Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN

PERANCANGAN RUANG LUAR

JUDUL TUGAS :
Membuat Masterplan Ruang Luar
Universitas Halu Oleo ( Fakultas Ekonomi )

OLEH KELOMPOK 1 :

ADE FAJRIADI E1B118010


NUZUL IQRA MUHAMMAD E1B118042
LILIARSI E1B118020
WAHYU TRIYA E1B118030
INTAN WARDAN ZANI E1B118056
LA ODE LUBIS ANASAT E1B118060
SITTI DAENG HALIMA E1B116053

PROGRAM STUDI S1 ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
TAHUN PELAJARAN 2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Mata Kuliah : Perancangan Ruang Luar

Tahun Pelajaran : 2020/2021

Dosen : La Ode Rachmad Sabdin Andisiri

NIP :

MENYETUJUI

Kendari, 18 November 2020

Ketua Prodi Teknik Arsitektur, Dosen Perancangan Ruang Luar,

Dr.H. Ishak Kadir, ST. MT. La Ode Rachmad Sabdin Andisiri

NIP. 196902141995121001 NIP.

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakutu


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga laporan terkait “Masterplan Ruang Luar Fakultas
Ekonomi” ini dapat terselesaikan. Laporan ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan laporan ini.

Maka dari itu kami mengucapkan terimah kasih pada :

1. Bapak La Ode Rachmad Sabdin Andisiri selaku dosen pengampuh mata


kuliah Perancangan Ruang Luar yang telah memberikan banyak
bimbingan dan arahan kepada kami.
2. Kepada pihak – pihak terkait yang telah membantu dalam observasi
lapangan maupun dalam pembuatan laporan ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak


kekurangan yang terdapat didalamnya sebagai keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai
pihak sebagai upaya perbaikan penulisan yang akan datang.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Kendari, 18 November 2020

Penyusun

iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….…..ii
KATA PENGANTAR .......................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................... 2
1.3. Tujuan ...................................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Ruang Luar ............................................................................................................... 3
2.1.1. Pengertian Ruang dan Ruang Luar .................................................................... 3
2.1.2. Ruang dan waktu dan kaitannya dengan landscape design ............................. 5
2.2 Elemen Ruang Luar ................................................................................................... 6
2.3 Ruang Terbuka .......................................................................................................... 6
2.4. Campus Outdoor Space (Ruang Terbuka Kampus) ................................................ 14
2.4.1. Karakteristik Ruang Sosial di Kampus ............................................................. 15
2.4.2. Konsep Ruang Terbuka Kampus...................................................................... 15

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN


2.1. Lokasi..................................................................................................................... 24
2.2. Langkah Kerja........................................................................................................ 24
2.3. Data – Data Kawasan Fakultas Ekonomi ............................................................... 25

BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 32
4.2. Saran ...................................................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... vii


LAMPIRAN

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konsep Home Base Oleh Marcus dan Wischemann (1983) dalam
Marcus dan Francis (1998).................................................................................. 17
Gambar 3.1 Sirkulasi Menuju Kawasan ............................................................ 25
Gambar 3.2 Sirkulasi Dalam Kawasan ............................................................ 24
Gambar 3.3 Tata Kawasan .............................................................................. 26
Gambar 3.4 Fasilitas Kampus ........................................................................... 26
Gambar 3.5 Eksisting Kawasan ....................................................................... 28
Gambar 3.6 Elemen Ruang Luar ...................................................................... 28
Gambar 3.7 Perspektif Desain 1 ........................................................................ 29
Gambar 3.8 Perspektif Desain 2 ........................................................................ 29
Gambar 3.9 Gerban .......................................................................................... 29
Gambar 3.10 Angel 1 ......................................................................................... 29
Gambar 3.11 Sirkulasi Dalam Tapak ................................................................ 30
Gambar 3.12 Parkir ........................................................................................... 30
Gambar 3.13 Angel 2 ....................................................................................... 31

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Front Yard ....................................................................... 23

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Masterplan merupakan dokumen perencanaan tata ruang yang
mengatur letak fasilitas umum dan sosial sesuai dengan fungsi lahannya.
Dalam melihat masa depan, masterplan menjadi rencana induk
pembangunan kawasan yang berangkat dari potensi dan masalah yang saat
ini masih dimiliki oleh kawasan. Rencana induk mendasarkan diri pada visi
kawasan yang mensejahterakan semua penghuninya, baik secara lingkungan,
sosial, maupun ekonomi.
Masterplan merupakan rencana yang bersifat komprehensif
(melingkupi semua hal), mencakup infrastruktur, sirkulasi dan transportasi,
alokasi ruang sesuai aktivitas, jangka waktu implementasi, pendanaan, serta
pihak-pihak yang terlibat.
Melihat perkembangan Universitas Halu Oleo yang pesat, sebagai
salah satu Universitas ternama di Sulawesi Tenggara membuat pihak terkait
tidak hanya harus meningkatkan kualitas pendidikan, melainkan sarana
pendukung seperti sarana dan prasarana serta fasilitas kampus yang
mendukung kualitas mahasiswanya. Salah satu yang tidak kalah penting
adalah penataan terkait ruang luar kampus Universitas Halu Oleo sebagai
lingkungan belajar mahasiswa, hal ini mencakup fasilitas dan prasarana
ruang luarnya, vegetasi yang di gunakan, sirkulasi ruang luar, ruang terbuka
hijau, sistem drainase dan persampahan dan lain-lain.
Oleh karena itu yang menjadi latar belakang dari proyek ini adalah
penyusunan masterplan ruang luar Universitas Halu Oleo Kendari yang
merupakan suatu urgensi dalam rangka mendukung visi UHO sebagai
kampus hijau yang berwawasan lingkungan yang terwujud dalam tatanan
ruang luar yang konstekstual dengan iklim, geografi, fungsi kawasan sebagai
ruang dan lingkungan belajar mahasiswa.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaiman data eksisting kawasan FEKOM
2. Berapa luas lahan terbangun dan tidak terbangun pada kawasan FEKOM
3. Bagaiman sirkulasi pada kawasan.
4. Bagaiman sistem drainase dan persampahan pada kawasan.
5. Apa kebutuhan mahasiswanya terkait penataan ruang luar dan kebutuhan
fasilitas dan prasarana ruang luar.

