Dosen Pengampuh:
Oleh:
KELOMPOK 2
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS BOSOWA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemudahan dalam
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah yang penulis bahas yaitu
mengenai “DEFINISI GANGGUAN PERILAKU DAN EMOSIAONAL (TUNA LARAS)”.
Penyusun mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan nikmat sehat-
Nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis berharap makalah
makna ini dapat bermanfaat. Tidak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada ibu ....
selaku dosen pengampuh mata kuliah Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG...........................................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................................3
C. TUJUAN...............................................................................................................................3
BAB II...................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN..................................................................................................................................4
A. DEFINISI GANGGUAN PERILAKU DAN EMOSIONAL/TUNA LARAS....................4
B. PREVALENSI TUNA LARAS............................................................................................4
C. AREA MASALAH DENGAN GANGGUAN PERILAKU DAN EMOSIONAL/TUNA
LARAS.............................................................................................................................................4
D. IDENTIFIKASI TUNA LARAS...........................................................................................4
E. STRATEGI PENDIDIKAN BAGI SEORANG DENGAN TUNA LARAS.........................4
F. PROGRAM INKLUSI.............................................................................................................4
BAB III..................................................................................................................................................5
PENUTUP............................................................................................................................................5
A. KESIMPULAN.....................................................................................................................5
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bukan masalah yang sederhana untuk menentukan Batasan mengenai anak yang
mengalami gangguan tingkah laku atau lebih dikenal dengan istilah tuna laras.
Hingga kini belum ada suatu definisi yang dapat diterima secara umum serta
memuaskan semua pihak. Kenyataan Batasan atau definisi yang telah dikemukakan
oleh profesional dan para ahli yang berkaitan dengan masalah ini berbeda-beda
sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu masing-masing untuk keperluan
progesionalnya. Namun demikian, hampir semua batasan yang dikemukakan oleh
para ahli menganggap bahwa tuna laras menampakkan suatu perilaku penantangan
yang terus-menerus kepada masyarakat, kehancuran suatu pribadi, serta kegagalan
dalam belajar di sekolah (Somantri, 2006).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi gangguan perilaku dan emosional/tuna laras ?
2. Prevalensi tuna laras ?
3. Apa area masalah dengan gangguan perilaku dan emosional/tuna laras?
4. Bagaimana mengidentifikasi tuna laras?
5. Bagaimana strategi pendidikan bagi seorang dengan tuna laras?
6. Bagaimana program inklusi tuna laras?
C. TUJUAN
a. Mengetahui definisi dari gangguan perilaku dan emosional/tuna laras
b. Mengetahui prevalensi tuna laras
c. Mengetahui tentang area masalah dengan gangguan perilaku dan
emosional/tuna laras
d. Mengetahui bagaimana mengidentifikasi tuna laras
e. Mengetahui bagaimana strategi bagi seorang dengan tuna laras
f. Mengetahui bagaimana program inklusi bagi tuna laras
BAB II
PEMBAHASAN
3. Lingkungan Keluarga:
a. Kasih sayang dan perhatian
Adanya banyak faktor dalam lingkungan keluarga yang berhubungan dengan
masalah gangguan emosi dan perilaku, berikut ini akan dipertimbangkan
beberapa aspek, antara lain:
Kasih sayang dan perhatian dari orang tua dan anggota keluarga sangat
penting bagi anak. Ketika mereka kurang mendapatkan kasih sayang dan
perhatian dari orang tua, anak mungkin mencari hal ini di luar rumah, bergabung
dengan teman-temannya, dan membentuk kelompok anak yang merasa memiliki
kebutuhan serupa. Dalam konteks ini, Sofyan S. Willis (1981) menjelaskan
bahwa kelompok ini membantu memenuhi kebutuhan seperti perhatian dari
orang tua dan masyarakat.
Selain itu, terkadang, sebaliknya, beberapa orang tua memberikan terlalu
banyak kasih sayang, perhatian, bahkan perlindungan berlebihan
(overprotection). Memanjakan anak dapat mengakibatkan anak menjadi terlalu
bergantung, sehingga jika mereka menghadapi kegagalan dalam mencoba
sesuatu, mereka cenderung mudah menyerah dan merasa kecewa, yang pada
akhirnya dapat menyebabkan kurangnya rasa percaya diri pada anak.
b. Keharmonisan keluarga
Banyak tindakan kenakalan atau gangguan perilaku dilakukan oleh anak-anak
yang berasal dari lingkungan keluarga yang tidak harmonis. Ketidakharmonisan
ini bisa disebabkan oleh perpisahan keluarga atau ketidaksetujuan antara orang
tua dalam menerapkan disiplin dan pendidikan pada anak. Kondisi keluarga yang
bercerai atau kehidupan rumah tangga yang bergejolak mengakibatkan anak-
anak menerima panduan yang kurang sesuai. Berdasarkan hasil penelitiannya,
Hetherington (dalam Kirk & Gallagher, 1986) menyimpulkan bahwa hampir
semua anak yang mengalami perceraian orang tua mengalami masa transisi
yang sangat sulit.
c. Kondisi ekonomi
Kelemahan ekonomi keluarga juga bisa menjadi salah satu faktor yang
mengakibatkan ketidakpuasan dalam memenuhi kebutuhan anak. Ini disebabkan
oleh fakta bahwa anak-anak sering memiliki keinginan untuk sejajar dengan
teman-temannya dalam hal berpakaian, hiburan, dan lainnya. Ketidakmampuan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat mendorong anak-anak
mencari solusi sendiri, yang terkadang mengarah pada perilaku antisosial. G. W.
