Anda di halaman 1dari 142

KUMPULAN KISAH SUKSES

PENGAWAS SEKOLAH SMP

EDITOR:
Prof. Dr. Supardi U.S, M.Pd

Penerbit:
Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan

ii
KUMPULAN KISAH SUKSES PENGAWAS SEKOLAH SMP

Editor:
Prof. Dr. Supardi U.S, M.Pd

ISBN:
978-602-52537-3-7

Desain Sampul dan Tata


Letak: Hasbullah

Redaksi:
Ged. D Lt. 14 Jl. Pintu 1, Senayan Jakarta Pusat,Indonesia
Telp. (021) 57974125
Email: kesharlindung.tendik@kemdikbud.go.id

Cetakan I, November 2019

Diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan


Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang


memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit

iii
PRAKATA

Gelombang peradaban keempat yang sering kita sebut


sebagai era Revolusi Industri 4.0 telah menghadirkan
tantangan-tantangan baru bagi dunia pendidikan. Bahkan
tantangan-tantangan tersebut bergulir secara cepat setiap
saat, semakin kompleks dan kadang sulit diprediksi.
Karenanya di era ini, setiap orang yang menggeluti profesi di
bidang pendidikan, apapun posisi dan perannya dituntut
untuk memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi. Secara
khusus bagi kepala sekolah dan pengawas sekolah sebagai
pemegang kunci eksistensi dunia pendidikan pada level
praksis. Mereka dituntut untuk senantiasa secara kritis
merefleksikan gagasan-gagasan, cara-cara kerja dan hasil-
hasil pendidikan yang telah mereka lakoni dan yang telah
diraihnya selama ini.
Tantangan khusus bagi kepala sekolah dan pengawas
sekolah adalah bagaimana membangun visi, menggeser
paradigma dan menyesuaikan kerangka kerja mereka dalam
menggeluti tugas-tugas profesi di era millenial ini. Mereka
dihadapkan pada tantangan dan problem yang tidak linier
yang membutuhkan kreativitas yang tinggi untuk
menemukan solusi yang akurat. Bagian akhir dari dinamika
tantangan tersebut adalah bagaimana seorang kepala sekolah
maupun pengawas sekolah melakukan konversi seluruh
sumber daya termasuk ekosistem sekolah dengan penetrasi
teknologi menjadi sebuah layanan pendidikan yang bermutu
dan berdaya saing.
Dalam rangka mendukung upaya tersebut, pemerintah
melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah
menempuh kebijakan strategis dengan melakukan reposisi
atau transformasi peran dan tugas seorang kepala sekolah.
Reposisi ini pada hakikatnya adalah upaya pemerintah untuk
mengoptimalkan tata kelola satuan pendidikan dan sekaligus
memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada kepala
sekolah untuk berinovasi. Peran baru dimaksud, juga
bermakna sebagai peningkatan level otoritas yang
memungkinkan seorang kepala sekolah lebih percaya diri
mengerahkan seluruh sumber daya pendidikan yang
dimilikinya dalam rangka mewujudkan visi sekolahnya.
Buku Kumpulan Kisah Sukses yang merupakan karya
kolaboratif ini patut mendapatkan apresiasi. Terlepas dari
kelebihan maupun kekurangannya, buku ini telah
iv
menghadirkan perspektif praksis yang beragam sekaligus
unik tentunya. Untuk itu, kami atas nama Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan menyampaikan terima kasih
kepada para penulis, editor dan semua pihak yang telah
mendedikasikan waktu, pikiran dan tenaga hingga terbitnya
buku Kumpulan Kisah Sukses ini.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan


Dr. Supriano

v
KATA PENGANTAR

Menulis pada dasarnya mengasah nalar dan merapikan


gagasan-gagasan kreatif. Menulis juga merupakan produk
kreativitas karena aktivitas ini merupakan bauran yang
kompleks antara dimensi-dimensi kualitas kemanusiaan
seseorang. Di dalamnya tercakup kemampuan berpikir kritis,
kualitas literasi informasi, dan pemecahan masalah. Selain
sebagai salah satu bentuk aktualisasi diri, bagi seorang
profesional, menulis adalah salah satu cara efektif untuk
merawat keprofesian. Tak terkecuali tentunya kepala sekolah
dan pengawas sekolah. Mereka menempati posisi kunci dalam
urusan tata kelola pendidikan pada level satuan pendidikan.
Karenanya, menulis memiliki relevansi yang tinggi terhadap
profesi kepala sekolah maupun pengawas sekolah.
Sebagai Direktur Pembinaan Tenaga Kependidikan, saya
memberikan apresiasi yang tinggi atas karya kreatif kepala
sekolah dan pengawas sekolah yang dikemas dalam buku
Kumpulan Kisah Sukses ini. Disadari bahwa saat ini, semakin
kuat kecenderungan model hipertext mendominasi dunia
literasi melalui apa yang disebut dengan kultur digital.
Namun dinamika itu tentu saja tidak akan menegasikan sama
sekali keberadaan buku konvensional. Karya ini diharapkan
dapat memberikan pencerahan profesional di kalangan tenaga
kependidikan khususnya kepala sekolah dan pengawas
sekolah.
Akhirnya saya menyampaikan terima kasih kepada para
penulis, editor, Tim Direktorat Pembinaan Tenaga
Kependidikan, serta semua pihak yang telah berkontribusi
dalam seluruh rangkaian proses penerbitan buku ini. Semoga
buku ini memberikan manfaat dan nilai tambah dalam
memberikan layanan pendidikan yang bermutu kepada
masyarakat.

Direktur Pembinaan Tenaga Kependidikan


Dr. Santi Ambarrukmi, M.Ed

vi
DAFTAR ISI

PRAKATA ..................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................... vii

Workshop Koreksi Silang Penyusunan “Yahud”


Berbantuan Google Drive…………………………………… .. 1
Thomas Dwi Herusantosa

Pendekatan Partisipatif: Meningkatkan Capaian


Mutu Sekolah Binaan…. ............................................... 18
Saadah

Set-Education Sebagai Kegiatan Literasi


Pembelajaran ................................................................ 35
Romli

Peningkatan Ketrampilan Berbahasa Inggris


Melalui Model Pbl Bberbantuan Youtube ...................... 47
Hj. Yuhanis

Pemenuhan Dokumen Sekolah Dengan


Strategi C & R ............................................................... 62
Nur Elmi

Metode Antik Untuk Meningkatkan Komptensi


Paedagogik Gurusmpn 2 Bojong Pandeglang Banten .... 77
Li Wahyudin

Pendekatan Humanistik Untuk Meningkatkan


Sumber Daya Guru Smp Negeri 3 Bone ......................... 90
Wd. Patila

Strategi Limpapeh Untuk Meningkatkan


Prestasi Sekolah ............................................................. 106
Irmatati

Strategi Sutitu Dalam Meningkatkan Kualitas


Pendidikan Di Daerah Khusus ........................................ 120
Baharudin Lahati

vii
WORKSHOP KOREKSI SILANG
PENYUSUNAN RPP “YAHUD”
BERBANTUAN GOOGLE DRIVE
Thomas Dwi Herusantosa
Pengawas SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta
thomasheru4@gmail.com

Batu Sandungan dan Idealisme Penyusunan RPP


Salah satu keterampilan dan kecakapan pokok guru
adalah menyusun perencanaan pembelajaran.
Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar
Proses menyatakan bahwa perencanaan pembelajaran, yang
kemudian disebut RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran), merupakan acuan pembelajaran dalam satu
pertemuan atau lebih. Dengan demikian, jika guru
menginginkan pembelajaran berlangsung efektif dan efisien,
ia wajib menyusunnya secara cermat.
Idealnya dokumen ini dikembangkan berdasarkan
kompetensi dasar yang tertuang dalam silabus pembelajaran
serta kondisi nyata sekolah. Mulyasa (2018:106)
menggariskan bahwa perencanaan pembelajaran adalah
sebuah penggambaran pengelolaan langkah-langkah
kegiatan belajar mengajar. Kegiatan tersebut efektif jika
guru mampu memetakan tujuan pembelajaran dengan
memperhatikan kemampuan siswa, keberadaan sarana dan
prasarana, daya tarik, dan geliat kemajuan budaya
manusia.
Penyusunan RPP hendaknya dilakukan secara sederhana
dan fleksibel. Dokumen ini berbeda dengan karya penelitian.
Bentuknya sangat sederhana, berisi pokok-pokok persiapan
pembelajaran. Setiap saat dapat dikoreksi dan
dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah.
Namun demikian, berdasarkan pengalaman
pembimbingan, belum semua guru menyusun secara baik
dan benar. Umumnya, dokumen ini adalah adopsi dari hasil
karya kegiatan MGMP. Sebenarnya hal tersebut tidak terlalu
bermasalah. Namun, karena hanya diterima begitu saja
untuk memenuhi tuntutan administrasi, maka belum
berfungsi secara maksimal. Penulisan tidak berdasarkan

1
analisis kompetensi awal siswa, daya dukung, serta
kompleksitas materi. Akibatnya siswa pasif, cepat bosan,
tidak mampu mengikuti kegiatan pembelajaran secara
maksimal. Pada akhirnya kompetensi tidak tercapai secara
penuh.
Nilai-nilai pembelajaran kekinian, seperti pembelajaran
kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif belum
dirumuskan secara komprehensif. Pengintegrasian kegiatan
literasi, pembelajaran berbasis TI, dan pendidikan
bermuatan karakter masih sangat sedikit disinggung. Nah,
tidak mungkin guru “hanya” salin tempel dari teman
sejawat. Tidak mungkin terjadi, pada saat kemampuan
literasi siswa masih rendah, guru memaksakan model
literasi digital yang telah membudaya di sekolah lain.
Kemungkinan kecil dapat terjadi, model pembelajaran
menantang dengan dukungan sumber daya aplikasi game
on-line, sementara siswa masih terbiasa melakukan
permainan petak umpet.
Berdasarkan Salinan Lampiran Permendikbud nomor 22
tahun 2016, sebagai sumber validasi standar penyusunan
RPP di dua sekolah binaan pada semester 2 tahun ajaran
2018/2019, ditemukan beberapa permasalahan. Pada
komponen indentitas sebagian guru, (9%) belum menulis
nama sekolah. Hal ini membuktikan bahwa guru hanya
memfotokopi sumber MGMP tetapi belum mengedit.
Hasil validasi lainnya menunjukkan kompetensi dasar
dan indikator pencapaian kompetensi hanya (32,5%) tertulis
satu indikator setiap KD-nya. Padahal seharusnya terdapat
dua satu lebih indikator. Spesifikasi materi reguler, materi
remedial, dan materi pengayaan baru (86%) ditulis secara
lengkap dan benar. Penjelasan materi faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognisi masih sangat terbatas. Metode,
pendekatan, dan model pembelajaran disampaikan hanya
(31%) secara lengkap. Umumnya hanya menulis metode
pembelajaran saja tanpa menjelaskan rincian pendekatan
serta model pembelajaran yang akan digunakan.
Temuan lainnya adalah (91,5%) tidak mencamtumkan
uraian media pembelajaran secara spesifik, misalnya,
gambar hidup, rekaman cerita, model-model benda hidup,
kartu peraga, dsb. Uraian bahan-bahan pembelajaran
terlalu singkat, tidak menyebutkan secara spesifik nama,
jumlah, dan ukuran. Guru (30%) hanya mencantumkan
buku siswa dan buku guru, tetapi tidak menguraikan nama

2
penulis, tahun terbit, penerbit, dan kota penerbit sebagai
sumber pembelajaran. Buku atau sumber belajar lainnya,
misalnya, buku-buku referensi pembelajaran, internet, dan
lingkungan sekitar, belum ditulis.
Pada komponen pendahuluan guru (17,5%) belum
menulis informasi tujuan dan cakupan materi
pembelajaran. Alasan adalah karena mereka telah menulis
indikator maka tidak perlu lagi menyebutkan tujuan
pembelajaran. Pada komponen langkah inti pembelajaran,
guru (16,5%) belum menulis secara eksplisit pembelajaran
Higher Order Thinking Skills (HOTS) dengan mencamtumkan
pembelajaran kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif.
Guru juga belum mengintensifkan kegiatan integratif literasi
berbasis TI. Pendidikan Penguatan karakter juga belum
mendapatkan perhatian/fokus secara khusus. Guru belum
semuanya memiliki buku jurnal sikap siswa yang
seharusnya berfungsi sebagai lampiran pengamatan
perkembangan sikap siswa.
Begitu pula pada bagian penutup guru (16%) tidak
mencantumkan informasi materi pembelajaran pada
pertemuan berikutnya serta tidak menuliskan kegiatan
pemberian tugas mandiri dan atau terstruktur. Pada bagian
penilaian (34,5%) tidak memuat lampiran kisi-kisi, soal, dan
pendoman penilaian. Penyusun juga belum mencantumkan
penilaian remedial dan pengayaan.
Fungsi RPP yang sebenar-benarnya adalah acuan
pembelajaran meliputi penentuan tujuan yang akan dicapai,
langkah-langkah kegiatan, dan alat penilaian sebagai
pengukur ketercapaian kegiatan. Tugas guru adalah
menganalisis dengan cara membandingkan standar
pendidikan dengan situasi dan kondisi siswa. Analisis
materi dan isu-isu lokal dan global sebagai upaya
penyesuaian pokok-pokok pemikiran idealis dengan fakta
yang ada di lingkungan sekitar.
Nurmaliati dkk. (2017) dalam penelitian tentang
pengembangan RPP menyatakan bahwa model pembelajaran
efektif jika mampu membawa siswa berpikir kreatif dan
inovatif. Dengan demikian rencana-rencana yang tertuang
dalam RPP mengarahkan peserta didik memanfaatkan
permasalahan sebagai stimulus dan pemanfaatan
pengetahuan sebagai perangkat analisis sekaligus tindak
lanjutnya. Untuk itu, perlu adanya kerja modifikasi sinergis
untuk memaksimalkan peran unsur-unsur pembelajaran.

3
Berdasarkan pengalaman tersebut, pengawas
menginisiasi adanya proses pembimbingan pendekatan
klinis. Kegiatan bersumber dari permasalahannya sendiri,
tetapi sekaligus mampu mengatasi secara sistematis dan
profesional. Bentuk kegiatan berupa workshop koreksi
silang. Artinya, guru saling meneliti, mengkritisi, dan
memberikan rekomendasi perbaikan atas temuan
permasalahan penyusunan perencanaan pembelajaran.
Proses pembimbingan dilakukan dengan memberikan
arahan/petunjuk, pendampingan, dan evaluasi sesuai
dengan standar nasional pendidikan. Tujuannya adalah
guru memiliki RPP “Yahud”, luar biasa, hebat karena selain
sesuai dengan standar penyusunan, juga telah merancang
pembelajaran yang humanis dan dinamis. Untuk itu, wajar
jika guru kemudian dengan sungguh-sungguh
menggunakannya sebagai panduan pembelajaran.
Pembelajaran pasti akan lebih berkualitas. Baik guru
mapupun siswa akan terbiasa bekerja secara tertib dan
mampu mempertanggungjawabkannya. Pada akhirnya,
prestasi hasil belajar akan tercapai secara maksimal.

Pemanfaatan Google Drive


Salah satu langkah yang ditempuh pembimbingan
penyusunan RPP “Yahud” adalah pemanfaatan Googel Drive
sebagai media komunikasi koreksi silang. Prihandi (2017:2)
menyebut aplikasi Google Drive sebagai program siap pakai
yang ditawarkan oleh Google yang berfungsi sebagai
penyimpan dokumen atau file. Aplikasi ini memberikan
layanan penyimpaan data secara gratis dengan batas 15 GB
berbasis Cloud. Layanan google ini kemudian dimanfaatkan
oleh pengawas pembimbing sebagai media pengunggah dan
pengunduh dokumen RPP “yahud”.
Melalui komputer, laptop, smartphone, guru dapat
dengan mudah, kapan saja, di mana saja mengakses
dokumen persiapan pembelajaran ke Googe Drive:
tiny.cc/Thomasheru. Siapa saja dapat mengkritisi,
memperbaiki, dan mengunggah dokumen RPP “yahud”.
Langkah-langkah pemanfaatan Google Drive meliputi (1)
mengunggah dan mengunduh RPP dengan cara
berpasangan antarguru serumpun, (2) melakukan koreksi
silang RPP unduhan, (3) mengunggah hasil koreksi silang,
(4) memperbaiki RPP berdasarkan rekomendasi, (5)
mengunggah kembali RPP hasil perbaikan.

4
Nilai-nilai karakter yang dapat dipetik dari kegiatan
koreksi silang RPP “yahud” berbantuan aplikasi google drive
adalah keterbukaan, akuntabel, disiplin, kolaboratif, dan
melek literasi digital. Guru dapat saling membaca hasil
karya RPP “yahud” secara terbuka, mengkritisi, dan
memberikan rekomendasi perbaikan. Namun demikian,
mereka juga harus menjaga secara jujur akan keamanan
data dan hubungan sejawat.

Workshop Koreksi Silang Penyusunan RPP “Yahud”


RPP “Yahud” berarti RPP yang hebat, luar biasa.
“Yahud”, yang dimaksud oleh penulis, juga merupakan
akronim dari kata “yang humanis dan dinamis”. Humanis
berarti sangat memperhatikan kepentingan peradaban dan
pendidikan manusia jangka panjang. Siap menyongsong
abad 21 yang ditandai oleh masa intelektualitas tinggi,
pemanfaatan jaringan internet yang rumit, berpikir kritis,
kreatif, komunikatif, tetapi sekaligus kolaboratif. Dinamis
berarti sensitif terhadap perubahan dan perkembagan
zaman. RPP dinamis berarti mudah diubah, diperbaiki, dan
dikembangkan.
Prinsip-prinsip penyusunan RPP yang disaring dari
pendapat Hanifah (2012:122), yang kemudian menjadi ciri-
ciri RPP “yahud” menyebutkan terdapat enam ciri utama.
Pertama, disusun secara cermat karena memperhatikan
perbedaan siswa. Kedua, memberikan kesempatan siswa
berpikir kristis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif. Ketiga,
sikap yang ditumbuhkan adalah sikap terbuka, bertanggung
jawab, mengutamakan kerjasama global, mengembangkan
kegiatan literasi, peka terhadap hiruk-pikuknya
perkembangan abad 21. Keempat, RPP merupakan karya
asli guru, bukan adopsi 100%, bukan plagiat, dan bukan
sekedar pemenuhan administratif. Kelima, menjadi acuan
pokok guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Keenam, direvisi berdasarkan pengalaman pembelajaran
serta arah depan pendidikan yang lebih maju, visioner, dan
fleksibel.
Bentuk pembimbingan pengyusunan RPP “yahud” adalah
kegiatan workshop koreksi silang. Teknik ini dipilih oleh
penulis, sebagai pengawas pembimbingan, sesuai dengan
pendapat Purwanto (2010:105), bahwa pada pokoknya
workshop dalam pendidikan adalah suatu kegiatan ilmiah
yang dilakukan secara bersama. Pertemuan ini dilakukan

5
dengan tujuan untuk memecahkan permasalahan teoretis
maupun praktis pendidikan.
Pembimbingan penyusunan RPP “yahud” dilaksanakan
pada semester 2 tahun ajaran 2018/2019 di dua sekolah
binaan. SMP A memiliki 18 rombongan belajar dengan
jumlah guru 32 orang, terdiri dari 9 orang laki-laki dan 23
perempuan. Data guru SMP B lebih banyak daripada SMP A.
Rombongan belajar SMP B adalah 15 kelas. Jumlah guru 26
orang, terdiri dari 9 orang laki-laki dan 17 wanita.
Melalui workshop ini diharapkan komunikasi aktif
antarguru mampu memecahkan permasalahan mutu
perencanaan proses pembelajaran. Medan ilmiah ini
berfungsi sebagai strategi pengembangan inovasi-inovasi
pendidikan yang sebelumnya tak terkirakan ketika guru
hanya bekerja secara perorangan. Kegiatan koreksi silang
artinya saling berpasangan. Satu lawan satu. Satu guru
berpasangan dengan guru lain berlatar belakang mata
pelajaran serumpun. Workshop koreksi silang bermakna
kerja kelompok guru dengan cara saling menukarkan,
mengkritisi, dan merekomendasi perbaikan RPP secara
silang hingga menjadi RPP “yahud” atau hebat, luar biasa
karena humanis dan dinamis.
Langkah-langkah workshop koreksi silang penyusunan
RPP berbantuan Google Drive dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

1. Paparan RPP "Yahud"


dan Google Drive

2. Koreksi Silang Baik


Secara Manual atau
6. Supervisi RPP
Menggunakan Google
Drive

3. Mengunggah dan
5. Menggunggah RPP Mengunduh RPP Hasil
Perbaikan Koreksi Silang

4. Memperbaiki RPP
Berdasarkan
Rekomendasi

Gambar 1. Skema Langkah-langkah Pembimbingan Penyusunan RPP “Yahud”

Pembimbingan pertama dilakukan dengan cara


pemaparan materi tentang komponen-komponen RPP
“yahud” dan pemanfaatan Google Drive sebagai media

6
komunikasi. Pengawas pembimbing menjelaskan tentang
tugas pokok dan fungsi guru dalam menyusun perencanaan
pembelajaran. Rancangan tindakan pembelajaran
hendaknya disusun secara menarik dan menyenangkan.
Ruang fasilitasi literasi digital penggiring siswa berpikir
kritis, kreatif, komunikatif, kolaboratif, dan menantang
diberikan secara intensif. Kegiatan penguatan pendidikan
karakter menjadi perekat pada setiap langkah pembelajaran.
Pengawas, dengan cara membagikan Buku Paduan
Pemanfaatan Google Drive, menjelaskan pemanfaatan Google
Drive sebagai media pendukung workshop koreksi silang.
Strategi yang ditempuh adalah memperagakan bagaimana
cara mengunduh dan mengunggah dokumen di Google
Drive. Guru kemudian mempraktikkan melalui smartphone,
laptop, komputer berkoneksi internet.
Setelah memberikan paparan, pengawas melanjutkan
kegiatan tanya jawab materi. Fokus perhatian antara lain
pada ciri-ciri pendidikan abad 21 yang akan mengarahkan
siswa bekerja secara adaptif terhadap perkembangan
zaman. Karena masih banyaknya perbedaan pemahaman,
maka materi konseptual, faktual, prosedural, dan
metakognisi menjadi pusat perhatian. Tanya jawab
dilanjutkan ke materi pengintegrasian PPK dan kegiatan
literasi digital.
Langkah kegiatan pembimbingan kedua adalah membagi
kelompok guru menurut mata pelajaran serumpun (MGMP
serumpun). Tugasnya adalah secara silang memvalidasi RPP
teman serumpun mapel yang telah disiapkan sebelumnya.
Instrumen yang digunakan adalah validasi RPP “yahud”.
Temuan-temuan langsung dicatat dan diberikan
rekomendasi perbaikannya.
Motivasi guru memvalidasi RPP temannya sangat tinggi.
Guru SMP A yang berjumlah 32 orang, (17,69%)
menyatakan sangat puas, (62,31) puas, (16,92) cukup puas,
dan (3,08) tidak puas. Dari 26 guru di SMP B, (6,36%)
menyatakan sangat puas, (78,18%) puas, cukup puas
(14,56%), dan kurang puas (0,9%).

7
Gambar 2: Paparan Materi, Kesibukan Koreksi Silang, Suasana Supervisi RPP

Kegitan koreksi silang diakhiri dengan presentasi laporan


kegiatan. Masing-masing kelompok rumpun mata pelajaran
menyajikan hasil-hasil temuan serta rekomendasinya.
Kegiatan ini menjadi efektif karena masing-masing kelompok
koreksi silang saling memberikan informasi temuan serta
rekomendasinya. Sanjungan, kritik, dan masukan menjadi
dasar perbaikan dokumen hebat ini.
Berdasarkan hasil presentasi setiap kelompok mata
pelajaran, guru menyadari bahwa RPP yang selama ini
mereka miliki masih jauh dari harapan. Untuk itu, pada
langkah ketiga, guru kemudian menyelesaikan koreksi
silang RPP dengan cara mengunggah dan mengunduh RPP
melalui alamat Google Drive: tiny.cc/Thomasheru. Beberapa
guru yang belum familier/akrab dengan aplikasi
mendapatkan pendampingan dari pengawas pembimbing
dan guru lain yang telah menguasai. Hambatan tersebut
dapat dengan cepat diatasi karena langkah-langkah
pengoperasian aplikasi Google Drive telah ditulis dalam
bentuk buku panduan oleh pengawas pembimbing.
Guru sangat antusias melakukan koreksi silang
berbantuan Google Drive di mana saja dan kapan pun.
Berikut ini contoh data pemanfaatan Google Drive:
tiny.cc/Thomasheru sebagai media koreksi silang.
Tabel 1. Contoh Pemanfaatan Google Drive: tiny.cc/Thomasheru
Jumlah Kegiatan
No Hari/tanggal Pengubahan Pengubahan oleh Dibuka Keterangan
terakhir Saya oleh Saya

1 12 Februari 2019 23 5 23 Guru SMP A


2 13 Februari 2019 18 7 18 Guru SMP A
3 17 Februari 2019 16 4 16 Guru SMP B
4 18 Februari 2019 21 3 21 Guru SMP B

8
Selain mengunduh dan mengunggah, guru juga dapat
membaca dan membandingkan hasil karya kelompok guru
lain. Diskusi dapat dilakukan melalui menu kontak. Jika
menghadapi kendala-kendala tertentu, guru dapat
memanfaatkan menu searching, maps, youtube, translate,
calendar, pengiriman foto, pengiriman email, dan menu-
menu lain yang disediakan oleh Google Drive.

PP “Yahud” Berbantuan Googel Drive Menjadi Batu


Penjuru Pembelajaran
Hasil akhir kegiatan workshop koreksi silang
penyusunan RPP “yahud” berbantuan Google Drive adalah
peningkatan kompetensi guru memahami konsep
penyusunan RPP yang baik dan benar. Benar berarti telah
sesuai dengan standar penyusunan dan baik karena
mampu menyesuaikan kebutuhan siswa. Kompetensi
tersebut diperoleh melalui tahapan sistematis. Kegiatan
lingkaran siklus diskusi silang: memvalidasi, mengkritisi,
merekomendasi, dan memperbaiki RPP telah menghasilkan
pemahaman yang komprehensif dan aplikatif.
Dengan adanya kegiatan workshop ini, komunikasi
antarguru tumbuh secara alami. Kegiatan ilmiah, yang
selama ini jarang dilakukan oleh sesama guru serumpun
mata pelajaran di sekolah, mulai berkembang dan
bermanfaat. Kegiatan kolaboratif antarguru mampu
meningkatkan sikap kritis dan kreatif. Atas temuan rekan
sejawat, guru mulai menjawabnya dengan solusi perbaikan
RPP hingga menjadi RPP “yahud”.
Sikap kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif
semakin intensif karena adanya pemanfaatan aplikasi
Google Drive:tiny.cc/Thomasheru. Melalui komunikasi
jaringan internet ini guru melakukan sharing RPP. Semua
pihak dapat saling mengubah, menambah, mengurangi,
memperbaiki, sampai menghapus data yang tersimpan
dalam aplikasi. Berikut ini adalah data kepuasan
penggunaan Google Drive:tiny.cc/Thomasheru.

9
Tabel 2. Data Kepuasan Mengikuti Workshop Penyusunan RPP
“Yahud” Berbantuan Google Drive
Kurang
Sangat Puas Cukup
No Nama SMP Puas
Puas (%) (%) Puas (%)
((%)
1 SMP A 17,69 62,31 16,92 3,08
2 SMP B 6,36 78,18 14,56 0,90
Jumlah 24,05 140,49 31,46 3,98
Rata-rata 12,03 70,25 15,73 1,99

Guru menyatakan sangat puas (12,03%), puas sebanyak


(70,25%), dan cukup puas (15,73%) mengikuti kegiatan
workshop penyusunan RPP “Yahud” berbantuan Google
Drive: tiny.cc/Thomasheru. Terdapat (1,99%) guru yang
menyatakan kurang puas. Tidak dapat mungkir, sebagian
kecil guru merasa terganggu oleh adanya pemanfaatan
Google Drive sebagai media komunikasi. Bagi para guru
pasif terhadap temuan teknologi komunikasi akhirnya
tersadar oleh desakan kepentingan komunikasi maya. Tidak
mungkin katak dalam tempurung menjadi pilot sang
operator internet. Setelah dikenalkan, kemudian mencoba,
mempraktikan, akhirnya semua guru familier. Ternyata
hanya dengan smartphone komunikasi ilmiah dapat
dilakukan secara intensif. Bahkan tidak dibatasi oleh ruang
dan waktu.
Selain pemahaman komprehensif penyusunan RPP
“yahud”, kesadaran guru menggunakan RPP sebagai
panduan pembelajaran meningkat. RPP yang telah disusun
secara cermat, beralur sistematis dan kolaboratif,
memotivasi guru untuk mempraktikannya. Sebelum masuk
kelas, mereka telah memahami apa yang hendak dilakukan.
Media apa yang akan digunakan. Buku sumber pendukung
yang menjadi sumber ilmiah telah dipelajari. Alat evaluasi
pengukur ketercapaian tujuan telah dicetak dan siap pakai.
Data hasil supervisi pelaksanaan pembelajaran
menunjukkan bahwa belum semua unsur-unsur
pembelajaran mampu dilaksanakan oleh guru secara
maksimal. Namun, kualitas pembelajaran secara
keseluruhan lebih menggairahkan, variatif, komprehensif,
dan terorganisasi dengan baik. Rata-rata waktu 2 x 40
menit digunakan secara maksimal untuk membuka,
mengisi, dan menutup proses pembelajaran. Berikut ini
adalah hasil supervisi pelaksanaan pembelajaran tersebut.

10
HASIL SUPERVISI HASIL SUPERVISI
PELAKSAAN PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN SMP A PEMBELAJARAN SMP B
SETELAH WORKSHOP SETELAH WORKSHOP
KOREKSI SILANG KOREKSI SILANG
1
1
Pengelol
Peng…
aan… 100
6
100 2 6 2
Kesesua 50 Kegiata Keses… 50 Kegia…
ian… n…
0 0
5 3
Pemberi Kegiata 5 3
an… n Inti… Pemb… Kegia…
4
Kegiata 4
n… Kegia…

Gambar 3. Grafik Hasil Supervisi Pelaksanaan Pembelajaran SMP A dan SMP B

Berdasarkan hasil supervisi pelaksanaan pembelajaran


yang dilakukan antarguru menunjukkan (100%) guru
menggunakan RPP sebagai panduan pembelajaran. Pada
Pengelolaan kelas, siswa (SMP A 78% dan SMP B 70%) lebih
antusias mengikuti pembelajaran karena guru telah berhasil
memotivasi semangat belajar siswa. Guru SMP A (89%) dan
SMP B (95%) telah melakukan kegiatan pembukaan
pembelajaran dengan cara mengondisikan siswa, baik
secara fisik maupun psikis, agar siap mengikuti
pembelajaran. Guru juga telah menyampaikan secara
eksplisit tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Namun,
beberapa guru (8%) tidak menginformasikan cakupan
materi. Alasannya hampir sama, yaitu, karena telah
menjelaskan tujuan pembelajaran maka secara otomatis
uraian materi juga telah disampaikan.

