PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI
INDONESIA
Oleh:
Aan Eko Widiarto
A. Pendahuluan
Salah satu konsekwensi Negara Hukum adalah pembangunan hukum
positif melalui pembentukan peraturan perundang-undangan. Menurut
Solly Lubis, aktivitas peraturan perundang-undangan termasuk salah
satu sub sistem dalam kehidupan bernegara. Setiap sistem maupun sub-
sistemnya, mempunyai “prinsip”. Prinsip, dasar, asas, principle, beginsel,
mempunyai nilai-nilai tertentu pula (nilai, value, waarde). Nilai-nilai itu,
merupakan suatu yang dipandang baik dan luhur oleh masyarakat yang
menjadi penganutnya, sehingga mereka senantiasa mendambakan, bahkan
selalu ingin menikmatinya, misalnya nilai ketuhanan, kemanusiaan,
kebangsaan, kerakyatan, keadilan, berbagai jenis cinta dan kasih sayang.
Nilai-nilai inilah yang sekaligus menjadi intisari atau esensi pandangan
hidup (levensbeschouwing) pada masyarakat yang bersangkutan. Berakar pada
pandangan hidup yang bernilai filosofis paradigmatik itu pulalah, tumbuh
cita-hukum (rechtsidee, legal ideas), yang dalam studi hukum disebut sebagai
embrio atau cikal bakal hukum, atau ius constituendum yang seyogianya
diangkat ke permukaan menjadi ius constitutum atau hukum positif (positive
law). Dengan demikian, mengingat peraturan peraturan perundang-
undangan merupakan salah satu subsistem dalam kehidupan kenegaraan
maka hubungan filosofis antara peraturan perundang-undangan itu dengan
nilai-nilai filosofis yang dianut harus dikenali, baik dalam pandangan hidup
bangsanya, maupun yang sudah diabstraksi dan kemudian diderivasi,
yakni telah diangkat ke permukaan menjadi dasar dan ideologi negara.
Dalam konteks prinsip kesisteman (systemic principles and consequences) itu,
1
M. Solly Lubis, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, Mandar Maju, Bandung,
2009, hlm. 26-27.
2
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni (Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai
Ilmu Hukum Empirik-Deskriptif), terjemahan Somardi, Rimdi Press, Jakarta, 1995,
hlm. 126.
3
Adolf Merkel dan Hans Kelsen sebagaimana terpetik dalam Rosjidi Ranggawidjaja,
Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 1998, hlm. 26.
4
Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia,
Bandung: Mandar Maju, 1998, hlm. 27-28.
5
Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Jakarta: Penelitian Fakultas Pascasarjana
Universitas Indonesia, 1990, hlm. 290.
6
Retno Saraswati, Perkembangan Pengaturan Sumber dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan di Indonasia, Jurnal Media Hukum/Vol. IX/No2/April-Juni/
2009 No ISSN 1411-3759, hlm. 10.
Metode Penelitian
Permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini adalah bagaimana
sejarah hukum pengaturan hierarki peraturan perundang-undangan di
Indonesia dan apa politik hukum pengaturan hierarki peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Guna menjawab permasalahan tersebut jenis
penelitiannya adalah yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian
deskriptif analitis.8 Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang
bersifat pemaparan dalam rangka menggambarkan selengkap mungkin
tentang suatu keadaan yang berlaku di tempat tertentu, atau suatu gejala
yang ada, atau juga peristiwa tertentu yang terjadi dalam masyarakat dalam
7
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Cetakan ke-4, 2011, hlm. 1.
8
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, “analitis” (analisistis) artinya adalah bersifat
analisis. Sedangkan arti analisis di antaranya adalah “proses pemecahan masalah yang
dimulai dengan dugaan akan kebenarannya”. Lihat Sulchan Yashin (Ed. ), Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia (KBI-Besar) Serta: Ejaan Yang Disempurnakan Dan Kosa
Kata Baru, Surabaya: Amanah, 1997, hlm. 34.
B. Pembahasan
Pengaturan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia sering
berubah ubah. Perubahan perubahan terjadi baik sejak zaman kolonial
(sebelum kemerdekaan) maupun setelah kemerdekaan13. Pertama, pada
9
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2004, hlm. 50; Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-
Press, Jakarta, 1986, hlm. 10; Bambang Soepeno, Statistik Terapan dalam Penelitian
Ilmu-Ilmu Sosial & Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, hlm. 2-3.
10
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2005, hlm. 126.
11
James E. Mauch and Jack W. Birch, Guide to the Successful Thesis and
Desertation, Third Edition, New York: Marcel Dekker Inc. , 1993, hlm. 115.
