Anda di halaman 1dari 47

KEPERAWATAN ANAK

I. Melakukan pengkajian,analisis data dan menentukan perencanaan asuhan keperawatan


1. Melakukan pengkajian dan interpertasi data skrining pasien anak infeksi/non infeksi
Pengkajian anak sesuai dengan Standar Diagnosis dan Klasifikasi Indonesia (SDKI) serta data
skrining anak melibatkan langkah-langkah berikut:
1. Riwayat medis: Kumpulkan riwayat medis lengkap pasien anak, termasuk riwayat
kelahiran, riwayat perkembangan, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga, dan
riwayat vaksinasi. Pastikan untuk mencatat riwayat gejala yang ada atau perubahan
kondisi kesehatan yang baru-baru ini terjadi.
2. Pemeriksaan fisik: Lakukan pemeriksaan fisik yang komprehensif pada pasien anak,
termasuk pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, dan pemeriksaan sistem
organ seperti kardiovaskular, pernapasan, pencernaan, muskuloskeletal, dan lainnya.
Perhatikan adanya tanda-tanda infeksi, peradangan, atau kelainan lain yang mungkin ada.
3. Data skrining anak: Gunakan instrumen skrining yang relevan sesuai dengan usia anak.
Contoh instrumen skrining yang umum digunakan adalah Ages and Stages
Questionnaires (ASQ) untuk skrining perkembangan, Pediatric Symptom Checklist
(PSC) untuk skrining masalah perilaku dan emosional, dan sebagainya. Ikuti instruksi
dan skor skrining dengan benar untuk membantu dalam evaluasi anak secara menyeluruh.
4. Tes laboratorium dan diagnostik: Bila perlu, minta tes laboratorium atau diagnostik
tambahan sesuai dengan indikasi klinis yang ada. Hal ini dapat mencakup tes darah, tes
urin, tes imunologi, tes radiologi, dan lainnya. Hasil dari tes ini akan membantu dalam
memperoleh informasi lebih lanjut untuk pengkajian dan interpretasi data.
5. Konsultasi dengan spesialis: Jika diperlukan, rujuk anak ke dokter spesialis yang sesuai
dengan keluhan atau temuan pengkajian. Spesialis dapat membantu dalam
menginterpretasikan data skrining dan memberikan penilaian yang lebih mendalam serta
rekomendasi pengelolaan yang tepat.
6. Analisis data dan interpretasi: Setelah mengumpulkan semua data pengkajian, analisis
data secara komprehensif. Perhatikan adanya pola, keterkaitan antara gejala atau temuan
pemeriksaan, serta hasil dari skrining dan tes laboratorium. Dalam interpretasi data,
gunakan panduan dan kriteria diagnostik yang terdapat dalam SDKI untuk membantu
menentukan diagnosis yang tepat.
7. Rencana pengelolaan: Berdasarkan pengkajian dan interpretasi data, buat rencana
pengelolaan yang mencakup pengobatan, pengawasan, tindak lanjut, atau intervensi yang
diperlukan. Rencana pengelolaan harus disesuaikan dengan diagnosis yang ditegakkan
dan mempertimbangkan aspek-aspek medis, psikososial, dan pencegahan.
Penting untuk diingat bahwa SDKI mungkin berkembang dari waktu ke waktu, dan penting
untuk merujuk pada versi terbaru dan menggunakan pedoman yang relevan dengan praktek klinis
saat ini. Selalu konsultasikan dengan dokter atau profesional kesehatan yang kompeten untuk
melakukan pengkajian dan interpretasi data skrining anak dengan tepat
2. Melengkapi dan memverifikasi dokumentasi asuhan keperawatan pada anak infeksi dan non
infeksi
Dalam melengkapi dan memverifikasi dokumentasi asuhan keperawatan pada anak infeksi dan
non-infeksi sesuai dengan Standar Diagnosis dan Klasifikasi Indonesia (SDKI), Anda dapat
mengikuti langkah-langkah berikut:
1. Kumpulkan data yang relevan: Pastikan Anda mengumpulkan semua informasi yang
relevan sesuai dengan SDKI. Ini mencakup riwayat medis anak, riwayat gejala, hasil
pemeriksaan fisik, dan hasil tes laboratorium yang sesuai dengan indikasi klinis.
2. Gunakan terminologi SDKI: Dalam dokumen asuhan keperawatan, pastikan Anda
menggunakan terminologi yang sesuai dengan SDKI. Ini mencakup istilah dan definisi
yang digunakan dalam klasifikasi penyakit dan pedoman diagnostik yang terdapat dalam
SDKI.
3. Diagnosa berdasarkan SDKI: Gunakan kriteria diagnostik yang tercantum dalam SDKI
untuk menentukan diagnosa yang tepat bagi anak tersebut. Perhatikan gejala, temuan
pemeriksaan fisik, dan hasil tes laboratorium yang relevan.
4. Rujukan ke kode ICD-10: SDKI sering mengacu pada Klasifikasi Penyakit Internasional
ke-10 (ICD-10). Pastikan untuk mengacu pada kode ICD-10 yang sesuai dengan diagnosa
yang Anda tetapkan untuk anak tersebut.
5. Gunakan algoritma dan panduan yang disediakan: SDKI sering menyediakan algoritma
dan panduan untuk membantu dalam diagnosa dan pengelolaan penyakit. Gunakan
algoritma yang relevan dan panduan yang tercantum dalam SDKI untuk memandu
langkah-langkah selanjutnya dalam perawatan anak tersebut.
6. Jaga dokumentasi yang akurat dan lengkap: Pastikan dokumentasi asuhan keperawatan
Anda mencerminkan informasi yang akurat dan lengkap sesuai dengan pengkajian dan
tindakan yang telah dilakukan. Tulis catatan yang jelas dan terperinci tentang intervensi
yang dilakukan, respons anak terhadap pengobatan, dan perubahan kondisi yang relevan.
7. Kolaborasi dengan tim kesehatan: Jika ada tim kesehatan lain yang terlibat dalam
perawatan anak tersebut, berikan informasi yang akurat dan lengkap kepada mereka.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya akan memastikan kesesuaian dan konsistensi
dalam perawatan pasien.
8. Verifikasi dan validasi: Setelah menyelesaikan dokumentasi, periksa kembali catatan
Anda untuk memverifikasi kelengkapan, kejelasan, dan kesesuaian dengan SDKI. Jika
ada kekurangan atau kesalahan, perbaiki dan tambahkan informasi yang diperlukan.
Selalu pastikan Anda mengacu pada versi SDKI terbaru dan memahami pedoman yang ada
untuk mengoptimalkan dokumentasi asuhan keperawatan pada anak infeksi dan non-infeksi
sesuai dengan standar yang ditetapkan.

3. Melengkapi interpretasi data laboratorium


Untuk melengkapi interpretasi data laboratorium pada anak infeksi dan non-infeksi, ikuti
langkah-langkah berikut:
1. Periksa nilai referensi: Periksa nilai referensi laboratorium yang tercantum dalam laporan
hasil tes. Nilai referensi ini akan memberikan rentang normal untuk setiap parameter
yang diuji. Perhatikan apakah hasil tes berada dalam rentang normal atau di luar rentang
tersebut.
2. Bandingkan dengan riwayat dan gejala: Bandingkan hasil tes dengan riwayat medis dan
gejala yang dialami oleh anak. Apakah ada kesesuaian antara hasil tes laboratorium dan
kemungkinan kondisi infeksi atau non-infeksi yang diduga berdasarkan riwayat dan
gejala anak?
3. Pertimbangkan hasil tes lainnya: Jangan mengevaluasi hasil tes laboratorium secara
terisolasi. Perhatikan hasil tes lainnya dan lihat apakah ada pola atau korelasi yang dapat
membantu dalam interpretasi. Misalnya, hasil tes darah lengkap yang menunjukkan
peningkatan jumlah sel darah putih dapat mendukung indikasi infeksi.
4. Gunakan pengetahuan medis: Gunakan pengetahuan medis dan pemahaman tentang
patofisiologi untuk memahami arti dari hasil tes laboratorium. Misalnya, peningkatan
kadar C-reactive protein (CRP) dapat menunjukkan adanya proses peradangan yang
terkait dengan infeksi.
5. Berdasarkan pedoman klinis: Merujuk pada pedoman klinis yang relevan, seperti
pedoman pengelolaan penyakit tertentu atau panduan interpretasi hasil laboratorium pada
anak. Pedoman ini dapat memberikan petunjuk tentang nilai-nilai laboratorium yang
mencurigakan untuk infeksi atau non-infeksi tertentu.
6. Konsultasi dengan ahli: Jika perlu, konsultasikan hasil tes laboratorium dengan ahli
laboratorium atau dokter spesialis yang berkompeten dalam bidang yang relevan. Mereka
dapat membantu dalam interpretasi yang lebih mendalam dan memberikan perspektif
yang lebih luas.
7. Konteks klinis keseluruhan: Selalu ingat bahwa interpretasi hasil tes laboratorium harus
dilihat dalam konteks klinis keseluruhan pasien. Faktor-faktor seperti riwayat medis,
gejala, temuan pemeriksaan fisik, dan hasil tes lainnya harus dipertimbangkan secara
holistik.
8. Dokumentasikan interpretasi: Pastikan Anda mendokumentasikan interpretasi hasil tes
laboratorium secara jelas dan lengkap dalam catatan asuhan keperawatan. Jelaskan
bagaimana hasil tes tersebut relevan dengan kondisi anak, serta implikasi dan rencana
pengelolaan yang dapat diambil.
Selalu penting untuk menghubungi tenaga medis yang berkualifikasi dalam melakukan
interpretasi hasil tes laboratorium. Mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman yang
diperlukan untuk menafsirkan data dengan tepat dan memberikan diagnosis dan rekomendasi
pengelolaan yang sesuai.

