; (1) rendahnya
kemampuan PTK guru, (2) PTK dianggap sangat sulit, rumit,
(3) sulit menemukan buku sebagai landasan teori atau
tinjauan pustaka, (4) metode pembimbingan kurang menarik,
(5) hasil pelatihan PTK tidak ditindaklanjuti, (6) hasil
pembimbingan tidak dipantau dan dikoreksi, (7) belum ada
reward dan punishment sebagai motivasi.
Berbagai masalah diatas sangatlah urgent dan harus
segera ditemukan solusinya, jika tidak segera diatasi akan
berdampak pada pengembangan profesi guru. Perbaikan

53
proses pembelajaran akan menuju siswa belajar aktif dan
prestasi belajar meningkat.
Metode supervisi konvensional yang selama ini kurang
mendapat perhatian dan tanggapan, bahkan materi dianggap
tidak berguna, segera diatasi dengan “Memandu dan
Diseminasi”.
“Memandu dan Diseminasi” merupakan satu metode yang
dipilih pengawas dalam melaksanakan supervisi
pembimbingan profesional guru di sekolah binaan, agar
menarik perhatian dan memotivasi pembimbingan. Memandu
dan Diseminasi merujuk pada metode penemuan terbimbing
(Discovery Learning) yaitu dalam L.A Effendi (2012: 36), bahwa
dalam penemuan terbimbing, perlu memliki pengaruh
terhadap kemajuan dalam proses pembelajaran, berperan
sebagai fasilitator membimbing menghubungkan pengetahuan
dengan yang sedang ia peroleh, mendorong berfikir,
menganalisis sendiri sehingga dapat menemukan konsep,
prinsip ataupun prosedur. Metode penemuan belajar
mengenal suatu masalah, karakteristik, solusi dan
melaksanakan strategi yang dipilih diharapkan kemampuan
menyelesaikan masalah meningkat.
Burner dalam Kemendikbud (2013: 24) “Discovery
Learning can be defined as the learningthat takes pleace when
the organizeit him self”, Discovey Learning adalah sebagai
proses pembelajaran yang diharapkan mengidentifikasi apa
yang ingin dicapai, akhirnya dapat menghimpun informasi,
membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,
mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat
kesimpulan.
Riska Sarimaya (2016: 17) dalam Jurnalnya, mengutip
M.Hosnan, (2014: 19) karakteristik Discovery Learning adalah
mentransfer konsep informasi, memecahkan masalah,
pebelajar berperan secara aktif, berlangsung kooperatif.
Kelebihan metode ini membantu meningkatkan keterampilan
dan proses kognitif, memecahkan masalah, menghilangkan
keraguan, memotivasi, kepercayaan, kerjasama,
menimbulkan rasa senang saat belajar.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK)


Penjelasan Suharjono (2010: 12), PTK adalah penelitian
tindakan untuk memperbaiki mutu praktik pembelajaran di
kelasnya, sehingga berfokus pada proses belajar mengajar
yang terjadi di kelas, lanjut dijelaskan “PTK yang ditolak jika

54
berupa laporan pembelajaran yang biasa, tidak ada tindakan
yang merupakan pembaharuan”.
Menurut Mat Syuroh (2016: 12) PTK meupakan kegiatan
nyata yang dilakukan guru dalam upaya memperbaiki proses
pembelajaran di kelas.
Zainal (2008: 10), Action Research bertujuan
mengembangkan keterampilan-keterampilan baru atau cara
metode baru dan untuk memecahkan masalah dengan
penerapan langsung di dunia kerja atau aktual lain.
Direktur Jenderal Guru dan Tendik (2016: 7) menjelaskan
tujuan PTK adalah untuk memperbaiki kinerja peneliti dan
subjek yang diteliti. PTK bagi guru bertujuan meningkatkan
kegiatan nyata dalam pengembangan profesionalnya.
Menurut Wardani dan Wahardit (2012: 14), merupakan
“penelitian sosial yang menggunakan refleksi dari sebagai
metode utama, dilakukan oleh orang yang terlibat
didalamnya, dan bertujuan untuk melakukan perbaikan
dalam berbagai aspek”. Lebih lanjut dijelaskan, “tujuan
menulis PTK untuk memperbaiki pembelajaran yang
dilakukan secara bertahap dan terus menerus, karena itu
dalam PTK dikenal adanya siklus”.
Sistematika Laporan PTK dikutip dari Wardhani dan
Wahardit (2012: 68).
Secara individu guru melaksanakan PTK sesuai masalah
pembelajarannya, pengawas berperan sebagai Pemandu atau
pembimbing, hasil dikonsultasikan untuk dianalisa dan
mendapat petunjuk sampai PTK sempurna, dan memberi
kesempatan diseminasi.
Adapun tujuan metode Memandu dan diseminasi ini
adalah memberikan kemudahan bagi guru dalam memahami
dan mampu melaksanakan PTK sesuai aturan APIK.
Menghilangkan jarak antara pengawas dan guru karna
pembimbingan dilaksanakan dengan cara kekeluargaan dan
metode yang menyenangkan. Kesempatan berkonsultasi
diberikan secara luas, tidak dibatasi, dapat dilakukan kapan
saja dan dimana saja melalui pertemuan langsung ataupun
WA/ HP/ e-mail.
Manfaat pembimbingan menerapkan metode memandu
dan diseminasi diharapkan sebagai berikut.
a. Bagi Guru
1. Pengetahuan dan keterampilan tentang PTK
meningkat

55
2. Termotivasi, mudah melaksanakan dan menyusun
laporan PTK
3. Menciptakan kondisi setelah dibimbing guru akan
cinta PTK
b. Bagi Siswa
1. Belajar aktif, menyenangkan, KBM tuntas individual
dan klasikal
2. Belajar dengan fasilitas yang mendukung tercapai
tujuan
c. Bagi Sekolah
1. Memiliki guru profesional yang handal sebagai aset
sekolah
2. Meningkatnya mutu penyelenggaraan pembelajaran
untuk menunjang tercapainya visi misi sekolah.
d. Bagi Pengawas
1. Menyelenggarakan supervisi pembimbingan secara
profesional, menyenangkan dan bermutu
2. Meningkatkan hasil pembimbingan yaitu guru
mampu menulis PTK.

Metode Memandu dan Diseminasi


A. Strategi
1. Subjek
Guru yang dibimbing PTK berjumlah 10 orang yang dipilih
dari 10 sekolah binaan pengawas di Kecamatan Tanjung
Karang Barat Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung
dengan kriteria, sisamasa kerja ≥ 4 tahun dan diutamakan
yang sudah bersertifikat profesi.
2. Tempat Pembimbingan
Kegiatan pembimbingan dilaksanakan di sekolah binaan,
yaitu SD di Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar
Lampung Provinsi Lampung.
3. Waktu Pembimbingan
Pelaksanaan pembimbingan sekitar 3 bulan, yaitu mulai
bulan Agustus sampai dengan Oktober 2017.
4. Pelaksanaan
Pada kegiatan supervisi pembimbingan ini, menggunakan
metode memandu dan diseminasi melalui 4 tahapan, yaitu
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan/penilaian, dan
refleksi. Pembimbingan tatap muka selama 10 x pertemuan x
3 jam (10 x 3 x 60 menit), non tatap muka tidak dibatasi.
Pertemuan pertama dilaksanakan per individu, selanjutnya
menggabung guru tersebut dalam pertemuan secara

56
bergiliran sesuai kesepakatan. Menerapkan metode
Memandu dan Diseminasi yang merupakan inovasi
bersahabat/coaching yang sangat efektif dan efisien mudah
dilakukan, dapat meningkatkan kemampuan profesionalisme
guru binaan, memberi kenyamanan dan kekeluargaan serta
tidak menegangkan.
5. Perangkat atau Instrumen
Untuk mengetahui ketercapaian pembimbingan terhadap
pengetahuan atau kemampuan dan keterampilan guru diukur
menggunakan instrumen pengamatan produk PTK
menggunakan Instrumen memuat 5 karakteristik yaitu
pendahuluan, kajian pustaka, metodologi, hasil dan
pembahasan, kesimpulan.

Kriteria kemampuan menggunakan skor 1,2,3,4.


Jika belum memahami karakteristik indikator diberi skor
1, sudah memahami sebagian diberi skor 2, sudah memahami
seluruh karakteristik diberi skor 3, sangat memahami dan
kreatif diberi skor 4. Kriteria Skor Kemampuan menurut
Wardani (2006: 41), sebagai berikut.≤ 25% : Kurang, 26% -
50%: Cukup, 51% - 75% Baik, 76% - 100%: Sangat Baik
6. Langkah Penerapkan Metode Memandu dan
Diseminasi
Tahap Perencanaan
Menyiapkan langkah-langkah pembimbingan, menyiapkan
instrumen pengamatan, menyusun indikator penilaian hasil
produk PTK, menetapkan subjek bimbingan 1 guru dari setiap
sekolah binaan, menetapkan teknik pembimbingan
menerapkan memandu dan diseminasi.

Tahap Pelaksanaan
Kegiatan Awal
Melakukan entry behavior untuk mengetahui masalah
yang dipilih guru.
Kegiatan Inti
Melaksanakan pembimbingan dengan metode memandu
dan diseminasi, membantu kesulitan dan memotivasi agar
selalu ingin tau, membimbing pemahaman materi PTK mulai
dari masalah, uraian kegiatan perbaikan pembelajaran per
siklus sampai menyimpulkan, memberi penguatan, reward,
dan punishment.
Kegiatan Akhir

57
Menyimpulkan hasil pembimbingan, penguatan dan pesan
moral
Tahap Pengamatan
Pengamatan aktivitas guru selama kegiatan
pembimbingan, membuat catatan pengamatan/penilaian
selama proses pembimbingan
Refleksi
Meninjau ulang pelaksanaan pembimbingan yang telah
dilakukan, merencanakan tindak lanjut berdasarkan catatan
hasil pembimbingan, diseminasi PTK dipersentasikan pada
pertemuan KKG dan memasukkan karya kedalam Jurnal
Ilmiah ber ISSN.
Alur pembimbingan metode Memandu dan Diseminasi,
sebagai berikut.

Pembimbingan Kemampua Kemampuan


Dengan Metode n PTK Guru PTK Guru
Memandu dan SD Binaan Meningkat

Gambar 1. Alur Pembimbingan

Proses Memandu dan Diseminasi


Kegiatan Awal
Menyadari permasalahan rendahnya kemampuan guru
dalam PTK, penulis mengunjungi sekolah binaan, menemui
kepala sekolah dan menyampaikan tujuan, yaitu akan
melakukan supervise terhadap guru tentang pengembangan
profesi khususnya PTK. Di utamakan guru yang sudah
bersertifikat profesi dan masa kerja masih ≥ 4 tahun. Kepala
sekolah memanggil guru yang di maksud. Dengan wajah yang
takut dan bingung, guru tersebut menemui. Saya menyapa
guru tersebut dengan salam disusul dengan kalimat
mengejutkan, “Bu, saya ingin ibu mencari masalah!” guru
tersebut semakin bingung tapi tetap belum merespon kalimat
yang saya sampaikan. Kemudian saya memegang bahunya
sambil bertanya sekaligus 3 pertanyaan beruntun. “Ibu
bertugas dikelas berapa?, Golongan berapa?, dan berapa lama
lagi pensiun?”. Sambil berupaya menenangkan diri, guru
tersebut menjelaskan dia bertugas sebagai wali kelas 4,
golongan IV/a dan 7 tahun lagi pensiun. Selanjutnya saya
melakukan entry behavior dengan bertanya, Apakah
memahami PTK, dan jelaskan yang dipahami tentang PTK!.
Guru agak ragu-ragu menjelaskan apa adanya tentang

58
kelemahan dan kekurangan, pengawas menjadi pendengar
setia agar tidak ada yang ditutup- tutupi.

Kegiatan Inti
Mulai akting sebagai pengawas profesional melakukan
bimbingan menulis PTK, menerapkan memandu dan
diseminasi, peran pengawas sebagai Pemandu , menganalisa
dan memberi petunjuk perbaikan, guru diarahkan untuk
mengidentifikasi, menyampaikan masalah pembelajaran yang
paling urgent, cara menganalisis, melakukan refleksi terhadap
proses dan hasil belajar dan pembelajaran yang dilakukan.
Memberi arahan guru menuliskan masalah pembelajarannya
dan mulai membimbing guru memahami masalah yang dapat
dijadikan PTK, mengidentifikasi masalah sampai pada
merumuskan masalah secara teori, contoh dan praktik
langsung menerapkan. Pengawas berperan membantu
mengembangkan kemampuan profesional, memotivasi dengan
cara menghargai unjuk kebolehan guru.Guru merespon
pembimbingan dengan senang, konsultasi diluar jam kerja
pun ditanggapi, agar guru bermartabat, dan dipedulikan.
Kemudian guru mengatur jadwal pembimbingan berikutnya
yang tidak mengganggu jam tugas guru. Pengawas selalu siap
menerima konsultasi tambahan diluar pertemuan, lewat
HP/WA/e-mail.

Gambar 2. Proses Memandu PTK Guru

Pada pertemuan berikutnya, melanjutkan supervisi


pembimbingan tentang PTK dengan metode memandu dan

59
diseminasi. Guru sangat antusias dan aktif, dengan semangat
ingin tau untuk paham dan terampil PTK, membawa beberapa
buku yang akan dikonsultasikan pada pengawas untuk
memilih pendapat para ahli sebagai bahan tinjauan pustaka
dan landasan teori, perubahan paradigma guru takut dan
sulit menulis PTK, terungkaplah oleh supervisiku ini bahwa
sebenarnya guru memiliki potensi profesional yang
tersembunyi karena kesalahan penerapan pembimbingan
yang dilakukan pengawas sekolah selama ini. Pengawas
selalu merasa ingin dihargai, marah jika proses pembelajaran
tidak aktif, dan administrasi tidak lengkap. ternyata guru
tidak menggubris, karena metode konvensional “Datang,
ceramah beberkan kekurangan, dan pulang”. Guru merasa
terlalu didikte dengan aturan-aturan, supevisi pengawas
hanya memberi punishment, sedangkan reward dilupakan.

Gambar 3. Proses Analisis & Perbaikan PTK Guru

Penerapan metode memandu dilanjutkan sebagai usaha


melaksanakan supervisi profesional. Sesuai jadwal yang
disepakati, guru mendapat bimbingan menemukan solusi
masalah pembelajaran yang dihadapinya, merencanakan
perbaikan pembelajaran, memilih metode, metode , media dan
sumber belajar sesuai masalah pembelajarannya. Guru selalu
menanti kedatangan pengawas pembinanya untuk
membimbingnya mengatasi masalah perbaikan pembelajaran
melakukan PTK dimulai dari penemuan masalah. Rasa takut
dan sulit berubah menjadi cinta PTK. Tahap demi tahap
pembimbingan pengawas membantu memudahkan guru
melaksanakan PTK, memahami dan terampil menyusun

60
laporan. Disetiap pembimbingan, pengawas mengamati
seluruh aktivitas guru dan mengoreksi karyanya
menggunakan instrumen, memberi petunjuk perbaikan
demikian berulang-ulang sampai PTK sempurna.

Gambar 4. Proses Diseminasi PTK Guru

Kegiatan Akhir
Pada pertemuan akhir dilakukan penilaian produk PTK

B. Hasil Bimbingan
Tahap awal sebelum metode memandu diterapkan, kriteria
Cukup 2 Orang (20%), Kurang 8 orang (80%), rata-rata
Kurang. Penilaian I setelah diterapkan memandu, kriteria
Baik 2 Orang (20%), Cukup 8 orang (80%), rata-rata Cukup.
Penilaian II, kriteria Sangat Baik 5 orang (50%), Baik 2 Orang
(20%), Cukup 3 orang (30%), rata-rata Baik, Penilaian III,
kriteria Sangat Baik 8 orang (80%), Baik 2 orang (20%), rata-
rata Sangat Baik.

Tabel 1. Peningkatan Kemampuan dan Keterampilan Guru


No Kriteria Awal Penilaian Penilaian Penilaian Pening
I II III katan
1. Sangat - - 3 4 (40%)
Baik (30%)
2. Baik - 2 4 6 (60%)
(20%) (40%)
Meningkat
3. Cukup 2 8 3 -
(20%) (80%) (30%)
4. Kurang 8 (80%) - - -
5. Rata-rata Kurang Cuku Baik Sangat Baik
p

61
Kriteria Skor Kemampuan dan Keterampilan menurut Wardani (2006:
41), sebagai berikut.
≤ 25% : Kurang, 26% - 50%: Cukup, 51% - 75%: Baik, 76% - 100%:
Sangat Baik.

100 K
C
50
B
0 SB
Awal Penilaian1 Penilaian 2 Penilaian 3
Gambar 5. Kemampuan Guru dalam PTK

Penerapan metode memandu dan Diseminasi dalam


membimbing kemampuan dan keterampilan menulis laporan
PTK guru meningkat, dari kriteria rata-rata Kurang menjadi
Sangat Baik. Maka indikator ketercapaian telah dipenuhi
karena ≥80% guru SD binaan kemampuan dan keterampilan
PTK-nya kriteria baik sesuai indikator aturan KTI-APIK.

C. Dampak
Kegiatan supervisi menerapkan Metode Memandu dan
Diseminasi terbukti berdampak sangat positif terhadap
kemampuan dan keterampilan PTK guru binaan, guru
mendapat kesempatan mendiseminasikan karyanya melalui
presentasi di kegiatan KKG dan memuat dalam Jurnal Ilmiah,
guru tampil berwibawa, mendapat pujian, tepuk tangan,
acungan jempol, dan ucapan kata “Saluuut, Saluuut,
Saaaluuut!”,mereka tersanjung, bangga, bermartabat, dan
memperoleh point angka kredit pengembangan profesi.
Bagi komunitas sekolah, guru sebagai fasilitator
terlaksana, proses belajar PAIKEM bermutu, prestasi dan
hasil belajar meningkat, KKM tuntas individual dan klasikal,
sekolah memiliki guru profesional yang handal sebagai aset,
memotivasi guru lain, Visi sekolah mudah tercapai.
Metode ini dapat juga diterapkan pada pembimbingan
materi lainnya, baik dalam lingkup akademik maupun
manajerial seperti menyusun RKS, Program Supervisi, Visi
Misi, Kurikulum, RPP, Program Penilaian dan sebagainya
karena terbukti memberi perubahan, ekonomis, lestari dan
inspiratif.

62
Metode memandu dan diseminasi melaksanakan PTK dan
terampil menyusun laporannya. Telah dibuktikan bahwa
metode memandu sangat memudahkan, menghilangkan rasa
takut PTK, silaturrahim terjalin, proses menyenangkan,
pengawas profesional dan bermartabat.

