DI RUANGAN ICU
DISUSUN OLEH
NIM : 2334911062
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan oleh jenis dan luasnya (Brunner and
Suddarth, 2010)
Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal dan medulla spinalis
yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi. atau frakturvertebra servikalis dan ditandai dengan
kompresi pada medula spinalis daerah servikal. Dislokasi servikal adalah lepasnya salah satu struktur
dari tulang servikal, Subluksasi servikal merupakan kondisi sebagian dari tulang servikal lepas.
Fraktur servikal adalah terputusnya hubungan dari badan tulang vertebra servikalis (Muttaqin, 2013)
Trauma Leher dan trauma tulang belakang adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebra, dan
lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, dan
sebagainya. (Arif Muttaqin, 2013).
Kesimpulan Fraktur tulang leher merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan
perawatan segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang dan dapat
mengakibatkan kelumpuhan. sehingga sangat penting untuk menjaga leher.
B. ETIOLOGI
2. Kecelakaan olahraga
3. Kecelakaan industri
C. KLASIFIKASI
a.Fraktur jefferson
Merupakan fraktur cicin atlas, biasanya tulang patah pada dua lokasi. yaitu anterior dan lateral. Hal
ininkebanyakan terjadi karena pukulan pada kepala didaerah verteks.
suatu fragmen kecil yang mengalami avulsi dari badan vertebra anterior bagian bawah (cidera fleksi
dengan kompresi anterior)
d. Fraktur Hangman
Fraktur hangman yaitu fraktur pada pridikel c2, biasanya fraktur ini terjadi akibat cedera
hiperekstensi leher. Dinamakan hangman karena sesuai dengan kelainan yang terjadi pada seseorang
yang dihukum gantung dengan simpul didepan dagu. Fraktur ini jarang menampilkan defisit
neurologis mengingat fraktur menimbulkan pemisahan antara korpus C2 dengan elemen posterior.
Fraktur Hangman dibedakan menjadi tiga tipe
a. tipe I merupakan fraktur yang stabil, dimana pergeseran atau angulasi disini hanya minimal saja,
serta cukup diterapi dengan pemasangan collar neck.
b. ipe II menunjukkan angulasi dan translasi yang bermakna dan penang anannya adalah
pemasangan jaket Halo
c. tipe III adalah fraktur yang menimbulkan dislokasi faset C2 bilateral dan sangat tidak stabil
sehingga untuk kasus ini perlu dioperasi untuk stabilisasi. Mutaqin, Arif. 2013
Patofisiologis Apabila tulang hidup normal dan mendapat kekerasan yang cukup menyebabkan
patah, maka sel-sel tulang akan mati Perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan
kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut. Jaringan lunak biasanya juga mengalami kerusakan.
Reaksi peradangan hebat timbul setelah fraktur.
Selsel darah putih dan sel mati berakumulasi menyebabkan peningkatan al iran darah di tempat
tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk bekuan
fibrin (hematom fraktur) dan berfungsi sebagai jalan untuk melekatnya sel-sel baru.
Aktifitas osteoblas segera terangsang dan membentuk tulang baru imatur yang disebut kalus. Bekuan
fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan lahan mengalami remodeling untuk tulang
sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi, Penyembuhan
memerlukan beberapa minggu sampai beberapa bulan (Corwin 2015)
F. MANISFESTASI KLINIS
kembali
b. memar
c. pembengkakan leher
D. leher kaku
g. kesulitan berjalan
Yang harus diperhatikan Tulang leher dapat patah akibat pukulan yang keras di tengkuk, atau karena
kecelakaan kendaraan bermotor. Pada kecelakaan mobil yaitu tabrakan yang keras, korban terlempar
ke depan dengan keras. Dan karena dahinya terbentur kaca depan,maka leher terdongak ke belakang
dan patah. Tanda-tandanya selain leher yang tertengadah secara berlebihan juga tangan dan lengan
kehilangan perasaan (tidak bereaksi bila ditusuk). Dan bila korban masih sadar ia tidak dapat
menggerakkan tangannya itu (sartono.2015)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien fraktur lumbal menurut Mahadewa dan
Maliawan (2015) adalah:
Pemeriksaan foto polos terpenting adalah AP Lateral dan Oblique view. Posisi lateral dalam keadaan
fleksi dan ekstensi mungkin berguna untuk melihat instabilitas ligament. Penilaian foto polos, dimulai
dengan melihat kesegarisan pada AP dan lateral, dengan identifikasi tepi korpus vertebrae, garis
spinolamina, artikulasi sendi facet, jarak interspinosus. Posisi oblique berguna untuk menilai fraktur
interartikularis, dan subluksasi facet
B. CT-Scan
CT Scan baik untuk melihat fraktur yang kompleks, dan terutama yang mengenai elemen posterior
dari tulang belakang.
Gangguan motorik yaitu kerusakan pada thorakal sampai dengan lumbal memberikan gejala
paraparese
LI: Abdominalis
12: Gangguan fungsi ejakulasi
L4-L5: Ganguan Hamstring dan knee, gangguan fleksi kaki dan lutut
Kedua prosedur ini biasanya dikerjakan bersama-sama 1-2 minggu setelah terjadinya cedera.