4. Menentukan rencana asuhan keperawatan pasien anak dengan resiko tinggi/komplikasi


Menentukan rencana asuhan keperawatan pasien anak dengan risiko tinggi atau komplikasi
melibatkan langkah-langkah berikut:
1. Evaluasi risiko: Lakukan evaluasi risiko pasien anak untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang meningkatkan risiko atau kemungkinan komplikasi. Tinjau riwayat medis, riwayat
keluarga, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat alergi, dan faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi perawatan dan pemulihan anak.
2. Kolaborasi dengan tim kesehatan: Libatkan tim kesehatan yang terdiri dari dokter,
perawat, ahli gizi, terapis fisik atau okupasi, dan spesialis lainnya yang relevan.
Diskusikan temuan evaluasi risiko dan perencanaan asuhan keperawatan yang diperlukan.
3. Tetapkan tujuan: Bersama dengan tim kesehatan, tetapkan tujuan yang realistis dan
terukur untuk perawatan anak. Tujuan ini harus mencakup pencegahan komplikasi,
pengelolaan risiko, pemulihan optimal, dan perawatan yang sesuai dengan kondisi anak.
4. Pengembangan rencana perawatan: Berdasarkan evaluasi risiko dan tujuan yang
ditetapkan, buat rencana perawatan yang komprehensif. Rencana ini harus mencakup
tindakan pencegahan, pemantauan, pengobatan, pendidikan pasien dan keluarga, dan
tindakan lain yang diperlukan untuk mengurangi risiko dan mengatasi komplikasi
potensial.
5. Pendidikan pasien dan keluarga: Berikan pendidikan kepada pasien anak dan keluarga
tentang risiko, tanda-tanda peringatan, dan langkah-langkah pencegahan yang harus
diambil. Pastikan mereka memahami pentingnya mematuhi rencana perawatan dan
mengikuti arahan yang diberikan.
6. Pengelolaan gejala dan komplikasi: Jika pasien anak mengalami gejala atau komplikasi
yang muncul, rencanakan intervensi yang sesuai untuk mengelola gejala tersebut.
Diskusikan dengan tim kesehatan untuk memastikan pemantauan yang tepat dan
penanganan segera jika diperlukan.
7. Pemantauan dan evaluasi: Lakukan pemantauan yang teratur terhadap kondisi anak dan
evaluasi efektivitas rencana perawatan yang telah ditetapkan. Sesuaikan rencana jika
diperlukan berdasarkan respons anak dan perkembangan situasi.
8. Dokumentasikan dengan lengkap: Pastikan untuk mendokumentasikan rencana asuhan
keperawatan secara lengkap, termasuk tujuan yang ditetapkan, intervensi yang
direncanakan, respons pasien, dan perubahan rencana jika ada. Dokumentasi yang akurat
akan memastikan kontinuitas perawatan dan informasi yang konsisten untuk tim
kesehatan.
Selalu konsultasikan dengan tenaga medis yang berkompeten untuk menentukan rencana asuhan
keperawatan yang tepat bagi pasien anak dengan risiko tinggi atau komplikasi. Mereka akan
membantu dalam mengevaluasi risiko, merumuskan rencana yang sesuai, dan memberikan
bimbingan yang diperlukan dalam perawatan pasien.

5. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pasien di keperawatan anak


Untuk melakukan evaluasi asuhan keperawatan sesuai dengan Standar Diagnosis dan Klasifikasi
Indonesia (SDKI) pada pasien di keperawatan anak, ikuti langkah-langkah berikut:
1. Periksa dokumentasi asuhan keperawatan: Tinjau catatan asuhan keperawatan yang telah
terdokumentasi untuk pasien di keperawatan anak. Periksa kelengkapan dan keakuratan
dokumentasi tersebut, termasuk pengumpulan data, rencana perawatan, intervensi yang
dilakukan, dan respons pasien.
2. Perbandingkan dengan SDKI: Rujuk pada SDKI terbaru dan pedoman klinis yang
relevan. Periksa apakah asuhan keperawatan yang telah dilakukan sesuai dengan panduan
dan standar yang tercantum dalam SDKI. Perhatikan apakah langkah-langkah yang
diambil sesuai dengan rekomendasi pengelolaan dan tindakan pencegahan yang
ditetapkan dalam SDKI.
3. Evaluasi respons dan hasil: Tinjau respons pasien terhadap asuhan keperawatan yang
telah diberikan. Evaluasi apakah tujuan perawatan telah tercapai, apakah gejala
berkurang, dan apakah ada perbaikan kondisi pasien. Periksa juga hasil tes laboratorium
atau diagnostik lainnya untuk memantau perubahan dalam kondisi pasien.
4. Evaluasi efektivitas intervensi: Tinjau efektivitas intervensi yang telah dilakukan.
Evaluasi apakah intervensi perawatan yang direkomendasikan dalam SDKI telah
memberikan manfaat yang diharapkan. Perhatikan apakah ada perlunya penyesuaian atau
perubahan dalam intervensi yang dilakukan berdasarkan respons pasien.
5. Tinjau kesesuaian dengan tim kesehatan: Diskusikan dengan tim kesehatan yang terlibat
dalam perawatan pasien. Tinjau apakah asuhan keperawatan yang telah dilakukan sesuai
dengan kolaborasi dan koordinasi yang baik antara anggota tim kesehatan. Pastikan
bahwa komunikasi yang efektif dan kerjasama tim terjadi untuk mencapai tujuan
perawatan.
6. Perbaiki atau tambahkan informasi: Jika ada kekurangan atau ketidaksesuaian dalam
dokumentasi asuhan keperawatan, perbaiki atau tambahkan informasi yang diperlukan.
Pastikan bahwa dokumentasi mencerminkan evaluasi yang akurat dan lengkap dari
perawatan yang diberikan kepada pasien anak.
7. Pertimbangkan pengembangan ke depan: Berdasarkan evaluasi asuhan keperawatan,
identifikasi area di mana perbaikan atau pengembangan lebih lanjut dapat dilakukan.
Tinjau apakah ada peluang untuk meningkatkan penggunaan SDKI dalam perawatan
anak di unit keperawatan, dan diskusikan hal ini dengan tim kesehatan dan manajemen
unit.
8. Dokumentasikan evaluasi: Pastikan untuk mendokumentasikan evaluasi asuhan
keperawatan secara lengkap dan akurat dalam catatan pasien. Catat temuan, kesimpulan,
dan langkah-langkah yang akan diambil berdasarkan evaluasi tersebut.
Perlu diingat bahwa SDKI berkembang dari waktu ke waktu, dan penting untuk selalu merujuk
pada versi terbaru dan memperoleh panduan dari tenaga medis yang berkompeten dalam
melakukan evaluasi asuhan keperawatan sesuai dengan SDKI.

II. Melakukan komunikasi interpersonal dalam melaksanakan tindakan keperawatan


1. Mampu melakukan pra interaksi (Salam,menyampaikan identitas menanyakan pasien dan
keluarga)
Contoh pra interaksi saat berinteraksi dengan pasien neonatus, termasuk penyampaian salam,
menyampaikan identitas, dan menanyakan pasien dan keluarga:
Salam: "Selamat pagi/ siang/ malam, saya adalah [nama Anda], perawat di unit neonatologi.
Bagaimana kabar hari ini?"
Menyampaikan identitas: "Sebelum kita melanjutkan, izinkan saya memperkenalkan diri. Nama
saya [nama Anda], dan saya akan merawat/anak tugas saya adalah [nama pasien]."
Menanyakan pasien: "Bagaimana [nama pasien] hari ini? Apakah ada perubahan dalam
kondisinya sejak kunjungan terakhir? Apakah Anda memperhatikan sesuatu yang mungkin perlu
kami ketahui?"
Menanyakan keluarga: "Saya ingin tahu lebih banyak tentang keluarga [nama pasien]. Siapa
yang berada di sini saat ini untuk memberikan dukungan kepada [nama pasien]? Apakah ada
perubahan dalam riwayat keluarga atau masalah kesehatan yang perlu kami ketahui?"
Pastikan untuk mendengarkan dengan saksama dan memberikan perhatian penuh saat pasien atau
keluarga memberikan tanggapan. Jika ada kekhawatiran atau pertanyaan tambahan, luangkan
waktu untuk menjawabnya dengan sopan dan ramah.
Penting juga untuk memperhatikan kebutuhan khusus pada pasien neonatus, seperti menyediakan
lingkungan yang tenang, menghindari stimulasi berlebih, dan menggunakan sentuhan lembut saat
berinteraksi dengan mereka

