Anda di halaman 1dari 15

PERJUMPAAN INJIL DENGAN ORANG TOBELO.

Yang di maksud dalam tulisan orang Tobelo yang berada di Tobelo, Kao, dan Wasilei.
Perjumpaan dengan orang tobelo hanya diamati beberapa aspek sosial budaya dari orang Tobelo
tersebut.

A. SEKILAS LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA ORANG TOBELO.


1. Asal usul orang Tobelo.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar orang berkata bahwa asal-usul orang
Tobelo itu dari Talaga Lina. Tetapi bagaiman nenek moyang orang Tobelo itu berada di Talaga
Lina lalu keluar dan menyebar keberbagai pelosok di propinsi Maluku Utara dan di tempat yang
lain.
Kata orang Tobelo itu di beri makna berbeda-beda piha. Menurut Junga kata Tobelo berasal dari
kata to belo “ saya tancapkan tiang panahan perahu dari sultan atau pimpinannya” (Junga
1995:10). Itu berarti, kata tobelo di hubungkan dengan Tindakan seseorang menanam tiang
tancap ( belo ) agar perahu tidak hanyut di bawah arus ombak atau angin. Amal mengutarakan
kata tobelo berasal : o ngotiri nia belo ( tanamkan belo (jangkar) agar perahu tidak di bawah
ombak ) dari kata nia belo, timbul kata Tobelo . kata nia belo itu di utarakan oleh pimpinan
mereka kepada anak buahnya di atas perahu Ketika mereka berlayar di pulau bacan mencari
pemukiman yang baru ( Amal 2013:7)
Sentara itu menurut Hueting seperti dikutip oleh Topatimasang kata tobelo berasal dari kata o
belo : tiang penambar perahu. Kata itu dikaitkan dengan legenda bahwa Ketika sultan Ternate
mendarat di pantai wilaya itu, dia memerintakan prajurit pengawalnya untuk menambatkan
perahu sultan, tetapi tidak ada tiang penambat tersedia. Lalu prajurit pengal Sulatan mengikatkan
tali sampan ke tangan sala seorang penduduk setempat yang dating menyabut. Maka sultan pun
bertitah : “ Nah kamu saya namakan To-belo ( orang yang menjadi tiang penambat perahu ,
orang itu menjawab jou Tabelo “ ( ya, paduka sayalah si penambat parahu)
Dalam tradisi lisan , dikisahkan bahwa orang-orang yang kemudia dikenal sebagai orang tolebo
itu berasal dari johor. Dalam pelayaran mencari tempat p permukiman baru, mereka dihantam
badai ( angin rebut). Pimpinan terombang ambing rombongan meminta kepada anak buahnya
agar perahu itu ditarik kedarat, tetapi anak buahnya tidak melakukan itu sebaliknya. Meraka
memegang perahu itu ( sebagai tiang tancap=belo) panahan perahu. Ketika pagi hari, saat
pimpinan mereka dating dan melihat anak buahnya berbuat seperti itu, ia berjanji bahwa jika
menemukan tempat yang baik untuk bermukim maka tempat itu akan di beri nama tobelo
(Hidangan 201) jadi kata tobelo di hubungkan dengan perbuatan nekad (anak buah ) menjadi
tiang tancap penahan perahu.
Jikalu kita perhatikan latar belakang kata tobelo tampaknya sangat berbeda-beda tetapi semuanya
terkait dengan situasi pesisir pantai, yakni tiang tancap untuk menambatkan perahu agar perahu
tidak di bawa arus, ombak , atau angin. Lewat pemaknaan ini nama seperti itu, kita dapat
menduga bahwa orang Tobelo adalah orang pesisir pantai yang bias menggunakan perahu sejak
awal perjalanan hidupnya. Patenkamp mengemukana bahwa orang setempat menyebutkan
tempat tinggalnya sebagai “ O Tobelohoka mangangi” tempat atau wilaya orang tobelo
( Platenkamp 1988:111). Yang di maksud Tobelo di sini adalah Tobelo di pesisir pantai. Dalam
versi suku BUli kata tobelo berasal dari ta beloka. Di kisahkan dalam suatu pelayaran yang
dilakukan oleh Fabulis dan Boeng yang berlayar dari teluk Kao ke arah utara mereka
menghadapai angin rebut dari arah utara, maka Fabulis berkata kepada Boeng “ ta beloka nanya
ngotiri takaiha” saya membelokan perahu ke darat.
Bagaimana sehingga orang Tobelo lebih menghubungkan dirinya sebagai orang Talaga Lina
(orang pedalaman).? Semula oragTobelo berada di pesisir pantai, tetapi sering mendapat
ancaman dari perombak (bajak laut) sehingga mereka erpaksa mengngsi ke Talaga Lina
(Hidanga 2016).
Thalib di utarakan , menurut catatan bangsa Portugis pada akhir abad ke-16 hanya satu
permukiman orang-orang Tobelo yang letaknya 8 mil kearah pedalaman, sementara sumber-
sumber Belanda mencatat bahwa orang-orang Tobelo mengagap dirinya berasal dari Hinianga,
yakni satu lokasi disekitar Talaga Lina dikaki gunung Tlo” .
Muridan Widjojo disinggung antara lain: “Di selatan Galela tepatnya dipesisir timur laut
Halmahera terdapat permukiman yang mengarah kelaut Bernama Tobelo (Tobelo-tai), tempat
orang muslim dan Alifuru hidup bersama. Sangaji dan para pejabat dibawanya tinggal dipuncak