63
Daftar Pustaka
Direktorat Jenderal Guru dan Tendik. 2016. Modul Penelitian
Bidang
Kepengawasan. Dirjend Tendik. Jakarta.
Efendi.LA. 2012. Pembelajaran Matematika dengan penemuan
terbimbing untuk meningkatkan kemampuan
refresentasi dan pemecahan masalah
matematika siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan.
13 (2).
I.G.A.K. Wardani,dkk. 2012. Teknik Menulis Karya Ilmiah.
Universitas Terbuka. Banten Indonesia.
Kebudayaan. K.P.D. 2013. Model Pembelajaran Penemuan
Terbimbing.
Discovery Learning.
Mat Suroh, 2016. Panduan Praktis Karya Tulis Ilmiah.
Pustaka Felicha.
Permendikbud, No 143. 2014. Petunjuk Teknis Jabatan
Fungsional Pengawas
Sekolah. Kemendikbud Jakarta.
Permen PAN RB Nomor 16 Tahun 2009 Tugas Pokok Guru dan
Angka
Kreditnya. Pemendikbud. Jakarta.
Pusbang Tendik. 2015. Buku Kerja Pengawas Sekolah.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Jakarta.
Sarimaya.R. 2016. Penerapan Model Discovery Learning. Untuk
Meningkatkan hasil belajar siswa Kelas IV SDN
Coblong. Pada Subtema.
Pemanfaatan Kekayaan alam di Indonesia. Doctoral
Disertation. FKIP UNPAS
Suharjono. 2010. Penelitian Tindakan Kelas danPenelitian
Tindakan Sekolah.
Lembaga Cakrawala. Indonesia. Malang.
Zainal Aqip. 2008. Karya Tulis Ilmiah. Yrama Widya.
Bandung.

64
Biodata Penulis
Andasia Malyana,S.Pd.,M.Pd. Lahir
di Tanjung Karang, 1 Agustus 1964.
Penulis dilahirkan dari pasangan Abu
Hasan dan Mursidah, anak pertama
dari 9 bersaudara, dalam keluarga
yang mengutamakan pendidikan
karakter yaitu berakhlaq, didiplin,
mandiri, tanggungjawab, gigih, peduli
sesama dan lingkungan telah
ditanamkan sejak dini. Karena itu
penulis termotivasi mencintai dan
peduli pendidikan. Basik pendidikan lulus SDN 28 Tanjung
Karang Tahun 1977, lulus SMPN 4 Tanjung Karang 1980,
lulus SPGN 2 Tanjung Karang 1983, lulus S1. STKIP-PGRI
Bandar Lampung Tahun 2000, lulus S2 Magister Teknologi
Pendidikan UNILA Tahun 2008.
Mulai aktif menulis Tahun 2006, menghasilkan karya PTK,
PTS, Jurnal dan Buku yang relevan dengan tugas profesi.
Aset ini membawa penulis memperoleh Pangkat Golongan
Pembina Utama Madya/ IVd, dan Berprestasi di Tingkat
Nasional. “Live Is for Give Some One and Not for Get Some One”
dalam peran sebagai Agen Transformasi Penguatan SDM.
E-mail: WA. 082186935847.

65
PENDAMPINGAN SUPERVISI MUTU
MODEL COCOMO
Azwar
Pengawas Sekolah Dasar Kabupaten Agam, Sumbar
azwardatuak@gmail.com

Pentingnya Pendampingan Supervisi Mutu


Berdasarkan rapor mutu pendidikan tahun 2016 dan
2017 belum ada sekolah binaan penulis yang memenuhi
Standar Nasional Pendidikan (SNP) secara keseluruhan.
Meskipun pada standar tertentu sudah ada yang mencapai
atau melampauinya. Rata-rata capaian tersebut seperti dalam
radar Pemetaaan Mutu Pendidikan (PMP) berikut ini.

Gambar 1. Radar PMP

Berdasarkan analisis rapor mutu dan hasil pemantaun


delapan SNP khususnya standar kompetensi lulusan,
standar isi, proses, penilaian, dan pengelolaan diperoleh data
mutu di bawah SNP. Untuk itu, diperlukan kegiatan yang
sungguh-sungguh upaya pemenuhan standar mutu tersebut.
Layanan pemenuhan mutu itu disebut dengan supervisi
mutu. Sebagaimana dijelaskan pada kegiatan Desiminasi
Penguatan Pendidikan Karakter melalui Supervisi Mutu
Pendidikan Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah
Kemdikbud bahwa supervisi mutu adalah proses mengawal

66
upaya peningkatan mutu pada satuan pendidikan yang
dilakukan oleh LPMP bersama dengan pengawas sekolah.
Proses mengawal dan mendampingi peningkatan mutu
tersebut merujuk pada siklus Sistem Penjaminan Mutu
Internal (SMPI).
Belum terpenuhinya standar mutu satuan pendidikan
disebabkan beberapa hal diantaranya: sekolah belum
memanfaatkan rapor mutu dalam menyusun Rencana
Kegiatan Sekolah (RKS) sehingga pencapaiannya sulit diukur,
belum terlaksananya SPMI secara utuh, komitmen warga
sekolah yang beragam terhadap mutu pendidikan,
pelaksanaan supervisi mutu belum maksimal dengan
pendekatan dan model yang tepat, sehingga kegiatan
supervisi menakutkan bagi sebahagian besar guru.
Fenomena di atas menghambat satuan pendidikan untuk
memenuhi SNP. Secara akademik kepala sekolah sudah
mendapatkan bimbingan, pengembangan profesionalme, dan
peningkatan kompetensi manajerial, supervisi, dan
kewirausahaan. Namun hasilnya pada tataran pengetahuan,
implementasinya belum sesuai dengan harapan. Sehingga
keterlaksanaan program kepala sekolah belum dapat diukur,
dievaluasi, dan ditindaklanjuti.
Penjaminan mutu merupakan suatu mekanisme yang
sistematis, terintegrasi dan berkelanjutan untuk memastikan
bahwa seluruh proses pendidikan sesuai dengan standar
mutu (Permendikbud No. 28 Tahun 2016). Penjaminan mutu
satuan pendidikan merupakan harapan akhir kepengawasan.
Salah satu kegiatan kepengawasan adalah melaksanakan
supervisi. Supervisi mutu bukan hanya tugas pengawas
sekolah, melainkan juga tugas kepala sekolah. Sebagaimana
diuraikan dalam Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007,
bahwa tugas kepala sekolah dalam supervisi akademik
meliputi tiga tugas pokok: 1) merencanakan program
supervisi peningkatan dan pengembangan profesionalisme
guru, 2) melaksanakan program supervisi dengan
pendekatan dan teknik-teknik supervisi yang tepat, dan 3)
menindaklanjuti hasil supervisi sebagai upaya peningkatan
profesionalisme guru.
Berdasarkan temun penulis, umumnya kepala sekolah
enggan melaksanakan supervisi kepada guru-guru.
Sementara guru-guru membutuhkan bantuan dalam
pengembangan profesional dan motivasi sebagai agen
transformasi penguatan Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk

67
itu, penulis berkesimpulan bahwa pendampingan perlu
diberikan agar kepala sekolah dapat merencanakan,
melaksanakan, mengevaluasi, dan menindaklanjuti hasil
supervisi mutu dengan tepat. Selama ini bantuan yang
diberikan belum bermakna bagi guru. Seringkali supervisi
mutu dilaksanakan secara konvensional yang menakutkan.
Teknik dan model supervisi yang digunakanpun monoton
dan belum bervariasi.
Salah satu solusinya adalah mendampingi kepala
sekolah melaksanakan supervisi mutu dengan
mengkombinasikan model-model supevisi. Kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut supervisi
dilaksanakan secara bersama-sama oleh kepala sekolah
dalam satu gugus dengan pendampingan pengawas sekolah.
Model pendampingan tersebut disebut Community of
Combined Model (Cocomo). Model Supervisi cocomo menjadi
trending topic penulis yang perlu dipaparkan. Apa pengertian,
bagaimana pelaksanaan, strategi, dan hasil yang diperoleh
perlu diuraikan dengan jelas. Sehingga pendampingan
supervisi model cocomo dapat dipahami dan dilaksanakan
untuk pengendalian mutu dan pemenuhan SNP. Berikut ini
adalah gambar beberapa kegiatan pelaksanaan supervisi
bersama.

Gambar 2a. Analisis Rapor Mutu , Gambar 2b. Persiapan Observasi Bersama

Berdasarkan pendapat Glickman dan Deresh dalam


Kemdikbud (2016: 7) disimpulkan bahwa supervisi
pembelajaran adalah serangkaian kegiatan membantu guru
mengembangkan kemampuannya mengelola proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan. Esensi supervisi
pembelajaran bukanlah menilai unjuk kerja guru, melainkan
membantu guru mengembangkan kemampuan
profesionalisme agar sesuai dengan perubahan zaman.
Dengan kata lain membantu guru untuk berubah (to help
and to change).

68
Pelaksanaan supervisi yang tepat berpedoman pada
prinsip-prinsip, pendekatan, dan model-model supervisi.
Pendekatan supervisi merupakan strategi bagaimana cara
pengawas dan kepala sekolah bersama guru melakukan
perbaikan dan siapa yang lebih dominan diantaranya.
Glickman dalam Kemdikbud (2018: 21) membedakan
pendekatan supervisi pembelajaran atas tiga macam yaitu:
pendekatan direktif, kolaboratif, dan non-direktif. Sedangkan
model supervisi berisikan langkah-langkah kegiatan yang
hirarkis untuk mengetahui, memahami, dan memastikan
masalah, dari mana datanya dapat diperoleh, dan cara apa
yang dapat digunakan untuk memperbaikinya. Atas dasar
tersebut, model supervisi pembelajaran dibedakan atas tiga
yaitu: supervisi model saintifik, artistik, dan klinis.
Model supervisi ilmiah adalah model supervisi yang
digunakan untuk memperoleh informasi dengan menjaring
data yang bersifat saintifik. Dilaksanakan secara terencana,
berkesinambungan, sistematis dengan prosedur dan teknik
tertentu. Menggunakan instrumen untuk pengumpulan data
yang obyektif. Sedangkan supervisi model artistik merupakan
model yang menggunakan seni tertentu untuk turut
mengamati, merasakan, dan mengapresiasi pembelajaran
yang dilakukan guru. Supervisi artistik mendasarkan diri
pada bekerja untuk orang lain/guru (working for the other),
bekerja dengan orang lain/guru (working with the other), dan
bekerja melalui orang lain/guru (working through the other).
Oleh karena itu, pelaksanaan supervisi mengandung nilai
seni (art). Lain halnya supervisi model klinis yang lebih
interaktif, demokratis, dan berpusat pada kebutuhan guru.
Supervisi klinis dilaksanakan secara berkelanjutan dalam
peningkatan mutu pembelajaran dan pemecahan masalah.

Strategi Pendampingan Supervisi Cocomo


Supervisi Collaboration of Combined Model (cocomo) adalah
supervisi yang dilaksanakan secara bersama oleh kepala
sekolah dalam Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS)
dengan mengkombinasikan model-model supervisi. Dikatakan
supervisi bersama karena dilaksanakan berkolaborasi antara
pengawas, kepala sekolah, dan guru dalam Kelompok Kerja
Guru (KKG). Selanjutnya disebut kombinasi model atau
blended model karena tahapan pelaksanaannya
mengkombinasikan langkah-langkah supervisi model klinis,
saintifik, dan artistik. Kemudian langkah-langkah tersebut

69
digabung menjadi langkah baru yang disebut model cocomo.
Pelaksanaan supervisi tidak hanya menghandalkan satu
model supervisi. Pada akhirnya pendampingan, bimbingan,
dan bantuan layanan supervisi mutu lebih bermakna dan
menyenangkan bagi guru. Berikut ini adalah gambaran
umum kolaborasi dan kombinasi dari supervisi cocomo.

Klinis

Ilmiah Artistik Combined


Collaboration

Pengawas
Sekolah

KKG KKKS

Gambar 3. Sketsa Supervisi Cocomo

Supervisi cocomo mengkombinasikan model supervisi


ilmiah, artistik, dan klinis. Ciri-ciri ilmiah pelaksanaan model
cocomo terlihat pada tahap analisis rapor mutu,
perancangan dan penggunaan instrumen, penjaringan data,
dan pengolahan data. Ciri-ciri klinis lebih dominan pada
tahapan refleksi, evaluasi, dan tindak lanjut supervisi dimana
supervisor lebih banyak mendengarkan dari pada berbicara.
Supervisor mengutamakan untuk membahas dan
membicarakan praktik baik dan sumbangan pikiran dari
guru-guru. Pembahasan lebih fokus pada aktivitas peserta
didik dalam pembelajaran. Sedangkan ciri-ciri model artistik
meliputi setiap tahapan pada siklus cocomo.
Supervisi bersama (collaboration supervision) adalah proses
mengawal dan mendampingi kegiatan pemenuhan dan
peningkatan mutu secara bersama-sama berdasarkan
indikator mutu. Sejalan dengan pendapat Syaiful Sagala
(2012: 89) yang menyatakan bahwa supervisi dalam
pembelajaran adalah seni kerja sama dengan sekelompok

70
orang lain agar memperoleh hasil yang sebesar-besarnya.
Dengan demikian supervisi cocomo dilaksanakan
berkolaborasi, terencana, terjadual, dan sistematis melalui
KKKS dan KKG.
Supervisi bersama model cocomo mengadopsi tahapan
pada siklus SMPI sebagai berikut; 1) menganalisis rapor
mutu, 2) perencanaan supervisi mutu , 3) pelaksanaan
supervisi mutu , 4) refleksi, evaluasi dan pelaporan, 5) serta
rencana tindak lanjut. Untuk lebih jelasnya siklus dan
langkah-langkah supervisi cocomo digambarkan dengan
diagram berikut ini.
Analisis rapor mutu
2. Menetapkan indikator supervisi
ssupervisi

ANALISIS
RAPOR
MUTU 3. Menyusun instrumen.
12. Tindak lanjut 4. Sosialisasi instrumen
TINDAK PERENCANAAN 5. Menyusun jadwal
13. Merencanakan
LANJUT SUPERVISI
indikator baru observasi bersama

PELAKSANAAN
REFLEKSI DAN OBSERVASI 6. Pertemuan awal
EVALUASI 7. Observasi
bersama
9. Curah pendapat pasca observasi bersama 8.Pertemuan akhir
10. Menyampaikan praktik baik, saran, dan
penguatan
11. Evaluasi hasil dan rencana tindak lanjut

Gambar 4. Siklus Supervisi Cocomo

Prosedur dan langkah-langkah pendampingan supervisi


mutu model cocomo dilaksanakan dengan tahapan sebagai
berikut.
1. Mendampingi Kepala Sekolah menganalisis rapor
mutu.
2. Kepala sekolah menyusun rencana supervisi mutu
pembelajaran sebagai berikut.
a. Penetapan indikator mutu untuk supervisi bersama
b. Penyusunan instrumen observasi
c. Sosialisasi instrumen observasi
d. Penyusunan jadual observasi
3. Pelaksanaan observasi pembelajaran bersama sesuai
dengan jadual.
a. Pertemuan pra observasi

71
b. Pengamatan pembelajaran dengan instrumen
observasi
c. Pertemuan akhir dan refleksi hasil observasi
4. Pengolahan data, refleksi, evaluasi hasil observasi, dan
penyusunan rencana tindak lanjut secara bersama
dalam KKKS.
5. Pelaksanaan tindak lanjut atau penentuan standar
mutu baru dalam KKKS dan KKG.

Kerangka Pendampingan Supervisi Cocomo


Pendampingan merupakan bimbingan yang diberikan
penulis kepada kepala sekolah dan guru selama kegiatan
supervisi mutu berlangsung. Sesuai dengan Permendiknas
No 12 Tahun 2017 bahwa salah satu tugas pengawas sekolah
adalah membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran/bimbingan. Kegiatan pendampingan diawali
dengan menganalisis rapor mutu sampai pelaksanaan tindak
lanjut. Dalam kegiatan pendampingan pengawas sekolah
terlibat langsung dan berkolaborasi dengan kepala sekolah.
Sehingga kepala sekolah memperoleh pengalaman langsung
selama pendampingan. Kompetensi supervisi kepala sekolah
dan motivasi guru dibangun melalui praktik, sehingga upaya
peningkatan mutu terlaksana dengan baik.
Pelaksanaan pendampingan supervisi cocomo
mengakomodasi prinsip-prinsip supervisi akademik seperti:
prinsip sistematis, objektif, konstruktif, kooperatif,
demokratis dan humanis. Pelaksanaan supervisi cocomo
berpusat pada kebutuhan guru dan kepala sekolah yang
bertujuan membina profesionalime, mengembangkan
motivasi guru, serta mengendalikan mutu pembelajaran
secara bersama-sama. Guru-guru tidak merasakan perbedaan
secara individual melainkan digiring untuk menemukan
kekurangan dan kekuatan melalui refleksi dan evaluasi
hasil observasi pembelajaran. Pada gilirannya pendampingan
supervisi cocomo mengubah paradigma supervisi konvensional
yang menakutkan menjadi supervisi mutu yang
menyenangkan.
Metode yang digunakan dalam pemecahan masalah dalah
metode supervisi bersama non-direktive kolaboratif model
cocomo dengan tahapan mengacu pada siklus SPMI.
Metode ini disebut dengan Supervisi bersama model cocomo.
Kerangka berfikir dan prosedur pelaksanaan pendampingan
supervisi cocomo seperti bagan berikut ini.