1.3. Tujuan
Untuk menghasilkan ruang luar UHO khusunya pada kawasan Fakulttas
Ekonomi yang nyaman secara termal, audial, dan visual, serta mengutamakan
pejalan kaki dan pesepeda.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ruang Luar


2.1.1. Pengertian Ruang dan Ruang Luar
Ruang mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia. Ruang
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia baik secara psikologis,
emosional (persepsi), maupun dimensional (Hakim,1987).
Pengertian “ruang“ (space) sangatlah luas dan beragam. Ruang
atau space dan berdasarkan terminologinya berasal dari istilah latin yaitu
spatium. Sedangkan dari istilah space itu sendiri berarti suatu bentuk tiga
demensi, permukaan luas yang menerus memanjang ke segala arah dan
berisikan segala sesuatu: dengan berbagai cara dipikirkan sebagai sesuatu
yang tak terbatasi. Atau juga dapat berarti berjarak, bidang yang luas, atau
area di antara, di atas atau didalamnya (Webster’s New World College
Dictionary. NY: Macmillan. 1996:1284).
Sedangkan dalam Undang-undang RI no. 4 tahun 1992 tentang
penatan ruang, dikatakan bahwa konsep mengenai ruang didefinisikan
sebagai: wujud fisik lingkungan yang mempunyai dimensi geometris dan
geografis terdiri dari ruang daratan, lautan, dan udara, serta Sumber: daya
yang ada didalamnya.
Secara visual (Ching, Francis D.K. Architecture: Form, Space and
Order. Van Nostrand Reinhold Co. 1979) ruang dimulai dari titik
kemudian dari titik tersebut membentuk garis dan dari garis membentuk
bidang. Dari bidang ini kemudian dikembangkan menjadi bentuk ruang.
Dengan demikian pengertian ruang di sini mengandung suatu dimensi
yaitu panjang, lebar dan tinggi.

Imanuel Kant, berpendapat bahwa ruang bukanlah sesuatu yang


obyektif atau nyata, tetapi merupakan sesuatu yang subyektif sebagai hasil
pikiran dan perasaan manusia. Sedangkan Plato berpendapat bahwa ruang
adalah suatu kerangka atau wadah dimana obyek dan kejadian tertentu

3
berada (Hakim, 1987).
Pengertian ruang berkaitan dengan disiplin ilmu arsitektur adalah
sebagai suatu area yang secara fisik dibatasi oleh tiga elemen pembatas
yaitu lantai, dinding dan langit-langit. Pengertian tersebut tentunya tidak
secara langsung menjadi pengertian melalui pembatasan yang jelas secara
fisik yang berpengaruh pada pembatasan secara visual. Elemen pembatas
tersebut tidak selalu bersifat nyata dan utuh akan tetapi dapat bersifat
partial dan simbolik (Ashihara,1974).
Ruang, pada dasarnya terjadi oleh adanya hubungan antara sebuah
obyek dan manusia yang melihatnya. Hubungan itu mula-mula ditentukan
oleh penglihatan, tetapi bila ditinjau dari pengertian ruang secara
arsitektur, maka hubungan tersebut dapat dipengaruhi oleh penciuman,
pendengaran dan perabaan. Sering terjadi bahwa ruang yang sama
mempunyai kesan atau suasana yang berbeda karena dipengaruhi oleh
adanya hujan, angin, atau terik matahari. Hal ini menyatakan bahwa suatu
ruang dipengaruhi oleh keadaan alam sekitarnya (Ashihara,1974).
Pada hakekatnya, ruang dibagi menjadi dua bagian yang mendasar,
yaitu: ruang luar dan ruang dalam. Masing-masing dari dua bagian
tersebut mempunyai elemen-elemen pencipta arsitektur yang sama, yaitu:
lantai, dinding dan atap. Ruang dalam pada umumnya dikatakan interior
yang mempunyai batasan yang sangat jelas, sedangkan ruang luar dapat
bersifat meluas atau menyempit (Ashihara,1974; Ardiansyah).
Yoshinobu Ashihara (1974) dalam buku Dyan Surya Merancang
Ruang Luar (terjemahan) menyatakan ruang luar ialah ruang yang terjadi
dengan membatasi alam. Ruang luar dipisahkan dari alam dengan
memberi frame, atau batasan tertentu, bukanlah alam itu sendiri yang
meluas sampai tak terhingga. Ruang luar juga berarti sebagai lingkungan
luar buatan manusia dengan maksud tertentu. Pada ruang luar elemen atap
dianggap tidak ada, karena mempunyai batas yang tak terhingga, maka
perencanaan dan perancangan ruang luar biasa disebut dengan arsitektur
tanpa atap.

4
Prabawasari dan Suparman dalam bukunya Tata Ruang Luar 1
menyatakan ruang luar adalah:
 Ruang yang terjadi dengan membatasi alam hanya pada bidang alas
dan dindingnya, sedangkan atapnya dapat dikatakan tidak terbatas.
 Sebagai lingkungan luar buatan manusia, yang mempunyai arti dan
maksud tertentu dan sebagai bagian dari alam.
 Arsitektur tanpa atap, tetapi dibatasi oleh dua bidang: lantai dan
dinding atau ruang yang terjadi dengan menggunakan dua elemen
pembatas. Hal ini menyebabkan bahwa lantai dan dinding menjadi
elemen penting di dalam merencanakan ruang luar.
2.1.2. Ruang dan waktu dan kaitannya dengan landscape design
Menurut Imanuel Kant, ruang bukanlah sesuatu yang obyektif atau
nyata, tetapi merupakan sesuatu yang subyektif sebagai hasil pikiran dan
perasaan manusia. Perasaan persepsi masing-masing individu melalui
penglihatan, penciuman, pendengaran dan penafsirannya (Hakim, 1987).
Menurut Aristoteles dan the Phythagoreans, waktu merupakan
realitas yang terus berlangsung, tidak terganggu dari obyek-obyek lain dan
tanpa hubungan langsung dengan fenomena lain. Waktu secara subyektif
sebagai sesuatu yang tidak punya keadaan terpisah dari pengamat (Hakim,
1987).
Sedangkan menurut Van Doesburg, bentuk dasar Sejarah Arsitektur,
yaitu garis, permukaan, isi, ruang dan waktu kenyataannya tidak mungkin
diceraikan atau dipisahkan begitu saja (Hakim, 1987).
Ruang dalam Landscape Design adalah hasil daripada landscape
design yang berupa tiga dimensi, yang cara mendefinisikannya memberi
tingkatan pada nilai ruang itu sendiri. Ruang secara keseluruhan dapat
berupa elemen-elemen alam dan bentuk tanah dan tanaman (Hakim, 1987).
Sedangkan pengertian landscape design itu sendiri merupakan
perluasan dari site planning, meliputi proses perencanaan tapak,
berhubungan dengan pemilihan dari elemen-elemen perancangan atau

5
design, dimana suatu desain lansekap ini memungkinkan ruangan dibuat
dari kombinasi elemen alam dan struktur-struktur buatan manusia (Hakim,
1987).
Secara singkat, design atau perancangan adalah suatu cara kerja yang
sangat kompleks dengan banyak alternative. Suatu design yang berhasil,
akan menonjolkan suatu hubungan terhadap apapun disekitarnya, baik masa
lalu, masa yang akan dating secara nyata. Hal ini dapat dilihat antara lain
mengenai sirkulasi atau pergerakan, pembentukan permukaan, bentuk dan
ruang untuk beberapa kebutuhan, lokasi serta bentuk bangunan (Hakim,
1987).

