Anda di halaman 1dari 22

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bidang Studi PAI: Implementasi....

105

KURIKULUM TINGKAT SATUAN


PENDIDIKAN BIDANG STUDI PAI
Implementasi dan Problematikanya pada
SMA dan MA di Kota Langsa
Legiman
STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa Aceh
Email: legiman@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini membahas Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan bidang studi PAI
implementasi dan problematikanya pada SMA dan MA di Kota Langsa. Masalah yang akan
dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana problematikan implementasi KTSP di SMA
dan MA di Kota Langsa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa problematikan implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bidang Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA
dan MA di Kota Langsa meliputi problem kompetensi guru PAI, kesenjangan jumlah siswa
di SMA/ MA antara negeri dan swasta, fasilitas media pembelajaran, kondisi perpustakaan
di SMA dan MA, kesejahteraan guru PAI non PNS, dan wali siswa berekonomi lemah dan
latar belakang pendidikan rendah.
Kata Kunci: KTSP, Implementasi, PAI

Abstract
This study discusses about implementing and problem of Education Unit Level Curriculum
(KTSP) subject Islamic Religious Education (PAI) in Senior High School (SMA) and Islamic
Senior High School (MA) in Langsa. Issues that will be answered in this research is problem
and implementation KTSP Senior High School (SMA) and Islamic Senior High School (MA) in
Langsa. The results showed that the implementation problem of KTSP in Religious Education
(PAI) are problem of teacher competence of Islamic Religious Education (PAI), the gap in the
number of students of SMA / MA between public and private school, facilities and infrastructure,
106 Jurnal An Nûr, Vol. VI No. 1 Juni 2014

the condition of school library, welfare of public servent teachers, and non public servent teachers,
economic, and educational background.
Key Word: KTSP, Implementation, PAI

A. Pedahuluan
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. 1 Bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik2 agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional3 sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Keberadaan SMA dan MA di Kota Langsa, hakekatnya telah memberikan
kontribusi dalam mendidik peserta didik usia remaja seputar usia 17 thn s/d
20 tahun yang jumlahnya ribuan. Sebagian besar SMA dan MA berhasil
meluluskan peserta Ujian Nasional (UN) mendekati 100%, dan ada yang
100%. Sebagian besar lulusan meneruskan studi lanjut di Perguruan Tinggi
Negeri atau swasta, di Perguruan Tinggi Islam atau Perguruan Tinggi Umum.
Dalam rangka memenuhi tuntutan perkembangan masyarakat, sain dan
teknologi, satuan pendidikan di SMA/MA Kota Langsa, telah melakukan
perbaikan, penyempurnaan dan implementasi kurikulum dari waktu ke waktu
dengan tujuan meningkatkan mutu pendidikan. Proses tersebut dilakukan

1
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei tentang
Standar Isi.
2
“Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.”
Lihat UU Sisdiknas Guru Dan Dosen Bab I Pasal 1, Yogyakarta, Pustaka Merah Putih, 2007,
hlm. 7
3
“Sistem pendikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.”
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bidang Studi PAI: Implementasi.... 107

sebagai wujud adaptif dan prediktif terhadap tuntutan perkembangan yang ada di
masyarakat. SMA/MA sudah beberapa kali melakukan perubahan kurikulum,
mulai kurikulum 1975, kurikulum 1984, sehingga kurikulum berbasis
komptensi (KBK 2004), dan sejak 2006/2007 pemerintah memberlakukan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang disebut Kurikulum 2006.
Dan akhirnya sejak Juli 2013 pemerintah memberlakukan Kurikulum 2013.4
KTSP lahir sebagai penyempurna dari KBK, yang orientasinya berdasarkan
kompetensi. KBK muncul untuk menyempurnakan kurikulum sebelumnya
yang berorientasi materi, dalam upaya memenuhi tuntutan perkembangan
social dan ilmu pengetahuan. KTSP dengan Kurikulum 2013 tidak berbeda
jauh, bahkan saling mengisi dan memperkuat. Artinya pemahaman yang utuh
dan komprehensip terhadap konsep ideal KTSP PAI, dapat memudahkan
konsep dan pengembangan Kurikulum 2013 Bidang PAI di sekolah dan
madrasah, dengan ketentuan kreatifitas, inovasi guru senantiasa berubah dan
berkembang sesuai dengan semangat KTSP atau Kurikulum 2013.
Sepanjang berlakunya KTSP pemerintah telah mengembangkan
workshop, pelatihan pengembangan konsep KTSP pada skala kecil atau
besar, dibekali pula dokumen pendukung silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dari BSNP di SMA/MA Tahun 2006, Dokumentasi
Keputusan Kementerian Agama RI, No. 2 Tahun 2008 tentang Standar
Isi dan Standar Kompetensi Lulusan bagi Madrasah. Berbagai seminar
tingkat local, tingkat Propinsi, bahkan tingkat nasional, selalu dilakukan
oleh pihak pemerintah terkait, hanya untuk suksesnya implementasi KTSP.
Berkembangnya lembaga Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di SMA
dan MA untuk membahas kurikulum dan pengembangan silabus dan RPP,
serta fasilitas program sertifikasi guru PAI di SMA/MA setiap tahun. Berbagai
program telah dilakukan oleh pemerintah untuk kemajuan implementasi
KTSP, khususnya kemajuan PAI. Namun dalam tataran praksis belum menjadi