Pada inti pembelajaran guru SMP Negeri A (88%) dan


SMP B (80%) telah memasukkan kegiatan literasi,
memanfaatkan internet, memfokuskan PPK, dan
mengondisikan pembelajaran kritis, kreatif, komunikatif,
dan kolaboratif. Metode diskusi, tanya jawab, jelajah data,
dan presentasi lebih dominan mewarnai proses
pembelajaran daripada metode ceramah.

11
Gambar 4. Suasana Proses Pembelajaran Kritis, Kreatif, Komunikatif, dan Kolaboratif

Pada penutup pembelajaran guru (SMP A 89% dan SMP


B 87%) dengan tekun telah melaksanakan kegiatan evaluasi
jalannya proses pembelajaran, umpan balik, dan informasi
materi pembelajaran berikutnya. Namun, masih dijumpai
guru (SMP A 40% dan SMP B 15%) tidak memberikan tugas
tindak lanjut pembelajaran.
Jika dilihat dari hasil prestasi siswa, hasil rata-rata
penilaian pada semester II lebih bagus dibandingkan dengan
semester I. Ini menunjukkan bahwa RPP “yahud” telah
berpengaruh pada prestasi akademis (nilai pembelajaran
siswa). Guru membandingkan nilai rapor semester I dan II
agar memperoleh nilai yang komprehensif. Nilai rapor
adalah nilai akhir dari penilaian harian, tenah semester, dan
penilaian akhir semester/tahun. Berikut ini adalah grafik
perbandingan nilai rata-rata semester 1 dan II tahun
pelajaran 2018/2019 siswa SMP A dan SMP B.

Tabel 3. Data Perolehan Nilai Siswa SMP A dan Siswa SMP B


Semester I dan II Tahun Pelajaran 2018/2019

12
Rata-rata kenaikan prestasi nilai siswa kelas VII SMP A
sebesar 2,97%, SMP B 60%. Prestasi siswa kelas VIII SMP A
mengalami kenaikan sebesar 3,69%, SMP B sebesar 1,40%.
Dengan demikian penyusunan RPP “yahud” melalui
warokshop koreksi silang dengan media Google Drive telah
berhasil menaikkan prestasi belajar siswa. Nilai tersebut
bersifat lengkap karena diperoleh dari nilai rapor semester I
dan II. Lengkap meliputi nilai yang diperoleh dari penilaian
harian, tengah semester, dan akhir semester atau akhir
tahun pelajaran. Kedua sekolah memiliki peraturan
akademis cara menentukan hasil penilaian akhir yang sama,
yaitu:
HPA= 2 x HPH + 1 HPTS + 1 HPAS/HPAT= ...
4
Keterangan:
HPA = Hasil Penilaian Akhir
HPH = Hasil Penilaian Harian
HPAS = Hasil Penilaian Akhir Semester
HPAT = Hasil Penilaian Akhir Tahun

Dampak Pembimbingan Penyusunan RPP “Yahud”


Dampak positif pembimbingan penyusunan RPP “Yahud”
melalui teknik koreksi silang berbantuan Google Drive
antara lain bagi sekolah, dokumen/adminsitrasi
perencanaan pembelajaran lengkap dan benar. Hasil ini
tentu saja sangat berpengaruh terhadap pencapaian mutu
pendidikan secara keseluruhan. Para pemangku
kepentingan sekolah dapat melaksanakan dan mengevaluasi
kegiatan lebih sitematis dan terukur. Tagihan-tagihan
Sistem Penjaminan Mutu Internal mapun Eksternal dapat
direalisasikan secara efektif.
Bagi pengawas, kegiatan inspiratif ini telah
mengefektifkan capaian program kegiatan pembimbingan
pengawas terhadap guru binaan. Supervisi RPP berjalan
lancar. Fokus beralih dari masalah-masalah teknis ke
kualitas proses kegiatan belajar mengajar. Pengalaman
inspiratif ini dapat diterapkan ke semua sekolah binaan.
Pengawas sekolah lainnya dapat menggunakan sebagai
strategi pengelolaan pembimbingan mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan peningkatan mutu
pendidikan.
Bagi guru, berdasarkan angket, pemahaman dan
motivasi guru menggunakan RPP sebagai panduan kegiatan

13
belajar dan mengajar sangat tinggi. Mereka tidak lagi
memandang RPP sebagai bukti adminsitratif. Perencanaan
pembelajaran adalah panduan proses pembelajaran yang
menarik dan variatif. Komponen-komponen perencanaan
pembelajaran telah ditulis secara rinci dan lengkap. Inti
pembelajaran lebih variatif dan kreatif. Guru telah
memasukkan nilai-nilai pembelajaran abad 21, literasi
digital, dan fokus penguatan pendidikan karakter. Pada
penutup pembelajaran, guru juga telah menulis rencana
penilaian, meliputi penilaian sikap, pengetahuan, dan
keterampilan secara otentik.
Sebelum melaksanakan pembelajaran, guru terlebih
dahulu membaca, menganalisis sekaligus merevisi jika
ditemukan hal-hal baru. Penyiapan bahan-bahan
pendukung pembelajaran lebih teliti karena sebelumnya
telah terancang secara sinergis. Pembelajaran menjadi lebih
variatif dan lengkap sesuai dengan standar proses
pembelajaran.
Secara tidak dinyana guru terlatih menggunakan media
digital sebagai sarana pengembangan profesi guru. Aplikasi
Google Drive, yang dirancang oleh pengawas pembimbing
sebagai media penunjang workshop koreksi silang RPP
“Yahud”, telah menyadarkan guru akan pentingnya literasi
digital sebagai media komunikasi pendidikan.
Bagi siswa, merasa puas karena adanya variasi-variasi
proses pembelajaran. Suasana pembelajaran menarik,
hidup, menantang, dan menyenangkan. Motivasi siswa
mengikuti proses pembelajaran lebih tinggi. Pada akhirnya
prestasi akademis dapat tercapai lebih tinggi. Rata-rata nilai
rapor semester I ke II megalami kenaikan.
Hasil supervisi silang pengelolaan pembelajaran
menunjukkan proses pembelajaran lebih berkualitas.
Pengelolaan kelas, langkah pendahuluan, inti, dan penutup
dilakukan secara teratur dan menarik. Hampir tidak
ditemukan perilaku satu siswa pun yang menyimpang dari
kegiatan pembelajaran. Guru telah berhasil menciptakan
suasana kelas secara kondusif. Siswa belajar secara aktif,
kritis, dan kreatif. Selain belajar aspek pengetahuan, secara
seimbang siswa juga melatih diri keterampilan tertentu
didukung oleh penempaan sikap yang dilakukan secara
natural.
Agar kegiatan tersebut dapat lebih bermanfaat, beberapa
rekomendasi penulis sampaikan antara lain kepala sekolah

14
hendaknya secara periodik menerapkan teknik workshop
koreksi silang berbantuan Google Drive sebagai strategi
peningkatan kompetensi guru menyusun administrasi
pembelajaran. Kegiatan tersebut akan menjadi habitus
positif jika semua guru memiliki motivasi pengembangan
profesi secara berkelanjutan. Pandangan pemanfaatan
adminsitrasi pembelajaran sebagai acuan/pedoman kerja
profesional harus tetap dikembangtumbuhkan.
Tulisan ini akan memberikan informasi lebih lengkap
dan bermanfaat jika ditindaklanjuti dengan kegiatan
penelitian. Sasaran pembimbingan dikembangkan agar
dapat menjangkau semua sekolah binaan. Data-data
pendukung dan penghambat kegiatan dapat lebih banyak
diketahui dan dianalisis hingga menjadi salah satu inspirasi
pembimbingan yang valid.

15
Daftar Pustaka
Hanafiah, Nanang. 2012. Konsep Strategi Pembelajaran.
Bandung: Refika Aditama.
Pihandi, Ifan. 2017. Tutorial Google Drive Dan Google Apps.
Mercu Buwana: Yogyakarta.
Kemetrian Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan
Dasar dan Menengah Direktorat Pembianaan SMP.
2017. Panduan Penyusunan RPP.
Mulyasa. 2018. Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta:
Bumi Aksara
Nurmaliati, dkk., “Pengembangan Perangkat pembelajaran
Fisika SMA Materi Suhu dan Kalor Terintegrasi
Thermoregulasi pada Manusia Berbasis Problem Based
Learning”, Edu-Sains 4, no. 2 (Juli 2015): h. 47.
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewart
icle&article=420054 (on line).
Purwanto, Ngalim. 2010. Administrasi Dan Supervisi
Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Permendikbud No 22 tahun 2016 tentang Standar Proses
Dikdasmen Ramadan. Rusman, Deni Kurniawan.,
Cepi Riyana. 2011. Pembelajaran Berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi. Jakarta : PT Rajagrafindo
Persada.
Undang Undang RI nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen

16
TENTANG PENULIS
Drs. Thomas Dwi
Herusantosa, M.Pd., lahir di
Bantul, 07 Mei 1961.
Pendidikan yang pernah
ditempuh SD Krekah III Pandak
Bantul (lulus 1973), SMP
Kanisius Ganjuran Bantul (lulus
1976) SPG Stella Duce II
Ganjuran Bantul (lulus tahun
80), DI/AI Bahasa Indonesia
IKIP Sanata Dharma
Yogayakarta (lulus 1981),
SI/AIV Administrasi Negara UT
(lulus tahun 1990), DII/AII
Bahasa Indonesia UT (lulus 1996), DIII/AIII Bahasa
Indonesia IKIP Yogyakarta (lulus tahun 1998), S1/IV Bahasa
Indonesia UNY (lulus tahun 1999), S2 MP UNY (lulus tahun
2009). Penulis pernah bekerja sebagai guru di SMP Negeri
Kotaraja Lombok Timur NTB (tahun 1982-1989), SMP Negeri
Mulo Wonsari Gunungkidul Yogyakarta (tahun 1990-1994),
SMP Negeri 4 Pakem Sleman Yogyakarta (tahun 1995-2002).
Sebagai kepala sekolah SMP Negeri 2 Turi Sleman
Yogyakarta (tahun 2002-2004), kepala sekolah SMP Negeri 1
Cangkringan Sleman Yogyakarta (tahun 2005-2008), kepala
sekolah SMP Negeri 2 Gamping Sleman Yogyakarta tahun
2009-2011, kepala sekolah SMP Negeri 3 Godean Sleman
Yogyakarta (tahun 2012-2016), pengawas SMP Dinas
Pendidikan Kabupaten Sleman (tahun 2016 – sekarang).
Prestasi yang diperoleh antara lain: juara I Lomba Penulisan
Lingkungan Hidup tingkat Provinsi DI Yogyakarta tahun
1993, juara I Lomba Penulisan Lingkungan Hidup tingkat
Provinsi DI Yogyakarta tahun 1994, Juara II Lomba
Penulisan Buku Fiksi tingkat nasional 1994, juara I lomba
Guru Teladan tingkat Provinsi DI Yogyakarta tahun 2001,
Kepala Sekolah Berprestasi juara II tingkat Provinsi DI
Yogyakarta tahun 2007, Pengawas Berprestasi juara I
tingkat Nasional tahun 2019. Di bidang seni: juara II BRTV
tingkat DI Yogyakarta tahun 1996, Penyanyi Terbaik
Keroncong Pria tingkat DI Yogyakarta tahun 1998, dan juara
harapan Penyanyi Keroncong tingkat Nasional tahun 2004.
Komunikasi dengan penulis dapat dilakukan melalui nomor
HP: 087838952642 atau email: thomasheru4@gmail.com

17
PENDEKATAN PARTISIPATIF:
MENINGKATKAN CAPAIAN MUTU
SEKOLAH BINAAN
Saadah (Pengawas SMP)
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lombok Timur
miaki.saadah@gmail.com

Identifikasi Permasalahan Mutu di Sekolah Binaan


Konsep mutu dalam bidang pendidikan secara umum
tidaklah berbeda dengan yang ada dalam bidang bisnis,
industri maupun pekerjaan lainnya. Ditinjau dari paham
absolut maupun relative, pandangan produsen maupun
konsumen, bisa dikatakan bahwa mutu pendidikan
mengakomodasi konsep-konsep tersebut. Contoh, di satu
sisi pemerintah mengeluarkan standar mutu yang meliputi
Standar Kompetensi Lulusan, Isi, Proses, Penilaian,
Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Sarana-prasarana,
dan standar Pembiayaan, yang berlaku di seluruh wilayah
hukum Negara Republik Indonesia. Sementera di sisi lain,
masyarakat pengguna pendidikan juga diberi ruang dalam
menentukan jenis kegiatan layanan yang dibutuhkan,
seperti jenis kegiatan ekstrakurikuler, jumlah hari belajar
siswa apakah lima hari atau enam hari, bentuk penanaman
budi pekerti dan kepribadian, jenis mata pelajaran muatan
lokal, dan sebaginya. Jadi, mutu pendidikan dapat juga
dimaknai sebagai suatu dinamika yang dihubungkan
dengan jasa, proses, lingkungan, orang, yang sesuai atau
melampaui standar.
Pendidikan yang bermutu adalah menjadi harapan dari
setiap warga bangsa, hal ini terkait dengan bagaimana
pengalaman mengajarkan dan membuktikan bahwa modal
utama kehidupan di setiap perubahan zaman adalah
pendidikan. Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan
lebih baik membekali anak dengan pendidikan dari pada
hanya dengan harta semata, harus dijawab dengan jaminan
bahwa mutu pendidikan terus diupayakan dan
ditingkatkan. Dirjen Dikdasmen Kemdikbud (Naskah
Akdemik - Rancangan Permendikbud tentang PMP, 2016 : 3)

18
mengingatkan bahwa: “Membangun pendidikan berorientasi
mutu bagi bangsa Indonesia, selain merupakan amanat
konstitusi, juga menjadi sebuah keharusan dalam
menghadapi tuntutan global yang mensyaratkan tampil dan
berperannya manusia-manusia berkualitas serta mampu
menunjukkan eksistensi dan integrasinya di tengah-tengah
persaingan yang semakin ketat di kancah internasional”.
Bagaimana kondisi mutu pendidikan di Indonesia saat
ini? Secara nasional mutu pendidikan dasar dan menengah
di Indonesia belum seperti yang diharapkan. Kementerian
pendidikan dan kebudyaaan (kemendikbud) merilis bahwa
hasil pemetaan mutu pendidikan pada tahun 2016
menunjukkan hanya sekitar 16% satuan pendidikan yang
memenuhi standar nasional pendidikan (SNP). Artinya,
sebagian besar satuan pendidikan belum memenuhi SNP,
bahkan masih ada satuan pendidikan yang belum
memenuhi standar pelayanan minimal (SPM).
Tidak jauh berbeda dengan capain nasional, capaian
mutu sekolah di kabupaten Lombok Timur (khususnya
sekolah binaan) juga masih terus harus berbenah untuk
mencapai standar. Berdasarkan data tahun 2016, capain
rata-rata mutu SMP di Kabupaten Lombok Timur hanya
mencapai 4,30 (menuju SNP III) dan belum satupun sekolah
yang memenuhi SNP. Pada tabel berikut disajikan data
capaian mutu sekolah binaan tahun 2016, yang bersumber
dari laman http://pmp.dikdasmen.kemdikbud.go.id.

Tabel 1 Data Capaian Mutu Sekolah Binaan Tahun 2016

19
Kererangan:
Kategori Capaian Batas Bawah Batas Atas
 Menuju SNP 1 0.00 2.04
 Menuju SNP 2 2.05 3.70
 Menuju SNP 3 3.71 5.06
 Menuju SNP 4 5.07 6.66
 SNP 6.67 7.00

SMP Negeri 1 Sakra (A) termasuk dalam daftar sekolah


binaan yang belum memenuhi SNP. Berdasarkan data mutu
tahun 2016, rata-rata capaian mutu pendidikan di SMP
Negeri 1 Sakra berada di level III (4,32/ menuju SNP III)
dengan rincian: SKL (5,11); Isi (4,58); Proses (5,14);
Penilaian (3,67); P & TK (4,08); Sarpras (4,00); Pengelolaan
(4,16); dan Pembiayaan (3,78). Capaian ini tentu
memerlukan perhatian khusus mengingat SMP Negeri 1
Sakra merupakan salah satu sekolah ungulan di Kabupaten
Lombok timur.
Pertanyaanya adalah, mengapa sekolah-sekolah sulit
untuk mencapai standar mutu yang diharapkan?
Bukankan pengawas sekolah selalu melakukan pemantauan
pelaksanaan delapan SNP di semua sekolah binaannya?
Apakah praktek supervisi atau model pemantauan yang
diterapkan selama ini belum ampuh dalam meningkatkan
capaian mutu sekolah berdasarkan SNP?
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan
kepala sekolah maupun guru-guru, ditemukan sejumlah
permaslaahan yang ditengarai sebagai penyebab rendahnya
capaian mutu sekolah. Permasalahan dimaksud antara lain:
1. delapan SNP belum dipahami secara utuh oleh warga
sekolah sehingga mereka sering kesulitan
menerjemahkannya ke dalam bahasa pengelolaan
sekolah maupun bahasa pembelajaran;
2. masih lemahnya pemahaman terkait teknik yang
perlu dikembangkan agar semua komponen sekolah
memiliki kesadaran akan pentingnya mutu
pendidikan yang sedang dijalankan;
3. program yang dikembangkan sekolah-sekolah binaan
umumnya masih abstrak dan konseptual, sehingga
kurang menukik pada upaya kegiatan peningkatan
dan penjaminan mutu di sekolah;
4. Sekolah-sekolah binaan umumnya belum memiliki

20
standar dan sasaran mutu internal, baik yang mencakup
mutu akademik maupun non-akademik;
5. penjaminan mutu umumnya ditekankan pada tingkat
satuan pendidikan saja, dan peran pemerintah
(termasuk pengawas sekolah) kurang optimal dalam
berbagai upaya pemenuhan dan penjaminan mutu di
sekolah.
Salah satu komponen yang juga disorot terkait dengan
rendahnya mutu ini adalah pengawas sekolah. Hal ini tentu
bisa dimaklumi, karena setelah ditelusuri lebih jauh, tidak
dipungkiri bahwa teknik supervise yang dikembangkan
pengawas selama ini ditengarai turut berkontribusi terhadap
rendahnya capaian mutu sekolah. Jika direnungkan
kembali, “model pembinaan” yang dilakukan melalui
kunjungan sekolah/kunjungan kelas dengan teknik
“observasi, Tanya-tanya, perintah-perintah” (ada/tidak;
lengkapi ini; lengkapi itu; dan sejenisnya) yang selama ini
biasa dilakukan pengawas sekolah, dipandang kurang
memadai dalam mengelaborasi hal-hal terpenting terkait
peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Dengan dasar itu,
dirasa perlu untuk melakukan pemantauan pelaksanaan
delapan SNP dengan strategi yang berbeda dari sebelumnya,
yakni dengan menggunakan pendekatan partisipatif.

Tinjauan tentang Pendekatan Partisipatif


Partisipasi secara umum adalah keikutsertaan seseorang
dalam suatu kegiatan sosial di masyarakat yang umumnya
didorong oleh keinginan sendiri tanpa adanya tekanan atau
paksaan dan dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Djalal dan Supriadi (dalam Yuwono, 2001:201-202)
menjelaskan bahwa pembuatan keputusan dengan
menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam
bentuk apapun untuk kepentingan orang lain ataupun
organisasi. Jadi dalam pandangan ini, ikut terlibat dalam
bentuk barang dan jasa, penyampaian saran dan pendapat,
keterampilan, termasuk ke dalam makna partisipasi.
Sumaryadi (2005:46) menjelaskan
bahwa partisipasi adalah peran serta seseorang atau
kelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik
dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan
dengan memberi masukan seperti: pikiran, tenaga, waktu,
keahlian (skill). Sementara Junait (2013) menyimpulkan
bahwa partisipasi adalah “keterlibatan aktif dari seseorang,

21
atau sekelompok orang (masyarakat) secara sadar untuk
berkontribusi secara sukarela dalam program pembangunan
dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
monitoring sampai pada tahap evaluasi.” Kedua ahli ini
menekankan kasuarelaan seseorang untuk turut serta
dalam setiap proses yang dilalui orang lain maupun
organisasi mencapai tujuannya.
Meski dengan focus yang berbeda, dapat disimpulkan
bahwa partisipasi adalah keikutsertaan seseorang dalam
meluangkan waktu, tenaga, pikiran, harta maupun keahlian
untuk mendukung kegiatan orang lain atau suatu
organisasi. Keikutsertaan tersebut tentu harus didasari
oleh kesadaran bahwa dirinya adalah bagian dari pihak
yang perlu turut bertanggungjawab terhadap keberhasilan
orang lain atau suatu organisasi tersebut. Apapun
bentuknya, partisipasi bertujuan untuk membantu
keberhasilan seseorang atau organisai dalam mencapai
tujuan.
Mengacu pada simpulan di atas, maka yang dimaksud
dengan pendekatan partisipatif dalam pemantauan
pelaksanaan delapan SNP adalah upaya pengawas Pembina
dalam merekam keterlaksanaan seluruh program yang
sudah disusun sekolah binaannya dalam rangka pencapian
atau pemenuhan SNP dan diindaklanjuti dengan cara dan
teknik tetentu (pendampingan, pembmbingan). Partisipasi
pengawas, tida hanya dalam memberikan saran atupun
petunjuk terkait upaya pemenuhan dan penjaminan mutu
di sekolah, namun terlibat juga dalam mengidentifikasi
masalah dan pontesi yang ada di sekolah. Point utama dari
pendekatan partisipatif ini adalah pengawas sekolah turut
bertanggung jawab secara professional terhadap pencapaian
mutu tersebut.

Impelemntasi Pendekatan Partisipatf dalam Pemantauan


Pelaksanaan Delapan SNP
Salah satu tugas pokok pengawas sekolah sebagaiman
diatur dalam Permeneg PAN&RB Nomor 21 Tahun 2010
tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka
Kreditnya adalah melakukan pemantauan pelaksanaan 8
(delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP). Kemendikbud,
Dirjen GTK (2016 : 17) menyebutkan bahwa, pemantauan
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk

22
mengetahui perkembangan pelaksanaan suatu program,
apakah sudah sesuai dengan rencana atau standar yang
telah ditetapkan, serta menemukan hambatan-hambatan
yang harus diatasi dalam pelaksanaan program. Dari hasil
perekaman ini diharapkan diperoleh kepastian tentang
kecukupan sumber daya, kapasitas sumber daya manusia,
dan lain sebagainya serta ketercapaian kegiatan yang sesuai
dengan rencana. Dalam pelaksanaannya, Kemeterian
Pendidikan dan Kebudayaan (2016 : 18) menyebutkan
bahwa, pemantauan pelaksanaan pemenuhan Standar
Nasional Pendidikan dilaksanakan dengan berpedoman
pada prinsip-prinsip berikut yaitu komprehensif, kooperatif,
kontinyu, objektif, berdasarkan kriteria yang valid,
fungsional, dan diagnostik. Pemantauan pelaksanaan
delapan SNP dengan pendekatan partisipatif, dilakukan
melalui beberapa tahap sebagai berikut.

Pertama: Perencanaan (tahap pembinaan)


Pembinaan merupakan kegiatan pengawas dalam
memberikan bimbingan atau bantuan kepada guru dalam
mengelola pembelajaran dan/atau kepada kepala sekolah
dan tenaga kependidikan lainnya dalam kegiatan
administrasi dan pengelolaan sekolah, agar mereka dapat
memecahkan masalah pembelajaran atau masalah
pengelolaan sekolah yang dihadapinya. Pada saat
melakukan pembinaan, pengawas mengedepankan siklus
penjaminan mutu yang sudah direkomendasikan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yakni sistem
penjaminan mutu internal (SPMI), yang meliputi pemetaan,
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, serta
penetapan strategi atau standar baru. Kegiatan yang
dilakukan pada tahap ini meliputi:
a. Menyiapkan struktur program dan jadwal kegiatan
pembinaan (sebelum pemantauan);
b. Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang
diperlukan, seperti bahan-bahan pembinaan,
alat/media yang dibutuhkan seperti rapor mutu,
indikator mutu per SNP serta materi-materi dan
format-format pendukung lainnya;
c. Menyiapkan instrumen (catatan lapangan) pembinaan
dan pemantauan;
d. Menyiapkan materi dan strategi pembinaan seperti:
mekanisme penjaminan mutu internal dan indikator

23
mutu berdasakan SNP, kerja kelompok/individual,
workshop.

Kedua: Pelaksanaan
Pemantauan pelaksanaan delapan SNP secara umum
dilakukan berdasarkan komposisi aktivitas pada saat
pembinaan. Selama pembinaan dan pemantuan, pengawas
tidak hanya terlibat sebagai narasumber dan bertanya
tentang keterlaksanaan atau ketidakterleksanaan sebuah
program, melainkan ikut secara professional
bertanggungjawab terhadap keberhasilan dari program yang
sudah direncanakan. Kegiatan pembinaan dan pemantauan
dimaksud dapat digambarkan pada diagram berikut.

Gambar 1 Diagram pemantauan pelaksanaan delapan SNP dengan Pendekatan


Partisipatif.

24
Ada sejumlah kegiatan yang dilakukan pengawas saat
melakukan pembinaan dan pemantuan pelaksanaan
delapan SNP dengan pendekatan partisipatif.
1. Mendorong dan
mendampingi
sekolah untuk
menerapkan siklus-
siklus SPMI dalam
menindaklanjuti
data mutu sekolah
berdasakan hasil
olahan aplikasi
kemendikbud, yang
dipublish pada Gambar 2 Pembinaan SNP dengan Metode
laman Workshop

http://pmp.dikdasmen.kemdikbud.go.id. Bentuk
kegiatannya sebagai berikut.
a. Menjadi narasumber saat workshop pelaksanaan
seluruh siklus penjaminan mutu internal mulai dari
pemetaan mutu sekolah berdasakan SNP,
perencanaan pemenuhan mutu, pelaksanaan
pemenuhan mutu, sampai dengan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan pemenuhan mutu. Target yang
diharapkan dalam pelaksanaan pembinaan SNP
melalui workshop ini adalah:
1) Seluruh komponen sekolah memahami SNP secara
utuh dan menjadikan standar kompetensi lulusan
sebagai acuan utama pengemabnagan standar isi,
proses, penilaian, PT&K, sarana prasarana,
pengelolaan dan pembiayaan.
2) Sekolah terampil melakukan pemetaan mutu
sekolah (siklus 1) berdasarkan SNP (Rapor Mutu
2016) sehingga memiliki profil mutu.
3) Sekolah terampil menyusun rencana pemenuhan
mutu (siklus 2) berdasarkan hasil pemetaan.
4) Sekolah terampil melakukan pemenuhan mutu
sekolah sesuai rencana yang sudah disusun (siklus
3).
5) Sekolah terampil melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan pemenuhan mutu sampai
dengan penetapan strategi peningkatan mutu (siklus
4 dan 5).

25
Memberikan bimbingan teknis dan layanan konsultasi
pelaksanaan seluruh siklus penjaminan mutu sebagai
langkah strategis pemenuhan dan penjaminan mutu
sekolah berdasarkan SNP. Hal ini dimaksudkan agar
seluruh komponen yang ada di sekolah bisa dengan mudah
memahami dan mengimplementasikan pemenuhan SNP
sesuai bidang tugasnya.
2. Berpartisipasi atau terlibat secara optimal dalam
menyusun berbagai
dokumen mutu
berdasarkan SNP,
seperti pemetaan mutu,
perencanaan
pemenuhan mutu,
pelaksaaan pemenuhan
mutu, monitoring dan
evaluasi pelaksanaan
pemenuhan mutu serta
penentuan strategi baru untuk pemenuhan dan
peningkatan mutu bedasarkan hasil monitoring dan
evaluasi. Hal ini dilakukan antara lain dengan memberikan
contoh, bimbingan teknis, motivasi, masukan atau saran,
terutama untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Gambar 4 Partisipasi dalam penyusunan dokumen mutu berdasarkan SNP.

3. Berpartisipasi dalam berbagai upaya pemenuhan


mutu sekolah berdasarkan rencana yang sudah disepakati
bersama. Misalnya, ikut serta dalam menganaisis hasil PAS
Bersama, meberikan contoh tentang teknis penyusunan

26
buku pedoman guru, menjadi narasumber dalam workshop
penyusan RPP, sebagainya.

Gambar 5 Partisipasi dalam Pemenuhan Mutu.

Dalam pelaksanaannya, pendekatan partisipatif tidak


lepas dari sejumlah factor yang mendukung dan
menghambat. Sikap terbuka Kepala Sekolah dalam
menelisik semua capaian SNP, baik yang menyangkut
bidang akademik maupun non akademik (pengelolaan
sekolah), serta antusias yang tinggi dari guru-guru,
merupakan faktor yang sangat mendukung keberhasilan
pembinaan dan pemantauan SNP dengan pendekatan
partisipatif di sejumlah sekolah binaan (khususnya di SMPN
1 Sakra). Sedangkan waktu yang dimiliki pengawas Pembina
yang relatif terbatas serta belum kuatnya proses pemecahan
masalah mutu yang diutamakan diprakarsai oleh kepala
sekolah atau komopnen sekolah lainnya untuk dipecahkan
bersama pengawas Pembina, merupakan faktor
penghambat. Meski demikian, terlepas dari sejumlah
penghambat di atas, dengan pendekatan partisipatif
ditemukan sejumlah praktek baik (best practice) dan
memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas pengelolaan
sekolah dan pembelajaran berdasarkan SNP.

Capaian Mutu Sekolah Binaan (Khususnya di SMPN 1


Sakra)
Esensi dari kegiatan pembinaan dan pemantauan
pelaksanaan SNP di setiap sekolah binaan adalah

27
memastikan bahwa seluruh komponen sekolah dalam
pelaksanaan tugas berupaya untuk memenuhi dan/atau
melampaui delapan SNP dengan baik. Pembinaan dan
pemantauan pelaksanaan delapan SNP dengan pendekatan
partisipatif dimaksudkan agar terbangun budaya mutu
secara mandiri dan berkelanjutan dengan tingkat partisipasi
yang tinggi dari seluruh komponen sekolah. Dengan
pendekatan ini pula diharapkan budya mutu di sekolah bisa
meningkat dan berkelanjutan.
Berikut disajikan sejumlah capaian mutu sekolah
sesudah dilakukan pemantauan pelaksanaan SNP dengan
pendekatan partisipatif.
a. Manajemen sekolah sedikit bergeser dari
manajemen konvensional ke manajemen yang bersifat
kewirausahaan.

Sebelum → Setelah (Meski belum


optimal)
Keputusan terpusat → Keputusan partisipatif
(rekomendasi tim)
Pendelegasian → Pemberdayaan
Satu-dua orang yang → Timwork yang cerdas
cerdas
Digerakkan → Digerakakan visi-misi-tujuan
aturan/Kebijakan sekolah
Penggunaan uang → Prioritas & efisiensi
Semuanya & belanja

b. Peningkatan Hasil belajar siswa (akademik) dari


tahun sebelumnya (2016). Hasil belajar siswa SMP
Negeri 1 Sakra (Ulangan Semsester I Tahun pelajaran
2017/2018 lebih baik dari tahun sebelumnya,
2016/2017), rata-rata meningkat dari 5,52 menjadi
6,16.

