Anda di halaman 1dari 4

NAMA : WINSTON EFRIM SITUMORANG

KELAS : 1-B
NPM : 230510075
MATA KULIAH : KEBUDAYAAN DAN MANUSIA
DOSEN PENGAMPU : DR. YUSTINUS SELAMET

Kemampuan Adaptasi Formandi dalam menghadapi Dinamika Pembinaan Calon


Imam di Seminari Tinggi St. Petrus dan Kampus Filsafat UNIKA
Pendahuluan
Manusia pada dasarnya selalu berusaha berubah dengan keadaan di sekitarnya. Hal ini
terjadi karena jika dia tidak berusaha untuk beradaptasi maka keberadaannya di tempat
dimana situasi itu terjadi akan terancam. Maka sebagai seorang formandi tentu akan
mengalami hal yang sama dalam menjalani proses pembinaan. Jika seorang formandi tidak
memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi baru maka keberadaannya di tempat
pembinaan akan terancam. Formandi yang sedang berada dalam proses pembinaan harus
mengalami penyesuaian dengan situasi dia berada. Hal ini terjadi jika seorang formandi
mengalami perpindahan dari tempat asalnya ke tempat ataupun situasi baru. Inti dari proses
adaptasi adalah menciptakan rasa nyaman. Rasa nyaman yang telah didapatkan akan
membuat kita mampu bertahan dalam situasi baru. Maka kemampuan-kemampuan adaptasi
ditujukan terutama untuk mencapai suatu kenyamanan di tempat baru itu.
Isi
Kehidupan di Seminari Tinggi St. Petrus
Usaha yang dimiliki oleh seorang formandi dalam menghadapi situasi baru akan
menciptakan berbagai hal baru yang memampukannya cepat beradaptasi dengan situasi
tersebut. Penulis sebagai seorang formandi mengalami berbagai hal baru untuk dijalani. Hal
pertama yang harus dimiliki seseorang dalam proses adaptasi adalah penerimaan dan
kesadaran akan tujuan berada di tempat yang baru itu. Penulis mengalami bahwa menerima
diri berada di tempat baru itu adalah hal yang penting. Artinya sejak awal memang ada niat
yang tulus dari hati untuk masuk ke sana dan mengetahui segala konsekuensi yang akan
diterima di dalamnya.
Kemampuan penulis dalam proses adaptasi dalam rumah bina baru (Seminari) adalah
perihal bekerja. Penulis mengalami bahwa proses dan bentuk pekerjaan antara tempat penulis
sebelumnya dengan tempat bina yang baru tidak terlalu signifikan perbedaannya. Misalnya
bekerja di kebun, bekerja bagian ternak, dan pekerjaan-pekerjaan berat lainnya dapat penulis
lakukan dengan baik tanpa adanya beban. Hal ini terjadi karena penulis memang sudah
terbiasa dengan hal itu di tempat penulis sebelumnya, sehingga itu menjadi suatu hal yang
biasa bagi penulis. Mampu mempelajari sistem pekerjaan di tempat yang baru sangat
membantu kita untuk cepat beradaptasi. Ketika individu lain melihat kita memiliki
kemampuan dalam suatu pekerjaan, maka mereka merasa bahwa keberadaan kita memiliki
arti. Situasi ini tentu akan membuat kita juga mampu cepat merasa diterima di Seminari.
Yang kedua adalah perihal aturan. Dalam mengikuti suatu aturan, penulis tidak
merasakan adaptasi yang cukup sulit. Meskipun terdapat perbedaan yang signifikan antara
aturan sebelumnya dengan situasi yang baru ini, tetapi penulis merasakan bahwa diri penulis
mudah untuk mengikuti segala aturan yang ada. Penulis merasakan bahwa diri penulis mudah
untuk diatur, dengan kesadaran bahwa aturan itu memang berfungsi untuk mengatur hidup,
sehingga hidup berjalan dengan baik. Aturan sesungguhnya akan membantu formandi untuk
cepat beradaptasi. Seorang formandi sering mengalami kesulitan mengikuti ritme hidup di
tempat yang baru khususnya Seminari karena masih terikat dengan aturan sebelumnya.
Padahal jika sejak awal diusahakan untuk mengikuti aturan maka diri sendiri akan terbiasa
dengan aturan yang baru itu. Hidup yang teratur sesuai aturan di mana formandi tinggal akan
menciptakan rasa nyaman. Seorang yang tinggal dalam rumah pembinaan harus menyadari
bahwa ada juga tuntutan dari Seminari yang harus dilakukan demi keteraturan formandi