2.2 Elemen Ruang Luar


Untuk mendapatkan suatu perencanaan yang lengkap, maka
umumnya seorang arsitek haruslah mengingat atau memperhatikan elemen-
elemen desain di dalamnya. Hal ini bertujuan memberikan suatu kesan
komposisi yang paling ideal di dalam suatu perancangan yang diinginkan
(Hakim, 1987).
Elemen-elemen perancangan secara visual yang menonjol untuk
mendukung perancangan ruang luar atau desain lansekap dapat dikategorikan
menjadi 4 bagian, yaitu : skala, tekstur, bentuk, dan warna. Sedangkan
elemen- elemen lingkungan yang harus dipertimbangkan dalam perancangan
ruang luar atau desain lansekap, diantaranya adalah pembatas ruang,
sirkulasi, tata hijau (Hakim, 1987).

2.3 Ruang Terbuka


Yoshinobu Ashihara (1974) dalam bukunya menyatakan Ruang luar
merupakan definisi umum, termasuk di dalamnya ruang terbuka. Ruang
terbuka merupakan bagian ruang luar yang mempunyai batas-batas tertentu
juga terdapat fungsi, maksud dan kehendak manusia. Batas-batas itu
ditandai oleh frame yang disebut di atas. Yoshinobu Ashihara (1974) juga
menyebutkan bahwa pandangan kita ke dalam frame menjadi ruang positif.
Dan ruang di luar frame tersebut bersifat meluas dan tak terhingga, disebut

6
sebagai ruang negatif.

Yoshinobu Ashihara (1974) dalam Ardiansyah juga mengartikan


ruang terbuka atau open space sebagai lahan tanpa atau dengan sedikit
bangunan atau dengan jarak bangunan yang saling berjauhan; ruang terbuka
ini dapat berupa pertamanan, tempat olah raga, tempat bermain anak-anak
atau playground, perkuburan dan daerah hijau pada umunya yang biasa
disebut dengan ruang terbuka hijau.
Sedangkan Rustam Hakim (1987) dalam buku Unsur Perancangan
dalam Arsitektur Lansekap menyatakan ruang terbuka pada dasarnya
merupakan suatu wadah yang dapat menampung kegiatan aktivitas tertentu
dari warga lingkungan tersebut baik secara individu atau secara
berkelompok. Bentuk dari ruang terbuka ini sangat tergantung pada pola
dan susunan massa bangunan. Batasan pola ruang umum terbuka adalah:
a. Bentuk dasar daripada ruang terbuka di luar bangunan
b. Dapat digunakan oleh publik
c. Memberi kesempatan untuk macam-macam kegiatan.
Contoh ruang terbuka adalah jalan, pedestrian, taman, plaza,
lapangan terbang dan lapangan olah raga.
Dalam buku Unsur Perancangan dalam Arsitektur Lansekap,
Rustam Hakim (1987) menuliskan 4 jenis ruang terbuka, yaitu:
1. Ruang terbuka dalam lingkungan hidup
Menurut Ian C. Laurit, ruang-ruang terbuka dalam lingkungan
hidup, yaitu lingkungan alam dan manusia yang dapat dikelompokkan
sebagai berikut:

• Ruang terbuka sebagai Sumber: produksi, antara lain berupa hutan,


perkebunan, pertanian, produksi mineral, peternakan, perairan,
perikanan dan sebagainya.
• Ruang terbuka sebagai perlindungan terhadap kekayaan alam dan
manusia, misalnya cagar alam berupa hutan, kehidupan laut/air, daerah
budaya dan bersejarah.

7
• Ruang terbuka untuk kesehatan, kesejahteraan dan kenyamanan, yaitu
antara lain:
- Untuk melindungi kualitas air tanah
- Pengaturan, pembuangan air, sampah dan lain-lain
- Memperbaiki dan mempertahankan kualitas udara
- Rekreasi, taman lingkungan, taman kota dan seterusnya.
2. Ruang terbuka ditinjau dari kegiatannya Dibagi 2 jenis ruang terbuka
yaitu:
• Ruang terbuka aktif adalah ruang terbuka yang mengundang unsur-
unsur kegiatan di dalamnya, antara lain: bermain, olahraga, upacara,
berkomunikasi dan berjalan-jalan. Ruang ini dapat berupa: plaza,
lapangan olah raga, tempat bermain, penghijauan di tepi sungai
sebagai tempat rekreasi dan lain-lain.
• Ruang terbuka pasif adalah ruang terbuka yang didalamnya tidak
mengandung kegiatan manusia, antara lain berupa penghijauan atau
taman sebagai Sumber: pengudaraan lingkungan, penghijauan
sebagai jarak terhadap rel kereta api dan lain-lain.
3. Ruang terbuka ditinjau dari bentuknya.
Menurut Rob Meyer, ruang terbuka (urban space) secara garis
besar dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
• Berbentuk memanjang. Umumnya hanya mempunyai batas-batas
pada sisi-sisinya, misalnya : jalanan, sungai dan lain-lain.
• Berbentuk mencuat. Yang dimaksud dengan bentuk mencuat adalah
ruang terbuka ini mempunyai batas-batas disekelilingnya, misalnya:
lapangan, bundaran dan lain-lain.
4. Ruang terbuka ditinjau dari sifatnya
Berdasarkan sifatnya ada 2 jenis ruang terbuka, yaitu:
• Ruang terbuka lingkungan adalah ruang terbuka yang terdapat pada
suatu lingkungan dan sifatnya umum. Adapun tata penyusunan
ruang- ruang terbuka dan ruang-ruang tertutupnya akan
mempengaruhi keserasian lingkungan.

8
• Ruang terbuka bangunan adalah ruang terbuka oleh dinding
bangunan dan lantai halaman bangunan. Ruang terbuka ini bersifat
umum atau pribadi sesuai dengan fungsi bangunannya.