bukit, sementara anggota populasi lainnya hidup dilereng yang lebih rendah kearah utara dan
barat, makanan pokok mereka dalah roti sagu yang banyak tersedia di hutan sagu. Setiap 3 atau 4
bulan mereka akan pergi ketepi laut untuk mencari ikan serta mengumpuli kerang.
2. Tatanan masyarakat tradisional orang Tobelo
a. Lingkaran sekitar kehidupan
Dalam kehidupan tradisional orang Tobelo, seorang anak sejak di kandungan sudah harus di
jaga keberadaannya. Karena itu seorang Ibu yang sedang hamil di anjurkan untuk , Tidak duduk
didepan pintu, sebab di pahami menghambat kelahiran anak.begitu juga apabila seorang ibu yang
sedang mengandung dan hendak keluar rumah pada waktu malam , diingatkan untuk membawah
benda-benda tertentu misalnya kunyit (dirino), paneti atau jarum, agar tidak di ganggu oleh roh-
roh jahat. Ketika anak hendak dilahir kan dengan pertolongan dukun (yo hou-houru), maka si
dukun itulah biasanya memotong tali pusar anak dengan sembilu ( 0 memele) , dukun juga
membersikan ari-ari (plasenta) denga baik, lalu membungkusnya dengan kain bersih dan
mengemas kulit kelapa (o puniti) kemudian ditanam didekat rumah.
Selanjutnya dalam kamar selalu disediakan perapian (imadofo) untuk menghangatkan ibu dan
bayi yang baru dilahirkan itu. Pada masalalu Ketika seorang bayi lahir dalam suatu keluarga
akan diberi tanda tertentu, jkalau yang lahir perempuan maka di depan rumah akan diletakan
penjepit api (kakatamu) atau nyiru (o tatapa) dan kalua anak laki-laki maka didepan rumah
diletakan dayung (o hamiri) atau perisai (o dadatoko/o hawaku).
b. Kelompok-kelompok kekerabatan
Orang Tobelo melihat secara sama kerabat dekat baik dari garis ayah maupun ibu, semuanya
kerabat dekat baik dari garis ayah maupun ibu. Semua kerabat dekat itu biasa disebut satu asal
( o aholi moi) . martodirdjo mengemukanan “ bahwa satu asal itu merupakan konsep
pengelompokan sosial yang luas dan batas kabur. Hal ini mencerminkan ikatan dan hubungan
yang sifatnya menyeluruh. Keluarga batih sebagai kelompok kerabat selain orang tua ( ayah/ama,
ibu/ayo/meme) dan anak-anak ( o ngoha-ngohaka) yang belum kawin, termasuk juga anak tiri
( ngofa bobau) dan anak angkat karena adopsi ( ngofa dofo). Saudara-saudara sekarang bisa
disebut o ria dodato ( dari kata riaka= kaka dan dodafo=adik ).
Kelompok kekerabatan yang penting juga ialah apa yang disebut o gia dutu (keluarga dekat atau
family). Family ini meliputi saudara-saudara sekandung ( o ria dodoto) saudara sepupu baik dari
pihak ayah maupun ibu (o ete moi) saudara sepupu derajat (o tohara moi) saudara sepupu derajat
ke3 (o dotumu moi) saudara sepupu sederat ke4 (o guluwewete moi) . selain itu di tambakan juga
saudara-saudara dari istri (geri=saudara laki-laki dari istri, dahu saudara perempuan dari istri)
saudara dari pihak ayah dan ibu (pepe=paman.owa=bibi) suami dari saudara perempuan ayah
(wota),orang tua dari suami/istri (toroa/dunungu=mertua laki-laki, hunungu=mertua perempuan).
Kekelompok kekerabatan harus saling menopang dala hidup Bersama misalnya perkawinan,
upacara kematian/pemakaman, dan dalam aktivitas lainnya.
c. Perkawinan adat.
Ada 5 model perkawinan adat yang terjadi dalam perkawinan adat suku tobelo.
1. Yohididiai/yo dunia ( Kawin Peminangan )
2. Imahikoara ( Kawin lari )
3. Wowohamika ( Kawin tiang )
4. Womahidotonaka (Kawin nekad)
5. Womadatokino (kawin bending malu/tutup malu)
d. Kepemimpinan tradisional
Secara tradisional orang tobelo hanya mengenal kepemimpinan dalam arti pemimpin didesa.
Masyarakat tobelo secara tradisional tidak mengenal pemimpin dalam wilaya yang luas seperti
kabupaten atau sinode. Karena itu pemimpin desa yakni kimalaha ( kepala desa), kapita
( panglima prang), adat majojo ( pemangku adat) dan gomatere (imam/dukun) sebagai pemimpin
spiritual adalah pemimpin yang terbatas kekuasaannya di satu desa tertentu.
Menurut Amal “sebutan kimalaha adalah singkatan dari giki malaha., manusia terbaik yang
merujuk pada kebiasaan kuno tentang kearifan manusia”. Dengan demikian seorang kimalaha
dipilih karena terkenal baik, dalam arti orang jujur,bijaksana dan berhikmat (de ai kumati oka).
Pada sisi lain bagi orang Tobelo seorang pepimpin harus tahu higaro (ajakan) dan bukan hanya
memerinta saja. Hueting mengemukakan “bagi suku Tobelo, seorang pemimpin yang baik tahu
mengajak orang (higaro). Pemimpin yang berwibawa itu tahu bagaiman higaro itu, sehingga
orang melakukan ajakan dengan senang hati. (Huenting 1921:240).

