Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

N DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CHRONIC KIDNEY DISEASE ( CKD ) ON HD DENGAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA GANGGUAN
RASA NYAMAN (NYERI) DI RUANG ASTER
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

OLEH :
ADELLA PUTRI
NIM : 202314901014001

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN EKA HARAP
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2023
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan ini di susun oleh :

Nama : Adella Putri

NIM : 202314901014001

Program Studi : Profesi Ners

Judul : Asuhan Keperawatan Pada Ny. N Dengan Diagnosa

Medis Chronic Kidney Disease (CKD) ON HD


Dengan Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Rasa
Nyaman (Nyeri) Di Ruang Aster RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Stase Keperawatan Dasar Profesi pada Program Studi Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Meilitha Carolina, Ners., M.Kep Marjawatie, S.Kep.,Ners.

ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
penyusunan “Asuhan Keperawatan pada Ny. N dengan diagnosa medis Chronic
Kidney Disease dengan Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Rasa Nyaman
(Nyeri) di Ruang Aster RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan
pendahuluan asuhan keperawatan ini disusun guna melengkapi tugas Praktik
klinik Program Profesi Ners Stase Keperawatan Dasar Profesi.
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Profesi
Ners STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Isna Wiranti, S.Kep., Ners selaku Koordinator Praktik Klinik Program
Profesi Ners.
4. Ibu Marjawatie, S.Kep., Ners selaku Pembimbing Lahan Ruang Aster
RSUD dr. Doris Sylvanus yang telah banyak memberikan saran dan
bimbingannya dalam menyelesaikan asuhan keperawatan.
5. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep. selaku Pembimbing Akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini.
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan kegiatan
asuhan keperawatan ini.
Saya menyadari bahwa asuhan keperawatan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 17 Oktober 2023

Adella Putri

iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................i
KATA PENGANTAR ...................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus .............................................................................. 3
1.4 Manfaat Penulisan..................................................................................... 4
1.4.1 Untuk Mahasiswa ......................................................................... 4
1.4.2 Untuk Klien dan Mahasiswa ......................................................... 4
1.4.3 Untuk Institusi ............................................................................... 4
1.4.4 Untuk IPTEK ................................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Chronic Kidney Disease..................................................... 5
2.1.1 Definisi .......................................................................................... 5
2.1.2 Anatomi Fisiologi.......................................................................... 5
2.1.3 Etiologi........................................................................................... 6
2.1.4 Klasifikasi...................................................................................... 9
2.1.5 Patofisiologi .................................................................................. 9
2.1.6 Manifestasi Klinis.......................................................................... 11
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang ................................................................ 12
2.2 Konsep Dasar Kebutuhan Manusia Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri)...... 13
2.2.1 Definisi Nyeri................................................................................ 13
2.2.2 Etiologi.......................................................................................... 14
2.2.3 Klasifikasi...................................................................................... 15
2.2.4 Manifestasi Klinis.......................................................................... 17
2.2.5 Penatalaksanaan Nyeri................................................................... 18
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan............................................................. 19
2.3.1 Pengkajian Keperawatan............................................................... 19

iv
2.3.2 Diagnosa Keperawatan..................................................................24
2.3.3 Intervensi Keperawatan.................................................................26
2.3.4 Implementasi Keperawatan...........................................................31
2.3.5 Evaluasi Keperawatan...................................................................31
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Keperawatan............................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan...............................................................................
3.3 Intervensi Keperawatan..............................................................................
3.4 Implementasi Keperawatan........................................................................
3.5 Evaluasi Keperawatan ................................................................................
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................................
4.2 Saran ..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ginjal adalah salah satu organ utama sistem perkemihan atau urinari
(tractus urinarius) yang berfungsi menyaring dan membuang cairan sampah
metabolisme dari dalam tubuh. Ginjal merupakan salah satu organ terpenting bagi
kelangsungan hidup manusia. Namun pada ginjal dapat mengalami berbagai
masalah seperti gagal ginjal. Gagal ginjal dikategorikan menjadi dua yaitu gagal
ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Penyakit gagal ginjal yang sering dihadapi
oleh masyarakat di negara maju maupun negara berkembang adalah penyakit
gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease). Gagal ginjal kronik atau penyakit
renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah). (Nuari dan Widayati, 2017).
Masalah kesehatan yang berhubungan dengan gagal ginjal kronik dari
tahun ke tahun semakin meningkat. Penyakit gagal ginjal kronik di dunia saat ini
mengalami peningkatan dan menjadi masalah kesehatan serius, hasil penelitian
Global Burden of Disease tahun 2010, penyakit ginjal kronis merupakan
penyebab kematian peringkat ke 27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi
urutan ke-18 pada tahun 2010. Pada tahun 2011 sekitar 113.136 pasien di
Amerika Serikat mengalami End Stage Renal Diseasse (ESDR), penyebab
utamanya adalah diabetes dan hipertensi dengan jumlah kasus terbanyak
ditemukan pada usia lebih dari 70 tahun. Penelitian di Amerika Serikat risiko 2,3
kali mengalami PGK bagi orang yang mengonsumsi cola dua gelas atau lebih per
hari.
Penyakit gagal ginjal di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 2 per 1000
penduduk atau 499.800 (Riskesdas, 2018). Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih
tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi terjadi pada masyarakat
perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta,
petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan
menengah bawah masing-masing 0,3%. Sedangkan provinsi dengan prevalensi