Alun-alun kota abad pertengahan, atau piazza, sering merupakan


jantung dari sebuah kota, ini adalah tempat tinggal luar dan tempat bertemu;
sebuah lahan untuk berjualan, perayaan, dan eksekusi; dan tempat dimana
seseorang mendengarkan berita, membeli makanan, mengumpulkan air,
membicarakan politik atau melihat-lihat aktivitas yang dilakukan orang
lain. Kota-kota abad pertengahan diragukan dapat berfungsi tanpa piazza
atau alun-alun kotanya. Namun saat ini, alun-alun kota abad pertengahan
atau piazza Itali tidak lagi dapat menyediakan model dari fungsi untuk
ditiru, meskipun mungkin menawarkan pelajaran penting dalam bentuk,
rasio tinggi dan lebar, sense of enclosure, dan perabotan untuk
meningkatkan penggunaan (Marcus dan Francis, 1998).
Di Amerika Utara, beberapa peneliti telah berargumentasi bahwa
privatisasi kehidupan kontemporer telah membuat ruang publik tidak lagi
berfungsi. (Chidister, 1988). Yang tersisa dari ruang terbuka perkotaan
adalah ruang terbuka yang terpisah dan tidak terhubung dan digunakan
umumnya oleh satu segmen populasi (pegawai kantor), dan hanya saat hari
kerja selama jam makan (Marcus dan Francis, 1998).
Kebanyakan orang tidak lagi pergi ke pasar terbuka untuk membeli
makanan, ke pompa air umum, atau ke ruang publik untuk mendengarkan
berita. Mereka bersosialisasi didalam rumah mereka, dimana semua hal dari
air dan listrik untuk berita-berita, surat, dan iklan telah tersedia didalam
(Marcus dan Francis, 1998).
Seperti kebanyakan aktivitas-aktivitas yang biasanya dilakukan
didalam rumah (bekerja, belajar, pernikahan, kelahiran dan ritual kematian)
telah dipindahkan ke tempat dengan fungsi spesial, begitu juga dengan
aktivitas- aktivitas publik dari piazza utama (jual-beli, pertunjukan-
pertunjukan, olahraga, dan pertemuan) juga telah dipindahkan ke tempat

9
dengan fungsi spesial (pusat perbelanjaan, stadium, hotel dan pusat
konferensi, taman perumahan, dan lapangan sekolah). (Marcus dan Francis,
1998).

Pentingnya lingkungan pejalan kaki seperti di kota jauh lebih besar


dari sekedar estetikanya, atau bahkan kesempatan untuk menghabiskan
waktu di luar rumah. Menurut psikoterapis Joanna Poppink, menghabiskan
waktu di sebuah kafe outdoor atau belanja di jalan yang ramai lebih dari
sekedar pengalih perhatian yang menyenangkan, itu adalah elemen penting
dari kehidupan perkotaan yang sehat. Dia percaya bahwa banyak ketakutan
dan ketidakpercayaan yang dialami oleh orang perkotaan secara langsung
berhubungan dengan kurangnya ruang terbuka publik di mana kelompok-
kelompok yang berbeda dapat berinteraksi. “Jika kita tidak dapat
meninggalkan rumah, kita mengisi diri kita dengan fantasi-fantasi yang
diciptakan oleh televisi dan ketakutan diri kita sendiri.” Sebaliknya, ketika
kita “keluar kedunia, kita dapat melihat orang-orang seperti mereka benar-
benar terdiri dari umur yang berbeda, ras yang berbeda, hubungan yang
berbeda yang bisa kita observasi secara langsung” (Morgan 1996, 59;
Marcus dan Francis, 1998).

Seperti zaman dulu, taman publik digunakan sebagai ruang yang


bebas ditinggali oleh mereka yang tidak mempunyai rumah atau mereka
yang tinggal sendiri dalam keadaan penghematan. Beberapa taman yang
terletak di tempat yang kurang menonjol sekarang menawarkan pelayanan
kepada tuna wisma yang sebelumnya mungkin telah disukai di taman
publik. Walaupun untuk beberapa orang, taman masih merupakan sebuah
tempat untuk olahraga, rekreasi, bermain, dan perenungan, untuk yang lain
itu telah menjadi tempat pertemuan penting dan tempat sosial; untuk yang
lapar dan miskin, taman merupakan tempat untuk makan, tidur dan
merupakan rumah bagi mereka (Marcus dan Francis, 1998).

Walaupun tingkat penggunaan ruang terbuka kota sebagai tempat aktivitas


sosial dan ekonomi lebih dibatasi daripada saat abad pertengahan, tetapi

10
tingkat penggunaannya dianggap lebih besar saat ini daripada saat tahun
1950. Pada saat yang sama, muncul bentuk baru dari ruang terbuka,
disponsori baik oleh sektor publik ataupun sektor swasta. Inilah yang
mungkin dapat kita katakan sebagai ruang komunal atau ruang yang
digunakan oleh kelompok tertentu yang menggunakan sebuah bangunan
dengan fungsi tertentu: sebagai contoh, ruang terbuka untuk berjalan, duduk
dan bermain di sekitar perumahan untuk orang tua; halaman dan taman
yang digunakan oleh pengunjung rumah sakit, pasien dan pegawai; area
untuk permainan outdoor, belajar dan berlatih di pusat penitipan anak; dan
ruang-ruang diantara bangunan yang digunakan untuk berelaksasi,
bersosialisasi, dan belajar di kampus (Marcus dan Francis, 1998).
Berikut adalah 7 jenis ruang terbuka perkotaan (Marcus dan Francis,
1998):
1. Neighborhood park
Didominasi oleh elemen lansekap lunak berupa rumput, pohon dan
area tanaman, biasanya terletak di sebuah perumahan dan detail dan
diberikan perabotan untuk beberapa jenis aktivitas (olahraga, bermain,
berjalan) dan aktivitas pasif (duduk, berjemur, beristirahat).
2. Minipark
Taman kecil dengan ukuran satu hingga tiga rumah, secara prinsip
digunakan oleh pejalan kaki lokal. Digunakan terutama oleh anak-anak dan
remaja.
3. Urban plaza
Dominan berupa ruang terbuka dengan permukaan keras di daerah
perkotaan, umumnya didirikan sebagai bagian dari bangunan tinggi yang
baru. Plaza sejenis ini biasanya bersifat privat tetapi umumnya dapat
diakses oleh publik.
4. Campus outdoor space
Elemen keras dan lunak dari lansekap kampus yang bisa digunakan
untuk berjalan atau untuk belajar, relaksasi dan pertemuan sosial.
5. Elderly housing outdoor space