2. Melakukan pre- dan post-conference tentang rencana keperawatan pasien


Pre-Conference:
Dalam pre-conference, tujuan Anda adalah untuk mempersiapkan tim perawatan dan membahas
rencana keperawatan pasien neonatus sebelum dimulainya shift. Berikut adalah contoh langkah-
langkah yang dapat Anda ikuti dalam pre-conference:
1. Memulai dengan salam dan menyapa anggota tim: "Salam pagi/ siang/ malam, tim
perawatan! Saya harap semuanya dalam kondisi baik dan siap untuk shift hari ini. Saya
ingin membahas rencana keperawatan pasien neonatus kita sebelum kita memulai."
2. Identifikasi pasien yang akan dievaluasi: "Hari ini, kita akan membahas rencana
keperawatan untuk [nama pasien neonatus]. Mari kita tinjau kembali riwayatnya dan
status kesehatannya saat ini."
3. Tinjau riwayat pasien: "Secara singkat, [nama pasien] adalah seorang bayi prematur
dengan riwayat kelahiran pada [tanggal] dengan berat lahir [berat]. Kami telah
melakukan beberapa tindakan perawatan dan intervensi sejak masuk ke unit neonatologi.
Mari kita tinjau kembali riwayat dan kondisinya saat ini."
4. Diskusikan diagnosis dan masalah keperawatan: "Berikut adalah diagnosis dan masalah
keperawatan utama yang perlu kita perhatikan pada [nama pasien]: [misalnya, asfiksia
neonatorum, gangguan pernapasan, infeksi]. Apakah ada perubahan atau perkembangan
baru yang perlu kita perhatikan?"
5. Tinjau rencana perawatan saat ini: "Apa rencana perawatan yang telah kita tetapkan
untuk [nama pasien]? Mari kita diskusikan intervensi yang sedang dilakukan, seperti
pengaturan ventilasi, nutrisi, pemantauan suhu, pemberian obat-obatan, atau intervensi
lainnya."
6. Evaluasi respons pasien terhadap perawatan: "Bagaimana respons pasien terhadap
intervensi yang telah dilakukan? Apakah ada perbaikan atau perubahan yang signifikan
dalam kondisi atau tanda vitalnya? Apakah ada efek samping atau masalah yang perlu
diperhatikan?"
7. Diskusikan perubahan atau revisi rencana: "Berdasarkan evaluasi tersebut, apakah ada
perubahan yang perlu kita lakukan dalam rencana perawatan? Apakah ada intervensi
tambahan yang harus diberikan atau intervensi yang perlu disesuaikan?"
Post-Conference:
Dalam post-conference, Anda akan membahas evaluasi pasca perawatan pasien neonatus setelah
shift selesai. Berikut adalah contoh langkah-langkah yang dapat Anda ikuti dalam post-
conference:
1. Salam dan ucapan terima kasih: "Terima kasih, tim perawatan, untuk kerja keras Anda
selama shift ini. Saya ingin meluangkan waktu sebentar untuk melakukan post-
conference dan membahas evaluasi pasca perawatan pasien neonatus kita."
2. Tinjau hasil evaluasi pasien: "Kita telah melakukan evaluasi terhadap [nama pasien].
Bagaimana respons pasien terhadap perawatan yang telah kita berikan? Apakah ada
perubahan signifikan dalam kondisinya? Apakah ada masalah atau komplikasi baru yang
muncul?"
3. Diskusikan keberhasilan rencana perawatan: "Apa yang telah berhasil dalam rencana
perawatan kita? Apakah ada intervensi yang membantu pasien dalam mencapai tujuan
perawatan?"
4. Evaluasi kebutuhan perawatan tambahan: "Apakah ada kebutuhan perawatan tambahan
yang harus kita berikan kepada [nama pasien]? Apakah ada masalah kesehatan yang
masih perlu diatasi?"
5. Tinjau dan catat catatan penting: "Harap pastikan bahwa catatan perawatan telah
diperbarui dan mencerminkan hasil evaluasi kita. Catat semua perubahan atau perbaikan
dalam kondisi pasien serta rencana perawatan yang telah direvisi."
6. Diskusikan informasi penting dengan tim berikutnya: "Sebelum kita mengakhiri, pastikan
untuk berbagi informasi penting ini dengan tim perawatan selanjutnya yang akan
mengambil alih perawatan pasien. Komunikasikan temuan evaluasi, perubahan rencana
perawatan, dan kebutuhan khusus yang perlu diperhatikan."
7. Ucapan terima kasih dan penutup: "Sekali lagi, terima kasih kepada tim perawatan atas
kerja keras dan dedikasi Anda. Kerjasama kita dalam merawat pasien neonatus ini sangat
berarti. Mari terus bekerja sama untuk memberikan perawatan terbaik bagi pasien kita."
Pastikan untuk memfasilitasi diskusi yang terbuka, mendengarkan pendapat dan masukan dari
anggota tim perawatan, serta memberikan kesempatan bagi mereka untuk bertanya atau
menyampaikan perhatian mereka terhadap pasien.
Melakukan pre- dan post-conference tentang rencana keperawatan pasien memiliki beberapa
manfaat penting. Berikut adalah alasan mengapa melakukan pre- dan post-conference adalah
langkah yang penting dalam perawatan pasien:
1. Sinkronisasi Tim Perawatan: Pre- dan post-conference memungkinkan seluruh tim
perawatan, termasuk dokter, perawat, terapis, dan tenaga medis lainnya, untuk berkumpul
dan berdiskusi tentang rencana perawatan pasien. Ini membantu memastikan bahwa
semua anggota tim memiliki pemahaman yang sama tentang kondisi pasien, tujuan
perawatan, dan tindakan yang harus diambil.
2. Kolaborasi Tim: Dalam konferensi, anggota tim perawatan dapat saling berbagi
informasi, pengalaman, dan saran tentang perawatan pasien. Ini memfasilitasi kolaborasi
dan pemecahan masalah bersama, yang dapat mengarah pada pengambilan keputusan
yang lebih baik dan perbaikan dalam perawatan pasien.
3. Kontinuitas Perawatan: Pre- dan post-conference membantu menjaga kontinuitas
perawatan pasien. Dalam konferensi pra-pasien, anggota tim perawatan dapat membahas
riwayat medis pasien, diagnosis, dan rencana perawatan sebelum pasien tiba. Ini
mempersiapkan tim perawatan untuk memberikan perawatan yang terkoordinasi segera
setelah pasien datang. Konferensi pasca-pasien memungkinkan tim untuk mengevaluasi
respons pasien terhadap perawatan, merevisi rencana perawatan jika diperlukan, dan
memastikan transisi yang mulus antara perawatan di rumah sakit dan setelahnya.
4. Keamanan Pasien: Dengan berbagi informasi secara terbuka dalam konferensi, tim
perawatan dapat mengidentifikasi potensi risiko dan masalah terkait perawatan pasien. Ini
memungkinkan upaya bersama dalam mencegah kesalahan, mengurangi risiko infeksi
nosokomial, dan meningkatkan keselamatan pasien secara keseluruhan.
5. Pendidikan dan Pembelajaran: Konferensi pra-dan pasca-pasien juga memberikan
kesempatan untuk pembelajaran dan pengembangan profesional. Anggota tim perawatan
dapat membagikan pengetahuan baru, hasil penelitian, dan praktik terbaik yang dapat
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan semua orang yang terlibat dalam perawatan
pasien.
Melalui pre- dan post-conference, tim perawatan dapat bekerja secara kolaboratif, memastikan
perawatan pasien yang terkoordinasi dan berkualitas tinggi, serta meningkatkan keselamatan dan
hasil pasien.
3. Tehnik komunikasi: menyampaikan berita buruk
Menyampaikan berita buruk pada pasien anak adalah situasi yang menantang dan membutuhkan
pendekatan yang sensitif. Berikut adalah beberapa teknik komunikasi yang dapat membantu
dalam menyampaikan berita buruk pada pasien anak:
1. Persiapkan diri: Sebelum berbicara dengan pasien anak, persiapkan diri dengan baik.
Pastikan Anda memahami informasi dengan jelas, menggali lebih dalam mengenai situasi
dan prognosis, serta menyiapkan rencana untuk mendukung pasien dan keluarga dalam
menghadapi berita buruk tersebut.
2. Ciptakan lingkungan yang nyaman: Pilih lingkungan yang tenang dan nyaman untuk
berbicara dengan pasien anak dan keluarganya. Pastikan privasi terjaga dan hilangkan
gangguan yang tidak perlu.
3. Gunakan bahasa yang sesuai: Sesuaikan bahasa dan penyampaian Anda dengan tingkat
pemahaman anak. Gunakan kata-kata yang jelas, sederhana, dan mudah dimengerti.
Hindari penggunaan istilah medis yang rumit atau terlalu teknis.
4. Berbicara dengan lembut dan penuh empati: Jaga nada suara yang lembut dan tenang.
Gunakan ekspresi wajah yang empatik dan tunjukkan kepedulian Anda pada pasien dan
keluarga. Berikan waktu kepada mereka untuk merespons dan menjawab pertanyaan
mereka dengan sabar.
5. Berikan informasi secara bertahap: Berikan informasi berita buruk secara bertahap dan
perlahan. Mulailah dengan memberikan gambaran umum tentang situasi, kemudian
lanjutkan dengan memberikan detail lebih lanjut seiring dengan kemampuan pemahaman
pasien anak.
6. Dukung dengan kehadiran keluarga: Libatkan keluarga pasien anak dalam proses
komunikasi. Mereka dapat memberikan dukungan emosional dan membantu dalam
memahami informasi yang disampaikan. Pastikan ada orang dewasa yang dapat
memberikan kenyamanan dan penjelasan lebih lanjut jika diperlukan.
7. Dengarkan dengan empati: Dengarkan dengan seksama apa yang pasien anak dan
keluarganya sampaikan. Biarkan mereka berekspresi, mengungkapkan perasaan, dan
menjawab pertanyaan. Tunjukkan empati dan simpati terhadap apa yang mereka rasakan.
8. Sediakan dukungan dan sumber daya: Setelah menyampaikan berita buruk, tawarkan
dukungan emosional dan berikan informasi mengenai sumber daya atau layanan yang
tersedia, seperti dukungan psikologis, kelompok pendukung, atau informasi tentang
program dan organisasi yang dapat membantu.
Ingatlah bahwa setiap situasi dan setiap anak unik, dan pendekatan yang tepat dapat berbeda.
Selalu perhatikan respons dan kebutuhan pasien anak serta keluarganya, dan fleksibel dalam
memberikan dukungan dan informasi yang diperlukan. Jika perlu, konsultasikan dengan anggota
tim kesehatan lainnya yang memiliki keahlian dalam komunikasi berita buruk pada anak.
4. Terlibat dalam konfrensi asuhan multidisiplin (Pembahasan kasus sulit)
Terlibat dalam konferensi asuhan multidisiplin untuk membahas kasus sulit pada pasien anak
melibatkan kolaborasi antara berbagai anggota tim kesehatan yang terlibat dalam perawatan
pasien. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat Anda ikuti dalam konferensi tersebut:
1. Persiapan sebelum konferensi: Lakukan persiapan yang matang sebelum konferensi.
Tinjau kembali catatan medis pasien, hasil tes atau pemeriksaan terbaru, dan informasi
terkait lainnya. Identifikasi isu-isu klinis yang kompleks atau sulit yang perlu dibahas.
2. Tentukan agenda konferensi: Tetapkan agenda yang jelas dan terstruktur untuk
konferensi. Identifikasi topik-topik kunci yang akan dibahas, seperti diagnosis yang
rumit, pengelolaan yang kompleks, pertimbangan etika, atau perencanaan transisi
perawatan.
3. Undang anggota tim kesehatan yang relevan: Identifikasi dan undang anggota tim
kesehatan yang memiliki keahlian dan keterlibatan langsung dalam perawatan pasien