1
tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan
Sulawesi Utara masing-masing 0,4 %. Berdasarkan Indonesian Renal Registry
(IRR) tahun 2017, sebanyak 99% penderita gagal ginjal menjalani terapi
Hemodialisis yang terdiri dari pasien baru dan pasien aktif.
Pada derajat awal, CKD belum menimbulkan gejala dan tanda, bahkan
hingga laju filtrasi glomerulus sebesar 60% pasien masih asimtomatik namun
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Saat laju filtrasi
glomerulus sebesar 30%, keluhan seperti badan lemah, mual, nafsu makan
berkurang dan penurunan berat badan mulai dirasakan pasien. Pasien mulai
merasakan gejala dan tanda uremia yang nyata saat laju filtrasi glomelurus kurang
dari 15% seperti nokturia, oligouri, kehilangan nafsu makan, mual, muntah,
anemia, pruritis, hipertensi, sesak nafas, edema, hingga hilang kesadaran. Dari
gejala-gejala tersebut maka akan muncul berbagai masalah keperawatan seperti,
hambatan pertukaran gas, kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktivitas, kerusakan integritas kulit, dan
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer. (Nurarif dan Kusuma, 2017).
Pada saat dilapangan masalah yang paling sering dikeluhkan oleh
pasienpasien CKD yaitu masalah hiperkalemia dan kelebihan volume cairan
(overhidrasi). Dari hasil penelitian oleh Meiliana (2013) di ruang HD RSUP
Fatmawati menyatakan bahwa 54% pasien CKD memiliki riwayat hiperkalemia
dan kelebihan volume cairan (overhidrasi). Hiperkalemia adalah kondisi ketika
kadar kalium dalam darah terlalu tinggi. Kondisi ini paling sering terjadi akibat gagal
ginjal, baik akut maupun kronis. Gejala yang muncul akibat hiperkalemia bisa
beragam, mulai dari lemah otot, kesemutan, hingga gangguan irama jantung.
Kelebihan volume cairan atau Hipervolemia adalah yang terjadi saat tubuh menahan
air dan natrium dengan proporsi yang sama dengan CES (cairan ekstraseluler)
normal. Karena air dan natrium ditahan dalam tubuh, konsentrasi natrium serum
pada intinya tetap normal. FVE selalu menjadi akibat sekunder dari peningkatan
kandungan natrium tubuh total.
Dampak jika masalah hiperkalemia dan kelebihan volume cairan tidak
ditangani dapat menimbulkan komplikasi kesehatan yang lain seperti gangguan
kardiovaskuler bahkan kematian. Wizemann menyatakan, lebih dari 15% kasus

2
hiperkalemia dan kelebihan cairan menyebabkan kematian (Anggraini dan Putri,
2018). Maka dari itu diperlukan suatu penangan untuk mencegah kondisi tersebut
yaitu dengan melakukan asuhan keperawatan manajemen cairan.
Sehubungan dengan pentingnya program manajemen cairan pada pasien
CKD untuk mencegah komplikasi serta mempertahankan kualitas hidup, perawat
diharapkan mampu mengelola setiap masalah yang timbul secara komprehensif.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut
dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny. N dengan diagnosa medis Chronic
Kidney Disease (CKD) ON HD dengan kebutuhan dasar manusia gangguan rasa
nyaman (nyeri) di ruang Aster RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan suatu masalah yaitu
bagaimana penatalaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. N dengan diagnosa
medis Chronic Kidney Disease (CKD) ON HD dengan kebutuhan dasar manusia
gangguan rasa nyaman (nyeri) di ruang Aster RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD) ON HD dengan kebutuhan dasar
manusia gangguan rasa nyaman (nyeri) menggunakan pendekatan proses
keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada Ny.
N dengan diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD) ON HD dengan
kebutuhan dasar manusia gangguan rasa nyaman (nyeri).
1.3.2.2 Mahasiswa dapat merumuskan diagnosa pada Ny. N dengan diagnosa
medis Chronic Kidney Disease (CKD) ON HD dengan kebutuhan dasar
manusia gangguan rasa nyaman (nyeri).
1.3.2.3 Mahasiswa dapat merencanakan tindakan keperawatan pada Ny. N sesuai
dengan masalah dengan diagnosa Chronic Kidney Disease (CKD) ON HD
dengan kebutuhan dasar manusia gangguan rasa nyaman (nyeri).

3
1.3.2.4 Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan
pada Ny. N dengan diagnosa medis Chronic Kidney Disease (CKD) ON
HD dengan kebutuhan dasar manusia gangguan rasa nyaman (nyeri).
1.3.2.5 Mahasiswa mampu membuat evaluasi dari hasil tindakan keperawatan
yang dilakukan pada Ny. N dengan diagnosa medis Chronic Kidney
Disease (CKD) ON HD dengan kebutuhan dasar manusia gangguan rasa
nyaman (nyeri).
1.3.2.6 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari laporan pendahuluan dan
asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada Ny. N dengan diagnosa
medis Chronic Kidney Disease (CKD) ON HD dengan kebutuhan dasar
manusia gangguan rasa nyaman (nyeri).
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Untuk Klien dan keluarga
Klien dan keluarga mampu memahami mengenai Chronic Kidney Disease
(CKD) ON HD dengan dengan kebutuhan dasar manusia gangguan rasa nyaman
(nyeri) dan mampu meningkatkan derajat kesehatan mereka.
1.4.3 Untuk Institusi
Institusi mampu mengembangkan dan memperbaiki pembuatan asuhan
keperawatan pada pasien dengan pemenuhan Chronic Kidney Disease (CKD) ON
HD dengan kebutuhan dasar manusia gangguan rasa nyaman (nyeri) dan juga
mampu mengembangkan ilmu untuk dibagi kepada institusi/mahasiswa pada
institusi tersebut sehingga dapat membuat institusi semakin berkembang menjadi
lebih baik.
1.4.4 Untuk IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan tekhnologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Chronic Kidney Deases (CKD)
2.1.1 Defenisi Chronic Kidney Deases (CKD)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan
pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah
suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
irreversible, pada suatu derajat memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap,
berupa dialisis atau transplantasi ginjal. (Suwitra, 2018)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu spektrum proses-proses
patofiologik yang berbeda-beda serta berkaitan dengan kelainan fungsi ginjal dan
penurunan progresif laju filtrasi glomerolus (LFG). (Jameson dan Loscalz, 2018)
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah). (Nuari dan Widayati, 2017)
Dari definisi diatas dapat penulis simpulkan bahwa Chronic Kidney
Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal mempertahankan metabolisme, keseimbangan
cairan dan elektrolit, pada suatu derajat diperlukan terapi pengganti ginjal berupa
dialisis atau transplantasi ginjal.
2.1.2 Etiologi
Chronic Kidney Disease (CKD) seringkali menjadi penyakit komplikasi
dari penyakit lainnya sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness).
Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Selain itu ada
beberapa penyebab lainnya, yaitu:
1) Glomerulonefritis
2) Pyelonefritis kronis, tuberkulosis
3) Polikistik ginjal
4) Renal nephrosclerosis