72
Pendampingan
Supervisi Hasil Supervisi
Supervisi
a
Mutu Cocomo

Indikator
Indikator
Tindak Lanjut dan Mutu
Indikator
Tindak Lanjut

Sekolah Pemenuhan
Mutu Baru
Bermutu SNP

Gambar 5. Kerangka Berfikir Cocomo

Supervisi mutu diawali dengan analisis rapor mutu


sekolah binaan. Setelah prioritas indikator mutu ditetapkan,
maka kepala sekolah bersama pengawas menyusun program
pendampingan supervisi mutu. Hasil pendampingan
disandingkan dengan rapor mutu. Jika hasilnya belum
memenuhi indikator mutu, maka pendampingan dilajutkan
pada kegiatan tindak lanjut. Sebaliknya, jika pendampingan
sudah memenuhi indikator mutu, maka dilanjutkan dengan
menetukan indikator mutu baru dalaksanakan supervisi
mutu secara berkelanjutan sampai akhirnya lahir sekolah
bermutu.
Untuk menjaring data digunakan instrumen observasi
yang dibuat bersama oleh kepala sekolah. Instrumen dan
jadual observasi diberikan satu minggu sebelum observasi
bersama dilaksanakan. Sehingga memberikan ruang dan
waktu bagi guru untuk belajar dan berlatih sebelum
diobservasi. Kreativitas dan motivasi guru terbangun dengan
baik tanpa rasa takut. Pelaksanaan observasi dirancang
merata agar setiap kepala sekolah dapat mengobservasi
semua guru menurut tingkat. Kepala sekolah mendapat
pengalaman langsung pada setiap tingkat dan tahapan
supervisi cocomo.
Pendampingan supervisi cocomo dilaksanakan dalam
satu kelompok sekolah binaan/gugus, supaya lebih mudah
mengelola, melaksanakan, memonitor, serta menindaklanjuti

73
hasil pendampingan. Pengawas sebagai pendamping juga
ikut melakukan observasi bersama dengan kepala sekolah.
Sehingga kepala sekolah memperoleh pengalaman langsung
dalam melaksanakan observasi.
Tahapan pendampingan supervisi cocomo setiap tahapan
adalah seperti berikut ini.
1. Perencanaan Supervisi Cocomo
Pada kegiatan perencanaan supervisi cocomo kepala
sekolah didampingi dalam kegiatan sebagai berikut.
a. Menganalisi rapor mutu. Tim Penjaminan Mutu
Pendidikan Sekolah (PMPS) melakukan analisis rapor
mutu untuk menentukan kekuatan dan kelemahan.
Kemudian TPMPS bersama- sama menentukan
indikator mutu yang akan disupervisi. Sesuai dengan
skala prioritas peningkatan standar mutu yang
meliputi kegiatan implementasi Kurikulum 2013,
pengintegrasian Penguatan Pendidikan Karakter (PPK),
serta Gerakan Literasi Sekolah (GLS) pada kegiatan
awal pembelajaran.
b. Merumuskan indikator supervisi. Pengawas
mendampingi kepala sekolah merumuskan indikator
supervisi berdasarkan kondisi rill dan hasil analisis
rapor mutu. Kegiatan ini dilaksanakan secara
bersama-sama dalam KKKS. Jumlah indikator
disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan. Indikator
supervisi dikelompokkan berdasarkan skala prioritas
dengan mengintegrasikan kegiatan literasi dan PPK.
c. Merancang instrumen observasi. Penyusunan
intrumen supervisi dilakukan bersama dalam KKKS
di bawah pendampingan pengawas. Instrumen yang
disusun berpedoman pada indikator supervisi yang
sudah ditetapkan. Instrumen supervisi dilengkapi
dengan kreteria, bobot, penskoran, dan penetuan hasil
akhir dan catatan supervisor.
d. Sosialisasi instrumen supervisi. Penulis
mendampingi kepala sekolah mensosialisasikan
instrumen supervisi kepada semua guru yang akan
diobservasi dalam KKG. Sehigga setiap indikator
dipahami dan dapat laksanakan oleh guru. Untuk
memperjelas informasi setiap indikator dalam instrumen
dibahas dan disampaikan dengan modeling.

74
e. Menyusun jadual observasi. Jadual observasi
disusun dengan sebaran yang merata sehingga setiap
kepala sekolah dapat mengobservasi semua tingkat
kelas I-VI. Jadual obeservasi diusulkan oleh kepala
sekolah setelah konfirmasi dengan guru kelas sebelum
ditetapkan. Jadual yang sudah disepakati disampaikan
kepada guru kelas satu minggu sebelum observasi
bersama dilaksanakan. Berikut ini adalah gambar
kegiatan KKKS dan KKG dalam perencanaan supervisi
cocomo.

Gambar 6a. Perumusan Indikator Mutu Gambar 6b. Penyusunan Jadual Supervisi

2. Pelaksanaan Supervisi Cocomo


Pada tahap pelaksanaan supervisi cocomo kegiatannya
adalah sebagai berikut.
a. Pertemuan awal/pra observasi. Pengawas mendampingi
kepala sekolah pada pertemuan awal dengan semua
guru-guru. Hal ini dilakukan untuk mengkonfirmasi
kesiapan guru serta menciptakan suasana yang
menyenangkan. Sehingga supervisor dengan guru
terjalin komunikasi dan hubungan baik sebelum
observasi dilaksanakan.
b.Observasi pembelajaran. Supervisor bersama guru
masuk kelas, dan mengambil tempat duduk pada posisi
yang tidak mengganggu pembelajaran. Observasi
berpedoman pada instrumen yang sudah disiapkan.
Mencatat hal-hal baik/positif selama pengamatan dan
mengabaikan hal-hal negatif.
c. Pertemuan paska observasi dan refleksi. Pertemuan
dilaksanakan pada jam istirahat. Semua guru yang
diobservasi dan supervisor berkumpul kembali di ruang
majelis guru. Pertemuan dipimpin oleh pengawas

75
sekolah sebagai moderator. Setiap guru diminta
menyampaikan komentarnya selama diobservasi.
Komentar yang berisikan kelemahan dicatat sebagai
masukan untuk tindak lanjut berikutnya. Selanjutnya
supervisor diminta untuk menyampaikan catatan-
catatan praktik baik/hal-hal positif yang ditemukan
selama observasi. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi
terbuka, setelah itu pengawas sekolah sebagai
pendamping menyampaikan kesimpulan, penguatan,
dan saran untuk peningkatan mutu selanjutnya.
Semua catatan refleksi dari guru, supervisor, dan
pengawas dijadikan dokumen untuk dibahas pada
tahapan evaluasi. Gamabar berikut ini adalah
pendampingan kepala sekolah dalam pelaksanaan
observasi kelas.

Gambar 7a. Observasi Guru Kelas, Gambar 7b. Pendampingan Observasi Kelas

3. Evaluasi Supervisi Cocomo


Pada tahapan evaluasi pengawas berperan sebagai
moderator. Kegiatan diawali dengan curah pendapat guru
tentang pengalaman berharganya selama observasi.
Kemudian dilanjutkan dengan penyampaikan catatan
kepala sekolah tentang praktik baik guru yang ditemukan
selama observasi. Data hasil observasi dan refleksi diolah
dalam KKKS . Setiap supervisor melakukan pengolahan
data hasil observasinya dan menelaah pencapaian
indikator supervisi secara objektif. Hasil pengolahan
secara kuantitaf dibandingkan dengan kondisi awal
kemudian dianalisis kekuatan dan kelemahannya.
Kekuatan dijadikan pendorong dan kelemahan dijadikan
masalah untuk dicarikan solusinya. Hasil analisis data dan
catatan hal-hal baik yang dilakukan guru dirumuskan
dalam betuk kesimpulan untuk membuat rekomendasi dan
rencana tindak lanjut supervisi. Berikut ini adalah gambar

76
kegiatan evaluasi hasil observasi bersama dan tindak
lanjut supervisi cocomo.

Gambar 8a. Kegiatan Evaluasi Cocomo

,Gambar 8b. Kegiatan Evaluasi Tindak Lanjut

4. Tindak Lanjut Cocomo


Tindak lanjut merupakan kegiatan setelah evaluasi.
Kesimpulan dan rekomendasi dari kepala sekolah untuk
setiap guru yang diobservasi direkap. Rekapitulasi hasil
supervisi secera keseluruhan dibahas dalam kegiatan KKKS
untuk menetapkan rencana tindak lanjut apa yang akan
dilaksanakan. Rencana indak lanjut yang sudah disepakati
dalam KKKS disampaikan dan dilaksanakan dalam KKG
sebagai upaya peningkatan mutu. Kegiatan tersebut seperti
dalam gambar berikut ini.

77
Gambar 9a. Pembahasan selanjutnya,Gambar

10b. Pelatihan Guru dalam KKG

5. Penentuan Mutu Baru


Penentuan dan penetapan mutu baru adalah tahapan
lanjutan setelah indikator mutu dari standar yang
disupervisi sudah terpenuhi. Penentuan standar mutu baru
dilaksanakan oleh TPMPS berdasarkan hasil analisis rapor
mutu. Hasil analisis dibicarakan dalam KKKS untuk
perencanaan supervisi cocomo selanjutnya.

Hasil dan Pembahasan


Hasil observasi diperoleh capaian indikator
pendampingan supervisi cocomo pada kegiatan awal
pembelajaran dengan mengintegrasikan PPK dan literasi
sebesar 94,8%. Sementara pencapaian indikator appersepsi
86,2%. Hal menarik terjadinya peningkatan pencapaian

78
indikator pada observasi berikutnya. Rata-rata pencapaian
indikator pada observasi pertama 82,5% dan observasi
terakhir dengan rerata 93,5%. Terdapat peningkatan sebesar
11%. Untuk jelasnya digambarkan dengan grafik berikut
ini.

150 Literasi dan PPK Appersepsi Membuka Pembelajaran

100

50

0
SDN 21 SDN 06 SDN 11 SDN 16 SDN 10 SDN 12

Gambar 11. Grafik Hasil Observasi Model Cocomo

Jika dibandingkan Rapor Mutu Tahun 2017 dengan rapor


mutu tahun 2018 terdapat peningkatan pencapaian
indikator mutu sebesar 0,14. Rata-rata rapor mutu tahun
2017 sebesar 6,14 meningkat menjadi 6,28 pada tahun
2018. Khususnya standar proses meningkat sebesar 0,11
dari tahun sebelumnya dari capaian 6,56 menjadi 6,67.
Berdasarkan data observasi pendampingan supervisi mutu
model cococmo khususnya pelaksanaan kegiatan awal,
diperoleh pencapaian indikator dengan rata-rata 90,5. Data
ini menunjukkan bahwa pendampingan supervisi model
cocomo efektif dalam peningkatan mutu pembelajaran.
Pencapaian indikator kegiatan membuka pelajaran
bergerak naik jika dibandingkan antara observasi I, II, dan
seterusnya. Pada observasi pertama diperoleh pencapaian
indikator 82,5%, kemudian observasi terakhir diperoleh
93,5%, dengan rata-rata pencapaian indikator 90,5%. Hal ini
menunjukkan tingginya respon guru untuk diobservasi dan
tumbuhnya motivasi positif dari guru-guru yang telah
diobservasi. Sehingga menjadikan supervisi cocomo
bermakna bagi guru-guru dalam upaya peningkatan mutu.
Pada awalnya, pencapaian indikator melaksanakan
appersepsi lebih rendah jika dibandingkan dengan kegiatan
literasi dan PPK. Pada saat kegiatan moderasi dan refleksi
terungkap, bahwa guru lebih fokus pada persiapan kegiatan
literasi dan PPK, sehingga kekurangan waktu untuk
appersepsi dan persiapan pelaksanaan kegiatan inti. Pada

79
observasi berikutnya terjadi pergesaran pencapaian indikator.
Pencapian Indikator literasi, PPK, dan appersepsi sudah
mendekati capaian yang sama. Jika dilihat dari rata-rata
pencapaian indikator sudah menunjukkan peningkatan
mutu secara terintegrasi.
Dipandang dari sisi guru, supervisi cocomo
menyenangkan bagi guru-guru. Sehingga guru-guru dapat
belajar sendiri untuk meningkatkan kompetensinya
berdasarkan indikator mutu yang ditetapkan secara bersama.
Guru-guru secara tidak langsung melakukan proses belajar
sendiri untuk berubah menjadi lebih baik. Supervisi cocomo
menjadikan perubahan paradigma guru-guru terhadap
supervisi. Supervisi yang dulu ditakuti bergeser menjadi
supervisi yang menyenangkan.
Selanjutnya, dari sisi kepala sekolah muncul respon
positif. Pendampingan supervisi cocomo memperjelas tugas
kepala sekolah dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi,
dan tindak lanjut supervisi akademik. Membatu guru
meningkatkan mutu pembelajaran, mengembangkan
pofesionalisme, dan menumbuhkan motivasi. Kepala sekolah
memperoleh pengalaman yang bermakna dalam melakukan
supervisi yang ilmiah, klinis, dan artistik secara bersamaan.
Kombinasi model supervisi cocomo menjadikan supervisi
lebih menarik, serta menginspirasi kepala sekolah membatu
guru meningkatkan mutu pendidikan.
Berdasarkan hasil refleksi, supervisi cocomo membangun
hubungan kepala sekolah dengan guru yang harmonis,
karena prinsip supervisi cocomo membina dan
menumbuhkan hal-hal baik dan positif dari guru.
Kelebihan guru yang berbeda satu dengan yang lainnya
diekspos pada kegiatan refleksi, sehingga terbentuk wadah
untuk berbagi pengalaman. Kepala sekolah semakin
mengenali potensi guru-guru sehingga layanan dan bantuan
peningkatan mutu lebih efektif.
Pendampingan supervisi cocomo berdampak pada : 1)
perencanaan supervisi kepala sekolah yang sudah
berdasarkan pada rapor mutu, 2) terjadinya peningkatan
aktivitas peserta didik dalam pembelajaran, 3) bergesernya
paradigma guru tentang supervisi yang menjadikan supervisi
sebagai kegiatan prefesional yang menyenangkan, 4)
meningkatnya aktivitas guru untuk mempersiapkan
pembelajaran bermutu, 5) tumbuhnya kreatifitas dan motivasi
guru menciptakan praktik terbaik dalam pembelajaran, 6)

80
terjadinya peningkatan SNP pada sekolah binaan, khususnya
standar proses.

Kesimpulan
Pendampingan supervisi mutu model cocomo
menunjukkan hasil yang memuaskan dalam peningkatan
mutu. Pencapaian indikator mutu dalam membuka
pemebelajaran mencapai 90,5%. Kegiatan appersepsi yang
mengintegrasikan PPK dan literasi meningkat sebesar 0,11
dari 6,56 menjadi 6,67. Rapor mutu satuan pendidikan
tahun 2018 pada lima SNP meningkat dengan rata-rata
0,14. Data kuantitatif ini menunjukkan bahwa
pendampingan supervisi cocomo efektif dalam membantu
Kepala Sekolah dan Guru. Meningkatnya motivasi dan
aktifitas guru dalam peningkatan mutu pembelajaran,
khususnya pemenuhan standar proses yang
mengintegrasikan PPK dan literasi. Terjadinya perubahan
paradigma guru tentang supervisi yang sebelumnya
menakutkan menjadi supervisi yang menyenangkan. Guru
dan Kepala Sekolah memiliki komitmen dan persepsi yang
sama terhadap mutu. Kepala sekolah termotivasi
melaksanakan supervisi mutu sebagai upaya pemenuhan SNP
berkelanjutan. Motivasi dan kreatif guru berkembang,
pembelajaran menjadi bermakna karena praktik baiknya
akan dilihat dan dihargai oleh supervisor.

Saran
Agar pendampingan supervisi cocomo lebih efektif
disarankan agar satuan pendidikan memiliki dan
menganalisis rapor mutu dengan TPMPS. Kepala dan
Pengawas Sekolah memahami rapor mutu , SNP, dan SPMI
serta menjalin kerjasama dalam upaya peingkatan mutu.
Dinas Pendidikan dan stakholder terkait agar meningkatkan
peranan pengawas sekolah dan memberdayakan Tim
Penjaminan Mutu Pendidikan Daerah (TPMPD) untuk
mendorong terlaksananya pendampingan supervisi mutu
model cocomo guna mengawal pemenuhan mutu pada setiap
satuan pendidikan.

81
Daftar Pustaka
Kemdikbud. 2018. Modul Pengembangan Fungsi Supervisi
Akademik dalam Implementasi Kurikulum 2013.
Jakarta: Dirjen GTK Kemdikbud.
Kemdikbud. 2016. Panduan Supervisi Pembelajaran di Sekolah
Dasar. Jakarta: Dirjendikdasmen
Kemdikbud. 2016. Permendikbud Nomor 28 Tahun 2016
tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan
Menengah
Kemdikbud. 2014. BPU: Pengembangan Supervisi Akademik
Tingkat 2. Jakarta: Pusbangtendik BPSDM dan PMP
Kemdiknas
Kemdiknas. 2010. Materi Diklat Penguatan Pengawas Sekolah
Kompetensi Supervisi Akademik. Jakarta: Dittendik
Kemdiknas
Kemdiknas. 2007. Permendiknas No 12 tahun 2007 Tentang
Standar Pengawas Sekolah dan Madrasah
Sagala Syaiful. 2012. Supervisi Pembelajaran. Bandung:
Alfabeta

82
Tentang Penulis
Azwar, S.Pd., M.Pd. Lahir di Pincuran
Puti Kec. Baso,14 Pebruari 1969. Lulus
SD Negeri 02 Pincuran Puti Tahun 1982,
SMP Negeri 1 Pariaman Tahun 1985, SPG
Negeri Bukittinggi Tahun 1988.
Menyelesaikan program sarjana pada
Pendidikan Matematika di STKIP
Ahlussunnah Bukittinggi Tahun 1995.
Program pascasarjana UNP Jurusan
Administrasi Pendidikan Tahun 2006.
Menjadi guru SDN 02 Pincuran Puti Tahun 1988-1989. Guru
SD Fransiskus Bukittinggi Tahun 1989-1991. Guru SDN 12
Koto Gadang Tahun 1991-1999, menjadi Kepala SDN 03
Koto Baru Kecamatan Baso Tahun 1999-2007. Diangkat
menjadi Pengawas TK/SD Kecamatan Tanjung Mutiara
Tahun 2007-2008. Kemudian berhenti sementara dari
jabatan Pengawas TK/SD dan diangkat menjadi Kasi Tenaga
Teknis Disdikpora Kabupaten Agam Tahun 2008. Kemudian
Kasi Kurikulum dan Kasi Sekolah Dasar Disdikpora
Kabupaten Agam sampai Tahun 2010. Akhirnya diangkat
kembali menjadi Pengawas Sekolah Dasar Kecamatan
Banuhampu Tahun 2010-2019. Sekarang bertugas sebagai
Pengawas SD Kecamatan Sungaipuar. Prestasi yang pernah
diraih sebagai Guru Teladan I Tingkat Kabupaten Agam
Tahun 1998, Kepala Sekolah Berprestasi I Tingkat Kabupaten
Agam Tahun 2005. Pengawas Berprestasi I Tingat Kabupaten
Agam dan Pringkat II Tingkat Provinsi Sumatera Barat tahun
2014. Pengawas Berprestasi I Tingkat Provinsi Sumatera
Barat dan juara II Tingkat Nasional Tahun 2019. Nara sumber
dan fasilitator dalam berbagai kegiatan peningkatan dan
penjaminan mutu pendidikan yang diselenggarakan oleh
Dinas Pendidikan dan Kebudayan Kabupaten Agam dan LPMP
Sumatera Barat. Tinggal di Kota Padang dengan nomor HP.
081363449672

83
PENTINGNYA STRATEGI
EKSPOSITORIK DALAM BIMBINGAN
DAN PELATIHAN PENYUSUNAN SOAL
Moh. Samsul Hidayat
Pengawas SD Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur
m.samsul.hidayat@gmail.com

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan


Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun
2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas
dan Angka Kreditnya, pengawas sekolah dituntut untuk
melaksanakan pembimbingan dan pelatihan (bimlat)
profesional guru dan/atau kepala sekolah. Hal ini dinyatakan
dalam lampiran regulasi tersebut, dalam hal ini unsur
pengawasan akademik dan manajerial, sub unsur
membimbing dan melatih profesional guru.
Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian
menegaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik
bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi proses,
kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik
secara berkesinambungan. Regulasi tersebut secara eksplisit
menggariskan bahwa guru harus mampu melakukan
penilaian hasil belajar. Mampu melakukan penilaian hasil
belajar berarti mampu merencanakan, menyusun
instrumen/alat penilaian, melaksanakan penilaian, dan
melakukan tindak lanjut atas hasil penilaian.

