F. Dampak Bullying.
1. Dampak Bullying bagi Korban
Menurut Andri Priyatna (2010: 4) menyebutkan beberapa dampak buruk yang dapat terjadi pada
anak yang menjadi korban bullying, antara lain: (a) kecemasan; (b) merasa kesepian; (c) rendah
diri; (d) tingkat kompetensi sosial yang rendah; (e) depresi; (f) simpton psikosomatik, gejala sakit
karena takut misal : mendadak pusing, sakit perut, panas, dsb; (g) penarikan sosial; (h) kabur dari
rumah; (i) konsumsi alkohol dan obat obatan terlarang; (j) bunuh diri; (k) penurunan performansi
akademik atau di sekolah.
2. Dampak Bullying bagi Pelaku
Pelaku bullying umumnya memiliki gejala berikut dan dengan melakukan tindakan bullying
gejala-gejala tersebut justru dapat menjadi semakin parah/akut:
Tidak memiliki kepekaan terhadap batasan dan norma.
Susah membangun hubungan sosial yang berkualitas.
Menunjukkan sikap agresif berlebihan
Terlibat penyalahgunaan napza (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif)
Terlibat aktivitas seksual di bawah umur
Melakukan kekerasan pada orang-orang terdekat mereka
3. Dampak Bullying bagi Saksi
Tindak bullying juga memengaruhi mereka yang menyaksikan peristiwa tersebut. Pengaruh
tersebut dapat berbentuk sangat ringan hingga sangat berat seperti:
Jika saksi membantu korban, mereka mungkin merasa takut bisa menjadi sasaran berikutnya
Jika saksi pasif, mereka mungkin mengalami tekanan sosio-psikologis untuk turut aktif
bersama pelaku melakukan tindak bullying
Bagi saksi pasif, sangat mungkin untuk mengalami perasaan bersalah pasca kejadian karena
mereka gagal membantu korban
Berbagai ketakutan dan tekanan sosio-psikologis ini dapat dialami secara berlanjut dan
meningkat menjadi kegelisahan (anxiety)
Melakukan tindakan pelampiasan seperti merokok dan menggunakan napza
Bisa jadi merasa enggan dan mulai tidak masuk sekolah, yang berujung kepada gagal lulus
(drop-out)
4. Dampak Bullying bagi Sekolah & Lingkungan
Ketika bullying terjadi dan bahkan terus berlanjut sementara sekolah gagal atau bahkan tidak
mengambil tindakan, seluruh iklim dan budaya sekolah dapat terpengaruh secara negatif. Hal ini
berdampak pada pembelajaran dan keterlibatan siswa, antusiasme dan rasa kepemilikan staf
terhadap sekolah, dan bahkan kepuasan dan kepercayaan orang tua di sekolah, yang dapat
mengarah pada:
Lingkungan sekolah penuh ketakutan dan tidak ada iklim saling menghormati
Kesulitan belajar kerap dialami siswa, karena
Siswa merasa tidak aman
Siswa tidak menyukai sekolah
Siswa merasa bahwa guru dan staf memiliki sedikit kuasa dan kewenangan dan tidak peduli
kepada mereka
G. Penanganan untuk Bullying.
1. Penanganan untuk pelaku / pembully.
Apabila anak terindikasi sebagai seorang pengganggu atau pelaku bullying, berikut saran
para ahli:
Bicaralah dengan bully dan cobalah cari tahu mengapa mereka merasa perlu berperilaku
seperti itu. Cari tahu apa yang mengganggu mereka atau apa yang memicu tingkah laku
tersebut
Pastikan remaja bully mengerti bahwa perilaku merekalah yang tidak disukai, bukan mereka.
Yakinkan bully bahwa Anda bersedia membantu mereka dan Anda akan bekerja dengan
mereka untuk menemukan cara untuk mengubah perilaku mereka yang tidak dapat diterima
Bantu bully untuk menebus kesalahan pada korbannya. Jelaskan bagaimana cara meminta
maaf karena telah membuat orang lain menderita dan bantu bully untuk menjelaskan alasan
perbuatannya.
Berikan bully banyak pujian serta dukungan dan pastikan Anda mengatakan pada bully
ketika mereka berperilaku baik dan berhasil mengatur emosi dan perasaannya.
Bersiap untuk mengkonfrontasi bully ketika mereka mulai membuat alasan atas
perbuatannya seperti ‘itu cuma bercanda’ atau ‘dia yang salah’. Jelaskan bahwa lelucon tidak
menyebabkan kesulitan dan ancaman.
Luangkan lebih banyak waktu untuk anak dan melakukan kegiatan yang berkualitas
bersama-sama agar anak merasa dihargai dan disayangi.
Ajarkan akan untuk mengekspresikan kemarahan dengan cara yang dapat diterima
secara sosial. Misalnya, memberikan label nama pada emosi atau perasaannya, lalu
berbicara secara terbuka dengan orangtua atau guru untuk mengatasi masalah tersebut.
Ciptakan peluang bagi anak untuk menjadi pemimpin yang positif. Misalnya, menjadi
ketua OSIS, ketua tim olahraga, ketua kelompok pramuka, ketua kelas, dan
sebagainya.
Anak pelaku bullying tidak seharusnya dijauhi atau dimarahi. Namun justru harus dibantu
dan dirangkul, agar ia bisa memperbaiki perilakunya.
2. Penanganan untuk korban bully.
a. Belajar untuk menyembunyikan kemarahan atau kesedihan. Bila korban tampak bereaksi si
bullying akan senang.
b. Belajar berani memandang mata si bullying
c. Belajar berdiri tegak, kepala ditegakkan dalam menghadapi bullying
d. Tidak berjalan sendirian
e. Tetap tenang dalam situasi apapun
f. Bila dalam bahaya segera menyingkir.
g. Hindari kondisi dimana ada peluang kita dibully
h. Bicarakan dengan orang yg kita percayai. Berani bicara, maka kita akan mampu
menghentikan perilaku bullying.
Lebih lanjut lagi, Psikolog anak Jane Cindy Linardi mengatakan peristiwa bullying pada anak
sebaiknya ditangani oleh ahlinya agar tidak menjadi beban seiring dengan pertumbuhan anak. Jadi,
bila anak terindikasi sebagai pembully atau korban bullying maka lakukan konseling dan terapi ke
psikolog. Seperti diketahui, pengalaman mem-bully atau di-bully bisa jadi membekas hingga
dewasa dan dapat menimbulkan perilaku yang buruk.