5
5) Neprolithisis
6) Sysctemic lupus erythematosus
7) Aminoglikosida
Menurut IRR (Indonesian Renal Registry) pada tahun 2017 ini proporsi
etiologi CKD, urutan pertama ditempati oleh hipertensi sebanyak 36% dan
nefropati diabetic atau diabetic kidney deases menempati urutan kedua.
Tabel 2.1. Penyebab penyakit Chronic Kidney Desease (CKD) di Indonesia

Penyebab Jumlah
Hipertensi 10482
DM 4394
Penyakit Kardiovaskuler 1424
Penyakit Serebrovaskuler 365
Penyakit Saluran Pencernaan 374
Penyakit Saluran Kencing Lain 617
Tuberkulosis 184
Hepatitis B 366
Hepatitis C 679
Keganasan 123
Lain-lain 1240
2.1.3 Patofisiologi
Penyakit ginjal kronik (PGK) sering berlangsung secara progresif melalui
empat derajat. Penurunan cadangan ginjal menggambarkan LFG sebesar 35%
sampai 50% laju filtrasi normal. Insufisiensi renal memiliki LFG 20 % sampai
35% laju filtrasi normal. Gagal ginjal mempunyai LFG 20% hingga 25% laju
filtrasi normal, sementara penyakit ginjal stadium terminal atau akhir (end stage
renal disease) memiliki LFG < 20% laju filtrasi normal (Kowalak, Weish, &
Mayer, 2017).
Proses terjadinya penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam proses perkembangannya yang terjadi
kurang lebih sama. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal untuk
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Penurunan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih bertahan

6
(surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi ginjal untuk melaksanakan
seluruh beban kerja ginjal, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti
sitokinin dan growth factors. Hal ini menyebabkan peningkatan kecepatan filtrasi,
yang disertai oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil untuk mempertahankan keseimbangan
elektrolit dan cairan tubuh, hingga ginjal dalam tingkat fungsi yang sangat rendah.
Pada akhirnya, jika 75% massa nefron sudah hancur, maka LFG dan beban zat
terlarut bagi setiap nefron semakin tinggi, sehingga keseimbangan glomerulus –
tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan reabsorpsi oleh tubulus)
tidak dapat lagi dipertahankan (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata K, &
Setiati, 2017; Price & Wilson, 2017.

7
Etiologi : Pemeriksaan penunjang:
WOC CKD Penyakit ginjal kronik bisa disebabkan oleh penyakit ginjal hipertensi,
1. Pemeriksaan Laboratorium
nefropati diabetika, glomerulopati primer, nefropati obstruktif, pielonefritis
2. Biopsi ginjal
kronik, nefropati asam urat, ginjal polikistik dan nefropati lupus / SLE, tidak 3. Radiologi
diketahui dan lain - lain. Faktor terbanyak penyebab penyakit ginjal kronik 4. USG
adalah penyakit ginjal hipertensi dengan presentase 37% (PENEFRI, 2014).

Manifestasi klinis:
Definisi :Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu
spektrum proses-proses patofiologik yang berbeda-beda Jaringan ginjal kurang O2 dan nutrisi Tanda gejala yang sering terjadi pada gagal ginjal Kemungkinan
serta berkaitan dengan kelainan fungsi ginjal dan penurunan akan mengalami Edema atau pembengkakan pada mata
progresif laju filtrasi glomerolus (LFG). (Jameson dan Loscalz, kaki, tungkai, atau tangan akibat penumpukan cairan,
2018) Nyeri dada, terutama jika ada penumpukan cairan pada
Chronic Kidney Disease (CKD) jaringan jantung.Sesak napas, jika ada penumpukan cairan
di paru-paru.

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Breathing Blood Brain


Peningkatan
Penurunan kemampuan Ginjal tidak dapat Kerusakan sistem Penumpukan Penurunan
Penimbunan sampah aktivitas system
ginjal mengekskresi H+ membuang kalium saraf zat-zat toksin perfusi jaringan
metabolit RAA
melalui urine

PePh, HCO3, BE Penurunan produksi Retensi air Gangguan


Ureum menumpuk di dan Na Tirah baring lama
urine metabolism protein
rongga paru & pleura
Hiperkalemia dan Foetoruremik
Asidosis metabolik Iritasi saluran kencing Penurunan Kelemahan
produksi urine Anoreksia, nausea,
Gangguan prosesdifusi Gangguan konduksi vomitus
Pernafasan kusmaul jantung Respon hipotalamus, MK: Intoleransi
Oliguri, anuri,
Sesak nafas, nyeri pelapasan mediator Aktivtas
edema
dada kimiawi (sitokinin, Kurangnya asupan
Aritmia
Kesulitan bernafas bradikinin.) makanan
8 MK: Risiko
MK: Gangguan MK: Penurunan Ketidakseimbang
pertukaran gas MK: Pola Napas Curah Jantung MK: Nyeri Akut MK: Defisit Nutrisi
an Cairan
Tidak Efektif
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) didasarkan atas dua hal yaitu,
atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi
atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
(140 − umur)𝑥𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
LFG (ml/mnt/1,73m²) =
72xkreatinin plasma (mg/dl)
∗) pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 1.
Tabel 2.2. Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Deases (CKD) atas Dasar
Derajat Penyakit (Guyton dan Hall, 2010)

Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 2.