Menembus “Tembok Berlin” Penyusunan Soal


Berdasarkan hasil analisis soal buatan guru pada tahun
pelajaran 2016/2017, penulis selaku pengawas pembina di
Gugus 01 Kecamatan Sidoarjo menemukan bahwa soal
buatan seluruh guru kelas di Gugus 01 Kecamatan Sidoarjo
(119 orang) masih perlu ditingkatkan dalam hal konstruksi,
konten, dan kebahasaan. Dari hasil analisis penulis, kondisi
tersebut sebagai dampak belum diberdayakannya guru dalam
menyusun soal penilaian untuk ulangan tengah semester

84
(UTS)/penilaian tengah semester (PTS) dan ulangan akhir
sekolah (UAS)/penilaian akhir sekolah (PAS).
Kondisi belum diberdayakannya guru dalam menyusun
soal telah berlangsung sangat lama. Penyusunan naskah soal
UTS/PTS dan UAS/PAS "dikondisikan” dilakukan oleh Tim
Kabupaten, Tim Kecamatan, dan terakhir Tim Gugus.
Pencetakan naskah dilakukan pihak tertentu yang ditunjuk
berdasarkan pertimbangan tertentu pula. Akhirnya, guru
menjadi pasif, kurang kreatif, permisif, dan terbiasa dengan
kead
Berita penyusunan naskah soal UTS dilakukan oleh Tim
Kabupaten hingga menimbulkan masalah saat ini masih bisa
ditemukan di media online. Kasus penulisan naskah soal
mata pelajaran bahasa Indonesia oleh Tim Kabupaten
Sidoarjo pada tahun 2009 telah membuahkan peristiwa yang
sempat viral di seluruh Indonesia. Peristiwa tersebut terkenal
sebagai “kasus bacaan porno”. Bacaan pada naskah soal
dimaksud diambil dari koran lokal yang berbau pornografi.
Terbukti bahwa Tim Kabupaten Sidoarjo (penyusunan naskah
soal) tidak mampu memberi jaminan mutu atas naskah soal
yang disusun.
Pengalaman berharga dengan menyeruaknya “kasus ucluk-
ucluk” ternyata tidak membuat penulisan naskah soal oleh
Tim Kabupaten berhenti. Guru masih saja dikondisikan
hanya sebagai penerima naskah soal. Artinya, soal yang
seharusnya dalam kategori buatan guru sendiri tetap disusun
oleh pihak lain. Secara tegas, bisa dikatakan bahwa faktor
ekonomi lebih mendominasi daripada faktor akademik
maupun faktor regulatif.
Jejak digital kondisi tersebut paling tidak bisa diakses dari
media online. Jika pada halaman google diiketik kata/frasa
kunci “soal ucluk-ucluk”, akan muncul artikel tentang kasus
naskah UTS berbau pornografi. Isi berita “heboh” bisa
diunduh dari sumber Nahimunkar (27 Oktober 2009),
https://m.detik.com (29 Oktober 2009), dan
https://news.okezone.com (31 Oktober 2009).
Akibat lamanya kondisi yang kurang menunjang
pemberdayaan guru dalam merancang dan menyusun naskah
soal tengah semester, akhir semester, serta akhir tahun
dan/atau kenaikan kelas, maka mutu soal buatan guru jauh
dari memenuhi kaidah penyusunan soal yang baik (andal dan
valid). Hal ini terbukti dari naskah soal ulangan harian yang
disusun guru di dalam dokumen program semester. Banyak

85
item soal yang tidak memenuhi syarat materi, konstruksi,
maupun kebahasaan. Untuk materi, ditemukan banyak butir
soal tidak atau kurang memenuhi kriteria urgensi,
kontinuitas, relevansi, dan keterpakaian (UKRK).
Menganalisis keadaan tersebut, penulis yang menjadi
pengawas SD sejak tahun 2014 dan ditugaskan di Kecamatan
Sidoarjo yang tidak tinggal diam. Setelah melakukan langkah-
langkah persuasif dengan pembinaan akan pentingnya
penilaian dalam proses pembelajaran kurang berdampak
karena berhadapan dengan “tembok berlin”, yaitu tantangan
dan hadangan yang amat kuat dari “suatu sistem”. Penulis
bersama beberapa pengawas SD dari kecamatan lain
menggunakan pendekatan dari atas ke bawah.
Pada masa Drs. Mustain Baladan sebagai Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten Sidoarjo, perjuangan mengembalikan
jatidiri penilaian oleh pendidik, utamanya penyusunan soal
UTS/PTS dan UAS/PAS, mendapat respon yang
menggembirakan dengan terbitnya Surat Edaran Nomor
421.2/3560/404.3.1/2017 Tanggal 18 Juli 2017 yang berisi
tentang keharusan mulai tahun pelajaran 2017/2018 naskah
soal UTS/PTS dan UAS/PAS disusun oleh guru pengampu
sendiri, bukan oleh pihak lain, sedangkan kisi-kisinya
disusun oleh tim ahli yang ditunjuk Dinas Pendidikan
Kabupaten Sidoarjo untuk standarisasi mutu. Posisi penulis
dalam perjuangan tersebut sebagai “provokator positif”,
barisan pengawas SD pendobrak “tembok berlin”, dan penjaga
keterlaksanaan surat dari Dinas Pendidikan Kabupaten
Sidoarjo tersebut.
Khusus di gugus binaan penulis yang berlokasi di
Kecamatan Sidoarjo (dikenal sebagai Sidoarjo Kota), dalam
penyusunan naskah soal oleh guru sendiri ditemukan hal-
hal: 1) sebagian besar guru malah kurang menerima karena
dirasakan sebagai beban tambahan, 2) hasil penyusunan soal
kurang berkualitas, 3) kemampuan para guru dalam
penerapan kaidah penyusunan soal cukup rendah, dan (4)
masih ditemukan guru yang hanya menyalin soal-soal di
dalam buku lembar kerja siswa (LKS) produksi penerbit.

Strategi Ekspositorik dalam Bimlat


Aqib dalam Riyanto (2014: 137), menegaskan bahwa
berdasarkan pertimbangan proses pengelompokan pesan,
strategi pembelajaran dibedakan atas strategi ekspositorik dan
strategi heuristis. Dengan strategi ekspositorik, guru (juga

86
pengawas) mencari dan mengolah bahan pelajaran (juga
bahan bimbingan dan pelatihan bagi pengawas) yang
kemudian menyampaikannya kepada siswa (bagi pengawas
adalah guru). Untuk strategi heuristik, peserta didik yang aktif
mencari dan mengolah bahan atau materi pelajaran.
Riyanto (2014: 139) menegaskan bahwa prosedur
ekspository learning terdiri atas empat langkah, yakni: 1)
preparasi, 2) apersepsi, 3) presentasi, dan 4) resitasi. Dalam
ini, penulis mengikuti keempat prosedur tersebut dalam
pelaksanaan strategi ekspositorik yang diterapkan dalam
bimbingan dan pelatihan guru SD di Gugus 01 Kecaatan
Sidoarjo untuk meningkatkan mutu soal penilaian hasil
belajar peserta didik.
Untuk memperoleh hasil sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan, penulis menggunakan prosedur bimbingan dan
pelatihan (bimbingan dan pelatihan) menggunakan strategi
ekspositorik dengan materi power point kisi-kisi dan kaidah
penulisan soal serta instrumen-instrumennya. Dalam
prosedur ini, penulis menggunakan empat langkah utama,
yakni preparasi, apersepsi, presentasi, dan resitasi.
Untuk keterlaksanaan dan keefektifan bimbingan dan
pelatihan penggunaan strategi ekspositorik dalam bimbingan
dan pelatihan guru SD untuk meningkatkan mutu soal
penilaian hasil belajar peserta didik di gugus 01 Kecamatan
Sidoarjo, penulis menetapkan perencanaan sebagai berikut.
a. Menentukan jadual bimbingan dan pelatihan. Jadual
dibahas bersama semua kepala SD di Gugus 01.
Dijadualkan tanggal 3 s.d. 6 Juli 2017 dengan pola
satu hari untuk semua guru kelas pada dua kelas,
yakni 1) tanggal 3-4 Juli 2017 untuk semua guru kelas
1 s.d. 6, 2) tanggal 5 Juli 2017 untuk semua guru kelas
1 s.d. 3, dan tanggal 6 Juli 2017 untuk semua guru
kelas 4 s.d. 6.
b. Menyusun materi bimbingan dan pelatihan berupa
power point Penyusunan Kisi-kisi dan Penulisan Soal
dari Kemendiknas dengan beberapa penyesuaian
(berdasarkan Buku Panduan Penilaian Sekolah Dasar
(SD) yang diterbitkan Kemendikbud;
c. Menyiapkan lembar instrumen analisis penyusunan
soal;
d. Bersama panitia pelaksana bimbingan dan pelatihan di
tingkat Gugus 01 Kecamatan Sidoarjo, menyiapkan
lembar observasi dan perangkat tata laksana lainnya;

87
e. Melaksanakan bimbingan dan pelatihan sesuai dengan
jadual, yaitu tanggal 3 s.d. 6 Juli 2017;
f. Melaksanakan kegiatan tayang sampling dan analisis
bersama di setiap sekolah se-Gugus 01 menjelang
pelaksanaan UTS I/PTS I dan UAS I/PAS I sesuai
jadual yang ditentukan berdasarkan prinsip
fleksibelitas.
Alur perencanaan dalam prosedur bimbingan dan
pelatihan tersebut sebagaimana bagan/gambar berikut.

Perencanaan
Bimlat

Jadual Materi Pelaksa-


Power
dan Point naan
Instrumen Materi

Gambar 1. Perencanaan Bimbingan dan Pelatihan

Dalam pelaksanaan keempat langkah prosedur bimbingan


dan pelatihan dengan menggunakan strategi ekspositorik
untuk meningkatkan mutu soal penilaian hasil belajar peserta
didik di Gugus 01 Kecamatan Sidoarjo, penulis menetapkan
empat kegiatan pokok. Keempat kegiatan pokok tersebut
adalah:
a. Kegiatan bimbingan dan pelatihan untuk kelas 1 s.d. 6
se-Gugus 01 dilaksnakan tanggal 3 – 4 Juli 2017
bertempat di SDN Sidokumpul;
b. Kegiatan bimbingan dan pelatihan untuk kelas 1 s.d. 3
se-Gugus 01 dilaksanakan tanggal 5 Juli 2017;
c. Kegiatan bimbingan dan pelatihan untuk kelas 4 s.d. 6
se-Gugus 01 dilaksanakan tanggal 6 Juli 2017;
d. Kegiatan tayang sampling di setiap sekolah se-gugus 01
dilaksanakan menjelang pelaksanaan UTS/PTS dan
UAS/PAS.
Guru yang menjadi sasaran bimbingan dan pelatihan
adalah semua guru kelas se-Gugus 01 di Kecamatan Sidoarjo

88
pada tahun pelajaran 2017/2018. Data sekolah dan jumlah
guru kelas di Gugus 01 tersebut sebagai berikut.

Tabel 1. Data Sekolah di Gugus 01 Kecamatan Sidoarjo Tahun


Pelajaran 2017/2018
Jumlah Guru
No.. NPSN Nama Sekolah Alamat Sekolah
Kelas

1 20501468 SDN Pucang 1 Jln. A. Yani No. 1 Sidoarjo 18


2 20501467 SDN Pucang 2 Jln. A. Yani No. 6 Sidoarjo 18
3 20501466 SDN Pucang 3 Jln. Cokronegoro No. 2 Sidoarjo 12
4 20501456 SDN Pucang 4 Jln. A. Yani No. 6A Sidoarjo 12
5 20501530 SDN Sidokumpul Jln. Diponegoro No. 23 Sidoarjo 12
6 20537078 SDN Sidoklumpuk Jln. Monginsidi No. 23 Sidoarjo 24
7 20539939 SD Plus Sabilur Rosyad Jln. Hang Tuah No. 22 Sidoarjo 6
8 69952192 Rosyad.RosyadRRRRosyadTa
SD Kristen Taruna Rajawali Jln. Diponegoro No. 26 Sidoarjo 6
rSABILURROSYAD
Jumlah 108

Perangkat yang digunakan untuk kegiatan bimbingan dan


pelatihan peningkatan mutu soal penilaian hasil belajar
peserta didik dengan strategi ekspositorik adalah power point
materi kaidah penyusunan soal, LCD, layar penayangan, dan
laptop. Untuk instrumen yang digunakan, penulis
menggunakan lembar observasi, instrumen telaah soal dan
lembar kerja. Lembar observasi digunakan penulis sebagai
alat untuk mengumpulkan eviden yakni catatan fakta-fakta
yang ditemukan, utamanya berkaitan dengan jalannya
bimbingan dan pelatihan.
Instrumen telaah soal yang digunakan meliputi instrumen
telaah soal pilihan ganda, instrumen telaah soal isian, dan
instrumen soal uraian. Fokus telaah berdasarkan materi,
konstruksi, dan bahasa. Hasil yang diperoleh berupa skor dan
nilai akhir. Nilai akhir diperoleh dari skor yang diperoleh
dibagi skor tertinggi dikalikan dengan seratus persen.
Dirumuskan: NA = (SP : ST) X 100%. Untuk instrumen lain
berupa lembar kerja (work sheet), penulis membagikan
kepada semua peserta bimbingan dan pelatihan. Isi lembar
kerja berupa dua kolom, yakni (1) kolom 1 berupa petunjuk
dan perintah penyusunan soal dalam tiga bentuk soal dan (2)
kolom 2 berupa area yang cukup untuk mengerjakan.
Untuk memecahkan masalah utama peningkatan mutu
soal penilaian hasil belajar peserta didik di Gugus 01
Kecamatan Sidoarjo, penulis menggunakan strategi

89
ekspositorik. Strategi ekspositorik tersebut digunakan dalam
bimbingan dan pelatihan guru sekolah dasar (SD) Gugus 01
di Kecamatan Sidoarjo. Pertimbangan penulis untuk
menggunakan strategi ekspositorik utamanya dari kajian
keadaan guru yang sangat memprihatinkan dalam penulisan
soal secara mandiri.
Penulis membuat eviden-eviden atas hasil penulisan soal
oleh semua peserta bimbingan dan pelatihan. Dalam
bimbingan dan pelatihan dengan strategi ekspositorik, penulis
menggunakan metode ceramah untuk memahamkan guru
tentang kaidah penulisan soal, juga metode praktik untuk
menganalisis hasil penulisan soal oleh guru. Melalui telaah
penulisan soal, hasil dilaporkan secara deskriptif kualitatif
dengan dukungan data kuantitatif kepada semua kepala
sekolah dasar di Gugus 01 Kecamatan Sidoarjo. Selanjutnya
dilakukan penga-walan/pendampingan hingga dicapai hasil
optimal.
Proses bimbingan dan pelatihan dengan strategi
ekspositorik dilaksanakan dalam dua alur utama, yakni
bimbingan dan pelatihan besar yang mengikutsertakan
semua guru, bimbingan dan pelatihan menengah yang
melibatkan semua guru pada kelompok kelas, serta
bimbingan dan pelatihan kecil sebagai tindak lanjut
bimbingan dan pelatihan besar dan menengah. Bimbingan
dan pelatihan besar direncanakan untuk guru kelas 1 s.d. 6
pada tanggal 3 dan 4 Juli 2017 (masa libur akhir tahun
pelajaran). Bimbingan dan pelatihan menengah 1
direncanakan untuk guru kelas 1 s.d. 3 pada tanggal 5 Juli
2017 (masa libur akhir tahun pelajaran). Bimbingan dan
pelatihan menengah 2 direncanakan untuk guru kelas 4 s.d.
6 pada tanggal 6 Juli 2017 (masa libur akhir tahun
pelajaran). Untuk bimbingan dan pelatihan kecil
direncanakan menjelang pelaksanaan UTS/PTS dan UAS/PAS
berupa penayangan hasil penyusunan soal beberapa guru
(sampling) di tiap-tiap sekolah.

Mutu Soal adalah Hasil Sebuah Proses


Basuki (2017: 158-159) menegaskan bahwa kedudukan
penilaian dalam pembelajaran sangat penting, baik penilaian
untuk pembelajaran (assesment for learning), penilaian
sebagai pembelajaran (assesment as learning), maupun
penilaian pembelajaran (assesment of learning). Dalam hal ini,
tentu peranan guru mutlak penting. Guru harus mampu

90
menyusun alat penilaian. Ada dua macam tes/alat penilaian
berdasarkan pembuatannya, yaitu tes yang dibakukan
(standarized test) dan tes buatan guru. Untuk tes yang
dibakukan, di Indonesia ditangani lembaga bernama Pusat
Penilaian Pendidikan (Puspendik) di bawah nauangan Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Khusus untuk penilaian oleh pendidik/guru, BSNP
menggariskan tentang standar perencanaan, standar
pelaksanaan, standar pengolahan dan pelaporan hasil
penilaian, serta standar pemanfaatan hasil penilaian (Arifin,
2017: 54-57). Dalam pedoman umum penilaian yang disusun
BSNP, standar perencanaan penilaian oleh pendidik meliputi
sebagai berikut.
a. Pendidik harus membuat rencana penilaian secara
terpadu dengan silabus dan rencana pembelajarannya.
Perencanaan penilaian setidak-tidaknya meliputi
komponen yang akan dinilai, teknik yang akan
digunakan, serta kriteria pencapaian kompetensi.
b. Pendidik harus mengembangkan kriteria pencapaian
kompetensi dasar (KD) sebagai dasar untuk penilaian.
c. Pendidik menentukan teknik penilaian dan instrumen
penilaiannya sesuai dengan indikator pencapaian KD.
d. Pendidik harus menginformasikan seawal mungkin
kepada peserta didik tentang aspek-aspek yang dinilai
dan kriteria pencapaiannya.
e. Pendidik menuangkan seluruh komponen penilaian ke
dalam kisi-kisi penilaian.
f. Pendidik membuat instrumen berdasarkan kisi-kisi
yang telah dibuat dan dilengkapi dengan pedoman
penskoran sesuai dengan teknik penilaian yang
digunakan.
g. Pendidik menggunakan acuan kriteria dalam
menentukan nilai peserta didik.

