Anda di halaman 1dari 15

ETIKA KEPEMIMPINAN 3.

5 etika kepemimpinan
Melayu Riau
4.5 Menyajikan tentang analisis
MELAYU etika kepemimpinan Melayu
Riau dalam Tunjuk Ajar Melayu
A. Pengertian
Etika adalah ilmu yang menuntun seseorang untuk mengetahui tentang hal yang buruk,
hak, dan kewajiban moral (akhlak). Sedangkan pemimpin adalah orang yang memimpin,
berasal dari kata pimpin yang berarti bimbing atau tuntun. Kepemimpinan bermakna perihal
pemimpin atau cara memimpin. Dalam pengertian umum, kepemimpinan adalah suatu
proses ketika seseorang memimpin (direct), membimbing (guide), memengaruhi (influence)
atau mengontrol (control) pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain. Ilmu diperlukan
sebagai bekal untuk memimpin, sedangkan seni di perlukan untuk menerapkan ilmu
tersebut sehingga pemimpin dapat berjalan dalam nuansa yang sejuk dan simpatik.
Raja Ali Haji dalam karyanya “Tsamarat al-Muhimmah” (1858) menjelaskan,
kepemimpinan merupakan konsep tritunggal Melayu-Islam: khalifah-sultan-imam. Makna
simbolik ‘khalifah’ adalah kewajiban mendirikan agama berdasarkan Alquran, sunah nabi,
dan ijmak. Pemimpin sebagai ‘sultan’ bermakna kewajiban menegakkan hokum secara adil
berdasarkan pedoman Allah dan rasul-Nya. Dalam kandungan makna ‘imam’, pemimpin
harus ada paling depan di dalam situasi apapun, sehingga menjadi ikutan semua orang di
bawah kepemimpinannya. Dengan demikian, siapapun yang mengindahkan dan
menerapkan ketiga syarat kepemimpinan, maka akan mendapat hidayah dan inayah Allah
dalam kepemimpinannya.
Seorang pemimpin tidak boleh mengajukan diri untuk menjadi memimpin. Ia harus
ditunjuk dan dipilih oleh masyarakat yang akan dipimpinnya. Pada saat menjadi pemimpin,
ia juga tidak boleh meminta diagungkan ataupun dipuja. Dalam pepatah Melayu, seseorang
pemimpin hanya didahulukan selangkah, ditinggikan seranting, dan dilebihkan sebenang.
Pemimpin dalam Melayu berkedudukan sebagai pelayan (khadam). Pemimpin dituntut
lebih banyak berbuat untuk khalayak atau tidak mementingkan kesenangan diri sendiri.
Meskipun sebagai pelayan, sesungguhnya pemimpin ditempatkan pada tempat yang mulia.
Kemuliaan akan di peroleh bagi pemimpin yang telah berlaku adil dalam memimpin
masyarakatnya.
Dalam ungkapan berikut menggambarkan kedudukan pemimpin dalam budaya Melayu
adalah suatu kemuliaan :
didahulukan selangkah
dilebihkan sehari

dilebarkan setapak tangan


ditinggikan seranting
dilebihkan sebenang
Ungkapan tersebut bermakna suatu keharusan seseorang dalam mentaati pemimpin.
Karenanya, pemimpin harus pula menunjukkan ketaatan atau kepatuhannya pada segala
hal yang diatur dalam hokum. Hal itu akan mendidik orang-orang yang dipimpin untuk
menghormati, mentaati, dan mematuhi sepanjang pemimpin tersebut menjalankan
kewajibannya dengan baik dan benar. Bila seseorang yang dipimpin tidak taat pada
pemimpin yang benar, kepadany dikatakan sebagai pendurhaka.
Dalam tunjuk ajar Melayu, setiap individu harus mampu menjadikan dirinya sebagai
pemimpin atau orang “yang dituakan”. Sekurang-kurangnya menjadi pemimpin dalam
rumah tangga atau keluarganya. Sebagai pemimpin, ia mesti memberikan tunjuk ajar
kepada yang dipimpinnya sebagai bentuk tanggung jawabnya. Dalam memberikan tunjuk
ajar, seorang pemimpin harus memperlihatkan sikap dan perilaku terpuji sesuai dengan
kedudukan dan kandungan isi tunjuk ajar yang akan diajarkannya.