4
Terhitung Juli 2013 oleh pemerintah secara formal telah diberlakukan kurikulum 2013,
bagi SMA/MA diawali kelas X untuk seluruh tanah air. Implementasi KTSP Bidang PAI menjadi
objek formal dan material dalam penelitian ini sejak awal 2009, di SMA/MA Kota Langsa.
KTSP dengan Kurikulum 2013, meski ada unsur perbedaan tetapi esensinya sama, karena
mengembangkan target pencapaian kompetensi. Dalam kontek PAI berkembangnya sikap
mental spiritual keagamaan, dan penghayatan untuk mengamalkan nilai PAI dalam kehidupan
sehari-hari, dan didukung kesadaran pengembangan ilmu yang berkualitas, secara mandiri.
108 Jurnal An Nûr, Vol. VI No. 1 Juni 2014

motivasi guru untuk meningkatkan kualitas implementasi KTSP PAI secara


maksimal (100%). Karena itu masih ditemukan sejumlah persoalan dalam
pengembangan KTSP PAI di SMA/MA kota Langsa secara kualitatif. Artinya
konsep ideal belum menjadi kenyataan.
Persoalan dalam implementasi KTSP PAI dan problematikanya antara
lain: Pertama Secara administrasi dan kuantitatif perencanaan pembelajaran
PAI di SMA/MA telah berjalan dengan baik, ini terkait dengan kewajiban guru
dan menghindari sanksi administrasi keguruan dari kepala sekolah. Hanya
saja kualitas silabus dan RPP terkait dengan rumusan indicator pencapaian
kompetensi, dan scenario kegiatan pembelajaran belum dikembangkan sesuai
dengan paradigma pembelajaran berbasis kompetensi. Desain penilaian
berbasis kelas, seperti konsep lembaran observasi, atau pengembangan non
tes lainnya belum dikembangkan. Ke dua Pelaksanaan pembelajaran secara
kuantitatif sudah berjalan lancar dan bagus, dalam kontek di Kota Langsa,
tetapi secara kualitatif pembelajaran berbasis kompetensi belum optimal
100%. Karena sebagian guru PAI di SMA dan MA belum menerapkan konsep
pembelajaran berbasis kompetensi yang menekankan pengalaman belajar yang
berpusat pada siswa (centered student) atau masih mengedepankan dominasi
guru (centered teacher). Sebagian peserta didik belum berkembang kreatifitas,
motivasi belajar mandiri, kesadaran menghargai dan mengamalkan nilai PAI,
secara maksimal.(100%). Ketergantungan peserta didik terhadap guru lebih
besar, dan konsep belajar mandiri di lingkungan peserta didik belum belum
berkembang maksimal. Istilah kompetensi dalam silabus/ RPP, yang menjadi
hak mereka luput dari pengetahuan dan tinjauan kritis peserta didik. Dalam
proses pembelajaran ini pula sebagian guru kesulitan mengembangkan media
pembelajaran dari yang sederhana sehingga perangkat keras sesuai dengan
kebutuhan peserta didik. Ketiga Dilihat dokumen pelaporan penilaian dalam
Ujian Akhir Sekolah (UAS) di SMA, dan Ujian Akhir Madrasah Bertaraf
Nasional (UAMBN) di Madrasah Aliyah (MA), menunjukkan bahwa di
SMA dan MA konsep dan implementasi system penilaian berjalan lancar
secara kuantitatif. Dan rata-rata nilai PAI di SMA dan MA tergolong bagus.
Namun sebagian guru PAI dalam proses penilaian sebatas mengembangkan
pekerjaan rumah (PR), ujian tengah semester, akhir semester, sebagai produk
akhir yang bersifat tekstual, dan lebih tes lisan atau tulisan yang sarat dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bidang Studi PAI: Implementasi.... 109

kognitif-esensi-normatif dan bersifat teks book. Pengembangan non tes, seperti


praktik unjuk kerja, fortofolio, yang sarat dengan pengembangan psikomotor
(pengamalan nilai) dipandang masih minim. Instrumen penilaian non tes,
dalam bentuk lembaran observasi, penilaian diri, belum dikembangkan sesuai
dengan dinamika KTSP.
Keempat kemajuan pembelajaran Muatan Lokal (mulok) dan
pengembangan diri antara SMA dan MA, didasarkan wawancara dan observasi
terdapat perbedaan antara SMA dan MA. SMA Negeri dengan SMA swasta,
MAN dan MAS. Program dan prosesnya beraneka ragam, dan belum merata.
Ada SMA yang tergolong memadai, seperti SMA Negeri 1, SMA Negeri 2,
dan SMA Negeri 3. MA yang tergolong memadai seperti MAUQ. Tetapi
dilihat laporan dokumen nilai mulok dan pengembangan diri di SMA dan
MA tergolong kategori bagus. Kelima, kontribusi Komite didasarkan hasil
wawancara dengan Ka Kurikulum di SMA dan MA secara umum tergolong
baik. Setidaknya Komite turut membantu kelancaran proses belajar dan
mengajar. Sebagian SMA/ MA tergolong relative maju, komite berkontribusi
mengembangkan pendidikan yang berdimensi fisik dan non fisik. Didasarkan
permasalahan PAI yang ada di SMA dan MA, serta perenungan mendalam
serta analisis kritis, peneliti menyimpulkan bahwa Komite secara umum belum
menganalisis dan membantu memecahkan permasalahan akademik secara
maksimal di SMA dan MA, khususnya pendidikan PAI.
Keenam Pengembangan nilai PAI dalam bentuk pengamalan keagamaan
yang melibatkan sikap mental spiritual, kesadaran afektif, dan psikomotor,
secara umum belum menggembirakan di Sekolah/madrasah. Beberapa SMA
dan MA, tergolong cukup, dan ada yang tergolong kategori “Bagus”. SMA
atau MA yang menerapkan kurikulum Dayah, atau ikut program Dayah,
Balai Pengajian, dan terlatih dalam kegiatan 1x24 jam, dapat membentuk
kepribadian Islami atau mengembangkan kompetensi PAI. Permasalahan
yang memprihatinkan adalah minimnya modeling,5 strategi demonstrasi, dan
pembiasaan mengamalkan prilaku keagamaan. Pada level profesi di sekolah/