Tabel 2.3. Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Deases (CKD) Atas Dasar
Diagnosis Etiologi (Guyton dan Hall, 2010)

2.1.5 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronik dikarenakan gangguan yang
bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki

9
fungsi yang banyak. Sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan
mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini
adalah tanda dan gejala yang ditunjukan oleh gagal ginjal kronis :
1) Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan tugor kulit, kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian terjadi penurunan
kesadaran dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari peningkatan kalium adalah
peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan
cairan yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda
paling khas adalah penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi
2) Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic pericarditis,
effusi perikardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal jantung,
edema periorbital dan edema perifer.
3) Respiratori sistem
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi
pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung dan sesak
nafas.
4) Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan kemungkinan
juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, ulseratif duodenal, lesi pada usus
halus/usus besar, colitis, dan pankreatitis. Kejadian sekunder biasanya mengikuti
seperti anoreksi, nause, dan vomitting.
5) Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecokelatan, kering dan ada scalp.
Selain itu, biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan
timbunan urea pada kulit.
6) Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal
pada lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan refleks kedutan,
daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing, koma,

10
dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan adanya perubahan metabolik
encephalopathy.
7) Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan seksresi sperma, peningkatan
sekresi aldosteron, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
8) Hepatopoiteic
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dari dialisis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah
yang serius pada sistem hematologi ditunjukkan dengan adanya pendarahan
( purpura, ekimosis, dan petechiae).
9) Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis, dan
klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard). (Prabowo dan Pranata, 2018)
2.1.6 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan diagnosa CKD dibagi
tiga yaitu:
1) Konservatif
a) Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
b) Observasi balance cairan
c) Observasi adanya edema
d) Batasi cairan yang masuk
2) Dialisis
a) Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergensi. Sedangkan dialysis yang
bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CPAD
(Continues Ambulatiry Peritonial Dialysis).
b) Hemodialisis
Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan invasif vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodilis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV fistule
(menggabungkan vena dan arteri) dan double lumen (langsung pada daerah
jantung atau vaskularisasi ke jantung).

11
3) Operasi
a) Pengambilan batu
b) Transplantasi ginjal (Muttaqin, 2011)
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1) Urine
a) Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tidak ada (anuria)
b) Warna: secara abnnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porifin.
c) Berat jenis: kurang dari 1.105 (menetap pada 1.010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d) Osmolalitas: kurang dari 350mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, dan rasio urine/serum sering 1:1.
e) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.
f) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
g) Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
2) Darah
a) BUN/kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir.
b) Ht: menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7 – 8
gr/dl.
c) SDMmenurun, defisiensi eritropoitin dan GDA: asidosis metabolik,
pH kurang dari 7, 2.
d) Natrium serum: rendah, kalium meningkat, magnesium meningkat,
Kalsium menurun dan Protein (albumin) menurun.
e) Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg.
f) Pelogram retrogad: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
g) Ultrasono ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.

12
h) Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan peningkatan tumor selektif.
i) Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa.
j) EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa (Haryono, 2018)

2.2 Konsep Dasar Kebutuhan Manusia Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri)


2.2.1 Definisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala
atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz Alimul, 2006).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang
dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Nyeri adalah suatu yang menyakitkan tubuh yang diungkapkan secara
subjektif oleh individu yang mengalaminya . Nyeri didefinisikan sebagai suatu
keadaan yang mempengaruhi seseorang bila seorang pernah mengalaminya. Nyeri
dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau sumber yang dapat
didentifikasi. Meskipun beberapa nyeri dihubungkan dengan status mental atau
psikologis, pasien secara nyata merasakan nyeri dalam banyak hal dan tidak hanya
membayangkan saja. Tetapi sensasi nyeri yaitu , akibat dari stimulasi fisik dan
mental atau stimulasi emosional (Potter & Perry, 2010)
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul
secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya
kerusakan. Serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat
yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi
kurang dari 6 bulan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional); awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat hingga akhir yang dapat
diantisipasi atau di prediksi. (NANDA, 2015). Nyeri kronis serangan yang tiba-
tiba atau lambat dari intesitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung > 3 bulan (NANDA, 2012).

13
2.2.2 Etiologi
Etiologi dari nyeri yaitu :
1) Mekanis
1. Trauma jaringan tubuh Kerusakan jaringan, iritasi langsung pada
reseptor nyeri, peradangan
2. Perubahan dalam jaringan misal:oedem Pemekaan pada reseptor
nyeri bradikinin merangsang reseptor nyeri
3. Sumbatan pada saluran tubuh distensi lumen saluran
4. Kejang otot Rangsangan pada reseptor nyeri
5. Tumor penekanan pada reseptor nyeri iritasi pada ujung – ujung saraf
2) Thermis
a. Panas/dingin yang berlebihan missal :luka bakar Kerusakan jaringan
merangsang thermo sensitive reseptor nyeri.
3) Kimia
a. Iskemia jaringan mis: blok pada arteri coronary Rangsangan pada
reseptor karena tertumpunya asam laktat/bradikinin dijaringan.
b. Kejang otot Sekunder dari rangsangan mekanis menyebabkan
iskemia jaringan.
Menurut Smeltzer dalam Riadi (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi
respon nyeri adalah sebagai berikut :
1) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang mempunyai pengalaman yang lebih banyak dan
berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran
terhadap nyeri dibanding dengan orang yang hanya mengalami sedikit nyeri.
2) Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian
limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas.
Sistem limbik dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni
memperburuk atau menghilangkan nyeri.