3. Kepercayaan asli orang Tobelo


a. Jou madutu/Gikiri Moi/Jou Lahatala
Orang Tobelo menyebut yang ilahi sebagai jou madutu. Kata jou=Tuhan atau tuan dan
Madutu=pemulik atau Yang sebenarnya. Huenting menerjemahkan dengan “ Tuhan Pemilik atau
Pemilik seluruh jagat raya”(Martodirjo, 1993:246) Haire menerjemahkan “Tuhan yang maha
kuasa, Tuhan yang maha tinggi, Tuhan yang Esa”. Jadi jou madutu adalah Tuhan pemilik alam
semesta yang menuntun manusia dan seluruh makhluk hidup dengan kasih ( o dora) dan
anugerah (o cocatu).
Selain itu Jou Madutu di kenal juga sebutan Gikiri Moi (Gikiri=jiwa,daya hidup, Moi=satu)
orang Tobelo yakni segala sesuatu dialam semesta ini mempunyai gikiri. dengan demikian Gikiri
Moi hendak menunjukan bahwa Dia (Gikiri Moi) melebihi gikiri-gikiri yang lain atau seperti di
katakana oleh Hueting “ia adalah yang Mahakuasa”.
b. Gomanga
Adalah roh para leluhur yang telah meninggal dan yang telah “diilahkan”. Bagi orang Tobelo
para gomanga itu tetap berada di sekeliling kaum keturunannya.
c. O gomanga yo hakai
Adalah kegiatan ritual utama dalam agama asli Tobelo. ( terjemahan harafia, memberi makan
kepda o gomanga/roh leluhur). Ritual ini dilaksankan sesuai kebutuhan, misalnya syukur panen,
terjadi bencana alam, wabah penyakit, atau peristiwa-peristiwa yang lain.
d. Gomatere
Gomatere bisa diterjemakan dengan imam atau dukun. Gomatere bisa seorang laki-laki atau
perempuan. Untuk dapat melakukan tugas ia harus belajar keda seseorang yang telah menjadi
gomatere ( o gomatere ma bangunu=imam senior atau imam agung).
e. Kuasa-kuasa supranatural
Orang Tobelo dalam kehidupan harian mengenal beberapa jenis yang dianggap sebagai kuasa-
kuasa supranatural. Kuasa-kuasa supranatural itu dipercya sangat mempengaruhi kehidupan
manusia. Kuasa-kuasa supranatural misalnya o dilikene,o tokata, o meki, o putiana, o Moroka
dll.
f. Manusia dan alam semesta
Manusia itu terdiri dari 3 unsur yakni o roehe= tubuh fisik atau badan jasmani, o gikiri/ on
nyawa= jiwa atau semangat hidup dan gurumini=Roh, ketiga unsur pokok ini saling melengkapi
dalam satu kesatuan gejala yang sekaligus menggambarkan eksistensi manusia itu sendiri.
Alam semesta ini di ciptkan oleh Tuhan (o dunia nenanga ma Jou Madutu wo tulada). Alam
semesta di bagi atas tiga bagian, yakni alam semesta (o giata oa atau o di hanga) sebagai tempat
para ilahi dan roh-roh alam tengah (o dunia nenanga) merupakan tempat makhluk hidup, dan
alam bawah ( dau kino) tempat para makhluk halus ).
4. Magi dalam kehidupan orang Tobelo
a. Magi produksi
Magi produksi di bagi menjadi 2 hal yakni magi untuk berburu (yo yia) dan pertanian (yo
tumule) dalam berburu magi khusus dibuat agar mudah mengetahui tempat binatang buruan
berada misalnya babi dan rusa. Dengan mantra, mereka dapat mengetahui dimana binatang
buruan itu berada sehingga dengan muda mengarakan anjing (o kaho) ke tempat itu.
Dengan pertanian misalnya menanam padi jika si petani mencurigai tanamannya diganggu oleh
usaha orang yang tidak bertanggung jawab atau roh halus, maka diusahakan apa yang disebuat
yokokarai atau mangadumule ya rano/manga pine tuagi(merawat kebun/menyiram padi) agar
lewat ritus itu ganguan itu dapat ditanggulangi.
b. Magi Protektif
Berkaitan dengan magi prtektif di antara orang Tobelo kita bisa mencatat antar lain o roehe
mapatereta=pelindung diri. Orang yang memiliki roehe ma pareta tidak muda di tembusi segala
usaha magis orang lain untuk mencelakan atau membunu dirinya.
c. Magi destruktif
Magi destruktif antara lain o tanoga=membuat orang tak berdaya. Magi ini ada 2 jenis yakni
tanoga mabeka= tanoga perempuan dan tanoga manauru=tanoga laki-laki. Jika orang yang tahu
o tanoga Ketika di serang dia cukup berbicara saja, maka orang yang menyerang itu tak berdaya.
5. Beberapa pandangan khas orang Tobelo.
a. Imahikohoata/imahikigiama
Imahikohoata= setelapaktangan, sedangkan imahikigiama=setangan. Kata ini menunjukan pada
kecocokan atau keserasian dalam kehidupan. Misalnya jika seorang sakit datang berobat pada
dukun ( yo houhouru) maka akan menggunakan mantera imahikohoata. Apabila terasa cocok ia
akan mengobatinya , tapi jika tdak ia menyruh mencari dukun lain. Demikian juga dalam
mencari ikan dengan teman yang satu ia mendapatkan ikan yang banyak, sementara teman yang
lain tidak mendapatkan ikan, makai a memahami bahwa dengan teman yang satu imahikohoata,
sedangkan yang lain tidak cocok ( imahikigiama).
b. O mahimadoa
O mahimadoa atau biasa juga disebut halalenge dalam Bahasa hari-hari disebut salawar bisa
diterjemakan dengan penyakit diderita karena perzinaan.
c. O dopaha
O dopaha adalah dosa seksual antara orang tua dan anak atau antara bersaudara kandung (inses)
jikalu hal ini terjadi, maka diyakini akan terjadi bencana alam ( o rato de o nguhi=angin rebut
dan banjir) sebagai hukuman atas dosa tersebut.
d. O hohomo
O hohomo adalah tanda kematian saudara di tempat yang jauh. Orang tobelo bisa memahami
tanda-tanda tertentu dalam rumah yang menunjuk pada berita kematian dari saudara (keluarga)
di tempat yang jauh.
e. O hohono
o hohono adalah tabu untuk tidak boleh menyebut mertua (laki-laki atau perempuan) dan
saudara ipar (laki-laki atau perempuan). Bagi orang Tobelo, menyebut nama mertua atau ipar
merupakan suatu penghinaan bagi yang bersangkutan. Seorang dilarang menyebut nama mertia
atau ipar, sehingga perlu mencari nama samaran sebagai pengganti nama mereka. Karena o
hohono harus dilakukan, maka jika yang menikah itu masih termasuk kerabat dekat, harus
dilaksanakan o ahali madodoaka= putus hubungan keluarga.
f. O tomu
O tomu secara sederhana bisa diartikan kehadiran nenek moyang ( leluhur), orang tua, atau
saudara yang sudah meninggal dalam bayi yang baru dilahirkan. Orang tobelo percaya bahwa
anggota keluarga yang sudah meninggal dapat berinkarnasi dalam kelahiran bayi dari kerabat
dekatnya.

B. SEKILAS MASUKNYA INJIL DALAM LINGKUNGAN ORANG TOBELO


1. Permulaan masuknya injil di Halmahera

Perjumpaan mula-mula injil dengan orang Tobelo, yakni pada zaman portugis

a. Rintisan pekabaran injil oleh portugis dan musnahnya jemaat-jemaat di daerah moro

