Anda di halaman 1dari 6

Gandong Tamilouw, Hutumuri, dan Sirisori

Oleh: Juan K., Keanu T., Kathleen T., Niquita A., Olivia M., Queenie N.

Dahulu kala di wilayah Seram Utara tepatnya di kampung Buria, hiduplah sepasang suami
istri yang sangat dihormati oleh warga setempat

(Ayah dan Ibu masuk)

Keduanya bernama Lokonda dan Okiwanda. Warga kampung Buria sangat menyegani
Lokonda karena kesaktiannya

(Lokonda lambai-lambai tangan sambil menunjukan kesaktian)

Mereka dikarunia 5 orang anak yaitu Timanole, Simanole, Nyai Intan, Nyai Mas, dan Silaloi

(3 anak masuk)

Kehidupan mereka sangat bahagia. Hari terus berlalu dan mereka telah tumbuh menjadi
dewasa

(Pura pura bahagia)

(Semua keluar)

Setaip hari Lokonda melatih ketiga anak laki-lakinya untukmenjadi kesatria

(Lokonda dan anak anaknya masuk dan melatih anaknya)

Semua kesaktiannya diwariskan kepada Timanole, Simanole, dan Silaloi

(Lokonda memberikan tombak kepada ketiga anaknya sambilketiga anaknya berlutut)

Pada suatu ketika, bangsa Portugis menyerbu Hotebonggoe

(Vell dan niki masuk setengah)

Timanole, Simanole, Silaloi disiapkan untuk membantupasukan siwalima. Setelah diberkati


oleh orang tuanya merekakemudian diberi nasihat.

Oliv: “Anak-anakku yang sangat saya sayangi, baik-baiklahkalian! Jangan terlalu


membanggakan diri dengan kesaktianyang kalian miliki. Ingat, masih ada yang memiliki
kesaktianlebih dari kalian yaitu Kapua Upu Ila Kahuresi. Andalkan diadalam pertempuran
nanti, “

(Lokonda berbicara bersama ketiga anaknya dan memberkatimereka)


Setelah itu ketiga laki-laki perkasa itu berangkat bersamapasukan Siwalima

(Tiga anak pergi dan bangsa Portugis masuk)

Pertempuran sengit terjadi antara pasukan Portugis dan pasukan Siwalima. Timanole,
Simanole, dan Silaloimengarahkan seluruh kesaktian mereka untuk melawanPortugis. Korban
pun berjatuhan dari kedua pasukan

(Bertempur dan satu satu jatuh)

Walaupun hanya dengan perlengkapan sederhana, pasukanSiwalima mampu membuat


pasukan Portugis menyerah. Akhirnya pasukan Portugis meninggalkan Hotebonggoe

(Vell dan Niki menyerah kemudian keluar)

Setelah perang usai, ketiga adik kakak ini memutuskan untuktidak lagi kembali ke Gunung
Hatumeten

Silaloi: “Kaka bagemana kalo katong sg usa bale ka gunungHatumeten lai”

Simanole: “Io bt setuju, lokobae katong pi mengembara”

Timanole: “Mari katong pi suda”

Dengan menggunakan perahu, ketiganya berlayar menyusuri Pantai Pulau Seram bagian
Selatan dan akhirnya mereka tibadi sebuah Pantai

( pura-pura berlayar dan sampai )

Di Pantai itu ada sebuah batu karang besar yang beradaditengah lautan. Batu itu tampak
berdiri kokoh saat diterjangombak. Nama batu itu adalah Hatumari

( mereka melihat ke arah batu itu )

Timanole : “wi kamong lia batu itu te”

Silaloi : “ioe batu itu paling basar baru akang sg bagoyang pas ada ombak”

Simanole : “oio itu batu yang nama Hatumari”

Timanole tertarik dengan keadaan Pantai tersebut dan diaberkiinginan untuk tinggal disitu.
Timanole naik ke darat, sementara itu Simanole dan Silaloi masih tetap berada di dalam
perahu

(Timanole melihat sekitar dan turun dari perahu)

Ketika keduanya ingin berpamitan, Timanole mengajakkeduanya untuk beristirahat sebentar

Silaloi: “Katong pigi jua e”


Timanole: “Istirahat dolo sadiki..”