Penyusunan soal yang baik hendaklah mengikuti acuan


kaidah penyusunan soal. Dalam hal kontruksi tes atau soal
buatan guru dalam bentuk objektif, ada 11 hal yang harus
diperhatikan (Basuki, 2017: 35-36). Kesebelas hal tersebut: 1)
buatlah soal tesnya sebelum memulai suatu unit
pembelajaran, 2) jaminlah bahwa soal-soal tes berkaitan
dengan tujuan pembelajaran (KI dan KD), 3) buatlah petunjuk
yang jelas bagi setiap bagian tes, 4) susunlah pertanyaan dari
yang memerlukan jawaban sederhana menuju yang

91
memerlukan jawaban lebih rumit atau sukar, 5) berikan nilai
bagi setiap bagian tes, 6) variasikan jenis pertanyaannya. 7)
kelompokkan setiap pertanyaan yang sejenis, 8) ketik atau
cetak soal dengan jelas, 9) jaminlah bahwa soal tes sesuai
dengan kemampuan membaca dari peserta didik, 10) beri
peluang berupa kemampuan menjawab siswa berkebutuhan
khusus, dan 11) berikan waktu yang cukup bagi seluruh
siswa untuk mengakhiri tes.
Setiap bentuk tes/soal mempunyai kekuatan dan
kelemahan, termasuk jenis objektif. Kekuatan dan kelemahan
tes objektif digambarkan dalam tabel berikut.

Tabel 2. Kekuatan dan Kelemahan Tes Objektif


No. Kekuatan Kelemahan
1. Dapat menilaia kecakapan lebih cepat dan lebih Kebanyakan memerlukan pengingatan fakta-
efisien. fakta.
2. Dapat mencegah siswa dari menulis-kan Tidak memberi kesempatan kepada siswa
jawabannya di seputar jawaban sesungguhnya, untuk menunjukkan keterampilan menulis
tetapi tidak mengenai sasaran. dan mengorganisasi kata-kata.
3. Dapat mencegah pemberian nilai siswa yang Tidak adil bagi pembaca yang berkemam-
dipengaruhi oleh keca-kapan dalam menulis, puan kurang dalam membaca.
mengeja, gramatika, serta kerapian tulisan.
4. Mudah dianalisis butir soalnya. Dapat bersifat ambigu dan membingungkan,
terutama bagi siswa-siswa pemula.
5. Mencegah pemberian angka yang bias dari Memerlukan waktu untuk menyusun tesnya.
pemeriksa/guru.
6. Dapat digunakan untuk tujuan diag-nostik ata Memungkinkan siswa untuk sekadar
pre-tes. menerka jawabannya.
7. Dapat diberikan kepada sekelompok besar siswa. Sering digunakan bertahun-tahun dengan
mengabaikan kebutuhan yang berbeda-beda
dari setiap siswa.
8. - Biasanya memiliki jawaban spesifik yang
ditetapkan sebelumnya.
Sumber: Asesmen Pembelajaran, 2017: 47-48.

Dengan strategi ekspositorik pembimbingan dan pelatihan


guru-guru se-Gugus 01 pada awal semester 1 tahun pelajaran
2017/2018. Sumber yang digunakan adalah buku Panduan
Penulisan Soal 2017 SD/MI, buku Panduan Penilaian untuk
Sekolah Dasar (SD), Edisi 2016, dan power point Penyusunan
Kisi-kisi dan Kaidah Penulisan Soal.
Penulis menggunakan strategi ekspositorik dengan
pertimbangan banyaknya guru yang berusia di atas lima
puluh tahun. Selain itu, agar terjadi efisiensi waktu sehingga
tidak membebani guru dalam mencari bahan agar kefokusan
dalam pembelajaran tidak terganggu. Terbukti, dengan
strategi tersebut pembimbingan dan pelatihan berjalan
dengan lancar. Arus transformasi dan komunikasi timbal

92
balik juga lancar dengan prinsip andragogi dan kesejawatan
yang diterapkan penulis.
Strategi ekspositorik yang diterapkan penulis pada
hakikatnya dalam bentuk penyajian materi berupa power
point penyusunan kisi-kisi dan kaidah penulisan soal secara
rapi, sistematis, dan lengkap. Peserta (guru) tinggal
menyimak, memahami, dan dibuka ruang tanya jawab jika
diperlukan. Ada empat langkah yang dilakukan penulis,
yakni: 1) preparasi, berupa penyiapan materi dalam bentuk
power point, 2) apersepsi, berupa curah pendapat atau tanya
jawab, 3) presentasi, berupa penyajian materi, dan 4) resitasi,
berupa tanya jawab dan tugas setelah selesai penyajian
materi.
Hasil yang diperoleh dari penerapan strategi ekspositorik
dalam bimbingan dan pelatihan yang dilakukan adalah:
a. Kegiatan pertama berupa bimbingan dan pelatihan
guru kelas 1 s.d. 6 pada tanggal 3 dan 4 Juli 2017
(masa libur akhir tahun pelajaran). Setelah penulis
menyajikan materi dengan strategi ekspositorik,
peserta diberi contoh kisi-kisi penyusunan soal untuk
digunakan menyusun soal. Hasilnya, ada peningkatan
kemampuan guru dalam menyusun soal.
b. Kegiatan kedua berupa bimbingan dan pelatihan guru
kelas 1 s.d. 3 pada tanggal 5 Juli 2017 (masa libur
akhir tahun pelajaran). Setelah penulis menguatkan
materi dengan strategi ekspositorik, peserta diberi
contoh kisi-kisi penyusunan soal untuk digunakan
menyusun soal. Hasilnya, dari 54 peserta, hanya 4
peserta yang perlu bimbingan lebih lanjut. Artinya,
tingkat keberhasilannya 92,6%.
c. Kegiatan ketiga berupa bimbingan dan pelatihan guru
kelas 4 s.d. 6 pada tanggal 6 Juli 2017 (masa libur
akhir tahun pelajaran). Setelah penulis menguatkan
materi dengan strategi ekspositorik, peserta diberi
contoh kisi-kisi penyusunan soal untuk digunakan
menyusun soal. Hasilnya, dari 54 peserta, hanya 5
peserta yang perlu bimbingan lebih lanjut. Artinya,
tingkat keberhasilannya 90,7%.
d. Kegiatan keempat dilakukan menjelang pelaksanaan
UTS/PTS dan UAS/PAS berupa penayangan hasil
penyusunan soal beberapa guru (sampling) di tiap-tiap
sekolah. Dari proses penayangan tersebut, naskah soal
dikaji/ditelaah bersama-sama semua guru kelas untuk

93
diperbaiki sekiranya ada temuan item soal yang tidak
memenuhi kaidah. Jenis kegiatan seperti ini tetap
dilakukan penulis untuk menjaga jaminan mutu soal
buatan guru.

Gambar 2: Pengawas Sedang Memeriksa Hasil Penyusunan Soal

Dengan strategi ekspositorik, pembimbingan dan pelatihan


penyusunan soal yang diikuti guru-guru di Gugus 01
Kecamatan Sidoarjo mampu menghasilkan soal buatan guru
yang berkualitas sesuai dengan tujuan penilaian dan kaidah.
Materi, konstruksi, dan kebahasaan soal menjadi labih baik
dan memenuhi kaidah. Hal tersebut bersifat
berkesinambungan dengan uji mutu yang dilakukan penulis
sebagai pengawas pembina di Gugus 01 Kecamatan Sidoarjo.
Uji mutu yang dilakukan berupa analisis atas naskah soal
yang disusun guru, utamanya naskah soal tengah semester,
akhir semester, serta akhir tahun dan/atau kenaikan kelas.
Hasil yang dicapai penulis atas penerapan strategi
ekspositorik dalam kegiatan bimbingan dan pelatihan
peningkatan mutu soal buatan guru di Gugus 01 Kecamatan
Sidoarjo sungguh luar biasa (outsanding) dan tergambar
dalam tabel berikut.

94
Tabel 3. Perbandingan Fakta Sebelum dan Setelah Bimbingan dan
Pelatihan Penyusunan Soal dengan Strategi Ekspositorik
Fakta Sebelum Bimbingan dan Fakta Setelah Bimbingan dan
pelatihan Penyusunan Soal dengan pelatihan Penyusunan Soal
Strategi Ekspositorik dengan Strategi Ekspositorik
Guru bersifat konsumtif dalam Guru aktif dan mampu menyusun
penyusunan soal. soal buatan sendiri.
Kompetensi guru dalam penilaian Kompetensi guru dalam penilaian
belajar peserta didik sangat rendah. belajar peserta didik memadai.
Budaya kolaborasi dalam peningkatan Budaya kolaborasi dalam
mutu pendidikan di sekolah peningkatan mutu pendidikan di
memprihatinkan. sekolah sangat tampak dan positif.
Budaya mengejar “fee” dari naskah Budaya mengejar mutu lebih
soal sangat melekat. dominan.

Kegiatan pendampingan dan uji mutu penulisan soal


penilaian hasil belajar peserta didik oleh para guru di Gugus
01 Kecamatan Sidoarjo selalu dilakukan secara periodik. Bisa
dikatakan menjadi budaya baru untuk menghasilkan soal
yang bermutu. Karena guru-guru di Gugus 01 Kecamatan
Sidoarjo telah memiliki kemampuan yang baik dalam
menyusun soal buatan guru, maka guru-guru di gugus
lainnya juga terimbas. Akibat lainnya, budaya mutu,
utamanya penyusunan soal, dari Gugus 01 Kecamatan
Sidoarjo menyebar pula ke kecamatan-kecamatan lainnya.
Hasil yang positif atas penerapan strategi ekspositorik
dalam bimbingan dan pelatihan guru dengan meningkatnya
mutu soal buatan guru di Gugus 01 Kecamatan Sidoarjo tak
lepas dari perencanaan dan pelaksanaan yang baik. Mutu
pendidikan di Kabupaten Sidoarjo semakin baik, bukan
hanya dari segi hasil namun juga dari segi proses. Tujuan
penilaian hasil belajar pun sesuai dengan esensinya.
Selain berdampak positif dalam peningkatan kompetensi
guru (academic effect), bimbingan dan pelatihan penyusunan
soal buatan guru dengan strategi ekspositorik juga
menguatkan civil effect dan prosperous effect. Dengan
bimbingan dan pelatihan yang diadakan tersebut, guru
menjadi tahu, paham, dan terampil dalam menyusun soal
yang memenuhi kaidah. Karena bisa menyusun soal buatan
sendiri, guru juga bisa membuat modul pembelajaran. Modul
yang disusun guru bisa digunakan untuk kenaikan
pangkat/tingkat, bahkan beberapa guru yang memiliki

95
kemampuan sangat bagus dalam menysun soal juga telah
mampu membuat modul ber-ISBN yang diterbitkan dan dijual
di toko-toko buku. Bukti bahwa kemampuan guru bisa
berdampak pada peningkatan kesejahteraan (prosperous
effect).

Gambar 3. Pengawas Bersama Guru Penulis Modul Hasil Binaan

96
4a. Contoh ke-1 Buku Karya Guru,Contoh ke-1 Buku Karya Guru Binaan

Gambar 4c. Contoh ke-3 Buku Karya Guru Binaan

Strategi ekspositorik dalam bimbingan dan pelatihan yang


diberikan kepada guru di Gugus 01 Kecamatan Sidoarjo dapat
meningkatkan mutu soal hasil belajar peserta didik dan
berjalan efektif serta efisien dengan menekankan pada prinsip
andragogi dan kesejawatan. Mutu soal buatan guru menjadi
baik sesuai dengan tujuan penilaian dan kaidah penyusunan
soal.
Strategi ekspositorik bisa digunakan untuk hal-hal yang
tidak bisa dilakukan secara heuristik. Dalam hal ini, “tembok
berlin” yang telah membuat guru pasif dan cenderung hanya
sebagai pemakai soal memang lebih tepat diterapkan strategi
ekspositorik dalam bimlaat guru.

97
Pengawas sekolah harus memiliki keberanian dalam
memperjuangkan hal-hal positif dan sesuai regulasi manakala
menemui keadaan yang menyimpang, antara lain pelemahan
guru dalam penyusunan soal karena faktor nonedukatif.

98
Daftar Pustaka
Arifin, Zainal. 2017. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Basuki, Ismet. 2017. Asesmen Pembelajaran. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016.
Permendikdikbud RI Nomor 23 Tahun 2016 tentang
Standar Penilaian. Jakarta: Kemendikbud.
Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar. 2016. Panduan Penilaian
Sekolah Dasar (SD). Jakarta: Kemedikbud.
Purwanto, M. Ngalim. 2017. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi
Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Pusat Penilaian Pendidikan. 2017. Panduan Penulisan Soal
2017. Jakarta: Kemendikbud.
Riyanto, Yatim. 2014. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Rusyan, A. Tabrani. 2014. Pendekatan dalam Keterampilan
Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

99
Tentang Penulis
Moh. Samsul Hidayat, S.Pd., M.Si.
dilahirkan di Sidoarjo pada tanggal 27
Oktober 1966. Pendidikan yang
ditempuh diawali di SD Negeri Lajuk
(lulus 1979), SPG Negeri Sidoarjo
(lulus 1985), dan Universitas Jenggala
(lulus pada tahun 1999). Pendidikan
S2 ditempuh di Universitas Wijaya
Putra dan lulus pada tahun 2012.
Karir yang dilalui dalam dunia
pendidikan adalah sebagai guru (1985-
2010), kepala sekolah dasar (2010 – 2014), dan pengawas SD
(2014 hingga sekarang sebagai pengawas SD di Kecamatan
Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur). Hingga
sekarang aktif sebagai narasumber, instruktur, maupun
fasilitator pelatihan guru dan kepala sekolah, juga penulis
serta editor buku dan artikel. Salah satu bukunya yang
menjadi bahan bacaan bagi pendidik adalah Katalisator
Profesionalisme Pendidik. Semboyan hidup yang dipegang dan
menjadi sumber semangatnya adalah “bersahaja dan
tangguh”. Sebagai pengawas sekolah yang inklusif (terbuka
atas pendapat, saran, maupun kritik dari pihak lain), selalu
senang menerima komunikasi melalui media sosial: 1)
ponsel/whatsApp (08121641246), facebook (@Moh. Samsul
Hidayat, @Gagah Hidayat), dan twitter (@MohSamsulHdy).

100
KEAMPUHAN PENDEKATAN
KEKELUARGAAN DALAMN
MENINGKATKAN KINERJA GURU
Herlina Sowandi
Pengawas SD Kabupaten Gorontalo
herlina_sowandi@yahoo.co.id

Pendekatan Kekeluargaan
Salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan
guru dalam melaksanakan tugasnya adalah adanya
pengawasan yang intensif. Fungsi dari pengawasan itu sendiri
adalah untuk membantu guru dalam menyelesaikan berbagai
permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan tugasnya
sehari-hari sebagai pendidik.
Fakta-fakta dari analisis hasil supervisi teridentifikasi
masalah yang sering dihadapi guru antara lain: 1) Masih
rendahnya pengelolaan dan pengorganisasian dalam
pengembangan proses pembelajaran yang dilakukan oleh
guru, 2) Pemanfaatan metode mengajar masih bersifat
klasikal, 3) masih adanya penyampaian pesan dengan cara
ferbalism, 4) keterbatasan aplikatif media maupun metode
yang digunakan 5) metode maupun media yang di gunakan
masih belum variatif. permasalahan guru ini berdampak pula
pada hasil belajar siswa antara lain: rendahnya hasil belajar
siswa pada mata pelajaran tertentu yang masih di bawah
standar minimal yang ditetapkan, masih banyak siswa yang
belum memiliki sikap yang baik dalam aspek spritual
maupun sosial bahkan lebih menyedihkan lagi siswa belum
mampu/terampil menggunakan ilmu yang diperolehnya
untuk penyelesaian masalah yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari.
Terkait kondisi tersebut di atas telah dilakukan upaya
yang lebih terpola dengan menggunakan pendekatan yang
sudah lazim digunakan yakni pendekatan direktif, non
direktif dan pendekatan kolaboratif namun belum
memberikan hasil yang signifikan pada peningkatan kinerja
guru dalam pembelajaran hal ini dibuktikan dengan hasil
supervisi akademik tentang kinerja guru dalam
perencanaan,pelaksanaan dan penilaian pembelajaran masih

101
di bawah dari 50 %. Oleh sebab itu sebagai pengawas untuk
mencarikan solusi dan alternatif pemecahan maka
pendekatan yang diambil adalah dengan menggunakan
pendekatan kekeluargaan. Pendekatan kekeluargaan yang
dimaksud adalah sebuah suasana/rasa yang diciptakan oleh
manusia guna mempererat hubungan antar keduanya
maupun perkelompok agar timbul rasa kasih sayang dan
persaudaraan sehingga tercipta suasana yang aman dan
nyaman dalam bekerja. Pendekatan ini diambil dengan
pertimbangan bahwa dari segi psikologi humanis bahwa
manusia butuh diperlakukan dengan penuh kasih sayang dan
penghargaan maka kekeluargaan menjadi pilihan yang tepat
untuk mengatasi masalah tersebut. Suatu lembaga
pendidikan diumpamakan sebuah keluarga di mana di
dalamnya terdapat sekumpulan orang yang berbeda karakter
dan latar belakang permasalahan yang berbeda-beda namun
ingin diperlakukan dengan penuh perhatian dan kasih sayang
serta memiliki tujuan yang sama yakni untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.
Alasan lain dilakukan pendekatan kekeluargaan karena
nilai-nilai didalamnya memang berakar dari nilai luhur
bangsa yang dapat memotivasi dan menyatukan berbagai
individu yang berbeda sehingga perlu ditumbuh kembangkan
kembali karena Nilai-nilai kekeluargaan ini mulai luntur
dengan adanya perkembangan zaman yang menuntut
manusia untuk selalu sibuk dengan berbagai urusan
sehingga terjebak pada pola hidup yang individualistis.
Adapun nilai-nilai kekeluargaan yang sering dikembangkan
antara lain: a). nilai sosial yang mencakup: nilai integritas,
kerja keras, saling mengormati dan menghargai, saling
memotivasi. Rasa hormat dan juga kesopanan Kerja sukarela,
Kebaikan untuk orang lain, Membimbing/ menuntun orang
lain, Sikap disiplin yang sesuai sikap pada orang lain,
memilih bahasa.b).Nilai Kewarganegaraan terdiri dari:
Kesempatan, Kebebasan, Kesetaraan, Patriotisme, Hak-hak
individu, Menghormati hukum. c). Nilai Kerja antara lain:
Komitmen pada keunggulan, Kreativitas dan juga ekspresi
(Nurhaliza:2011:14) Khusus dalam pendekatan kekeluargaan
dalam tulisan ini beberapa nilai yang manjadi focus untuk
dikembangkan adalah: kerja sama, saling memotivasi, saling
menghormati dan mendukung, serta kerja keras dan
komitmen menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab.

