Anda di halaman 1dari 15

RANGKUMAN MATERI

PPPK BKIPM

1. PROFIL
Pembentukan Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
merupakan simplifikasi dari pelaksanaan implementasi peraturan perundangan, tugas pokok dan
fungsi, visi dan misi, birokrasi dan orientasi pelayanan dari dua institusi yaitu Karantina Ikan dan
Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan.
Adapun dasar pemikiran yang melatarbelakangi perlunya dibentuk satu Badan yang dapat
mengakomodir fungsi karantina dan pengedalian mutu hasil perikanan, yaitu:

1. Konsekuensi Trend Globalisasi.


Kesepakatan GATT (sekarang WTO) yang merekomedasikan penghapusan secara bertahap
subsidi domestik, subsidi ekspor, serta hambatan-hambatan terhadap akses pasar (perizinan,
kuota, tarif, penunjukan importir terbatas, dll) telah melahirkan kesadaran baru bagi negara-
negara di dunia akan arti pentingnya peran aturan-aturan teknis, khusus karantina ikan,
dalam perdagangan internasional produk-produk pertanian, kehutanan, perikanan, dan
pangan di masa mendatang.

2. Isu Strategis yang bersifat nasional maupun global

 luas pantai Indonesia yang sangat panjang dengan ribuan kepulauan dapat
dijadikan sebagai pintu pemasukan dan pengeluaran komoditas wajib periksa
karantina ikan.

 keamanan pangan (food safety) dan keamanan hayati (biodiversity) sebagai isu
global yang sangat strategis untuk menghambat masuknya pangan dan sumber daya
alam hayati ke suatu Negara.

 Akses pasar produk perikanan tidak dapat ditembus apabila tidak adanya jaminan
kualitas (Quality Assurance).
 Dengan jumlah penduduk yang kurang lebih 220 juta jiwa, Indonesia merupakan
pasar potensial bagi negara-negara produsen produk perikanan. Produk perikanan
tersebut telah memasuki pasar Indonesia, yang sangat memungkinkan membawa
hama dan penyakit ikan karantina. Sinyalemen ini menunjukkan bahwa Indonesia
dalam keadaan terancam secara global.

3. Dukungan dan Permintaan WAKIL RAKYAT (DPR)


Dukungan masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperkuat
kelembagaan karantina ikan dalam rangka melindungi sumber daya ikan Indonesia
merupakan salah satu pertimbangan untuk meningkatkan status kelembagaan
karantina ikan.

4. Alasan Efisiensi dan EfektiVitas


Aspek efisiensi dan efektivitas pelayanan sertifikasi secara terpadu sebagai penjaminan
kualitas produk perikanan (quality assurance) dalam rangka meningkatkan akses pasar
produk perikanan.
Trend Internasional bahwa penjaminan kesehatan dan mutu produk perikanan berada
dalam satu lembaga dalam rangka harmonisasi dan standardisasi, sebagai contoh:
 Australia: AQIS (Australia Quarantine Inspection Service);
 Korea: NFIS (National Fisheries Products Inspection Service );
 China: AQSIQ (Administration Quality Supervision Inspection and Quarantine ); dll.