12
Asshiddiqie, Teori & Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, Jakarta: Ind. Hill-
Co, 1998, hlm. 14.
13
Noor M Aziz, Laporan Penelitian Pengkajian Hukum tentang Eksistensi
Sumber dari tertib hukum sesuatu negara atau yang biasa sebagai
“sumber dari segala sumber hukum” adalah pandangan hidup, kesadaran
dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan
dan watak dari Rakyat negara yang bersangkutan. Sumber dari tertib
hukum Republik Indonesia adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita-
cita hukum serta cita-cita mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan
bangsa, peri-kemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional dan
mondial, cita-cita politik mengenai sifat bentuk dan tujuan Negara, cita-
cita moral mengenai kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan sebagai
pengejawantahan daripada Budi Nurani Manusia. Pandangan hidup,
kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral luhur yang meliputi
suasana kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia itu pada 18 Agustus
1945 telah dimurnikan dan dipadatkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
atas nama Rakyat Indonesia, menjadi Dasar Negara Republik Indonesia,
yakni Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan Sosial.
Antara tata urutan peraturan perundangan R. I. dan bagan susunan
kekuasaan di dalam negara R. I di dalam Memorandum DPR-GR tertanggal
9 Juni 1966 dijadikan satu kesatuan. Tata urutan peraturan perundang-
undangan R. I. meliputi:
1. UUD RI 1945 ;
2. Tap MPR;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Keputusan Presiden,
6. Peraturan Pelaksanaan lainnya seperti Peraturan Menteri, Instruksi
Menteri dan lain-lainnya.
14
Tap MPR Nomor 3 Tahun 2000 Bertentangan dengan UUD http://
15
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, (New York: Russel & Russel,
1961), hlm. 155-162.
16
Aan Eko Widiarto, Problematika Yuridis UU 12/2011, 2011.
(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan
desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Di dalam UU 12/2011 Peraturan Desa tidak ada, justru yang diatur adalah
Peraturan Kepala Desa (lihat Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011)17. Peraturan Desa
dibentuk bersama oleh Kepala Desa dan BPD sedangkan Peraturan Kepala Desa
adalah peraturan yang dibentuk Kepala Desa secara sendiri tanpa melibatkan
BPD (wakil rakyat desa). Kondisi semacam ini menjadi sebuah ironi yang
mencerminkan betapa rendahnya sense terhadap keberadaan satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa.
17
Ibid
18
A. Hamid Attamimi berpendapat bahwa Cita Hukum merupakan terjemahan
dari Rechtsidee, namun berbeda dengan Penjelasan UUD 1945 sebelum diamandemen,
terjemahan yang digunakan adalah “cita-cita hukum”. Mengingat cita ialah gagasan,
rasa, cipta, pikiran, sedangkan cita-cita ialah keinginan, kehendak, harapan, yang selalu
ada di pikiran atau di hati.
19
Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta 2008, Hlm. 24
Implikasi hukum dari ketetuan Pasal 18B tersebut adalah negara harus
mengakui dan menghormati hukum atau peraturan yang dibentuk oleh :
a. satuansatuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang dalam praktik produk hukumnya berupa
Perda Istimewa (Provinsi DIY), Perda Khusus (Papua), Perda (DKI
Jakarta), dan Qanun (Aceh).
a. Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat
hukum adat serta hakhak tradisonalnya yang dalam praktik
produk hukumnya berupa Peraturan Desa, awig-awig (di Bali), dan
peraturan tertulis sejenisnya, dan hukum adat yang tidak tertulis.
KONSEP PRISMATIK
TEORI PERUNDANG-UNDANGAN
Constancy through time or avoidance of frequent Berbasis asas otonomi dan mengakui dan Kesesuaian Kedudukan Lembaga Negara
change (Hierarki tidak boleh terlalu sering diubah); menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum dengan Hierarki Peraturan yang Dibentuk
adat serta hakhak tradisonalnya
20
Padmo Wahjono, Loc. Cit., Hlm. 8
21
Ibid, hlm 3-4
Daftar Pustaka
Buku-Buku
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung .
Asshiddiqie, 1998 , Teori & Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, Ind.
Hill-Co, Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata
Urutan Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Artikel, Laporan Peneltian, Jurnal:
Aan Eko Widiarto, Problematika Yuridis UU 12/2011, 2011.
Abdul Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia
dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Jakarta: Penelitian
Internet/Website:
Tap MPR Nomor 3 Tahun 2000 Bertentangan dengan UUD, http://www.
hukumonline.com/berita/baca/hol501/tap-mpr-nomor-3-tahun-2000-
bertentangan-dengan-uud, diakses 21 November 2014 pkl. 23. 00 di Leiden.