11
Ruang terbuka untuk berjalan, duduk, melihat-lihat, berkebun, dan
sejenisnya, terhubung dengan – dan untuk penggunaan ekslusif dari –
perumahan untuk orang tua.
6. Child care open space
Area bermain luar dari pusat penitipan anak, biasanya termasuk
didalamnya area dengan permukaan keras dan lunak dan beberapa
perlengkapan bermain yang tetap dan dapat dipindahkan. Fokus utamanya
adalah sekolah anak usia dini (tiga hingga lima tahun).
7. Hospital outdoor space
Sebuah halaman, kebun, atau taman yang merupakan bagian dari
rumah sakit. Ruang sejenis ini biasanya disediakan untuk digunakan oleh
pasien, pengunjung, staff, dan masyarakat umum. Mereka mempunyai
fungsi terapis dan sosial. Mereka dapat didominasi oleh permukaan keras
atau lunak atau kombinasi, tergantung lokasi dan banyaknya penggunaan.

Tidak ada satupun dari ruang tersebut secara teknis merupakan


ruang publik, namun ruang tersebut berkontribusi untuk sebuah perasaan
dari kehidupan publik, memungkinkan pertemuan dengan orang lain,
pemandangan, dan berkomunikasi dengan orang-orang yang bukan berasal
dari keluarga mereka sendiri. Ruang publik pada dasarnya harus bersifat
responsif – adalah dirancang dan dikelola untuk melayani kebutuhan dari
penggunanya; demokratis – dapat diakses oleh semua kelompok dan
menyediakan kebebasan dalam berkegiatan; dan bermakna –
memungkinkan orang untuk membuat koneksi yang kuat antara tempat,
kehidupan pribadinya, dan dunia yang lebih besar (Carr et al. 1992, 19-20;
Marcus dan Francis, 1998).

12
Berdasarkan hal yang disebutkan diatas, Marcus dan Francis (1998)
dalam bukunya People Places mengasumsikan:

1. Kehidupan publik berkembang di kota industri kontemporer.


2. Ukuran penting dari keberhasilan ruang terbuka publik adalah
penggunaannya
3. Penggunaan dan popularitas dari sebuah ruang paling besar
tergantung pada lokasi dan detail dari perancangannya.
4. Kita harus bisa mengkomunikasikan pada pengguna apa yang saat ini
diketahui tentang hubungan antara desain, lokasi dan penggunaan.

Sedangkan untuk kriteria ruang terbuka oleh Marcus dan Francis (1998), antara
lain:
1. Berlokasi ditempat yang mudah diakses dan bisa terlihat oleh
pengguna.
2. Menyampaikan secara jelas pesan bahwa tempat tersebut dapat
digunakan dan dimaksudkan untuk digunakan.

3. Cantik dan menarik baik bagian dalam maupun luarnya.


4. Memiliki perabot untuk mendukung aktivitas yang paling banyak
disukai dan diinginkan.
5. Menciptakan perasaan aman kepada calon pengguna.
6. Menciptakan kelegaan dari stress dan meningkatkan kesehatan
mental dan jasmani dari penggunanya.
7. Disesuaikan dengan kebutuhan dari kelompok pengguna yang
paling mungkin untuk menggunakan ruang.
8. Mendorong penggunaan oleh subkelompok yang berbeda dari
populasi pengguna, tanpa kegiatan salah satu kelompok
mengganggu yang lain.
9. Menciptakan lingkungan yang secara psikologis nyaman pada
saat penggunaan, dalam hal matahari dan bayangan, angin dan
sejenisnya.
10. Dapat diakses oleh anak-anak dan orang berkebutuhan khusus.

13
11. Menggabungkan komponen yang dapat dimanipulasi atau diubah
oleh pengguna.

12. Mudah dan ekonomis dipelihara dalam batas-batas apa yang


biasanya diharapkan dari jenis tertentu ruang.

2.4. Campus Outdoor Space (Ruang Terbuka Kampus)

Menurut Marcus dan Wischemann (1983) dalam Marcus dan Francis


(1998), bagaimanapun model yang dipilih dan bagaimana pun tapak, lokasi,
atau daerah, sebuah rencana kampus akan hampir selalu berupa beberapa
susunan dari bangunan-bangunan dengan ruang-ruang yang terbentuk di
antaranya. Dikarenakan sering kali diabaikan dalam perencanaan dan
perancangan kampus, ruang-ruang terbuka ini – fungsinya sebagai sirkulasi,
tempat belajar, relaksasi, dan fungsi estetika – perlu mendapatkan perhatian
yang lebih besar daripada yang saat ini diterima. Observasi pada banyak
kampus mengindikasikan bahwa banyak kegiatan relaksasi, pertemuan-
pertemuan, hiburan, dan kegiatan belajar disela-sela waktu menunggu kelas
dilakukan di ruang terbuka, ketika cuaca mendukung.
Marcus dan Wischemann (1983) dalam Marcus dan Francis (1998)
juga berpendapat bahwa hampir semua kampus mempunyai sejenis plaza
atau tempat berkumpul. Seperti semua kampung tradisional atau kota kecil
mempunyai ruang hijau publiknya atau alun-alun, begitu juga setiap
komunitas kampus tampaknya memerlukan sebuah tempat di mana mereka
dapat bertemu dengan teman- temanya dan orang-orang datang untuk
melihat orang lain atau hanya untuk berelaksasi sambil menunggu kelas.
Bentuk ruang terbuka ini bervariasi, dari ruang terbuka yang terdiri dari
sejumlah besar rumput dan pohon-pohon seperti di Universitas Illinois,
sampai ke Plaza Smith di Universitas New Mexico yang terdiri dari batu-
bata.
Marcus dan Wischemann (1983) dalam Marcus dan Francis (1998)
berpendapat bahwa kebutuhan yang dianggap paling penting oleh sebagian
besar pengguna ruang terbuka kampus adalah kealamian, pepohonan, dan

14
tanaman hijau; kedamaian dan ketenangan; tempat yang teduh dan
mendapatkan sinar matahari; orang-orang dan orang-orang yang dapat
ditonton; dekat dengan air (sungai kecil); rerumputan dan ruang terbuka;
merasa bebas dan nyaman.