28
Tabel 2. Data capaian hasil belajar siswa Tahun 2016 dan 2017

c. Capaian Mutu berdasarkan Rapor Mutu 2016 &


2017. Data dan Informasi mutu (berdasrkan rapor mutu
tahun 2017), lebih baik dari pada data mutu tahun
2016. Berikut disajikan grafik capaian mutu sekolah
2016/2017 dan 2017/2018.

Sumber: http://www.dikdasmen.kemdikbud.go.id.
Gambar 6 Capaian Mutu tahun 2016 dan 2017

d. Sekolah berhasil merencanakan lima (5)


program unggulan sebagai tindak lanjut hasil evaluasi,
yaitu: 1) Melaksanakan Analisis Hasil PAS Bersama, 2)

29
Pengintegrasian Penguatan Pendidikan karakter (PPK) ke
dalam pembelajaran, 3) Pembuatan peta kelas (peta
tempat duduk siswa) berdasarkan aspek fisik,
intelektual, sosial emosional, moral, dan latar belakang
sosial budaya, 4) Penerapan Manajemen Mutu Terpadu
(termasuk melibatkan pihak luar) dalam upaya
mpenjaminan mutu, 5) Membuat Jurnal Refleksi.
e. Prestasi Non-akademik siswa meningkat dari
tahun sebelumnya. Pada tahun 2016 belum pernah
juara umum, pada tahun 2017/2018 meraih juara
umum silat dan PMR. Gambar berikut merupakan
sebagain dokumen yang membuktikan capaian prestasi
non-akademik siswa di bidang PMR dan Salat.

Gambar 7 Dokumen Capaian Non Akademik Siswa

Dampak Kegiatan bagi Komunitan Sekolah


Dampak kegiatan pembinaan dan pemanatauan
pelaksanaan delapan SNP menngunakan pendekatan
partisipatif ini bagi komunitas sekolah adalah sebagai
berikut:
1. Berkembang hubungan kolegalitas yang kreatif
antara kepala sekolah dan guru, antara guru dengan
guru di sekolah, bahkan antara guru, kepala sekolah
dengan pengawas sekolah.
Berikut tanggapan atau testimoni kepala sekolah
terkait pembinaan dan pamatauan dengan partisipatif.
Zaenudin (Kepala SMP Negeri 1 Sakra)
“Begini seharusnya model supervise yang
dikembangkan. Jadi, hubungan antara kepala sekolah
dan pengawas tidak seperti hubungan antara bawahan

30
dan atasan”.
Izzuddin (Kepala SMP Negeri 2 Terara)
“Menurut saya, ini sangat bagus. Kita malah
berharap ibu sering-sering ke sekolah, karena banyak
hal yang perlu kami tanyakan dan perlu bimbingan”.
Suhairi (Kepala SMP Islam NW Gayut)
“Dengan pembinaan seperti ini, jujur baru sekarang
saya dan guru-guru merasa nyaman dengan pengawas.
Selama ini, begitu ada pengawas datang, guru-guru
takut ditanya itu…ditanya ini…, sekarang ditunggu
kedatangan ibu….”.
Lalu Muh. Ihwan Zaini (Kepala SMP Islam Al-
Badriyah Sundak)
“Teknik pembinaan sangat bagus. Tidak takut
disalahkan, kita enak bertanya itu, ini…yaa bertanya
banyak hal lah...bahkan melalui telpon atau sms
sekalipun kita bias bertanya.”.
2. Terkumpulnya sejumlah dokumen
keberhasilan lomba non-akademik yang sebelumnya
tidak terdokumentasikan dengan baik di sekolah.

Gambar 8 Dokumentasi Capaian Non-akademik Siswa.

Rekomendasi
Meski “budaya Mutu” belum bisa disimpulkan telah
menjadi karakter dari seluruh komponen yang ada di
sekolah, namun setidaknya, pembinaan dan pemantauan
pelaksanaan delapan SNP dengan pendekatan partispatif
telah mampu menelurkan sejumlah program yang baru
terpikirkan setelah pengawas terlibat secara aktidf dalam
berbagai kegiatan penjmainan mutu. Keberpartisipasian
pengawas Pembina secara natural dalam berbagai upaya
pemenuhan SNP, telah berdampak pada semakin
31
optimalnya keterlibatan seluruh komponen sekolah dalam
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan SNP, yang
kemudian berdampak positif bagi peningkatan kualitas
pengelolaan sekolah dan hasil belajar siswa. Pembinaan dan
pemantauan pelaksanaan delapan SNP dengan pendekatan
prtisiatif, diyakini telah membawa dampak positif bagi
upaya pemenuhan mutu sekolah dengan keterlibatan yang
cukup optimal dari seluruh komoponen sekolah.
Direkomendasikan kepada rekan-rekan pengawas sekolah,
untuk mencobakan pendekatan prtisiatif ini sebagai strategi
alternatif dalam melaksanakan pembinaan dan pemantauan
pelaksanaan delapan SNP di sekolah binaanya.

32
Daftar Pustaka
Handayani, Meni. 2016. Pencapaian Standar Nasional
Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA Di
Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, 1, (2), 179-201.
Junait. 2013. Konsep dan Pengertian Partisipasi
Masyarakat. Tersedia di
https://junait.blogspot.com/2013 (online).
Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia,.2016.
Naskah Rancangan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tentang Penjaminan Mutu Pendidkan
Dasar dan Menegah. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. 2016. Rapor Mutu Sekolah. Tersedia di
http://www.dikdasmen.kemdikbud.go.id (online).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. 2017. Rapor Mutu Sekolah. Tersedia di
http://www.dikdasmen.kemdikbud.go.id (online).
Keneterian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016.
Pemantauan Pelaksanaan Pemenuhan Standar
Nasional Pendidikan. Jakarta : Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta : Direktur
Jenderal Peraturan Perundang-Undangan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Soetrisno, Loekman. 2000. Menuju Masyarakat
Partisipatif. Yogyakarta: Kanisius.
Sumaryadi, I Nyoman. 2005. Efektivitas Implementasi
Kebijkan Otonomi Daerah. Jakarta: Citra Utama
Yuwono, Teguh. 2001. Manajemen Otonomi
Daerah : Membangun Daerah Berdasarkan
Paradigma Baru. Semarang : Diponegoro University

33
TENTANG PENULIS
Sa’ adah, lahir 31 Desember 1962 di
desa Jenggik Kecamatan Terara
Kabupaten Lombok Timur NTB. Sarjana
Pendidikan Kewarganegaraan dari
Universitas Terbuka ini mulai bertugas
sebagai guru sejak 1 Januari 1983 di
SMP Negeri 1 Terara. Saat ini bertugas
sebagai pengawas SMP di Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Lombok Timur yang beralamatkan di
Jalan Prof. Moh. Yamin SH, No 65 Selong. Kegiatan
kepengawasan sudah ditekuni sejak 14 Juli 2009. Berbagai
penelitian khusunya penelitian penelitian tindakan sekolah
telah dilakukan dan kegiatan penelitian ini sudah menjadi
bagian dari kebutuhan tugas. Pada 2017 s.d 2018
melakukan penelitian kualitatif terkait implementasi SPMI di
sejumlah sekolah binaan di Kabupaten Lombok Timur.
Berbekal laporan hasil penelitian tersebut, penulis mencoba
mengembangkannya menjadi sebuah buku yang berjudul
“Pendekatan Partisipatif: Meningkatkan Capaian Mutu
Sekolah Binaan ”.
Emil : miaki.saadah@gmail.com
HP : 08175700352

34
SET-INDUCTION SEBAGAI KEGIATAN
LITERASI PEMBELAJARAN
Romli
Pengawas SMP Disdik Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan
romlibawit1966@gmail.com

Permasalahan Literasi Pembelajaran di Sekolah Binaan


Guru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
dalam proses belajar mengajar. Guru adalah pendidik
professional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan
adalah menumbuhkan kreativitas guru. Dalam hal ini yang
dimaksud adalah kreativitas guru dalam proses belajar
mengajar. Menurut Riyanto (2010), Kreativitas adalah suatu
proses yang dilakukan seseorang untuk menuntut
keseimbangan dan aplikasi dari ketiga aspek esensial
kecerdasan analitis, kreatif dan praktis, beberapa aspek
yang ketika digunakan secara kombinatif dan seimbang
akan melahirkan kecerdasan kesuksesan Oleh karena itu,
kreativitas adalah suatu gabungan kemampuan yang terdiri
dari beberapa aspek kecerdasan yang menghasilkan suatu
kesuksesan.
Kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
menciptakan hal-hal suatu produk yang baru, baik yang
benar- benar baru sama sekali maupun hasil modifikasi
atau perubahan dengan mengembangkan hal- hal yang
sudah ada, sehingga bila dalam hal ini dikaitkan dengan
kreativitas guru dalam mengajar, guru yang bersangkutan
mungkin dapat menciptakan suatu strategi mengajar yang
benar-benar baru dan orisinil (asli ciptaan sendiri), atau
modifikasi dari berbagai strategi belajar yang ada sehingga
menghasilkan bentukan baru.
Jadi, kreativitas guru dalam pembelajaran pada
dasarnya merupakan suatu proses yang kompleks sifatnya,
sebagai ilustrasi, proses itu memikirkan berbagai ide atau

35
gagasan dalam mengelola dan mengembangkan pelajaran.
Dalam proses belajar mengajar, menciptakan ide atau
gagasan baru merupakan suatu keunikan dan tantangan
tersendiri bagi guru yang kreatif dalam memunculkan
berbagai temuan baru.
Hal ini berpengaruh pada kesiapan guru sebelum
melaksanakan pembelajaran di sekolah. Dalam mengajar
kreativitas itu penting, artinya bahwa dalam mengajar
diperlukan keterampilan guru dalam mengelola bahan ajar
yang disampaikan dengan cara membuat variasi atau
kombinasi baru, agar tidak terjadi kebosanan dengan
pelajaran yang dapat membuat perbedaan dalam tingkah
laku, pencapaian dikemudian hari dan kualitas kehidupan
peserta didik pada hasil belajarnya.
Adapun kreativitas yang dimaksud pada pembahasan ini
adalah adanya penciptaan suasana baru dalam Kegiatan
Belajar Mengajar yang dapat meningkatkan motivasi,
kecerdasan analitis, kreatif dan praktis, dan menyenangkan
dalam menerapkan literasi pembelajaran pada waktu
tertentu khususnya waktu pembukaan pembelajaran (set-
induction)
Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran (Set
Induction and Closure Skills) adalah usaha atau kegiatan
yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran
untuk menciptakan pra-kondisi bagi siswa agar mental
maupun perhatiannnya terpusat pada apa yang akan
dipelajarinya, sehingga usaha tersebut akan memberikan
efek yang positif terhadap kegiatan belajar. guru mengajar
Menutup pelajaran (closure) adalah kegiatan yang dilakukan
oleh guru untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran
menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari oleh siswa,
mengetahui tingkat pencapaian siswa dan tingkat
keberhasilan guru dalam proses pembelajaran. Komponen
membuka pelajaran adalah sebagai berikut: Membuka
Pelajaran komponennya meliputi: Menarik perhatian siswa.
Gaya mengajar, penggunaan media pembelajaran atau pola
interaksi yang bervariasi. menimbulkan motivasi, disertasi
kehangatan dan keantusiasan, menimbulkan rasa ingin
tahu, mengemukakan ide yang bertentangan dan
memperhatikan minat atau interest siswa. Bemberi acuan
melalui berbagai usaha, seperti mengemukakan tujuan
pembelajaran dan batas-batas tugas, menyarankan

36
langkah-langkah yang akan dilakukan, mengingatkan
masalah pokok yang akan dibahas dan mengajukan
beberapa pertanyaan. Memberikan apersepsi (memberikan
kaitan antara materi sebelumnya dengan materi yang akan
dipelajari) sehingga materi yang dipelari merupakan satu
kesatuan yang utuh yang tidak terpisah-pisah
Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. Literasi
menjadi sarana peserta didik dalam mengenal, memahami,
dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di bangku
sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan peserta
didik, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya
untuk menumbuhkan budi pekerti mulia. Literasi pada
awalnya dimaknai 'keberaksaran' dan selanjutnya dimaknai
'melek' atau 'keterpahaman'. Pada langkah awal, “melek
baca dan tulis" ditekankan karena kedua keterampilan
berbahasa ini merupakan dasar bagi pengembangan melek
dalam berbagai hal. Peta jalan Gerakan Literasi Nasional
Kemendikbud (2017) mendefinisikan literasi sebagai: a)
suatu rangkaian kecakapan membaca, menulis, dan
berbicara, kecakapan berhitung, dan kecakapan dalam
mengakses dan menggunakan informasi; b) sebagai praktik
sosial yang penerapannya dipengaruhi oleh konteks; c)
sebagai proses pembelajaran dengan kegiatan membaca dan
menulis sebagai medium untuk merenungkan, menyelidik,
menanyakan, dan mengkritisi ilmu dan gagasan yang
dipelajari; dan d) sebagai pemanfaatan teks yang bervariasi
menurut subjek, genre,dan tingkat kompleksitas bahasa.
Menurut World Economic Forum dalam Satgas GLS
(2016), peserta didik memerlukan 16 keterampilan agar
mampu bertahan di abad XXI, yakni literasi dasar
(bagaimana peserta didik menerapkan keterampilan
berliterasi untuk kehidupan sehari-hari), kompetensi
(bagaimana peserta didik menyikapi tantangan yang
kompleks), dan karakter (bagaimana peserta didik
menyikapi perubahan lingkungan mereka). Dalam lingkup
karakter, penguatan pendidikan karakter (PPK) di Indonesia
mengacu pada lima nilai utama, yakni (1) religius, (2)
nasionalis, (3) mandiri, (4) gotong royong, (5) integritas
(Depdikbud, 2016).
Tujuan utama penggunaan strategi literasi dalam
pembelajaran adalah untuk membangun pemahaman siswa,
keterampilan menulis, dan keterampilan komunikasi secara
menyeluruh. Selama ini berkembang pendapat bahwa

37
literasi hanya ada dalam pembelajaran bahasa atau di kelas
bahasa. Pendapat ini tentu saja tidak tepat karena literasi
berkembang rimbun dalam bidang matematika, sains, ilmu
sosial, teknik, seni, olahraga, kesehatan, ekonomi, agama,
prakarya dan lain-lain.
Strategi literasi adalah strategi untuk memahami teks
melalui kegiatan:
 Menghubungkan teks dengan pengetahuan,
pengalaman atau teks yang lain;
 Membuat inferensi atau prediksi tentang teks;
 Merumuskan pertanyaan;
 Memvisualisasikan pemahaman tentang teks;
 Mengidentifikasi ide penting/pokok dan pendukung;
 Mengkomunikasikan pemahaman terhadap teks.
Semua kegiatan ini dilakukan sebelum, selama, dan
sesudah membaca sebuah teks.

Kondisi real pada saat ini di SMPN B Srikaton


Tugumulyo adalah tidak satupun guru
mengimplementasikan literasi pembelajaran pada saat
kegiatan belajar mengajar berlangsung. Mereka
menyampaikan materi secara monoton dan membosankan
karena mereka mengejar target kurikulum, yang penting
materi dapat disampaikan sesuai dengan program, namun
disisi lain guru tidak mengembangkan keterampilan berfikir
kritis, kolaboratif, kreatif dan komunikatif. Guru hanya
menilai siswa melalui latihan soal-soal.

Keadaan Awal
SMP Negeri B Srikaton terletak di Jalan Jenderal
Sudirman Kampung B Srikaton Kecamatan Tugumulyo
Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan yang
didirikan 42 tahun yang lalu yakni pada tanggal 26 Juni
1976, dengan data Pendidik dan Tenaga Kependidikan serta
peserta didik pada saat ini sebagai berikut.

Tabel. Rekapitulasi Data PTK dan Peserta Didik SMPN B


Srikaton
No Uraian Guru Tendik PTK PD
1 Laki – Laki 9 4 13 330
2 Perempuan 32 6 38 417
TOTAL 41 10 51 747

38
Pendidik dan Tenaga Kependidikan terdiri atas guru laki-
laki 9 dan perempuan 32 orang, sehingga totalnya 41 orang;
sedangkan tenaga kependidikan terdiri atas laki-laki 4
orang, danperempuan 6 orang, sehingga totalnya 10 orang.
Jumlah siswa laki-laki 330 orang, siswa perempuan 417
orang, total 747 siswa yang diklasifikasikan menjadi 21
kelas (masing-masing kelas VII, VIII dan IX sebanyak 7
kelas).
Dari hasil observasi perangkat pembelajaran khususnya
RPP dan supervisi kelas, dari empat puluh satu guru Mata
Pelajaran mulai dari kelas VII, VIII dan IX belum
melaksanakan kegiatan literasi pembelajaran baik pada
kegiatan set-induction atau introduction, Whilest Activities
sampai kepada Closure (penutup) begitu juga pada
kunjungan kelas, KBM membosankan penuh dengan
kegiatan latihan soal-soal, menjawab pertanyaan
berdasarkan teks, tidak komunikatif, tidak ada motivasi
kepada siswa untuk mengeksplorasi kemampuan berbicara
dan belum terlihat kegiatan literasi pembelajaran. Kemudian
untuk menggali informasi yang lebih mendalam mengapa
guru tidak melaksanakan kegiatan literasi pada
pembelajaranya, jawabnya sama bahwa mereka tidak
paham apa itu literasi pembelajaran.
Oleh karena itu kewajiban pengawas pembina untuk
melakukan pembimbingan terhadap guru-guru Mata
Pelajaran di SMP Negeri B Srikaton dengan pendekatan
kolaboratif melalui supervisi individual agar dapat
memanfaatkan waktu pada kegiatan pembukaan atau set
induction sebagai kegiatan literasi pembelajaran untuk
memotivasi guru dan siswa agar mampu mengembangkan
kreativitasnya, berkolaborasi, kreatif dan mampu
berkomunikasi dengan baik sehingga dapat menciptakan
kegiatan belajar mengajar yang menarik, gembira dan
menyenangkan.
Kegiatan Literasi Pembelajaran pada waktu Set-
Induction dapat bermanfaat untuk:
a. Meningkatkan motivasi guru dalam melaksanakan
tugas-tugasnya sehingga menjadi lebih profesional.
b. Bagi kepala sekolah untuk membantu memecahkan
masalah guru,.
c. Meningkatkan kinerja pengawas sekolah dalam
memecahkan masalah akademik dan manajerial

39
d. Meningkatkan kinerja dan mutu sekolah secara
keseluruhan.

Strategi Set Induction


Set Induction adalah usaha atau kegiatan awal atau
pembukaan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan
pembelajaran untuk menciptakan pra-kondisi bagi siswa
agar mental maupun perhatiannnya terpusat pada apa yang
akan dipelajarinya, sehingga usaha tersebut akan
memberikan efek yang positif terhadap kegiatan belajar.
Strategi pelaksanaannya adalah supervisor bersama guru
mengadakan negosiasi untuk menerapkan kapan supervisor
akan melakukan observasi kelas. Pada saat ini, supervisor
melakukan observasi langsung untuk mengamati proses
belajar mengajar guru dan aktivitas murid. Nantinya hasil
pengamatan dianalisis. Dalam analisis, supervisor
menyiapkan beberapa pertanyaan yang sudah dipersiapkan
pada instrumen (awal kegiatan) untuk mengarahkan
pemahaman guru terhadap masalah yang dihadapinya.
Pada tahap pertemuan balikan, supervisor dan guru
menyusun rencana pelaksanaan kegiatan mulai dari
planning, organizing, actuating, controlling, evaluating dan
follow-up
Kemudian supervisor bersama guru mulai memecahkan
masalah implementasi Literasi Pembelajaran pada kegiatan
“set-induction”. Dalam pemecahan masalah ini sebaiknya
supervisor dengan guru bersama-sama menetapkan
struktur, proses dan kriteria dalam melakukan percakapan
terhadap masalah yang dihadapi oleh guru sehingga guru
mata pelajaran dapat merancang kreativitasnya dan
menerapkannya sesuai dengan mata pelajarannya masing-
masing serta dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-
baiknya dan kegiatan literasi pembelajaran dapat
berlangsung dengan menyenangkan serta dapat memotivasi
proses belajar mengajar. Hal ini dilakukan selama dalam
satu semester (Agustus s.d. Desember 2018). Pada
pertemuan akhir semester, guru mata pelajaran diminta
untuk melakukan refleksi dengan mengisi instrumen
(sesudah pelaksanaan) untuk mengetahui sejauhmana
penerapan kegiatan literasi pembelajaran pada waktu “set-
induction”.

40
Gambar 1. Sosialisasi dan Kegiatan Literasi SMP Negeri B Srikaton

Pemecahan Masalah Literasi Pembelajaran dengan Set


Induction
Proses kegiatan Literasi Pembelajaran ini melibatkan
seluruh guru mata pelajaran mulai dari mempersiapkan
penulisan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang menulis
seluruh rangkaian kegiatan pada awal
pelajaran/pembukaan atau “set-induction”. Monitoring dan
Evaluasi pelaksanaan program untuk mengetahui
keterlaksaan program, apakah dilaksanakan dengan baik
atau tidak.
Langkah-langkah yang diambil sangat efisien dan
ekonomis sebagai tahapan operasional yang telah dilakukan
antara lain: 1) melakukan perencanaan (Planning) dengan
membuat Jadwal Kegiatan, Mendata guru apakah sudah
melaksanakan kegiatan literasi pembelajaran atau belum,
Mengkomunikasikan tentang literasi pembelajaran kepada
guru dan Mensosialisasikan literasi pembelajaran, 2)
pengorganisasian (Organizing) antara lain Menugaskan guru
untuk mempersiapkan perangkat pembelajaran khususnya
kegiatan literasi dalam RPP yang akan disampaikan kepada
siswa. Menugaskan guru untuk menentukan teknik
penyampaian materi yang tepat sebagai kreativitas guru
dalam melaksanakan literasi pembelajaran berupa
Implementasi lietrasi pembelajaran yang berlangsung
kurang lebih 15 menit untuk beberapa siswa tampil
mempresentasikan berupa tugas rumah yang sudah
dipersiapkan sesuai dengan materi ajar apakah dalam
bentuk resume, membaca portofolio, bercerita, hafalan,
41
bernyanyi, bercerita dengan menggunakan media, membaca
puisi dan lain sebagainya disesuaikan dengan
kreativitasnya masing-masing, 3) penggerakan (Actuating)
yaitu dengan Mendata Jam KBM untuk dijadikan acuan
pelaksanaan kegiatan dan Keg. Supervisi, Melakukan
pendekatan secara kolaboratif dan Melaksanakan program
kerja secara efektif dan efisien dengan menerapkan
rumusan program yang telah disusun, 4) pengawasan
(Controlling) dengan Memantau pelaksanaan KBM dengan
cara melaksanakan Supervisi guru secara Individual, 5)
Penilaian (Evaluating) Melaksanakan Penilaian dan analisis
perkembangan kemampuan kompetensi, serta 6) tindak
lanjut (Follow-up) melakukan lomba literasi sekolah atau
mengikuti lomba-lomba literasi tingkat kecamatan,
kabupaten maupun provinsi.
Instrumen yang digunakan berupa Angket wawancara
yang dilakukan kepada setiap guru mata pelajaran baik
pada awal pertemuan (sebelum pelaksanaan) maupun akhir
pertemuan (setelah pelaksanaan) untuk menggali data
tentang pelaksanaan Literasi Pembelajaran dengan
pertanyaan sebagai berikut:
1. Persiapan apa saja yang dilakukan sebelum memulai
proses pembelajaran?
2. Sejak kapan program literasi diterapkan di sekolah?
3. Bagaimana cara menerapkannya?
4. Upaya apa yang dilakukan untuk mengembangkan
literasi pada siswa?
5. Apa manfaat yang didapat setelah menerapkan
program literasi pembelajaran yang anda lakukan?

Hasil dan Dampak pelaksanaan Set Induction pada


Literasi Pembelajaran Guru
Kreatifitas guru Mata Pelajaran pada setiap jenjang atau
kelas dalam memanfaatkan waktu pada kegiatan awal
pembelajaran atau pembukaan (set-induction) untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa antara lain 1) guru
mata pelajaran Pendidikan Agama memanfaatkan waktu
pembukaan dengan memerintahkan siswanya untuk
presentasi cerama agama atau membaca ayat pendek yang
sudah ditugaskan sebelumnya sebanyak 3 sampai 4 orang
siswa secara bergiliran pada setiap pertemuan, 2) guru PKn
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca,
merangkum dan melakukan tanya jawab dan diskusi

42
masalah UUD 1945 dan lainnya, 3) guru Bahasa Indonesia
memberikan kesempatan untuk bercerita dan presentasi
portofolio, 4) guru Bahasa Inggris memerintahkan siswanya
untuk mempresentasikan tugas rumah dengan story-telling,
bercerita dengan media gambar atau memperkenalkan diri
sendiri maupun orang lain, 5) guru Matematika memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hafalan
perkalian, mengerjakan latihan penjumlahan, perkalian,
pembagian tentang pecahan, 6) guru IPA memerintahkan
siswanya untuk browsing bahan dari internet dan
presentasi, 7) guru IPS menyuruh siswanya bercerita
tentang sosial budayanya masing-masing, 8) guru Seni
Budaya memberikan kesempatan kepada siswanya untuk
menyanyikan lagu wajib nasional atau daerah, 9) penjaskes
bercerita tentang hobby dan bagaimana cara
mengembangkan hobby menjdi prestasi, 10) guru TIK
mempraktekkan cara penggunaan internet serta siswa
mecari bahan/materi yang ditugaskan oleh guru, 11) guru
prakarya memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mempresentasikan hasil karya dan cara membuatnya, serta
12) muatan lokal dengan bercerita dengan menggunakan
bahasa daerah. Kesemuanya dilakukan oleh guru dengan
menugaskan siswanya mempersiapkan /menghafal di
rumah sebelum dipresentasikan pada waktu kegiatan “Set-
Induction”.
Sebagai orang yang kreatif, guru menyadari bahwa
kreativitas merupakan yang universal dan oleh karena
semua kegiatannya ditopang, dibimbing dan dibangkitkan
oleh kesadaran itu. Guru sebagai seorang kreator dan
motivator, yang berada di pusat proses pendidikan
diharapkan mampu meningkatkan mutu pembelajaran dan
meningkatkan hasil belajar siswa. Guru senantiasa
berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik melayani
siswa terutama dalam mengimplementasikan Literasi
Pembelajaran didalam kelas maupun diluar kelas, sebelum
pelajaran dimulai pada waktu pembukaan (Set-Induction).
Hal ini tentu sangat bermanfaat untuk membangkitkan
semangat guru mengeksplorasi kemampuan berkomunkasi
sehingga kegiatan belajar dapat terlaksana dengan lebih
baik.
Dampak yang signifikan terhadap perkembangan
aktivitas dan hasil belajar dengan menerapkan literasi
pembelajaran antara lain:

43
1. Hasil yang dicapai pada komponen siswa antara lain:
1) siswa lebih bersemangat mengikuti kegiatan
belajar, 2) kemampuan komunikasi siswa semakin
lebih baik, 3) siswa antusias mengikuti kegiatan
lomba literasi tingkat Sekolah, Kecamatan maupun
Kabupaten.
2. Hasil yang dicapai pada kompetensi guru
diantaranya: 1) guru sangat terbantu dengan ide
kreatif dengan menerapkan literasi pembelajaran
pada kegiatan pembukaan pembelajaran (set-
induction) untuk mengekplorasi kemampuan siswa
dalam berbicara secara orally atau melalui media
pembelajaran. 2) guru-guru Mata Pelajaran SMP
Negeri B Srikaton Tugumulyo semakin kreatif dalam
memilih model pembelajaran dengan memanfaatkan
media atau fasilitas komunikasi yang ada disekolah
maupun pribadi sebagai media pembelajaran yang
efektif.
3. Sedangkan hasil yang dicapai pada komponen
Sekolah adalah: 1) SMPN B Srikaton mendapat
kesempatan menjadi Tuan Rumah penyelenggaraan
Literasi Sekolah tingkat Kecamatan Tugumulyo dan
Kabupaten Musi Rawas Tahun 2019, 2) SMPN B
Srikaton Kecamatan Tugumulyo menjadi Juara
Umum Lomba Literasi Sekolah tingkat Kabupaten
Musi Rawas tahun 2019.

Gambar 2. Kegiatan Literasi Pembelajaran dan Lomba Literasi SMP Negeri B Srikaton

44
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimin. 2002. Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Debdikbud. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Bulan
Bintang.
Kemendikbud,. 2017. Materi Umum Literasi dalam Pembelajaran.
Jakarta.
Marno & M. Idris. 2014. Strategi, Metode, dan Teknik
Mengajar:Menciptakan Keterampilan Mengajar yang Efektif &
Edukatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Mulyasa, E. 2008. Menjadi Guru Profesional Menciptakan
Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: PT
Rosdakarya.
Ngainun. 2009. Menjadi Guaru Inspiratif. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Rachmawati, Yeni. 2010. Strategi Pengembangan Kreativitas
pada Anak Usia Taman Kanak- Kanak, Jakarta: Kencana.
Satgas GLS Ditjen Dikdasmen. 2016. “Strategi Literasi dalam
Pembelajaran
di Sekolah Dasar (Modul Materi Penyegaran Instruktur Kurikulum
2013)”. Jakarta.
Tim GLN Kemendikbud. 2017. “Peta Jalan Gerakan Literasi
Nasional”. Jakarta.
Usman, Moh. Uzer. 1992. Menjadi Guru Profesional.
Bandung: Bandung Remaja Rosdakarya.
Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran sebagai
Refrensi Bagi Guru/ Pendidik dalam Implementasi
Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, Cetakan ke-2,
Jakarta: Kencana.