B. Etika Kepemimpinan
Penentuan seseorang menjadi pemimpin dalam Melayu selalu dikaitkan dengan
ketentuan yang diajarkan dalam Islam. Etika kepemimpinan sebagai bagian inti dalam
suatu kepemimpinan. Seseorang pemimpin yang melanggar etika, maka penghormatan
orang-orang yang dipimpinnya akan berkurang. Pemimpin dianggap sebagai model dalam
mempraktikkan etika yang baik. Dalam ungkapan tunjuk ajar Melayu dikatakan :
menjadi pemimpin hidup sempurna
lahir dan batik sama setara
di dunia elok di akhirat mulia
di situlah tegak tuah dan marwah

Tersebab pertimbangan etika, maka dalam memilih pemimpin harus didasari pada keahlian
seseorang yang sesuai dengan bidang yang dipimpinnya. Misalnya, pemilihan pemimpin dalam mendoa
tentulah diamanahkan kepada alim, ustaz, guru agama, dan lain sebagainya. Tidak akan mungkin
upacara mendoa berjalan dengan baik jika dilakukan oleh orang yang bukan ahlinya.
Konsep dasar etika pemimpin dalam budaya Melayu secara umum dapat dibedakan menjadi empat
persoalan. Kaitan mendasar pemimpin Melayu berkenaan dengan soalan martabat atau tingkat harkat
kemanusiaan. Keempat konsep tersebut yakni, sadar akan martabat diri, mengetahui martabat
memimpin, menjaga martabat orang lain, dan mempertahankan martabat wilayah.

1. Martabat Diri
Martabat diri dalam kebudayaan Melayu berkenaan dengan kepatuhan seseorang pada hokum-
hokum yang berlaku. Hukum yang berlaku dalam kebudayaan Melayu Riau dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yakni ketaatan dalam hokum Allah (Islam), ketaatan pada adat dan kebudayaan, serta
ketaatan pada hokum manusia (undang-undang kerajaan atau Negara). Ketaatan menjadi dasar
kepribadian .
Bila seseorang pemimpin tiada ketaatan, maka ia dikatakan tiada beretika. Pemimpin
demikian tidak boleh diikut dan dicontoh. Tunjuk Ajar Melayu memberitahukan bahwa
ketaatan dan ketakwaan adalah bentuk tahu akan diri :
menjadi pemimpin teguh beriman
memohon petunjuk kepada Tuhan
menjadi pemimpin taat dan takwa
tahu dirinya seorang hamba