(Silaloi dan Simanole mengikuti Timanole)

Mereka menyusuri jalan setapak yang dilalui warga setempatdan tibalah mereka di sebuah
negeri yang bernama Tamilouw. Mereka disambut dengan ramah dan diizinkan untuk
tinggaldisitu.

(Mereka bertiga berjalan dan menemukan Oliv dan Vell sebagai warga negeri Tamilouw)

Vell: “Dong darimana ni?”

Timanole: Katong habis dari Gunung Hatumeten kaka

Oliv: Dong ada perlu apa e kesini?

Timanole: Kalau beta pung ade dua ni, dong cuman mauistirahat sebentar sa. Tapi kalau beta,
rencananya memangmau tinggal disini

Vell: Oh boleh-boleh, katong samua disini sanang menyambutdong samua

Setelah beberapa lama mereka tinggal di Tamilouw, Timanolediangkat menjadi Upu Latu

(Vell memberikan mahkota pada Timanole)

Di suatu malam saat bulan purnama bersinar terang, Simanolemendekati kakaknya yang
sedang duduk di panggung rumah

Simanole: “Kaka, beta deng Silaloi harus melanjutkan katongpung perjalanan”

Timanole: “Iyo sudah ade, beta jua seng akan halangi kamong par melanjutkan kamong pung
perjalanan. Barang kamong pi kapan?”

Simanole: “Rencananya sih besok pagi kaka”

Keesokan harinya

Cuaca pagi tampak cerah dan matahari mulai tampak. Simanole dan Silaloi bergegas
mempersiapkan diri.

Timanole: “Ade-ade, sebelum kamong lanjut kamong pung perjalanan, katong pi Hatumari
dolo tampa pertama kali katong sampe di negeri ini”

Silaloi “ Katong kasana par apa kaka?”

Timanole: “ beta ajak kamong par pi ikrarkan janji deng sumpah supaya nanti kalo katong
pisah, seng ada satu diantara katong yang lupa satu deng yang laeng”

Simanole, Silaloi : “Oke kaka”


Mereka bertiga kemudiian berjalan menuju Hatumari. Di sana jari kelingking mereka diikat
dengan tulang daun seribu (mereka bertiga saling mengikatkannya dalam satu sama lain)
kemudian mengikrarkan janji dan sumpah berbunyi

Timanole, Simanole, Silaloi: “ Kami mengaku mempunyai satu nama, satu istana, istana
Nunusaku. Kami mengaku, kami mempunyai satu perkasa, satu berkat, berkat Nunusaku.
Kami mengaku mempunyai satu Ina (Ibu) dan satu Ama (Ayah), satu pancaran darah, darah
orang perkasa. Kami berjanji, jangan ada daripada keturunan kami yang saling mengawini.
Kami berjanji, jangan ada daripada kami menggagahi pada yang lain. Kami berjanji, harus
saling membantu pada yang lain dalam susah maupun senang. Kami berjanji, yang satu
punya, kami sama-sama mempunyai. Kami berjanji, persaudaraan kami harus tetap kuat
sampai batu ini lenyap. Kami berjanji, barang siapa yang melanggar perjanjian ini, maka
kutuk dan laknat akan berlaku padanya sampai kepada pupu yang terakhir.”

Sesudah perjanjian itu diucapkan bersama, Timanole memberkati perjanjian itu. Kemudian,
tak lama berselang terdengarlah suatu nyanyian bermakna yang terucap dari dari mereka
bertiga

Timanole, Simanole, Silaloi: "Alano o henatura Upu Latu o barakato. Hei Amalesi nitua
Supuhalatain. Hei Okiwanda Lounusa Nsalou barakato. Amio sopo-sopo barakato o."