5
Temuan penelitian Ali Mudhofir, di Madrasah Aliyah Darul Ulum, Sidoharjo 2008,
menawarkan konsep “Model Pengembangan kompetensi Psikomotor”. Menawarkan konsep
“Modelling, Strategi demonstrasi, dan pembiasaan”. Lihat Abstraksi Ali Mudhofir pada
Disertasi, Pascasarjana UIN Suka, hlm. iii
110 Jurnal An Nûr, Vol. VI No. 1 Juni 2014

madrasah belum berkembang secara maksimal, demikian pula level sekolah


yang idealnya berkembangnya kultur Islami (Islamic school culture)
Perencanaan administrasi dan Implementasi KTSP PAI di SMA secara
umum berjalan lancar dan bagus dilihat dari proses pembelajaran secara
kuantitatif. Demikian pula di MA. Tetapi dari sudut kualitatif, ada analisis
kritis, terutama berkaitan pengembangan pembelajaran berbasisi kompetensi
dan pengembangan sikap mental spiritual terhadap nilai PAI di SMA dan
MA. Didasarkan pemikiran awal dan fenomena di sekolah/madrasah tersebut,
artikel ini berusaha memotret tentang implementasi dan problematika
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bidang Studi PAI di SMA dan MA
di Kota Langsa.

B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Pendidikan Agama Islam (PAI)
1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum merupakan instrumen untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sebagai instrumen untuk mencapai tujuan, kurikulum bersikap adaptif
terhadap perubahan zaman dan kemajuan ilmu dan teknologi.6 Nana
menyatakan kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan
praktik pendidikan.7 Oleh karena itu fakta menunjukkan bahwa kurikulum
selalu berkembang sesuai dengan dinamika perkembangan sosial dan ilmu
pengetahuan.
Pada tahun 1856 istilah kurikulum digunakan dalam bidang olah raga,
kegiatan lomba lari dari start sampai finish. Perkembangan selanjutnya istilah
kurikulum tersebar luas pada tahun 1955 yang menjadi sebuah istilah yang
populer dalam bidang pendidikan. Yang maknanya sejumlah mata pelajaran
di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi yang harus dipelajari oleh
siswa atau mahasiswa sehingga selesai untuk kemudian memperoleh ijazah.
Tetapi Al-Syaibany istilah kurikulum di identikkan dengan kata manhaj atau

6
Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Bandung: Alfabeta, 2011,
hlm. 1
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung:
7

Remaja Rosda Karya 2002), hlm. 4


Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bidang Studi PAI: Implementasi.... 111

jalan terang yang harus dipedomani oleh setiap manusia, untuk kebahagiaan
hidupnya.8
Apabila dibandingkan Al-Rosyidin dan Nizar, yang menyatakan
kurikulum merupakan dasar yang digunakan pendidik untuk membimbing
peserta didiknya kearah tujuan pendidikan yang diinginkan,9 melalui
akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental. Sedangkan
menurut Syafruddin Nurdin mendefinisikan kurikulum adalah aktifitas
untuk mencapai suatu tujuan.10 Seperti halnya kegatan belajar mengajar,
bagaimana strategi mengembangkan proses belajar mengajar, bagaimana
mengevaluasi program pengembangan pengajaran dan sebagainya. Syafruddin
mendefinisikan kurikulum dalam perspektif yang luas.
Dalam dokumentasi Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, Pasal 1 ayat 19
dinyatakan bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.11 Interaksi pendidikan diarahkan untuk mencapai
aspek pengetahuan (cognitive), mengembangkan sikap (affective), ataupun
mengembangkan keterampilan (psikomotorik). Untuk mengembangkan
kompetensi tersebut dikembangkan materi ajar dalam proses pembelajaran,12
dengan menggunakan metode dilengkapi media yang dibutuhkan. Dalam
komponen kurikulum yang saling berkaitan, meliputi tujuan yang hendak
dicapai, isi atau materi, metode yang digunakan dalam proses pembelajaran,
serta evaluasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kurikulum
mengandung makna yang luas.

8
Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1997), hlm. 478 Al-Rosyidin, Samsul Rizal, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis,
Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2005, hlm. 56.
9
Al-Rosyidin, Samsul Rizal, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
Jakarta: Ciputat Press, 2005, hlm. 56.
10
Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Pers.
2002) hlm. 34
11
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem
Pendidikan Nasional hlm. 2
12
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum: Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi,
(Surabaya: Elkaf, 2006, hlm. 10-11
112 Jurnal An Nûr, Vol. VI No. 1 Juni 2014

Sebagaimana telah dipaparkan di atas bahwa Kurikulum adalah


seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, metode dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu
ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan,
kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh
karena itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan
penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di
daerah.
Perbedaan KTSP dengan KBK terletak pada tekniknya saja, esensinya
tetap sama yaitu mengedepankan pengembangan kompetensi siswa. KBK
bersifat sentralisasi yang serba diatur dari pusat, sedangkan KTSP dikonstruk
oleh satuan pendidikan masing-masing dengan acuan umum dari BSNP,
dengan mempertimbangkan keragaman wilayah, kebutuhan sekolah dan
peserta didik.
KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), sebagaimana
tertuang pasal 36 ayat 1 s.d 3 sebagai berikut:

a. Pengembangan kurikulum mengacu pada Sisdiknas untuk mewujudkan


tujuan Pendidikan Nasional;
b. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan
dengan prinsip diverifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah, dan peserta didik.
c. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah
dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan
dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
agama; dinamika perkembangan global; dan persatuan nasional dan
nilai-nilai kebangsaan.13

Ibid,. hlm 11
13
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bidang Studi PAI: Implementasi.... 113

Tujuan KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan


satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan otonomi kepada lembaga
pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.14 Secara khusus KTSP
untuk:

a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah


dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan
sumber daya yang tersedia. Ini maknanya sumber daya yang ada niscaya
berkembang secara mandiri tidak pasif
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama. Ini
maknanya ada kerjasama sekolah dan masyarakat untuk membicarakan
pengembangan
c. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang
kualitas pendidikan yang akan dicapai. Ada keharusan kompetisi yang
sehat antar satuan pendidikan dalam upaya mengembangkan kualitas
pendidikan.