5. Pusat Manajemen Mutu


Sebagai salah satu amanat peraturan perundangan yang berlaku khususnya untuk
mengoptimalkan pencapaian tujuan pembangunan perikanan dan dalam rangka
menghadapi Tuntuan penerapan Sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan oleh
negara mitra atau negara tujuan ekspor yang saat ini semakin ketat harus didukung dengan
penerapan sistem manajemen mutu.
a. Selain itu tuntutan mengenai konsistensi dan integritas sistem jaminan mutu dan
keamanan hasil perikanan dan traceability, secara jelas dituangkan dalam ketentuan
yang diberlakukan oleh negara mitra khususnya Uni Eropa (UE) dalam peraturan
(Comission Decission) CD 178, CD 852, CD 853, CD 854, dan CD 882 yang
berkaitan dengan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan.
b. Tuntutan tersebut telah direspon oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan dengan
menetapkan Otoritas Kompeten melalui pasal 4 Permen KP 01/Men/2007. Otoritas
kompeten tersebut mempunyai tanggungjawab dalam pelaksanaan pengendalian sistem
jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada seluruh tahapan produksi,
pengolahan dan distribusi.
Otoritas kompeten tersebut telah menerapkan sistem manajemen mutu berdasarkan ISO
: 9001 – 2008 dan telah disertifikasi oleh lembaga sertifikasi, meskipun masih terbatas
pada ruang lingkup tertentu.
c. Selanjutnya melalui Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 dibentuk Badan
Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan atau disebut
BKIPM, yang diamanatkan sebagai institusi yang bertugas dan memiliki kompetensi
untuk melindungi kelestarian sumberdaya hayati perikanan dari serangan hama
penyakit berbahaya yang berpotensi merugikan melalui tindakan karantina ikan,
melakukan pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan baik yang diimpor
ataupun yang diekspor.
d. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.
15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan
Perikanan, ditetapkan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan (BKIPM) melaksanakan tugas pengembangan, pembinaan, pemantauan dan
evaluasi perkarantinaan ikan, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan.
e. Tanggungjawab, tugas dan fungsi BKIPM adalah melindungi sumberdaya perikanan
seluruh wilayah negara kesatuan RI dari serangan hama dan penyakit ikan karantina
dan melaksanakan pengendalian mutu - keamanan hasil perikanan. Pelaksanaan tugas
dan tanggungjawab tersebut dilaksanakan oleh BKIPM dengan didukung oleh 45 Unit
Pelaksana Teknis (UPT) dan 285 satker yang melaksanakan tugas fungsi tindak
karantina dipintu pemasukan dan pengeluaran wilayah di beberapa propinsi. Rentang
kendali BKIPM dalam mengemban tugas pokok bersifat nasional dan luas.
Tugas Jabatan
Tugas Jabatan Fungsional Pengendali Hama dan Penyakit Ikan yaitu melaksanakan kegiatan
penyelenggaraan Karantina Ikan yang terdiri atas:
1. perencanaan penyelenggaraan Karantina Ikan
2. pengendalian hama dan penyakit ikan karantina, mutu, dan keamanan hayati ikan
3. penetapan jenis hama penyakit ikan karantina dan media pembawa
4. pelaksanaan tindakan Karantina Ikan
5. pengawasan dan/atau pengendalian pemasukan dan pengeluaran terhadap keamanan
pangan, pakan, dan hayati
6. pengawasan area dan kawasan Karantina Ikan
7. tindak lanjut penyelenggaraan Karantina Ikan
8. evaluasi penyelenggaraan Karantina Ikan