Ketika sultan Bayanullah berkuasa di Ternate, untuk pertama kalinya portugis menginjakkan
kakinya di negeri Maluku Kie Raha (1512). Portugis berhasil membuat kesepakatan dengan
sultan dan diizinkan mendirikan benteng di Ternate (1522). Kedekatan sultan dengan portugis
kurang disenangi oleh rakyatnya. Berkaitan dengan kehadiran para imam Katolik, Aritonang
memberi catatan: selalu ikut sejumlah imam atau rohaniawan Katolik, baik yang bertugas untuk
melayani dan merawat kerohanian para pedagang dan personilnya, maupun untuk mengabarkan
injil kepada penduduk pribumi. Para rohaniawan itu merangkap sebagai misionaris. Para imam
itu mempunyai tugas rangkap, yakni melayani orang portugis dan mengabarkan injil kepada
penduduk pribumi. Usaha pekabaran injil mula-mula di daerah moro ( Halmahera Utara) bukan
dilakukan oleh misionaris tetapi oleh pedagang. Goncalo Veloso. Di tahun 1534, veloso
mengunjungi wilayah-wilayah moro di pesisir teluk Galela dan menjalin kontak dengan para
kepala kampung (yang disebut kolano), antara lain kolano desa Mamuya. Amal tidak melihat
mamuya sebagai desa, tapi sebagai ibukota kerajaan moro ( salah satu kerajaan tertua di maluku
utara). Wilayahnya meliputi morotia ( moro daratan), dan morotai (moro lautan). Istilah , morotia
dan morotai dapat dibandingkan dengan istilah Tobelo-tia dan Tobelo-tai. Kota-kota penting
kerajaan Moro, selain mamuya, adalah sugala, pune (galela), Tolo, Cawa, samafo (Tobelo,
Sakita, Mira, Cio dan Rao (Morotai). Kerajaan moro berada dibawah perintah seorang Raja
bernama Tioliza. Kerajaan ini juga merupakan penghasil beras,sagu,ikan dan daging yang
menyuplai kebutuhan pangan kota Ternate.
Latar belakang orang moro ( termasuk orang Tobelo) menjadi kristen sebagai berikut: orang-
orang ternate memperlakukan rakyat moro seperti budak, merampas hasil-hasil pertanian dan
perkebunan mereka. Mereka sering harus lari ke hutan karena rumah dan kampung halamannya
diserang dan dibakar. Pada suati hari, keadaan yang tidak menentramkan ini dituturkan raja
Tioliza kepada Ganco Veloso, seorang pedagang portugis yang mengunjungi mamuya. Pedagang
portugis itu menasihati raja moro agar beralih ke Agama kristen dan meminta perlindungan
tentara portugis. Kesediaan rakyat moro menjadi kristen tak terpisahkan dengan penindasan yang
dialami saat itu dari selamanya. Maka Kolano mamuya bersama sangaji Tolo beserta Tujuh
orang pengawal pergi ke ternate. Mereka diterima oleh panglima benteng portugis, yakni Tristao
dan Atayde. Ia menyetujui permintaan mereka dan menyuruh rohaniawan mempersiapkan
mereka untuk dibabtiskan. Setelah dibabtis kolano mamuya diberi nama Baptis Don Joao
(Yohanes) dan sangaji Tolo diberi nama Don Tristao de Atayde, sesuai nama panggilan benteng
portugis. Rombongan Moro itu kembali, mereka disertai oleh seorang Pastor, yakni Simon Vaz.
Panen sukacita karena banyak orang menjadi kristen di kerajaan Moro tak berlangsung lama.
Rakyat moro telah menjadi sekutu portugis, sehingga menimbulkan kecemasan Khairun.
Katarabumi, Raja Jailolo yang berambisi mengambil alih moro, mengerahkan pasukan alifurunya
menyernag Morotia mulai dari sugala sampai ke mamuya dari Tolo. Protugis berusaha
membantu oihak moro , tetapi tidak mampu menghadapi tantangan yang begitui luar biasa.
banyak orang di sugala sebelumnya sudah menjadi kristen terpaksa kembali ke agama asli atau
masuk islam. Pastor simon Vaz tertangkap bersama banyak umat katolik dibunuh di mamuya
tahun 1535.
Kekristenan di moro hampir dilumpuhkan tetapi kemudian suasana berubah pada tanggal 25
oktober 1536, saat antonio Galvao tiba di Ternate menggantikan Tristao de Atayde. Dia
mengutus pastor Fernao Vinagre untuk memulihkan kembali situasi jemaat-jemaat di daerah
moro.
Juni 1546 misionaris katolik yang sangat terkenal yakni Fransiskus xaverius, tiba di ternate. Pada
bulan september 1546 dia mengunjungi daerah moro dan bertemu dengan kolano mamuya (Don
Joao). Fransiskus lewat penerjemahannya juga berkeliling mengabarkan injil ke seluruh daerah
Moro Bahkan sampai ke Tabaru. Bulan Desember 1546, fransiskus menyelesaikan
kunjungannya dan kembali ke ternate. Kehadiran fransiskus sedikit membantu pertumbuhan dan
perkembangan jemaat-jemaat di daerah Moro.
Terjadi krisis yang cukup merisaukan orang kristen. Krisis tersebut bermula oleh perbuatan
sewenang-wenang sari panglima benteng portugis di ternate. Pada Tahun 1557 merampas
cengkeh milik sultan khairun dan ketika sultan melawan ia ditahan. Khairun kemudian
dibebaskan oleh orang-orang portugis yang tidak menyetujui perbuatan panglimannya. Karena
hal itu seluruh orang-orang portugis dan jemaat-jemaat kristen di Maluku dipersulit. Orang-orang
kristen di moro dipaksa masuk Islam. Mungkin kolano mamuya tewas dalam penghambatan ini.
Tetapi krisi ini tidak dapat menahan perkembangan misi di Maluku Utara. Para misionaris yang
telah terbunuh atau diusir diganti dan jemaat yang telah dirusakkan kembali. Sekitar tahun 1565,
jumlah kampung kristen sebanyak 47 buah dengan 80.000 jiwa

Pada tahun 1569, jemaat-jemat di daerah moro lebih dikatakan telah menapai puncak
perkembangannya. Tetapi mereka mengalami krisis baru yang lebih hebat daripada sebelumnya,
krisis itu mulai dengan ppenghambatan yang dilakukan oleh sultan terhadap orang kristen di
daerah moro. Lalu secara tak terduga, panglima mengadakan perjanjian damai dengan sultan dan
pada keesokan harinya sultan Khairun dibunuh atas perintah panglima. Akibatnya seluruh
maluku dilanda peran. Babullah, anak sultan khairun bersumpah akan memalas kematian
ayahnya dengan pertumpahan darah. Benteng portugis diternate diputuskan hubungannya dengan
dunia luar dan akhirnya terpaksa menyerah. Orang-orang kristen di Moro dengan sukarela atau
terpaksa mengingkari imannya. Orang-orang portugis terpaksa mengungsi ke ambon dan Tidore.
Injilpun ikut berpindah juga dan pertanda kehancuran jemaat-jemaat di daerha moro.
b. Sekilas permulaan usaha pekebaran injil UZV di Galela