45
Tentang Penulis
Romli, M.Pd, dilahirkan di Tanah Periuk
pada tanggal 28 Maret 1966. Pendidikan
Sekolah Dasar ditamatkan di SDN 1 Tanah
Periuk pada tahun 1979. kemudian melanjutkan
pendidikan menengah pertama di SMP
Dwikarya Kecamatan Tugumulyo, tamat tahun
1982. Setelah itu melanjutkan pendidikan
menengah atas di SMAN Tugumulyo, tamat
tahun 1985. Pada tahun 1988 tamat PGSMTP
Negeri Palembang Jurusan Bahasa Inggris dan
Strata 1 Jurusan yang sama tamat tahun 1996 di
STKIP PGRI Palembang, selanjutnya pada
tahun 2008 tamat Strata 2 Jurusan Managemen
Pendidikan Universitas Negeri Bengkulu.
Prestasi yang pernah diraih antara lain: 1) Juara 3 Kepala SMA
Berprestasi Provinsi Sumatera Selatan 2011, 2) Peserta Terbaik Penulisan
PTS kategori Afirmasi Tingkat Nasional pada Simposium Hari Guru
Nasional 2017, 3) Juara 2 Pengawas Berprestasi Provinsi Sumatera
Selatan 2018, 4) Juara 1 Pengawas Berprestasi Provinsi Sumatera Selatan
2019, 5) Finalis Pengawas SMP Berprestasi Tingkat Nasional 2019. Hp.
081373278218

46
PENINGKATAN KETERAMPILAN
BERBAHASA INGGRIS MELALUI
MODEL PBL BERBANTUAN YOUTUBE
Hj. Yuhanis
Pengawas SMP, Provinsi Kalimantan Barat
anisyuhanis1234@gmail.com

Problematika Berbicara Bahasa Inggris


Kemampuan berbicara bahasa Inggris merupakan satu
keterampilan utama dari empat keterampilan yang harus
dikuasai peserta didik. Jika penguasaan tata berbicara
baik, maka komunikasi pun akan berjalan efektif.
Kesalahan komunikasi dapat ditekan seminimal mungkin.
Salah satu usaha pembiasaan berbicara yang baik
ditempuh melalui gerakan membaca. Dalam hal ini
pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI telah mengembangkan gerakan literasi
sekolah yang melibatkan semua pemangku kepentingan
sekolah. Fokus kegiatan meliputi literasi dasar, literasi
digital, literasi perpustakaan, literasi media, literasi
teknologi, dan literasi visual (Kemdikbud, 2017:1). Jenis-
jenis literasi tersebut dikembangkan secara sinergis dan
sistematik. Satu kesuksesan kegiatan salah satu leterasi
akan membangun literasi lainnya. Begitu pula sebaliknya.
Gerakan literasi sekolah memiliki makna kemampuan
mengakses, memahami dan menggunakan sesuatu secara
cerdas melalui berbagai aktivitas di antaranya kegiatan
berbicara, mendengar, membaca, dan menulis. Selain
menumbuhkan pembiasaan empat aspek keterampilan
berbahasa, gerakan literasi bertujuan menumbuhkan
perilaku dan budi pekerti peduli dan beradaptasi dengan
sesama dan lingkungan sekitarnya. Jadi pada hakekatnya
gerakan literasi sekolah adalah upaya yang dilakukan oleh
sekolah secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah
sebagai organisasi pembelajar yang warganya literat
sepanjang hayat melalui pelibatan publik.
Tujuan mulia dari gerakan literasi sekolah yang
dilaksanakan kenyataanya pada saat ini belum mampu

47
mewujudkan keterampilan berbicara peserta didik dalam
berbahasa Inggris secara maksimal. Data ulangan harian
siswa SMP Negeri 1 Pontianak tahun Pelajaran 2018/2019
semester ganjil masih rendah. Keterampilan peserta didik
berbicara bahasa Inggris, indikator pronuncition 70%,
intonation 60%, dan fluency 60% belum mencapai KKM 75.
Adapun Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini
adalah untuk mendeskripsikan kreativitas peserta dididk
dalam membuat media video pembelajaran atau short film
sederhana dan mendeskripsikan peningkatan keterampilan
berbicara Bahasa Inggris peserta didik. Sedangkan manfaat
dari penggunaan media video dan model project besed
learning bagi peserta didik adalah meningkatkan wawasan
peserta dididk dan pengetahuan dalam pemanfaatan dan
pembuatan video pembelajaran serta meningkatkan hasil
belajar berbicara Bahasa Inggris, bagi guru dapat
menyampaikan materi pembelajaran dengan menggunakan
media ( video) dengan mudah, meningkatkan kreatifitas dan
inovatif guru dalam kegiatan pembelajaran , dan bagi kepala
sekolah dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan
prestasi sekolah, menjadi contoh sekolah lain tentang
program literasi digital (video), menciptakan budaya mutu
bagi sekolah.

Pembelajaran Bahasa Inggris melalui PBL berbantuan


Youtube
Sehubungan dengan persoalan di atas, harus dicarikan
solusi untuk meningkatkan kompetensi guru dan hasil
belajar siswa. Berdasarkan pengalaman penulis, dan hasil
berdiskusi dengan guru-guru bahasa Inggris perlu
menggunakan strategi dan media pembelajaran yang kreatif
dan inovatif. Salah satu model yang dapat diterapkan adalah
model Project Best Learning (PBL). Model tersebut dapat
ditunjang dengan pemanfaatan media video.
Guru dapat memanfaatkan teknologi digital video sebagai
media dengan model Project Based Learning sebagai
penunjang langkah-langkah pembelajaran keterampilan
berbahasa Inggris. Dengan demikian, harapan dari
penggunaan model Project Based Learning dan media video
berbasis projek video ini dapat meningkatkan kreatifitas
pembelajaran. Dampak pembelajaran antara lain peserta
didik menjadi lebih aktif, kreatif dan inovatif. Peserta didik
pada akhirnya juga mampu membuat video atau short film

48
sederhana. Hasil karya ini nantinya dapat dimanfaatkan
oleh para guru mata pelajaran di lingkungan SMP Negeri 1
Pontianak..
Penggunaan video sebagai upaya pengembangan literasi
digital digunakan guru-guru untuk meningkatkan
keterampilan berbicara Bahasa Inggris. Dalam bahasa Latin
video diartikan sebagai “saya lihat: atau “I see”. Untuk
mencapai tujuan pembelajaran, guru dapat menggunakan
gambar gerak dimana terdapat serangkaian alur dan
menampilkan pesan dari bagian sebuah gambar (Rusman,
2011:218). Konsep dan pedoman penguatan pendidikan
karakter Permendikbud Nomor 20 tahun 2018
menggalakkan literasi digital disekolah untuk memperkuat
kemampuan literasi digital peserta didik dalam
menyongsong revolusi industri 4.0 yang dapat
mempengaruhi pendidikan .
Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter
Permendikbud Nomor 20 tahun 2018 menggalakkan literasi
digital disekolah untuk memperkuat kemampuan literasi
digital peserta didik. Literasi digital inilah yang akan
memperkaya sumber belajar siswa yang dapat diperoleh
dengan cara mudah dan murah.
Perkembangan dunia digital saat ini sudah semakin
maju, smartphone sudah semakin canggih dan membawa
banyak fungsi bagi penggunanya. Tentu saja, perkembangan
ini bisa membawa dampak baik dan buruk bagi
penggunanya. Untuk itu, penulis ingin memanfaatkan
smartphone para siswa untuk pembelajaran. Salah satunya
dengan cara memberikan mereka proyek untuk membuat
video. Diharapkan dengan pemanfaatan media digital ini,
mereka tidak hanya menggunakan smartphone mereka
untuk bermain saja, tetapi diharapkan mereka dapat
membuat sesuatu yang berguna bagi pendidikan mereka.
Sejalan dengan perkembangan literasi digital yang
digunakan di sekolah yang mana literasi itu sendiri
memiliki makna ‘keberaksaraan’ atau ‘keterpahaman’. Pada
mulanya ‘melek baca dan tulis’ maka guru yang
mengajarkan keterampilan berbicara hendaknya
menekankan kedua keterampilan berbahasa itu sebagai
dasar bagi pengembangan melek dalam berbagai hal.
Terkait dengan perkembangan literasi disekolah gerakan
literasi sekolah menjelaskan menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan Literasi adalah kemampuan seseorang

49
untuk membaca, menulis, berbicara, mengitung dan
memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperoleh
dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat ( National
Institut of Literacy ), Education Development Centre (EDC)
juga turut mengeluarkan pengertian dari literacy, yaitu
kemampuan individu untuk menggunakan potensi serta
kemampuan yang dimilikinya, jadi bukan kemampuan baca
dan tulis saja. Kemudian didalam kamus Meriam-Webster ,
dijelaskan bahwa Literasi adalah kemampuan atau kualitas
melek aksara dimana didalamnya terdapat kemampuan
membaca, menulis dan juga mengenali serta memahami ide-
ide secara visual.
Pemahaman Literasi pada akhirnya tidak hanya
merambah pada masalah baca tulis saja. Menurut Word
Economic Forum (2016), supaya peserta dididk dapat
bertahan pada abad XXI maka 16 keteramiplan harus
peserta didik lakukan dalam kehidupan sehari-hari.,yaitu
Literasi dasar (bagaimana peserta didik menerapkan
keterampilan berliterasi untuk kehidupan sehari – hari),
kompetensi dan karakter yang dapat peserta didik lakukan
untuk mengahadapi perkembangan menuju abad XXI.
Terkait dengan perkembangan literasi digital dan
karakter yang akan digunakan disekolah maka sekolah dan
masyarakat perlu membuat program dan mengembangkan
keterampilan untuk memahami ide-ide dan informasi yang
terdapat dalam teks yang inovatif didukung dengan
penggunaan model Project Based Learning ( PBL ) yang
berbasis project dan media video sehingga pembelajaran
keterampilan berbahasa Inggris dapat untuk memperkaya
dan mengembagkan kurikulum sekolah dengan lebih baik.
Pembelajaran yang menggunakan project based learning
berbasis proyek merupakan suatu kegiatan yang dapat
digunakan guru untuk mencapai kompetensi sikap,
pengetahuan dan keterampilan, dimana peserta dididk
dituntut untuk dapat menganalisis, memecahkan masalah
yang didapat selama proses pembelajran sampai peserta
dididk dapat membuat suatu produk dan
mempresentasikan berdasarkan pengalaman nyata.
Pembelajaran dengan model Project Based Learning (PBL)
adalah model pembelajaran yang mengajarkan konsep-
konsep pada materi ajar yang inovatif ( Fathurrohman
(2015:118). Dengan demikian seorang guru harus
melibatkan peserta didik dalam investigasi pemecahan

50
permasalah yang terdapat dalam materi ajar dan
memberikan kesempatan kepada peserta dididk untuk
menghasilkan suatu produk yang bermanfaat untuk peserta
didik itu sendiri maupun guru-guru yang menggunakan
hasil produk tersebut.
Produk yang dihasilkan peserta didik berupa video
pembelajaran dapat digunakan untuk menilai keterampilan
berbicara Bahasa Inggris, yang mana keterampilan
berbicara adalah salah satu dari empat keterampilan yang
diajarkan dalam pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah.
Ketrampilan berbicara melibatkan dua orang atau lebih
untuk dapat berinteraktif dalam menyampaikan suatu
gagasan, ide atau maksud tertentu dengan baik dalam
situasi yang telah ditentukan (Anjaniputra, 2013). Dalam
kurikulum ada dua kompetensi dasar yaitu kompetensi
pengetahuan dan kompetensi keterampilan. Kompetensi
keterampilan berbicara, perlu dilatih dan dikembangkan
dengan melihat aturan tata berbahasa dan mendengarkan.
Dalam penilaian ketrampilan berbicara meliputi empat
aspek yaitu kelancaran, ketepatan, pengucapan dan kosa
kata yang digunakan (Wachidah, Gunawan, Diyantiri,
Khatimah, 2017).
Terkait dengan penilaian yang akan dilakukan oleh guru
dalam pembelajaran keterampilan berbicara dengan
menggunakan model Project Based Learning ( PBL ) dengan
media video perlu menyusun langkah-langkah yang sesuai
dengan materi ajar seperti menyusun perencanaan,
melaksanakan observasi, evaluasi dan refleksi. Langkah-
langkah dalam Project Based Learning (PBL).

2. Perancangan 3. Penyusunan
1.Penentua langkah-langkah jadwal
n Projek penyelesaian pelaksanaan
projek

6. Evaluasi 5. Penyusunan laporan 4. Penyelesaian


proses dan dan presentasi / projek
hasil projek publikasi hasil dengan
projek fasilitas dan
Gambar 1. Langkah-langkah pembelajaran berbicara dengan PBL

51
Pertama yang harus dilakukan guru adalah persiapan
materi dan media video yang diambil guru dari internet.
Guru menggali informasi terkait dengan materi, model,
media yang digunakan dalam pembelajaran, menyampaikan
tujuan pembelajaran, menjelaskan materi yang akan
dipelajari peserta didik, dan bagaimana cara menentukan
projek pada peserta didik.

Gambar 2. Guru menjelaskan materi,media , tujuan dan model pembelajaran

Langkah pertama ini dapat menghasilkan pemahaman


peserta didik dalam menentukan projek yang akan mereka
kerjakan .
Setelah langkah pertama dilaksanakan, guru
melanjutkan dengan langkah kedua dengan membentuk
kelompok untuk merancang langkah-langkah penyelesaian
projek. Selanjutnya langkah ketiga penyusunan jadwal
pelaksanaan projek.

Gambar 3. Kerja kelompok menentukan langkah penyelesaian projek, dan penyusunan jadwal.

Setelah guru memfasilitasi peserta didik dalam


menyelesaikan projek dan monitoring hasil kerja kelompok,
untuk langkah kelima guru meminta peserta didik dalam

52
kelompok untuk mempresentasikan dialog yang telah
mereka susun dan rekam dengan menggunakan handphone.

Gambar 4. Berpasangan peserta didik mempresentasikan hasil kerja kelompok

Guru meminta peserta didik ditiap-tiap kelompok bekerja


sama dengan guru TIK untuk mengedit hasil rekaman yang
telah dibuat.

Gambar 5. Guru pendampingi peserta didik mengedit video

Kegiatan keenam sebagai langkah terakhir, guru


melakukan evaluasi proses dan hasil karya kelompok
berupa video sederhana, yang ditampilkan dan meminta
peserta didik tiap kelompok memberikan masukan dari
video yang di amati, apakah materinya sudah sesuai dengan
hasil video yang dapat digunakan dalam proses
pembelajaran.

53
Gambar 6. Guru Bersama peserta didik mengevaluasi hasil video yang telah diedit

Adapun instrument yang digunakan dalam pembelajaran


dengan menggunakan model Project Based Learning (PBL )
dengan media Video adalah adanya panduan observasi yang
terdiri dari dua instrument, yang pertama instrument
observasi aktivitas guru dalam menggunakan media dan
model pembelajaran Project Based Learning (PBL ) ,
sedangkan instrument observasi peserta didik digunakan
untuk menjaring aktivitas peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran keterampilan bahasa Inggris dan pembuatan
video sederhana.
Langkah-langkah ini digunakan dengan pertimbangan
pada hakikatnya video bukan lagi media yang baru dan
dapat digunakan dalam pembelajaran, media video dapat
meningkatkan hasil pembelajaran dan menumbuhkan
kreativitas peserta didik dalam membuat video pembelajaran
yang mereka ciptakan sendiri. Penggunaan model Project
Based Learning ( PBL ) ini dalam proses pembelajaran
melibatkan 3 orang guru bahasa Inggris dengan kelas yang
berbeda, yaitu kelas VII dan kelas VIII di SMP Negeri 1
Pontianak. Kegiatan pelaksanaan pembelajaran
dilaksanakan pada hari Senin, Rabu, dan Kamis tanggal 15,
18, 24 Oktober sampai tanggal 1 Nopember 2018. Selama
proses pembelajaran berlangsung, dilakukan pengamatan
terhadap aktivitas guru dari kegiatan awal sampai dengan
kegiatan penutup.
Berdasarkan hasil analisis pengamatan proses
pembelajaran ditemukan ada dua hal yang menjadi
perhatian, yaitu kebutuhan guru dan peserta didik dan
54
harapan-harapan dari sekolah dan masyarakat.
Pengetahuan, keterampilan, kreatifitas guru dalam
melaksanakan pembelajaran dapat diubah melalui
pengujian terhadap cara-cara guru melaksanakan
pembelajran serta menganalisis terhadap perolehan hasil
belajar peserta didik. Agar hal ini terwujud, pengawas dan
kepala sekolah perlu menciptakan suatu proses yang
mampu memfasilitasi para guru untuk melakukan kajian
terhadap hasil pembelajaran dan strategi-strategi mengajar
secara sistematis, sehingga dapat memfasilitasi peserta
didik untuk meningkatkan hasil perolehan pembelajaran,
dalam hal ini model dan media video dalam pembelajaran
Bahasa Inggris khusunya keterampilan berbahasa Inggris.
Adapun untuk memperoleh hasil pembelajaran berikut
ini akan di paparkan secara rinci proses pembelajaran yang
menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (
PBL ) dan media video dimulai dengan kegiatan awal terdiri
dari empat fase , pada kegiatan pendahuluan guru
menyiapkan peserta didik secara psikis, mereview materi
pada pertemuan sebelumnya, menjelaskan tujuan
pembelajaran dan menyampaikan garis besar cakupan
materi dan pemjelasannya.
Kegiatan Inti, tahap pertama seorang guru menentukan
projek apa yang akan diberikan kepada peserta didik,
dengan memberikan stimulasi dengan menampilkan video
yang materinya sesuai dengan yang sudah peserta didik
pelajari, meminta peserta didik mengamati video/ dialog
yang akan diajarkan, setelah mengamati video pembelajaran
, peserta dididk bersama guru menentukan peserta didik
bersama guru menentukan project yang akan dilakukan
projek yang akan dilakukan. Dalam pembelajaran ini,
Setelah mengamati video pembelajarn , peserta dididk
bersama guru menentukan tahap ke 2, dengan mulai
menyusn langkau-langkah penyelesaian project dengan
difasilitasi oleh guru, peserta dididk merancang langkah-
langkah kegiatan penyelesaian project beserta
pengolahannya yang tertuang dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran ( RPP ). Tahapke tiga Penyusunan Jadwal
Pelaksanaan Projek, tahap keempat Penyelesaian projek
dengan fasilitasi dan monitoring guru seperti dengan
bantuan guru peserta dididk melaksanakan langkah-
langkah pertama yaiutu menemukan pasangan untuk
membuat dialog secara berpasangan, membentuk grup kerja

55
dengan meminta grup kecil Membentuk group kerja dengan
meminta group kecil menjadi kelompok besar, peserta didik
melaksanakan langkah-langkah pertama yaitu menemukan
pasangan untuk membuat dialogue, Peserta didik
menggabungkan dua dialogue berbeda tema menjadi satu
yang selaras.
Terkait dengan kegiatan inti di lanjutkan dengan
kegiatan penutup guru menyimpulkan dan merefleksi
kegiatan pembelajaran, penilaian selama proses
pembimbingan peserta didik menyusun dialogue, rencana
kegiatan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya,
peserta didik dapat melakukan dialogue diluar kelas. Guru
dan peserta didik merealisasikan penguatan karakter
dengan berdoa bersama setiap pembelajaran berakhir.
Sejalan dengan pertemuan pertama yang telah dilakukan
guru, maka untuk mengetahui hasil akhir dari langkah-
langkah pembelajaran yang akan dilakukan guru dengan
melanjutkan pertemuan dimulai dengan kegiatan awal
seperti kegitan yang telah dilakukan. Kegiatan inti
untukmelanjutkan tahap keempat Penyelesaian projek
dengan fasilitasi dan monitoring guru, peserta dididk
melanjutkan langkah ke lima yaitu mengkombinasikan dan
menselaraskan dua dialogue yang berbeda tema menjadi
satu, Peserta didik menampilkan dialogue yang sudah
dibuat dikombinasikan dan diselaraskan sehingga menjadi
dialogue yang panjang, sedangkan tahap ke lima
Penyusunan laporan dan presentasi / penampilan hasil
projek, tahap ke enam Evaluasi proses dan hasil projek
dengan melakukan penilaian peserta didik tanpa video dan
mengevaluasi proses pengerjaan projek dan hasil projek
yang berbentuk video, kegiatan penutup sama dengan
kegiatan pada awal pertemuan yang pertama.

Hasil dan dampak Pembelajaran dengan PBL


berbantuan Youtube
Adapun hasil pengamatan penilaian dengan
menggunakan lembar observasi aktivitas guru sebelum dan
sesudah menggunakan video yang dibuat peserta didik dari
ketiga orang guru dapat dilihat pada tabel.

56
Tabel 1. Observasi aktivitas guru sebelum dan sesudah menggunakan
model Project Based Learning (PBL) dan media video Youtube
Skor yang
N Kode diperoleh Keterangan
o guru Sebel Sesud kenaikkan
um ah
1 SL 59 88 29
2 FA 72 98 26
3 DK 71 99 28
Rata-rata % 67 95 28

Aktivitas guru sebelum


dan sesudah
menggunakan model…
100

50

0
SL FA DK
Skor yang diperoleh Keterangan kenaikkan

Gambar 7. Grafik observasi aktivitas guru sebelum dan sesudah menggunakan model Project
Based Learning (PBL) dan media video Youtube

Hasil pengamatan dari tabel diatas dapat disimpulkan


bahwa Aktivitas guru menggunakan model Project Based
learning ( PBL ) danmedia video dalam pembelajaran
keterampilan berbahasa Inggris sebelum menggunakan
video untuk ketiga orang guru dari kegiatan awal sampai
dengan penutup mencapai 67%, Aktivitas guru
menggunakan model Project Based learning ( PBL ) dan
media video dalam pembelajaran keterampilan berbicara
Bahasa Inggris setelah menggunakan Video untuk ketiga
orang guru dari kegiatan awal sampai dengan penutup
mencapai 95%, Rata- rata pencapaian keberhasilan guru
menggunakan model Project Based Learning ( PBL ) dan
media video dalam pembelajaran keterampilan Berbahasa
Inggris dari kegiatan awal sampai dengan penutup yaitu
28%. Untuk menindaklanjuti hasil aktivitas guru maka

57
dilanjutkan dengan hasil pengamatan aktivitas peserta
dididk yang dapat dilihat pada table dibawah ini.

Tabel 2. Aktivitas peserta didik menggunakan model Project Based


Learning ( PBL ) dalam pembelajaran keterampilan berbahasa Inggris
sebelum dan sesudah menggunakan video

Skor yang
Kode diperoleh Keterangan
N
guru Sebel Sesud kenaikkan
o
um ah
1 SL 71,42 88 16,58
2 FA 80 88 8,00
3 DK 65,71 92 26,29
Rata-
62,03 89,33 27,30
rata %

Peserta didik menggunakan


model Project Based Learning
sebelum dan sesudah…
100
0
SL FA DK
Skor yang diperoleh Keterangan kenaikkan

Gambar 8. Grafik Aktivitas peserta didik menggunakan model Project


Based Learning (PBL) dalam pembelajaran keterampilan keterampilan
berbahasa Inggrissebelum dan sesudah menggunakan video Youtube .

Hasil pengamatan dari tabel diatas dapat disimpulkan


Aktivitas peserta didik menggunakan model Project Based
learning (PBL) berbasis proyek video dalam pembelajaran
keterampilan berbicara Bahasa Inggris sebelum
menggunakan video untuk ketiga orang guru dari kegiatan
awal sampai dengan penutup mencapai rata-rata 62,03 %,
Aktivitas peserta didik menggunakan model Project Based
Learning ( PBL ) berbasis proyek video dalam pembelajaran

58
keterampilan berbahasa Inggris setelah menggunakan Video
untuk ketiga orang guru dari kegiatan awal sampai dengan
penutup mencapai rata-rata 89,33 %, Kenaikan hasil
aktivitas peserta didik menggunakan model Project Based
Learning ( PBL ) berbasis proyek video dalam pembelajaran
keterampilan berbahasa Inggris dan video naik 27,30 %.

59
Daftar Pustaka
Abidin, Yunus. 2016. Pembelajaran Multiliterasi: Sebuah
Jawaban atas Tantangan Pendidikan Abad ke-21
dalam Konteks Keindonesiaan. Bandung: Refika
Aditama.
Anjani Putra, Sri (2015) Material Design To Improve
Students’ Communicative Competence: Textbook
Analysis On I Can Do It, English For Senior High School
Students Grade Xi. Thesis. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Anjaniputra, A.G. (2013). Teacher’s strategies in teaching to
drug therapy. Journal of English and Education, 2, 1-
8. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/191965
-EN-none.pdf (online).
Baidowi, A., Sumarni, S., & Amirudin, A. (2016). Pengaruh
model pembelajaran berbasis projek terhadap
kemampuan menulis karya ilmiah geografi siswa
SMA. Jurnal Pendidikan Geografi, 1. Retrieved from
https://
http://journal2.um.ac.id/index.php/jpg/article/view
/ 285 (online).
Fathurrohman, Muhammad. 2015. Model-model
Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Pahl, K dan Rowselln, J (2005). Understanding the New
Literacy Students in the Classroom. London: Paul
Chapman Publishing
Rusman et al. (2011). Pembelajaran Berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Rajawali Press.
Tim GLN Kemendikbud (2017). Panduan Gerakan Literasi
Nasional. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Word Economic Forum. 2016. ―What are the 21st-century
skills Every student needs?.

60
Profil Penulis
Hj. Yuhanis, S.Pd.M.Pd, dilahirkan
di Sambas pada tahun 1963.
Pendidikan Sekolah Dasar ditamatkan
di SD Sub Tarbiatul Islam Sambas,
pada tahun 1975, kemudian
melanjutkan pendidikan menengah
pertama di SMP Amkur Sambas, tamat
tahun 1979, setelah itu melanjutkan
pendidikan menengah atas di SMA
Negeri 1 Sambas pada tahun 1982 ,
melanjutkan S1 Bahasa Inggris di FKIP Pontianak tahun
1999, menyelesaikan studi S2 teknologi Pembelajaran di
FKIP tamat tahun 2010. Pernah menjadi guru berprestasi
tingkat provinsi juara 2 tahun 2009 dan pengawas
berprestasi provinsi juara 2 tahun 2015 dan pengawas
berprestasi juara 1 provinsi tahun 2019. Sebagai finalis di
tingkat nasional tahun 2019.
HP : 08125794454
e-mail : anisyuhanis1234@gmail.com

61
PEMENUHAN DOKUMEN SEKOLAH
DENGAN STRATEGI C & R
Nur Elmi
Pengawas SMP Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh
Email : elmi90@yahoo.com

Kondisi Dokumen Sekolah sebagai Dasar Pemenuhan


Layanan Pendidikan
Sekolah atau satuan pendidikan sebagai lembaga
penyelenggara pendidikan harus mampu memberikan
pelayanan yang maksimal terhadap kebutuhan peserta
didik. Dalam penyelenggaraan pelayanan tersebut, sekolah
dibantu oleh pengawas sekolah yang bertindak selaku
pembina, pemantau dan penilai pengelolaan sekolah. Agar
dapat memerankan tugasnya secara lebih profesional,
Pengawas Sekolah dituntut memiliki kepekaan terhadap
berbagai inovasi pendidikan yang akselerasinya begitu
kencang dari masa ke masa. Kepekaan yang dimaksud
antara lain dapat ditunjukkan dengan sikap antisipatif dan
responsif terhadap berbagai perubahan kebijakan
pendidikan serta senantiasa merancang tugas
kepengawasannya secara lebih terarah.
Sebagai lembaga penyelenggara pendidikan tentu saja
sekolah harus memiliki tujuan yang ingin dicapai. Dalam
hal ini satuan pendidikan harus dapat menjamin proses
layanan pendidikan yang diberikan harus memenuhi
standar yang diinginkan masyarakat. Sesuai dengan
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003 pada Bab II Pasal 3 disebutkan bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap,kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab”. Sebagai
penyelenggara pendidikan sekolah harus memiliki
kesiapan dan menyediakan segala dukungan untuk

62
mewujudkan terciptanya pendidikan sesuai yang
diamanatkan oleh undang undang pendidikan tersebut.
Akreditasi adalah salah satu usaha tuntutan
pembaharuan sistem pendidikan untuk mencapai sekolah
yang berkualitas sesuai dengan Standar Nasional
Pendidikan. Semua sekolah wajib diakreditasi. Dalam
menghadapi akreditasi sekolah, satuan pendidikan wajib
memenuhi berbagai dokumen yang dituntut dalam
Delapan Standar Nasional Pendidikan (8 SNP). Akreditasi
didefinisikan sebagai suatu proses penilaian kualitas
dengan menggunakan kriteria baku mutu yang ditetapkan
dan bersifat terbuka. Akreditasi sekolah adalah kegiatan
penilaian (asessment) sekolah secara sistematis dan
komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi
eksternal (visitasi) untuk menentukan kelayakan dan
kinerja sekolah.
Pengertian lain mengenai akreditasi adalah sebuah
proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan
dan kinerja satuan dan / atau program pendidikan, yang
dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas publik. Di dalam
proses akreditasi, sebuah sekolah dievaluasi dalam
kaitannya dengan arah dan tujuannya, serta didasarkan
kepada keseluruhan kondisi sekolah sebagai institusi
belajar.
Dalam pemenuhan layanan pendidikan dan penilaian
akreditasi sekolah, Kepala Sekolah harus memiliki
kompetensi manajerial dalam pengelolaan dokumen sekolah
sesuai regulasi 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Sekolah harus memiliki dokumen sekolah yang baik dan
terarsip dengan teratur untuk memudahkan
penyelenggeraaan sekolah dan pelaksanaan akreditasi
sekolah. Pemenuhan dokumen seperti tuntutan 8 SNP
merupakan tanggung jawab seluruh warga sekolah baik
Kepala Sekolah, Guru, Pengelola Unit Kegiatan Sekolah
maupun Tenaga Administrasi Sekolah.
Pengawas sekolah sebagai ujung tombak
perpanjangan dinas pendidikan dengan satuan pendidikan
memiliki peran yang sangat strategis dalam
peningkatan kualitas pendidikan terutama dalam
melakukan penjaminan mutu di satuan pendidikan yang
menjadi binaannya. Dalam melaksanakan peran tersebut
diperlukan Pengawas Sekolah yang memiliki kompetensi,
bersikap profesional dan berkarakter sebagaimana yang

63
diamanat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas
Sekolah/Madrasah. Pengawas Sekolah harus mampu
menyesuaikan diri dan selalu merespon tantangan serta
dinamika pendidikan yang terjadi sebagai tuntutan
global.
Tugas pokok pengawas adalah melakukan
pembinaan, pemantauan dan penilaiaian yang mencakup
aspek supervisi akademik dan supervisi manajerial. Dalam
Panduan Kerja Pengawas Sekolah (2017:5) disebutkan:
“Pengawasan akademik merupakan tugas pengawas sekolah
yang berkenaan dengan pelaksanaan tugas pembinaan,
pemantauan, penilaian dan pembimbingan dan pelatihan
profesional guru pada aspek kompetensi guru dan tugas
pokok guru”. Selanjutnya (2017:10) :”Pengawasan
manajerial merupakan tugas pengawas sekolah yang
meliputi kegiatan pembinaan, pemantauan, penilaian serta
pembimbingan dan pelatihan profesional kepala sekolah
dan tenaga kependidikan lain pada aspek pengelolaan dan
administrasi yang terkait langsung dengan peningkatan
efisiensi dan efektivitas sekolah dalan mendukung
terlaksananya proses pembelajaran.
Untuk mendukung terciptanya mutu pendidikan
yang sesuai standar, sekolah harus memiliki administrasi
yang teratur sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan
penyelenggaran pendidikan. Sekolah sebagai institusi
pendidikan menghasilkan produk berupa peserta didik yang
diharapkan mempunyai kualitas yang baik untuk
menghadapi tantangan di masa depan. Oleh karena itu,
sekolah berupaya untuk menghasilkan peserta didik yang
sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh pemakai jasa
untuk memperoleh kepuasan. Kenyataaan di lapangan
menunjukkan bahwa sebagian besar sekolah di
lingkungan binaan penulis belum memiliki administrasi
sekolah yang tertib dan teratur. Sekolah merasa sangat
kewalahan untuk memenuhi dokumen sesuai 8 SNP. Hal
ini disebabkan karena warga sekolah belum paham
tentang regulasi 8 SNP sehingga warga sekolah tidak tahu
apa yang harus dipersiapkan untuk pemenuhan dokumen
sekolah. Ada juga sekolah yang sudah memiliki dokumen
sekolah yang baik tetapi tidak melakukan administrasi
yang tertib dan teratur. Banyak dokumen yang tidak
tersimpan sesuai tempatnya dan penempatannya tidak

64
sesuai dengan kategori Standar Nasional Pendidikan.
Kesiapan personil sekolah juga mempengaruhi kesiapan
sekolah. Warga sekolah juga tidak memiliki kesadaran
yang tinggi dalam bekerja dan merasa bahwa walaupun
tidak memiliki tertib administrasi yang baik sekolah tetap
dapat melaksanakan fungsi sebagai penyelenggara
pendidikan.
Sebagai pengawas sekolah, penulis memahami
bahwa pemenuhan dokumen sekolah tidak dapat dipenuhi
dalam waktu singkat. Pemahaman dan strategi yang
efektif diperlukan dalam usaha pemenuhan dokumen
pendukung tersebut. Pola pembinaan yang kurang tepat
kalau tidak segera di benahi dan dicarikan solusinya
akan timbul masalah baru antara lain : (1) pembinaan
pengawas kurang bermakna dan bermanfaat (2) program
pembinaan tidak tercapai sesuai dengan target yang
ditentukan (3) tugas utama pengawas sebagai penjamin
mutu pendidikan tidak tercapai. Pembinaan yang
berkelanjutan sangat perlu dilakukan untuk membantu
sekolah dalam pemenuhan berbagai dokumen
pengelolaan sekolah.
Berdasarkan kondisi sekolah binaan yang telah
dipaparan di atas, maka pengawas sekolah berupaya untuk
melakukan suatu strategi pembinaan melalui
pendampingan sekolah yang dilakukan scara intensif dan
berkesinambungan untuk persiapan sekolah dalam
pemenuhan dokumen sekolah dan menyongsong penilaian
akreditasi sekolah. Pola pendampingan ini diberi nama “Cek
dan Ricek” yang selanjutnya di sebut C&R. Pola ini
mengedepankan metode supervisi kelompok dengan
pendekatan non direktif.
Pelaksanaan pendampingan C&R ini diharapkan
mampu menjembatani sekolah untuk melakukan
pemenuhan dokumen sekolah sesuai regulasi 8 SNP dan
akreditasi sekolah. Kegiatan ini tentu saja bermanfaat bagi
berbagai pihak. Secara praktis hasil penelitian bermanfaat
bagi pihak-pihak yang terkait dengan lembaga sekolah
antara lain:
1. Bagi Kepala Sekolah, sebagai pedoman dalam
penyusunan dokumen sekolah.
2. Bagi warga sekolah, untuk mengetahui dengan jelas
aspek-aspek yang dinilai dalam akreditasi sekolah
dan mempersiapkan segala bukti fisik yang

65
diperlukan dalam rangka peningkatan pengetahuan
tentang administrasi sekolah.
3. Dengan menganalisa kebutuhan 8 SNP diharapkan
dapat memotivasi warga sekolah untuk melakukan
tertib administrasi sesuai SNP.