Telaah di atas menggambarkan pada setiap satuan pendidikan niscaya


mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM)-nya melalui berbagai
kemandirian dengan berkreativitas yang didukung oleh kerjasama masyarakat,
yang dapat saling berkompetisi antar individu. Kemudian dikembangkan
menjadi kompetisi untuk berprestasi antar SMA dan MA yang bermuara pada
mutu pendidikan dan prestasi peserta didik, sesuai dengan dinamika KTSP.
Kompetisi antar siswa, antar guru, atau antar satuan pendidikan, dilandasi
dengan nilai PAI, yaitu untuk kebaikan dan taqwa.
Praktik KTSP didasarkan pada pendekatan Kompetensi. Kata kompetensi
(competence) berarti kecakapan, kemampuan, wewenang untuk melakukan
sesuatu. Wina Sanjaya mengemukakan beberapa unsur yang terkandung
dalam kompetensi yaitu:15

E. Mulyasa, KTSP, (Bandung: Rosda, 2007), hlm. 19-20


14

Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta:


15

Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm. 7


114 Jurnal An Nûr, Vol. VI No. 1 Juni 2014

a. Pengetahuan (knowledge). Mengetahui atau hafal terhadap fakta yang ada.


Misalkan mengetahui rumus, atau argumen yang diketahuinya.
b. Pemahaman (understanding). Pemahaman lebih tinggi dari sebatas
mengetahui. Memahami seluk beluk objek yang diketahuinya
c. Keterampilan (skill).Kemampuan yang melibatkan potensi motorik.
Dalam hubungannya dengan PAI kemampuan mengamalkan nilai-nilai
PAI dalam kehidupan sehari-hari
d. Nilai (value). Sesuatu yang dibutuhkan, oleh kehidupan. Misalkan nilai
iman, ketaqwaan, kepercayaan dan sebagainya. PAI bermuatan nilai
e. Sikap (attitude).Menggambarkan prilaku karena kesadaran atas sesuatu
yang dipandang bernilai. Sikap terhadap nilai dalam kontek PAI,
dimaksudkan kesadaran yang utuh terhadap nilai nilai PAI. Jadi semua
pembelajaran PAI bermuatan nilai, menjadi objek yang harus diapresiasi
atau disikapi penuh kesadaran oleh setiap peserta didik di SMA dan
MA. Sikap yang kemudian menjadi pengamalan nilai dalam kehidupan
sehari-hari, akan membentuk karakter pribadi muslim yang berkembang
potensinya
f. Minat (interest). Gejala batin, yang kerap muncul karena ada stimulus.
Agar minat terus berkembang perlu dikembangkan motivasi

Dengan demikian, dapat dipahami kompetensi merupakan bangunan


yang utuh meliputi pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, sikap dan
minat. Secara spesifik kompetensi dalam PAI adalah semua nilai-nilai PAI
berupa pengetahuan, iman (aqidah) dan pengamalan, dari Sub PAI: Qur’an,
Hadis, Akidah, Fikih, Akhlak, dan SKI.

2. Pendidikan Agama Islam (PAI)


UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dijelaskan
bahwa ”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bidang Studi PAI: Implementasi.... 115

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta


keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.16
Istilah “pendidikan” dalam konteks Islam lebih banyak dikenal dengan
menggunakan term “al-tarbiyyah, at-ta’lim, at-ta’dib, dan ar-riyadhoh”. Masing-
masing term tersebut mempunyai makna yang berbeda karena perbedaan teks
dan konteks kalimatnya, walaupun dalam hal-hal tertentu, term-term tersebut
mempunyai kesamaan makna.17
Sedangkan Istilah Agama, dalam literature Islam lebih pada makna Addin,
yang dimaknai agama Allah yang diturunkan sejak Nabi Adam ‘Alaihi salam,
sehingga Nabi Muhammad SAW.
Unsur ketiga, adalah kata Islam, secara bahasa kata Islam berasal dari
bahasa Arab salima yang kemudian dibentuk menjadi aslama. Kata Islam
merupakan bentukan mashdar (infinitif) dari kata asalama yang berarti
berserah diri, selamat sentosa atau memelihara diri dalam keadaan selamat.18
Sedangkan istilah kata Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada
Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril untuk mengatur kehidupan umat
manusia. Islam memiliki ajaran yang sempurna dan komprehensif. Islam
mengatur keseimbangan kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat.
Karena itu pribadi muslem tetap dituntut bekerja dan belajar untuk meraih
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sebagaimana dalam (Kurikulum PAI, 2002), yang dipaparkan oleh Majid
dan Dian, PAI adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta
didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, ajaran
Agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut
agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama
hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.19
Menurut Zakiyah Daradjat, pendidikan agama Islam adalah suatu
usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat

16
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Pasal 1 ayat 1
17
Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda, 1993),
hlm. 127
18
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1979), hlm. 24
19
Majid dan Dian, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep dan Implementasi
Kurikulum 2004,Bandung: Rosdakarya, 2004 hlm. 130
116 Jurnal An Nûr, Vol. VI No. 1 Juni 2014

memahami ajaran Islam secara menyeluruh.20 Lalu menghayati tujuan yang


telah ditentukan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan
Islam sebagai pandangan hidup (Way of life).
Pengertian PAI dalam Kurikulum PAI, sebagaimana di kutip Abdul
Majid adalah “Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana
dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,
hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran
agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadis, melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.
Disertai dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam
hubungannya dengan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat
hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.”21
Jadi Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan
pendidik dalam mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami,
dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
dan pelatihan yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Agama Islam adalah syariat Allah yang diturunkan kepada semua manusia
di muka bumi agar mereka beribadah kepadaNya. Penanaman akidah tauhid
terhadap Allah hanya bisa dilakukan melalui proses pendidikan agama Islam
di rumah, sekolah/ madrasah, maupun lingkungan masyarakat yang Islami.
Pendidikan agama Islam merupakan kebutuhan utama bagi setiap individu,
karena memang kehidupan manusia di bumi untuk mengamalkan syariat
Allah, yang tertuang dalam pendidikan Agama Islam. Yang mana setiap
pribadi manusia di muka bumi diberi amanat oleh Allah sebagai khalifah,
yang berfungsi mengembangkan, mengamalkan nilai- nilai pendidikan Agama
Islam.
Kurikulum Pendidikan Agama Islam untuk sekolah atau madrasah
berfungsi sebagai berikut:

20
Zakiah Darajat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung, 1989,
hlm. 87
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Bandung:
21

Remaja Rosdakarya, 202, hlm. 12


Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bidang Studi PAI: Implementasi.... 117

a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan22 peserta


didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan
keluarga, Sekolah, serta lingkungan sosial memiliki kerjasama
membangun nilai-nilai dasar keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah
SWT
b. Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat. Orientasinya dunia dan akhirat, karena itu
tidak bersikap picik dalam kehidupannya. Prilakunya menggambarkan
orang shaleh
c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya
baik fisik maupun lingkungan sosial yang dapat mengubah lingkungannya
sesuai dengan ajaran Islam. Kreatif dan inovatif berinteraksi dan kerja
sama membangun lingkungan yang Islami.
d. Perbaikan, yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan
kekurangan dan kelemahan kelemahan peserta didik dalam keyakinan,
pemahaman dan pengalaman ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Berjiwa muttaqin menurut konsep al-Qur’an
e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya
atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat
perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya. Sehingga
menggambarkan sosok muslim yang taat, tidak terjebak dalam kekerasan
f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum, sistem
dan fungsionalnya. Sehingga ilmunya berkembang secara luas
g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat
khusus di bidang agama Islam agar bakat dimaksud dapat berkembang
secara maksimal baik untuk dirinya atau untuk orang lain.

Menganalisis paparan di atas kurikulum PAI dapat dimaknai secara luas.


Mencakup pengembangan kehidupan yang baik dunia dan akhirat. Sebuah
proses kehidupan yang aktif dan dinamis yang didasarkan dengan nilai-nilai
agama Islam.

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam….hlm. 134


22
118 Jurnal An Nûr, Vol. VI No. 1 Juni 2014

C. Problematika Implementasi KTSP PAI di SMA dan MA Kota Langsa


1. Kompetensi Guru PAI
Rumusan Kompetensi guru secara konseptual tertuang dalam standar
tenaga kependidikan. Dokumen tersebut sebagaimana dipaparkan dalam
lampiran 2, menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 16 Tahun 2007. Didasarkan pengamatan secara langsung di lapangan,
bagaimana guru PAI mengembangkan kompetensinya, terdapat analisis
kritis. Studi lapangan menggambarkan guru masih mengalami kesulitan
dalam membentuk dan mengembangkan kompetensi siswa secara terpadu,
antara ranah yang berdimensi kognitif, afektif dan psikomotor. Analitis kritis
permasalahan PAI belum berkembang. Dengan mengembangkan pertanyaan
mengapa, bagaimana, solusinya seperti apa, hubungan tekstual dengan
kontekstual, masih sedikit dikuasai anak didik.
Fenomena yang yang terdapat di lapangan menggambarkan bahwa guru
belum secara mandiri telaah standar guru dan tenaga kependidikan, dan
standar lainnya yang harus dikuasai guru secara konseptual dan mendalam.
Solusinya ada pendekatan guru dengan konsep Standar Nasional Pendidikan
yang menjadi sumber acuan dalam penyusunan KTSP.
Guru PAI di SMA, satu paket menangani sub. PAI yang terdiri atas
Qur’an, Akidah, Akhlak, Fikih, Tarikh dan Kebudayaan Islam. Dan Bahasa
Arab berdiri sendiri, sebagai mata pelajaran muatan lokal di SMA.23 Dan untuk
pemenuhan jam wajib mengajar 24 jam perminggu, bagi yang memperoleh
rezeki sertifikasi, maka guru PAI ada yang merangkap mengajar bahasa arab.
Guru PAI dituntut mendesain, mengembangkan silabus, atau RPP yang
berkualitas dari masing-masing sub. PAI tersebut. Bagi Guru PAI di SMA
merujuk pada pedoman silabus RPP perspektif yang disusun oleh BSNP,
tahun 2006. Dan pengembangannya disesuaikan dengan kebutuhan Satuan
Pendidikan yang saling berbeda. Bagi MA, merujuk dokumen pendukung 01
s/d 10 Model silabus dan RPP Mata Pelajaran PAI yang disusun oleh Direktur
Jenderal Direktorat Pendidikan Madrasah. Penyusunan dan pengembangan

23
Pada umumnya di SMA Kota Langsa, Bahasa Arab, menjadi mata pelajaran Muatan
Lokal, diperoleh bukti tetulis dalam laporan bulanan, tahun 2010, 2011, 2012
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bidang Studi PAI: Implementasi.... 119

KTSP didasarkan pada panduan BSNP dan ketentuan perundang-undangan


lainnya yang relevan.24
Hasil observasi di lapangan, sebagian guru PAI kesulitan mendesain,
mengembangkan kompetensinya secara mandiri, sesuai dengan dinamika
KTSP. Bagaimana mengembangkan inovasi, kompetensi profesional secara
kemandirian, terdapat kesulitan bagi sebagian besar guru. Daya saingnya
masih minus.