POIN MATERI PHPI AHLI


1. PENJAMIN PENERAPAN PRINSIP PRINSIP HACCP.
2. PENJAMIN KELAYAKAN INSTALASI KARANTINA YANG BERBASIS
PENERAPAN CARA KARANTINA IKAN YANG BAIK.
3. PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT IKAN.
4. PENJAMIN KESEHATAN IKAN DAN MUTU HASIL PERIKANAN
A. Hama dan Penyakit Ikan, dan Organisme Pengganggu Tumbuhan yang selanjutnya
disebut Hama dan Penyakit adalah organisme yang dapat merusak, mengganggu
kehidupan, atau menyebabkan kematian Hewan, Ikan, atau Tumbuhan serta yang
membahayakan kesehatan manusia dan menimbulkan kerugian ekonomi.
B. PEJAMIN PENERAPAN PRINSIP PRINSIP HACCP.
1. Apa itu HACCP dalam perikanan?
Konsepsi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu metode
manajemen keamanan hasil perikanan yang bersifat sistematis dan didasarkan pada
prinsip-prinsip yang telah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi bahaya
(hazard) yang kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dari rantai persediaan ..
2. Prinsip-prinsip HCCP :
1 Berkaitan dengan analisa bahaya
2 Menentukan titik kendali krisis
3 Menetapkan batas kritis
4 Menetapkan system pemantauan pengendalian TKK/ prosedur monitoring
5 Menetapkan tindakan perbaikan yang dilakukan jika hasil pemantauan
menunjukkan bahwa suatu titik kendali krisis tertentu tidak terkendali/ menetapkan
tindakan koreksi
6 Hazard Analysis Critical Menetapkan prosedut verifikasi untuk memastikan bahwa
system HACCP bekerja secara efektif.
7 Menetapkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan yang sesuai
dengan prinsip-prinsip dan penerapannya.
 Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang
mengutamakan tindakan pencegahan daripada mengandalkan kepada pengujian produk
akhir. Di Australia, sistem HACCP telah dipadukan dengan ISO 9000:2000 yang
diterbitkan International Organization of Standardization (ISO), dan disebut sebagai Safe
Quality Food (SQF) 2000 (Thaheer, 2005). Saat ini sistem HACCP pun telah
diintegrasikan ke dalam sistem mutu lain seperti ISO 15161:2001 dan ISO 22000:2005.
Badan Standarisasi Nasional telah mengadopsi sistem HACCP dari Codex dan
menerbitkannya melalui dokumen SNI 01-4852-1998.
 Daftar semua bahaya potensial yang berkaitan dengan tahapan, pengadaan suatu analisa
bahaya dan menyarankan berbagai pengukuran untuk mengendalikan bahaya-bahaya yang
teridentifikasi (lihat prinsip1) Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin
terdapat pada tiap tahapan dari produksi utama, pengolahan, manufaktur dan distribusi
hingga sampai pada konsumen. Tim HACCP harus mengadakan analisa bahaya untuk
mengidentifikasi program HACCP dimana bahaya yang terdapat secara alami bahwa batas-
batas dan cara menguranginya hingga batas-batas yang dapat diterima adalah penting
terhadap produksi yang aman. Dalam mengadakan analisa bahaya, kemungkinan adanya
bahaya terdapat sebagai berikut : • Terdapatnya bahaya dan pengaruh yang berat dari
kesehatan yang merugikan; • Evaluasi secara kualitatif dan/atau kuantitatif dari kehadiran
bahaya; • Perkembang biakan dan daya tgahan hidup mikroorganisme-mikroorganisme
tertentu • Produksi terus-menerus toksin-toksin pangan , unsur-unsur fisika dan kimia; dan
• Kondisi-kondisi yang memacu keadaan diatas Tim harus mempertimbangkan apakah