Strategi Pendampingan C&R


Dalam pelaksanaan supervisi manajerial, pengawas
dapat menerapkan teknik supervisi individual dan teknik
supervisi kelompok dengan mengintegrasikan nilai-nilai
utama PPK yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong-
royong, dan integritas, serta prinsip-prinsip pendidikan
inklusif untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Dalam modul penguatan pengawas disebutkan: “teknik
supervisi kelompok adalah cara melaksanakan program
supervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih yang
mengalami permasalahan yang sama”. Kepala sekolah,
guru, atau tenaga kependidikan dikelompokkan
berdasarkan masalah atau kebutuhan atau kelemahan-
kelemahan yang sama sesuai hasil analisis kebutuhan.
Mereka kemudian diberikan layanan supervisi sesuai
dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi.
Dalam supervisi kelompok ini disampaikan satu materi atau
sekelompok materi kepada sekelompok guru, kepala
sekolah, atau tenaga kependidikan lainnya yang menjadi
sasaran supervisi. Materi tersebut diterima bersama,
dibahas bersama, dan disimpulkan bersama. Semua
dilakukan di bawah bimbingan/bantuan supervisor.
Dengan demikian, dalam waktu yang relatif singkat dapat
dibina sejumlah guru, kepala sekolah, atau tenaga
kependidikan lain dari sekolah binaan.
Keberhasilan pembinaan pada sekolah dipengaruhi
oleh teknik pembinaan yang dilakukan oleh pengawas
pembina, penggunaan teknik pembinaan yang tepat akan
menentukan hasil yang diperoleh, begitu juga sebaliknya.
Penulis menganggap perlu merancang strategi pembinaan
yang efektif, agar pembinaan berjalan dengan efektif untuk
mencapai target yang telah direncanakan. Strategi C&R
adalah Strategi pembinaan yang dilakukan oleh penulis
dalam rangka melakukan pendampingan berkelanjutan
kepada Tim Pengembang Sekolah pada sekolah binaan
untuk memenuhi dokumen sekolah dalam rangka
menyongsong penilaian akreditasi sekolah.

66
Penamaan C&R adalah singkatan dari Cek and Ricek
untuk memudahkan penamaan strategi pendampingan.
Istilah Cek and Ricek di ambil dari kata bahasa Inggris
“Check and Recheck”. Dalam Kamus Umum Bahasa Inggris-
Indonesia dijelaskan bahwa “arti kata check adalah
mencentang, menyeleksi, menyimak, mengecek, memeriksa,
memilih, memindai, memverifikasi. Sedangkan kata recheck
artinya pengecekan ulang”. Secara umum bahwa pola C&R
adalah strategi pendampingan dengan cara memeriksa dan
mengecek secara berulang ulang terhadap apa yang telah
dikerjakan oleh sekolah. Dalam strategi pendampingan C&R,
tugas penulis adalah melakukan pendampingan dan
mengecek secara berulang apa yang telah dilakukan oleh
warga sekolah yaitu Tim penjaminan terpenuhinya dokumen
sekolah (Tim 8 Standar).
Berdasarkan karakteristik teknik supervisi maka
strategi pendampingan C&R menggunakan teknik supervisi
kelompok dengan pendekatan supervisi non direktif. Teknik
supervisi kelompok adalah salah satu teknik supervisi yang
dilakukan pengawas dalam melaksanakan supervisi di
sekolah binaan. Teknik ini digunakan untuk pembinaan
yang ditujukan kepada sekelompok individu dalam hal ini
adalah warga sekolah pada masing-masing sekolah binaan.
Pada strategi C&R ini juga digunakan pendekatan
supervisi. Pendekatan yang dipilih adalah pendekatan non
direktif. Berdasarkan cara bagaimana pengawas sekolah
bersama guru melakukan perbaikan dan siapa yang lebih
dominan di antara keduanya, maka dibedakan tiga macam
pendekatan, yaitu direktif, kolaboratif dan non-direktif.
Pendekatan Direktif menekankan tanggung jawab lebih
banyak pada pengawas sekolah, pendekatan Kolaboratif:
menekankan tanggung jawab terbagi relatif sama
antara pengaws sekolah (supervisor) dan guru dan
Pendekatan Non-Direktif: menekankan tanggung jawab lebih
banyak pada guru yang disupervisi. Pendekatan non direktif
dipilih berdasarkan pemikiran bahwa tanggung jawab
pengawas pembina selaku supervisor relatif rendah
dibandingkan dengan tanggungjawab yang disupervisi.
Tanggungjawab yang dimaksud disini adalah besaran tugas
yang harus diselesaikan.Dalam strategi C&R ini Tim 8 SNP
bertugas untuk mengumpulkan dan menyusun administrasi
sekolah sesuai dengan regulasi 8 SNP sedangkan pengawas
bertindak sebagai supervisor yang melakukan pembinaan.

67
Implementasi Strategi C&R
Pendampingan ini dilaksanakan di tiga sekolah
binaan dari sepuluh sekolah binaan penulis, yaitu SMP
Negeri 1 Lembah Seulawah yang beralamat di Jalan Banda
Aceh Medan KM.70, SMP Negeri 1 Indrapuri yang beralamat
di Jalan pasar Indrapuri dan SMP IT Luqmanul Hakim yang
beralamat di Desa Lamtheun Kecamatan Darul Imarah.
Pemilihan sekolah ini didasarkan bahwa ketiga sekolah ini
sebagai sekolah sasaran akreditasi tahun 2018 berdasarkan
keputusan Badan Akreditasi Provinsi Aceh. Ketiga sekolah
ini belum memilki administrasi yang teratur sesuai dengan
8 SNP. Strategi C&R memiliki beberapa tahapan yaitu tahap
persiapan dan tahap pelaksanaan. Pada tahap pelaksanaan
terdiri dari tahap sosialisasi dan tahap penilaian hasil kerja.

Tahap Persiapan
Sebelum melaksanakan pendampingan, ada beberapa
hal yang dipersiapkan penulis seperti: menyusun skenario
RPM (Rencana Pengawasan Manajerial). Skenarion ini
merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendampingan
pada masing-masing sekolah binaan. Selanjutnya
menentukan jadwal pertemuan dan mempersiapkan materi
bahan sosialisasi pemenuhan dokumen 8 SNP. Pelaksanaan
pendampingan dijadwalkan mulai april 2019 sampai dengan
akhir agustus 2019. Hal ini dilakukan dengan
mempertimbangkan bahwa pelaksanaan akreditasi sekolah
berlangsung pada bulan september 2019.

Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan pendampingan dilakukan sesuai dengan
jadwal yang telah disusun yaitu melakukan pertemuan
dengan Kepala Sekolah dan seluruh dewan guru,
membentuk tim penanggung jawab delapan standar yang
terdiri dari minimal 2 orang penanggungjawab perstandar
tergantung dari jumlah pendidik dan tenaga tenaga
kependidikan pada sekolah binaan. Tim ini bertugas untuk
melakukan pemenuhan berbagai dokumen sekolah yang
sesuai dengan regulasi 8 SNP. Pelaksanaan strategi
pendampingan C&R ini diawali dengan sosialisasi di masing-
masing sekolah binaan. Hal ini bertujuan untuk memberi
gambaran yang rinci tentang proses pelaksanaan
pendampingan, siapa yang didampingi dan apa yang harus
dilakukan sekolah terkait pemenuhan dokumen sekolah

68
untuk persiapan akreditasi sekolah. Selanjutnya Tim akan
bekerja secara mandiri dalam upaya pemenuhan berbagai
dokumen. Tahap berikutnya adalah pengecekan sejauh
mana Tim sudah bekerja. Pengecekan dokumen
menggunakan instrumen akreditasi tahun 2017.

Gambar 1. Sosialisasi Strategi C&R di Sekolah Binaan

Pada saat melakukan pendampingan, penulis selaku


supervisor mencatat semua kemajuan yang sudah dicapai
dan mencatat semua hal yang masih harus diperbaiki dan di
penuhi. Selanjutnya penulis melakukan penilaian kemajuan
kinerja tim yang dilakukan dua kali, penilaian dilakukan
setelah dilaksanakan beberapa kali cek dan ricek dokumen
yang telah dikumpulkan. Lembar penilain kemajuan
menggunakan format penilaian individu yang telah
dimodifikasi sesuaii kebutuhan. Instrumen lain yang
digunakan adalah catatan kemajuan yang diperoleh pada
setiap pertemuan pembinaan. Pada saat tim delapan standar
melakukan kegiatan pengumpulan dan menyusunan
dokumen, penulis melakukan bimbingan jika diperlukan
sesuai jadwal kunjungan yang telah disepakati. Penulis
melakukan pengamatan dan pembimbingan terhadap guru
yang bekerja per standar pendidikan. Penulis juga
melakukan observasi pada data-data atau dokumen sekolah
yang harus dikumpulkan untuk menunjang proses penilaian
akreditasi. Selain itu penulis mencatat hal-hal yang terjadi
dalam pertemuan dan wawancara. Hasil catatan ini
disampaikan kepada pihak sekolah untuk menjadi catatan
perbaikan.

69
Gambar 2. Pendampingan dan Penilaian Hasil Kerja

Setelah melakukan sosialisasi dan pembimbingan,


penulis memberi waktu kepada tim untuk melakukan
pengumpulan data pendukung dan dokumen sekolah
selama satu minggu. Selama satu minggu tim melakukan
penyusunan dan pengumpulan dokumen dan penulis
melakukan pengecekan terhadap dokumen yang telah
terkumpul. Pengecekan dilakukan beberapa kali untuk
masing-masing sekolah. Setelah beberapa kali pengecekan
baru dilakukan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai.
Penulis mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil
atau dampak dari tindakan yang telah dilakukan.
Berdasarkan hasil dari refleksi ini, penulis menyampaikan
beberapa catatan perbaikan yang harus dipenuhi oleh
kepala sekolah dan tim 8 SNP. Selanjutnya Kepala sekolah
dan Tim kembali melanjutkan perbaikan terhadap
penyusunan dokumen pendukung sehingga sesuai dengan
instrumen akreditasi yang telah ditetapkan oleh BAN S/M
serta 8 SNP dan menentukan jadwal pertemuan berikutnya.

Hasil dan Dampak Strategi C&R


Hasil pendampingan diukur dengan menggunakan
instrumen penilaian akreditasi tahun 2017. Setelah
diadakan beberapa kali pengecekan yang berulang-ulang
terhadap dokumen yang dikumpulkan oleh tim 8 SNP maka
diadakan penilaian dokumen.. Hasil dari penilaian pertama
akan menjadi acuan bagi pengumpulan dokumen
pendukung yang belum terlengkapi. Setelah peenilaian
pertama berlangsung maka diadakan lagi pembinaan
dengan strategi C&R dan selanjutnya dilakukan penilaian
kedua. Hasil penilaian disajikan dalam grafik berikut:

70
Gambar 3. Hasil Penilaian SMPN 1 Lembah Seulawah

Gambar 4. Hasil Penilaian SMPN 1 Indrapuri

Gambar 5. Hasil Penilaian SMP IT Luqmanul Hakim

Hasil penilaian II menunjukkan kesesuaian dengan


kriteria penskoran akreditasi dan sudah menunjukkan
adanya peningkatan dari penilaian I.

71
Gambar 6. Dokumen Sekolah SMP IT Luqmanul Hakim

Berdasarkan hasil pengamatan pada penilaian II, maka


penggunaan strategi pendampingan C&R dengan
pendekatan non direktif yang digunakan penulis dapat
merangkul guru dalam bekerja secara maksimal dalam
mengumpulkan dokumen sekolah dan pemenuhan
akreditasi sebagai usaha memperoleh skor akreditasi dan
peringkat akreditasi yang diinginkan. Hal ini menunjukkan
bahwa telah terjadi peningkatan yang lebih baik dan sudah
tuntas secara klasikal.
Inovasi dan kreativitas yang dilakukan oleh penulis
memberi dampak yang baik dan positif bagi sekolah binaan
lainnya. Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa
strategi pendampingan C&R sangat membantu sekolah
dalam menyusun dan mengumpulkan dokumen sekolah
sesuai 8 SNP. Meski terkesan memaksa tetapi strategi ini
dapat menggambarkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
warga sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah dan
memenuhi dokumen 8 SNP. Dampak yang sangat signifikan
adalah adanya kesadaran bagi sekolah binaan lain untuk
mempersiapkan dokumen sekolah secara baik tanpa harus
di damping secara langsung oleh pengawas sekolah. Hal ini
tentu saja sangat membantu pengawas sekolah dalam
memenuhi segala tugasnya mengingat jumlah sekolah
binaan yang banyak dan mengefisienkan waktu kunjungan
sekolah.
Pendampingan dengan strategi C&R ini juga
berdampak pada perolehan peringkat akreditasi sekolah.
SMPN 1 Lembah Seulawah yang awalnya memiliki predikat
akreditasi C memperoleh predikat B dan SMP IT Luqmanul
Hakim yang belum pernah diakreditasi berhasil memperoleh

72
predikat B. Sedangkan SMPN 1 Indrapuri tudak
diakreditasi tahun 2018 karena tidak cukup kuota untuk
penilaianan akreditasi oleh BAN S/.M Aceh. Sekolah ini
akan mendapat prioritas diakreditasi tahun 2019. Dampak
lain adalah adanya peningkatan kinerja dan pemahaman
warga sekolah terhadap berbagai dokumen yang harus
dipenuhi oleh sekolah sebagi upaya meningkatkan mutu
pelayanan pendidikan dan pembelajaran yang berdampak
pada pelayanan bagi peserta didik. Strategi pembinaan ini
dapat menjadi contoh dan rujukan bagi sekolah lain untuk
mengikuti langkah yang telah ditempuh oleh sekolah tempat
pelaksanaan pola pembinaan C&R. Selain itu timbulnya
kesadaran bagi semua komunitas sekolah binaan untuk
bekerja secara serius dan mandiri dalam melengkapi
dokumen yang diperlukan sekolah tanpa harus didampingi
secara terus menerus. Perilaku kerja ini tidak hanya
dilakukan untuk menghadapi penilaian akreditasi tetapi
harus dilakukan secara terus menerus sebagai upaya
pemenuhan semua dokumen yang diperlukan sekolah.
Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa strategi pendampingan C&R dapat
diterapkan dalam kegiatan pembinaan untuk meningkatkan
kinerja tim pengembang sekolah dalam upaya pemenuhan
dokumen pendukung akreditasi sekolah. Strategi
pendampingan ini juga dapat menimbulkan kesadaran bagi
warga sekolah untuk bekerja maksimal dan terorganisir dan
sudah terbukti efektif dan berdampak tinggi tingkat
keberhasilan target pembinaan yang telah ditentukan.

Rekomendasi dan Ucapan Terimakasih


Berdasarkan pemaparan di atas, ada beberapa
rekomendasi yang bisa penulis sampaikan diantaranya: (1)
Strategi pendampingan C&R ini bisa dicoba dalam unsur
pembinaan lainnya seperti pembinaan administrasi guru
dan pembinaan profesional guru dan kepala sekolah. (2)
Pengawas Sekolah harus berperan aktif dalam memotivasi
guru dan kepala sekolah binaan nya baik di sekolah
ataupun di pusat belajar seperti MGMP/MKKS, (3) Kepala
Sekolah dan Guru harus secara terus menerus
meningkatkan kinerjanya untuk kemajuan sekolah dan
meningkatkan pelayanan kepada peserta didik.
Akhirnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Direktorat Jenderal Guru

73
dan Tenaga Kependidikan dan Direktorat Pembinaan
Tenaga Kependidikan yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menulis karya kreatif ini. Harapan
penulis semoga bermanfaat bagi pengembambangan profesi
pengawas dan untuk kemajuan pendidikan dimasa yang
akan datang.

74
Daftar Pustaka
Kemendikbud (2017). Modul Supervisi Akademik Program
PKB Pengawas Sekolah, Direktorat Jenderal Guru
dan Tenaga Kependidikan.
Kemendikbud (2017). Panduan Kerja Pengawas Sekolah
Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.
Siswanto, H. B. (2013). Pengantar Manajemen, Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
--------------, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
--------------, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
--------------, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar
Pengawas Sekolah/Madrasah

75
Biodata Penulis
Nur Elmi, S.Si, M.Pd,
dilahirkan di Seulimeum Aceh Besar
Provinsi Aceh pada tanggal 14 April
1972. Pendidikan Sekolah Dasar
ditamatkan di SDN 24 Banda Aceh
pada tahun 1984. melanjutkan
pendidikan menengah pertama di
SMPN 6 Banda Aceh, tamat tahun
1987. Setelah itu melanjutkan
pendidikan menengah atas di SMAN
3 Banda Aceh, tamat tahun 1990.
Pada tahun yang sama melanjutkan studi S1 pada Fakultas
MIPA jurusan Matematika di Universitas Syiah Kuala
(Unsyiah) Banda Aceh, tamat tahun 1995. Selanjutnya
menyelesaikan studi S2 Administrasi Pendidikan Pasca
Sarjana Unsyiah Banda Aceh pada tahun 2018. Saat ini
bertugas sebagai Pengawas Sekolah Jenjang SMP dalam
lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Aceh Besar Provinsi Aceh. Peringkat I Pengawas Prestasi
Provinsi Aceh Tahun 2019. Email : elmi90@yahoo.com, HP.
081264618274

76
METODE ANTIK UNTUK
MENINGKATKAN KOMPETENSI
PEDAGOGIK GURU SMPN 2 BOJONG
PANDEGLANG BANTEN
Ii Wahyudin
Pengawas SMP Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten
Email: iiwhyd@yahoo.com

Problematika Kompetensi Pedagogik Guru di SMPN 2


Bojong
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah (Undang-undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab I Pasal 1). Secara
garis besar tugas guru yaitu merencanakan, melaksanakan
dan melakukan penilain pembelajaran. Dalam
melaksanakan tugasnya guru harus berpedoman kepada
peraturan yang berlaku agar dalam menjalankan tugasnya
tidak menyimpang.
Peran guru sangat penting dan merupakan ujung
tombak dalam proses pembelajaran. Keberadaan dan
fungsinya sangat menentukan terhadap keberhasilan proses
pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran akan
menghasilkan kompetensi peserta didik yang baik dan akan
berimplikasi terhadap pencapaian kualitas pendidikan.
Guru sebagai tenaga profesional dapat mempengaruhi
keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan nasional
yaitu menciptakan insan indonesia yang cerdas dan
kompetitif.
Profesionalisme guru merupakan perpaduan dari
kompetensi, dedikasi dan prestasi. Kompetensi merupakan
modal dasar bagi guru dalam menjalankan tugasnya sebagai
pendidik dan pengajar. Kompetensi yang dimiliki oleh guru
lahir dari proses pembentukan hasil pendidikan dan
pengalaman. Dedikasi adalah sikap tanpa pamrih yang
mendorong seorang guru melakukan tugas. Sedangkan
prestasi adalah hasil kerja yang muncul sebagai bentuk

77
penghargaan.
Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati,
dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi (Permendiknas Nomor
16 Tahun 2007).
Berdasarkan hasil pengamatan, supervise dan
wawancara dengan guru-guru SMP Negeri 2 Bojong
ditemukan bahwa kompetensi pedagogik guru-guru masih
rendah. Data-data yang diperoeh bahwa kemampuan guru
dalam memahami karakteristik siswa dilihat dari berbagai
aspek seperti moral, emosional, dan intelektual sebanyak 4
orang masih kurang. Penguasaan terhadap teori belajar dan
prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik seperti dalam
menerapkan metode dan media pembelajaran 5 orang guru
masih kurang. Melakukan penilaian dan evaluasi proses
dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan
evaluasi untuk kepentingan pembelajaran sebanyak 9 orang
guru masih kurang..
Kompetensi kepribadian yaitu kompetensi yang
berkaitan dengan personal guru sedangkan kompetensi
sosial yaitu kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan
guru dalam melakukan hubangan dengan berbagai pihak
dan kompetensi profesional yaitu kemampuan yang harus
dimiliki guru dalam perencanaan dan pelaksanaan proses
pembelajaran secara umu di SMP Negeri 2 Bojong sudah
bagus.
Empat kompetensi ini mutlak harus dimiliki oleh guru,
karena akan mempengaruhi terhadap keberhasilan
pencapaian tujuan pendidikan. Untuk menjadikan guru
yang kompeten, unggul, profesional dan berkepribadian
harus terus dilakukan baik secara sendiri-sendiri oleh guru
maupuan oleh pemerintah. Secara sendiri-sendiri guru
melakukan peningkatkan kompetensi seperti
pengembangan keprosesian berkelanjutan, mengikuti studi
lanjut, mengikuti kegiatan workshop, seminar atau kegiatan
lainnya.
Di SMP Negeri 2 Bojong Pandeglang, ditemukan adanya
salah satu kompetensi yang perlu ditingkatkan yaitu
kompetensi pedagogik. Berdasarkan hasil pengamatan yang

78
dilakukan melalui proses supervisi akademik diperoleh
kesimpulan bahwa kompetensi pedagogik guru-guru masih
rendah. Idikator yang menujukan masih rendahnya
kompetensi pedagogik yaitu:
1. Kemampuan dalam memahami karakteristik peserta
didik;
2. Kemampuan dalam menyususn perencanaan
pembelajaran;
3. Kemampuan dalam menerpkan metode dan media
pembelajaran;
4. Kemampuan dalam menyusun kisis-kisi,menyusun
soal, menganalisis butir soal dan menganalisis hasil
belajar.
Berdasarkan indikator rendahnya kompetensi
pedagogik di atas dipandang perlu untuk melakukan suatu
upaya agar kompetensi di atas dapat ditingkatkan.
Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan kompetensi guru baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan pendidikan dan latihan
profesioanal, peningkatan kompetensi pembelajaran
(PKP),pemberian beasiswa studi lanjut di dalam maupun ke
luar negeri, pemberian penghargaan terhadap guru yang
berprestasi dan berdedikasi dan kegiatan lainnya. Semua
kegiatan tersebut dilakukan untuk meningkatkan kualitas
guru sehingga guru mampu secara professional menjadi
bagian dari peningkatan kualitas pendidikan dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Metode “ANTIK”
Kata “ANTIK” merupakan singatakan dari Analisis,
Negosiasi, Treatment, Implementasi dan Koreksi. Metode
“ANTIK” yaitu metode yang digunakan untuk meningkatkan
kompetensi guru berdasarkan tahapan yang harus
dilakukan melalui analisis, negosiasi, treatmen,
implementasi dan koreksi. Analisis dalam kontek ini yaitu
analisis kebutuhan peningkatan kompetensi guru yang
diperoleh berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan-
kebutuhan peningkatan kompetensi. Dasar dalam analisis
ini yaitu bahwa guru memiliki kebutuhan kompetensi yang
harus ditingkatkan. Kebutuhan-kebutuhan peningkatan
kompetensi ini tentu tidak semua dapat dipenuhi untuk
ditingkatkan kompetensinya. Oleh karena itu perlu
dilakukan analisis terlebih dahulu kompetensi manakah

79
yang paling urgen yang harus dilakukan tindakan.
Negosiasi yaitu upaya untuk menentukan kompetensi
apa yang harus ditingkatkan oleh guru berdasarkan hasil
kesepakatan antara guru dengan kepala sekolah atau
pengawas sekolah. Penetapan kompetensi ini dilakukan
melalui proses negosiasi antara guru dengan kepala sekolah
atau dengan pengawas pembina. Dasar dari konsep
negosiasi ini adalah bahwa penetapan suatu kebutuhan
peningkatan kompetensi tidak bisa ditetapkan sendiri oleh
kepala sekolah atau pengawas pembina, atau sebaliknya
ditepakan oleh guru, tetapi harus berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak. Negosiasi ini penting dilakukan agar
tindakan yang dilakukan untuk menigkatkan kompetensi
guru ini tidak top down, atau bottom up, kemudian jika
tindakan yang dilakukan berdasarkan hasil analisis dan
negosiasi maka secara psikologis guru memliki tanggung
jawab penuh karena tindakan yang diambil berdasarkan
kebutuhan yang dirasa sangat perlu oleh guru.
Treatment ( perlakuan ) adalah proses memberikan
tindakan terhadap suatu kebutuhan yang dirasakan sangat
perlu berdasarkan hasil dari negosiasi. Tindakan dilakukan
dengan berbagai cara sesuai dengan kebutuhan kompetensi
apa yang harus dipenuhi. Tindakan yang dilakukan
berdasarkan hasil analisis dan negosiasi bisa berupa
workshop, pelatihan, seminar, bimbingan klinis atau belajar
mandiri. Perlakuan dilaksanakan dengan cara
mengelompokan guru ke dalam kelompok-kelompok kecil
berdasarkan kebutuhan peningkatan kompetensi. Jika
terdapat guru yang menentukan kebutuhan peningkatan
kompetensinya sebanyak lima orang yang sama, maka
dikelompokan sebanyak lima orang tersebut. Perlakukan
diberikan sesuai dengan kebutuhan kompetensinya. Jika
guru yang memiliki kebutuhan peningkatan kompetensi
dalam satu kelompok banyak, maka perlakuan dapat
dilaksanakan dengan cara workshop atau pelatihan.
Implementasi atau penerapan yaitu proses menerapkan
hasil yang diperloleh dari perlakuan. Penerapan dilakukan
dalam berbagai kegiatan sesuai dengan kompetensi yang
diperolehnya dari hasil perlakuan atau tindakan. Dalam
proses penerapan ini guru menerapkan seluruh kompetensi
yang diperolehnya dari hasil tindakan. Penerapan hasil
perlakuan dipantau oleh kepala sekolah atau pengawas
pembina atau guru senior yang memiliki kompetensi lebih.