102
Diharapkan dengan adanya pendekatan ini mampu
mendongkrak kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran

Peningkatan Kinerja Guru


Peningkatan kinerja guru menjadi suatu keniscayaan yang
harus dilakukan. Kondisi ini terkait dengan masalah mutu
pendidikan yang sangat ditentukan oleh kinerja guru dalam
mengelola pendidikan tersebut. Kualitas kemampuan guru
dalam mengelola dan melaksanakan pembelajaran yang
rendah akan berdampak pada rendahnya mutu pendidikan
peserta didik. Dengan kata lain meningkatnya kualitas
peserta didik sangat ditentukan oleh kualitas guru dan
sebaliknya, bila kualitas peserta didik rendah maka
profesionalitas guru semakin dipertanyakan. Oleh sebab itu
kualitas dan kinerja seorang guru perlu mendapat perhatian
yang lebih guna pencapaian mutu pendidikan yang
diharapkan. Aplikasi dari kualitas guru ini tercermin dari
kinerja guru, maka tugas guru tidak hanya mengajar tetapi
lebih dari itu guru harus mampu merencanakan, melakukan
pembelajaran, mengevaluasi serta hal-hal lain berhubungan
dengan peningka Sehubungan dengan tugas kepengawasan di
lingkungan pendidikan, maka supervisor memiliki wewenang
untuk mengidentfikasi permasalahan-permasalahan guru,
guna bersama-sama mengatasi masalah yang muncul. tan
mutu pendidikan Kinerja Guru dikutip dari pendapat
Bernardin dan Russel (2010: 379) yakni output setelah
merencanakan dan melaksanakan suatu pekerjaan. Dengan
demikian kinerja guru dapat diartikan sebagai suatu hasil
(output) usaha seseorang guru yang dicapai dengan adanya
kemampuan dan kerja profesionalitas yang diampunya yang
mencakup 3 komponen pokok, yaitu : a) kineja guru dalam
merencanakan pembelajaran, b) kinerja guru dalam
melaksanakan pembelajaran dan c) kinerja guru dalam
mengevaluasi pembelajaran.kta yang dapat dilihat antara lain
dari perencanaan pembelajaran yang belum terkelola dengan
baik, terdapat perangkat pembelajaran yang tidak dapat
disiapkan guru dengan baik. Demikian juga aktualisasi
pembelajaran belum dapat dilaksanakan sesuai dengan
instrumen yang telah disiapkan. Hal tersebut juga dipertajam
dengan system evaluasi pembelajaran yang belum terlaksana
sesuai dengan kriteria yang diharapkan.

103
Dengan demikian melalui pendekatan ini diharapkan
dapat memberikan manfaat pada semua pihak antara lain
diuraikan sebagai berikut.

Bagi guru.
1. Meningkatkan kinerja guru dalam merencanakan,
melaksanakan pembelajaran dan
melakukan penilaian/ evaluasi pembelajaran yang
dapat meningkatkan kreatifitas dan
hasil belajar siswa.
2. Meningkatkan kerja sama guru, kepala sekolah dan
pengawas dalam mencapai tujuan pendidikan yang
diharapkan
3. Menjadi sumbangan informasi bagi seluruh guru
tentang kinerja guru profesional dalam
mengembangkan kreativitas belajar siswa yang akan
berdampak terhadap nilai hasil belajar siswa.

Bagi sekolah
Dapat memberikan kontribusi yang besar dalam
meningkatkan mutu pendidikan yang ada di sekolah

Bagi pengawas lain.


Menjadi inspirasi bagi pengawas lain untuk melakukan
pengawasan dengan pendekatan yang lebih humanis.

Strategi Pelaksanaan
Pendekatan kekeluargaan untuk meningkatkan kinerja
guru ditempuh melalui 3 tahap kegiatan yakni : persiapan,
pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut.

Alur tentang pelaksanaan pendekatan ini dapat dilihat


pada gambar berikut

104
• Perencanaan • Menyiapkan RPA
/persiapan • Merancang Pendekatan dan
• Pelaksanaan pembibingan
• Evaluasi • Prediksi kesulitan &alternatif
PEMECAHA
PROSEDUR N MASALAH

METODE

EVALUASI
• Menganalisis hasil & TINDAK MENJAWA • Strategi pelaksanaan
• Melihat dampak LANJUT B pendekatan kekeluargaan
MASALAH

Gambar 1. Alur pelaksanaan Pendekatan Kekeluargaan

Alur pelaksanaan pada ganbar 1 di atas dapat diuraikan


sebagai berikut.
1. Persiapan.
Dalam tahap persiapan ini pengawas membuat Rencana
Pengawasan akademik berdasarkan analisis hasil supervisi
semester sebelumnya, berkoordinasi dengan pihak sekolah
dalam hal ini kepala sekolah untuk menyampaiakn
rencana kunjungan. Dan menyiapkan segala administrasi
serta instrumen dan hal-hal yang dibutuhkan selama
kegiatan.
2. Pelaksanaan.
Pada tahap ini pengawas mulai melaksanakan
kunjungan dengan cara menemui guru secara individual
untuk mengidentifikasi masalah sebelum menentukan
teknik dan strategi pemecahan masalah. Dalam hal ini
pengawas melakukan kunjungan secara individual dari
sekolah satu ke sekolah lain yang diawali oleh sekolah yang
persentase kinerjanya sangat rendah. Pendekatan
kekeluargaan secara individual dilakukan dengan cara
sebagai berikut.
1).Merangkul. Merangkul yang dimaksudkan di sini
adalah merangkul semua guru baik yang mengalami
masalah maupun yang tidak bermasalah. Tahap ini
merupakan tahap yang paling menentukan karena terkait
dengan sifat dan karakter guru yang berbeda-beda yang
menuntut kemampuan profesionalisme seorang pengawas
untuk dapat meyakinkan guru dan membangun
kepercayaan pada guru sehingga mau mencurahkan uneg-
uneg dan permasalahan yang dialami kepada pengawas.

105
Setelah teridentifikasi permasalahan dari masing-masing
guru. maka dibentuklah forum guru kelas yang ditindak
lanjuti dengan group WA bagi setiap forum yang di
dalamnya juga ada pengawas sebagai salah satu anggota
group. Permasalahan yang dibahas di group WA tidak
dibatasi hanya permasalahan di kelas tetapi bebas
mengutarakan uneg-uneg atau apa saja yang mau dibahas
dengan syarat tidak mengandung SARA dan pornografi
atau pornoaksi.Sehingga dengan cara-cara seperti ini
diharapkan semua guru tidak merasa sendiri dalam
menghadapi permasalahan tetapi mereka memiliki teman
untuk bisa diajak berbagi dan menyelesaikan masalah.
Dalam hal ini pengawas membuka kesempatan pada guru
untuk dapat menghubungi pengawas jika mengalami
masalah terbuka 1x 24 jam baik melalui Whatshap,telpon
atau berkunjung langsung ke kantor maupun ke rumah
atau meminta pengawas untuk datang berkunjung
langsung ke sekolah.
2).Mendampingi. Kegiatan mendampingi di sini
adalah melakukan pendampingan pada guru berdasarkan
permasalahan sebagaimana biasa dalam hal perencanaan
pelaksanaan dan penilaian pembelajaran yang diawali
dengan kunjungan kelas pada setiap guru, dilanjutkan
dengan pembinaan secara individual maupun kelompok
berdasarkan permasalahan melalui forum guru sampai
guru mampu menyusun perangkat pembelajaran,
mendiskusikan bagaimana cara melaksanakan proses
pembelajaran.sehingga mereka dengan suka rela minta
untuk dilihat dan diamati pelaksanaan pembelajarannya,
meminta pendapat dan arahan tentang kelebihan dan
kekuranngannya sampai meminta pengawas untuk diamati
kembali pada saat melaksanakan proses pembelajaran
pasca perbaikan terhadap apa yang menjadi catatan.
Pendampingan yang dilakukan sebagaimana
dapat dilihat pada gambar 2 yakni pendampingan secara
kelompok dan pendampingan individual sebagaimana
dalam gambar 3 sebagai berikut.

106
Gambar 2. Pendampingan Guru Secara Kelompok

Gambar 3 . Pendampingan Guru Secara Individual

3) Belajar bersama. Dalam hal ini pengawas belajar dan


bekerja bersama-sama dengan guru baik dalam membuat
administrasi pembelajaran dan penilaian, mengajak guru
untuk belajar dan kursus komputer bersama-sama, yang
dilakukan bekerja sama dengan LPK penyelanggara kursus
sehingga guru merasa termotivasi untuk belajar dan
bekerja sama.
Sebagai bukti pengawas belajar bersama dengan guru
dapat dilihat pada gambar 4 dan gambar 5 seperti berikut.

107
Gambar 4. Belajar Komputer Bersama Guru

Gambar 5. Belajar Bersama Dengan Guru

Dalam melaksanakan pembimbingan dan pelatihan tentang


membuat perencanaan, melaksanakan pembelajaran serta
merencanakan penilaian di sekolah binaan dilaksanakan
dengan pendekatan kekeluargaan sesuai jadwal yang telah
disepakati bersama pengurus KKG, Kepala Sekolah dan guru.
Adapun langkah-langkah kegiatan dengan pendekatan
kekeluargaan secara kelompok dapat diuraikan sebagai
berikut.
1. Pengawas melakukan diskusi dengan guru tentang
masalah/kendala yang dihadapi dalam melaksanakan
pembelajaran (selama 30 menit)
2. Pengawas memberikan materi secara umum tentang
cara penyusunan silabus dan RPP serta pernangkat
pembelajaran lainnya selama 60 menit.
3. Guru dibagi dalam 6 kelompok kerja sesuai tingkatan
kelas atau sesuai forum guru kelas
4. Masing-masing guru membagi KD dan sub tema yang
akan dikerjakan oleh masing-masing guru.

108
5. Guru mengerjakan/ membuat perangkat pembelajaran
sesuai bagian masing-masing. Dalamsesi ini pengawas
memberikan arahan dan bimbingan pada masing-
masing kelompok berdasarkan masalah yang dihadapi
kelompok . tahap ini dikerjakan dalam 120menit.
6. Salah satu peserta dari tiap/tiap kelompok
memaparkan hasil kerjanya. Dan diberikan masukan
oleh kelompok lain.
7. Pengawas melakukan evaluasi terhadap tugas yang
diberikan. Jika sudah selesai dikumpul dalam satu
folder oleh masing-masing forum guru kelas lalu dibagi
pada semua anggota kelompok forum guru kelas. Jika
dilihat pekerjaan ini belum juga selesai maka peserta
diklat diberikan kesempatan untuk mengerjakan
secara mandiri atau kelompok dan menentukan kapan
waktu penyelesaiannya. Namun dalam sesi ini harus
diperhatikan batas waktu penyelesaian yakni sebelum
pembelajaran efektif dimulai. Dalam sesi ini dilakukan
pendekatan-pendekatan dengan guru dalam
menyelesaiakn tugasnya sesuai dengan waktu yang
ditentukan dengan mengutamakan pendekatan
kekeluargaan selama melaksanakan pendampingan
dengan mengedepankan nilai-nilai keakraban yang
dikembangkan dalam keluarga antara lain.
a) Memberikan rangsangan agar guru dapat
melaksanakan/mengerjakan tugasnya dengan
baik memberikan penguatan (reinforcement)
kepada guru yang telah menyelesaikan sebagian
atau seluruh tugas yang diberikan.
b) Menjelaskan, menyajikan, mengarahkan,
memberi contoh kepada guru yang belum terlalu
memahami dan membutuhkan bantuan
penjelasan tentang tugas yang dikerjakan.
c) Menetapkan tolak ukur keberhasilannya dalam
melaksanakan tugas yang diberikan.
d) Menguatkan kemampuan dan memberi motivasi
dalam bekerja menyelesaikan tugas.
e) Memberikan reward kepada guru yang tercepat
dan tepat dalam menyelesaikan tugas yakni
dengan membacakan nama-nama guru (10
nama guru) yang tercepat dalam menyelesaikan
tugas pada setiap kegiatan bimlat atau
workshop dan diberikan piagam penghargaan

109
atas kinerja mereka yang lebih baik dari guru
lain.

3. Evaluasi dan tindak lanjut


Tahap evaluasi dilakukan untuk melihat keberhasilan
dari pelaksanaan pendekatan kekeluargaandalam
meningkatkan kinerja guru. pada tahap ini digunakan
instrumen penilaian kinerja guru dalam perencanaan
pembelajaran, intrumen penilaian kinerja guru dalam
pelaksanaan pembelajaran dan intrumen penilaian kinerja
guru dalam penilaian pembelajaran sebagaimana
dicantumkan pada buku kerja pengawas sekolah tahun 2017
(Depdikbud:2017). Lalu menganalisis hasil evaluasi dan
menindak lanjuti hasil evaluasi. Pada sesi ini Guru yang
memperoleh nilai 10 terbaik diberikan piagam penghargaan

Hasil dan Dampak


Keampuhan dari pendekatan kekeluargaan dalam
meningkatkan kinerja guru dapat dilihat dari 2 jenis hasil
capaian yakni: hasil kuantitatif dan hasil kualitatif. Untuk
hasil kuantitatif dapat digambarkan dalam diagram berikut.

100
80
60
40 sebelum
20
setelah
0
perencanaan pelaksanaan Penilaian
pembelajaran pembelajaran pembelajaran
Grafik 1.Hasil Peningkatan Kinerja Guru Dengan Pendekatan Kekeluargaan

Untuk lebih jelasnya Hasil dalam diagram tersebut dapat


diuraikan sebagai berikut.
1. Kinerja Guru dalam merencanakan Pembelajaran
Proses Pendekatan kekeluargaan dalam penyusunan
administrasi perencanan pembelajaran khususnya kurikulum
2013 dilakukan dengan cara mendengarkan masalah yang
dihadapi guru dalam pembejajaran. Selanjunya pengawas
menjelaskan substansi pekerjaan yang harus dilakukan guru,

110
menyajikan contoh-contoh rill kegiatan yang harus dilakukan
guru, mengarahkan guru untuk menuntaskan pekerjaannya,
memberi contoh agar guru lebih terpola dalam bekerja,
menetapkan tolok ukur yang jelas serta memberikan
penguatan atas terjadinya perubahan atau peningkatan
kinerja guru. Adapun hasil kuantitas yang dicapai melalui
pendekatan ini adalah: Untuk indikator penyusunan analisis
SKL,KI dan KD, membuat pemetaan KI/KD, menyusun
program tahunan dan program semester terdapat 56 atau
86,15% guru telah mampu menyusun perangkat persiapan
pembelajaran dengan nilai sangat baik sedangkan 9 orang
mencapai nilai baik. Sedangkan untuk menyusun silabus
danRPP sesuai ketentuan dalam kurikulum 2013 terdapat 52
orang (80% ) guru yang sudah mencapai nilai sangat baik, 7
0rang mencapai nilai baik dan 2 orang hanya mencapai nilai
cukup.
2. Kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Pendekatan kekeluargaandalam pelaksanaan proses
pembelajaran berbasis kurikulum 2013 dilakukan dengan
melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran.
Pengamatan terhadap proses pembelajaran dilakukan setelah
sebelumnya ada diskusi yang dilakukan secara intensif
dengan guru, melalui proses pemberian motivasi, reward agar
guru memiliki semangat dalam melaksanakan tugas
pokoknya sebagai guru. Proses diskusi sebelum pembelajaran
dilakukan dengan banyak mendengar pendapat guru tentang
bagaimana mereka melaksanakan pembelajaran. Tahapan-
tahapan pembelajaran ditentukan sendiri oleh guru dan
pengawas lebih banyak memberikan motivasi agar guru focus
dalam melaksanakan setiap tahapan pembelajaran yang telah
direncanakannya. Suasana kekeluargaan yang akrab
senantiasa dilakukan dalam proses pembimbingan guru
sehingga guru merasa diperlakukan dengan baik dan nyaman
dalam mengajar. Adapun hasil pemantauan pelaksanaan
pembelajaran dapat diuraiakn sebagai berikut : Adapun hasil
yang dicapai dari pengamatan dalam proses pembelajaran
meliputi: a). 52 orang guru atau 80 % mampu menerapkan
ragam metode, model dan pendekatan pembelajaran sesuai
dengan karakterisktik KD yang terintegrasi dengan PPK, GLS,
serta kecakapan abad 21; b). 50 orang guru atau 76,92%
mampu menggunakan ragam media dan sumber belajar; c).
47 orang guru atau 72,30 % guru mampu Pemanfaatan IT
dalam proses pembelajaran.

111
3.Kinerja guru dalam melaksanakan penilaian/evaluasi
pembelajaran
Pada tahap melaksanakan penilaian yang dilakukan
dengan pendekatan kekeluargaan ini, pengawasselaku
supervisor melakukan hal yang hampir sama dengan pada
perencanaan pembelajaran yakni dengan cara: (1)
menanyakan perasaan guru secara umum atau kesan umum
guru ketika ia mengajar serta memberi penguatan,
(2) Mengkaji ulangsecarabersama tujuan pelajaran, (3)
Mengkaji ulang target keterampilan serta perhatian utama
guru, (4) menanyakan perasaan guru tentang jalannya
pelajaran berdasarkan target dan perhatian utamanya, (5)
menunjukan serta mengkaji bersama guru hasil observasi
(Rekaman data), menanyakan perasaan guru setelah melihat
rekaman data tersebut, sertamemotivasiguru untuk
menyimpulkan hasil dengan melihat apa yang sebenarnya
merupakan keinginan atau target guru dan apa yang
sebenarnya terjadi atau tercapai.
Hasil capaian dalam proses pembelajaran tersebut
selanjutnya dikomparasi dengan capaian hasil belajar siswa
sebagai awal dalam membedah penilaian pembelajaran yang
seharusny adilakukan guru. Hasil capaian kinerja guru dalam
melaksanakan penilaian adalah : a) 53 atau 81,53 % guru
telah melakukan analisis dan penetapan KKM dan
Perencanaan alat penilaian pembelajaran serta penggunaan
berbagai teknik dan jenis penilaian proses dan hasil belajar.
48 orang (73,84%) guru memanfaatkan hasil penilaian untuk
perbaikan pembelajaran.
Selain hasil capaian peningkatan kinerja guru secara
kuantitatif sebagaimana yang telah dipaparkan di atas baik
dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran
maupun pelaksanaan penilaian, hal yang tak kalah penting
dari penggunaan pendekatan kekeluargaantelah
menghasilkan antara lain: Hubungan emosional antara
pengawas, kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan
yang ada di sekolah semakin terjalin dengan baik sehingga
permasalahan-permasalahan apapun selalu dikomunikasikan
dengan baik sehingga kendala-kendala sebesar apapun dapat
segera teratasi dan pembelajaran di kelas semakin kondusif,
meningkatnya disiplin guru dalam melaksanakan tugas
secara sukarela dan penuh kesadaran sendiri tanpa paksaan
dari siapapun, kepercayaan diri dari guru dalam melakukan
inovasi-inovasi meningkat karena merasa dihargai sebagai

112
manusia yang memiliki kemampuan yang optimal dan variatif
dengan kelebihan dan kekurangan masing-
masing,terwujudnya kerja sama yang baik dan hubungan
mitra kerja yang harmonis antara guru,kepala sekolah dan
pengawas, meningkatnya motivasi kerja bagi semua pelaku
pendidikan yang ada di sekolah.