tindakan pengendalian, jika ada yang dapat diterapkan untuk setiap bahaya. Lebih jauh
tindakan pengendalian disyaratkan untuk mengendalikan bahaya-bahaya yang spesifik dan
lebih jauh, satu bahaya dikendalikan oleh tindakan yang spesifik.
Identifikasi Bahaya : • Spesifikasi Standar (SNI, CAC. ISO, dll) • Persyaratan Regulasi
(Depkes, Deptan, FDA, POM) • Persyaratan Pelnanggan • Pengalaman Perusahaan •
Literatur Identifikasi penyebab bahaya : • Kontaminasi : Pekerja, bahan lain, lingkungan,
metide penanganan • Tumbuh dan berkembang dari produk Tingkat keseriusan bahaya/
severity : • Keseriusan bahaya dapat ditetapkan dengan melihat dampaknya terhadap
kesehatan konsumen, dan juga dampak terhadap reputasi bisnis • Keseriusan bahaya juga
dapat dinilai rendah, sedang, tinggi Pengujian Risiko : • Definisi : Peluang kemungkinan
suatu bahaya akan terjadi • Dalam keamanan pangan makanan ditetapkan berdasarkan
kategori risiko • Pendekatan yang sederhana adalah dengan mengelompokkan produk
menjadi suatu kategori resiko: Tinggi, sedang, rendah • Suatu alternative adalah dengan
membuat matriks risiko berdasarkan siatu kisaran faktor • Suatu pendekatan yang
sederhana pada kategori risiko makanan disajikan berikut ini Tindakan pencegahan : •
Kegiatan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai ketingkat yang
dapat diterima • Tindakan pencegahan berkaitan sengan sumber bahaya dan tingkat
teknologi yang cukup untuk mencapai tujuan tersebut.
 Penentuan TKK/ Titik Kendali Kritis (CCP) (lihat prinsip 2) Ada lebih dari satu TKK di
mana pengendalian dilaksanakan menuju bahaya yang sama. Penentuan dari satu TKK
pada sistim HACCP dapat dipermudah dengan penerapan pohon seperti pada Diagram 2,
dimana menunjukkan pendekatan pemikiran.
 Penentuan batas-batas kritis (critical limits) pada tiap TKK (lihat prinsip3) Batas-batas
limit harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila memungkinkan untuk setiap
TKK. Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diuraikan pada suatu tahap
khusus. Seringkali criteria digunakan termasuk ukuran-ukuran suhu, waktu, tingkat
kelembapan, pH, AW keberadaan chlorine, dan parameter-parameter sensori seperti
penampakan visual dan tekstur. Batas kritis harus ditentukan untuk setiap TKK. Dalam
beberapa kasus batas kritis criteria pengukurannya antara lain suhu, waktu, tingkat
kelembapan, pH, Aw dan ketersediaan chlorine dan parameter yang berhubungan dengan
pancaindra (penampakan dan tekstur). Penetapan batas kritis meliputi : • Satu atau lebih
toleransi yanh harus dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu CCP secara efektif
mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia, fisika • Semua factor yang tekait dengan
keamanan harus diidentifikasi • Tingkat dimana setiap factor menjadi batas aman dan tidak
aman (…..> batas kritis) • Memisahkan kondisi yang dapat diterima atau tidak • Harus
spesifik dan jelas: Batas maksimum, minimum atau keduanya; • Harus berkaitan denagn
tindakan pengendalian dan mudah dipantau Apabila HACCP disusun tenaga ahli : •
Perusahaan harusmemastikan bahwa Control Limits dapat diaplikasikan pada operasi,
produk, atau kelompok produk secara spesifik • Terukur Tipe-tipe Control Limits: •