2.4.1. Karakteristik Ruang Sosial di Kampus


Menurut C.M. Deasy (1985), pelajar pada semua tingkat pendidikan
mempunyai tendensi untuk memisahkan dirinya dalam satu kelompok, dan
mengidentifikasikan dengan tempat-tempat yang spesifik. Hal ini tidak
memerlukan identifikasi wilayah, tapi merupakan suatu tempat yang
tepat/sesuai untuk menemukan teman-teman mereka. Tempat tersebut
merupakan pusat sosial mahasiswa, baik disedikan tempat-tempat khusus
ataupun tidak. Pusat-pusat sosial tidaklah memerlukan suatu tempat
berbentuk ruang besar. Pusat sosial lebih merupakan atau menyerupai suatu
area pada hall tangga, pohon-pohon di halaman rumput atau pada anak
tangga di pintu masuk.
Karakteristik umum dari ruang sosial di kampus adalah (C.M.Deasy,
1985; Wijayanti, 2000) :
1. Berbatasan/berdekatan dengan rute sirkulasi utama kampus.
Memindahkan ruang sosial ke tempat-tempat yang jauh umunya tidak
akan berhasil, kecuali jika dipaksakan atraksi tambahan untuk menarik
mahasiswa menjauh dari rute normal mereka.
2. Sebagian besar lebih berhasil pada perempatan jalan, pada tempat-tempat
tujuan utama atau bersama dengan pelayanan makanan.
3. Menyediakan beberapa fasilitas tempat duduk.
4. Menyediakan beberapa fasilitas untuk berteduh.

2.4.2. Konsep Ruang Terbuka Kampus


Marcus dan Wischemann (1983) dalam Marcus dan Francis (1998)
mengusulkan konsep desain "home base", yaitu bahwa setiap mahasiswa,
dosen dan karyawan memiliki pekerjaan atau home base di sekitar sirkulasi
kegiatan kampus sehari-harinya. Untuk mahasiswa, home base biasanya

15
merupakan departemen utama mahasiswa tersebut. Setiap bangunan dapat
dilihat sebagai sebuah rumah, dan tempat lansekap yang berdekatan sebagai
"beranda depan" dan "halaman depan dan belakang".
1. Front Porch (Beranda Depan)
Beranda depan sebuah rumah menawarkan sebuah transisi fisik
dan psikologi yang penting dari kehidupan publik komunitas ke
kehidupan yang lebih privat dari sebuah kelompok sosial yang lebih
kecil. Beranda depan dari sebuah bangunan kampus juga dapat
menawarkan transisi semacam itu, dari kampus sebagai sebuah
kesatuan yang besar menuju ke sebuah departemen atau fakultas.
2. Front Yard (Halaman Depan)
Ketika jalur dan beranda depan dari sebuah rumah pada
umumnya berupa permukaan keras, front yard biasanya menyediakan
sebuah transisi yang lembut dan hijau atau buffer antara ruang privat
dan publik. Beberapa bangunan-bangunan kampus juga memiliki front
yard – ruang-ruang hijau di mana pengguna dapat berelaksasi dengan
cara yang relatif berbeda dengan beranda depan.

3. Back Yard (Halaman Belakang)


Seperti setiap rumah memiliki front yard yang secara umum
terbuka kepada pandangan dari orang yang lalu lalang dan bersifat
semipublik, kebanyakan rumah juga memiliki sebuah halaman
belakang yang secara keseluruhan atau sebagian tertutup dan digunakan
baik untuk relaksasi yang bersifat privat dan fungsi utilitas. Marcus dan
Francispercaya bahwa beberapa bangunan kampus juga harus memiliki
halaman belakang – ruang-ruang yang terhubung ataupun sebagian
tertutup oleh bangunan-bangunan, di mana pengguna merasakan
perasaan teritory yang besar daripada di front yard dan di mana
kegiatan semiprivat departemen bisa diadakan.

16
Gambar 2.1 Konsep Home Base Oleh Marcus dan Wischemann (1983)
dalam Marcus dan Francis (1998).
Halaman depan memiliki area serta aktivitas yang dilakukan lebih
privat dibandingkan beranda depan. Disini pengguna dapat berbincang
secara privat dengan teman, menikmati cahaya matahari atau tidur, makan,
belajar, atau mengadakan pertemuan kelas yang dekat dengan home base-
nya. Jelas sekali, perubahan lingkungan sangat penting bagi kesehatan
mental serta tingkat stress pengguna (Marcus dan Wischemann, 1983
dalam Marcus dan Francis, 1998).
Marcus dan Wischemann (1983) dalam Marcus dan Francis (1998)
menyatakan sebuah perbedaan di antara ruang dalam dan ruang terbuka, di
mana ruang dalam identik dengan perasaan “tertutup”, “membosankan”,
“frustasi”, “gugup”, sedangkan ruang terbuka lebih identik dengan
perasaan “tenang”, “hening”, “rileks”, “penuh kedamaian”, “hijau”,
“nyaman”, “tentram”. Perbedaan pengalaman semacam ini mungkin bagi
sebagian kita terjadi karena bangunan “mengharapkan” sesuatu dari kita
(belajar, bekerja, mengajar, menjawab panggilan, rapat), sedangkan ruang
terbuka tidak mengharapkan apa-apa dan karenanya bisa menjadi obat
penenang dari bekerja dan belajar yang menyebabkan stress. Untuk alasan-
alasan tersebut, konsep front yard menjadi penting. Untuk beberapa orang,

17
ide dari kegiatan berjemur atau relaksasi pada ruang publik mungkin
terlarang, tetapi beristirahat, bermeditasi, atau melamun di tempat yang
akrab yang terasa seperti home base, disekitar orang-orang yang dikenal,
mungkin lebih dapat diterima. Konsep dari front yard mungkin paling
penting untuk mahasiswa pascasarjana dan staf pengajar, yang
menghabiskan sebagian besar waktu mereka di kampus di dalam ataupun
disekitar bangunan tunggal (Marcus dan Wischemann, 1983 dalam Marcus
dan Francis, 1998).
Orientasi pejalan kaki di sebuah kampus memiliki banyak hubungan
dengan persepsi dari halaman rumah. Dimana sebagian besar pengguna
kampus berjalan diantara bangunan-bangunan, dan dimana iklim kondusif
untuk makan siang/ belajar/ relaksasi di ruang luar pada sebagian besar
waktu, keakraban harian bertahap dengan tempat berkembang menjadi rasa
memiliki wilayah rumah (Marcus dan Wischemann, 1983 dalam Marcus
dan Francis, 1998).
Dalam penelitiannya, Marcus dan Wischemann (1983) dalam
Marcus dan Francis (1998) menyatakan bahwa sama dengan orang-orang
pada sebuah perumahaan, mahasiswa dan staf pengajar juga merasa
nyaman di wilayah rumah mereka karena mereka melihat orang-orang yang
mereka kenal disana. Tetapi mereka merasa, bahkan lebih penting daripada
di daerah perumahaan, orang-orang menjadi terhubung dengan sebuah area
dari kampus karena mereka menggunakan ruang terbuka sebagai sebuah
tempat beristirahat maupun ruang untuk berjalan – yang artinya, mereka
menjadi akrab dengan tanda-tanda, suara-suara, sensasi- sensasi, dan
gambaran visual ketika duduk, berelaksasi, makan, ataupun berbincang-
bincang.
Menurut Marcus dan Wischemann (1983) dalam Marcus dan
Francis (1998), manusia memiliki kebutuhan tertentu akan ruang-ruang
terbuka di mana mereka merasa seperti di rumah dan yang mana mereka
dapat kembali dengan mudah untuk bertemu dengan teman-teman tertentu
atau hanya untuk berelaksasi.