Kendala/Masalah yang Dihadapi dan Alternatif Pemecahan


Masalah
Kendala yang dihadapi antara lain:Masih terdapat12 orang
atau19 % guru yang belum melaksanakan kinerjanya dengan
baik sehingga perlu ditingkatkan pemahaman dan
kemampuannya dalam menyusun perencanaan pelaksanaan
dan penilaian pembelajaran berbasis kurikulum 2013 melalui
pembimbingan yang berkelanjutan, Adamya agenda insidentil
yang dilaksanakan oleh sekolah maupun pihak dinas yang
menyebabkan beberapa program pendampingan tidak
berjalan sesuai rencana dan jadwal yang telah ditetapkan.
Untuk masalah ini dilakukan penjadwalan kembali, sebagian
besar guru masih belum menguasai IT menyebabkan
keterlambatan dalam menyiapkan berbagai administrasi yang
dibutuhkan dalam pembelajaran. Untuk mengatasi masalah
tersebut alternatif yang diambil adalah melakukan kerja sama
dengan lembaga kursus komputer untuk melatih guru yang
belum mahir dalam IT. Hasil dari kegiatan ini 12 guru telah
lulus dan memperoleh sertifikat komputer. Selain itu kerja
sama juga dengan operator sekolah untuk membantu para
guru yang mengaami kesulitan dalam IT

Dampak
Dampak positif dari pendekatan ini adalah
1. Bagi guru
Dampak bagi Guru diantaranya adalah guru memiliki
pemahaman dan pengetahuan yang maksimal tentang
kompetensi dan tugas pokoknya sehingga kinerjanya
meningkat, meningkatnya motivasi dan semangat kerja,
meningkatnya disiplin guru secara mandiri tanpa ada rasa
paksaan dan tekanan dari siapapun, terjalinnya kerja sama
dan hubungan yang harmonis sesama guru, kepala
sekolah dan pengawas
2. Bagi Siswa
Dampak bagi siswa antara lain prestasi belajar
siswapun meningkat baik dari segi akademik maupun non

113
akademik, meningkatnya motivasi belajar dan kehadiran
peserta didik di sekolah, dan meningkatnya perilaku dan
sikap positif peserta didik.
3 .Bagi Sekolah
Dampak positif bagi sekolah adalah
Meningkatnya motivasi dan semangat kerja guru dan
tenaga kependidikan, menciptakan iklim sekolah yang
lebih harmonis, menumbuhkan kepuasan kerja yang baik,
mendukung dan memajukan program sekolah dapat
berjalan dengan baik
4. Bagi sekolah lain
Dampak bagi sekolah lin adalah dengan adanya
keberhasilan pelaksanaan program yang dilaksanakan di
sekolah binaan menjadi inspirasi dan contoh bagi sekolah-
sekolah lain dalam menjalankan tugas yang sama di bidang
pendidikan

114
Daftar Pustaka
Bernardin dan Russel. 2010. Manajemen Sumber Daya
Manusia.Diterjemahkan oleh: Bambang Sukoco.
Bandung: PT Armico
Nurhalizah Sitti. 2011. Makna, Pengertian, Dan Fungsi Nilai
Kekeluargaan.
(Online)Tersediadihttp://duniapendidikan.co.id
(download,1511/2018)
Depdikbud. 2017. Buku Kerja Pengawas Sekolah.

115
Tentang penulis
Herlina Sowandi, S.Pd M.Pd Lahir di
Gorontalo pada tanggal 18 Maret 1969.
Anak pertama dari 6 Bersaudara. Lulus
SPG negeri 1 Gorontalo pada tahun 1988.
Dan melanjutkan pendidikan di D2-PGSD
Universitas Negeri Gorontalo tahun 1991.
Mulai meniti karir sebagai guru sejak
bulan Agustus 1997 di sebuah desa
terpencil di kecamatan Batudaa Pantai. Di
tahun 2007 menjadi guru Berprestasi
sampai ke tingkat Nasional. Sebagai
reward diberikan beasiswa S2 dan diangkat menjadi kepala
sekolah pada Tahun yang sama. Tahun 2010 selesai studi S2
Magister pendidikan Jurusan pendidikan Bahasa
Indonesia.Di tahun 2012 mengikuti lomba pemilihan kepala
sekolah berprestasi lolos sebagai pemenang I di tingkat
provinsi dan menjadi finalis di tingkat nasional sampai
beroleh reward study comparatif ke Australia ditahun 2013.
Sebagai reward dari pemerintah provinsi juga diberikan
beasiswa melanjutkan ke S3. Aktivitas menulis dimulai sejak
2006 dan telah memenangkan beberapa lomba penulisan
Karya tulis Ilmiah inovasi GTK dalam pembelajaran.
Kebiasaan menulis dan hobby mendokumentasikan berbagai
kegiatan memuluskan jalan bagi penulis untuk mengikuti
ajang pemilihan Pengawas Berprestasi tahun 2019 dan
menjadi salah satu finalis di tingkat Nasional. Jika ada
sesuatu yang ingin didiskusikan dengan penulis dapat
dihubungi melalui Nomor Handphone dan WA
085240695205.

116
DISKUSI KELOMPOK DILANJUTKAN
MENCERMATI MENIRUKAN MENAMBAH
DALAM MEMBANGUN BUDAYA
PEMBELAJARAN ABAD 21
Joko Prasetyo
Pengawas SD Kabupaten Bantul, DIY
prajokoprasetyo@gmail.com

Amanat Kurikulum 2013


Supervisi akademik dan supervisi manajerial merupakan
tugas pokok pengawas sekolah. Supervisi akademik antara
lain pembinaan guru (Kemendikbud, 2016: 1). Hal ini sesuai
dengan Permendikbud Nomor 143 tahun 2014 dan
Permenpan RB Nomor 21 tahun 2010. Supervisi merupakan
bantuan professional dari pengawas sekolah kepada guru
untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Pada pembelajaran
abad 21 siswa dituntut menguasai tiga (3) komponen yaitu
karakter, kompetensi, dan literasi. Pada komponen
kompetensi meliputi empat (4) kemampuan yaitu berpikir
kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif. Selain itu juga
dituntut memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Kurikulum 2013 yang digunakan saat ini mengamanatkan
bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik
sesuai dengan Permendikbud No. 22 Tahun 2016. Dengan
menggunakan pendekatan saintifik diharapkan siswa dapat
membangun ilmu sendiri. Peserta didik diajak menggunakan
pancaindera untuk mengamati berbagai gejala yang ada.
Peserta didik didorong untuk aktif bertanya, mengumpulkan
data atau informasi, mengasosiasikan, dan menyampaikan
hasil karyanya. Guna memperkuat pendekatan saintifik,
diperlukan sebuah strategi yang tepat yaitu penggunaan
model-model pembelajaran yang dapat mendorong peserta
didik dapat menemukan konsep sehingga pembelajaran lebih
bermutu. Supervisi yang dilakukan pengawas sekolah
memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
khususnya di sekolah binaannya (Kemendikbud, 2016: 7).
Meningkatkan kualitas proses belajar mengajar peserta didik
menjadi tanggung jawab pengawas sekolah.

117
Guru dalam melaksanakan tugas saat ini harus sesuai
dengan kurikulum 2013 sehingga dituntut mampu
menerapkan pendekatan saintifik pembelajaran abad 21
dengan menerapkan strategi pembelajaran menggunakan
model-model pembelajaran. Hal ini sesuai dengan standar
proses. Kenyataannya belum semua guru mampu menyusun
perencanaan yang disebut RPP dan melaksanakan proses
pembelajaran sesuai dengan peraturan.
Hasil supervisi RPP yang dilakukan pengawas tahun
pelajaran 2017/2018 terhadap guru yang terdiri dari 9
komponen RPP rata-rata baru mendapat nilai 52,78.
Pengawas juga melakukan kunjungan kelas dan pengamati
proses pembelajaran dengan seksama. Dari 10 SD binaan,
guru kelas IV belum menerapkan pendekatan saintifik secara
optimal. Dari sepuluh guru kelas IV baru 1 orang guru (10%)
yang telah melaksanakan pendekatan saintifik dengan benar
sesuai dengan panduan yang ada. Hal ini disebabkan
sebagian mereka belum paham tentang pendekatan saintifik
termasuk bagaimana menerapkan dalam pembelajaran.
Demikian juga hasil wawancara dengan kepala sekolah di SD
binaan mengungkapkan bahwa sebagian guru masih
menggunakan model pembelajaran yang monoton sehingga
peserta didik merasa bosan.
Usaha mengatasi permasalahan yang dihadapi guru dalam
menerapkan pendekatan saintifik adalah dengan
mengoptimalkan supervisi. Teknik supervisi diskusi kelompok
merupakan salah satu teknik supervisi kelompok yaitu salah
satu cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan
pada dua orang atau lebih. Melalui diskusi kelompok, guru
memberikan pandangan berkaitan dengan pendekatan
saintifik pembelajaran abad 21. Hasil diskusi dirangkum
kemudian dijadikan bahan diskusi kelompok untuk
merencanakan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan
saintifik menggunakan strategi model-model pembelajaran
yang sesuai misalnya problem based learning, project based
learning, dan discovery learning. Adapun cara mempelajari
penerapan pendekatan saintifik pembelajaran abad 21 dengan
mencermati, menirukan, dan menambah.
Membangun budaya pembelajaran abad 21 melalui
diskusi kelompok berlanjut mencermati, menirukan, dan
menambah ini tentu sangat bermanfaat bagi siswa, guru,
sekolah, dan pengawas sekolah.
1. Bagi Siswa

118
a. Siswa berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan
kolaboratif.
b. Siswa mendapatkan kesempatan yang lebih banyak
untuk bertanya sesuai dengan tema dan
berkesempatan untuk mengembangkan
kreatifitasnya.
c. Siswa bisa membangun ilmu dan menemukan
berbagai pengalaman belajar sendiri sehingga ilmu
yang dipelajari akan lebih mengesan tahan lama
atau tidak mudah lupa, sewaktu-waktu dapat
diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.
2. Bagi Guru
a. Guru dapat menyusun RPP pendekatan saintifik
pembelajaran abad 21.
b. Guru dapat menerapkan pendekatan saintifik
pembelajaran abad 21
c. Guru dapat menerapkan berbagai model
pembelajaran.
3. Bagi Sekolah
a. Sekolah lebih bermutu karena pembelajaran aktif,
kreatif, komunikatif, dan kolaboratif
b. Sekolah dapat mengembangkan berbagai model
pembelajaran.
4. Bagi Pengawas
a. Pengawas Sekolah memahami berbagai teknik
supervisi baik teknik individu maupun kelompok
dan dapat menerapkan dalam tugasnya.
b. Pengawas Sekolah dapat memilih teknik supervisi
yang tepat dalam membantu atau membimbing
guru dalam mencapai tujuan yang hendak dicapai.
c. Pengawas Sekolah bisa menerapkan teknik
supervisi diskusi kelompok berlanjut mencermati,
menirukan, dan menambah sesuai dengan situasi
kondisi di sekolah binaannya.

Pembelajaran Abad 21
Pendekatan saintifik bertujuan agar siswa aktif
membangun teori. Melalui mengamati, menanya,
mengumpulkan data, mengasosiasikan, dan menyampaikan
penemuannya merupakan tahapannya (Kemendikbud, 2016:
3). Pada praktiknya 5 (lima) tahapan pendekatan saintifik bisa
berurutan atau tidak harus urut, 1) mengamati dapat
dilakukan dengan pancaindera. Ketika peserta didik

119
mengamati suatu objek baik menggunakan alat atau tidak
berarti peserta didik dapat mengidentifikasi masalah, 2)
menanya; peserta didik mengungkapkan apa yang yang ingin
diketahui. Pertanyaan bisa disampaikan kepada guru atau
teman baik lisan maupun tertulis. Dengan menanya peserta
didik dapat merumuskan masalah dan hipotesis, 3)
mengumpulkan data; peserta didik mengumpulkan data
dengan membaca buku, observasi, percobaan, wawancara
dan sebagainya, (4) mengasosiasi; peserta didik mengolah
data misalnya mengurutkan, menghitung, menyusun data.
Selanjutnya peserta didik dapat membuat tabel, grafik dan
sebagainya. Dengan demikian, peserta didik mampu
menyimpulkan hasil kajian, (5) mengomunikasikan; dari hasil
empat tahapan tersebut, peserta didik dapat menyampaikan
kepada orang lain baik lisan maupun tertulis.
Pembelajaran abad 21 meliputi kecakapan literasi dasar,
kompetensi, dan kualitas karakter (Dewayani dkk, 2019: 12).
Literasi dasar, bagaimana siswa menerapkan keterampilan
dasar sehari-hari meliputi literasi bahasa, numerasi, sains,
digital, finansial, dan budaya. Komponen kompetensi, cara
siswa memecahkan masalah kompleks yaitu berpikir kritis,
kreatif, komunikatif, dan kolaboratif (4K). Berpikir kritis
mampu melakukan penilaian dan menentukan secara efektif
dalam mengolah data dan menggunakan argumen. Kreatif;
mampu mengembangkan, melaksanakan dan menyampaikan
gagasan-gagasan baru. Komunikatif; memahami, mengelola,
dan menciptakan komunikasi yang efektif dan multimedia.
Kolaboratif; memiliki kemampuan dalam kerjasama
kelompok. Sedangkan kualitas karakter, cara siswa
beradaptasi pada lingkungan yang dinamis. Ada 5 nilai utama
yaitu religius, nasionalis, mandiri, integritas, dan gotong-
royang.
Pendekatan saintifik pembelajaran abad 21 dikmaksudkan
bahwa pembelajaran menggunakan tahapan peserta didik
mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi,
dan mengomunikasikan hasil temuannya (5M) dengan tiga
materi kecakapan meliputi literasi dasar, kompetensi, dan
karakter dengan menggunakan model-model pembelajaran
yang sesuai dengan pendekatan saintifik sehingga diharapkan
peserta didik memiliki keterampilan berpikir kritis, kreatif,
komunikatif, dan kolaboratif. Penerapan pendekatan saintifik
pembelajaran abad 21 yang dilakukan oleh guru tidak lepas
dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan praktik

120
pembelajaran. Adapun model-model pembelajaran yang
sesuai dengan pendekatan saintifik serta direkomendasikan
pada standar proses adalah model problem based learning,
project based learning, dan discovery learning.
Permendikbud nomor 22 tahun 2016 mengisyaratkan
bahwa menggunakan model pembelajaran berbasis proyek,
pembelajaran berbasis masalah, dan pembelajaran berbasis
penemuan berarti telah melaksanakan pendekatan saintifik.
1. Model Pembelajaran berbasis Proyek (Project Based
Learning)
Langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek yaitu 1)
peserta didik menentukan proyek yang akan dilakukan. Pada
tahapan ini guru memberikan bimbingan dalam menentukan
yang akan dilakukan peserta didik agar sesuai dengan
harapan. Kegiatan ini dapat dikerjakan secara kelompok
maupun individu, 2) peserta didik membuat rancangan dari
awal hingga selesai, 3) peserta didik menyusun jadwal
kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan waktu yang
tersedia. Dalam kegiatan ini guru mendampingi agar kegiatan
dapat efektif, 4) langkah keempat peserta didik mulai
melakukan proyek hingga selesai. Guru membimbing dari
proses hingga selesai agar proyek yang dilakukan peserta
didik dapat lebih efektif, 5) peserta didik membuat laporan
hasil kegiatan proyek kemudian dilaporkan dalam bentuk
presentasi di depan kelompok lain, 6) langkah terakhir guru
bersama peserta didik melakukan refleksi sebagai evaluasi.
Pada evaluasi ini peserta didik diharapkan menceritakan
pengalamannya dalam melaksanakan tugas proyek. Peserta
yang lain memperhatikan dan memberikan apreasiasi
sehingga terjadi diskusi. Dari kegiatan ini peserta didik dapat
bertambah wawasan dan dapat memperbaiki kekurangannya.
2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning)
Model ini mengajak anak untuk terbiasa mencari solusi
setiap menghadapi masalah. Peserta didik diberi kesempatan
untuk memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis masalah
adalah belajar yang berpusat pada peserta didik (Anitah W,
2012: 18). Langkah-langkah model ini 1) peserta didik diajak
untuk mendiskusikan masalah yang akan dipelajari. Guru
memberikan dorongan kepada peserta didik agar aktif dalam
memecahkan masalah yang telah dipilih, 2) peserta didik
dibantu guru membagi tugas dalam kelompoknya. Semua
anggota kelompok mendapatkan tugas sehingga semua aktif

121
terlibat dalam kegiatan ini, 3) peserta didik memecahkan
permasalahan baik melalui percobaan maupun cara lain
sesuai dengan masalah yang dipilih, 4) hasil pemecahan
masalah ditulis atau dibuat alat kemudian dijelaskan
dihadapan peserta lainnya. Semua peserta didik
memperhatikan dan memberikan apresiasi, 5) setelah
presentasi selesai, peserta didik dibantu guru melaksanakan
refleksi sebagai bahan evaluasi dalam melaksanakan proses
pemecahan masalah.
3. Model Pembelajaran Berbasis Penemuan (Discovery
Learning)
Model ini melibatkan siswa untuk mengorganisasikan
sendiri materi pelajaran. Berdasarkan ilmu yang telah
dimiliki, peserta didik dapat menghubungkan dengan
pengalaman baru sehingga dapat menemukan konsep baru.
Langkah-langkah penerapan 1) rangsangan; peserta didik
membaca buku atau mendapatkan pertanyaan-pertanyaan
dari guru agar terdorong untuk mengadakan penyelidikan, 2)
identifikasi; setelah peserta didik terdorong melakukan
penyelidikan kemudian peserta didik diberi kesempatan
untuk mengidentifikasi berbagai masalah sebanyak-
banyaknya. Hasil identifikasi masalah ditentukan satu
masalah untuk dijadikan bahan penyelidikan, 3)
pengumpulan data; pada langkah ini peserta didik berusaha
mencari informasi sebanyak-banyaknya misalnya melalui
membaca, bertanya kepada narasumber, percobaan dan
sebagainya dalam rangka untuk membuktikan kebenaran
dugaan, 4) pengolahan data; hasil dari pengumpulan data
dilanjutkan dengan mengolah data tersebut. Data dapat
kelompok-kelompokkan dan dapat ditafsirkan, 5)
pembuktian; guru memberi kesempatan dan membimbing
agar peserta didik dapat membuktikan dugaannya, 6)
kesimpulan; peserta didik dibantu guru dapat menyimpulkan
hasil penyelidikan. pelaksanaan, langkah-langkah yang
dilakukan adalah pemberian rangsangan, identifikasi
masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian,
dan kesimpulan.