80
Koreksi atau evaluasi diri yaitu proses mengukur
kompetensi yang dimiliki guru berdasarkan hasil tindakan
apakah diterapkan atau tidak. Koreksi dilakukan dengan
melihat hasil pekerjaan, kegiatan pembelajaran atau
kegiatan lainnya. Agar koreksi ini dapat dpertanggung
jawabkan perlu dilengkapi dengan menggunkan instrument
yang sesuai dengan jenis kompetensinya. Proses mengukur
kemampuan dalam menerapkan hasil tindakan yang
berkaitan dengan kegiatan pembelajaran dan
penerapannya, maka koreksi dilakukan dengan cara
supervisi akademis oleh kepala sekolah atau pengawas
pembina atau teman sejawat. Proses koreksi bahkan bisa
dilakukan dengan cara lesson study dan hasil koreksi atau
evaluasi diri dapat dijadikan bahan refleksi. Desaian
penerapan Metode “ANTIK” dalam meningkatkan kompetensi
pedagogik guru di SMP Negeri 2 bojong dapat dilihat dalam
gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Desain Penerapan Meteode “ANTIK” dalam


Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru

Penerapan metode “ANTIK” memiliki tujuan dan manfaat


baik secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan
penerapan metode “ANTIK” dalam meningkatkan kompetensi
pedagogik guru yaitu untuk meningkatkan kompetensi guru
berdasarkan sistim prioritas dari kebutuhan-kebutuhan
kompetensi yang dirasakan, menentukan fokus kompetensi
yang harus ditingkatkan, memberikan perlakukan terhadap
kompetensi yang dirasa masih kurang berdasarkan hasil
evaluasi diri. Manfaat penerapan metode “ANTIK” dalam
meningkatkan kompetensi pedagogik guru adalah untuk
kepala sekolah, pengawas pembina dan Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan. Bagi kepala sekolah metode ini dapat
dijadikan salah satu upaya untuk meningktkan kompetensi
guru. Bagi pengawas pembina dapat dijadikan sebagi model
81
pengembangan kompetensi guru di sekolah binaanya.
Sedangkan untuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dapat
dijadikan pengambilan kebijakan untuk mendorong
peningkatan kompetensi guru.
Penerapan Metode ANTIK di SMPN 2 Bojong
Penerapan metode “ANTIK” dalam meningkatkan
kompetensi guru SMPN 2 BOJONG Kabupaten Pandeglang
dilakukan dengan proses sesuai dengan tahapan dalam
penerapan metode “ANTIK” yaitu analisis, negosiasi,
treatmen, implementasi dan koreksi. Secara rinci tahapan
dalam penetapan metode “ ANTIK” sebagai berikut :
1. Analisis
Kegiatan analisis dilakukan dengan pendataan guru
disekolah dengan cara menyebarkan form bio data guru.
Pendataan ini dilakukan untuk mengtehaui profil guru
secara utuh dalam sekolah tersebut. Mendata kebutuhan
peningkatan kompetensi guru dilakukan dengan
menggunkan intrumen analisis kebutuhan peningkatan
kompetensi dan mengumpulkan data kebutuhan
kompetensi guru yang sudah diisi. Dari hasil pengisian form
analisis diketahui berbagai jenis kebutuhan peningkatan
kompetensi yang dirasakan oleh guru sebagaimana dalam
table 1 berikut.
Tabel 1. Hasil Analisis Kebutuhan Peningkatan Kompetensi
Jumlah Keterangan
No Kompetensi Guru
Kurang
1 Menyususn Kalender Pendidikan 2 orang
Kurang
2 Menyusun Silabus 2orang
Memahami Karakteristik Peserta Kurang
3 didik 6 orang
Kurang
4 Menyusun RPP 4 Orang
Kurang
5 Menerapkan Metode Pembelajaran 3 Orang
Kurang
6 Menerapkan Media Pembelajaran 2 Orang
Kurang
7 Menyusun Kisi-kisi 6 Orang
Kurang
8 Menyusun Soal 6 Orang
Kurang
9 Menganalisis Butir Soal 6 Orang
Kurang
10 Menganalisis Hasil Penilian 9 Orang

82
2. Negosiasi
Hasil analisis kemudian dilanjutkan dengan memilih
salah satau kebutuhan peningkatan kompetensi yang
diarasakan perlu segera dipenuhi. Penentuan kebutuhan
peningkatan kompetensi guru berdasarkan hasil
kesepakatan dengan kepala sekolah atau pengawas
pembina, diperleh data kebutuhan peningkatan kompetensi
sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Negosiasi Kebutuhan Peningkatan Kompetensi


Jumlah Keterangan
No Kompetensi Guru
1 Menyusun RPP 4 Orang Kurang
Menerapkan Metode Kurang
2 Pembelajaran 3 Orang
Menerapkan Media Kurang
3 Pembelajaran 2 Orang
4 Menyusun Kisi-kisi 6 Orang Kurang
5 Menyusun Soal 6 Orang Kurang
6 Menganalisis Butir Soal 6 Orang Kurang
Menganalisis Hasil Kurang
7 Penilian 9 Orang

3. Treatment ( Perlakuan )
Perlakuan dilakuan dengan mengadakan kegiatan-
kegiatan peningkatan kompetensi guru berdasarkan jenis
kebutuhan peningkatan kompetensi hasil negosiasi.
Perlakuan dilaksanakan sesuai dengan kompetensi yang
akan ditingkatkan. Jenis perlakuan tiap guru berbeda-beda
diseuaikan dengan jumlah guru yang memiliki kesamaan
kebutuhan. Kegiatan perlakuan dilakukan sebagai berikut.

83
Tabel 3 Pelaksanaan Treatment Kebutuhan Peningkatan
Kompetensi
No Kompetensi Jumlah Keterangan
Bimbingan
1 Menyusun RPP 4 Orang Klinis
Menerapkan Metode Bimbingan
2 Pembelajaran 3 Orang Klinis
Menerapkan Media Bimbingan
3 Pembelajaran 2 Orang Kilinis
4 Menyusun Kisi-kisi 6 Orang Workshop

5 Menyusun Soal 6 Orang Workshop


Menganalisis Butir Workshop
6 Soal 6 Orang
Menganalisis Hasil Workshop
7 Penilain 9 Orang

Treatment yang dilakukan untuk meningkatkan


kompetensi penilaian dilakukan dengan worksoh seperti
pada gambar dibwah ini.

Gambar 2. Workshop Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru

4. Implementasi (Penerapan)
Guru menerapkan hasil perlakuan yang diperolehnya
menurut kompetensi yang sudah dimilikinya hasil dari
perlakuan. Penerapan hasil perlakuan dilaksanakan dalam
proses pembelajaran bagi guru yang memperoleh perlakuan
dalam penerapan model, metode dan media pembelajaran,
praktek menyususn RPP bagi guru yang mendapat
perlakuan dalam kompetensi menyusun RPP dan praktek
membuat kisi-kisi,soal dan menganalisis butur soal bagi
guru yang mendapat perlakuan dalam penilaian. Kepala
sekolah, pengawas pembina atau guru yang ditujuk

84
melakukan pemantauan untuk mengetahui apakah
kompetensi yang diperoleh dari hasil perlakukan diterapkan
atau tidak. Untuk kompetensi guru yang berkaitan dengan
penerapan metode dan media pembelajaran dilakukan oleh
guru dalam proses pembeajaran. Pada saat guru
menerapkan kompetensi ini sekaligus melakukan koreksi
melalui supervisi. Di bawah ini kegiatan supervisi yang
dilakukan :

Gambar 3. Proses Supervisi Pembelajaran


4. Koreksi
Guru bersama sama kepala sekolah, pengawas pembina
atau guru yang yang ditunjuk melakukan refleksi. Dalam
refleksi kepala sekolah dan pengawas pembina memberikan
rekomendasi atas hasil koreksi dan refleksi. Hasil koreksi ini
dijadikan bahan untuk refleksi agar diperoleh masukan atau
umpan balik bagi perbaikan selanjutnya.

Gambar 4. Proses Koreksi/Refleksi

ompetensi Pedagogik Guru SMPN 2 Bojong Pasca


Penerapan Metode “ANTIK”
SMP Negeri 2 Bojong terletak di Kecamatan Bojong
Kabupaten Pandeglang dengan jumlah rombel sebanyak 6
kelas, jumlah guru 10 orang, jumlah siswa 162 orang

85
dengan tenaga administrasi 6 orang. Memiliki bangunan
yang cukup baik dengan luas tanah 6.265 meter persegi dan
luas bangunan 1.337,51 meter persegi. Iklim sekolah cukup
baik yang ditandai dengan indicator kerjasama antara
kepala sekolah dengan guru-guru dan seluruh siswa
berjalan harmonis. Penataan lingkungan sekolah cukup
baik dengna terus menjaga kebersihan dan penataan
tanaman yang membuat lingkungan sekolah asri. Sehingga
SMPN 2 Bojong perlah mendapat juara ke 1 sekolah sehat
tingkat kabupaten Pandeglang.
Dari paparan yang sudah disampaikan di atas dapat
disimpulkan bahwa peningkatan kompetensi guru dapat
dilakukan dengan menerapkan metode “ANTIK”. Penerapan
Metode “ANTIK” dapat meningkatkan kompetensi guru
khususnya kompetensi pedagogik. Setelah diterapkannya
metode “ANTIK” diperoleh data bahwa guru yang
membutuhkan peningkatan kompetensi dalam menyusun
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebanyak 4 Orang
sudah meningkatkat kompetensinya. Guru yang
membutuhkan peningkatan kompetensi dalam menerapkan
metode pembelajaran sebanyak 3 orang juga telah
meningkat. Guru yang membutuhkan peningkatan
kometensi dalam menerapkan media pembelajaran 2 orang
sudah menigkat. Guru yang membutuhkan peningkatan
kompetensi dalam menyusun kisi-kisi 6 orang, menyusun
soal 6 orang, menganalisis butir soal 6 orang dan
menganalisis hasil penilian 9 orang masih belum meningkat.
Peningkatan kompetensi pedagogik guru SMPN 2 Bojong
setelah menggunkan metode “ANTIK” dapat dilihat pada
table berikut.

86
Tabel 4 Hasil Peningkatan Kompetensi Pedagogik Sebelum dan
Sesudah Penerapan Metode ANTIK

No Kompetensi Jumlah Sebelum Sesudah


1 Menyusun RPP 4 Orang Kurang Baik
Menerapkan Metode Kurang Baik
2 Pembelajaran 3 Orang
Menerapkan Media Kurang Baik
3 Pembelajaran 2 Orang
4 Menyusun Kisi-kisi 6 Orang Kurang Kurang
5 Menyusun Soal 6 Orang Kurang Kurang
Menganalisis Butir Kurang Kurang
6 Soal 6 Orang
Menganalisis Hasil Kurang Kurang
7 Penilaian 9 Orang

87
Daftar Pustaka
Hamzah, B. Uno & Nurdin Muhamad, 2012, Belajar dengan
Pendekatan PAILKEM: pembelajaran, aktif, inovatif,
lingkungan, kreatif, menarik, Jakarta, Bumi Aksara.
Hidayat, Ara, & Imam Machali, (2010), Pengelolaan
Pendidikan: Konsep, Prinsip, dan Aplikasi dalam
Mengelola Sekolah dan Sekolah, Bandung, Pustaka
Educa.
Hosnan & Suherman, 2013, Kamus Profesional Guru,
Bandung, Yudhistira.
Rusyan, Tabrani, 2013, Seri Peningkatan Mutu Pendidikan:
Peningkatan Profesionalisme Kepala sekolah, Jakarta,
P.T. Dinamika Pendidikan.
Sunyoto, Danang 2013, Teori, Kuesioner, dan Proses Analisis
Data Perilaku Organisasional, Yogyakarta, Centere for
Academic Publishing Service.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 81A tahun 2013 Tentang
Implementasi Kurikulum 2013.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun
2007 tentang Stadar Kompetensi Kepala
Sekolah/Sekolah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru.
Kemendikbud, 2012, Pembinaan dan Pengembangan mutu
Guru (Buku 2) Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja
Guru, Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia
Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu
Pendidikan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen

88
Biodata Penulis
Dr. Ii Wahyudin, MPd. dilahirkan
di Pandeglang tanggal 1 Mei 1967.
Pendidikannya ditempuh dari SD,
SMP dan SPG di Pandeglang. S1
lulus tahun 1996 dari Program Studi
Administrasi Perkantoran IKIP
Bandung, S2 lulus tahun 2004 dan
S3 Lulus tahun 2012 dari program
studi Pendidikan Luar Sekolah UPI
Bandung. Menjadi guru SMP dari
tahun 1990 sampai dengan tahun
2007. Menjadi Kepala Sekolah dari tahun 2008 sampai
tahun 2014 dan diangkat menjadi pengawas sekolah dari
tahun 2015 sampai sekarang. Dosen luar biasa UNTIRTA
dari tahun 2004 sampai tahun 2016 dan dosen tetap di
STKIP Syekh Manshur sejak tahun 2014 sampai sekarang.
Nomor HP 082125110160 alamt email iiwhyd@yahoo.com

89
PENDEKATAN HUMANISTIK UNTUK
MENINGKATKAN SUMBER DAYA GURU
SMP NEGERI 3 BONE
WD. Patila
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bone Bolango
Email: wd.patila1102@gmail.com

Profesionalisme Sumber Daya Guru pada Sekolah Binaan


Hak dan kewajiban guru tercermina dalam undang-
undang Nomor 20 Tahun 2003. Hak dan kewajiban tersebut
menjadi tombak tanggung jawab melandasi guru dalam
pembelajaran. Seorang guru harus bisa menjadi teladan
bagi peserta didik, guru lainnya dan masyarakat sekitarnya.
Dalam proses pembelajaran guru harus menyiapkan
berbagai perangkat pembelajaran, melakukan proses
pembelajaran, mengobservasi pembelajaran dan melakukan
evaluasi.
Profesionalisme lainnya bagi seorang guru adalah
mengkaji permasalahan proses pembelajaran dan masalah
peserta didik dalam pembelajaran dengan penelitian-
penelitian. Guru bukan saja mengajar namun tugas pokok
lainnya sangat banyak. Siapa kah guru itu? Guru secara
etimologis berasal dari bahasa India yang artinya orang yang
mengajarkan kelepasan dari sengsara. Dalam bahasa Arab
guru berarti al-mualim atau Al-Ustadz yang artinya tempat
mendapatkan Ilmu (Suparlan: 2008: 11).
Memang tidak susah mengenal guru, dimasyarakat guru
beda dengan lainnya. Tutur kata, perlakukan nampak
menonjol postifip. Mengajar di sekolah, di kelas-kelas yang
sedang memberikan materi. Mereka itulah sosok guru,
dalam tugas profesinalitasnya guru merencanakan,
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, dan melakukan bimbingan lain dan
sebagainya.
Cakupan profesional kerja yang dibebankan pada
seorang guru adalah mampu serta memahami kompetensi
yang telah ditetapkan kepada tugas keprofisionalnya.
Kompetensi tersebut adalah kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi profesional,

90
kompetensi sosial dan mampu menghasilkan karya inovatif
serta mengaplikasikan potensi diri kepada peningkatan
mutu peserta didik, secara langsung membimbing peserta
didik hingga mencapai prestasi dibidang intrakurikuler
dan/atau ekstrakurikuler.
Ukuran kemampuan dalam memahami pedagogig dapat
dilihat dari tingkat pemahaman dan lulusan peserta didik.
Oleh sebab itu cerminan guru adalah peserta didik.
Mudahnya mengelolah pembelajaran adalah pengaruh guru
dan sebaliknya. Perencanaan pelaksanaan pembelajaran
yang sempurna, hasil evaluasi yang baik semuanya sebagai
teacher effect. Hal postif dari seorang peserta didik juga ada
hubungannya dengan guru. Inilah profesional guru yang
dimaksukan dalam tulisan ini.
Pengembangan profesional guru dimaksudkan untuk
memenuhi tiga kebutuhan yang sungguhpun memiliki
keragaman yang jelas, terdapat banyak kesamaan. Pertama,
kebutuhan sosial untuk meningkatkan kemampuan sistem
pendidikan yang efesien dan manusiawi, serta melakukan
adaptasi untuk penyusunan kebutuhan-kebutuhan sosial.
Kedua, kebutuhan untuk menemukan cara-cara untuk
membantu staf pendidikan dalam rangka mengembangkan
pribadinya secara luas. Dengan demikian, guru dapat
mengembangkan potensi sosial dan potensi akademik
generasi muda dalam interaksinya dengan alam
lingkungannya. Ketiga, kebutuhan untuk mengembangkan
dan mendorong keinginan guru untuk menikmati kehidupan
pribadinya, seperti halnya dia membantu peserta didiknya
dalam mengembangkan keinginan dan keyakinan untuk
memenuhi tuntutan pribadi yang sesuai dengan potensi
dasarnya.
Dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) juga
merupakan interaksi sosial. Lebih jauh interaksi juga
bermakna hubungan sosial yang dinamis antara individu
dengan individu, antara individu dan kelompok serta antara
kelompok dengan kelompok. Dalam interaksi pembelajaran
memiliki tujuan untuk merubah peserta didik, baik dalam
pikiran, sikap maupun tindakannya. Interaksi yang
demikian biasa dikenal dengan istilah interaksi edukatif.

91
Gambar 1. Pelaksanaan Pembelajaran di Sekolah Bina

Proses KBM merupakan proses kegiatan interaksi antara


dua unsur manusiawi yakni peserta didik sebagai pihak
yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar. Proses
belajar harus tumbuh dan berkembang dari diri peserta
didik sendiri, dengan kata lain peserta didik yang harus
aktif belajar sedangkan guru bertindak sebagai pembimbing.
Proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang integral
(terpadu) antara peserta didik sebagai pelajar yang sedang
belajar dengan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar
yang dipandang sebagai suatu sistem, yang mana sistem
tersebut merupakan kesatuan dari berbagai komponen
(input) yang saling berinteraksi (proses) untuk menghasilkan
sesuatu dengan tujuan yang telah ditetapkan (output).
Mengganjar atau membesarkan hati peserta didik agar
mereka lebih giat berpartisipasi dalam interaksi belajar-
mengajar (Nurkhasanah, 2010: 3).
Kekurangan guru di SMP Negeri 3 Bone Kabupatan
Bone Bolango Provinsi Gorontalo menjadi salah satu
masalah dalam mengatasi jumlah peserta didik 221 yang
tersebar di 9 rombongan belajar (Rombel) dengan tenaga
pendidik 7 Orang, 2 Orang PNS, 5 Orang Guru Kontrak dan
1 Orang Tenaga Kependidikan total 8 Orang. Berbagai cara
sudah dilakukan pemerintah, seperti mengirimkan para
sarjana ke daerah-daerah pelosok untuk menjadi tenaga
pendidik serta distribusi guru masih menjadi isu tahunan.
Pemberian kewenangan baru untuk guru-guru bisa
mengajar lebih dari satu mata pelajaran merupakan solusi
dari kekurangan guru. Pemberdayaan guru lokal di daerah,
akan lebih efektif ketimbang hanya mengandalkan
pengiriman para guru dari kota mungkin hanya satu atau
dua tahun. Sedangkan bila mengangkat guru lokal, selain
sudah terbiasa dengan kondisi geografis, mereka juga bisa
92
mengajari peserta didik dengan pendekatan humanistik.

Peran Pengawas Sekolah dan Pendekatan Humanistik


Pengawas sekolah memiliki peran yang signifikan dan
strategis dalam proses dan hasil pendidikan yang bermutu
di sekolah, meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi,
pelaporan, dan tindak lanjut yang harus dilakukan secara
teratur dan berkesinambungan. Pengawas dalam pembinaan
setidaknya sebagai teladan bagi sekolah dan sebagai rekan
kerja yang serasi dengan pihak sekolah dalam memajukan
sekolah binaannya. Adapun peran pengawasan tersebut
dilaksanakan dengan pendekatan supervisi yang bersifat
ilmiah, manusiawi, dan berbasis kondisi budaya sosial.
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan mutu
pembelajaran guru di sekolah.
Pengawas bertanggungjawab dalam mendampingi
berbagai masalah yang ada dalam ranah pembimbingan dan
supervisi. Pelaksanaan pembimbingan dalam bentuk
supervisi menjadi treatment untuk mengatasi masalah
secara bersama-sama. Permasalahan yang berhubungan
dengan kompetensi yang rendah diperlukan pendekatan
yang humanis. Pendekatan Humanistik ini yang sudah
dilakukan dalam kegiatan supervisi akademik maupun
manajerial di sekolah binaan di kabupaten Bone Bolango
dan merupakan dasar untuk meningkatkatkan proses
pembelajaran yang variatif yang dampaknya ke peserta didik
akan berfikir kritis, kreatif dan komunikatif juga manajemen
kepala sekolah dalam hal melakukan supervisi akademik
maupun manajerial terhadap guru lebih baik. Satu segi
yang harus diperhatikan oleh kepala sekolah bersama
stafnya adalah sekolah harus siap merespon berbagai
perubahan yang berlangsung di masyarakat. Sekolah harus
menjadi lembaga yang inovatif. Akan tetapi, sekolah hanya
akan menjadi lembaga pendidikan yang inovatif jika
dipimpin oleh kepala sekolah yang inovatif pula. Hal ini
disebabkan keberhasilan sekolah dalam mengemban
misinya sangat ditentukan oleh keberhasilan
administratornya.
Fungsi utama supervis Pendidikan sebagai berikut.
1.Menyelenggarakan inspeksi.
Sebelum memberikan pelayanan kepada guru,
supervior perlu mengadakan inspeksi terleih dahulu.
Inspeksi tersebut dimaksudkan sebagai usaha mensurvey

93
seluruh sistem Pendidikan yang ada, guna menemukan
masalah-masalah, kekurangan-kekurangan, baik
terhadap guru, peserta didik, perlengkatan, tujuan
Pendidikan, metode, maupun perangkat lain yang
berhubungan dengan proses belajar mengajar yang
bersumber pada data yang actual.
2.Penelitian Hasil Inspeksi.
Infeksi berupa data yaitu data yang di olah untuk
dijadikan bahan penelitan. Dengan cara ini maka di
peroleh prosedur yang evektif sebagai keperluan
penyelenggaraan pemberian bantuan kepada guru,
sehingga supervisi dapat berhasil dengan memuaskan.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam
melaksanakan supervisi sekurang-kurangnya:
- Menemukan masalah yang ada pada situasi belajar
mengajar;
- Mencoba mencari pemecahan masalah;
- Menyusun program perbaikan;
- Mencoba cara baru; dan
- Merumuskan pola perbaikan yang ada standar
untuk pemakaian yang lebih luas.
3. Penilaian.
Kegiatan penilaian berupa usaha untuk mengetahui
segala fakta yang mempengaruhi kelangsungan persiapan
penyelenggaraan hasil pembelajaran.
4. Latihan.
Berdasarkan hasil penelitian dan kemudian diadakan
latihan. Latihan ini dimaksudkan untuk memperkenalkan
cara-cara baru sebagai upaya perbaikan atau
peningkatan mutu Pendidikan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sangat pesat menuntut kepala sekolah untuk
mengembangkan kompetensinya secara berkelanjutan.
Inovasi menjadi kunci paling utama diera industri 4.0 yang
menuntut kepala sekolah membentuk peserta didik memiliki
kompetensi abad 21 yang mampu berfikir kritis, kreatif,
kolaboratif, dan komunikatif. Kepala sekolah menjadi aktor
utama yang mengelola masukan (infut) proses, keluaran (out
put) dengan berpedoman pada standar nasional pendidikan.
Kepala sekolah mampu berfikir visioner.
Kepemimpinan abad 21 bagi kepala sekolah harus
memenuhi hal-hal sebagai berikut.
1. Mampu melihat peluang dan potensi yang ada.

94
2. Perannya sebagai supervisor harus mampu berperan
sebagai instruksional dalam merancang pembelajaran
abad 21 dengan pendekatan keterampilan berfikir
tingkat tinggi.
3. Mengajak seluruh pemangku kepentingan
pendidikan.
4. Memberikan riward kepada guru, siswa yang sudah
berprestasi.
Pembelajaran pada abad 21 identik dengan pembelajaran
yang sudah dirancang guru seperti perencanaan,
pelaksanan pembelajaran dan evaluasi yang mengarah pada
pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi menuntut
guru harus lebih produktif dalam mengelola perkembangan
kebutuhan pembelajaran. Demikan juga dengan kompetensi
lain yang terkait dengan tugas pokok yang di emban dalam
memajukan pendidikan dimasing-masing satuan kerja.
Dengan demikian maka peran guru dalam meningktkan
profesionalnya sangat penting untuk memanfaatkan segala
aspek yang muaranya pada pendekatan kualitas
pembelajaran.
Kompetensi guru terdiri dari kompetensi pedagogik,
kompetensi professional, kompetensi kepribadian dan sosial.
Empat kompetensi tersebut terletak di bahu pendidik dalam
memajukan sumber daya guru dan menjaga lingkungan,
menghadapi perubahan iklim belajar baik dalam skala
sosial, kepribadian dan skill untuk mengahadapi tantangan
pendidikan yang berkembang begitu cepat dalam
menyongsong perubahan berpikir abad 21.
Suatu pepetah lama yang masih tenar “every body
perfect” tak seorang pun manusia yang sempurna. Maka
dibutuhkanlah orang lain yang melengkapi ketidak
sempurnaannya. Begitupun dengan guru dalam
melaksanakna proses pembelajaran. Perlunya
pendampingan dalam pelaksanaan kegiatannya sehari-hari
baik di Sekolah maupun berhubungan dengan hal-hal lain
yang menyangkut tentang pendidikan. Di sinilah fungsi
kepengawasan dalam melakukan share information, keep
cooperation dan collaboration. Seperti yang diamanatkan
dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentag guru
dan Dosen pada pasal 1 ayat 1. Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

95
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Peran pendekatan humanistik menjadi jalan terang
dalam menfasilitasi berbagai permasalahan yang diatasi
secara bersama-sama. Berdampingan, berarti sejalan dalam
menunggangi tugas-tugas profesionalitas, mengawasi bukan
berarti berada di atas tingkatan dari guru namun
berdampingan berarti sama. Hanya saja berbagi
pengalaman, berbagi pengetahuan sangat penting untuk
menyatukan pendapat dalam mengatasi permasalahan
bersama.

Gambar 2. Bentuk pendekatan Humanistik dengan mendengar langsung masalah gurudalam


peningkatan profesionalitasnya.

Pendekatan dengan humanistik mengarah pada


pendekatan yang kolaboratif, kooperatif dan friendship.
Pengawas tidak bertindak sebagai penilai namun sebagai
partnership. Mendekati mereka dengan dialog mengajak
mereka untuk sama-sama mencari solusi yang baik. Dengan
senyum dan membahas permasalahn meraka secara
langsung itu adalah humanis dan sangat baik dilakukan.
Hal tersebut sejalan dengan Wukir (2013: 75) yang mana
mengatakan bahwa humanistik adalah pendekatan psikologi
yang dilakukan dengan diskusi, berkomunikasi antara
komunikan dan supervisor dalam upaya mengatasi maslaah
secara humanis. Dalam pendekatan humanistik dilakukan
baik secara langsung dalam kelompok kerja mata pelajaran
dengan tujuan untuk bersama-sama mendiskusikan
permasalahan yang ada secara manusiawi. Dengan
demikian maka pendekatan tersebut sangat mulia dibanding
dengan pendekatan lain yang lebih menekankan pada tugas
yang lebih non humanis
Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah
menjadi fasilitator bagi para peseta didik sedangkan guru

96
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar
dalam kehidupan peseta didik. Guru memfasilitasi
pengalaman belajar kepada peseta didik dan mendampingi
peseta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Peseta
didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang
memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri.
Diharapkan peseta didik memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan
meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. Tujuan
pembelajaran lebih kepada proses belajarnya dari pada hasil
belajar.
Proses belajar harus berhulu dan bermuara pada peseta
didik. Dari teori-teori belajar, seperti behavioristik, kognitif
dan konstruktivistik, teori inilah yang paling abstrak, sulit
diterjemahkan dalam langkah-langkah yang praktis dan
konkret, yang paling mendekati dunia filsafat dari pada
dunia pendidikan. Pada kenyataannya teori ini lebih banyak
berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam
bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini
lebih tertarik pada gagasan tentang belajar dalam
bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa
yang biasa diamati dalam dunia keseharian. Karena itu teori
ini bersifat elektik, artinya teori apapun dapat dimanfaatkan
asal tujuannya untuk "memanusiakan manusia" (mencapai
aktualisasi diri) dapat tercapai. Apabila teori ini ditempatkan
pada konteks yang tepat maka pada gilirannya akan
membantu kita menentukan strategi belajar yang tepat
secara lebih sadar dan terarah, tidak semata-mata
bergantung pada intuisi.

Pendekatan Humanistik dalam Memoles Profesionalisme


Guru
Humanistik berasal dari kata Human
(manusia) yang mengarah pada pendekatan secara
individual kelompok maupun dalam tahap oragnisasi.
Menurut Wukir (2013: 75) mengatakan bahwa humanistik
adalah pendekatan psikologi yang dilakukan dengan
diskusi, berkomunikasi antara komunikan dan supervisor
dalam upaya mengatasi masalah secara humanis. Dengan
demikian maka pendekatan tersebut sangat mulia di
banding dengan mendekatan lain yang lebih menegasan
pada tugas yang lebih non humanis.
Pendekatan dalam memoles profesionalitas guru dapat

97
membentuk keakraban dan pada akhirnya antara pendidik
dan supervisor akan mengetahui tugasnya dan menyadari
berbagai kelemahan yang dihadapi secara bersama-sama.
Secara sadar guru akan lebih terhormat dan lebih di hargai
akan tugas-tugas pokoknya namun beberapa kelemahan
sebagai mahluk sosial akan di atasi antara pengawas dan
guru serta kepala sekolah sebagai steak holder yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan peningkatan
profesionalitas yang relevan dengan pembelajaran maupun
pendidikan secara umum, karena teori ini selalu
mendorong peningkatan kualitas diri manusia melalui
penghargaannya terhadap potensi-potensi fitrah dalam hal
ini segala potensi positif yang ada pada setiap insan. Seiring
dengan perubahan dan tuntutan zaman, proses pendidikan
pun senantiasa berubah. Dengan adanya perubahan dalam
strategi pendidikan dari waktu ke waktu humanistik
memberikan arahan yang signifikan dalam pencapaian
tujuan.
Hal-hal potensial dari pendekatan humanistik dalam
pelaksanaan kepengawasan dapat meningkatkan sumber
daya guru sesuai dengan kompetensi yang profesonalitas
pendidik di sekolah binaan. Sebagai output pada
pendekatan humanistik adalah sebagai berikut:
a. Dapat memberikan wawasan dan pengetahuan
tentang implementasi supervisi akademik dengan
pendekatan humanistik untuk meningkatkan sumber
daya guru di SMP Negeri 3 Bone.
b. Diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan bagi
pengelola sekolah dalam rangka meningkatkan mutu
sekolah melalui implementasi supervisi akademik
dengan pendekatan humanistik
Dalam pendekatan humanistik dilakukan baik secara
langsung, dalam kelompok maupun dalam organisasi-
organisasi guru, seperti Kelompok Kerja Guru (KKG),
Musyawarah Guru mata pelajaran (MGMP) dan lain
sebagainya. Tujuannya pendekatan ini adalah untuk
bersama-sama mendiskusikan permasalahn yang ada
secara manusiawi. Artinya secara terbuka akan bersama-
sama menemukan solusi yang komprehensif.
Berbagai teknik yang dapat digunakan supervisor
dalama membantu guru meningkatkan profesionalitasnya
terutama dalam situasi belajar menagjar. Baik secara
kelompok maupun secara perorangan ataupun dengan cara

98
langsung atau bertatap muka dan cara tak langsung atau
media komunikasi.
Beberapa teknik yang dapat digunakan dengan
humanistik pedidikan antara lain sebagai berikut.
a. Kunjungan kelas secara terencana guna untuk dapat
memperoleh gambaran tentang kegiatan belajar
mengejar.
b. Melakukan pertemuan pribadi antara supervisor dan
guru untuk membicarakan maslaah-masalah khusus
yang dihadapi guru.
c. Rapat antara supervisor dengan para guru di sekolah
biasanya untuk membiacarakan masalah-masalah
umum yang menyangkut perbaikan dan atau
peningkatan mutu pendidikan.
d. Kunjungan antara kelas atau antar sekolah yang
merupakan suatu kegiatan yang terutama untuk
saling menukarkan pengalaman kepada guru atau
kepala sekolah tentang usaha-usaha perbaikan dalam
proses belajar mengajar.
e. Peremuan-pertemuan dikelompok kerja kepala
sekolah( K3S) serta pertemuan musyawarah guru
mata pelajaran (MGMP) dan lain-lain. Pertemuan
tersebut dapat dilakukan oleh masing-masing
kelompok kerja atau gabungan yang terutama
dimaksudkan untuk menemukan masalah dan
mencari alternatif penyelesaian masalah.

Gambar 3. Foto pertemuan K3S dan MGMP

Pendekatan humanistik dilakukan tanpa ada tekanan-


tekanan yang akan mempengaruhi emosionalisme guru yang
berhubungan dengan perseorangan yang membawa
perbaikan pendidikan. Dengan kata lain pemanfaatan
pendekatan ini akan lebih baik di banding dengan

99
pendekatan lain dalam proses pengawasan dan hingga pada
akhirnya adalah profesionalitas guru semakin meningkat.