Elektromiografi dapat menunjukkan adanya denervasi pada ekstremitas bawah. Pemeriksaan pada
otot paraspinal dapat membedakan lesi pada medula spinalis atau cauda equina, dengan lesi pada
pleksus lumbal atau sacral
e. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium klinik rutin dilakukan untuk menilai komplikasi pada organ lain akibat
cedera tulang belakang
Sedangkan menurut Arif Mutaqin (2013) pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:
1) Pemeriksaan Rontgen.
Pada pemeriksaan Rontgen, manipulasi penderita hams dilakukan secara hati-hati. Pada fraktur C-2,
pemeriksaan posisi AP dilakukan secara khusus dengan membuka mulut. Pemeriksaan posisi AP
secara lateral dan kadang-kadang oblik dilakukan untuk menilai hal-hal sebagai berikut.
5) Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus spinosus Ketinggian ruangan diskus intervertebralis
Pembengkakanjaringan lunak 6) Pemeriksaan CT-scan terutama untuk melihat fragmentasi tandan
pergeseran fraktur dalam kanal spinal
H. PENATALAKSANAAN
A. Survei primer
b. Resusitasi
1. Pastikan paten/intubasi
2. Ventilasi adaptif
e, survei detik
1.GCS
Penatalaksanaan pada fraktur vertebrata lumbai diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi untuk
mencegah kerusakan yang lebih parah lagi. Semuanya tergantung dengan tipe fraktur. Beberapa
penatalaksanaan yang dapat dilakukan, antara lain sebagai berikut:
Fraktur yang sifat nya stabil membutuhkan stabilisasi, sebagai contoh: thoracolumbar-sacral (TLSO)
untuk fraktur punggung bagian bawah
2. Reduksi fraktur (seting tulang)
Berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup,
traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Biasanya dokter melakukan
reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat
infiltrasi karena edema dan perdarahan:
a. Reduksi tertutup
Pada kebanyakan kasus, teduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen ke posisinya
(ujung- ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
b. Reduksi terbuka
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam membentuk pen,
kawat, sekrup, plat, paku, atau batang logam
3. Traksi
Adalah alat yang digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi, Beratnya fraksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi
4. Immobilisasi fraktur
Adalah reduksi fraktur, fragmen fulang harus diimobilisasikan atau dipatahkan dalam posisi
kesejajarannya yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
interna atau eksterna. Metode fiksusi eksterna meliputi pembalutan, gips. bidai, fraksi, pen, tekhnik
gips atau fiksator eksterna.
1. KOMPLIKASI
A. Terkejut
Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak sehingga
terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
Pada keadaan ini terjadi penyambungan fraktur yang tidak normal sehingga menimbulkan
deformitas. Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union, selain itu
infeksi dari jaringan lunak yangterjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling
beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union) juga dapat
menyebabkan mal union.
Dia. Non-Serikat
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan tulang, non union dapat di bagi
menjadi beberapa tipe, yaitu: - Tipe I (Hypertrophic non union), tidak akan terjadi
prosespenyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringanfibros yang masih
mempunyai potensi untuk union dengan melakukankoreksi fiksasi dan bone grafting. Tipe II (atropic
non union), disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis)terdapat jaringan synovial sebagai kapsul sendi
beserta ronga cairanyang berisi cairan, proses union tidak akan tercapai walaupundilakukan
imobilisasi lama.
Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalamwaktu lama atau lambat
dari waktu proses penyembuhan fraktur secaranormal. Dan. Tromboemboli.
infeksi, koagulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman
pada fraktur terbuka ataupada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh
pemasanganalat seperti plate, paku pada fraktur.
E. Emboli lemak Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsumtulang
lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabungdengan trombosit dan membentuk
emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal. dan
organlain.
g. Sindrom Kompartemen
Terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai atas maupuntungkai bawah sehingga
terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. fenomena ini disebut ischemi volkmann.
h Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan iskemia,dan gangguan syaraf.
Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri ataukeadaan penekanan syaraf karena pemasangan gips,
balutan ataupemasangan traksi.
i. Dekubitus
Terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips, oleh karena itu perlu diberikan bantalan
yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol. Muttaqin, Arif. 2013
DAFTAR PUSTAKA
PPNI (2016). Standar Diagnosu Keperawatan indonesia. Definisi dan indikator diasnostik Edisl jakarta:
DPP PPNI
Bagus Sartono, 2015. Kajian Scientometrics: Analisis Jaringan Sosial pada Publikasi Internasional
Indonesia Bidang Kimia. Warta KIML, 13(68-79).
Mutaqin, Arif, 2013. Fraktur vertebrate Lumbal. Jakarta: Prima Medika Mahadewa, (2015)Open
Access Macedonian Journal of Medical Sciences 74: 603.
Brunner. Suddarth. 2010. Asuhan Keperawatan Fraktur Lambal. Jakarta: Prima Medika
Batticaca. 2009. Laporan Pendahuluan Fraktur Vertebrate Lumbal. Surabaya: Citra Medika.
Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis & NANDA NIC-NOC jilid 1 Cowin, J Elizabeth 2015.
Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGCEmma. 2011.
Hudak, Gallo. 2016, Keperawatan Kritis Holistik Edisi VI. Jakarta: EGCIvones, J Hidayat.2011.