2. Kesenjangan Jumlah Siswa di SMA/ MA Antara Negeri dan Swasta


Studi dokumentasi laporan bulanan dan Quisioner (Laporan Individu
Sekolah Menengah) tahun 2009 s.d 2011 di SMA dan MA, menginformasikan
bahwa ada perbedaan menyolok antara SMA Negeri dengan SMA Swasta.
Misal jumlah SMA Negeri 3 Langsa, memiliki 1.224 siswa tahun 2010,
dibanding SMA Swasta Muhammadiyah, yang berkisar 139 siswa. SMA
Negeri 1 Langsa berjumlah 1.710 siswa, sementara SMA Swasta Jaya sebagai
tetangganya hanya memiliki 115,siswa. SMA Swasta Cut Nya’ Dhein memiliki
409 siswa. Fenomena di lapangan menggambarkan antar SMA belum senasib
sepenanggungan, setia sekata untuk kebersamaan. Tetapi terkesan berjalan
sendiri-sendiri. Sebaliknya ada kesenjangan antar SMA Negeri dengan SMA
swasta dalam hal rekrutmen siswa baru. SMA Negeri relatif memiliki jauh
lebih besar jumlah siswa ketimbang swasta. SMA Negeri dengan MAN Negeri,
masih menggambarkan perbedaan, karena realitas masyarakat nampaknya
lebih memilih SMA Negeri dibanding MAN Negeri. SMA Swasta di bawah
MAN, atau mendekati perimbangan dengan MA swasta, kecuali MAUQ.
Data observasi dan studi dokumentasi menunjukkan bahwa SMA
tergolong swasta yang memiliki siswa relatif: SMA Jaya memiliki 160 siswa,
dengan jumlah guru 19 personil, SMA Muhammadiyah 131 siswa, dengan
jumlah guru 18 personil, SMA Cut Nya’ Dhien, relatif agak besar, sejumlah
467 siswa, dengan jumlah tenaga pengajar 44 personil.25

24
Model Silabus Dan RPP Mata Pelajaran: Akidah Akhlak MA Program IPA, IPS, dan
Bahasa,……………………Hlm. i
25
Data diperoleh dari Laporan Individu Sekolah Menengah, 31-07-2011, dari Kantor
Dinas Pendidikan Kota Langsa, dikutip bulan September 2011.
120 Jurnal An Nûr, Vol. VI No. 1 Juni 2014

3. Fasilitas Media Pembelajaran


Setiap kali melakukan penelitian, pada umumnya peneliti menanyakan
perihal media, alat bantu, dan buku kebutuhan siswa, serta literatur kebutuhan
guru, seperti jurnal hasil penelitian pendidikan. Demikian pula pada tahun
2008, 2009, 2010, 2011, pada Satuan SMA dan MA, jawaban dari guru secara
keseluruhan bernada serupa. Bahwa alat pendidikan, atau media pembelajaran
tergolong masih belum berkembang. Kondisi dapat dibuktikan bagaimana peneliti
melakukan observasi guru mengajar. Sumber belajar yang menonjol kecuali peran
guru, adalah buku teks yang dimiliki siswa, atau buku pegangan guru.
Secara umum di SMA fasilitas pembelajaran atau media pembelajaran
PAI yang dibutuhkan peserta didik menurut konsep RPP perspektif KTSP
belum berkembang secara maksimal. Sumber belajar PAI untuk peserta
didik hanya mengandalkan distribusi dari pihak pemerintah setiap tahunnya.
Kebutuhan Referensi standar, jurnal PAI bagi pengembangan kompetensi guru
PAI nampaknya belum diprogramkan, belum menjadi kebutuhan guru PAI
atau Sekolah.
Apabila dibanding dengan MA, relative serupa kondisinya. Dalam
praktik pembelajaran PAI sehari-hari belum di tunjang alat pendidikan/
media pembelajaran yang dibutuhkan peserta didik. Pada umumnya guru PAI
belum trampil menggunakan infokus, CD, film sejarah Islam untuk menarik
perhatian siswa. Referensi standar untuk penunjang PAI belum berkembang,
kecuali buku teks PAI yang didistribusikan dari pemerintah ke madrasah.

4. Kondisi Perpustakaan di SMA dan MA


Secara umum keberadaan perpustakaan secara kuantitatif masih berjalan,
karena semua SMA memilikinya, dan masih ada siswa yang mengembangkan
kegemaran membaca dalam batas tertentu. Akan tetapi peningkatan kuantitatif
dan kualitatif bervariasi, antara SMA Negeri dengan SMA swasta berbeda.
Artinya SMA Negeri agak relative lebih bagus ketimbang SMA Swasta. Meski
SMA Swasta juga menggeliat perkembangannya. Kegiatan perpustakaan
masih berjalan di SMA setiap hari dengan baik secara kuantitatif. Minat baca
dilingkungan peserta didik belum berkembang secara kualitatif dan kuantitatif
artinya masih ajeg.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bidang Studi PAI: Implementasi.... 121

Secara umum kualitas kegiatan perpustakaan di MA masih setara


dengan SMA secara kualitatif. Dan berbeda secara kuantitatif, karena jumlah
buku teks, mobiler pustaka, lebih banyak besarannya di SMA ketimbang MA.
Dan minat membaca peserta didik di SMA dan MA relatif serupa karena
belum berkembang secara wajar.