14
3) Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima
oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap
nyeri. Ada perbedaan makna dan sikap dikaitkan dengan nyeri diberbagai
kelompok budaya.
4) Usia
Usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak-anak dan lansia. Perkembangan, yang ditemukan diantara kelompok
usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-nak dan lansia bereaksi
terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan
mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri.
5) Efek plasebo
Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk tablet,
kapsul, cairan injeksi dan sebagainya. Plasebo umumnya terdiri atas
gula,larutan salin normal, dan atau air biasa. Karena plasebo tidak memiliki
efek farmakologis, obat ini hanya memberikan efek dikeluarkannya produk
ilmiah (endogen) endorfin dalam sistem kontrol desenden, sehingga
menimbulkan efek penurunan nyeri.
2.2.3 Klasifikasi
Menurut (Setiya & Abd Wahid, 2016) Klasifikasi nyeri dapat berdasarkan
waktu, yaitu: nyeri akut dan kronis dan dapat berdasarkan etiologi, yaitu: nyeri
nosiseptif dan nyeri neuropatik.
1) Nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut penyakit atau
intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang
bervariasi (ringan sampai berat), berlangsung singkat(<6bulan) dan menghilang
dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak.
2) Nyeri Kronik
Nyeri Kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
suatu periode waktu. Nyeri yang disebabkan oleh adanya kausa keganasan seperti
kanker yang tidak terkontrol atau non keganasan. Nyeri kronik berlangsung lama

15
(lebih dari enam bulan) dan akan berlanjut walaupun pasien diberi pengobatan
atau penyakit tampak sembuh. Karakteristik nyeri kronis adalah area nyeri tidak
mudah didentifikasi, intensitas nyeri sukar untuk diturunkan, rasa nyeri biasanya
meningkat, sifat nyeri kurang jelas, dan kemungkinan kecil untuk sembuh atau
hilang. Nyeri kronis non maligna biasanya dikaitkan dengan nyeri akibat
kerusakan jaringan yang non progresif atau telah mengalami penyembuhan.
3) Nyeri Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik
Nyeri secara patofisiologi dapat dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri
neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh
rangsangan kimia, mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun
sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap
rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya memberikan respon terhadap analgesik
opioid atau non opioid.
Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan
neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf
aferen sentral dan perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan
menusuk. Pasien yang mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang
kurang baik terhadap analgesik opioid.
Klasifikasi Pengukuran Nyeri
Menurut (Setiya & Abd Wahid, 2016) Intensitas nyeri dapat dinilai salah
satunya menggunakan Visual Analogue Scale (VAS). Skala ini mudah digunakan
bagi pemeriksa, efisien dan lebih mudah dipahami oleh pasien. Klasifikasi
berdasarkan intensitas nyeri yang dinilai dengan Visual Analog Scale (VAS)
adalah angka 0 berarti tidak nyeri dan angka 10 berarti intensitas nyeri paling
berat. Skala nyeri dalam penilaian numerik Numerical Rating Scale (NRS) dapat
dikelompokkan menjadi :
Skala Nyeri Grade Interpretasi
1-3 Nyeri Ringan Nyeri yang bisa ditahan, aktivitas tidak
terganggu
4-6 Nyeri sedang Mengganggu aktivitas fisik
7-9 Nyeri berat Tidak dapat melakukan aktivitas secara
mandiri

16
10 Nyeri sangat berat Nyeri sangat hebat dan tidak berkurang
dengan terapi/obat-obatan pereda nyeri dan
tidak dapat melakukan aktivitas.

2.2.4 Manifestasi Klinis


Nyeri sebagai suatu pengalaman sensoris dan emosional tentunya akan
menimbulkan respon terhadap tubuh. Respon tubuh terhadap nyeri merupakan
terjadinya 10 reaksi endokrin berupa mobilisasi hormon-hormon katabolik dan
terjadinya reaksi imunologik, yang secara umum disebut sebagai respon stres
(Ramadhan, 2018). Menurut (Tamsuri, 2007) manifestasi klinis nyeri adalah
sebagai berikut :
1) Nyeri Akut
 Agitasi (jengkel, kesal, gelisah disebabkan oleh provokasi)
 Ansietas
 TD Meningkat
 Mual dan muntah
 Mengatupkan rahang atau mengepalkan tangan
 Perubahan kemampuan untuk melanjutkan aktivitas sebelumnya
 Peka rangsang
 Menggosok bagian yang nyeri
 Mengorok
 Postur tidak biasanya ( lutut ke abdomen )
 Ketidakaktifan fisik atau imobilitas
 Gangguan konsentrasi
 Perubahan pada pola tidur
 Rasa takut mengalami cedera ulang
 Menarik bila disentuh
 Mata terbuka lebar atau sangat tajam
 Gambaran kurus