anak tersebut. Ini dapat meliputi dokter spesialis, perawat, ahli terapi, pekerja sosial,
konselor, dan lainnya.
4. Sediakan informasi yang relevan: Pastikan untuk menyediakan informasi yang relevan
sebelum konferensi kepada anggota tim kesehatan. Ini dapat berupa ringkasan kasus,
hasil tes atau pemeriksaan terbaru, catatan asuhan keperawatan, dan sebagainya.
Memastikan bahwa semua anggota tim memiliki akses ke informasi yang sama penting
untuk diskusi yang efektif.
5. Diskusikan kasus secara terbuka: Mulailah konferensi dengan memberikan ringkasan
kasus kepada anggota tim kesehatan. Diskusikan isu-isu yang kompleks, pertimbangan
etika, tantangan dalam pengelolaan pasien, dan tindakan yang telah dilakukan. Berikan
kesempatan kepada setiap anggota tim untuk berbagi pendapat, pengalaman, dan saran
mereka.
6. Kolaborasi dan pemecahan masalah: Fasilitasi kolaborasi antara anggota tim kesehatan.
Diskusikan berbagai pendekatan dan opsi pengelolaan yang mungkin. Berfokus pada
pemecahan masalah, identifikasi hambatan, dan mencari solusi terbaik untuk perawatan
pasien anak tersebut.
7. Pertimbangkan sudut pandang multidisiplin: Ingatlah bahwa setiap anggota tim kesehatan
membawa sudut pandang dan keahlian yang berbeda. Pertimbangkan perspektif
multidisiplin dalam pengambilan keputusan dan perencanaan perawatan pasien anak.
8. Tentukan rencana tindak lanjut: Diskusikan rencana tindak lanjut yang telah disepakati
oleh tim kesehatan. Tentukan langkah-langkah yang harus diambil, peran dan tanggung
jawab masing-masing anggota tim, dan jadwal tindak lanjut. Pastikan rencana tersebut
terdokumentasi dengan jelas dan dipahami oleh semua pihak yang terlibat.
9. Evaluasi hasil konferensi: Setelah konferensi, evaluasi hasilnya. Tinjau apakah tujuan
konferensi tercapai, apakah rekomendasi yang dihasilkan telah diterapkan, dan apakah
ada perubahan signifikan dalam perawatan pasien anak. Ambil pelajaran dari pengalaman
ini untuk meningkatkan kolaborasi dan manajemen kasus di masa depan.
Penting untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan saling mendukung dalam konferensi
asuhan multidisiplin. Melibatkan anggota tim kesehatan yang berkompeten dan mendengarkan
dengan empati akan membantu mencapai hasil yang lebih baik dalam perawatan pasien anak.
III. Menerapkan prinsip etika dalam keperawatan
1. Mampu menerapkan prinsip-prinsip moral selama berhubungan dengan pasien
Menerapkan prinsip-prinsip moral selama berhubungan dengan pasien adalah penting untuk
memastikan pelayanan kesehatan yang etis dan bermartabat. Berikut adalah beberapa prinsip
moral yang dapat diterapkan:
1. Menghormati Otonomi Pasien: Prinsip ini menghormati hak pasien untuk membuat
keputusan tentang perawatan mereka sendiri. Hal ini mencakup memberikan informasi
yang jujur dan lengkap kepada pasien, menghormati preferensi dan nilai-nilai pasien,
serta melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan tentang perawatan mereka.
2. Keberpihakan dan Keadilan: Prinsip ini menuntut perlakuan yang adil dan setara terhadap
semua pasien tanpa diskriminasi. Dalam memberikan perawatan, penting untuk
menghindari prasangka dan memperlakukan semua pasien dengan rasa hormat dan
keadilan.
3. Kepercayaan dan Kerahasiaan: Prinsip ini melibatkan menjaga kerahasiaan informasi
pribadi pasien dan membangun hubungan saling percaya antara pasien dan tenaga
kesehatan. Penting untuk menjaga kerahasiaan medis dan privasi pasien serta
menghindari pengungkapan informasi tanpa izin yang sesuai.
4. Menghindari Konflik Kepentingan: Prinsip ini melibatkan menghindari situasi di mana
kepentingan pribadi atau finansial tenaga kesehatan dapat mempengaruhi keputusan
perawatan pasien. Prioritas harus diberikan pada kepentingan dan kebutuhan pasien, dan
penting untuk menghindari praktik yang mungkin merugikan pasien demi keuntungan
pribadi.
5. Kualitas Perawatan: Prinsip ini menuntut memberikan perawatan berkualitas tinggi dan
aman kepada pasien. Ini melibatkan peningkatan terus-menerus dalam pengetahuan dan
keterampilan, penggunaan bukti terbaik dalam praktek klinis, serta memastikan
kepatuhan terhadap standar etis dan peraturan yang relevan.
6. Empati dan Kepekaan: Prinsip ini melibatkan memahami dan menghormati pengalaman
dan perasaan pasien. Dalam berinteraksi dengan pasien, penting untuk menunjukkan
empati, mendengarkan dengan penuh perhatian, dan mempertimbangkan aspek
psikososial dan emosional dalam perawatan.
7. Pemberian Informasi dan Pendidikan: Prinsip ini melibatkan memberikan informasi yang
jelas dan komprehensif kepada pasien tentang kondisi mereka, perawatan yang
direkomendasikan, dan risiko serta manfaat yang terkait. Mengedukasi pasien tentang
kesehatan dan membantu mereka membuat keputusan yang berdasarkan pengetahuan
adalah bagian penting dari peran tenaga kesehatan.
Menerapkan prinsip-prinsip moral ini dalam interaksi dengan pasien membantu membangun
hubungan yang saling percaya dan menghormati, serta memastikan bahwa perawatan yang
diberikan adalah etis, bermartabat, dan berfokus pada kepentingan dan kebutuhan pasi
2. Mengidentifikasi dilema etik di ruang keperawatan anak
Di ruang keperawatan anak, ada beberapa dilema etik yang mungkin muncul dalam perawatan
pasien anak. Berikut ini adalah beberapa contoh dilema etik yang sering terjadi:
1. Keputusan medis kontroversial: Terkadang, terdapat keputusan medis yang kontroversial,
seperti penggunaan terapi eksperimental, keputusan tentang pemberian atau penarikan
dukungan hidup, atau penggunaan obat-obatan yang berpotensi memiliki efek samping
serius pada anak. Hal ini dapat memicu dilema etik dalam menentukan manfaat dan risiko
serta mempertimbangkan prinsip otonomi, keadilan, dan kemanfaatan.
2. Batasan perawatan atau akhir kehidupan: Dalam beberapa kasus, mungkin ada dilema
etik terkait dengan batasan perawatan atau keputusan akhir kehidupan pada pasien anak.
Keputusan mengenai apakah melanjutkan perawatan intensif atau beralih ke perawatan
paliatif, atau menghentikan perawatan pada pasien dengan prognosis yang buruk, dapat
memicu pertimbangan etis yang rumit.
3. Privasi dan informasi pasien: Ruang keperawatan anak juga menghadapi dilema etik
dalam menjaga privasi dan kerahasiaan pasien anak, terutama dalam hal informasi medis
sensitif yang harus dibagikan dengan orang tua atau wali yang berwenang, tetapi tetap
mempertimbangkan hak otonomi anak untuk menyimpan informasi pribadi.
4. Partisipasi pasien anak dalam pengambilan keputusan: Dalam kasus-kasus di mana anak
memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan tentang
perawatannya, dilema etik dapat muncul dalam menentukan sejauh mana partisipasi anak
yang akan dihormati dan bagaimana menimbang kepentingan dan kebutuhan anak dengan
perspektif orang tua atau wali.
5. Konflik nilai dan keyakinan: Ruang keperawatan anak juga menciptakan konteks di mana
nilai-nilai dan keyakinan pribadi atau agama dari tenaga medis, pasien, dan keluarga
dapat saling bertentangan. Hal ini dapat menghasilkan dilema etik dalam mencari
keseimbangan antara memberikan perawatan yang sesuai dengan standar medis dan
menghormati keyakinan dan preferensi pasien dan keluarga.
6. Pemisahan anak dari orang tua: Dalam beberapa kasus, terutama dalam situasi yang
melibatkan kekerasan domestik, penelantaran, atau kasus hukum, dapat timbul dilema
etik tentang pemisahan anak dari orang tua atau wali yang mengklaim hak perawatan dan
pengambilan keputusan. Pertimbangan etis perlu dilakukan untuk melindungi
kepentingan dan kesejahteraan anak.
Dalam menghadapi dilema etik di ruang keperawatan anak, penting untuk melibatkan tim etik
atau konsultan etik, serta menggunakan panduan etis dan standar praktik yang relevan. Diskusi
kolaboratif dengan tim kesehatan, orang tua, dan pasien anak, serta mengutamakan kepentingan
dan kesejahteraan anak, dapat membantu dalam mengatasi dilema etik dan mengambil keputusan
yang terbaik.
Contoh dilemma etik pada pasien anak
Berikut adalah beberapa contoh dilemma etik yang mungkin muncul dalam perawatan pasien
anak:
1. Keputusan pengobatan yang kontroversial: Misalnya, ketika ada perbedaan pendapat
tentang apakah pengobatan yang eksperimental atau berisiko tinggi harus digunakan pada
pasien anak dengan kondisi yang mengancam nyawa. Dilema etik mungkin timbul antara
harapan untuk menyelamatkan nyawa pasien dan risiko efek samping atau hasil yang
tidak pasti dari pengobatan tersebut.
2. Hak otonomi anak vs. keputusan orang tua: Dalam beberapa kasus, mungkin ada konflik
antara hak otonomi anak dan keputusan orang tua atau wali yang bertentangan dengan
kepentingan terbaik anak. Misalnya, ketika anak mampu berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan medis, tetapi orang tua memiliki keyakinan atau preferensi yang
bertentangan dengan keinginan anak.
3. Pengungkapan informasi sensitif: Terdapat dilema etik dalam mengungkapkan informasi
sensitif kepada pasien anak dan orang tua. Misalnya, ketika mengungkapkan diagnosis
penyakit serius atau progresif kepada anak yang mungkin belum memahami sepenuhnya
implikasinya atau kepada orang tua yang mungkin merasakan kesulitan emosional dalam
menerima informasi tersebut.
4. Konflik nilai dan keyakinan: Dalam beberapa kasus, konflik nilai dan keyakinan dapat
muncul antara staf medis, pasien anak, dan keluarga. Misalnya, ketika pengobatan medis
yang diperlukan bertentangan dengan keyakinan agama atau budaya keluarga pasien, ini
dapat memunculkan dilema etik tentang cara terbaik untuk menghormati nilai-nilai dan
keyakinan tersebut sambil memberikan perawatan yang optimal.
5. Batasan perawatan atau kehidupan: Dalam situasi di mana pasien anak mengalami
kondisi yang parah dan tidak mungkin sembuh, dilema etik mungkin muncul dalam
menentukan apakah perawatan intensif harus dilanjutkan atau apakah perawatan paliatif
atau perawatan akhir kehidupan lebih sesuai. Keputusan ini harus mempertimbangkan
kepentingan dan kesejahteraan pasien anak serta nilai-nilai yang terlibat.
6. Keputusan terkait donor organ: Dalam situasi di mana pasien anak membutuhkan
transplantasi organ untuk bertahan hidup, dilema etik dapat muncul dalam menentukan
kriteria pemilihan pasien dan keadilan dalam alokasi organ. Keputusan ini harus
mempertimbangkan ketersediaan organ, prioritas medis, dan prinsip keadilan dalam