5. Kesejahteraan Guru PAI non PNS


Sesuai dengan Undang- Undang Sisdiknas Pasal 40 ayat satuPendidik
dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:

a. penghasilan dan jaminan kesejahteraan social yang pantas dan memadai;


b. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
d. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil
kekayaan intelektual dan
e. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas
pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. 26

Bedanya adalah kesejahteraan guru di sekolah negeri relatif di atas rata-


rata dibanding sekolah swasta. Penulis melihat fenomena bagaimana sosok
seorang pribadi guru tidak hanya dari satu titik pandangan tertentu, tetapi
secara keseluruhan. Terutama guru PAI. Dibalik data yang nampak ada nilai
yang harus diapresiasi oleh setiap peneliti pengetahuan. Guru Swasta yang
mengabdi di Sekolah swasta yang kesejahteraannya minus pasti juga memiliki
nilai idealisme ingin berkarya dan berkembang. Ingin berkontribusi pada
profesinya, sesuai dengan panggilan hati nuraninya yang amat halus. Bacaan
yang demikian perlu ditangkap maknanya. Sedangkan guru non PNS PAI
juga berlatar belakang pendidikan hampir 100% sarjana. Data ini didukung
dalam paparan pada Bab III bagian B, no. 2, yang menggambarkan hampir
100% adalah berlatar belakang S1, bahkan ada beberapa guru yang sudah
S2 di SMA atau MA.

26
Undang-Undang Sisdiknas Guru Dan Dosen, Yoyakarta, Pustaka Merah Putih, 2007,
Hlm.92
122 Jurnal An Nûr, Vol. VI No. 1 Juni 2014

Di Madrasah Aliyah guru non PNS, sebanyak 115 orang. Mereka


memperoleh bantuan dari Pemerintah sebesar Rp. 250.000,-per bulan. Dari
jumlah tersebut yang telah menikmati sertifikasi guru sebanyak 28 orang.27
Sebagai faktor pendukung mereka berlatar belakang S1. Guru non PNS di
SMA dan MA tergolong asset (modal sosial) yang sangat perlu dihargai oleh
semua pihak yang peduli terhadap nilai-nilai pendidikan. Jumlah guru di MA
Langsa sebanyak 209 personil, yang berstatus PNS 94 personil, dan yang
non PNS 115 personil. Yang telah disertifikasi dari tingkat guru MI s.d MA
berjumlah 208 guru PNS, dan 28 guru non PNS. Kualifikasi pendidikan guru
PNS yang berlatar belakang S1 adalah 86 personil, S2 terdapat 7 personil.
Guru non PNS yang berijazah SI relatif lebih banyak yaitu 95 personil, dan
yang masih D3 ada 20 personil.28 Dilihat dari sudut pandang idealitas, mereka
masih memiliki spiritualitas keagamaan dan jatih diri sebagai guru yang ingin
berkontribusi bagi pendidikan.
Dilihat kesejahteraan mereka secara kuantitatif, sebagaimana pengakuan
informasi Mapenda Kantor Kementerian Agama Kota Langsa, tergolong sangat
minim. Sebagai guru non PNS, yang kesejateraannya secara ekonomi di bawah
rata-rata dibanding guru yang telah PNS, menurut pengamatan peneliti mereka
juga masih memiliki spiritualitas yang tinggi, emosional, dan intelektual
yang sangat berharga untuk membantu pengembangan pendidikan di SMA
dan MA. Modal dasar tersebut penting sebagai asset yang sangat berharga,
perlu diapresiasi oleh pihak kepala sekolah atau pimpinan terkait lainnya.
Penghargaan yang wajar perlu dilakukan terhadap mereka itu dalam bentuk
moril atau material. Dalam tataran realitas, sekolah dan komite sekolah
sebatas memberikan bantuan kelancaran Proses Belajar Mengajar (PBM),
dan bantuan ala kadarnya sesuai jam mengajar pada guru non PNS. Tetapi
sekolah dan Komite belum menemukan konsep dan alternatif yang tepat untuk
memotivasi para guru khususnya yang non PNS. Konsep dan implementasi
yang tepat akan berdampak positif untuk pengembangan kompetensi guru
dan kesejahteraannya yang bersifat material dan non material.

Data Kantor Kementerian Agama RI, Langsa, Mapenda, tgl 6-3-2012, hari Selasa
27

Data Statistik Kementerian Agama RI Kota Langsa, dan wawancara dengan Sdr Zakki
28

pegawai Mapenda, tanggal 6-03-2012, pk. 11.00, hari Selasa


Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bidang Studi PAI: Implementasi.... 123