Sekitar tahun 1605 VOC menguasai Ambon dan mengusir portugis dari sana. Lalu sekitar tahun
1607, VOC dapat meluaskan kekuasaannnya ke ternate. Kehadiran orang-orang Belanda
(VOC)menggantikan orang-orang portugis tidak menolong kehidupan jemaat-jemaat di daerah
moro. Orang-orang belanda tidak menggunakan kehadiran mereka di maluku utara untuk
mengabarkan injil. Orang-orang kristen di halmahera mereka biarkan saja, dan diternate mereka
malah mengadakan perjanjian dengan sultan. Pemerintah VOC tidak merasa terpanggil
mengabarkan injil kepada orang yang bukan kristen kalau hal itu tidak cocok dengan
kepentingan dagangnya. Ketidakpedulian VOC tersebut kemungkinan karena halmahera tidak
potensial bagi usaha dagangnya. Bagi VOC daerah itu tidak memberi hasil apa pun, apalagi
produksi cengkeh maluku utara merupakan kerugian dibandingkan dengan produksi maluku
selatan(Ambon), sehingga dengan sengaja daerah itu diabaikan oleh VOC. Berhubungan dengan
keadaan itu, kekristenan di halmahera lenyap sampai ke akar-akarnya. Itulah yang
melatarbelakangi musnahnya jemaatjemaat peninggalan portugis di daeerah Moro kegiatan
pekabaran injil nanti diusahakan dua abad kemudian oleh UZV. Pekabaran injil oleh UZV pada
pertengahan abad ke-19 boleh disebut sebagai masa restorasi.

Tanggal 14 april 1866 H.Van Djiken dan de Bode meninggalkan ternate menuju galela dan tiba
di galela tanggal 19 April 1866. Klassen menyusul 6 juli 1866. Mereka membawa surat
rekomendasi dari sultan ternate dan menetap di soa-sio. Meskipun ada rekomendasi dari sultan
ternate, tetapi tidak mudah para pekabar injil itu berelasi dengan para pemimpin di Galela.

Van djiken berpindah tempat tinggalnya ke pedalaman. Perpindahan van djiken tentu seizin
sultan ternate. Tempat tinggal untuk van djiken di pedalaman ini merupakan jebakan dari
masyaraka setempat. Tempat itu sangat mereka takuti karena dianggap sebagai tempat tinggal
Tumodoa dan Morodoku. Menurut kepercayaan orang Galela, orang moro tidak dapat dilihat.
Jadi morodoku adalah kampung dari orang-orang yang tidak dapat dilihat. Dengan menempatkan
Van Djiken di tempat tinggal raksasa Tomodoa dan temoat tinggal orang moro, rupanya orang-
orang setempat berharap agar Van Djiken dibunuh oleh mereka, sehingga ia tidak dapat
mengembangkan Pekerjaaannya. Tempat tinggal Van Djiken itu ia beri nama Duma yang
diambil dari Yesaya 21:11 yang dihubungkan dengan suasana yang sunyi dan tenang, namun
bagi orang Galela, nama itu dihubungkan dengan ungkapan Duma Wi Doohawa yang berarti
tetapi dia tidak dilukai.
Van djiken juga membuat kebuun dan membangun sekolah untuk mendidik anak-anak dari
kampung sekitar tempat tinggalnnya. Pada tahun 1868, van Djiken menikah di ternate dengan
maria soenpiet asal Minahasa yang tinggal di rumah Pdt. J.E Hovecker. Suatu peristiwa penting
terjadi di Galela tanggal 14,15 dan 16 Desember 1871 dan telah menggoyahkan Agama Asli
Galela, karena peristiwa penting ini sehingga orang-orang bersedia menjadi kristen dan
kemudian berpindah dan tinggal bersama Van Djiken di Dumma. Di antara yang bersedia masuk
kristen, ada juga yang beragama Islam, sehigga menimnulkan masalah dengan sultan dan juga
dengan residen. Van djiken harus ke ternate untuk membicarakan masalah tersebut. Pada
tanggal 15 januari 1873, van djiken ditabiskan sebagai pendeta oleh Pdt. J. E Hovecker di
ternate. Dengan demikian ia sudah bisa melayani sakramen. Ia kembali ke duma dan tanggal 17
juli 1874, gedung gereja baru di duma ditabiskan dan pada hari yang sama 7 orang
dibabtiskan( dua laki-laki dan lima perempuan). Merea dibabtis setelah dibina dua setengah
tahun lamanya. Sorenya mereka merayakan perjamuan kudus.
Pada tahun 1879 tiba pekabar injil yang baru, yakni M.J Van Baarda dan ditempatkan di
soakonora. Pada tahun 1896, sesudah menjalani masa cuti beberaa laama van djiken pulang dari
negeri Belanda bersama seorang pekabar injil baru, yakni A. Hueting. Setelah setahun
penyesuaian pelayanan di Galela, Hueting dipindahlan ke tobelo untuk menggantikan been yang
telah meninggal dunia tahun 1882. Van Baarda membuka ladang pekabaran injil yang baru di
dorume. Namun tak beberapa lama disana, Van Barrda harus kembali ke Duma untuk
menggantikan Van Djiken (mertuanya) yang meninggal Dunia 17 juli 1900.
1. Perluasan pekabaran injil di lingkungan orang Tobelo

Babtisan pertama yang dilaksanakan oleh hueting di lingkungan suku Tobelo, yaitu di wosia
tanggal 3 april 1898. Kemudian baptisan masal berikut dilaksanakan di desa pitu tanggal 24 april
1898. Bulan mei tahun itu hueting ke kao dan sempat membabtis di pediwang. Sekembalinya
dari kao, ia ke pitu dan membabtis 60 orang-orang dari dorume pada tanggal 3 juli. Babtisan
yang lain juga di efi-efi, paca, mawea, katana, dan di meti. Lalu menyusul jemaat dibuka di
kakara lamo,ruku, dan Gorua. Ketika van djiken mendengar tentang babtisan massal yang
dilakukan oleh hueting, maka ia datang ke tobelo dan memprotes tindakan hueting tersebut.

Pada tahun 1899 J.L. D van der roest ditetapkan bekerja di kao dan tinggal di jati.