18
1. Front Yard (Halaman Depan)

Dalam merancang halaman depan, Marcus dan Wischemann (1983)


dalam Marcus dan Francis (1998) menyatakan beberapa hal yang perlu
diperhatikan, antara lain:
 Penyusun rumput-rumputan, tanaman, dan jalan setapak harus
menyarankan sebuah gagasan dari halaman depan. Harus ada cukup
petunjuk visual yang pengguna-pengguna dari sebuah bangunan
tertentu dapat secara mudah mengklaim dan merasa nyaman di ruang
ini.
 Menyediakan area rumput yang mendapatkan cahaya matahari total,
ditambah area rumput lainnya yang secara penuh atau sebagian
terlindungi dari cahaya matahari.
 Menyediakan kursi dan tempat duduk bersandaran dinding di setiap
kesempatan di sekitar batas-batas dari ruang ini, atau disekitar basis
dari pohon-pohon besar tertentu.
2. Outdoor Study Areas
Dalam penelitiannya, Marcus dan Wischemann (1983) dalam
Marcus dan Francis (1998) menemukan beberapa lokasi yang merupakan
lokasi yang paling di sukai oleh mahasiswa untuk belajar di luar ruangan,
antara lain:
 Pintu masuk utama bangunan, di mana di antara jam bebas kelas atau
waktu makan siang mahasiswa dapat belajar dekat dengan home base
atau dalam wilayah yang familiar.
 Area yang dekat dengan Sumber: dari makanan yang murah atau
cemilan, karena mahasiswa sering membaca dan makan pada saat yang
bersamaan.

 Area terbuka berumput untuk pengguna yang lebih memilih untuk


belajar dekat dengan home base mereka atau pada tempat yang lebih
publik dengan banyak ruang-ruang disekitar mereka.
 Terpencil, ruang-ruang kecil untuk pengguna yang berharap dapat

19
melakukan pekerjaan privat atau lebih kontemplatif (merenung).
 Tempat yang jauh dari area yang digunakan sebagai tempat parkir,
karena suara bisa mengganggu
 Daerah dibawah pohon-pohon besar yang menciptakan sebuah
subspace.
Tempat duduk melingkar dapat menciptakan tempat duduk yang
memiliki kenyamanan sosial di mana sejumlah orang pengguna yang
tidak ingin berbincang dapat duduk dan belajar.
Menurut Marcus dan Wischemann (1983) dalam Marcus dan
Francis (1998), ketika mendesain ruang yang bisa digunakan untuk
aktivitas belajar di ruang terbuka, ada beberapa karakteristik yang
perlu diperhatikan:
 Memberikan ruang penghalang dari sirkulasi pejalan kaki utama
dengan cara memberi jarak, tanaman, perubahan level, dan lain-lain,
sehingga pandangan- pandangan dan suara-suara sejumlah besar orang-
orang yang lewat tidak mengganggu.
 Menutup sebagian ruang belajar dengan batas yang jelas sehingga
pengguna akan merasa terlindungi dari gangguan yang mungkin terjadi.
Hindari isolasi visual dari ruang ini atau membuat jalan buntu dengan
tidak adanya jalan keluar alternatif.

 Menyediakan tempat duduk yang nyaman. Duduk di tempat duduk


yang keras, dingin, atau tanpa sandaran tidak kondusif untuk aktivitas
belajar.
 Menyediakan beberapa meja untuk kegiatan membaca atau menulis.
Meskipun beberapa orang cukup nyaman duduk untuk membaca atau
berbicara, yang lain lebih memilih untuk meletakkan buku mereka di
permukaan yang keras dan menyandarkan tangan di meja pada saat
menulis.
3. Spatial Attributes

20
Dalam buku People Places, Marcus dan Francis (1998) menyatakan
beberapa spatial attributes pada ruang terbuka kampus, yaitu:

 Sebuah plaza utama di sebuah kampus besar berfungsi sebagai sebuah


panggung di mana beberapa pengguna datang untuk “melakukan
pertunjukan” (sambil lalu, bermain musik, memberikan pidato,
mendistribusikan literatur) dan yang lain datang untuk menonton dan
mungkin ditonton. Dengan begitu dapat dikatakan, sebuah plaza yang
sukses mengakomodasi dua aktivitas dasar : berjalan dan berdiam diri
(duduk, belajar, menunggu, makan, menonton).
 Sama seperti di tempat publik yang lain, pengguna merasa lebih
nyaman duduk di pinggir dari sebuah ruang dengan sesuatu berada di
belakangnya. Dengan begitu, sebuah plaza utama kampus harus
menyediakan tempat untuk beraktivitas sepinggir mungkin dan
menyediakan banyak anchor spots.
 Area tempat duduk informal dan formal harus bisa mengakomodasi
kebutuhan yang sangat bervariasi, dimulai dari kegiatan belajar yang
tenang hingga menonton orang secara diam-diam ataupun menunggu
teman di tempat yang penting.

 Karena pengguna sangat berbeda-beda, bentuk dari tempat duduk di


plaza utama juga harus berbeda-beda, dari tempat duduk dengan atau
tanpa sandaran dan lain-lain.
 Sebuah kafeteria atau restoran dengan tempat duduk di luar (di mana
iklim mengizinkan) harus berada dalam jarak pandang plaza, dengan
kios atau gerobak yang menjual makanan di mana mahasiswa dapat
membeli makanan yang tidak mahal di dalam atau berada dekat dengan
plaza.