pemberian kesempatan hidup yang adil bagi semua pasien.
Dilema etik ini hanya merupakan beberapa contoh, dan setiap kasus dapat unik dengan tantangan
dan pertimbangan etisnya sendiri. Penting untuk melibatkan tim etik atau konsultan etik, serta
berdiskusi dengan pasien anak, keluarga, dan tim kesehatan lainnya dalam menyelesaikan dilema
etik tersebut.
3. Memberikan advokasi dalam penyelesian dilemma etik pasien anak dengan masalah infeksius
Dalam memberikan advokasi dalam penyelesian dilema etik pada pasien anak dengan masalah
infeksius, berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:
1. Pahami perspektif semua pihak yang terlibat: Dalam kasus dilema etik, penting untuk
memahami perspektif dan kepentingan semua pihak yang terlibat, termasuk pasien anak,
orang tua atau wali, tim medis, dan ahli lain yang terlibat dalam perawatan pasien.
2. Kumpulkan informasi dan bukti: Lakukan pengumpulan informasi dan bukti yang
diperlukan untuk memahami secara menyeluruh masalah infeksius yang terjadi pada
pasien anak. Tinjau hasil tes laboratorium, catatan medis, dan konsultasikan dengan
anggota tim kesehatan lainnya untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif.
3. Identifikasi nilai-nilai etis yang terlibat: Identifikasi nilai-nilai etis yang mungkin terlibat
dalam kasus ini, seperti prinsip otonomi, keadilan, kemanfaatan, dan tidak merugikan.
Pertimbangkan bagaimana nilai-nilai ini dapat memengaruhi pengambilan keputusan dan
penyelesaian dilema etik.
4. Libatkan tim etik atau konsultan etik: Jika dilema etik kompleks, pertimbangkan untuk
melibatkan tim etik atau konsultan etik yang dapat memberikan panduan dan perspektif
yang obyektif. Diskusikan kasus dengan mereka dan minta bantuan mereka dalam
memecahkan masalah etis yang kompleks.
5. Ajukan pertanyaan kritis: Ajukan pertanyaan kritis yang membantu dalam penyelesaian
dilema etik. Misalnya, bagaimana keputusan ini mempengaruhi kesejahteraan dan
keselamatan pasien anak? Apakah ada alternatif lain yang dapat dipertimbangkan?
Bagaimana dampak keputusan ini terhadap hak dan kepentingan semua pihak yang
terlibat?
6. Kolaborasi dan mediasi: Fasilitasi kolaborasi dan mediasi antara semua pihak yang
terlibat dalam dilema etik. Bekerja sama untuk mencapai titik kesepakatan yang terbaik
yang mempertimbangkan kepentingan dan kesejahteraan pasien anak.
7. Pedomani pedoman dan standar: Pedoman dan standar etika medis dapat menjadi acuan
dalam pengambilan keputusan dan penyelesaian dilema etik. Pertimbangkan panduan etik
terkait infeksius dan perawatan pasien anak yang diterbitkan oleh lembaga kesehatan
terkait.
8. Dokumentasikan dengan lengkap: Pastikan semua keputusan dan langkah yang diambil
didokumentasikan secara lengkap dan akurat. Ini meliputi catatan tentang diskusi,
pertimbangan etis, keputusan yang diambil, dan alasan di baliknya.
Advokasi dalam penyelesian dilema etik pada pasien anak dengan masalah infeksius melibatkan
upaya untuk menjaga hak, kepentingan, dan kesejahteraan pasien anak dengan
mempertimbangkan nilai-nilai etis dan kolaborasi dengan semua pihak yang terlibat.
4. Mampu memperlihatkan sikap sabar,respek dan sopan
Menunjukkan sikap sabar, respek, dan sopan saat berinteraksi dengan pasien anak adalah sangat
penting dalam memberikan perawatan yang efektif dan menciptakan lingkungan yang nyaman
bagi anak-anak yang sedang berada dalam situasi medis. Berikut adalah beberapa tips untuk
menunjukkan sikap tersebut:
1. Berbicara dengan lembut dan ramah: Gunakan nada suara yang lembut dan ramah ketika
berbicara dengan pasien anak. Pastikan untuk menggunakan kata-kata yang mudah
dipahami oleh anak-anak dan hindari penggunaan istilah medis yang rumit.
2. Bersikap sabar: Anak-anak mungkin menjadi cemas atau takut saat berada di fasilitas
medis. Berikan mereka waktu untuk berbicara tentang perasaan mereka atau bertanya
tentang prosedur yang akan dilakukan. Dengarkan dengan sabar dan berusaha memahami
perasaan mereka.
3. Gunakan bahasa tubuh positif: Perlihatkan sikap yang ramah dan penuh perhatian dengan
senyum dan kontak mata yang hangat. Hindari sikap yang terlalu serius atau tertutup,
karena dapat membuat anak merasa tidak nyaman.
4. Libatkan orang tua atau wali: Jika mungkin, melibatkan orang tua atau wali dalam proses
perawatan. Minta mereka untuk membantu menjelaskan situasi kepada anak dan
memberikan dukungan emosional yang diperlukan.
5. Jelaskan prosedur dengan jelas: Sebelum melakukan prosedur medis atau tindakan,
jelaskan dengan sederhana apa yang akan dilakukan kepada anak. Beri tahu mereka apa
yang mungkin mereka rasakan selama prosedur tersebut.
6. Gunakan alat bantu visual: Beberapa anak mungkin lebih mudah memahami dengan
bantuan gambar atau alat bantu visual lainnya. Gunakan alat-alat ini untuk membantu
menjelaskan prosedur atau kondisi medis dengan lebih baik.
7. Bermain dan mengalihkan perhatian: Jika mungkin, gunakan permainan atau aktivitas
yang dapat mengalihkan perhatian anak selama prosedur atau pengobatan. Hal ini dapat
membantu mengurangi tingkat kecemasan dan ketakutan mereka.
8. Hargai privasi dan batasi kontak fisik: Sementara beberapa anak mungkin nyaman
dengan kontak fisik, seperti pelukan atau menggenggam tangan, tidak semua anak merasa
sama. Selalu hargai privasi anak dan tanyakan apakah mereka nyaman dengan sentuhan
fisik sebelum melakukannya.
9. Kenali batas kesabaran: Anak-anak mungkin memerlukan waktu lebih lama untuk
merespons atau memahami instruksi. Kenali batas kesabaran Anda sendiri dan berusaha
untuk tetap tenang dalam situasi yang mungkin menantang.
10. Beri pujian dan penghargaan: Berikan pujian dan penghargaan kepada anak atas
kerjasama mereka selama prosedur atau kunjungan medis. Hal ini dapat meningkatkan
kepercayaan diri dan membuat mereka merasa dihargai.
Dengan mengikuti tips-tips di atas, Anda dapat menciptakan pengalaman yang positif bagi
pasien anak dan membantu mereka merasa lebih nyaman dan aman selama perawatan medis.
Selain itu, sikap positif dan perhatian Anda juga dapat membantu mengurangi stres dan
kecemasan orang tua atau wali anak.
IV. Menerapkan prinsip-prinsip pencegahan infeksi rumah sakit
1. Monitoring pelaksanaan bundle Healthcare – Associated Infections (HAIs) dan kewaspadaan
standar
Monitoring pelaksanaan bundle Healthcare-Associated Infections (HAIs) dan kewaspadaan
standar pasien anak merupakan langkah penting untuk memastikan keselamatan pasien dalam
perawatan kesehatan. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan dalam proses monitoring
tersebut:
1. Pemantauan Implementasi Bundle HAIs: Bundle HAIs adalah serangkaian tindakan yang
dirancang untuk mencegah infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Pemantauan
dapat dilakukan dengan cara mengamati apakah langkah-langkah dalam bundle ini
dilaksanakan dengan benar oleh petugas kesehatan. Contohnya, memastikan bahwa
protokol pencegahan infeksi seperti cuci tangan yang tepat, penggunaan sarung tangan,
masker, dan pakaian pelindung dipatuhi secara konsisten.
2. Monitoring Kepatuhan Standar Pasien Anak: Standar pasien anak mencakup prosedur
dan praktik yang diperlukan untuk memberikan perawatan yang aman dan efektif kepada
pasien anak. Pemantauan dapat dilakukan dengan mengamati apakah petugas kesehatan
mematuhi standar-standar ini dalam perawatan anak. Misalnya, memastikan bahwa dosis
obat yang diberikan sesuai dengan berat badan anak, penggunaan alat-alat yang sesuai
dengan ukuran anak, dan pemahaman tentang tanda-tanda vital anak.
3. Pengumpulan Data dan Pelaporan: Penting untuk mengumpulkan data terkait
pelaksanaan bundle HAIs dan kewaspadaan standar pasien anak. Data ini dapat
mencakup tingkat kepatuhan, tingkat infeksi, dan hasil perawatan pasien. Data ini harus
dicatat secara teratur dan dilaporkan kepada pihak yang berwenang, seperti tim keamanan
pasien atau manajemen rumah sakit, untuk evaluasi dan tindakan perbaikan yang
diperlukan.
4. Edukasi dan Pelatihan: Memastikan bahwa petugas kesehatan memiliki pemahaman yang
baik tentang bundle HAIs dan standar pasien anak sangat penting. Edukasi dan pelatihan
yang teratur harus disediakan kepada staf untuk memperkuat pengetahuan dan
keterampilan mereka dalam menerapkan praktik yang aman. Ini dapat mencakup
pelatihan tentang kebersihan tangan, penggunaan alat-alat khusus untuk anak, dan
identifikasi risiko infeksi.
5. Evaluasi dan Tindakan Perbaikan: Hasil pemantauan harus dievaluasi secara teratur untuk
mengidentifikasi area di mana perbaikan dapat dilakukan. Tim yang bertanggung jawab
harus melakukan analisis akar penyebab dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk
mengurangi risiko infeksi dan meningkatkan kewaspadaan standar pasien anak.
Penting untuk menjaga komunikasi yang baik antara staf kesehatan, manajemen rumah sakit, dan
tim keamanan pasien untuk memastikan bahwa pemantauan yang tepat dilakukan dan langkah-
langkah perbaikan yang diperlukan diimplementasikan.
2. Perlindungan infeksi pasien dengan imunitas menurun
Perlindungan infeksi pada pasien anak dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah (imunitas
menurun) sangat penting untuk mencegah komplikasi serius. Berikut adalah beberapa langkah
yang dapat diambil untuk melindungi pasien anak dengan imunitas menurun:
1. Praktik kebersihan yang baik: Penting untuk selalu mencuci tangan sebelum dan setelah
berinteraksi dengan pasien anak. Pastikan semua staf medis, keluarga, dan pengunjung
juga mematuhi praktik kebersihan yang baik.
2. Memakai masker dan perlengkapan pelindung diri: Ketika merawat pasien anak dengan
imunitas menurun, para profesional kesehatan harus menggunakan masker dan
perlengkapan pelindung diri lainnya seperti sarung tangan, jas lab, dan pelindung mata
untuk mencegah penularan infeksi.
3. Batasi akses pengunjung yang sakit: Minta keluarga dan pengunjung yang merasa tidak
sehat atau memiliki gejala infeksi untuk tidak mengunjungi pasien anak dengan imunitas
menurun hingga mereka sepenuhnya pulih.
4. Lingkungan yang bersih: Pastikan ruang pasien dan peralatan medis tetap bersih dan
steril. Gunakan desinfektan yang efektif untuk membersihkan permukaan dan benda yang
sering disentuh.
5. Vaksinasi: Pastikan semua anggota keluarga dan orang-orang di sekitar pasien anak telah