Chemical Limit • Physical Limits • Microbiological Limits.
 Penyusunan sistem monitoring untuk setiap TKK (lihat prinsip 4) Monitoring merupakan
kegiatan yang dijadwalkan atau pengamatan terhadap TKK yang berhubungan batas kritis.
Prosedur monitoring harus menemukan ketidak terkendalian dalam TKK, menetapkan
informasi waktu secara ideal untuk tindakan perbaikan yang dilaksanakan untuk
mengembalikan pengendalian proses sebelum dilakukan penolakan produk. Data yang
diperoleh dari kegiatan monitoring harus di evaluasi oleh petugas yang ditunjuk sesuai
dengan pengetahuann dan kewenangannya untuk melaksanakan tindakan perbaikan bila
terjadi indikasi. Apabila pelaksanaa monitoring tidak berkesinambungan, maka jumlah atau
frekuensi monitoring harus cukup untuk menjamin TKK berada dalam pengendalian.
Sebagian besar prosedur monitoring dilakukan secara cepat, karena berhubungan dengan
proses yang berjalan dan dapat dilakukan analisa pengujian dalam waktu singkat. Tindakan
fisika dan kimia lebih disukai karena lebih cepat dari p;ada tgindakan mikrobiologi. Semua
catatan dan dokumen yang terkait dengan kegiatan monitoring TKK harus ditanda-tangani
oleh ortang yang melakukan monitoring dan oleh petugas perusahaan yang bertanggung-
jawab sebagai peninjau. Cara menentukan frekuensi monitoring tgerus menerus : •
Seberapa jauh variasi data selama proses, semakin besar variasi frekuensi semakin dekat •
Seberapa dekat antara nilai normal dengan CL, semakin dekat nilai normal dengan CL
semakin sering dilakukan monitoring.
 Penetapan tindakan koreksi (lihat prinsip 5) Tindakan perbaikan yang spesifik untuk setiap
TKK harus dikembangkan dalam system HACCP agar dapat menangani p;enyimpangan
bila terjadi. Tindakan-tindakan harus menjamin bahwa TKK telah berada dibawah kendali.
Tindakan-tindakan iktu tgermasuk disposisi yang tepat dari produk yang terpengaruh.
Penyimpangan dan prosedur disposisi harus didokumentasikan dalam catatan HACCP.
Tujuan tindakan koreksi : • Menjamin eliminasi potensi bahaya • Mempunyai rencana pasti
tindakan pada setia CCP • Tindakan koreksi diperlukan untuk mengendalikan proses Dua
level tindakan koreksi / CA: • CA untuk hasil monitoring mempunyai trend keluar dari CL
• CA untuk hasil monitoring melampaui krisis Disposisi produk tidak sesuai : 1. Tahan
produk 2. Determinasi apakah produk membawa efek bahaya keamanan produk •
Berdasarkan evaluasi tenaga ahli • Berdasarkan pengujian fisika, kimia, mikrobiologi 3.
Disposisikan produk • Reproses menjadi produk baru • Diproses menjadi produk lain yang
kurang sensitive • Musnahkan produk tidak sesuai • Dilepas.
 Penetapan prosedur verifikasi (lihat prinsip 6) Menetapkan prosedur verifikasi. Metode
audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, mencakup pengambilan contoh secara acak
dan menganalisa, dapat dipergunakan untuk menentukan apakah system HACCP bekerja
secara benar. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa system
HACCP bekerja secara efektif.
 Penetapan dokumen dan pencatatan (lihat prinsip 7).
 Namun sebelum lanjut ke sistem keamanan pangan yang lebih tinggi, mari kita mengenal
lebih dalam dulu mengenai HACCP dan 5 langkah penerapannya.

