B.Penyebab Bullying
Perilaku atau fenomena perundungan atau bullying ini dapat terjadi dengan penyebab
yang sangat beragam. Berkaitan dengan penyebab munculnya perilaku ini tidak serta merta
hanya melihat dari satu sisi saja, melainkan harus melihat dari semua pihak yang terlibat.
Berikut ini penjelasan singkat mengenai penyebab dari perilaku bullying dilihat dari pelaku,
korban dan bystanders.
1. Pelaku
Biasanya pelaku perundungan melakukan perilaku ini karena beberapa hal yang bisa
saja berbeda-beda dari satu individu ke individu lain. Seunagal (2021) menjelaskan bahwa
beberapa hal yang bisa menjadi penyebabnya seperti merasa bahwa pihak lawan sebagai
“bahaya” (perceived of threats), adanya keinginan untuk memiliki power sehingga dapat
lebih berkuasa, balas dendam, hingga adanya trauma masa lalu yang belum terselesaikan.
Sebagai contoh kasus bullying, seorang senior di klub berenang yang bernama Rai
merundung seorang juniornya yang bernama Nio karena Rai merasa juniornya ini dapat
menjadi sosok yang lebih powerful dan lebih disukai oleh rekan-rekan di klub tersebut.
2. Korban
Selain pelaku, perundungan juga dapat disebabkan oleh beberapa hal yang berkaitan
dengan atau berada pada diri korbannya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa korban
perundungan atau bullying karena memiliki karakteristik psikologis tertentu, seperti sering
mengalami emosi negatif berupa kesedihan, marah, hingga insecure (Emamzadeh, 2018).
Pada kasus tertentu, individu yang menjadi korban perundungan cenderung memiliki
suatu sisi yang lebih baik daripada pelaku sehingga pelaku merasa dalam bahaya jika
bersaing dengan korban, seperti lebih skillfull, cekatan, pintar dan sebagainya (Gordon,
2020).
Contohnya Nio mengalami perundungan oleh Rai bukan hanya karena ia junior, tetapi
ternyata Nio sendiri merupakan individu yang sering merasa insecure dengan kemampuan
berenangnya yang belum sebaik para anggota klub lainnya. Dengan adanya kesempatan
tersebut serta perceived of threats karena merasa Nio lebih mudah berteman dengan anggota
klub, makaRai tidak segan untuk merundung Nio.
3. Bystanders
Saksi atau bystanders yang melihat perundungan dapat berperan dalam
keberlangsungan perilaku perundungan itu sendiri. Bystanders yang tidak bertindak atau
hanya diam saja ketika perundungan terjadi cenderung meningkatkan
perilaku bullying tersebut. Diamnya bystanders ini dapat membawa beragam akibat, seperti
pelaku maupun korban merasa bystanders ini setuju dengan perundungan yang terjadi
sehingga pelaku terus melakukannya sedangkan korban semakin merasa sendirian (Assistant
Secretary for Public Affairs, 2019).
C.Macam-macam Bullying
Perilaku bullying jika dilihat secara general dan berdasarkan pada definisi yang telah
disampaikan pada bagian sebelumnya, dapat dipahami bahwa memiliki beragam tipe atau
bentuk. Tipe perilaku bullying ini dapat dibedakan menjadi beberapa hal berdasarkan
kategori tertentu. Secara garis besar dan general terdapat dua tipe bullying, yakni tradisional
dan cyberbullying (Smith, 2018).
1. Perundungan tradisional merupakan jenis bullying yang mana sebuah perilaku
perundungan yang dilakukan secara offline dan cenderung ditemukan di kehidupan
sehari-hari. Contoh dari perilaku ini misalnya saja memalak, memukul, mengatai
secara langsung, menjauhi dan lain sebagainya.
2. Cyberbullying adalah bentuk dari perilaku perundungan yang dilakukan dengan
media internet atau secara online. Pada awalnya tipe bullying ini masih jarang
ditemukan, tetapi seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi yang pesat,
perilaku cyberbullying ini juga mengalami peningkatan. Contoh
dari cyberbullying ini mudah ditemukan misalnya saja
3. Bullying fisik: merupakan salah satu dari bentuk perundungan tradisional yang di
dalamnya terdapat perilaku ataupun intensi untuk melukai fisik pihak lawan (New
Zealand Ministry of Education, t.t.). Contoh perilaku bullying fisik ini misalnya saja
memukul, menendang, mencubit, mencuri dan/atau merusak barang milik orang lain,
menjambak dan masih banyak lainnya. Tipe perundungan ini yang biasanya lebih
banyak ataupun lebih mudah diketahui, karena memang jelas terlihat oleh masyarakat
atau komunitas yang ada di sekitarnya.