Ia mengadakan kunjungan ke desa-desa di pesisisr pantai yang setahun sebelumnya telah


dikunjuni oleh hueting dan membakar berhalanya serta membabtis di pediwang. Dalam
kunjungan itu ia membabtis 135 orang di bobale tanggal 2 mei, dan di daru sebanyak 125 orang
3 mei dan 111 orang di doro 4 mei.
Setelah van der roest mendapat izin sultan tidore, ia mengadakan kunjungan ke wasilei. Disana
sudah ada anggota jemaat, yakni orang nyaolako yang dibabtis oleh hueting bersama dengan
orang pediwang.
Dalam perjalanan selanjutnya, banyak juga terjadi tantangan dlaam menumbuh-kembangkan
kehidupan jemaat-jemaat. Pada tahun 1901. Guru tutuarima yang telah ditugaskan untuk
melayani jemaat kupa-kupa menjadi gila. Pada tahun yang sama, anggota jemaat juga mengalami
kesullitan karena mereka dituntut membayar pajak oleh sultan ,melebihi orang orang kafir dan
islam. Orang-orang yang tidak mampu membayar terpaksa melarikan diri ke hutan.

Dalam upaya pekabaran injil di daerah ini, para pekabar injil tidak hanya memperhatikan hal-hal
rohani, tetapi juga ,mengusahakan pengembangan kehidupan sehari-hari, sebab itu setiap jemaat
dibangun sekolah untuk mendidik anak-anak warga jemaat dan warga sekitar. Sementara itu
diusahakan juga perkebunan kelapa dan coklat di wari dan wosia yang diberi nama WKO.
Babptisan massal yang terjadi di lingkungan suku tobelo menimbulkan masalah di sekitar
pemisahan sakramen. Upaya van baarda dan hueting untuk mengatur kehidupan sosial budaya
suku-suku di halmahera dalam bentuk-bentuk peraturan adat orang kristen dan peraturan sipil di
halmahera. Setelah bekerja di halmahera hampir 20 tahun, pada tahun 1925 hueting dipindahkan
ke pulau buru oleh pengurus UZV. Ia digantikan oleh ellen dan diteruskan oleh pekabar injil
lainnya.
2. Masa pendudukan jepang hingga berdiri sendiri dan sesudahnya

Jepang mulai menguasai ternate sejak maret 1942 dan pada bulan mei seluruh halmahera. Jepang
melakukan penutupan gedung gereja bagi jemaat-jeaat asuhan UZV karena dipandang sebagai
sekutu belanda. Pendudukan jepang di halmahera benar-benar menyiksa masyarakat setempat.
Mereka terpaksa mengungsi ke hutan-hutan, sebab desa-desa mereka menjadi tempat tinggal
tentara jepang. Apalagi lingkungan orang tobelo menjadi basis utama pertahanan jepang ketika
sekutu yang berpangkalan di morotai menyerang basis-basis pertahanan jepang khususnya di
tobelo,kao dan wasiley terjadi banyak korban jiwa. Dalam pengungsian di hutan, jika para guru
jemaat menyertai jemaat maka ia mengatur peribadahan mereka di tengah hutan di gubuk-gubuk
sederhana. Jika tidak ada pelayanan maka mereka hanya beribadah dalam gubuk keluarga
masing-masing.

Sedangkan Di Halmahera Barat( di Tongutesungi,ibu) tahun 1993 didirikan Gereja


Protestan Halmahera (GPH) dan hal ini sangat membantu jemaat-jemaat asuhan UZV. Sebab
dengan berdirinya GPH, Jemaat-jemaat Asuhan UZV telah menjadi “Gereja Pribumi”,sehingga
diizinkan untuk membuka kembali gedung-gedung Gereja yang sebelumnya ditutup atas perintah
penguasah Jepang.
Setelah kekalahan Jepang pada Sekutu tahun1945 dan kembalinya para pekabar Injil
Belanda di Halmahera, maka mulai diupayakan persiapan ke arah berdiri sendiri Gereja Tuhan di
Halmahera. Salah satu langkah penting adalah menahbiskan beberapa guru jemaat senior
menjadi pendeta. Penahbisan para guru jemaat menjadi pendeta menandakan bahwa mereka
bukan lagi sebagai pemburu para pekabar injil Belanda,tetapi telah menjadi mitra kerja yang
setara,dalam arti bisa melayani semua bidang Pelayanan Gereja. Pada tanggal 6 Juni 1949
disepakati berdirilah Gereja Tuhan di Halmahera (GMIH) dengan kantor Pusat di Tobelo.
Dengan ditetapkannya nama GMIH melalui voting,maka nama GPH sesuai pandangan
pelopornya(S.B.Tolo) harus dikenang sebagai”nama potong pusat” seperti lazim dalam
kebiasaan orang Halmahera dan GMIH sebagai . “nama sarani”. Setelah berdiri sendiri,pekabar
injil tetap diupayakan oleh Gereja sehingga berdiri jemaat baru di Tobelo,misalnya di
Leleoto,Yaro,Tobe,Talaga Paca,Birinoa,dan Wangongira; di Kao Misalnya
Gulo,Taboulamo,Dimdim,Gol-gol; di Wasilei,misalnya Hiloitetoro,Iga,Labi-
Labi,Tatam,Bololo,Puao,Kakaraino,Foli,Galapapo,Raitukuttukur.