Martabat diri bagi orang Melayu bukan hanya menyangkut diri sendiri, tetapi juga
menyangkut keluarga dan kerabat. Bila perbuatan yang tidak sesuai dengan adab
kebudayaan Melayu dilakukan seorang anak akan menyebabkan rusaknya martabat orang
tua. Bila seorang pemimpin memiliki anak atau istri yang melakukan perbuatan tidak
beretika maka pemimpin tersebut dengan sendirinya dianggap tidak dapat menjaga
martabat dirinya.
Kehilangan martabat diri dinilai sebagai kehinaan atau mendapat malu dalam hidup
seorang manusia. Biasanya, pemimpin yang sadar bahwa martabat dirinya elah hilang, ia
akan meminta untuk diganti. Untuk itu, orang Melayu diharuskan mampu menghindaru malu
dengan cara menjaga martabat dirinya.
2. Mengetahui Martabat Memimpin
Pengetahuan dalam hal sebagai memimpin tidaklah dapat diperoleh sebelum mampu
menjaga martabat diri. Bila seseorang menjadi pemimpin, kata-katanya akan dipegang dan
tingkah lakunya teladan orang. Maka pengetahuan tentang seseorang pemimpin akan
diperoleh apabila ia telah mampu menjaga martabat dirinya sendiri.
Pengetahuan tentang martabat pemimpin, berkenaan dengan knowledge seseorang dalam
memahami hakikat kepemimpinan. Bila menjadi pemimpin, seseorang harus mampu menjadi
penyalur aspirasi orang-orang yang di pimpinnya, menjadi pancang kemaslahatan, dan mampu
meruntuhkan kebatilan. Oleh sebab itu, martabat pemimpin sering dikaitkan dengan
kemampuannya dalam memimpin. Bila seorang pemimpin tidak mampu melaksanakan dan
menyelesaikan berbagai soalan kehidupan bermasyarakat secara arif dan bijak, maka pada
kondisi itu ia dikatakan tiada bermartabat menjadi seorang pemimpin.
3. Menjaga Martabat Orang Lain
Pemimpin adalah orang yang mampu menjaga martabat orang lain. Sebut saja dalam
kasus kejahatan yang dilakukan seseorang misalnya, penyelesaian yang dilakukan pemimpin
harus mampu menjaga nama baik orang yang melakukan kesalahan tersebut. Tidak
merendahkan dan menghukum melebihi kesalahan yang di lakukannya. Pemimpin yang bijak
mesti mendahulukan nasihat daripada menyalahkan. Tunjuk Ajar Melayu memberitahukan
bahwa pemimpin sebagai orang yang mampu melindungi orang-orang yang di pimpinnya:
menjaga pemimpin hendaklah penyantun
yang muda dibimbing, yang tua dituntun
Kepada pemimpin diharapkan mampu membimbing, melindungi, menjaga, dan menuntun
masyarakat. Bimbingan tidak hanya untuk kepentingan hidup duniawi, tetapi juga mencakup
kepentingan untuk ukhrawi. Pemimpin demikian tentunya akan melahirkan kesejahteraan
lahiriah serta batiniah bagi orang-orang yang dipimpin dan bangsa-bangsa lain yang ada
dalam negeri yang ia pimpin.

4. Mempertahankan Martabat Wilayah


Bila kampung tidak memiliki hutan, maka dapat dikatakan bahwa kampung tersebut
kehilangan marwah. Kepemimpinan Melayu wajib mempertahankan martabat wilayah,
termasuk hutan, sungai atau laut, tanah, dan lain sebagainya. Dalam ungkapan tunjuk ajar
Melayu dikatakan bahwa pemimpin yang sejati adalah pemimpin yang mampu
mempertahankan marwah negeri :
kalau hendah tahu pemimpin sejati
tengoklah ia memimpin negeri
C. Syarat Menjadi Pemimpin
Syarat menjadi pemimpin dalam budaya Melayu merujuk pada syarat menjadi pemimpin dalam Islam. Dalam
ungkapan tunjuk ajar Melayu, memilih pemimpin mesti karena tabliq, fathanah, amanah, dan shidiqnya seseorang.
Keempat syarat tersebut dituangkan dalam tunjuk ajar Melayu, sebagai berikut :
Kalau hendak memilih pemimpin :
Pilihlah karena budinya
Pilihlah karena lakunya
Pilihlah karena budi bahasanya
Pilihlah karena adilnya
Pilihlah karena benarnya
Pilihlah karena taat setianya
Pilihlah karena petuah amanahnya
Pilihlah karena tenggang rasanya
Pilihlah karena tegur sapanya
Pilihlah karena ikhlas hatinya
Pilihlah karena mulia ilmunya
Pilihlah karena tanggung jawabnya
Pilihlah karena iman takwanya
Pilihlah karena lapang dadanya
Pilihlah karena bijak akalnya
Pilihlah karena sifat tuanya
Pilih karena cerdas rajinnya
1. Shidiq
Sifat shidiq tergambar dalam kepribadian seseorang yakni pada perilaku, perkataan,
perbuatan, dan tindakannya dapat dipercaya. Sikap jujur dianggap sebagai suatu keberanian
mengakui kebenaran apa adanya. Maka, seorang pemimpin Melayu harus diharuskan
memiliki sifat shidiq agar suara kebaikan tetap lantang terdengar dalam hidup dan kehidupan
orang Melayu secara menyeluruh.
Pada dasarnya kejujuran merupakan fondasi yang kokoh dan mendasari iman seseorang
tetap terjaga. Jika dari hal yang kecil saja ia sudah terlatih untuk jujur maka untuk urusan
yang lebih besar ia pun akan takut berbuat curang. Ketakutan pada Allah sebagai dasar akan
membuat seseorang pemimpin menjadi berani melakukan seseuatu yang benar demi
mendapatkan rida Allah. Dengan demikian kesejahteraan rakyat yang dipimpin akan terus
meningkat. Dari keberanian itu pula akan menghasilkan kepemimpinan yang berwibawa,
berintegritas, dan ditaati oleh orang yang dipimpinnya.