Efektivitas Pendekatan Humanistik pada Peningkatan


Sumber Daya Guru
Pelaksanaan supervisi dengan teknik humanistik
dilakukan dengan melihat tahapan perencanaan dengan
menganalisis permasalahn yang ada di sekolah. Tahapan
persiapan yang dilakukan adalah menyiapkan beberapa
instrument pengamatan dan menyiapkan jadwal
pelaksanaan kegiatan yang di setujui secara bersama-sama
antara pihak sekolah dan guru bersama supervisor.
Peningkatan sumber daya guru dimulai dari
kompetensi pedagogik. Kompetensi ini menjadi landasan
atau dasar pada pelaksanaan pembelajaran, baik dalam
merencanakan, melakukan tindakan dalam kelas,
melakukan evaluasi dan kesiapan media yang sesuai dengan
indikator pencapaian tujuan pembelajaran.
Pendekatan humanistik dilakukan guna untuk
meningkatkan profesionalisme pedagogik guru dalam
pembelajaran dan meningkatkan lulusan yang baik di sata
instansi pendidikan. Tindakan pelaksanan dilakuakn
berdasarkan kekurangan-kekurangan yang dilakukan pada
guru yang ada di sekolah tersebut. Mendidik tidak sekedar
mentransfer ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal
kepada para peserta didik, namun merupakan bantuan agar
peserta didik dapat menumbuh kembangkan dirinya secara
optimal.
Adapun efektivitas pendekatan humanistikdi SMPN 3
Bone Kabupaten Bone Bolango dapat dilihat pada tabel
berikut:

100
Tabel 1. Hasil Kegiatan Supervisi Akademik melalui
Pendekatan Humanistik
Kondisi Setelah
Aspek Capaian
Awal Supervisi
1. Menyusun perangkat 37,5
50 % 87,5 %
pembelajaran berbasis IT %
2. Menggunakan alat dan 25
50 % 75 %
media pada pembelajaran %
3. Menerapkan
25
pembelajaran secara 62,5 % 87,5 %
%
kontekstual
4. Penggunaan berbagai 37,5
50 % 87,5 %
sumber belajar (internet) %
5. Tertib jam pada waktu 37,5
62,5 % 100 %
mengajar %
6. Kesadaran tehadap 37,5
37,5 % 75 %
inovasi Pembelajaran %
175.
Jumlah
3%
29.2
Rata-rata
%
Sumber: Data rekap hasil tindak lanjut supervisi akademik pada semester 2 tahun pelajaran 2017/2018
di SMP Negeri 3 Bone.

Berdasarkan hasil pelaporan pengamatan yang


dilakukan dengan pendekatan humanistik dengan melihat 6
aspek pengamatan maka diperoleh peningkatan 29,2%. Hal
tersebut diperoleh berdasarkan enam aspek yang diamati.
Dengan menghitung jumlah yang diperoleh dan membaginya
menjadi enam aspek yang diamati.
Aspek-aspek yang menjadi target peningkatan sumber
daya guru di SMPN 3 Bone Kecamatan Bone Kabupaten
Bone Bolango Provinsi Gorontalo mengacu pada hal-hal
penting yang berhubungan dengan profesionalitas
khususnya yang menyangkut media berbasis IT yang
mengarah pada sumber belajar abad 21, penerapan metode
pembelajaran yang kontekstual, kesadaran dalam
kedisiplinan dan hal lain yang sangat urgen dalam
pembentukan pembiasaan-pembiasaan positif guna
menjawab tujuan urgensitas guru.
Hasil perolehan adanya bukti efektivitas peningkatan
sumber daya guru dengan pendekatan humanistik lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

101
40
PENINGKATAN
30 37,5 37,5 37,5 37,5
20 25 25
10
0

Gambar 4. Grafik hasil pengukuran 6 aspek kompetensi guru dgn pendekatan humanistik

Dari uraian dalam tabel dapat dijelaskan bahwa melalui


pendekatan humanistik yang terprogram, terarah dan
terdokumentasi yang disertai tindak lanjut, maka membawa
hasil yang signifikan, karena adanya peningkatan pada tiap
aspek yang menjadi titik kelemahan guru pada saat
pelaksanan supervisi akademik belum terprogram secara
baik terlihat pada ketertiban guru pada saat mengajar yang
awalnya sering terlambat masuk kelas tetapi setelah
dilakukannya pendekatan humanistik semua guru mampu
untuk tertib waktu masuk kelas, dan kesadaran guru akan
pentingnya administarsi akademik seperti penyusunan
rencana pembelajaran (RPP), penyusunan dokumen
penilaian, remedi dan pengayaan, penyusunan kisi-kisi soal
ulangan harian, dan catatan harian perilaku peseta didik
sudah mengalami peningkatan dan tinggal 12,5% guru yang
belum melaksanakan dibanding sebelumnya mencapai 50%.
Dalam kesadaran akan pentingnya inovasi, penggunaan
media pembelajaran dan pemanfaatan internet sebagai
sumber belajar dari awalnya 50% setelah dilakukanya
pendekatan humanistik maka hanya tinggal 25% guru yang
belum melaksanakan tugas profesionalitasnya. Artinya,
terjadi peningkatan signifikan melalui pendekatan tersebut.
Hal-hal menjadi analisis masih adanya 15% yang belum
memenuhi kriteria disebabkan faktor kemauan yang
kurang. Alasan lainnya adalah guru tersebut bertempat
tinggal dikota yang jaraknya kurang lebih 75 km dan setelah
dianalisis kinerja inovasi mereka dalam PBM sudah
menurun.
Demikian pula pada penyusunan perangkat
pembelajaran yang berbasisi IT dan penerapan
102
pembelajaran secara konstektual sudah meningkat, tetapi
tidak tinggi hanya mencapai 87,5%, karena membutuhkan
waktu untuk mampu dengan proses latihan dan
pembiasaan. Namum demikian secara keseluruhan aspek
yang menjadi titik kelemahan guru yang menjadi
permasalah di SMP Negeri 3 Bone telah mengalami
peningkatan hasil ke arah yang positif atau sudah dapat
teratasi.

103
Daftar Pustaka
Kemendikbud. 2005. Undang-Undang Guru dan Dosen No.
14 Tahun 2005. Jakarta: Kemendikbud.
Pemendikbud, 2015. Supervisi manajerial dan Supervisi
Akademik, Jakarta: PPTK-BPSDMP&PMP
Kemendikbud.
Permenpan & Reformasi Birokrasi No. 16 Tahun 2009
Tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya. Jakarta: Menteri Negara PAN & Reformasi
Birokrasi RI.
Suparlan. 2008 . Menjadi Guru Evektif . Balai Pustaka.
Jogjakarta
Wukir, 2013. Manajemen Sumber daya guru dalam
Organisasi Sekolah. Yogyakarta: Multi Presindo.
Nurkhasanah, Lina. 2010. Strategi Belajar Mengajar.
(http:www. Keterampilan Dalam Interaksi Belajar
Mengajar.htm)

104
Tentang Penulis

Hi. Wisna Dani Patila, S.Pd, M.Pd,


Lahir di Gorontalo 11 februari tahun
1965. Lulus SDN II Tamboo tahun
1977, lulus SMP Negeri Kabila tahun
1981, lulus SMA negeri Kabila tahun
1984. Melanjutkan Sl di IKIP negeri
Gorontalo jurusan Bimbingan konseling
lulus tahun 2004, dan lulus S2 tahun
2011 di Universitas Negeri Gorontalo
jurusan pendidikan bahasa. Penulis
merupakan salah satu koordinator pengawas (Korwas) SMP
di Kabupaten Bone Bolango. Keseharian penulis berkantor
di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bone
Bolango Provinsi Gorontalo. Penulis sudah berkeluarga
mempunyai isteri yang bernama Dr. Hj. Sumiyati Ismail,
S.Pd, M.Pd dan dikaruniai anak semata wayang Mulki W.
Patila, SP, serta sudah punya seorang cucu yang namanya
Syakira Alzena patila. Pada tahun 2019 penulis adalah
Pengawas SMP Berprestasi yang mewakili Provinsi Gorontalo
ke tingkat Nasional. Penulis terkenal dengan pengawas yang
humanis, ceria dan bersahabat. Alamat penulis di Jl.
Ratuwangi Desa Poowo Kecamatan Kabila Kabupaten Bone
Bolango. Pengabdian yang tak terbatas, menjadikan
semangat untuk terus membangun dunia pendidikan yang
berkarakter untuk masa depan guru yang mulia. Penulis
dapat dihubungi melalui email: wd.patila1102@gmail.com,
dan No HP. 0852 4001 6467.

105
STRATEGI LIMPAPEH UNTUK
MENINGKATKAN PRESTASI SEKOLAH
Irmatati
Pengawas SMP Dinas Pendidikan Kota Payakumbuh
Email: irmatati8@gmail.com

Problematika Prestasi Sekolah Binaan


Pentingnya prestasi, mendorong kepala sekolah, guru,
siswa untuk selalu menjadi yang terbaik di segala bidang.
Hal ini karena prestasi merupakan salah satu indikator
keberhasilan sekolah. Dapat dikatakan semakin banyak
prestasi yang diraih, semakin tinggi tingkat keberhasilan
sebuah sekolah. Hal ini disebabkan karena capaian prestasi
memberikan gambaran terhadap kualitas dari satuan
pendidikan itu sendiri. Prestasi merupakan hasil yang
diperoleh dari usaha yang telah dilakukan (Saroni 2017:83).
Menurut Hidayah (2016:163), sekolah harus memiliki
keunggulan baik secara akademik, maupun non akademik.
Untuk itu tentulah sekolah harus mengupayakan cara dan
strategi dalam meraih prestasi di semua bidang, baik itu
akademik maupun non akademik. Dalam hal ini tentu
program yang berkaitan dengan pencapaian prestasi
haruslah ada di sekolah agar tujuan dan pelaksanaan
nantinya dapat terarah sesuai dengan hasil yang
diharapkan.
Dalam pelaksanaan suatu program yang mengarah
kepada lahirnya prestasi sekolah, haruslah dilaksanakan
dengan sebaik mungkin, terencana, terjadwal dan
berkesinambungan. Selain itu perlu adanya suatu garis
koordinasi yang jelas, pembagian tugas yang baik dan
sistem kerja yang terarah agar program yang telah
direncanakan dapat terlaksana dengan baik pula. Perlu ada
kerjasama oleh semua unsur yang ada di sekolah. Pengawas
sekolah, guru, siswa, kepala sekolah, orang tua, komite dan
yayasan merupakan unsur terpenting dalam pencapaian
tujuan utama sebuah program di sekolah. Unsur-unsur
inilah yang seharusnya memiliki hubungan kerjasama yang
baik. Dengan melibatkan semua pihak yang ada di sekolah
maka prestasi sekolah dapat dicapai sesuai dengan

106
harapan.
Pengawas sekolah salah satu bagian yang memiliki peran
dalam pencapaian prestasi sekolah. Pengawas haruslah
menjalankan fungsi pengawasan baik dalam bidang
akademik maupun menejerial. Tujuannya agar pelaksanaan
program yang telah dirancang dapat terlaksana dengan
baik. Fungsi dan tugas kepengawasan ini merupakan suatu
upaya dalam mencapai keberhasilan program rancangan
sekolah. Dengan adanya kepengawasan yang dilakukan
secara teratur dan berkesinambungan maka persoalan yang
terjadi pada sekolah dalam menjalankan operasinalnya
dapat dicarikan solusi dengan baik. Pengawas semestinya
berperan aktif dalam peningkatan keberhasilan sekolah
dalam meraih prestasi. Tentu peran aktifnya sesuai dengan
tupoksi yang telah ditetapkan. Sudah semestinya pengawas
memiliki program yang tersusun dengan baik untuk
pembinaan kepada sekolah binaan baik itu secara langsung
maupun secara tidak langsung. Pembinaan ini tentu tidak
hanya kepada kepala sekolah saja, akan tetapi semua warga
sekolah merupakan tanggung jawab pengawas untuk
menjadi binaannya. Selain itu peningkatan kualitas
pendidikan yang bermuara pada pencapaian prestasi harus
ditopang oleh pengelolaan dan pengawasan yang baik oleh
pengawas. Pengawas dan kepala sekolah merupakan
organisasi integral dalam mendukung ketercapaian
keberhasilan pelaksanaan program sekolah terutama dalam
meraih prestasi.
Fenomena yang terjadi di sekolah binaan tempat penulis
bertugas, diantaranya: prestasi di sekolah sulit diraih, baik
prestasi akademik maupun prestasi non akademik. Hal ini
dikarenakan belum adanya program-program yang
terencana dan terlaksana secara berkesinambungan. Kepala
sekolah belum melibatkan semua unsur dalam merancang
sebuah program yang berkaitan dengan peningkatan
pencapaian prestasi sekolah. Kerjasama dengan pihak
terkait belum terjalin dengan baik. Pembinaan prestasi
cenderung bersifat sementara dan instan, artinya
pembinaan pengembangan potensi peserta didik dilakukan
hanya pada saat akan diadakan. Hal ini tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap pencapaian prestasi di
sekolah. Di sisi lain belum adanya dorongan dari pengawas,
berupa program bimbingan, pembinaan, pengawasan dan
evaluasi terhadap program yang ada di sekolah, sehingga

107
unsur ini juga turut mempengaruhi rendahnya motivasi dari
sekolah dalam meraih prestasi. Kurangnya prestasi
memberi pengaruh terhadap rendahnya pandangan dan
kepercayaan masyarakat terhadap sekolah tersebut.
Jika hal ini terus dibiarkan maka akan menjadi satu
masalah di sekolah. Hal ini tentu akan memberi pengaruh
terhadap keberhasilan sekolah dalam meraih prestasi,
sehingga nilai mutu di sekolah tersebut akan menurun.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, di SMP binaan penulis
perlu suatu strategi pembinaan yang merujuk pada raihan
prestasi di sekolah. Pembinaan tersebut diberi nama
“Strategi LIMPAPEH”. Strategi ini bertujuan untuk
meningkatkan prestasi sekolah.

Strategi Limpapeh Dan Implementasiya


Limpapeh adalah sebuah strategi kepengawasan
menggunakan manajemen keluarga oleh seorang ibu.
Limpapeh berasal dari bahasa Minang. Limpapeh
merupakan panggilan khusus untuk perempuan
Minangkabau yang menjadi penyelamat keluarga.
Limpapeh Rumah Nan Gadang bermakna ibu/wanita di
rumah gadang yang memegang peranan penting dalam
membimbing dan membina keluarganya dengan sifat
keibuan (Depdiknas. 2009:495). Limpapeh Rumah nan
Gadang memiliki maksud bahwasanya perempuan
Minangkabau memiliki tanggung jawab dalam menjaga dan
membimbing anak dan kaumnya. Seorang Limpapeh di
Minangkabau akan menjadi pemimpin dalam kaumnya,
mampu membimbing dan membina, mampu mengarahkan
dan memberi solusi, cakap dalam memberi perlindungan.
Seorang Limpapeh di rumah gadang haruslah memiliki
manajemen dalam pengelolaan keluarga, bagaimana
membuat anak-anak dan semua keluarga sukses,
bagaimana mengatur harta pusaka serta menjadi tumpuan
dan panutan dalam anggota kaum.
Filosofi Limpapeh inilah yang diangkat dalam penerapan
program kepengawasan di sekolah. Pengawas diibaratkan
sebagai seorang limpapeh di sekolah binaannya, yang
memiliki tanggungjawab untuk menjaga, membimbing,
membina dan mengayomi sekolah binaan dengan rasa
kekeluargaan dan kebersamaan. Pengawas harus seperti
seorang Limpapeh yang memiliki manajemen yang baik
dalam mengelola dan mengatur sekolah binaannya.

108
Tujuannya agar sekolah binaan dapat berhasil dalam
meningkatkan mutu pendidikan. Selain itu pengawas
hendaklah memiliki strategi dan cara yang inovatif dalam
menjalankan tugas dan fungsinya, seperti Limpapeh Rumah
nan Gadang. Pengawas di sekolah semestinya memiliki nilai
teladan dalam pengelolaan sebuah sekolah. dapat mengatur
dan mengarahkan serta mampu berkolaborasi dengan
berbagai pihak demi kemajuan kaumnya yaitu sekolah
binaan. Pengawas sekolah berperan menciptakan suasana
yang nyaman, menyenangkan, jauh dari tekanan. Pengawas
melindungi dan mengayomi sekolah dari sesuatu yang tidak
menyenangkan atau mengganggu sekolah (Pidarda,
2009:57).
LIMPAPEH merupakan gabungan dari beberapa metode
pembinaan yaitu: (1) Barapak, (2) Sarangkuah Dayuang, (3)
Nak Tinggi Sarantiang dan (4) Manyigi. Metode ini diambil
dari dari manajemen keluarga yang biasa digunakan oleh
ibu (limpapeh) di Minangkabau.
1. Barapak
Barapak dalam bahasa Minang berarti kegiatan
duduk bersama membicarakan/membahas sesuatu. Di
dalam tugas kepengawasan, pengawas sekolah mengajak
warga sekolah untuk duduk bersama, bermusyawarah
mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi.
Pada awal tahun pelajaran pengawas sekolah mengajak
warga sekolah binaannya untuk berembuk, bermusyawarah
mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakukan pada tahun
sebelumnya. Kemudian mereka diminta pendapatnya
terkait dengan program yang mungkin bisa dilakukan untuk
tahun pelajaran berikutnya. Ide, gagasan, pendapat dari
warga sekolah itulah yang dirancang oleh kepala sekolah
menjadi program sekolah.

Gambar 1. Pertemuan dengan kepala sekolah, wakil Gambar 2. Pertemuan dengan guru-guru

109
Program sekolah kemudian disosialisasikan kembali
kepada semua warga sekolah, orang tua, pengurus komite
serta pihak terkait lainnya, yang ikut terlibat dalam
pelaksanaan program. Kegiatan ini dilakukan di awal tahun
pelajaran setelah program sekolah selesai, dengan tujuan
agar semua pihak memahami program sekolah sehingga
ikut mendukung pelaksanaan program tersebut.
Selama pelaksanaan program, pengawas selalu
memantau jalannya kegiatan. Apabila ada masalah yang
dihadapi maka pengawas dengan kepala sekolah, guru,
atau tenaga kependidikan, berkumpul bersama, berdiskusi,
untuk mencari solusinya. Pada saat tertentu, kegiatan ini
dilakukan lengkap antara pendidik, tenaga kependidikan
bersama pengawas, jika dibutuhkan mengajak orang tua,
pengurus komite sekolah. Sesuai dengan peran limpapeh
(ibu) tidak akan membiarkan keluarganya bermasalah,
maka dengan pendekatan keibuan, semua masalah teratasi.

2. Sarangkuah Dayuang
Sarangkuah dayuang merupakan filsafat Minangkabau
yang berarti bersama-sama dan berkolaborasi dalam
mencapai tujuan. Sekolah diibaratkan sebuah perahu yang
akan mengantar sejumlah penumpang (siswa) untuk
mencapai satu tujuan. Perahu tersebut akan bisa berjalan
mencapai tujuan apabila semua komponen dalam perahu,
sama-sama mengayuh perahu tersebut ke arah yang sama.
Artinya semua komponen berupaya melaksanakan tugas
dan fungsinya masing-masing dalam mencapai tujuan
sekolah. Tujuannya adalah mencapai prestasi sekolah.

Gambar 3. Skema Dukungan semua pihak

Pengawas sekolah berperan sebagai limpapeh (ibu), yang


menjadi motivator bagi semua warga sekolah. Ia akan
mengingatkan jika ada yang terlalai, terlupa atau menemui
kendala dalam pelaksanaan tugasnya. Pengawas akan

110
mengajak pihak terkait untuk berdiskusi mencari solusi
untuk permasalahan yang dihadapi sehingga kegiatan
kembali berjalan sesuai rencana.

3. Nak Tinggi Sarantiang


Strategi ini merupakan upaya peningkatan mutu
pendidikan di sekolah. Peningkatan mutu pendidikan tidak
terlepas dari program. Program yang mengacu pada
peningkatan mutu. Menurut Hidayah, 2016: 139, Upaya
peningkatan mutu dimulai dari perencanaan, kemudian
pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan tindak lanjut.
Peningkatan mutu pendidikan di sekolah binaan dilakukan
melalui beberapa kegiatan yaitu: (a). Pembinaan
administrasi sekolah (b). Menyiapkan sekolah dalam
menghadapi pembelajaran abad 21 dan revolusi industri 4.0
(c). Mengintensifkan pembinaan tenaga pendidik, tenaga
kependidikan dan siswa (d). Mengembangkan budaya
literasi.

a. Pembinaan Administrasi Sekolah


Pengawas sekolah melakukan pembinaan administrasi
kepada kepala sekolah, guru dan tenaga administrasi.
Kepala sekolah dibina untuk membuat dokumen kepala
sekolah mulai dari perencanaan program, bukti pisik
pelaksanaan serta membuat laporan. Guru juga dibimbing
dan dibina untuk membuat semua persiapan pembelajaran,
bukti pelaksanaan, penilaian dan pengisian laporan.
Demikian juga dengan tenaga administrasi, mereka
dibimbing untuk membuat administrasi sekolah dengan
baik. Sehingga setiap aktivitas di sekolah bisa
terdokumentasi dengan baik.
Selanjutnya, kepala sekolah, guru, tenaga adminstrasi
dibimbing untuk menyusun dan menata dokumen tersebut
dengan baik, tertata rapi, menarik dan jelas. Masing-
masing dokumen dikelompokkan sesuai dengan jenisnya
serta diurutkan sesuai dengan tahunnya, sehingga mudah
dicari apabila ada dokumen atau data yang dibutuhkan.

b. Pelaksanaan Pembelajaran Abad 21 dan Revolusi


Industri 4.0
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan
menuntut perubahan cara pandang dan ilmu pengetahuan
guru dan tenaga kependidikan dalam mengelola sekolah.

111
Untuk itu, kepala sekolah dan guru mengikuti pelatihan
pelatihan yang berkaitan dengan perkembangan yang terjadi
dalam pelaksanaan kurikulum. Guru dibekali untuk
melaksanakan pembelajaran yang di dalamnya berisi
kecakapan abad 21, yakni, critical thingking, Comunication,
creativity and innovation, dan collaboration. Guru
diharapkan mampu mengintegrasikan literasi dan
pendidikan karakter. Hal itu dilakukan melalui pelatihan
baik di sekolah, di MGMP oleh pengawas sekolah, maupun
pelatihan yang dilakukan oleh instansi terkait.
Sesuai dengan perkembangan pendidikan yang
mengarah pada revolusi industri 4.0, sekolah telah
memprogramkan adanya kelas digital dan sudah
dilaksanakan awal tahun 2019. Sementara bagi kelas lain,
guru-guru sudah melaksanakan pembelajaran berbasis IT.

c. Mengintensifkan Pembinaan Pendidik, Tenaga


Kependidikan dan Siswa
Peningkatan mutu unsur yang ada di sekolah melalui
pelatihan atau pembimbingan dan pembinaan yang
dilakukan. Pembinaan guru dilakukan untuk meningkatkan
mutu guru, mulai dari perencanaan, pelaksanaan
pembelajaran yang menekankan pembelajaran yang
menekankan pada kecakapan abad 21, dan Penilaian
menggunakan soal HOTS dalam melakukan penilaian.
.

Gambar 4. Kegiatan workshop Gambar 5. Bimbingan individual

Mengintensifkan pembinaan siswa baik untuk persiapan


mengikuti lomba maupun persiapan untuk menghadapi
ujian. Pembinaan dilakukan oleh guru atau tenaga khusus
yang bekerjasama dengan sekolah. Pengawas sekolah
bertugas memotivasi, memantau, mencarikan solusi jika
ditemui ada kendala dalam pelaksanaan kegiatan.

112
d. Mengembangkan Budaya Literasi
Budaya literasi sebagai bagian dari pembelajaran abad
21, maka guru dan kepala sekolah membudayakan
membaca dengan memberikan waktu untuk membaca
secara terjadwal, 10 menit setiap hari. Membuat ruang-
ruang baca di kelas yang bisa dimanfaatkan setiap waktu.
Membuat simpulan dan ringkasan dari apa yang dibaca,
kemudian hasilnya diserahkan kepada guru bahasa
Indonesia untuk dinilai.
Menulis bersama, dilakukan untuk mengasah
kemampuan menulis. Guru bersama dengan siswa menulis
sebuah karya, baik itu bersifat fiksi maupun karya non fiksi,
kemudian dikumpulkan, itu menjadi bahan untuk membuat
buku. Hasilnya sudah terbit buku-buku guru dan siswa
yang ber ISBN.
Pengawas sekolah sebagai limpapeh memberikan
motivasi, memberikan bimbingan dan pembinaan,
menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan,
sehingga semua warga sekolah berupaya untuk menjadi
lebih baik dibanding dengan yang lain.

4. Manyigi
Manyigi dalam bahasa Minang memiliki dua arti:
pertama, berarti menyelidiki dengan teliti, kedua, menyuluh
atau menerangi, KBMI (2009:741) Dalam tugas
kepengawasan, salah tugasnya adalah evaluasi. Setelah
dilakukan suatu program, dilaksanakan, kemudian
dilakukan evaluasi terhadap program tersebut.
Program ini dilaksanakan pada setiap tahap kegiatan
program di sekolah. Dimulai dari kegiatan perencanaan
sampai kegiatan pelaporan. Program ini merupakan program
monitoring dan evaluasi oleh pengawas terhadap kegiatan
yang telah dilaksanakan di sekolah. Dimana pengawas
melakukan evaluasi secara objektif dan transparan.
Kegiatan ini dilakukan secara berkala dan berkelanjutan.
Pengawas sebagai limpapeh (ibu) di sekolah dalam
pelaksanaan manyigi mengibarat ia melakukan evaluasi
dalam keluarga. Duduk bersama kemudian anggota
keluarga mengevaluasi diri masing-masing, terkait apa yang
sudah dilakukan, masalah yang ditemui dalam mencapai
tujuan. Anggota keluarga yang lain akan memberikan
masukan atau solusi dari persoalan yang dihadapi. Apabila
hasil evaluasi menunjukkan ada kesalahan atau kegagalan,

113
maka biasanya ibu tidak menyalahkan keluarganya, tidak
menyalahkan anak-anaknya, tetapi menganggap hal itu
adalah kegagalan ibu atau orang tua dalam membimbing
dan membina keluarganya. Manajemen seperti itu yang
penulis lakukan dalam mengevaluasi kegiatan di sekolah.
Kegagalan sebuah program berarti kegagalan pengawasnya
dalam melakukan pembinaan.

Hasil Dan Dampak Penerapan Strategi Limpapeh


Strategi Limpapeh berhasil menumbuhkembangkan
budaya sekolah yang lebih baik: (1) terciptanya suasana
sekolah yang nyaman, menyenangkan, penuh kekeluargaan
dan kekompakan; (2) Lahirnya program yang inovatif.
(3) Terjalinnya kerjasama yang baik antara warga
sekolah dengan semua unsur terkait, (4) Lahirnya rasa
tanggung jawab dalam melaksanakan program sekolah dan
mengatasi persoalan yang ada, (5) Program terlaksana
dengan baik karena di dukung oleh semua pihak,
Semua kendala, masalah yang ditemukan di sekolah
bisa di atasi secara bersama, sehingga dirasakan tidak ada
masalah yang berat, dan tidak ada masalah yang tidak bisa
diselesaikan, seperti bahasa Minang, “Barek samo dipikua,
ringan samo dijinjiang” artinya berat ringan suatu masalah
di atasi secara bersama-sama.
Prestasi yang diraih sekolah setelah strategi
Limpapeh dilaksanakan, meliputi prstasi sekolah, kepala
sekolah, guru dan siswa antara lain:
1. Prestasi Sekolah
a. Akreditasi sekolah meningkat dari B menjadi A
tahun 2016
b. Sekolah Model dalam Menerapkan Pendidikan
Karakter di Payakumbuh (Penghargaan Dinas
Pendidikan tahun 2018)
c. Berhasil Menerapkan Pendidikan inklusi di sekolah
(Penghargaan Dinas Pendidikan tahun 2018).

114
1. Prestasi Kepala Sekolah

1. Kepala sekolah berprestasi


tingkat kota Payakumbuh
tahun 2019 (Ersis
Warman)
2. Juara 1 lomba Best
Practice kepala sekolah
tingkat nasional (Yenni K.)
3. Finalis lomba kreativitas
guru tk nasional tahun
2015 (Yenni Kurnia) Gambar 6. Yenni Kurnia Kepsek
4. Finalis lomba kepala Berprestasi 2014
sekolah berprestasi
tingkat nasional tahun
2014 (Yenni Kurnia)
5. Juara lomba kepala
sekolah berrestasi tahun
2014 tk provinsi Sumatera
Barat (Yenni Kurnia)
6. Juara 1 lomba kepala
sekolah perprestasi tk Gambar 7. Yenni Kurnia Juara Best
kota Payakumbuh Practice Tk Nasional
2017

2. Prestasi guru
1. Finalis lomba guru prestasi tk
provinsi (Lindawati)
2. Peserta Teacher Training On
Stem Education di China
University Of Mining And
Technologi Jiangsu China
3. Juara OGN Matematika tk kota
Payakumbuh 2019 (Nadia) Gambar 8. Hardi S. Finalis 6 OGN
4. Lomba kompetensi guru MTK 2018
Matematika tk provinsi th 2018
(Hardi S.)
5. Guru berprestasi inklusi SMP
2018 (Lindawati)
6. Juara 1 Pelatihan Instruktur tk
nasional 2018 (Fitria Liza)
7. Juara 1 pelatihan penyusunan
soal tk nasional th 2019 (Fitria
Liza) Gambar 9. Nadia,S,Pd. Juara OGN
th 2018

115
3. Prestasi Siswa

1. Passing Grade OSN IPS


dan mewakili Sumbar
dlm OSN di Jogyakarta
tahun 2019 (Ahmad Z.)
2. Finalis OSN Matematika
dan mewakili Sumbar di
OSN Jogyakarta 2019
(Rafif F.)
Gambar 10. Tim Tari
3. Finalis lomba literasi tk
Tradisional Finalis FLS2N tingkat
nasional tahun 2019
nasiona tahun 2018
(Yaumil Adha)
4. Finalis tari tradisional
tingkat nasional tahun
2018
5. OSN Matematika SMP (
Rafif Farras) tahun 2018
6. FLS2N Cabang Desain
Poster ( M. Rayhan Jodi)
tahun 2018
7. Juara OSN tingkat
Gambar 11.Rafif dan Ahmad
Provinsi mewakili
Zaki OSN IPS dan Matematika tk
Sumatera Barat ke
nasional tahun 2019
tingkat nasional th 2018
8. Juara FLS2N tingkat
provinsi, mewakili
Sumatera Barat ke
tingkat nasional, bidang:
1. nyanyi, 2. pantomim,
3 story telling 4. seni tari
th 2017
9. Juara umum Lomba
Biologi UNP tahun 2019 Gambar 12. Yaumil Adha finalis
10. Juara umum Lomba lomba literasi tingkat nasional th
Compas Junior 3 SMA 1 2019
Padang Panjang 2019

Demikianlah pelaksanaan strategi Limpapeh di SMP


Islam Rhaudhatul Jannah. Strategi ini ternyata dapat
meningkatkan prestasi sekolah, kepala sekolah, guru
maupun siswa. Hasil yang diperoleh dari strategi tersebut
antara lain: (a) Meningkatkan kemampuan kepala sekolah
dalam menyusun program sekolah yang berorientasi pada
prestasi siswa dan guru; (b) Lahirnya program sekolah yang

116
aplikatif; (c) Meningkatkan kemampuan kepala sekolah,
guru, dan tenaga administrasi dalam menyiapkan
administrasi sekolah; (d) Tersedianya administrasi yang
lengkap, semua data terdokumentasi dengan baik; (e)
Tercipta suasana sekolah yang nyaman, menyenangkan dan
penuh kekeluargaan; (f) Tumbuhnya semangat kompetitif
bagi semua warga sekolah, baik siswa, guru maupun
kepala sekolah; (g) Meningkatnya mutu pendidikan; (h)
Meningkatnya prestasi sekolah baik ditingkat kota, provinsi
dan nasional.
Akhirnya, ucapan terimakasih banyak kepada semua
pihak yang telah membantu terlaksananya strategi
Limpapeh di sekolah binaan saya. Terutama ucapan
terimakasih kepada pihak sekolah yang mendukung penuh
terlaksananya strategi Limpapeh ini dengan baik, sehingga
memberikan hasil yang memuaskan. Semoga strategi ini
tetap bisa dilaksanakan di sekolah sehingga prestasi
sekolah tetap bisa dipertahankan.