1. Membentuk Tim HACCP.


2. Membuat Deskripsi Produk.
3. Mengidentifikasi Rencana Penggunaan.
4. Membuat Diagram Alur Proses.
5. Melakukan Verifikasi Diagram Alir.
C. PENJAMIN KELAYAKAN INSTALASI KARANTINA YANG BERBASIS
PENERAPAN CARA KARANTINA IKAN YANG BAIK.
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
9/PERMEN-KP/2019 TENTANG INSTALASI KARANTINA IKAN.

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini,


yang dimaksud dengan:
1. Instalasi Karantina Ikan yang selanjutnya disebut Instalasi Karantina, adalah tempat
beserta segala sarana dan fasilitas yang ada padanya yang digunakan untuk
melaksanakan tindakan karantina ikan, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan.
2. Sertifikat Instalasi Karantina Ikan adalah surat penetapan yang menyatakan Instalasi
Karantina telah memenuhi standar sarana dan prasarana.
3. Tindakan Karantina Ikan yang selanjutnya disebut Tindakan Karantina adalah kegiatan
yang dilakukan untuk mencegah masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan karantina
dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya hama dan
penyakit ikan dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
4. Media Pembawa Hama dan Penyakit Ikan Karantina yang selanjutnya disebut Media
Pembawa adalah ikan dan/atau benda lain yang dapat membawa hama dan penyakit ikan
karantina. - 4
5. Ikan adalah semua biota perairan yang sebagian atau seluruh daur hidupnya berada di
dalam air, dalam keadaan hidup atau mati, termasuk bagian-bagiannya.
6. Benda Lain adalah media pembawa selain Ikan yang mempunyai potensi penyebaran
hama dan penyakit Ikan karantina.
7. Hasil Perikanan adalah Ikan yang ditangani, diolah, dan/atau dijadikan produk akhir yang
berupa Ikan segar, Ikan beku, dan olahan lainnya.
8. Cara Karantina Ikan yang Baik yang selanjutnya disingkat CKIB adalah sistem
pengelolaan yang digunakan untuk memastikan bahwa semua tindakan dan penggunaan
fasilitas Instalasi Karantina dilakukan secara efektif, konsisten, sistematis dan memenuhi
standar biosekuriti serta ketertelusuran untuk menjamin kesehatan Ikan. 9. Biosekuriti
adalah suatu upaya atau langkah-langkah untuk mencegah dan/atau mengurangi risiko
masuk dan tersebarnya agen penyakit Ikan.
10. Ketertelusuran atau traceabillity adalah suatu keadaan/kemampuan untuk menelusuri
keseluruhan proses produksi dan Biosekuriti berdasarkan rekaman data.
11. Hama dan Penyakit Ikan Karantina, yang selanjutnya disingkat HPIK, adalah semua
hama dan penyakit Ikan yang belum terdapat dan/atau telah terdapat hanya di area tertentu
di wilayah Negara Republik Indonesia yang dalam waktu relatif cepat dapat mewabah dan
merugikan sosio ekonomi atau yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
12. Hama dan Penyakit Ikan Tertentu, yang selanjutnya disingkat HPI Tertentu, adalah
semua HPI selain HPIK yang belum dan/atau tidak ditetapkan sebagai HPIK tetapi dicegah
pemasukannya ke dalam dan/atau antar area di dalam wilayah Negara Republik Indonesia
atau dipersyaratkan oleh negara tujuan. - 5
13. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission,
yang selanjutnya disingkat OSS adalah Perizinan Berusaha yang diberikan
menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/wali kota kepada pelaku usaha melalui
sistem elektronik yang terintegrasi.
14. Nomor Induk Berusaha, yang selanjutnya disingkat NIB, adalah identitas pelaku usaha
yang diterbitkan oleh lembaga OSS setelah pelaku usaha melakukan pendaftaran.
15. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang karantina Ikan.
16. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
karantina Ikan.
17. Badan adalah badan yang melaksanakan tugas teknis di bidang karantina Ikan.
18. Kepala Badan adalah kepala Badan yang melaksanakan tugas teknis di bidang
karantina Ikan.
19. Unit Pelaksana Teknis Badan yang selanjutnya disebut UPT Badan adalah UPT yang
berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan.
20. Tim Pusat adalah tim yang berkedudukan di Badan dan ditetapkan oleh Kepala Badan
untuk melakukan kegiatan analisis dan evaluasi laporan hasil penilaian kelayakan Instalasi
Karantina, surveilan HPIK/HPI tertentu dan inspeksi CKIB.
21. Inspektur Karantina Ikan adalah Pegawai Negeri Sipil tertentu yang ditetapkan dengan
surat keputusan Kepala Badan yang memiliki kompetensi untuk melakukan kegiatan
inspeksi penerapan CKIB.
22. Pengendali Hama dan Penyakit Ikan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melakukan pengendalian hama dan penyakit Ikan serta lingkungan. - 6
23. Pemilik Instalasi adalah pelaku usaha yang memiliki, menguasai dan/atau melakukan
kegiatan pengelolaan Instalasi Karantina yang namanya tercantum di dalam Sertifikat
Instalasi Karantina Ikan.
24. Pelaku Usaha adalah perseorangan atau non perseorangan yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
25. Hari adalah hari kerja sesuai yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
BAB II INSTALASI KARANTINA Pasal 2 Instalasi Karantina sebagai tempat untuk:
a. melakukan pengasingan dan pengamatan Media Pembawa;
b. melakukan pemeriksaan kesesuaian jenis, jumlah, dan ukuran Media Pembawa/Hasil
Perikanan;
c. mendeteksi HPIK/HPI Tertentu;
d. membebaskan/mensucihamakan Media Pembawa dari HPIK/HPI Tertentu;
e. mencegah tersebarnya HPIK/HPI Tertentu ke atau dari lingkungan perairan sekitarnya;
dan/atau
f. mengendalikan mutu dan keamanan Hasil Perikanan.
Pasal 3 Instalasi Karantina berdasarkan peruntukkannya, terdiri atas:
a. Instalasi Karantina untuk Ikan hidup;
b. Instalasi Karantina untuk Ikan mati; dan
c. Instalasi Karantina untuk Benda Lain.