C. STUDI TEOLOGIS SINGKAT SEKITAR PERJUMPAAN INJIL DENGAN


BUDAYA ORANG TOBELO DALAM KEHIDUPAN MASA KINI
1. Perjumpaan Injil dan Budaya Sebagai Masalah Teologis
Perjumpaan antara Injil dan budaya dalam kehidupan orang Kristen,seperti yang diutaran
oleh H.R. Niebuhr,merupakan masalah yang tak pernah selesai. Sebab baik injil maupun budaya
memberi identitas bagi seseorang.
Dalam buku yang berjudul Sidik Jari Allah dalam Budaya, Pdt. Dr.Eben Nuban Timo menulis:
“Allah dan Sang Firman Sudah lebih dahulu ada dan bekerja dalam budaya,sejarah,dan agama
suatu masyarakat. Ini berarti di luar jangkauanpemeliharaan dan pemerintahan Allah.
Bagaimana orang Tobelo menjadi Kristen tetap orang Tobelo,sebab Itu mereka Tidak mungkin
Meninggalkan identitas KeTobeloaan-nya. Tetapi pada sisi lain,identitas orang Tobelo yang telah
menjadi Kristen ditentukan Oleh Hidup dan Karya Yesus Kristus,yang diakui sebagai Tuhan dan
Juru Selamatnya yang Hidup.
Sejalan dengan itu,Pdt.Dr,Th. Kobong mengutarakan :” Firman,Injil,Yang harus menjadi kriteria.
Segalah sesuatu yang tidak bertentangan dengan Iman Kristen Boleh di ambil Ahli dan
dilaksanakan dengan Iman Kristen boleh diambil Ahli dan dilaksanakan dengan Iman Kristen
dalam terang Allah. Dengan demikian,sebagai orang Tobelo dan sekaligus orang Kristen,” pada
persimpangan jalan Tertentu” kita harus menentukan Pilihan. Salah satu persimpangan jalan itu
adalah seperti yang dipertanyakan oleh Robert J.Schreiter sebagai berikut: Bagaimana cara kita
menghadapi situasi dimana prinsip-prinsip yang mempertahankan integritas budaya ternyata jadi
bertentangan langsung dengan injil?”.
Sementara itu, Pdt.Dr.A.A. Yewangoe mengutarakan sesuai dengan kesaksian Perjanjian
Baru,Yesus tidak serta-merta menolak Kebudayaan,sebaliknya Yesus terlibat dalam kebudayaan
Yahudi. Kalau demikian,apakah ada kriteria untuk menerima atau menolak “sesuatu” dari
budaya tertentu ? Sebab bagaimana tiddak semua budaya itu sesuai dengan hakikat injil Yesus
Kristus. Untuk itu Pdt. Yewangoe meberi kriteria sebagai berikut : “Terdapat semacam
“Kriteria” untuk menilai,Yaitu apakah adat-istiadat(kebudayaan) yang dianut memperhamba
orang,atau apakah adat-istiadat itu dilaksanakan dengan kebanggan pribadi ataukah
kelompok,ataukah cukup memperlihatkan aspek pelayanannya bagi masyarakat. Gereja harus
berusaha membebaskan orang dari adat yang menekan dan memperhamba dan kemudian
menunjukkan kepadanya fungsinya bagi kesejahteraan manusia dan kemulian nama Tuhan”
untuk itu dibutuhkan kriteria yang berfungsi semacam Filter agar dapat menyaring budaya mana
yang diterima dan mana yang harus ditolak.

2. Saling Pengaruh antara Injil(Kekristenan) dan Budaya dalam Perjalanan Hidup


Orang Tobelo.
a) Pengaruh Kekristenan terhadap budaya orang Tobelo
Ada beberapa hal atau kebiasaan orang Tobelo yang kemudian ditinggalkan karena pengaruh
Kekristenan.
1) Rambut Panjuang bagi Laki-laki
Sebelum kekristenan masuk dalam kehidupan orang Tobelo,rambuut panjang laki-laki
menjadi ciri khas kehidupan laki-laki orang Tobelo,tetapi ketika orang Tobelo menerima Injil
khususnya pada akhir abad-19 salah satu syarat yang harus dilakukan oleh laki-laki untuk
menerima baptisan adalah memotong rambut(membakar benda-benda kekafiran). Jadi rambut
pendek laki-laki ataobelo sebagai tanda Kekristenan.
2) Penguburan Mayat,rabu,dan cakalele
Ketika orang Tobelo menganut agam asliii,mayat tidak pernah diburkan. Biasannya orang
Tobelo membuat para-para dan meletakan mayat di atas para-para itu sehingga meyat hancur
dan tulang-tulang diambi dan diletakan “ditempat tertentu”dirumah. Orang Tobelo juga tidak
melakukan Rabu,yakni menebang pohon tertentu,misalnya mangga dan langsat,sebagai tanda
kenangan kapada yang telah meninggal. Begitu juga cakalele untuk menghilangkan
kedukaan(Habairi) dan mengantar mayat ke tempat peristirahatannya,tidak lagi dilakukan.
3) gomatere dan o gomanga yohakai
Tidak ada lagi o gomatere dan gomanga yohakai. Memang ada pengobatan tradisonal oleh
dukun(yohouhoru) tetapi tidak digunakan gomatere sebagai sarana pelayanan. Juga tidak
dilakukan o gomanga yohakai (=memberi makan kepada leluhur).

4) Yo canga/ yo sanga
Pada abad ke-18 dan k3-19,orang Tobelo sangat terkenal sebbagai Yo canga atau yo sanga,
yakni perampok atau bajak laut. Orang tobelo berhenti dari praktik canga karena hegomoni di
laut oleh pihak penguasah Belanda dan juga karena saat itu orang Tobelo mulai menerima Injil.
5) Kesenian Tradisonal
Pada masa lalu kesenian Tradisonal misalnya kabata, lelehe, sulumbe, dopa, bobasu, denge,
dianggap sebagai kekafiran,sehingga harus ditinggalkan. Padahal, menjadi kriten itu bukan
tentang kesenian tradisonal,melainkan mengikut Yesus dalam seluruh totalitas Hidup kita.
6) Bahasa Suku
Bahasa orang Tobelo sebagai bahasa orang suku kelihatannya sedang menujuh kepunahannya.
Sebagian besar pemuda,baik desa maupun di kota,tidak lagi berminat mengunakan bahasa suku.
Bahkan anak-anak dari banyak tokoh adat pun tidak lagi berbicara dengan bahasa suku.
b. Pengaruh budaya Tobelo dalam kehidupan orang Kristen Tobelo
Beberapa hal singkat menyangkut pengaruh budaya Tobelo dalam Kehidupan orang Kristen
Tobelo.
1. Pengunaan nama yang Ilahi
Sejak zaman pekabaran Injil, pengunaan nama yang ilahi telah dilakukan. Dalam
kehidupan Kekristenan khususnya di lingkungan suku Tobelo,sebutan untuk yang ilahi selalu di
pergunakan kata Jou Lahatala. Kata Jou Lahatala tidak digunakan lagi (tahun 1980-an) tetapi
yang digunakan adalah kata Jou Madutu.
2. Anak perempuan tidak mendapatkan warisan dari orang tuanya.
Salah satu budaya Tobelo yang sulit diterobas adalah segi kehidupan Kekristenan,adalah
anak perempuan tidak diberi Warisan dari orang tuanya. Hal ini luar biasa,sebab ketika orang
Tua membuat kebun,ia mengatakan : taraki ahi ngohakaI(saya membuat kebun untuk anak-anak
saya). Dalam budaya Tobelo perempuan sebagai pengikat persaudaraan. Dalam bahasa
Tobelo,saudara sekandung di sebut gia biranga( buiranga= saudara perempuan). Iranga=
saudara laki-laki) itu berarti,saudara perempuan sebagai pengikat persaudaraan anak-anak
sekandung.
3. Berbagai hal disekitar peristiwa kedukaan
Beberapa hal disekitar peristiwa kedukaan yang menunjukkan pengaruh budaya Tobelo
dalam kehidupan Kekristenan orang Tobelo.
4. Sasi Gereja
Orang Tobelo disekitar Tahun 1980-an hinggah kini,berkembang apa yang disebut sasi
Gereja. Meskipun hal itu dikembangkan oelh Gereja,tetapi merupakan pengaruh dari budaya
setempat, yakni sasi adat dari Maluku Selatan dan bubugo atau matakau yang berasal dari
budaya suku-suku Halmahera.
5. Kesulitan-kesulitan melaksanakan Keputusan Sinodal Oleh Majelis Jemaat
Latar belakang budaya ini sering mempengaruhi kehidupan menggereja. Baik dalam
pelaksanaan keputusan tertentu maupun dalam pengelolaan keuangan Gereja yang diatur secara
Sinodal,majelis cenderung mengabaikan keputusan bersama. Sebagai contoh keputusan sinodal
tentang pembagian pengelolaan keuangan Gereja . sesuai keputudsan 30% di serahkan ke Sinode
dan 70% dipergunakan di jemaat. Dalam.
6. Pengobatan tradisonal dan magi
Pengobatan Tradisonal ( yo houhouru) yang bekerja dengan mengunakan matera merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari budaya orang Tobelo. Sebab yo Houhoru masih menjadi
andalan untuk merawan dan memelihara kesehatan sebagian warga Gereja. Begitu Juga Magi
dalam berbagai bentuk,masih mewarnai kehidupan sebagai orang kristen Tobelo dalam Realitas
hidupnya.