Bawengan (1977) mengungkapkan bahwa kondisi seperti kemiskinan atau
pengangguran dapat memberikan insentif tambahan untuk melakukan tindakan
seperti pencurian, penipuan, dan perilaku menyimpang lainnya.
4. Lingkungan Sekolah
Gangguan perilaku yang muncul di lingkungan sekolah dapat disebabkan oleh
faktor-faktor seperti perilaku guru yang bertindak sebagai pelaksana pendidikan dan
fasilitas yang diperlukan oleh siswa. Ketika seorang guru bersikap otoriter, ini dapat
membuat siswa merasa tertekan dan takut menghadapi pelajaran. Sebagai
akibatnya, siswa lebih cenderung untuk membolos dan berkeliaran saat mereka
seharusnya berada di dalam kelas. Di sisi lain, jika seorang guru bersikap terlalu
lemah dan tidak memberlakukan disiplin pada siswanya, ini bisa menyebabkan
perilaku sembrono dan penyalahgunaan aturan oleh siswa, yang pada akhirnya bisa
mengarah pada tindakan-tindakan yang melawan norma-norma yang berlaku.
5. Lingkungan Masyarakat
Pengaruh masuknya unsur budaya asing yang tidak selaras dengan tradisi yang
dipegang oleh masyarakat, terutama ketika diterima dengan baik oleh kalangan
remaja, dapat menimbulkan konflik yang bersifat negatif. Di satu sisi, remaja
mungkin melihat budaya asing ini sebagai hal yang benar, sedangkan di sisi lain,
masyarakat masih tetap berpegang pada norma-norma yang berakar pada adat
istiadat dan agama.
Selain itu, konflik juga bisa muncul dalam diri anak itu sendiri karena norma yang
diterapkan di dalam rumah atau keluarga bertentangan dengan norma dan realitas
yang ada di masyarakat. Sebagai contoh, seorang anak mungkin diajarkan dalam
keluarganya untuk berperilaku sopan dan menghormati orang lain, tetapi dia
menemui kenyataan yang berbeda dalam masyarakat di mana tindakan kekerasan
dan kurangnya saling menghormati lebih umum terjadi.
2.Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri dengan ciri-ciri yaituketakutan,
kaku, pemalu, segan, terasing, tak berteman, rasa tertekan, sedih,terganggu, rendah
diri, dingin, malu, kurang percaya diri, mudah bimbang,sering menangis, pendiam,
suka berahasia.
3. Anak yang kurang dewasa dengan ciri-ciri, yaitu pelamun, kaku, berangan-angan,
pasif, mudah dipengaruhi, pengantuk, pembosan, dan kotor.
8). Emosional
F. PROGRAM INKLUSI
Pendidikan inklusi adalah salah satu model pendidikan yang disarankan untuk
berbagai tipe anak berkebutuhan khusus tidak terkecuali anak tunalaras. Pendidikan
inklusi memiliki konsep keterbukaan terhadap perbedaan karakter peserta didik dan
berusaha mengakomodasi agar perbedaan karakter tersebut tidak mengganggu
pelaksanaan pendidikan baik itu bagi anak tunalaras maupun peserta didik lain.
Adanya usaha saling memahami perbedaan antar peserta didik dan upaya untuk
memperlakukan perbedaan antar peserta didik secara semestinya memberi nilai plus
bagi pendidikan inklusi. Pelaksanaan pendidikan inklusi untuk mengakomodasi anak
berkebutuhan khusus yang salah satunya adalah anak tunalaras telah diatur
sedemikian rupa.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Upaya keluarga dalam mengembangkan regulasi emosi adalah salah satu aspek
terpenting dari perkembangan emosi tunalaras. Regulasi emosi berkaitan dengan
dengan kemampuan seseorang untuk menyandari kuatnya emosi yang
dirasakannya, kemudian mengatur emosi yang dirasakan berdasarkan proses
biologis, fisiologis, dan psikologis dengan tujuan akhir membentuk perilaku yang
tepat.
Anak tunalaras secara umum dikatakan sebagai anak yang mengalami gangguan
emosi dan penyimpangan tingkah laku. Akibat perbuatannya dapat merugikan diri
sendiri dan lingkungan sekitarnya sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan
baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Husna, L. I., Burhanuddin, I., Atmaja, L. W. S., & Putri, D. A. (2023). Pendidikan Agama
Islam Di Sekolah Inklusi: Strategi Pembelajaran Bagi Anak Penyandang Tunalaras. Jurnal
Lentera: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi, 22(1), 1-10.
Mahabbati, A. (2010). Pendidikan inklusif untuk anak dengan gangguan emosi dan perilaku
(tunalaras). JPK (Jurnal Pendidikan Khusus), 7(2).
Nur’aeni (2019). Buku ajar: psikologi pendidikan anak berkebutuhan khusus. UM Purwokerto
Press