17
2) Nyeri Kronis
 Gangguan hubungan sosial dan keluarga
 Perubahan nafsu makan
 TD Meningkat
 Perubahan pada pola tidur
 Peka rangsang
 Ketidakaktifan fisik atau imobilitas
 Depresi
 Menggosok bagian yang nyeri
 Ansietas
 Tampilan meringis
 Berfokus pada diri sendiri
 Tegangan otot rangka
 Preokupasi somatik (ketakutan menderita)
 Keletihan
 Agitasi (jengkel, kesal, gelisah disebabkan oleh provokasi)
 Kegelisahan
2.2.5 Penatalaksanaan Nyeri
1) Farmakologi
Analgesik merupakan metode penanganan nyeri yang paling umum dan
sangat efektif. Pemberian obat analgesic, yang dilakukan guna mengganggu atau
memblokir transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara
mengurangi kortikal terhadap nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotik dan bukan
narkotik (Hidayat, 2014). Ada tiga tipe angkatan analgesic (Potter & Perry, 2010),
yaitu:
a) Non-opoid (asetaminofen dan obat anti inflamasi)
b) Opoid (Narkoyik)
c) Koanalgesik (variasi dari pengobatan yang meningkatkan analgesik atau
memiliki kandungan analgesik yang semula tidak diketahui).
2) Non Farmakologi

18
a) Relaksasi progresif
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan stres.
Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak
nyaman atau nyeri, stres fisik, dan emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2007).
b) Stimulasi Kutaneus Plasebo
Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang
dikenal oleh klien sebagai obat seperti kapsul, cairan injeksi, dan
sebagainya. Placebo umumnya terdiri dari larutan gula, larutan salin normal,
atau air biasa (Tamsuri, 2007). Stimulaisi kulit, beberapa teknik untuk
stimulasi kulit antara lain : Kompres dingin, Counter iritan, seperti plester
hangat.
c) Teknik Distraksi
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara
mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal yang lain sehingga pasien akan
lupa terhadap nyeri yang dialami. Contoh : membaca buku, menonton tv ,
mendengarkan musik, relaksasi nafas dalam dan bermain.

2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
1. Biodata
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, ras, agama, alamat, pekerjaan,
pendidikan dll. Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-
70 tahun), usia muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 %
pada pria.
2. Keluhan utama
Sesak napas,kencing sedikit bahkan tidak dapat kencing, gelisah, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, kembung, mulut terasa kering,
rasa lelah, napas berbau (ureum), gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang : diare, muntah, perdarahan, luka bakar,
rekasi anafilaksis, renjatan kardiogenik.

19
b. Riwayat penyakit dahulu : riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi
saluran kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat
nefrotoksik, benigna prostatic hyperplasia, prostatektomi.
c. Riwayat penyakit keluarga :adanya penyakit keturunan Diabetes
Mellitus atau hipertensi.
4. Tanda vital : peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi,
napas cepat dan dalam (kussmaul), dyspnea.

Pemeriksaan Fisik B1-B6


B1 Penilaian :
B1 (Breathing) Sistem Pernafasan
Inspeksi: Bentuk dada (Normochest, Barellchest, Pigeonchest atau
Punelchest). Pola nafas: Normalnya = 12-24 x/ menit, Bradipnea/ nafas
lambat (Abnormal), frekuensinya = < 12 x/menit, Takipnea/ nafas cepat
dan dangkal (Abnormal) frekuensinya = > 24 x/ menit. Cek penggunaan
otot bantu nafas (otot sternokleidomastoideus)  Normalnya tidak terlihat.
Cek Pernafasan cuping hidung  Normalnya tidak ada. Cek penggunaan
alat bantu nafas (Nasal kanul, masker, ventilator).
Palpasi: Vocal premitus (pasien mengatakan 77) Normal (Teraba getaran
di seluruh lapang paru)
Perkusi dada: sonor (normal), hipersonor (abnormal, biasanya pada pasien
PPOK/ Pneumothoraks)
Auskultasi: Suara nafas (Normal: Vesikuler, Bronchovesikuler, Bronchial
dan Trakeal). Suara nafas tambahan (abnormal): wheezing  suara
pernafasan frekuensi tinggi yang terdengar diakhir ekspirasi, disebabkan
penyempitan pada saluran pernafasan distal). Stridor  suara pernafasan
frekuensi tinggi yang terdengar diawal inspirasi. Gargling  suara nafas
seperti berkumur, disebabkan karena adanya muntahan isi lambung.

B2 Penilaian :
B2 (Circulation) Sistem Peredaran Darah
Inspeksi: CRT (Capillary Refill Time) tekniknya dengan cara menekan

20
salah satu jari kuku klien  Normal < 2 detik, Abnormal  > 2 detik.
Adakah sianosis (warna kebiruan) di sekitar bibir klien, cek konjungtiva
klien, apakah konjungtiva klien anemis (pucat) atau tidak  normalnya
konjungtiva berwarna merah muda.
Palpasi: Akral klien - Normalnya Hangat, kering, merah, frekuensi nadi -
Normalnya 60 - 100x/ menit, tekanan darah Normalnya 100/ 80 mmHg –
130/90 mmHg

B3 Penilaian :
B3 (Neurologi) Sistem Persyarafan
Cek tingkat kesadaran klien, untuk menilai tingkat kesadaran dapat
digunakan suatu skala (secara kuantitatif) pengukuran yang disebut dengan
Glasgow Coma Scale (GCS). GCS memungkinkan untuk menilai secara
obyektif respon pasien terhadap lingkungan. Komponen yang dinilai adalah
: Respon terbaik buka mata, respon verbal, dan respon motorik (E-V-M).
Nilai kesadaran pasien adalah jumlah nilai-nilai dari ketiga komponen
tersebut. Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon
seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran (secara
kualitatif) dibedakan menjadi:
a. Compos Mentis (Conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
e. Stupor, yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri
f. Coma, yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap

21
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Pemeriksaan Reflek:
a. Reflek bisep: ketukan jari pemeriksa pada tendon muskulus biceps
brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku.
Respon: fleksi lengan pada sendi siku
b. Reflek patella: ketukan pada tendon patella.
Respon: ekstensi tungkai bawah karena kontraksi muskulus quadriceps
femoris
Nervus 1(Olfaktorius): Tes fungsi penciuman (pasien mampu mencium
bebauan di kedua lubang hidung)
Nervus 2 (Optikus): Tes fungsi penglihatan (pasien mampu membaca
dengan jarak 30 cm (normal)
Nervus 3, Nervus 4, Nervus 6 (Okulomotorius, Trokhlearis, Abdusen):
Pasien mampu melihat ke segala arah (Normal)
Nervus 5 (Trigeminus):
a. Sensorik : pasien mampu merasakan rangsangan di dahi, pipi dan dagu
(normal)
b. Motorik : pasien mampu mengunyah (menggeretakan gigi) dan otot
masseter (normal)
Nervus 7 (Facialis):
a. Sensorik : pasien mampu merasakan rasa makanan (normal)
b. Motorik : pasien mampu tersenyum simetris dan mengerutkan dahi
(normal)
Nervus 8 (Akustikus): Tes fungsi pendengaran (rine dan weber)
Nervus 9 (Glososfaringeus) dan N10 (Vagus): pasien mampu menelan dan
ada refleks muntah (Normal)
Nervus 11 (Aksesorius): pasien mampu mengangkat bahu (normal)
Nervus 12 (Hipoglosus): pasien mampu menggerakan lidah ke segala arah
(normal)

B4 Penilaian :

22
B4 (Bladder) Sistem Perkemihan
Inspeksi: integritas kulit alat kelamin (penis/ vagina)  Normalnya warna
merah muda, tidak ada Fluor Albus/ Leukorea (keputihan patologis pada
perempuan), tidak ada Hidrokel (kantung yang berisi cairan yang
mengelilingi testis yang menyebabkan pembengkakan skrotum.
Palpasi: Tidak ada distensi kandung kemih. Tidak ada distensi kandung
kemih

B5 Penilaian :
B5 (Bowel) Sistem Pencernaan
Inspeksi: bentuk abdomen simetris, tidak ada distensi abdomen, tidak
accites, tidak ada muntah,
Auskultasi: peristaltik usus Normal 10-30x/menit

B6 Penilaian :
B6 (Bone) Sistem Muskuluskeletal dan Integumen
Skala Kekuatan Otot :
0 (0) Kontraksi otot tidak terdeteksi (paralisis sempurna)
1 (10) Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat
2 (25) Gerakan otot penuh melawan gravitasi, dengan topangan
3 (50) Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 (75) Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan
tahanan minimal
5 (100) Kekuatan otot normal, gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan penuh
Inspeksi: warna kulit sawo matang, pergerakan sendi bebas dan kekuatan
otot penuh, tidak ada fraktur, tidak ada lesi
Palpasi: turgor kulit elastis, 3 turgor kulit ( kekenyalan, elastisitas kulit) :
dengan cara dicubit didaerah perut dengan cubitan agak lebar, sekitar 3 cm,
dipertahankan selama 30 detik, kemudian dilepas. Bila kulit kembali
normal dalam waktu kurang 1 detik; turgor baik, bila 2-5 detik ; turgor agak
kurang, bila 5-10 detik; turgor kurang dan bila lebih 10 detik: turgor jelek.

23
Skala Penilaian Pitting Edema
1+ = Pitting ringan, tidak ada distorsi (perubahan) yang terlihat, cepat
menghilang
2+ = Lebih dalam dari 1+, tidak ada distorsi (perubahan) yang langsung
terdeteksi, menghilang dalam 10-15 detik
3+ = Cukup dalam, dapat berlangsung lebih dari 1 menit, ekstremitas yang
terkena tampak lebih lebar dan membengkak
4+ = Sangat dalam, berlangsung 2-5 menit, ektremitas yang terkena telihat
sangat mengalami perubahan.

Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Kadar BUN (normal: 5-25 mg/dL) 2, kreatinin serum (normal:0,5-1,5
mg/dL; 45-132,5 µmol/L[unit SI]) 2, natrium (normal: serum: 135-145
mmol/L; urine: 40-22- mEq/L24 jam), dan kalium (normal: 3,5-5,0
mEq/L; 3-5,0 mmol/L[unit SI]) 2, meningkat.
b. Analisis gas darah arteri menunjukkan penurunan pH arteri (normal: 7,35-
7,45) 2dan kadar bikarbonat (normal: 24-28 mEq/L) 2.
c. Kadar hematokrit (normal: wanita= 36-46%, 0,36-0,46 [unit SI]; pria= 40-
50%, 0,40-0,54 [unit SI]) 2 dan hemoglobin (normal: wanita+ 12-16 g/dL;
pria = 13,5-18 g/dL) 2rendah; masa hidup sel darah merah berkurang.
d. Muncul defek trombositopenia dan trombosit ringan.
e. Sekresi aldosteron meningkat
f. Terjadi hiperglikemia dan hipertrigliseridemia
g. Penurunan kadar high density lipoprotein (HDL) (normal: 29-77 mg/dL).
h. Analisis gas darah (AGD) menunjukkan asidosis metabolik
i. Berat jenis urine (normal:1.0005-1,030) 2tetap pada angka 1,010 Pasien
mengalami proteinuria, glikosuria, dan pada urine ditemukan sedimentasi,
leukosit, sel darah merah, dan Kristal

2.3.2 Diagnosa
2.3.2.1 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas

24
(SDKI D.0005 Hal 26)
2.3.2.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakstabilan ventilasi
(SDKI D.0003 Hal 22)
2.3.2.3 Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
(SDKI D.0008 Hal 34)
2.3.2.4 Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan penyakit ginjal dan
kelenjar (SDKI D.0036 Hal 87)
2.3.2.5 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (SDKI D.0077 Hal.
172)