divaksinasi untuk mencegah penularan penyakit menular. Ini termasuk vaksinasi
influenza tahunan dan vaksin lainnya yang direkomendasikan sesuai dengan panduan
medis.
6. Hindari kontak dengan orang yang sakit: Batasi kontak dengan orang-orang yang sedang
sakit atau telah terpapar penyakit menular.
7. Pantau tanda-tanda infeksi: Cermati tanda-tanda infeksi pada pasien anak dengan
imunitas menurun, seperti demam, pilek, batuk, diare, atau tanda-tanda lain yang tidak
biasa. Segera laporkan gejala tersebut kepada tim medis.
8. Isolasi: Jika pasien anak mengalami infeksi, pertimbangkan untuk mengisolasi mereka
dari pasien lain dengan memisahkan ruang atau menggunakan protokol isolasi khusus
untuk mencegah penularan.
9. Edukasi keluarga dan pengunjung: Berikan edukasi kepada keluarga dan pengunjung
tentang pentingnya praktik kebersihan dan cara melindungi pasien anak dengan imunitas
menurun.
10. Konsultasi dengan ahli imunologi: Jika memungkinkan, pasien anak dengan masalah
imunitas harus dikonsultasikan dengan ahli imunologi untuk pengelolaan lebih lanjut dan
saran medis yang tepat.
Ingatlah bahwa setiap pasien anak dengan imunitas menurun mungkin memiliki kebutuhan
khusus, jadi perlu untuk berbicara dengan tim medis yang merawatnya untuk mengetahui
langkah-langkah perlindungan yang paling tepat untuk situasi mereka.
V. Menciptakan dan memelihara lingkungan keperawatan yang aman dan nyaman melaui
jaminan
1. Memonitor hasil laboratorium dan melakukan kordinasi hasil kritis laboratorium
Sebagai seorang profesional kesehatan yang bertanggung jawab untuk merawat pasien anak,
memonitor hasil laboratorium dan melakukan koordinasi hasil kritis laboratorium sangat penting
untuk memastikan perawatan yang efektif dan tepat waktu. Berikut adalah langkah-langkah yang
dapat Anda lakukan:
1. Memahami hasil laboratorium: Pastikan Anda memahami hasil laboratorium yang
diperlukan untuk pasien anak dan tahu nilai normal untuk berbagai parameter yang diuji.
Ini akan membantu Anda mengenali hasil yang di luar kisaran normal dan
mengidentifikasi hasil kritis.
2. Memeriksa hasil laboratorium secara berkala: Selalu periksa hasil laboratorium pasien
anak secara teratur sesuai dengan kebutuhan mereka. Beberapa tes mungkin perlu
dipantau lebih sering, tergantung pada kondisi medis pasien.
3. Menghubungkan hasil dengan kondisi pasien: Ketahui riwayat medis dan kondisi
kesehatan pasien anak dengan baik. Hal ini akan membantu Anda mengaitkan hasil
laboratorium dengan kondisi pasien dan menentukan apakah ada perubahan yang
signifikan yang perlu ditindaklanjuti.
4. Lakukan koordinasi dengan tim medis: Jika Anda menemukan hasil laboratorium yang
tidak biasa atau di luar kisaran normal, segera laporkan temuan Anda kepada tim medis
yang merawat pasien anak. Koordinasi yang efektif antara dokter, perawat, ahli
laboratorium, dan spesialis lainnya penting untuk menilai dan merespon hasil tersebut
dengan cepat.
5. Identifikasi hasil kritis: Pahami kriteria untuk hasil kritis laboratorium pada pasien anak.
Hasil kritis adalah hasil yang menunjukkan kondisi kesehatan yang mengancam jiwa atau
dapat menyebabkan konsekuensi serius jika tidak segera ditindaklanjuti. Pastikan Anda
mengenali hasil-hasil tersebut dengan benar dan memberi prioritas pada penanganan
mereka.
6. Komunikasi yang efektif: Ketika Anda menemukan hasil laboratorium yang kritis, segera
komunikasikan temuan Anda kepada dokter atau anggota tim medis yang bertanggung
jawab. Gunakan komunikasi yang jelas dan tepat waktu untuk memastikan tindakan yang
diperlukan segera diambil.
7. Pertimbangkan kondisi anak secara keseluruhan: Ingatlah bahwa hasil laboratorium
hanyalah satu aspek dari perawatan pasien anak. Pertimbangkan kondisi anak secara
keseluruhan, termasuk gejala klinis dan tanda-tanda vital, dalam mengambil keputusan
mengenai tindakan lanjutan.
8. Lakukan tindakan sesuai dengan protokol: Jika hasil laboratorium menunjukkan kondisi
yang kritis, segera lakukan tindakan sesuai dengan protokol medis yang telah ditetapkan.
Prioritaskan keamanan dan kesejahteraan pasien anak dalam setiap tindakan yang Anda
ambil.
9. Lakukan tindak lanjut: Setelah tindakan diambil berdasarkan hasil laboratorium, pastikan
untuk melakukan tindak lanjut dan pantau perkembangan pasien secara teratur.
Perubahan kondisi pasien harus segera ditanggapi dan dipantau dengan cermat.
10. Dokumentasikan dengan akurat: Selalu catat dengan akurat hasil laboratorium dan
tindakan yang diambil sebagai bagian dari rekam medis pasien anak. Dokumentasi yang
tepat dan komprehensif adalah penting untuk koordinasi perawatan yang efektif dan
berkelanjutan.
Ingatlah bahwa memantau hasil laboratorium dan merespons hasil kritis dengan cepat merupakan
bagian penting dari perawatan pasien anak dengan imunitas menurun atau kondisi medis lainnya.
Jika Anda memiliki pertanyaan atau keraguan, selalu berkonsultasi dengan tim medis yang lebih
berpengalaman atau spesialis untuk memastikan bahwa pasien anak mendapatkan perawatan
yang terbaik.
Berikut adalah beberapa contoh hasil laboratorium yang dapat dianggap sebagai hasil kritis pada
anak:
1. Natrium (Na): Nilai natrium di bawah 125 mmol/L atau di atas 150 mmol/L dapat
dianggap sebagai hasil kritis dan memerlukan perhatian segera. Perubahan nilai natrium
dapat menunjukkan gangguan keseimbangan elektrolit yang dapat berdampak pada
fungsi otak dan sistem saraf.
2. Glukosa: Nilai glukosa darah di bawah 50 mg/dL atau di atas 400 mg/dL pada anak dapat
dianggap sebagai hasil kritis. Glukosa darah yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat
menunjukkan masalah metabolik yang perlu ditangani dengan cepat.
3. Hemoglobin (Hb): Nilai hemoglobin di bawah 7 g/dL pada anak dapat dianggap sebagai
hasil kritis. Hemoglobin yang terlalu rendah dapat mengindikasikan anemia yang parah
dan memerlukan perhatian medis segera.
4. Leukosit: Jumlah leukosit yang sangat tinggi (leukositosis) atau sangat rendah
(leukopenia) dapat dianggap sebagai hasil kritis. Perubahan drastis dalam jumlah leukosit
dapat menandakan infeksi berat, gangguan imun, atau masalah hematologi yang
memerlukan evaluasi lebih lanjut.
5. Trombosit: Jumlah trombosit di bawah 50.000/mm³ atau di atas 1.000.000/mm³ pada
anak dapat dianggap sebagai hasil kritis. Perubahan dramatis dalam jumlah trombosit
dapat mengindikasikan masalah pembekuan darah yang serius atau risiko perdarahan.
6. pH darah: pH darah di bawah 7,2 atau di atas 7,6 dapat dianggap sebagai hasil kritis.
Perubahan drastis dalam pH darah dapat menunjukkan gangguan asidosis atau alkalosis
yang memerlukan perhatian segera.
Harap dicatat bahwa definisi hasil kritis dapat bervariasi tergantung pada protokol dan standar
yang digunakan oleh lembaga kesehatan tertentu. Penting untuk mengacu pada panduan dan
pedoman medis yang berlaku dalam menentukan hasil laboratorium yang dianggap kritis pada
pasien anak.
2. Melakukan asuhan perkembangan pada pasien anak
Asuhan perkembangan pada pasien anak melibatkan pemantauan, penilaian, dan intervensi yang
ditujukan untuk mempromosikan perkembangan optimal pada berbagai aspek kehidupan anak.
Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil dalam memberikan asuhan perkembangan
kepada pasien anak:
1. Observasi dan Pemantauan: Melakukan observasi terhadap perkembangan anak melalui
pengamatan langsung dan interaksi dengan anak. Pemantauan ini melibatkan pengamatan
terhadap kemampuan motorik, bahasa, kognitif, sosial, dan emosional anak. Catat
perkembangan anak dalam hal pencapaian dan kemajuan di berbagai bidang ini.
2. Penilaian Perkembangan: Gunakan alat penilaian perkembangan yang sesuai, seperti
skrining perkembangan atau tes khusus, untuk mengevaluasi kemajuan anak dalam
berbagai area perkembangan. Ini dapat mencakup penilaian keterampilan motorik,
kemampuan berbicara, kemampuan berpikir, dan interaksi sosial.
3. Kolaborasi dengan Tim Kesehatan: Bekerjasama dengan tim kesehatan, termasuk dokter
anak, psikolog, terapis fisik, terapis wicara, dan ahli perkembangan anak lainnya. Mereka
dapat memberikan panduan, saran, dan intervensi yang tepat untuk mendukung
perkembangan anak sesuai dengan kebutuhan individu.
4. Pemberian Stimulasi yang Sesuai: Berikan stimulasi yang tepat dan sesuai dengan tahap
perkembangan anak. Ini melibatkan penyediaan mainan, kegiatan, dan lingkungan yang
merangsang dan mendukung perkembangan anak sesuai dengan usianya. Misalnya,
berikan mainan yang mendorong keterampilan motorik halus, buku cerita untuk
membantu perkembangan bahasa, atau kegiatan yang mempromosikan interaksi sosial.
5. Perencanaan Program Intervensi: Berdasarkan penilaian perkembangan, rencanakan
program intervensi yang sesuai untuk membantu anak mencapai milestone
perkembangan. Ini mungkin termasuk terapi fisik, terapi bicara, intervensi pendidikan
khusus, atau program rehabilitasi lainnya. Pastikan program ini disesuaikan dengan
kebutuhan dan kemampuan individu anak.
6. Keterlibatan Keluarga: Melibatkan keluarga dalam asuhan perkembangan anak sangat
penting. Berikan informasi, dukungan, dan panduan kepada orang tua untuk membantu
mereka memahami dan mendukung perkembangan anak secara efektif. Ajarkan strategi
dan kegiatan yang dapat dilakukan di rumah untuk meningkatkan perkembangan anak.
7. Evaluasi dan Reevaluasi: Lakukan evaluasi berkala untuk memantau kemajuan
perkembangan anak. Reevaluasi kebutuhan dan respons anak terhadap intervensi yang
dilakukan. Sesuaikan program dan strategi intervensi jika diperlukan.
Selalu penting untuk menyesuaikan asuhan perkembangan dengan kebutuhan individu anak,
menghormati preferensi budaya dan nilai keluarga, serta bekerja dalam kerangka kerja
multidisiplin. Kolaborasi dengan tim kesehatan dan melibatkan keluarga akan membantu
mencapai perkembangan optimal pada pasien anak.
3. Manajemen nyeri pada keperawatan anak
Manajemen nyeri pada keperawatan anak merupakan aspek penting dalam perawatan kesehatan
anak. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil dalam manajemen nyeri pada anak:
1. Penilaian Nyeri: Lakukan penilaian nyeri secara sistematis menggunakan skala nyeri
yang sesuai dengan usia anak. Gunakan skala nyeri yang dapat dimengerti oleh anak,
seperti skala wajah atau skala angka. Perhatikan juga reaksi verbal dan nonverbal anak,
seperti tangisan, gerakan tubuh, atau perubahan ekspresi wajah.