Teknik Diskusi Kelompok Berlanjut Mencermati


Menirukan Menambah
Diskusi kelompok berlanjut mencermati, menirukan, dan
menambah merupakan teknik supervisi akademik yang dapat
mendorong guru untuk lebih giat mempelajari dan

122
menerapakan pembelajaran abad 21. Teknik supervisi
akademik meliputi teknik individual dan kelompok. Individual
berarti dilakukan secara perorangan terhadap guru.
Kelompok berarti ditujukan pada dua orang atau lebih. Guru
yang memiliki permasalahan yang sama mendapatkan
layanan supervisi sesuai dengan permasalahan tersebut.
Diskusi kelompok merupakan teknik supervisi kelompok.
Peran pengawas dalam diskusi kelompok adalah sebagai
fasilitator sekaligus menjadi narasumber. Diskusi kelompok
merupakan proses pengumpulan informasi. Pengumpulan
informasi dari berbagai peserta dalam kelompok dijadikan
bahan untuk diskusi kelompok. Menentukan komposisi
kelompok dalam diskusi kelompok memperhatikan tingkat
keahlian. Di sekolah pengelompokan dapat berdasarkan per
kelas. Dengan kelompok per kelas memiliki kesamaan materi
pelajaran. Adapun langkah-langkah diskusi kelompok sebagai
berikut: 1) sebelum diskusi dimulai, peserta diajak untuk
memahami persoalan yang akan dibahas, 2) semua peserta
memperoleh pandangan yang variatif, 3) diskusi kelompok
dipimpin oleh orang yang telah dipilih dan mengharapkan
masukan yang beragam, 4) notulis yang telah dipilih agar
mencatat dengan teliti, 5) ketua diskusi mengarahkan agar
tidak melenceng dari pokok permasalahan. Dengan dibantu
pengatur waktu, ketua memanfaatkan waktu seefektif
mungkin, 6) apabila dipandang perlu diskusi dapat
dilanjutkan dilain waktu. Semua hasil diskusi dicatat sesuai
dengan kesepakatan.
Diskusi kelompok berarti teknik supervisi kelompok
menggunakan langkah-langkah yang ada untuk menggali
berbagai permasalahan yang telah ditentukan. Untuk
memecahkan permasalahan tersebut kemudian
ditindaklanjuti secara bertahap mencermati, menirukan, dan
menambah dengan kegiatan pendampingan dalam melakukan
kegiatan pembuatan RPP, peer teaching, dan praktik di kelas.
Skema Diskusi Kelompok Berlanjut Mencermati
Menirukan Menambah

123
Langkah 1 diskusi kelompok: Peserta dikumpulkan di
tempat yang telah ditentukan yang disebut pertemuan
klaster. Pertama penentuan masalah yang akan dibahas dan
pembagian peran ketugasan. Ada yang berperan sebagai
moderator, notulis, dan pencatat waktu, kemudian diskusi
kelompok dimulai. Pengawas berperan sebagai fasilitator dan
narasumber bila diperlukan. Hasil yang diharapkan adalah
berbagai masukan permasalahan dalam penyusunan RPP dan
pelaksanaan pembelajaran abad 21. Berbagai permasalahan
tersebut dirangkum dan menjadi bahan diskusi kelompok.
Memasuki diskusi kelompok, peserta dibagi menjadi 3
kelompok. Setiap kelompok beranggotakan 3-4 guru kelas IV.
Sebelum diskusi dimulai pengawas mempresentasikan sedikit
materi berkaitan dengan pendekatan saintifik pembelajaran
abad 21. Peserta memperhatikan dengan cermat penjelasan
pengawas, baru kemudian diskusi kelompok dimulai. Hasil
yang diharapkan peserta memahami ciri-ciri pendekatan
saintifik pembelajaran abad 21 yang akan diterapkan dalam
penyusunan RPP dan praktik pembelajaran.
Langkah 2 meniru RPP: Pengawas menyiapkan RPP yang
menggunakan pendekatan saintifik pembelajaran abad 21.
Kemudian dibagikan kepada ketiga kelompok guru. Peserta
mempelajari dengan cara mendiskusikan RRP tersebut
kemudian menirukan langkah-langkahnya. Setelah selesai
kemudian dipresentasikan dihadapan kelompok lain.
Pengawas berperan sebagai pendamping, fasilitator, dan
narasumber bila diperlukan. Hasil yang diharapkan, peserta
lebih memahami penyusunan RPP yang menggunakan
pendekatan saintifik pembelajaran abad 21.
Langkah 3 menambah (inovasi) RPP: Peserta tetap
berkelompok untuk merancang pembelajaran. Setiap
kelompok mendapat tugas untuk membuat RPP yang akan
digunakan untuk praktik pembelajaran. Kompetensi Dasar

124
pada muatan pelajaran disesuikan dengan jadwal pelajaran
saat itu. Kemudian melaksanakan diskusi membuat RPP
karya sendiri mengacu pada panduan. Kegiatan pembuatan
RPP karya sendiri ini disebut menambah (inovasi). RPP karya
sendiri tersebut kemudian dipresentasikan dan dibenahi pada
bagian yang belum sempurna. Pengawas tetap mendampingi
dan menilai RPP dengan menggunakan instrumen telaah RPP
yang telah ada berdasarkan panduan. Hasil yang diharapkan
peserta memiliki RPP karya sendiri.
Langkah 4 peer teaching: Pengawas bersama peserta
menentukan waktu pelaksanaan peer teaching berdasarkan
RPP hasil inovasi. Peserta diharapkan mempersiapkan peer
teaching dengan sungguh-sungguh. Peserta yang tidak
berperan sebagai model, memperhatikan lalu setelah selesai
nanti memberikan apresiasi dan saran. Pengawas mengamati
dan menilai pelaksanaan peer teaching. Dengan demikian
diharapkan guru dapat menerapkan RRP buatannya.
Rumus dan kriteria penilaian RPP dan peer teaching

Skor Perolehan
Nilai= -------------------- X 100
Skor Maksimal
Kriteria:
Amat baik (A) : 90 < A < 100
Baik (B) : 80 < B < 90
Cukup (C) : 70 < C < 80
Kurang (K) : < 70
(Kemendikbud, 2016: 22)

Berikut ini gambar rangkaian kegiatan guru yang sedang


melaksanakan diskusi kelompok berlanjut mencermati,
menirukan, dan menambah. Gambar 1a. guru kelas IV
melaksanakan kegiatan diskusi kelompok. Gambar 1b. guru
melaksanakan tahapan mencermati dan menirukan yaitu
membuat RPP seperti contoh yang benar. Gambar 2a. guru
membuat RPP sendiri. RPP buatan guru ini merupakan
langkah menambah. Gambar 2b. guru kelas melaksanakan
pembelajaran di SD tempat bertugas.

125
Gambar 1a. Pelaksanaan Diskusi KelompOK

, Gambar 1b. Menirukan

Gambar 2a. Menambah

126
,Gambar 2b. Praktik Pembelajaran

Langkah berikutnya penerapan pembelajaran di sekolah


masing-masing. Guru kelas 4 melanjutkan untuk
melaksanakan pembelajaran di SD masing-masing dengan
menggunakan pendekatan saintifik pembelajaran abad 21.
Pengawas sekolah pembina memiliki tugas memantau dan
membimbing guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran
sesuai dengan harapan.
Adapun instrumen yang digunakan antara lain lembar
pengamatan, angket, wawancara, dokumentasi, instrumen
telaah RPP, dan tes. Pengamatan untuk melihat sikap
kedisiplinan, kerjasama, dan kreatifitas. Tes digunakan untuk
mengetahui kemampuan kognitif sedang instrumen telaah
RPP dan peer teaching untuk menilai keterampilan mengajar.
Pengawas sekolah mengambil data melalui tes, pengamatan,
angket, wawancara, dan dokumentasi. Teknik ini digunakan
karena dipandang lebih efektif untuk mendapatkan data
sebanyak-banyaknya. Tes dilakukan pada awal kegiatan
(pretest) dan tes akhir (posttest). Teknik wawancara digunakan
untuk mengecek ulang hasil pengamatan. Dengan demikian
hasil pengamatan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.

Peningkatan Kemampuan Guru


Peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan
pendekatan saintifik menggunakan diskusi kelompok
berlanjut mencermati, menirukan dan menambah meliputi 3
ranah yaitu sikap, pengetahuan , dan keterampilan. Pada
ranah sikap, pengawas mengamati 3 hal yaitu kedisiplinan,
kerjasama, dan kreatifitas. Berdasarkan hasil pengamatan
kedisiplinan, kerjasama, dan kreatifitas guru semakin
meningkat, dari skor 101 menjadi 108. Guru semakin tertarik
mempelajari pendekatan saintifik pembelajaran abad 21.

127
Kehadiran guru tepat waktu dan pulang sesuai jadwal
menunjukkan kedisiplinan yang tinggi. Interaksi guru dalam
kelompok dan antar kelompok dalam melaksanakan tugas
menunjukkan adanya kerjasama yang tinggi pula. Demikian
juga kreatifitas dan ide baru bermunculan.
Ranah pengetahuan guru tentang pendekatan saintifik
dengan berbagai model semakin meningkat. Data peningkatan
ini diperoleh dari hasil pre tes dan post tes. Adapun pada
awalnya memperoleh skor rata-rata 30 menjadi 80. Melalui
diskusi yang dilanjutkan dengan mencermati, meniru, dan
menambah, guru semakin paham dengan pendekatan
saintifik pembelajaran abad 21.
Ranah keterampilan guru dalam menyusun RPP dan
praktik pembelajaran mengalami peningkatan. Pada tahap
menirukan, guru membuat RPP dengan pendekatan saintifik
lalu didiskusikan dan ditelaah oleh pengawas sekolah. Pada
tahap menambah/inovasi, guru juga membuat RPP kembali
dan dipresentasikan dihadapan semua kelompok dan
didiskusikan bersama peserta lainnya kemudian ditelaah oleh
pengawas sekolah. Hasil telaah tersebut dapat dilihat pada
tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Nilai RPP Kondisi Awal dengan Tahap


Menambah

No. Komponen Awal Menambah Peningkatan


1 Identitas Mata Pelajaran 66.67 100 33
2 Perumusan Indikator 50 95.83 46
Perumusan Tujuan
3 Pembelajaran 58.33 91.67 33
4 Pemilihan Materi Ajar 50 94.44 44
5 Pemilihan Sumber Belajar 50 95.83 46
5 Pemilihan Media Belajar 50 100 50
6 Metode Pembelajaran 50 100 50
7 Skenario Pembelajaran 50 86.67 37
7 Rancangan Penilaian Autentik 50 87.5 38
Rata-rata 52.78 94.66 42%

Tabel 1 menunjukkan bahwa keterampilan guru dalam


menyusun RPP yang menggunakan pendekatan saintifik
dengan model-model pembelajaran Problem Base Learning,

128
Project Base Learning, dan Discovery Learning nampak ada
peningkatan.
Pada awalnya guru masih ragu-ragu dalam menerapkan
berbagai model pembelajaran yang bersumber dari
pendekatan saintifik sehingga hasil telaah RPP yang pertama
masih bernilai rendah yaitu rata-rata 52,78. Pada telaah RPP
yang kedua mendapat nilai rata-rata 94,66. Dengan demikian
dari kondisi awal ke menambah ada peningkatan 42%.
Capaian tertinggi pada komponen pemilihan media
pembelajaran dan metode pembelajaran dengan peningkatan
capaian 50%. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan media
pembelajaran dan metode pembelajaran sangat mendapatkan
perhatian guru sehingga dikuasai oleh guru. Sedangkan
capaian terendah pada komponen identitas mata pelajaran.
Hal ini disebabkan karena pada kondisi awal komponen ini
memang sudah tertinggi.
Pemantapan penerapan pendekatan saintifik dilakukan
dengan kegiatan peer teaching. Kegiatan ini untuk
menyakinkan penguasaan keterampilan mengajar dengan
menggunakan berbagai model pembelajaran yang sesuai
dengan pendekatan saintifik.
Adapun hasil pengamatan dan penilaian pelaksanaan peer
teaching sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Penilaian Pelaksanaan Peer Teaching

No Komponen Pengamatan Nilai 1 Nilai 2 Rerata Kriteria


1 Apersepsi dan Motivasi 86.67 73.33 80.00 Cukup
Penyampaian Kompetensi dan Rencana
2 Kegiatan 66.67 66.67 66.67 Kurang
3 Penguasaan Materi Pelajaran 91.67 83.33 87.50 Baik
Penerapan Strategi Pembelajaran yang
4 Mendidik 94.44 100.00 97.22 Sangat Baik
5 Pelaksanaan kegiatan inti pembelajaran 80.00 96.67 88.33 Baik
Penerapan Pembelajaran Tematik
6 Terpadu (SD) 100.00 83.33 91.67 Sangat Baik
Pemanfaatan Sumber Belajar/Media
7 dalam Pembelajaran 100.00 93.33 96.67 Sangat Baik
Pelibatan Peserta Didik dalam
8 Pembelajaran 93.33 93.33 93.33 Sangat Baik
Penggunaan Bahasa yang Benar dan
9 Tepat dalam Pembelajaran 66.67 100.00 83.33 Baik
10 Penutup pembelajaran 83.33 83.33 83.33 Baik
Rerata Nilai 87.94 89.36 88.65 Baik

129
Tabel 02 menunjukkan nilai hasil pengamatan peer
teaching. Dari 10 komponen yang diamati ada 1 komponen
bernilai kurang yaitu penyampaian kompetensi dan rencana
kegiatan dikarenakan lupa. Sedangkan yang termasuk
kategori amat baik ada 4 komponen. Secara keseluruhan
rerata nilai 88,65 (baik).
Berdasarkan pembahasan yang terdiri dari tiga ranah
kemampuan guru dalam menerapkan pendekatan saintifik
pembelajaran abad 21 melalui teknik supervisi diskusi
kelompok berlanjut mencermati, menirukan, dan menambah
terlihat hasilnya. Hasil pengamatan sikap kedisiplinan,
kerjasama, dan kreatifitas guru bertambah mantap. Dilihat
dari kemampuan pengetahuan guru juga meningkat.
Berdasarkan hasil pre tes dan post tes nilainya semakin baik.
Tidak kalah penting keterampilan dalam menyusun RPP juga
semakin berkualitas. Penerapan pendekatan saintifik nampak
semakin baik berdasarkan hasil pengamatan peer teaching.
Jadi tiga ranah kemampuan guru yaitu sikap, pengetahuan,
dan keterampilan dalam mempelajari dan menerapkan
pendekatan saintifik melalui teknik supervisi diskusi
kelompok berlanjut mencermati, menirukan, dan menambah
mengalami keberhasilan.

Budaya Menerapkan Pembelajaran Abad 21


Keunggulan teknik supervisi ini adalah guru belajar
menemukan solusi sendiri dari berbagai permasalahan ketika
membuat RPP sehingga guru aktif, kreatif, tidak bosan,
terjalin komunikasi, dan kerjasama dalam satu kelampok
maupun antar kelompok. Selain itu, guru merasa senang dan
semakin termotivasi untuk selalu belajar meningkatkan
kompetensi pembelajaran di KKG. Hal ini nampak ketika guru
menuliskan kesan dan pesan saat mengisi angket. Pada
akhirnya kegiatan ini membudaya di SD binaan dan tercipta
masyakarat pembelajar. Kegiatan masyarakat pembelajar
adalah kegiatan terjadwal yang ditentukan oleh masing-
masing sekolah. Adapun materi kegiatannya meliputi
membuat RPP pembelajaran abad 21 secara berkelompok
kemudian dipraktikkan di kelas masing-masing. Salah satu
guru sebagai model dan guru yang lain mengamati
pembelajaran. Setelah selesai, dilanjutkan dengan refleksi.

130
Daftar Pustaka
Anitah dkk. 2012. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Dewayani dkk. 2019. Literasi Dalam Pembelajaran Berbasis
Proyek Untuk Meningkatkan Kecakapan Abad XXI.
Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
Kemendikbud. 2016. Supervisi Akademik Modul Kepala Sekolah
Pembelajar. Jakarta: Depdikbud.
Kemendikbud. 2016. Supervisi Akademik Modul Pengawas
Sekolah Pembelajar. Jakarta: Depdikbud.
Kemendikbud. 2016. Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016
tentang Standar Proses. Jakarta: Depdikbud.

131
Tentang Penulis
Drs.Joko Prasetyo,M.Pd. lahir di Kulon
Progo, 11 April 1962. Tamat SD tahun 1975,
SMP tahun 1977, SPG tahun 1981 kemudian
diangkat menjadi CPNS guru SD tahun 1982.
Setelah diangkat sebagai PNS, melanjutkan
belajar S1 program studi Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan di IKIP PGRI
Yogyakarta, lulus tahun 1989. Dilantik
sebagai kepala sekolah tahun 2001 dan mendapatkan
beasiswa studi S2 program studi Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan (PEP) di UNY tahun 2002, lulus tahun 2004.
Sebagai pengawas sekolah sejak tahun 2007 hingga sekarang.
Adapun prestasi yang pernah diraih antara lain pengawas
sekolah prestasi DIY tahun 2010. Pengawas sekolah Visioner
Inovatif Produktif (VIP) tahun 2011. Pengawas sekolah
prestasi DIY tahun 2017. Pengawas sekolah prestasi nasional
tahun 2019. Jabatan Pengawas Ahli Utama tahun 2019. (HP.
08174119453)

132

Anda mungkin juga menyukai