2. Amanah
Hakikat amanah yaitu menjaga dan menjalankan kewajibannya. Sifat amanah, taat, setia,
teguh pendirian, dan terpercaya amat dihormati orang Melayu, orang tua-tua Melayu
mengatakan, bahwa sifat amanah mencerminkan iman dan takwa, menunjukkan sikap
terpercaya, menunjukkan tahu tanggung jawab, jujur dan setia. Oleh karenanya, setiap
anggota masyarakat dituntut memiliki sifat-sifat tersebut, supaya hidupnya beroleh berkah
dan sejahtera.
Dalam ungkapan dikatakan :
orang amanah membawa tuah
orang amanah membawa rahmat
orang amanah dikasihi Allah

siapa hidup memegang amanah


dunia akhirat beroleh berkah

siapa hidup memegang amanah


kemana pergi tidakkan susah

Sebaliknya, orang yang tidak amanah dianggap ingkar, tak dapat dipercaya, dan tidak bertanggung
jawab. Orang ini tidak mendapat temoat yang layak dan dijauhi masyarakat. Dalam ungkapan
dikatakan :
siapa tidak memegang amanah
tanda dirinya tidak semenggah

siapa hidup tidak amanah


hidup celaka mati menyalah
Dalam tunjuk ajar Melayu, petuah tentang amanah amat banyak. Mengutamakan amanah
dalam setiap soalan kehidupan adalah penanda kemelayuan. Melanggar amanah dianggap
sebagai merusak kemelayuan sendiri. Padanya dianggap sebagai seorang yang tiada boleh
dikatakan sebagai Melayu.