2. Komunikasi dan Edukasi: Berkomunikasi dengan anak dan keluarganya tentang nyeri
yang dialami anak dan langkah-langkah yang akan diambil untuk mengatasi nyeri
tersebut. Jelaskan prosedur atau tindakan yang akan dilakukan sehingga anak memiliki
pemahaman dan ekspektasi yang realistis. Berikan juga informasi tentang pilihan
pengobatan nyeri yang tersedia.
3. Pendekatan Nonfarmakologis: Terapkan pendekatan nonfarmakologis untuk mengurangi
nyeri, seperti distraksi (misalnya, permainan, musik, cerita), relaksasi, terapi panas atau
dingin, pijatan lembut, atau teknik pernapasan dalam. Teknik-teknik ini dapat membantu
mengalihkan perhatian anak dari nyeri atau memberikan rasa nyaman.
4. Penggunaan Obat-obatan: Jika diperlukan, gunakan obat-obatan penghilang nyeri yang
sesuai dengan kebutuhan anak. Pilih obat dengan hati-hati berdasarkan usia, berat badan,
dan kondisi kesehatan anak. Berikan dosis yang tepat sesuai dengan pedoman medis yang
ada. Pilihan obat-obatan dapat mencakup analgesik seperti parasetamol atau ibuprofen,
atau analgesik opioid dalam kasus nyeri yang lebih parah.
5. Pengaturan Lingkungan: Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk anak.
Kurangi rangsangan yang dapat memperburuk nyeri, seperti cahaya terang, suara bising,
atau suhu yang tidak nyaman. Berikan dukungan emosional dan hadir di samping anak
untuk memberikan rasa aman dan nyaman.
6. Kolaborasi dengan Tim Kesehatan: Kolaborasi dengan tim kesehatan, termasuk dokter,
perawat, dan apoteker, dalam manajemen nyeri anak. Diskusikan penggunaan obat-
obatan, intervensi nonfarmakologis, dan strategi manajemen nyeri yang tepat. Tim
kesehatan dapat memberikan saran dan panduan yang sesuai berdasarkan kondisi dan
kebutuhan individu anak.
7. Evaluasi dan Reevaluasi: Lakukan evaluasi berkala untuk memantau respons anak
terhadap manajemen nyeri yang dilakukan. Pastikan rencana perawatan nyeri dievaluasi
dan disesuaikan sesuai dengan kebutuhan anak.
Penting untuk selalu menghormati preferensi anak dan orang tua dalam manajemen nyeri, serta
melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan. Setiap tindakan yang dilakukan harus selaras
dengan pedoman medis dan memperhatikan keselamatan dan kenyamanan anak.
Penilaian nyeri untuk anak
Penilaian nyeri pada anak melibatkan penggunaan skala nyeri yang sesuai dengan usia dan
perkembangan anak. Berikut adalah beberapa skala nyeri yang umum digunakan dalam penilaian
nyeri pada anak:
1. Skala Wajah (Faces Pain Scale - Revised): Skala ini terdiri dari serangkaian gambar
wajah yang menunjukkan tingkat nyeri mulai dari tanpa nyeri hingga nyeri yang sangat
hebat. Anak diminta untuk memilih gambar wajah yang paling menggambarkan tingkat
nyeri yang mereka rasakan.
2. Skala Numerik: Skala numerik meminta anak untuk memberikan angka antara 0 hingga
10 untuk menggambarkan tingkat nyeri yang mereka rasakan, di mana 0 menunjukkan
tanpa nyeri sedangkan 10 menunjukkan nyeri yang paling parah.
3. Skala Verbal Descriptor: Skala ini menggunakan kata-kata untuk menggambarkan tingkat
nyeri. Anak diminta untuk memilih kata yang paling menggambarkan nyeri yang mereka
rasakan, seperti "tanpa nyeri", "nyeri ringan", "nyeri sedang", "nyeri berat", atau "nyeri
sangat berat".
4. Skala Numerik Wajah: Skala ini menggabungkan elemen skala numerik dan skala wajah.
Anak diminta untuk memilih gambar wajah yang menggambarkan tingkat nyeri yang
mereka rasakan pada skala numerik.
5. Skala Oucher: Skala ini menggunakan gambar-gambar anak-anak dengan variasi tingkat
ekspresi wajah untuk menggambarkan tingkat nyeri. Anak diminta untuk memilih
gambar yang paling menggambarkan nyeri yang mereka rasakan.
Pada anak yang lebih kecil atau belum mampu menggunakan skala nyeri, penilaian nyeri dapat
dilakukan dengan mengamati tanda-tanda nonverbal, seperti tangisan, gelisah, perubahan pola
tidur atau makan, serta perubahan ekspresi wajah atau gerakan tubuh.
Selalu penting untuk memilih skala nyeri yang sesuai dengan usia dan tingkat perkembangan
anak. Komunikasi yang baik dengan anak dan melibatkan orang tua dalam penilaian nyeri juga
penting untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang tingkat nyeri yang dialami anak.
4. Melakukan pencegahan MARSI (Medical Adhesive Related Skin Injury) dan Cedera tekan
berhubungan dengan alat kesehatan
Pencegahan Medical Adhesive Related Skin Injury (MARSI) dan cedera tekan berhubungan
dengan alat kesehatan sangat penting untuk menjaga kesehatan kulit pasien anak. Berikut adalah
beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah kedua masalah tersebut:
1. Pilih bahan perekat yang tepat: Pilihlah jenis bahan perekat (misalnya, plester atau
perban) yang sesuai dengan kulit anak. Hindari bahan yang dapat menyebabkan reaksi
alergi atau iritasi kulit.
2. Evaluasi kulit secara rutin: Periksa kulit pasien anak secara rutin untuk mengetahui
adanya tanda-tanda iritasi, kemerahan, atau luka akibat bahan perekat. Segera lakukan
tindakan jika terjadi masalah pada kulit.
3. Bersihkan kulit dengan lembut: Pastikan kulit anak bersih dan kering sebelum diterapkan
bahan perekat. Hindari penerapan bahan perekat pada kulit yang basah atau lembab.
4. Gunakan teknik aplikasi yang tepat: Pastikan bahan perekat diterapkan dengan benar dan
sesuai petunjuk. Hindari menarik kulit saat melepas bahan perekat untuk menghindari
cedera kulit.
5. Pertimbangkan alternatif: Pertimbangkan penggunaan alternatif seperti bahan perekat
yang kurang menimbulkan iritasi atau metode lain yang lebih aman untuk memperbaiki
alat medis atau perban.
6. Gunakan bantalan pelindung: Ketika menggunakan alat kesehatan atau perban yang bisa
menyebabkan tekanan berlebih pada kulit, pertimbangkan untuk menggunakan bantalan
pelindung untuk mengurangi risiko cedera tekan.
7. Ganti perekat secara teratur: Ganti bahan perekat sesuai dengan kebutuhan dan jangan
biarkan perekat menempel terlalu lama pada kulit.
8. Edukasi pasien dan keluarga: Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang
perawatan kulit yang tepat dan tanda-tanda masalah yang perlu diperhatikan.
9. Gunakan teknologi yang tepat: Saat memasang alat kesehatan yang melekat pada kulit,
gunakan teknologi yang dirancang untuk mengurangi cedera tekan dan MARSI, seperti
bantalan khusus atau bahan perekat yang lebih ramah kulit.
10. Konsultasi dengan ahli kulit: Jika Anda mencurigai adanya masalah kulit yang serius atau
berulang, konsultasikan dengan ahli kulit atau perawat kulit yang berpengalaman untuk
mendapatkan saran dan perawatan yang lebih lanjut.
Ingatlah bahwa setiap pasien anak dapat memiliki kulit yang sensitif atau rentan terhadap cedera,
oleh karena itu, penting untuk selalu berhati-hati dalam menggunakan bahan perekat atau alat
kesehatan yang melekat pada kulit mereka. Pencegahan adalah langkah terbaik untuk menjaga
kesehatan kulit pasien anak dan mengurangi risiko cedera dan komplikasi lainnya.
VI. Menggunakan tindakan pencegahan (langkah / tindakan) untuk mencegah cedera
pasien
Plebitis adalah peradangan yang terjadi pada vena di sekitar area kateter atau infus. Pencegahan
dan penatalaksanaan plebitis pada pasien anak sangat penting untuk mencegah komplikasi dan
memastikan kualitas perawatan yang baik. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:
Pencegahan Plebitis:
1. Pilih lokasi penyisipan yang tepat: Pastikan kateter atau infus dimasukkan ke dalam vena
dengan hati-hati dan dipilih lokasi yang sesuai untuk mengurangi risiko plebitis.
2. Sterilisasi dan kebersihan: Selalu pastikan untuk melakukan sterilisasi yang tepat saat
memasang kateter atau infus. Jaga kebersihan dan hindari kontaminasi selama prosedur.
3. Rotasi lokasi penyisipan: Hindari memasang kateter atau infus di tempat yang sama
berulang kali. Lakukan rotasi lokasi untuk menghindari iritasi vena yang berlebihan.
4. Gunakan kateter khusus: Pilih kateter dengan teknologi khusus yang dirancang untuk
mengurangi risiko plebitis.
5. Hindari panjang waktu kateterisasi yang tidak perlu: Singkatkan waktu penggunaan
kateter atau infus sesuai dengan kebutuhan medis. Hapus kateter atau infus segera setelah
tidak diperlukan.
6. Pertimbangkan alternatif non-intravena: Jika memungkinkan, pertimbangkan alternatif
non-intravena seperti obat oral atau bentuk lainnya yang tidak memerlukan penggunaan
kateter.
Penatalaksanaan Plebitis:
1. Kenali gejala: Kenali tanda-tanda plebitis seperti pembengkakan, kemerahan, rasa nyeri,
dan panas di sekitar area kateter atau infus.
2. Hentikan infus: Segera hentikan penggunaan infus atau kateter pada vena yang terkena
plebitis.
3. Kompres dingin: Terapkan kompres dingin pada area yang terkena untuk membantu
mengurangi peradangan dan nyeri.
4. Berikan analgesik: Berikan analgesik atau obat pereda nyeri sesuai dengan petunjuk
medis untuk mengurangi ketidaknyamanan.
5. Jaga kebersihan: Pertahankan kebersihan area yang terkena plebitis untuk mencegah
infeksi tambahan.
6. Konsultasikan dengan dokter: Segera konsultasikan dengan dokter atau tim medis yang
merawat pasien anak untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
7. Evaluasi ulang lokasi penyisipan: Tinjau kembali teknik penyisipan kateter atau infus dan
pertimbangkan alternatif jika perlu.
8. Berikan dukungan emosional: Sediakan dukungan emosional kepada pasien anak dan
keluarganya selama penatalaksanaan plebitis.
9. Pantau perkembangan: Pantau perkembangan plebitis dan tanggapan pasien terhadap
penanganan yang diberikan.
10. Edukasi pasien dan keluarga: Berikan edukasi kepada pasien dan keluarganya tentang
plebitis, termasuk cara mencegahnya dan tanda-tanda peringatan yang harus segera
dilaporkan.
Penting untuk selalu memprioritaskan keamanan dan kenyamanan pasien anak dalam
pencegahan dan penatalaksanaan plebitis. Jika Anda sebagai tenaga medis memiliki pertanyaan
atau ketidakjelasan mengenai penanganan plebitis, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan tim
medis yang lebih berpengalaman atau spesialis untuk mendapatkan panduan dan bimbingan lebih
lanjut.
2. Melakukan pencegahan dan mengatasi perdarahan pada anak dengan masalah infeksi
Pencegahan dan penanganan perdarahan pada anak dengan masalah infeksi memerlukan
langkah-langkah yang hati-hati dan memperhatikan kondisi kesehatan anak secara menyeluruh.
Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