3. Refleksi Teologis terhadap Magi dan Beberapa Keunikan dalam Kehidupan orang
Tobelo
a. Magi produkti,magi protektif dan magi destruktif
Dalam mata kuliah “ Praktik pastoral”, mahasiswa sering membahas verbatim
mereka,khususnya kasus “orang saki” dan “orang berduka”. Lewat pebahasan kasus itu,sering
dijumpai penyebabnya,karena perbuatan magis orang-orang tertentu yang mengakibatkan sakit
dan kematian. Telah dipaparkan bahwa tanda menjadi orang kriten bagi nenek moyang kita
adalah memotong rambut bagi laki-laki dan membuang”benda-benda kekafiran”( termasuk
magi). Rambut pendek bagi laki-laki benar-benar dapat dipertahankan dalam kehidupan orang
kristen Tobelo hinggsh kini. Tetapi mengapa magi menjadi masalah yang begitu sulit di
hilangkan. Kalau kita yakin bahwa hidup kita tergantung pada kasih dan pengampunan
Allah,maka kita tidak akan menjadikan”Magi” sebagao andalan dalam relasi dengan sesama.
J.Verkuyl mengutarakan:” didalam Alkitan dilarang magi dan perbuatan-perbuatan magi, karena
magi adalah ‘egosentris’ dan bukan’ theosentris’,artinya magi tidak berpusatkan
Tuhan,melainkan berpusatkan Manusia. Manusia yang berjiwa magis tidak mau mengabdi,tetapi
mau berkuasa,ia mau memaksa. Manusia yang berjiwa magis adalah orang yang berbuat
sewenang-wenang,kejan dan lalim.
b. Imaghikohoata(imahikigiama)
Sebenarnya orang Tobelo hendak menyatakan bahwa dalam hidup ini ada misteri tertentu.
Karena hidup penuh misteri maka kita patut menyesuaikan dengan gereja tersebut. Ada yang bisa
kita bisa memahaminya dengan baik tetapi ada juga yang sulit kita memahaminya dengan pasti.
Kalau kita mengakui Tuhan Allah sebagai sumber misteri,maka di dalam Dia kita mengenal
segalahnya. Hikmat-Nya memberi kita “jalan” guna mengetahui bahwah ia mengunakan
berbagai cara untuk memehami kehendak-Nya.
c. mahimadoa
O mahimadoa atau yang biasa diseburt dengan salawar,seperti yang sudah dijelaskan
,merupakan cara pandang orang Tobelo bahwa dosa atau keaalahan,bagaimanapun
disembunyikan pada waktunya akan terkuak. Sebabitu kesetian dan kejujuran yang terpantul dari
yang tulus harus dijunjung tinggi oleh setiap orang yang terikat dalam perkawinan. Dalam kata
lain keluarag Kristen yang mencerminkan relasi kasih atara Yesus dan Gereja-Nya senantiasa
dituntut untuk saling mengasihi sebagai dasar hidup berumah tangga sehinggah terhindar dari
perzinaan. Jikaulau kasih tetap menjadi dasar hidup rumah tangga Kristiani,maka ancaman
kutukan Maihimadoa atau salawar bukan sesuatu yang menakutkan.
d. O tomu
O tomu sebagai kehadiran leluhur dalam kehidupan keturunannya merupakan fenomena
menarik dalam kehidupan orang Tobelo hingga kini. O tomu tak lain merupakan bagian dari
keprcayaan asli orang Tobelo.bahwa o gikiri atau o gurumini tidak mati,ia tetap ada di
sekeliling kita dan o tomu adalah salah satu tanda kehadirannya.
e. gikiri/o gurumini dan o gomanga
Bahwa jika manusia mati hanya roehe saja yang mati, tetapi, o gikiri/o gurumini tetap hidup
yang akan menyatuh dengan o gomanga roh leluhur yang telah meninggal). Roh yang mati
Yang Agung atau Gomanga yang membimbing dan memimpin semua gomanga yang ada atau
yang bakal ada dalam letsverbendenheid yang berorintasi eskatologis dari Tubuhnya yakni
Gereja. Persoalnya,adakah orang Kristen Tobelo yang dalam kehidupan hariannya
menghubungkan dirinya dengan Yesus Kristus sebagai Roh Orang Mati yang
sulung/Agung(Gomanga), sehingga semuanya itu oprerasional dalam hidupnya sebagai anggota
Tubuh Kristus=Gereja dengan Yesus Kristus sebagai Kepalanya?. Tentu hal ini menjadi
persoalan tiada akhir dalam ziarah bersama sebagai orang Kristen Tobelo.

Anda mungkin juga menyukai