2. REGULASI
UU NO. 16 TAHUN 1992 - (61.13 KB)
Karantina Hewan, Ikan Dan Tumbuhan
UU NO. 31 TAHUN 2004 - (205.91 KB)
Perikanan
UU Nomor 21 Tahun 2019 - (3.01 MB)
Karantina Hewan, Ikan Dan Tumbuhan
PP NO. 15 TAHUN 2002 - (233.38 KB)
Karantina Ikan
THE GOVERNMENT REGULATION OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
NUMBER 15 OF 2002 - (185.63 KB)
Fish Quarantine
PERMEN KP NO. 03 TAHUN 2005 - (24.84 KB)
Tindakan Karantina Ikan Oleh Pihak Ketiga
PERMEN KP NO. 05 TAHUN 2005 - (51.02 KB)
Tindakan Karantina Ikan Untuk Pengeluaran Media Pembawa Hama Dan Penyakit Ikan
Karantina
PERMEN KP NO. 09 TAHUN 2007 - (49.65 KB)
Ketentuan Pemasukan Media Pembawa Berupa Ikan Hidup Sebagai Barang Bawaan Ke
Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia
PERMEN KP NO. 13 TAHUN 2007 - (55.8 KB)
Sistem Pemantauan Hama Dan Penyakit Ikan Karantina
PERMEN KP NO. 20 TAHUN 2007 - (80.67 KB)
Tindakan Karantina Untuk Pemasukan Media Pembawa Hama Dan Penyakit Ikan
Karantina Dari Luar Negeri Dan Dari Suatu Area Ke Area Lain Di Dalam Wilayah
Negara Republik Indonesia
PERMEN KP NO. 29 TAHUN 2008 - (65.75 KB)
Persyaratan Pemasukan Media Pembawa Berupa Ikan Hidup
PER.11/MEN/2011 - (176.65 KB)
Instalasi Karantina Ikan
PER.12/MEN/2011 - (121.99 KB)
Hasil Perikanan Dan Sarana Produksi Budidaya Ikan Dari Negara Jepang Yang Masuk
Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia
PER.32/MEN/2012 - (8.73 MB)
Jenis,penerbitan, Dan Bentuk Dokumen Tindak Karantina Ikan
PER.19/MEN/2010 - (68.32 KB)
Pengendalian Sistem Jaminan Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan
PER.19/MEN/2012 - (67.69 KB)
Larangan Pengeluaran Benih Sidat (anguilla Spp Dari Wilayah Negara Republik
Indonesia Ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia
PERMEN KP NOMOR 41 /PERMEN -KP/2014 - (2.6 MB)
Larangan Pemasukan Jenis Ikan Berbahaya Dari Luar Negeri Ke Dalam Wilayah Negara
Republik Indonesia
Permen KP No. 56/PERMEN-KP/2016 - (116.54 KB)
Larangan Penangkapan Dan/atau Pengeluaran Lobster (panulirus Spp.), Kepiting (scylla
Spp.), Dan Rajungan (portunus Spp.) Dari Wilayah Negara Republik Indonesia
51/PERMEN-KP/2018 - (1.57 MB)
Persyaratan Dan Tata Cara Penerbitan Sertifikat Penerapan Program Manajemen Mutu
Terpadu/hazard Analysis And Critical Control Point
52/PERMEN-KP/2018 - (411.44 KB)
Persyaratan Dan Tata Cara Penerbitan Sertifikat Cara Penanganan Ikan Yang Baik Di
Supplier
Permen KP 16/2022: Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla
Spp.), dan Rajungan (Portunus Spp.) di wilayah Negara Republik Indonesia
52A/KEPMEN-KP/2013 - (559.55 KB)
Persyaratan Jaminan Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan Pada Proses Produksi,
Pengolahan Dan Distribusi
1. Good Manufacturing Practices ( GMP ) adalah Acuan bagai mana melakukan proses pengolahan
ikan yang baik.
2. HACCP adalah suatu system yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan potensi
bahaya yang nyata untuk keamanan pangan.
3. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang di perlukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis,kimia dan benda lain yang dapat menimbulkan gangguan dan
membahayakan kesehatan manusia.
4. Jaminan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menimbulkan masalah bila di konsumsi
semestinya.
5. Karakteristik mutu bahan pangan di bagi menjadi dua yakni
a. Karakteristik tampak yakni meliputi tampilan ( warna,ukuran,bentuk dan cacat fisik ). Kinestika
yaitu tekstur,kekentalan dan konsistensi. Flavor yaitu kombinasi baud an cicip.
b. Karakteristik tersembunyi yakni nilai gizi dan kemanan microbiologis.
( Kramer dan Twigg 1983 ).
6. Mutu dari bahan pangan di pengaruhi oleh beberapa factor baik eksternal maupun internal,
a. Faktor eksternal yakni berasal dari lingkungnya, seperti jarak yang di tembuh hingga sampai
kekonsumen,makanan yang di konsumsi,lokasi budidaya,beberapa organisme
parasit,kandungan senyawa beracun atau kandungan polutan.
b. Faktor internal yakni berasal dari bahan pangan itu sendiri, jenis kelamin, perkawinan,ukuran
dan cacat.
7. Perbedaan komposisi tubuh ikan dapat mempengaruhi mutu ( proses pembusukan )
yang mana ikan yang mengandung lemak jenuh tidak tinggi dapat dengan cepat mengalami proses
pembusukan.
8. Proses perombakan pada ikan dapat di bagi menajdi tiga tahap yakni
a. Pre rigor : tahap di mana mutu dan kesegaran ikan masih sama seperti ketika masih hidup.
b. Rigor mortis : tahap di mana bahan pangan memiliki kesegaran dan mutu seperti ketika masih
hidup, namun kondisi tubuhnya secara berthap menjadi kaku.
c. Post rigor mortis : proses pembusukan daging ikan telah di mulai.
9. Ada tiga factor yang memperngaruhi penurunan mutu bahan pangan yaitu :
a. Kerusakan fisik ( terbanting, terpencet atau terluka ).
b. Kerusakan kimia ( penurunan senyawa kimia pada bahan pangan terjadi saat proses pencucian
dan pemanasan ).
c. Kerusakan Biologis ( di karenakan aktifitas microba pathogen, dan pembusukan seperti
baketeri,parasite,virus jamur,kamir dan protozoa ).

Anda mungkin juga menyukai