sendiri. Maka dalam proses adaptasi di tempat pembinaan yang baru, seorang individu tidak
boleh berpatok hanya pada diri sendiri. Jika demikian, maka proses adaptasi akan terasa
sangat sulit.
Interaksi dengan individu-individu yang baru merupakan kemampuan lainnya yang
penulis temukan. Penulis mengalami bahwa hubungan yang cocok dan nyaman mudah
penulis bangun dengan orang-orang baru. Tidak hanya dengan orang baru yang se-suku tetapi
dengan suku yang berbeda penulis tidak mengalami kesulitan. Meskipun terdapat perbedaan
yang cukup mencolok tetapi itu tidak menjadi suatu halangan yang besar bagi penulis dalam
proses adaptasi. Situasi yang baru cukup memaksa penulis untuk langsung membangun
interaksi dengan individu lain. Menurut penulis hal inilah yang pertama harus dibangun
sehingga proses adaptasi lainnya akan lebih mudah. Interaksi yang pertama ialah interaksi
kita dengan individu yang sudah lebih dulu berada di tempat baru itu. Dengan membangun
hubungan dengan mereka secara cepat, maka penulis akan memperoleh sedikitnya
pengetahuan tentang proses hidup di tempat itu. Interaksi berikutnya adalah dengan individu
yang sama-sama baru memasuki tempat baru itu. Dengan itu, kita akan berjalan bersama,
beradaptasi bersama dengan saling memberi saran, semangat, dan nasihat. Hubungan yang
baik dengan individu-individu ditempat kita berada akan menciptakan rasa nyaman dan rasa
sepenanggungan.
Kemampuan lain yang penulis alami dalam proses adaptasi dengan situasi baru adalah
komunikasi yang baik. Jika di tempat sebelumnya penulis mengalami itu tidak penting tetapi
dalam situasi baru ini komunikasi adalah hal yang penting untuk membuat kita semakin cepat
beradaptasi. Komunikasi diperlukan untuk membangun interaksi atau hubungan dengan
individu lain. Komunikasi yang baik akan menciptakan hubungan yang baik sehingga penulis
mencapai rasa nyaman sebagai tujuan dari adaptasi. Misalnya ketika di rumah keluarga ketika
penulis hendak memakai barang anggota keluarga lainnya, penulis tidak perlu meminta izin.
Namun, dalam situasi baru di rumah pembinaan, penulis harus meminta izin. Tentu ini
memerlukan komunikasi yang baik. Hal-hal kecil seperti ini adalah sikap yang penulis
rasakan sebagai suatu cara untuk membuat individu lain respek dengan keberadaan kita.
Ketika semakin banyak orang menghargai keberadaan kita dalam suatu situasi hidup, maka
kita juga akan mencapai kenyamanan dalam situasi itu.
Mental juga diperlukan dalam proses adaptasi dengan situasi baru. Penulis melihat
bahwa karakter individu di seminari sangat berbeda dengan karakter individu di luar. Istilah
senioritas dalam kehidupan seminari dapat dikatakan masih mencolok dibandingkan dengan
kehidupan di luar. Maka dalam beradaptasi dengan situasi baru ini, penulis membutuhkan
mental yang kuat. Mental itu digunakan untuk memampukan penulis menolak sesuatu yang
bisa ditolak dan menerima sesuatu yang memang harus diterima. Penulis merasakan bahwa
ketika individu jatuh pada situasi dimana dirinya selalu menerima sesuatu atas dasar takut,
maka yang timbul adalah ketidaknyamanan. Situasi yang demikian tidak dapat dipungkiri
dapat mengancam keberadaan nya di tempat baru itu. Oleh karena itu, diperlukan mental
yang kuat dalam menghadapi situasi yang masih menganut sistem senioritas. Mungkin ini
adalah hal yang sulit, karena individu sering terbebani oleh pandangan sikap hormat dan tidak
hormat. Namun, harus diusahakan bahwa penolakan yang kita lakukan adalah logis untuk
ditolak sehingga tidak jatuh dalam sikap hormat atau tidak hormat dengan senior. Maka
dalam hal inilah harus ada kekuatan mental untuk selalu mempertanyakan apa yang
diperintahkan kepada penulis.
Kunci dari keseluruhan adaptasi adalah sikap sabar. Penulis merasa bahwa kesabaran
adalah salah satu kemampuan yang dibutuhkan sehingga kemampuan-kemampuan adaptasi
lainnya dapat juga berkembang. Proses adaptasi tidaklah proses yang dapat dilalui dengan