25
2.3.3 Intervensi
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervesi Keperawatan
1. Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Manajemen Jalan Napas I.01011 hal 186
berhubungan dengan selama ...x... jam diharapkan pola napas tidak Observasi :
hambatan upaya napas efektif teratasi dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
(SDKI D.0005 Hal 26) SLKI Pola Napas L.01004 hal 95 usaha napas)
1. Dispnea menurun (5) 2. Monitor bunyi napas (mis. gurgling, mengi,
2. Penggunaan otot bantu napas menurun (5) wheezing, ronkhi kering)
3. Pemanjangan fase ekspirasi menurun (5) Terapeutik :
4. Frekuensi napas membaik (5) 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
5. Kedalaman napas membaik (5) head-tilt dan chin-lift
2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
1. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu

2. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan respirasi


berhubungan dengan selama ...x... jam diharapkan gangguan Observasi :
ketidakstabilan ventilasi pertukaran gas teratasi dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola napas monitor saturasi oksigen
(SDKI D.0003 Hal 22) 1. Tingkat kesadaran meningkat (5) 2. Monitor frekuensi irama dan upaya napas
2. Bunyi napas tambahan menurun (5) 3. Monitor adanya sumbatan jalan napas
3. Gelisa menurun (5)

26
Terapeutik :
4. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
Edukasi :
5. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
6. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Kolaborasi
7. Kolaborasi penentuan dosis oksigen

3. Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Perawatan Jantung I.02075 hal 317
berhubungan dengan selama ...x... jam diharapkan penurunan curah Observasi :
perubahan irama jantung jantung teratasi dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi tanda gejala primer penurunan
(SDKI D.0008 Hal 34) SLKI Curah Jantung L.02008 hal 20 curah jantung (dispnea, kelelahan, edema,
1. Kekuatan nadi perifer meningkat (5) peningkatan CVP, ortopnea)
2. Ejection fraction (EF) meningkat (5) 2. Identifikasi tanda gejala sekunder penurunan
3. Palpitas menurun (5) curah jantung (peningkatan BB, distensi vena
4. Bradikardia menurun (5) jugularis, palpitasi, ronkhi basah, batuk, kulit
5. Takikardia menurun (5) pucat dll)
6. Gambaran EKG aritmia menurun (5) Terapeutik :
7. Lelah menurun (5) 1. Monitor tekanan darah
8. Edema menurun (5) 2. Catat Bunyi jantung
9. Distensi vena jugularis menurun (5) 3. Monitor saturasi oksigen
10. Dispnea menurun (5) 4. Monitor EKG 12 Sadapan
11. Sianosis menurun (5) 5. Monitor aritmia
12. Suara jantung S3 menurun (5) 6. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
13. Suara jantung S4 menurun (5) sebelum dan sesudah aktivitas dan sebelum
14. Tekanan darah membaik (5) pemberian obat

27
7. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler
dengan kaki kebawah atau posisi nyaman
8. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
stres, jika perlu
9. Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi :
1. Anjurkan aktivitas fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian aritmia atau vasodilator,
jika perlu

4. Resiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1x7 jam diharapkan SIKI Manajemen Cairan I.03098 Hal 159
cairan berhubungan dengan keseimbangan cairan meningkat Observasi
penyakit ginjal dan kelenjar SLKI Keseimbangan Cairan L.03020 Hal 41 1. Monitor status hidrasi
(SDKI D.0036 Hal 87) Kriteria hasil : 2. Monitor berat
1. Asupan cairan meningkat (5) 3. Monitor berat badan sebelum dan sesudah
2. Haluaran urin meningkat (5) dialisis
3. Edema menurun (5) 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
4. Asites menurun (5) 5. Monitor status dinamik
Terapeutik
1. Catat intake output dan hitung balance cairan
2. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
3. Berikan cairan intravena jika perlu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian deuretik, jika perlu

28
5. Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri (SIKI I.08238 Hal.201)
dengan agen pencedera diharapkan nyeri akut berkurang dengan kriteria Observasi :
fisik (SDKI D.0077 Hal. hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
172) SLKI (L.08066 hal 145) frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
1. Kemampuan menutaskan aktivitas 2. Identifikasi skala nyeri
meningkat (5) 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
2. Keluhan nyeri menurun (5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
3. Meringis menurun (5) memperingan nyeri
4. Gelisah menurun (5) 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
5. Kesulitan tidur menurun (5) tentang nyeri
6. Nafsu makan membaik (5) 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
7. Pola tidur membaik (5) nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
9. Monitor efek samping yang sudah diberikan
penggunaan analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam

29
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara
mandiri
5. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
6. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
7. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

30
2.3.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan,
dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997, dalam
Haryanto, 2017). Jadi, implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian
perilaku perawat yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim
kesehatan lain untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan
perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan
mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi
suatu masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan telah
tercapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperwatan tetapi
tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data yang telah
dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang observasi. Diagnosis juga perlu
dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan
pada tahap intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat
dicapai secara efektif. (Nursalam, 2018).

31
DAFTAR PUSTAKA
Andi Eka Pranata, Eko Prabowo, S.Kep,M.Kes. (2018). Asuhan Keperawatan
Sistem Perkemihan Edisi 1 Buku Ajar, Nuha Medika : Yogyakarta.
Angraini, F., & Putri, A. F. (2018). Pemantauan Intake Output Cairan Pada
Pasien Gagal Ginjal Kronik Dapat Mencegah Overload Cairan. 19(3),
152–160.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2017. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing
Suwitra, K., 2018. Penyakit Ginjal Kronik. In: S. Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing, pp. 2159-65.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

32

Anda mungkin juga menyukai