3. Fathanah, Cerdas atau Berilmu


Fathanah dapat diartikan secara umum sebagai cerdas atau kecerdikan dan kebijaksanaan.
Sifat kecerdasan yang dimiliki oleh semua manusia berkaitan dengan pemikiran dan
pengalaman (pendidikan). Maka, kepada pemimpin, diharapkan memiliki kecerdasan dan
memiliki ilmu yang luas. Dengan kecerdasan tersebut, pemimpin diharapkan mampu
menyelesaikan soalan social kemanusiaan secara arif. Kebijakan yang dibuat berdasarkan
pengetahuan tentu jauh lebih baik dibandingkan dengan kebijakan tanpa pengetahuan.
Pemimpin mesti memiliki akal yang panjang dalam menyelesaikan soalan yang dihadapi.
Penyelesaian yang dilakukan didasari dengan keadilan dan tidak tergantung pada orang lain.
Pemimpin cerdik terbentuk secara alami melalui perjalan hidup seseorang, sehingga mampu
menumbuhkan rasa kemandirian dan kecermatan dalam memimpin.
4. Tabliq
Pemimpin adil akan menciptakan rasa nyaman dan aman dalam kehidupan bermasyarakat. Perlakuan
pemimpin yang mengutamakan keadilan dalam setiap persoalan kehidupan menjadi tiang tonggak
keutuhan bermasyarakat. Sifat tabliq juga memiliki arti komunikatif. Seseorang yang memiliki sifat tabliq
akan menyampaikan dengan benar dengan tuturan yang tepat.
Keadilan wujud jika pemimpin bersikap saling mengayomi antara kam tua serta muda, puak juga
resam, negeri-negeri, dan sebagainya. Dengan demikian, melalui kejujuran tersebut akan mampu
menghilangkan kecemburuan social, meningkatkan kekukuhan masyarakat, serta mendapat banyak
sokongan untuk kebaikan dan keberlangsungan dalam kehidupan bermasyarakat.
Dari keempat syarat menjadi pemimpin diatas, beberapa kategori pemimpin dapat dibedakan menjadi
pemimpin amal (pemimpin yang menjadikan jabatannya sebagai ladang ibadah), pemimpin jantan
(pemimpin yang mempunyai sifat berani), pemimpin jujur (pemimpin yang memiliki keimanan dan
ketakwaan kepada Allah), pemimpin asin (pemimpin yang mengatakan hal sebenarnya tanpa menutup-
nutupi atau berusaha terlihat baik), pemimpin asuh (pemimpin yang menjalankan amanah dengan
sebaik-baiknya, rela berkorban, dan arif dalam bertindak), pemimpin cerdik (pemimpin yang panjang
akalnya dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi pada saat menjadi pemimpin), pemimpin lurus
(pemimpin yang mampu melindungi negerinya dari berbagai macam permasalahan). Pemimpin sabar
(pemimpin yang sabar dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat), pemimpin abdi
(pemimpin yang menjalankan asas manfaat). Dan pemimpin acu (pemimpin yang selalu menyampaikan
segala hal dengan mengacu pada perintah agama). Keseluruhan kategori pemimpin tersebut akan di
peroleh apabila ke empat syarat tersebut dapat dipenuhi.
D. Syarat Mengganti Pemimpin
Dalam kepemimpinan Melayu, pergantian pemimpin tidak diatur sesuai periode yang kita kenal
dianut system pemerintahan formal saat ini. Masa jabatan ditentukan berdasarkan kesanggupan fisik,
kepatutan, tiada melanggar hukum, sehat rohani, serta umur. Ketentuan mengganti pemimpin
(dikarenakan sakit menahun) tidak dilakukan secara sepihak tanpa sepengetahuan orang yang akan
diganti. Sebab, pergantian sebagai kepentingan bersama dan untuk membangun adab manusia.
Berikut syarat mengganti pemimpin dalam adab Melayu:
1. Idap menahun yang di derita seseorang yang tengah memimpin. Idap yang dimaksud adalah idap
sakit jasmani atau rohani. Biasanya jika seorang pemimpin telah mengidap sakit dan tiada hilang
kesadaran, ia akan meminta untuk digantikan. Misalnya, seorang datuk (mamak/engku/paman)
yang sakit akan meminta digantikan oleh kemenakannya yang dipercayai mampu memimpin
puak atau kaumnya.
2. Pemimpin yang melanggar kepatutan atau tidak taat pada hokum yang disepakati bersama.
Perilaku melanggar kepatutan dikatakan dalam ungkapan pemimpin tiada boleh terpijak arang.
Pemaknaan arang bagi orang Melayu adalah benda yang tiada akan berubah warna jika dibasuh
dengan air limau dan air mawar sekalipun. Maka ungkapan pemimpin tiada boleh terpijak arang
dapat dimaknai seorang pemimpin yang telah berbuat malu. Perbuatan malu tersebut bukam
hanya dilakukan seorang pemimpin saja, tetapi juga berkenaan dengan anak dan istrinya.
3. Seorang pemimpin yang menghilang tiada tahu alamnya. Kepergian tiada meninggalkan
kabar. Bagaikan batu jatuh ke lubuk yang dalam dan hilang. Ketiadaan pemimpin tentulah
menjadikan oran yang di pimpin tak tahu arah. Pemimpin tiada boleh terpijak ke lapik orang.
Maksud ungkapan ini berkenaan dengan hakikat kepemimpinan. Seseorang yang berlaku
merugikan orang lain atau merampas hak orang lain tiada boleh dipatuhi sebagai pemimpin.
Pemimpin demikian dianggap tidak patut dan kehilangan wibawa.
4. Ukur sudah janjipun sampai maka pemimpin dapat diganti sesuai ketentuan. Takdir seorang
manusia berpulang ke rahmatullah itu pasti adanya. Tiada kemampuan manusia dalam
menolak kematian

Anda mungkin juga menyukai