instan. Sebagaimana proses pada umumnya yaitu membutuhkan waktu. Setiap individu
memiliki waktu berproses yang berbeda-beda dalam berbagai aspek yang telah di jelaskan.
Penulis mengalami bahwa dalam proses adaptasi ada tantangan-tantangan tertentu. Oleh
karena itu, dibutuhkan kesabaran untuk menjalani setiap proses adaptasi baik dalam hal
membangun komunikasi, membangun interaksi, menyesuaikan gaya kerja, dan membangun
mental yang kuat. Dengan demikian adaptasi di tempat yang baru dapat dijalani dengan baik,
sehingga formandi dapat mengalami kenyamanan. Kenyamanan yang dirasakan penulis
menjadi kekuatan untuk mempertahankan eksistensi di tempat pembinaan (Seminari).
Kehidupan di Kampus Fakultas Filsafat UNIKA
Penulis mengalami hal yang sangat baru dengan kehidupan studi di kampus. Sistem
pembelajaran atau proses pembelajaran bagi penulis adalah hal yang sangat baru. Di kampus
Fakultas Filsafat UNIKA, dalam proses belajar penulis dituntut untuk aktif dalam proses
perkuliahan. Padahal di tempat sebelumnya penulis tidak memiliki kemampuan untuk belajar
dengan aktif di kelas, karena pembelajaran di SMA tidak terlalu menuntut demikian. Maka
perihal belajar aktif menjadi hal yang pertama harus diperhatikan oleh penulis. Belajar aktif
di kelas dapat ditempuh dengan melatih mental untuk berbicara. Mental dapat ditingkatkan
dengan melakukan latihan-latihan berbicara di rumah dengan diri sendiri. Kemudian penulis
mengalami bahwa dengan membaca banyak buku, mahasiswa akan memiliki hal yang akan
dibicarakan. Secara tidak langsung hal ini akan membangun percaya diri, karena telah
memiliki modal untuk berbicara.
Hal berikutnya adalah membangun komunikasi dengan baik dengan teman. Penulis
merasakan bahwa hal ini memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membangun
kepercayaan diri dan mental. Ketika seorang mahasiswa mencoba berkenalan dengan
mahasiswa baru lainnya, maka secara otomatis keberadaan mahasiswa juga akan diterima.
Artinya ketika mereka mengenal kita, maka keberadaan kita diketahui. Dengan demikian, kita
pun akan semakin merasa nyaman berada di kampus itu. Rasa nyaman yang diperoleh juga
secara otomatis menciptakan rasa percaya diri dan mental yang kuat. Komunikasi dengan
kakak kelas juga harus dibangun sebaik mungkin. Penulis mengalami bahwa merekalah
sumber informasi untuk mengetahui situasi kampus secara umum. Maka dalam hal ini rasa
gengsi atau malu harus disingkirkan. Kakak kelas menjadi tempat untuk bertanya hal-hal
yang berhubungan dengan kampus ataupun perkuliahan. Misalnya perihal tugas, tradisi
kampus, dan lain-lain. Hal-hal ini sangat membantu penulis dalam menjalani ritme kehidupan
yang ada di kampus.
Pengaturan waktu yang baik membantu mahasiswa dalam proses adaptasi dengan
kehidupan kampus Fakultas Filsafat UNIKA. Penulis mengalami bahwa ada dua tuntutan
yaitu dari Kampus dan dari rumah pembinaan (Seminari). Penulis harus menyesuaikan diri
dengan jadwal kampus dan jadwal rumah. Maka dalam hal ini, penulis harus membuat jadwal
yang teratur agar kedua jadwal itu dapat disesuaikan dengan baik. Alasan lainnya adalah
situasi kampus juga memberikan tugas-tugas. Maka penulis harus membagi waktu dalam
mengerjakan tugas kampus dan tugas dari Seminari.
Penutup
Secara umum usaha yang dilakukan dalam adaptasi di tempat baru, baik di rumah
pembinaan ataupun di kampus adalah untuk menjaga eksistensi. Artinya bagaimana penulis
cara penulis untuk membuat dirinya bertahan di tempat yang baru itu. Maka dalam hal ini,
usaha itu dilakukan untuk memperoleh kenyamanan. Rasa nyaman tentu akan membuat
penulis bertahan dengan situasi di rumah pembinaan maupun kampus. Maka dalam proses
adaptasi harus disadari bahwa segala usaha yang dibuat harus tertuju untuk menciptakan rasa
nyaman di tempat yang baru.

Anda mungkin juga menyukai