Suara nyanyian menghilang. Ketiga jari kelingking yang telah diikat itu pun dilukai. Darah
mengalir dan menetes jatuh ke dalam mangkuk yang telah mereka siapkan. (Timanole
mengangkat mangkuk yang berisi darah)

Timanole: “Mangkuk ini adalah pengakuan ibu. Darah ini adalah darah Bapa yang
menyaksikan perjanjian kami sekali untuk selamanya.”

(Timanole, Simanole, Silaloi berpelukan dalam suasana haru isak tangis, sambal meneguk
darah dalam dalam mangkuk secara bergantian.)

“Sei hale hatu, hatu lisa pei. Sei lesi sou, sou lisa ei.”

Siapa yang membalik batu, batu akan menjepit dia. Siapa yang melanggar sumpah,
sumpah akan bunuh dia. (Backsound)

Darah itu diminum mulai dari Timanole, Simanole, dan Silaloi. Sebagai tanda untuk
mengenang peristiwa itu, mereka menanam pohon beringin, pohon sagu berbatang keras, dan
pohon sagu berbatang duri di atas batu Hatumari.

Simanole: Kaka Timanole, beta deng Silaloi akan lanjut katong pung perjalanan

Setelah itu, Simanole dan Silaloi melanjutkan perjalanan mereka mengarungi lautan. Dalam
perjalanan, tibalah mereka di Elhau, Sirisori. Kemudian, Silaloi pun meminta izin pada
kakaknya untuk tinggal disitu.

Silaloi : Kaka Simanole, beta merasa disini beta pung tampa. Beta mau minta izin par kaka,
beta mau menetap disini, di Sirisori.
Simanole : Adikku Silaloi, kalau tampa ini menjadi akhir dari katong perjalanan, baiklah.
Namun, beta harus melanjutkan perjalanan. Karena itu pergilah dan hiduplah bae-bae di sana.
Setelah beta ketemu tempat yang cocok par menetap, suatu hari nanti beta akan menjenguk
kamong.

Mereka pun berpisah. Silaloi menetap ditempat itu, dan Simanole kemudian melanjutkan
perjalanannya mengarungi lautan. Setelah beberapa hari melakukan perjalanan, tibalah
Simanole di sebuah Pantai tepatnya di daerah Lounusa, Hutumuri.

Simanole : Nah, ini tampa yang beta cari-cari selama ini. Baiklah, beta akan tinggal disini.
Akhirnya, katong 3 su ketemu tempat yang tepat bagi katong masing-masing. Beta berjanji,
agar tali persaudaraan ini seng akan putus sampe kapamnpun.

Simanole pun tinggal di Lounusa, Hutumuri.

(Semuanya berkumpul dan naik ke atas panggung)

Niki: Begitulah kisah persaudaraan antara mereka bertiga yang selalu berjuang bersama.
Walau pada akhirnya mereka berpisah dan menemukan tempat masing-masing, hubungan
kekerabatan Orang Basudara yang disapa bongso antara keturunan Timanole(Tamilow),
Simanole(Hutumuri), dan Silaloi(Sirisori) terus dijaga dan dilestarikan sampai sekarang
dengan adanya gandong. Mereka akan selalu mengingat masing-masing bukan hanya karena
sumpah, namun atas hubungan darah dan ikatan persaudaraan yang akan selalu melekat
dalam jati diri mereka hingga akhir hayat menanti.

Juan: Demikian drama yang telah kami tampilkan. Dari drama ini kita belajar bahwa sumpah
sebagai pengikat yang telah kita buat tak boleh sembarang diucapkan dan tak boleh kita
langar apapun yang terjadi. Semoga drama ini dapat bermakna dan berkesan bagi teman-
teman semua, terimakasih.

Properti:

1. Fanta (sebagai darah)


2. Tombak, dll (alat-alat perang)
3. Perahu dan dayung dari karton
4. Batu karang (PPT)
5. Mangkok
6. Tulang daun seribu dari tali goni
7. Latar belakang (PPT)

Kostum:

1. Kaos putih dan celana pendek hitam dan lenso di kepala (Keanu, Rix, Juan)
2. Kain cele (oliv dan vell)
3.

Anda mungkin juga menyukai