117
Daftar Pustaka
Hidayah, Nurul. 2016. Kepemimpinan Visioner Kepala
Sekolah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Pidarda, Made. 2009. Supervisi Pendidikan Kontekstual.
Jakarta: Rineka Cipta.
Pusat Bahasa Depdiknas. 2009. Kamus Bahasa
Minangkabau-Indonesia. Padang: Balai Bahasa
Padang.
Saroni, Muhammad. 2017. Meningkatkan Daya Saing
Sekolah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

118
Biodata Penulis
Irmatati, M.Pd. lahir di kota
Payakumbuh Sumatera Barat pada
tanggal 14 September 1965. Tamat
Sekolah Pendidikan Guru (SPG)
Payakumbuh pada tahun 1984,
melanjutkan pendidikan jurusan
Bahasa Indonesia Diploma 2 di IKIP
Padang tamat tahun 1986. Semenjak
tahun 1987 mengajar di SMPN1
Payakumbuh sampai tahun 2010.
Tahun 2010 pindah tugas menjadi pengawas sekolah
sampai sekarang. Menyelesaikan S1 tahun 2002 dan S2
tahun 2008. Menulis beberapa buku di antaranya: Mengukir
Jejak, Kado Kecil buat Anak-Anakku, BANSI, Reading
Corner, Gelitik Dubalang, Limpapeh, dan beberapa buku
antologi puisi dan cerpen. Mengikuti lomba pengawas
berprestasi tahun 2019, dengan hasil: Juara 1 tingkat kota
Payakumbuh, juara 1 tingkat provinsi Sumatera Barat,
juara 2 pengawas berprestasi tingkat nasional.
HP 08126711146. Email irmatati8@gmail.com

119
STRATEGI SUTITU DALAM
MENINGKATKAN KUALITAS
PENDIDIKAN DI DAERAH KHUSUS
Baharudin Lahati
Pengawas SMP Kabupaten Merauke Provinsi Papua
Email: lahatibaharudin0@gmail.com

Permasalahan Pendidikan di Daerah Khusus


Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh
keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan,
termasuk pengawas sekolah. Pengawas sekolah sebagai
tenaga kependidikan memiliki peran penting dan strategis
dalam keseluruhan upaya peningkatan mutu pendidikan.
Pengawas sekolah sesuai dengan regulasi yang ada bertugas
melaksanakan pembinaan di sekolah baik di bidang
akademik maupun manajerial. Tugas pokok pengawas
sekolah melaksanakan tugas pengawasan akademik dan
manajerial pada satuan Pendidikan. yang meliputi
penyusunan program pengawasan, pelaksanaan pembinaan,
Tugas tersebut meliputi pemantauan pelaksanaan 8
(delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP), penilaian,
pembimbingan dan professional guru, evaluasi hasil
pelaksanaan program pengawasan dan pelaksanaan tugas
kepengawasan di daerah khusus.
Sehubungan dengan tugas kepengawasannya,
seorang pengawas harus mengadakan kunjungan ke
sekolah binaan untuk memberikan pembinaan, maupun
monitoring dan evaluasi. Ketika melaksanakan tugas
kepengawasan merupakan hal yang wajar dan sudah
merupakan konsekuensi logis apabila pengawas sekolah
banyak mengalami hambatan-hambatan termasuk di
daerah khusus. Kabupaten Merauke memiliki luas wilayah
46.791 km2 dan jumlah SMP sebanyak 54 sekolah . Dari
jumlah tersebut sebanyak 20 SMP berada di daerah khusus
dan 34 sekolah lainnya berada pada kawasan pinggiran dan
kota. Saat ini jumlah pengawas SMP di Kabupaten Merauke
berjumlah 4 orang. Dengan kondisi seperti ini, tentu saja
berdampak pada pelayanan kepengawasan belum berjalan
maksimal sesuai dengan yang diharapkan.

120
Penulis memiliki 12 Sekolah binaan terdiri atas 6
(enam) sekolah berada pada daerah khusus, 3 (tiga) sekolah
berada pada kawasan perbatasan Republik Indonesia –
Papua New Gini dan 3 (tiga) sekolah berada di kota
Merauke. Melihat jumlah dan lokasi sekolah binaan seperti
tersebut, tentu saja sangat berat beban yang harus dipikul
oleh pengawas. Letak sekolah yang berjauhan dan kondisi
alam yang sangat ekstrim di musim-musim tertentu
mengakibatkan banyak sekolah menjadi terisolir karena
jalan terputus (rusak), berlumpur, atau tergenang air. Hal
ini terjadi karena kondisi alam di Kabupaten Merauke
merupakan daerah dataran rendah dan berawa-rawa.
Gambaran jarak antara satu sekolah binaan dengan
sekolah lainnya bisa mencapai 82 km sampai dengan 400
km. Akibatnya untuk mencapai sekolah binaan penulis
menempuhnya dengan menggunakan multi transportasi.
Pengawas menggunakan transportasi laut ketika kondisi
laut bersahabat, melalui jalur udara ketika jadwal
penerbangan perintis lancar, dan melalui darat dengan
sepeda motor ketika musin penghujan telah usai.
Kondisi seperti di atas tentu tidak bisa dijadikan
legalitas atau pembenaran terhadap berbagai ketertinggalan
pendidikan di kawasan daerah khusus, apalagi dianggap
sebagai sesuatu yang lumrah dan biasa-biasa saja. Apakah
wajar jika tamatan siswa SMP masih ada yang belum bisa
membaca? Apakah wajar jika angka putus sekolah di SMP
yang berada di kawasan terluar, terdepan dan terpencil (3T)
mencapai 30 %? Apakah wajar jika angka ketidakhadiran
siswa disekolah mencapai 40 % ? Apakah wajar jika angka
kemangkiran guru mencapai 20 %? Pertanyaan-pertanyaan
tersebut adalah gambaran global kondisi pendidikan di
daerah khusus yang terjadi saat ini.
Semenjak ditugaskan sebagai pengawas sekolah pada
tahun 2010, penulis melihat bahwa masalah pendidikan
dan persekolahan di daerah 3T Kabupaten Merauke
sangatlah kompleks. Dalam pengamatan dan hasil
monitoring pengawas ditemukan bahwa tingkat kehadiran
siswa di sekolah baik pada jenjang sekolah dasar (SD)
maupun SMP masih jauh dari jumlah hari efektif yang ada
di dalam kalender pendidikan. Kondisi ekonomi dan pola
hidup masyarakat (orang tua) menjadi salah satu
penyebabnya. Sebagai contoh, banyak orangtua yang
membawa anak usia sekolah (SD dan SMP) ke dalam

121
hutan, sungai, rawa atau dusun-dusun untuk berburu,
mencari ikan ataupun meramu hasil hutan untuk
dikonsumsi sendiri atau dijual. Akibatnya banyak anak yang
tidak bersekolah sebagaimana mestinya. Selain itu tingkat
kesadaran orang tua (masyarakat) terhadap pentingnya
pendidikan pun masih rendah. Sehingga, ketika anak
mereka tidak mengenyam pendidikan ataupun putus
sekolah dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar atau
biasa-biasa saja.
Disisi lain, mentalitas dan semangat pengabdian
sebagian besar guru dan kepala sekolah yang bertugas di
daerah khusus (3T) pun masih menjadi sebuah persoalan
yang memiliki andil terhadap ketertinggalan pelayanan
pendidikan Berdasarkan hasil monitoring pengawas SD dan
SMP di daerah khusus (3T) pada tahun 2015 didapati bahwa
angka kemangkiran guru secara umum masih cukup tinggi
mencapai 20 %.
Oleh sebab itu, sejak tahun 2016 penulis telah
mencoba berbuat sesuatu untuk mengatasi masalah
pendidikan yang ada di daerah khusus Kabupaten Merauke
sesuai dengan kewenangannya. Upaya tersebut diberi nama
supervisi tiga pintu, dan disingkat SUTITU. Supervisi tiga
pintu (SUTITU) adalah pelaksanaan pembinaan,
penyuluhan, ajakan kepada pihak tokoh adat, tokoh
masyarakat dan tokoh agama untuk meningkatkan kualitas
layanan pendidikan kepada peserta didik.
Pelaksanaan Supervisi/Pembinaan dengan
menggunakan strategi SUTITU ini menjadi solusi dalam
meningkatkan pelayanan pendidikan di daerah khusus (3T)
dan akan bermanfaat bagi sekolah, pengawas, dan siswa.
Bagi sekolah SUTITU akan bermanfaat dalam mengurangi
angka kemangkiran pendidik dan tenaga kependidikan,
mengurangi atau meminimalkan angka kemangkiran siswa,
dan meningkatkan sinergitas positif antara sekolah,
masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh
masyaratakat. Sementara bagi pengawas yang bertugas di
daerah khusus akan bermanfaat dalam meningkatkan
keefektifan kegiatan kepengawasan, dan alternative strategi
kepengawasan sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Adapun tujuan pelaksanaan Supervisi dengan
menggunakan Strategi SUTITU yaitu : (1) Untuk mengatasi
permasalahan pendidikan di daerah khusus sekaligus (2)
meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah

122
Daerah Khusus (3) Meningkatkan rasa tanggungawab dan
peran serta masyarakat di dalam urusan pendidikan.

Strategi SUTITU (Supervisi Tiga Pintu)


Supervisi adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengawas
satuan pendidikan dalam rangka membantu kepala sekolah,
guru dan tenaga kependidikan lainnya guna meningkatkan
mutu dan efektifitas penyelenggraan pendidikan dan
pembelajaran. Supervisi ditujukan pada dua aspek yakni
manajerial dan akademik. Supervisi manajerial
menitikberatkan pada pengamatan pada aspek-aspek
pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi
sebagai pendukung (supporting) terlaksananya
pembelajaran. Sementara supervisi akademik
menitikberatkan pada pengamatan supervisor terhadap
kegiatan akademik, berupa pembelajaran baik di dalam
maupun di luar kelas.
Pada Panduan Pelaksanaan Tugas Pengawas
Sekolah/Madrasah (Direktorat Tenaga Kependidikan,
2009:20) tertuang bahwa supervisi manajerial adalah
supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah
yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan
efektifitas sekolah yang mencakup perencanaan, koordinasi,
pelaksanaan, penilaian, pengembangan kompetensi
sumberdaya manusia (SDM) kependidikan dan sumberdaya
lainnya. Dalam melaksanakan fungsi supervisi manajerial,
pengawas sekolah/madrasah berperan sebagai: (1)
kolaborator dan negosiator dalam proses
perencanaan,koordinasi, pengembangan manajemen
sekolah, (2) assessor dalam mengidentifikasi kelemaham
dan menganalisis potensi sekolah, (3) pusat informasi
pengembangan mutu sekolah, dan (4) evaluator terhadap
pemaknaan hasil pengawasan. Supervisi manajerial
dilaksanakan berdasarkan pendekatan proses yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan tindak lanjut.
Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Pendidian dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 143 Tahun 2014
tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pengawas
Sekolah dan Angka Kreditnya menunjukkan unsur-unsur
kegiatan dalam supervisi akademik dan manajerial terdiri
atas: (1) Penyusunan Program Supervisi; (2) Pelaksanaan
Program Supervisi; (3) Evaluasi Program Supervisi; (4)
Membimbing dan Melatih Profesional Guru ; dan (5)

123
Melaksanakan tugas di daerah khusus.
Sejalan dengan pemahaman tentang supervisi di atas,
maka Strategi SUTITU dianggap tepat untuk membantu
sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di daerah
khusus baik pada jenjang Sekolah Dasar maupun jenjang
Sekolah Menengah Pertama. SUTITU diasumsikan efektif
untuk mengatasi permasalahan Pendidikan di daerah
khusus. Masalah-masalah yang menonjol pada Pendidikan
daerah khusus yaitu: ketidakhadiran siswa, ketidakhadiran
guru, dan angka putus sekolah termasuk.
Strategi Supervisi Tiga Pintu (SUTITU) merupakan
sebuah inovasi pengawas sekolah dalam melakukan
supervisi, khususnya dalam memberikan bantuan kepada
kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di
sekolah masing-masing. Tiga Pintu dalam SUTITUT meliputi:
pintu yang pertama adalah pintu tokoh adat, pintu kedua
adalah tokoh masyarakat, dan pintu yang ketiga adalah
pintu tokoh agama. Keberhasilan pendidikan merupakan
tanggungjawab bersama dan urusan bersama semua
komponen masyarakat. Oleh sebab itu pelibatan tokoh adat,
tokoh masyarakat, dan tokoh agama menjadi sangat penting
dalam upaya memajukan pendidikan di daerah khusus yang
ada di Kabupaten Merauke. Mengapa Supervisi Tiga Pintu?
Jawabannya adalah bahwa di Papua termasuk di
Kabupaten Merauke pengaruh tokoh adat, tokoh
masyarakat, dan tokoh agama sangat dominan. Dalam hal-
hal tertentu masyarakat Papua di daerah khusus sangat
taat dan patuh terhadap apa yang telah diputuskan
bersama atau menjadi kesepakatan bersama antara tokoh
adat, tokoh masyarakat, dan tokoh agama bahkan
terkadang melebihi kepatuhan terhadap pimpinan
pemerintahan daerah.

Proses Pelaksanaan SUTITU


Melihat data awal permasalahan pendidikan sekolah
kawasan daerah khusus, maka ada tiga masalah prioritas
yang harus diatasi. Ketiga masalah tersebut yaitu:
ketidakhadiran guru, ketidakhadiran siswa dan angka putus
sekolah. Tindakan yang dilakukan oleh pengawas untuk
mengatasi masalah tersebut dilakukan dengan SUTITU.
Kegiatan SUTITU dilakukan dalam bentuk rapat, diskusi,
dan turun lapangan langsung ke kampung-kampung untuk
mengajak masyarakat melalui tokoh adat, tokoh

124
masyarakat, dan tokoh agama. SUTITU dilakukan dengan
tujuan untuk membantu kepala sekolah mengatasi
persoalan/permasalahan yang terjadi yang selama ini tidak
pernah/belum dilaksanakan secara maksimal.
Mengapa supervisi pendidikan yang selama ini
dilakukan di lingkungan sekolah kemudian sekarang
dilaksanakan di luar sekolah, dan melibatkan unsur
eksternal seperti tokoh adat, tokoh masyarakat, dan tokoh
agama ? Penulis menyadari bahwa selama ini pemerintah
daerah termasuk sekolah belum memaksimalkan pelibatan
stake holder eksternal dalam mengatasi masalah Pendidikan
di daerah khusus. Stake holder eksternal dimaksud meliputi
tokoh adat, tokoh masyarakat dan tokoh agama yang ada di
kampung-kampung daerah khusus. Sebagaimana telah
diungkapkan di atas, bahwa tokoh adat, tokoh masyarakat,
dan tokoh agama merupakan modal besar dalam mengatasi
persoalan pedidikan yang ada di kampung- kampung.
Kepatuhan masyarakat terhadap pemuka adat, pemuka
masyarakat dan pemuka agama sekaligus karisma yang
mereka miliki menjadikan semuanya menjadi modal utama
yang tidak boleh disia-siakan begitu saja. Hal ini sejalan
dengan prinsip bahwa pendidikan adalah urursan bersama
semua komponen masyarakat, bangsa, dan negara.
Berkaitan dengan dasar pemikiran di atas, maka
penulis terus menerus secara formal maupun non formal
telah melakukan SUTITU. Kegiatan SUTITU ecara formal,
pelaksanaannya dilakukan dalam bentuk rapat ataupun
diskusi yang terjadwal. Sementara SUTITU non formal,
pelaksanaannya dilakukan secara individu maupun
kelompok dengan mengunjungi tokoh adat atau tokoh
masyarakat atau tokoh agama di rumah dan/atau di mana
saja mereka berada.

SUTITU Formal
SUTITU formal dilakukan dengan langkah-langkah:
perencanaan, pelaksaaan, dan evaluasi.
a. Perencanaan
Pada tahap ini pengawas menghubungi kepala
sekolah untuk menjadwalkan pelaksanaan diskusi atau
rapat tiga pintu. Setelah disepakati waktu dan tempat
maka pelaksanaan diskusi/rapat dilaksanakan. Tempat
dan waktu pelaksanaan diskusi/rapat disesuaikan
dengan kondisi setempat. Artinya diskusi dapat

125
dilaksanakan pada pagi, siang, ataupun malam hari.
Agar lebih familiar dan rileks tempat pelaksanaan
SUTITU dilaksanakan di mana saja. Bisa di sekolah,
Balai Kampung, Balai Adat, atau di rumah tokoh adat.
Pada tahapan perencanaan, pengawas
sekolah bersama kepala sekolah menyiapkan bahan-
bahan untuk menunjang kelancaran kegiatan rapat.
Pengawas dan kepala sekolah menyiapkan bahan
kontak berupa pinang dan sirih serta kebutuhan lain
seperti konsumsi makan minum. Untuk kelancaran
diskusi pengawas terlebih dahulu sudah menyiapkan
topik diskusi sesuai dengan analisis kondisi pendidikan
yang tengah dihadapi.

b. Pelaksanaan
Pelaksanaan SUTITU dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
- Kepala Sekolah membuka rapat/diskusi
sekaligus menyampaikan tujuan pelaksanaan
diskusi.
- Doa dipimpin oleh tokoh agama
- Pengawas memaparkan kondisi pendidikan
setempat sekaligus memberikan motivasi.
- Pengawas memandu diskusi/rapat sesuai
dengan topik yang telah ditentukan sebelumnya.
- Notulen mencatat semua hal yang berkaitan
dengan diskusi.
- Peserta rapat / diskusi melakukan curah
pendapat tentang topik bahasan.
- Setelah semua peserta diberi kesempatan
untuk melakukan curah pendapat, maka pengawas
sekolah dan kepala sekolah memandu
menyimpulkan hasil rapat.
- Berdasarkan kesimpulan rapat yang dibuat,
maka secara bersama-sama peserta diskusi
membuat kesepakatan bersama untuk mendukung
pelaksanaan pendidikan.
- Apabila dalam rapat tersebut kesepakatan
dukungan pendidikan belum bisa diselesaikan, maka
rapat perumusan dapat dilanjutkan pada waktu
berikutnya.
c. Evaluasi
Evaluasi terhadap pelaksanaan SUTITU dilakukan

126
oleh pengawas sekolah dengan menggunakan lembar
observasi/pengamatan. Hal-hal yang di observasi antara
lain, keseriusan peserta rapat, baik itu tokoh adat,
tokoh masyarakat, tokoh agama dan pihak sekolah.
Sementara evaluasi terhadap hasil supervisi baru bisa
dilihat pada tahun berikutnya.

Gambar 1. pelaksanaan SUTITU Formal di SMPN Erambu dan KampungToray

SUTITU Non Formal


SUTITU non formal adalah pelaksanan supervisi
yang dilakukan di mana saja dan kapan saja sesuai dengan
situasi dan kondisi yang ada. SUTITU non formal
dilakukan dalam bentuk pertemuan individu pengawas
maupun kelompok dengan tokoh adat/masyarakat, juga
dengan tokoh agama. Supervisi non formal dilakukan secara
personal dengan cara kunjungan rumah ataupun bertempat
dimana saja dan kapan saja. Tujuan SUTITU ini dilakukan
sebagai bentuk motivasi dan ajakan untuk membantu
meningkatkan kualitas pendidikan di daerah/kampungnya.
Namun demikian, SUTITU non formal tetap mengacu pada
permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh sekolah dan
perlu mendapat penanganan segera.

Gambar 2. SUTITU Non Formal Kampung Nggolar

127
Hambatan Pelaksanaan SUTITU
Pelaksanaan SUTITU pada awalnya mengalami
hambatan-hambatan yang cukup berarti. Hambatan datang
berasal dari sekolah. Pada awalnya kepala sekolah dan para
guru memandang rencana pelaksanaan SUTITU dengan
sikap apatis. Kepala Sekolah pada umumnya merasa bahwa
SUTITU tidak akan mampu merubah apapun dan tidak
akan berdampak positif pada perbaikan pendidikan bahkan
diperkirakan akan mengalami penolakan dari tokoh
masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama. Hal ini
disebabkan selama ini dukungan dan peran serta
masyarakat sangat minim terhadap pelaksanaan
pendidikan. Atas upaya dan penjelasan yang instens dari
pengawas akhirnya kepala sekolah dan warga sekolah
lainnya antusias dan partisipatif dalam kegiatan SUTITU.
Hambatan berikutnya datang dari tokoh adat, tokoh
masyarakat dan/atau tokoh agama. Pada awal pelaksanaan
SUTITU mereka merasa bahwa kegiatan ini tidak penting
dan membuang-buang waktu mereka. Hal ini dapat terjadi
karena tingkat kepercayaan masyarakat yang rendah
terhadap orang luar terutama dari Aparatur Pemerintah
termasuk anggota dewan perwakilan rakyat yang dianggap
selama ini terlalu banyak memberikan janji manis kepada
masyarakat tetapi tidak pernah dipenuhi. Berkaitan dengan
kondisi ini penulis tidak putus asa dan terus menerus
meyakinkan para tokoh adat, tokoh masyarakat, dan tokoh
agama tentang maksud dan tujuan pelaksanaan SUTITU.
Akhirnya, atas pemahaman tersebut pelaksanaan SUTITU
dapat dilaksanakan dengan baik dalam artian tingkat
partisipatif dan tingkat antusiasme cukup memuaskan.

Hasil Pelaksanaan Strategi SUTITU


Pelaksanaan supervisi dengan menggunakan strategi
SUTITU secara terpogram baru penulis laksanakan pada
tahun pelajaran 2016/2017. Namun secara tidak terpogram
SUTITU telah penulis lakukan sejak tahun 2015. Untuk
mengetahui hasil pelaksanaan SUTITU dapat dilihat pada
tabel-tabel berikut.

128
Tabel 1 Data Kondisi Sekolah SMP Daerah Khusus Kabupaten
Merauke

No Tahun Rata-Rata Rata-Rata Rata-Rata


Pelajaran Ketidakhadiran Putus Sekolah Kemangkiran
Siswa Guru
1. 2014/2015 35 % 30 % 20 %
2. 2015/2016 35 % 30 % 20 %
3. 2016/2017 30 % 25 % 15 %

Pada tahun pelajaran 2016/2017, secara rutin dan


terpogram penulis mulai melakukan supervisi dengan
strategi SUTITU. Hasil SUTITU tersebut berdampak cukup
signifikan terhadap perbaikan pendidikan di Daerah Khusus
terutama pada jenjang SMP. Pada awalnya memang ada
pihak-pihak yang menyangsikan keberhasilan SUTITU.
Namun penulis tetap konsisten melaksakan SUTITU dengan
sebuah keyakinan besar bahwa semakin besar tantangan
yang dihadapi maka akan semakin terbuka lebar pintu
kesukseskan. Alhamdulillah, pada tabel berikut ini penulis
sajikan keberhasilan pelaksanaan SUTITU di beberapa
sekolah binaan kawasan daerah khusus sebagai berikut.

Tabel 4. Rekapitulasi Dampak Pelaksanaan Strategi SUTITU


No Tahun Nama Kemangkiran Kemangkiran Putus Bersekolah
Pelajaran Sekolah Guru Siswa Sekolah Kembali

1. 2018/2019 SMP 10 % 25 % 10 % 20 %
Negeri
Kaptel
2. 2018/2019 SMP N 15 % 20 % 10 % 10 %
Erambu
3. 2018/2019 SMP 10 % 20 % 15 % 20 %
Negeri
Okaba
4 2018/2019 SMP N 10 % 20 % 15 % 10 %
Muting

Kesepakatan Dukungan Pendidikan


Akhir dari pelaksanaan SUTITU diharapkan
menghasilkan kesepakatan atau komitmen bersama antara

129
tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pihak
sekolah yang ada baik itu jenjang SMP maupun SD sekitar.
Hal ini menjadi sangat esensial karena kesepakatan atau
komitmen bersama tersebut akan menjadi pedoman semua
stake holder di dalam mendukung dan mengawal
pelaksanaan pendidikan di kampung atau distrik tersebut.
Dalam kehidupan masyarakat adat biasanya keputusan
ataupun kesepakatan bersama hanya disampaikan secara
lisan dalam sebuah acara adat. Namun untuk lebih
mengikat dan sebagai pengingat maka keputusan ataupun
kesepakatan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan
selain disampaikan secara lisan juga dilakukan secara
tertulis.
Dengan demikian apabila dikemudian hari terjadi
pelanggaran terhadap keputusan dan kesepakatan bersama
dalam mendukung pendidikan maka pengawas sekolah
bersama kepala sekolah dapat mengingatkan kembali
semua pemangku kepentingan terhadap isi kesepatan
bersama yang telah dibuat. Sebagai contoh, berikut ini hasil
SUTITU berupa kesepakatan atau komitmen bersama antara
tokoh adat, tokoh masyarakat, dan tokoh agama.
1. Pernyataan Kesepakatan Kampung Kwemsid.
a. Semua anak yang sudah berusia 7 Tahun harus
disekolahkan di SD
b. Semua anak yang lulus SD harus/wajib untuk
melanjutkan ke SMP dan anak yang lulus SMP
harus melanjutkan ke SMA
c. Orang tua dilarang untuk membawa anaknya
untuk mencari makan,berburu atau menangkap
ikan disungai pada saat hari sekolah.
d. Anak usia sekolah yang tidak bersekolah harus
dimasukkan kembali ke sekolah, dan sekolah wajib
menerima kembali anak yang masuk kembali
setelah keluar dari sekolah.
e. Tokoh agama akan memberikan himbauan tentang
pentingnya bersekolah pada setiap pelaksanaan
ibadah di gereja.
f. Masyarakat Kampung dan pemerintahan Kampung
akan memberikan bantuan atau dukungan kepada
Mahasiswa yang kuliah di kota Merauke atau di
kota lainnya yang berasal dari kampung tersebut.
g. Pemuka adat akan memberikan teguran adat
kepada orang

130
Gambar 3. Pelaksanaan Supervisi Tiga Pintu Kampung Kwemsid

2. Pernyataan Kesepakatan Kampung Nggolar


a. Semua anak usia sekolah harus bersekolah.
b. Semua anak yang sudah tidak sekolah harus
sekolah kembali.
c. Masyarakat harus membantu guru kalau guru
mengalami kesusahan.
d. Orang tua tidak boleh membawa anak masuk
hutan atau mencari makan di dusun pada saat
hari sekolah.
e. Tokoh agama/pendeta akan memberi nasihat
kepada masyarakat yang tidak menyekolahkan
anaknya.
f. Masyarakat yang tidak menyekolahkan anaknya
dianggap melanggar aturan adat.

3. Pernyataan Kesepakatan Dukungan Pendidikan


Kampung Erambu dan Toray
a. Masyarakat kampung Erambu dan Toray wajib
menyekolahkan anak.
b. Masyarakat wajib memasukkan kembali anak anak
yang sudah tidak bersekolah.
c. Orang tua dilarang membawa anak masuk hutan
mencari makan di hari-hari sekolah.
d. Tokoh agama akan memberikan himbauan di gereja
pada saat hari ibadah tentang pendidikan.
e. Masyarakat yang membawa anak ke hutan atau
dusun untuk berburu dan berkebun pada saat hari
sekolah akan diberikan teguran secara adat.

Demikianlah hasil pelaksanaan SUTITU di daerah


khusus Kabupaten Merauke yang menunjukkan hasil positif
terhadap perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan.

131
Beberapa rekomendasi yang dapat penulis sampaikan
berkaitan dengan pelaksanaan Supervisi di daerah Khusus
dengan menggunakan strategi SUTITU di antaranya: (1)
Sekolah hendaknya selalu membangun komunikasi dan
melibatkan warga masyarakat, tokoh adat, tokoh agama,
dan tokoh masyarakat di dalam mengatasi berbagai
permasalahan yang ada di sekolah; (2) Pemerintah Daerah
dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayan wajib
meningkatkan peran masyarakat (tokoh adat, tokoh agama,
dan tokoh masyarakat) di dalam memajukan pendidikan di
daerah; (3)Pengawas Sekolah untuk berinovasi di dalam
melaksanakan tugas kepengawasan agar pendidikan di
tanah Papua Khususnya yang ada di kabupaten Merauke
dapat lebih maju dari tahun-tahun sebelumnya.

132
Daftar Pustaka
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Modul
Pengelolaan Supervisi Manajerial. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Tenaga Kependidikan Kependidikan Dasar
dan Menengah.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Panduan
Kerja Pengawas Sekolah. Direktorat Pembinaan
Tendik Dikdasmen
Sudrajat, Akhmad. 2010. Konsep Supervisi Manajerial.
wordpress.com. http:
//akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/11/20
Supervisi Manajerial.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Evaluasi Program
Supervisi Pendidikan: Modul A 3-2. Jakarta: Direktorat
Tenaga kependidikan.
Departemen Pendidikan Nasional. 2009. Dimensi Kompetensi
Supervisi Manajerial (Bahan Belajar Mandiri
Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah). Jakarta:
Dirjen PMTK.

133
Biodata Penulis
Baharudin Lahati,S.Pd.,M.Pd
dilahirkan di Merauke ada tanggal 30
Agustus 1966. Menamatkan
pendidikan Sekolah Dasar pada tahun
1979 di SD Negeri 1 Merauke .
Kemudian melanjutkan pendidikan di
SMP Negeri 2 Merauke dan tamat pada
tahun 1982.Setelah itu melanjutkan
pendidikan di SMA Negeri 1 Merauke
lulus tahun 1985. Diploma III
Pendidikan Bahasa Indonesia diselesaikan pada tahun 1988
di FKIP Uncen Jayapura. Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa
Indonesia diperoleh dari Universitas Terbuka Jakarta pada
tahun 1994.Pada tahun 2004 Menyelesaikan Pendidikan S2
Magister Pendidikan di Universitas Kristen Indonesia
Jakarta.

134

Anda mungkin juga menyukai