4. Bullying verbal: memiliki persamaan dengan dengan tipe perundungan fisik, karena
juga lebih mudah untuk ditemui baik pada perundungan tradisional
maupun cyberbullying. Hal ini dikarenakan perundungan verbal bullying biasanya
dilakukan dengan menuliskan dan atau mengucapkan kata-kata atau kalimat yang
tidak mengenakan (New Zealand Ministry of Education, t.t.). Misalnya saja, seorang
karyawati baru bernama Ina mendapatkan kalimat sarkasme yang menyakiti hati
setiap kali ia tidak dapat mengerjakan tugas yang diberikan oleh rekan-rekan yang
lebih senior.
D. Dampak Bullying
Perilaku bullying atau perundungan seperti yang disampaikan di atas memang
dapat terjadi di mana saja tanpa memandang usia maupun status korbannya. Banyak
contoh perilaku bullying yang terjadi di berbagai setting mulai dari institusi pendidikan,
tempat kerja bahkan lingkungan tempat tinggal. Disadari maupun tidak, perundungan
memberikan dampak negatif tertentu bagi seluruh pihak yang terlibat, baik korban,
pelaku, maupun bystander.
Korban perundungan atau bullying dapat mengalami beragam hal dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Secara umum, dampak jangka pendek yang dapat
ditemukan pada korban bullying, seperti trauma, psikosomatis, rasa marah, depresi,
cemas, penurunan prestasi, motivasi menurun hingga pemikiran untuk bunuh diri (“The
Long Term Effects of Bullying,” t.t.; Wolke & Lereya, 2015).
Pada jangka panjang, efek dari perundungan dapat berakibat pada berkurang atau
tidak mampunya seseorang untuk beradaptasi saat sudah dewasa, seperti kesulitan
mempertahankan hubungan romantis dalam jangka panjang, sulit adaptasi saat bekerja
dan sebagainya (Wolke & Lereya, 2015).
Sedangkan dari sisi pelaku, perilaku perundungan yang ia lakukan juga dapat
berdampak buruk bagi dirinya sendiri, terutama ketika beranjak dewasa. Beberapa
diantaranya adalah cenderung lebih banyak terlibat dalam kegiatan kriminal berupa
perusakan, penyalahgunaan napza, menjadi sosok yang abusive, dan sebagainya
(Assistant Secretary for Public Affairs, 2019).
Dampak bullying tidak hanya pada korban dan pelaku, bystander juga dapat
merasakan dampak buruk yang ada. Pada kasus pelajar, dampaknya dapat berupa
membolos dan pada konteks yang lebih luas bystander dapat mengalami peningkatan
penggunaan napza, rokok, serta mengalami gangguan kesehatan psikologis seperti
kecemasan dan depresi maupun fisik (Assistant Secretary for Public Affairs, 2019).
E. Ciri-ciri Bullying
Adapun ciri-ciri pelaku bullying, antara lain:
Korban bullying biasanya pemalu, rendah harga diri, canggung, dan kurang
percaya diri. Akibatnya mereka sulit bersosialisasi dan tidak mempunyai banyak
teman. Kemungkinan para korban bullying tidak berani untuk melapor atas
kejadian yang mereka alami (di bully), biasanya akan merasa terganggu secara
psikologis dan sering mengeluh sakit di bagian tertentu, seperti kaki, lutut, kepala
atau bahu. Adapun ciri-ciri yang menjadi korban bullying, antara lain:
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan terbagi menjadi dua lingkungan disekolah dan lingkungan yang
disebabkan pergaulan teman. Lingkungan sekolah dan pergaulan teman tidak dapat
dipungkiri dari seorang siswa bahkan beberapa remaja menganggap sahabat lebih penting
dibanding orang tuanya. (Zakiyah et al., 2017)