21
 Di mana iklim mendukung, air mancur yang indah dan menarik
perhatian dapat menjadi tambahan yang luar biasa untuk ruang plaza
utama. Ini dapat menjadi titik fokus yang indah, simbol dari suatu
tempat, dan jika pengguna dapat duduk pada pinggirannya,
memasukkan tangan atau kaki mereka kedalamnya, berjalan
melewatinya melalui tangga baru, atau berinteraksi dengan airnya, ini
dapat menjadi tempat bermain yang menarik bagi orang dewasa.
4. Karakteristik Front Yard
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan diatas, maka dapat
dibuat beberapa karakteristik dari ruang front yard kampus atau front
yard. Karakteristik tersebut antara lain, yaitu :
1. Merupakan transisi atau buffer antara ruang privat dan publik.
2. Di front yard (halaman depan), seseorang dapat melakukan
perbincangan pribadi, berjemur atau tidur, makan, belajar,
melakukan pertemuan kelas.
3. Menciptakan suasana yang tenang, tentram, rileks, damai, dan
nyaman bagi para penggunanya.

4. Merupakan area yang familiar bagi para penggunanya dan dapat


menciptakan
sense of territory.
5. Orientasi pejalan kaki sangat mempengaruhi persepsi dari para
pengguna terhadap front yard dari sebuah kampus. Oleh karena itu,
front yard atau front yard harus berada disirkulasi utama.
6. Para pengguna merasa seperti berada dirumah dan mereka dapat
kembali dengan mudah setiap harinya. Dengan begitu, front yard
adalah suatu area yang mudah untuk diakses oleh pengguna.
7. Penyusun rumput-rumputan, tanaman, dan jalan setapak harus
menyarankan sebuah gagasan dari halaman depan. Harus ada cukup
petunjuk visual untuk pengguna-pengguna dari sebuah bangunan
tertentu agar dapat secara mudah diklaim dan para pengguna merasa
nyaman di ruang ini.

22
8. Area rumput yang mendapatkan cahaya matahari total, ditambah
area rumput lainnya yang secara penuh atau sebagian terlindungi dari
cahaya matahari.
9. Terdapat bangku dan tempat duduk bersandaran dinding di setiap
kesempatan di sekitar batas-batas dari ruang ini, atau disekitar basis
dari pohon-pohon besar tertentu.
transisi atau buffer antara ruang privat dan
publik
front yard atau front yard harus berada
disirkulasi utama
halaman depan adalah suatu area yang
Fisik mudah untuk diakses oleh pengguna.

harus ada cukup petunjuk visual untuk


pengguna-pengguna

area rumput yang mendapatkan cahaya


matahari
terdapat elemen ruang terbuka berupa kursi,
tempat duduk bersandaran, meja, dan lampu
area yang familiar bagi para penggunanya
dan dapat menciptakan sense of territory
menciptakan suasana yang tenang, tentram,
rileks, damai, dan nyaman bagi para
penggunanya.
Non-fisik melakukan kegiatan yang lebih pribadi

Tabel 2.1 Karakteristik


Front Yard

23
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Lokasi
Lokasi yang kelompok kami dapatkan berada di Universitas Halu Oleo
yaitu Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

2.2. Langkah Kerja


1. Merencanakan observasi, penentuan waktu dan menyiapkan peralatan
yang di butuhkan saat observasi yaitu kamera.
2. Melakukan observasi ke lokasi kawasan Fakultas Ekonomi.
3. Mengumpulkan data – data eksisting kawasan yang di perlukan dalam
perancangan Masterplan khususnya dalam kawasan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis.
4. Menganalisis data – data yang telah did apatkan.
5. Mentukan konsep desain ruang luar yang akan di terapkan dalam
perancangan ruang luar Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
6. Pembuatan laporan dan rancangan ruang luar Fakultas Ekonomi dan
Bisnis.

24
2.3. Data – Data Kawasan Fakultas Ekonomi
a) Sirkulasi Menuju Kawasan

Gambar 3.1 Sirkulasi Menuju Kawasan


b) Sirkulasi Dalam Kawasan

Gambar 3.2 Sirkulasi Dalam Kawasan

25
c) Tata Kawasan

Gambar 3.3 Tata Kawasan


d) Fasilitas Kampus

Gambar 3.4 Fasilitas Kampus

26
e) Eksisting Kawasan

27
Gambar 3.5 Eksisting Kawasan
f) Elemen Ruang Luar

Gambar 3.6 Elemen Ruang Luar


2.4. Desain Ruang Luar
Dalam perancangan ruang luar konsep yang kami adopsi adalah
konsep daerah buton, yaitu arsitekturnya yang selalu menggunakan konsep
rumah panggung dan semua menggunakan bahan dari kayu. Hal ini kami
wujudkan dalam desain ruang luar kami dengan selalu menampilkan bentuk
kolom pada bangunan dan menggunakan bahan lantai yang mirip corak kayu.
Buton sendiri adalah salah satu suku bangsa yang menempati
wilayah Sulawesi Tenggara tepatnya di Kepulauan Buton. Berikut merupakan
desain ruang luar yang kami rancang untuk Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

28
Gambar 3.7 Perspektif Desain 1

Gambar 3.8 Perspektif Desain 2

Gambar 3.9 Gerban

Gambar 3.10 Angel 1

29
Gambar 3.11 Sirkulasi Dalam Tapak

Gambar 3.12 Parkir

30
Gambar 3.13 Angel 2

31
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Di temukan begitu banyak potensi ruang luar kampus yang dapat di
manfaatkan untuk berbagai fasilitas dan aktifitas kampus, seperti;
olahraga, wisata, dan rekrasi.
2. Konsep pengembangan ruang luar khususnya di lingkungan fakultas
sebaiknya di arahkan untuk menunjang suasana akademik dengan tetap
memperhatikan karakter masing-masing fakultas , yang dapat diwujudkan
dengan konsep mengabungkan open space yang menyatu dan saling terkait
dengan konsep lainnya seperti: taman, lahan parkir, fasilitas olahraga dan
landscaping secara umum dengan tetap memperhatikan segi fungsional
dan sekaligus estetis.
3. Khusus untuk tempat parkir di kembangkan dengan konsep pola parkir
yang menyebar sesuai dengan kebutuhan masing-masing fakultas.
4. Penataan ruang luar yang baik akan menciptakan suasana yang bukan saja
kondusif bagi sebuah lingkungan akademik ,tetapi juga sekaligus
memberikan manfaat dan meningkatan citra universitas secara keseluruhan
di mata masyarakat.

4.2. Saran

32
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Buton

https://imagebali.net/detail-artikel/732-makna-filasafat-arsitektur-rumah-tradisional-
buton.php

https://www.masterplandesa.com/tentang-masterplan-desa.html

vii
LAMPIRAN

viii
ix

Anda mungkin juga menyukai