Kesejahteraan guru non PNS dan pengembangan SMA dan MA


ditentukan pula oleh banyaknya siswa. Besaran siswa dan rombongan belajar
menentukan jumlah besaran anggaran Biaya Operasional Sekolah (BOS),
atau bentuk bantuan pemerintah lainnya. Demikian halnya bantuan Komite
melalui kerjasama dengan wali murid. Realitas menggambarkan SMA Negeri
relatif lebih besar ketimbang SMA swasta, MAN lebih besar ketimbang MAS.
Dan SMA relatif lebih besar ketimbang MAN atau MA. SMA atau MA yang
relatif banyak siswanya, lebih besar pula besaran setoran bantuan komite
sekolah. Kemungkinan terbuka peluang membantu honor terhadap guru
non PNS.
Ketimpangan kesejahteraan guru non PNS berdampak pada lemahnya
semangat standar pengembangan mengajar dan berkreativitas. Artinya
implementasi KTSP bisa terganggu, khususnya bidang PAI.
Dari data tersebut dapat terungkap, SMA Swasta tidak berbeda jauh
dengan MA Swata, kecuali SMA Cut Nya’Dhien dan MA Ulumul Qur’an.
SMA Swasta dan MA Swasta nya memiliki siswa jauh di bawah 200 siswa,
sementara MAS Bustanul Fakri sangat terbatas pada 46 siswa. MAN Langsa
yang beralamat Kp. Sungai Lueng, MAN Kp. Teungoh Kota Langsa tidak
berbeda jauh, tetapi tetap dibawah SMA 1 dan SMA 3, sementara MA Ulumul
Qur’an imbang berat dengan SMA 2, dengan kelebihan 2 siswa. Dari data
tersebut nasib swasta tetap terpuruk, berikut kesejahteraan guru non PNS,
yang mengandalkan biaya operasional pemerintah yang ditentukan banyak
dari besaran jumlah siswa dan rombongan belajar. Solusinya adalah kerjasama
Swasta dengan Negeri dengan teori modal sosial,29 yang lebih mengedepankan
saling berbagi, dan bantu membantu, sesuai dengan prinsip dalam surat Al-
Maidah ayat 2.30

29
Konsep Teori Modal Sosial mengedepankan Trust (kepercayaan), value (nilai-nilai
pendidikan), networking (jaringan). Dalam disertasi Rahmat Rais, meneliti penerapan Modal
Sosial pada MAN 1 Surakarta, 2008.
30
…..Wata’awanu ‘alalbirri wattaqwa wala ta’awanu ‘alalitsmi wal’udwan wattaqullaha
innallallaha sadidul ‘iqab, artinya: …..Dan bertolong tolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan
janganlah kamu bantu membantu dalam dosa dan kejahatan, dan takutlah dengan Allah, sesungguhnya
Sesungguhnya Allah sangat berat siksanya.
124 Jurnal An Nûr, Vol. VI No. 1 Juni 2014

6. Wali Siswa Berekonomi Lemah dan Latar Belakang Pendidikan Rendah


Sebagian besar siswa sekolah SMA swasta tergolong keluarga ekonomi
lemah dan orang tua yang berlatar belakang pendidikan rendah. Kontribusi
wali murid yang miskin dan berlatar belakang pendidikan rendah berdampak
pada kontribusi rendah bagi pendidikan anak dan lembaga pendidikan, secara
fisik dan non fisik. Belajar di SMA Negeri yang dipandang unggulan menjadi
alternative bagi masyarakat yang ekonomi menengah ke atas.
Berbeda dengan MA Negeri atau swasta, data Laporan Individu Sekolah
Menengah, menunjukkan besaran wali murid pra sejahtera. Kecuali MA
UQ, menjadi Lembaga pendidikan alternatif, bagi keluarga yang tergolong
menengah ke atas. Problematika di atas bagian dari problem implementasi
KTSP PAI, yang juga menjadi hambatan dalam proses pendidikan.

D. Simpulan
Simpulan dari paparan di atas adalah bahwa problematikan implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bidang Pendidikan Agama
Islam (PAI) di SMA dan MA di Kota Langsa meliputi problem kompetensi guru
PAI, kesenjangan jumlah siswa di SMA/ MA antara negeri dan swasta, fasilitas
media pembelajaran, kondisi perpustakaan di SMA dan MA, kesejahteraan
guru PAI non PNS, dan wali siswa berekonomi lemah dan latar belakang
pendidikan rendah.
Dengan demikian saran yang dapat diberikan adalah dalam upaya
pendalaman tentang Silabus dan RPP seharusnya didasarkan pada semangat
KTSP dan dalam konteks sekarang adalah kirikulum 2013. Guru PAI lebih
mengembangkan konsep dan implementasi pembelajaran berbasis kompetensi
peserta didik secara utuh dan berkualitas. Muatan lokal dan pengembangan
diri, perlu dikembangkan secara kualitas dan kuantitas bagi pengembangan
peserta didik, di SMA dan MA. Tinjauan kritis perlu dilakukan oleh
pengembang kurikulum untuk perbaikan dan pemerataan di SMA dan MA,
dalam rangka implementasi KTSP. Ketua Komite yang dipandang sederajat
dengan kedudukan Kepala sekolah, idealnya visioner serta memahami visi
dan misi pendidikan nasional. Memahami SNP dan Konsep kurikulum PAI
serta turut aktif mengembangkan kemajuan PAI. Dan Secara idealitas guru
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bidang Studi PAI: Implementasi.... 125

dan tenaga pendidikan lainnya mampu menjadi modelling (percontohan) atau


dengan kata lain bisa menjadi panutan dalam hal bagaimana menerapkan
nilai-nilai PAI di sekolah.

Daftar Pustaka
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 202
Al-Rosyidin, Samsul Rizal, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis
dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2005
E. Mulyasa, KTSP, Bandung: Rosda, 2007
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jakarta: UI Press, 1979
Majid dan Dian, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep dan
Implementasi Kurikulum 2004, Bandung: Rosdakarya, 2004
Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda,
1993
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum: Konsep Implementasi Evaluasi dan
Inovasi, Surabaya: Elkaf, 2006
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek
Bandung: Remaja Rosda Karya 2002
Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Bandung:
Alfabeta, 2011
Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, 1997
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Jakarta:
Ciputat Pers. 2002
Undang Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
126 Jurnal An Nûr, Vol. VI No. 1 Juni 2014

Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi,


Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006
Zakiah Darajat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung
Agung, 1989

Anda mungkin juga menyukai