Pencegahan Perdarahan:
1. Kebersihan Tangan: Pastikan orang tua, pengasuh, dan petugas kesehatan yang merawat
anak selalu mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan setelah melakukan kontak
dengan anak. Ini membantu mencegah penyebaran infeksi dan meminimalkan risiko
perdarahan lebih lanjut.
2. Penanganan Luka dengan Steril: Jika ada luka atau sayatan pada kulit anak, pastikan
untuk membersihkan luka dengan hati-hati menggunakan larutan antiseptik dan
mengaplikasikan perban steril untuk melindungi luka dari infeksi dan mencegah
perdarahan lebih lanjut.
3. Kebersihan Lingkungan: Jaga kebersihan lingkungan di sekitar anak, terutama area yang
sering digunakan, seperti tempat tidur, mainan, dan peralatan makan. Bersihkan dan
sterilkan permukaan secara teratur untuk mengurangi risiko infeksi yang dapat memicu
perdarahan.
4. Pemilihan Pakaian yang Tepat: Pilih pakaian yang longgar dan lembut untuk anak,
terutama jika anak memiliki masalah perdarahan. Hindari penggunaan pakaian yang
dapat mengiritasi atau menggosok kulit yang rentan terhadap perdarahan.
Penanganan Perdarahan:
1. Tekanan langsung: Jika anak mengalami perdarahan, berikan tekanan langsung pada area
yang berdarah dengan menggunakan kain bersih atau tangan yang bersih. Tekan secara
lembut tetapi kuat selama beberapa menit untuk membantu menghentikan perdarahan.
2. Pengangkatan dan Elevasi: Jika perdarahan berasal dari bagian tubuh tertentu, seperti
lengan atau kaki, angkat bagian yang berdarah di atas tingkat jantung anak. Hal ini
membantu mengurangi aliran darah ke area yang terluka dan dapat membantu
menghentikan perdarahan.
3. Terapkan Kompres Dingin: Jika memungkinkan, terapkan kompres dingin pada area
yang berdarah. Kompres dingin membantu mengurangi aliran darah ke area tersebut dan
mengurangi pembengkakan yang mungkin terjadi.
4. Dapatkan Bantuan Medis: Jika perdarahan tidak berhenti atau sangat parah, segera
hubungi tim medis atau panggil nomor darurat setempat untuk mendapatkan bantuan
medis yang segera.
Penting untuk selalu berkonsultasi dengan dokter atau tim perawatan medis anak untuk panduan
dan instruksi lebih lanjut dalam pencegahan dan penanganan perdarahan pada anak dengan
masalah infeksi. Setiap tindakan yang diambil harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
individu anak.

VII. Mengukur tanda vital, EWSS, dan tatalaksana pasien dengan kasus anak
1. Melakukan deteksi dini perburukan pada pasien anak dan tatalaksananya
Deteksi dini perburukan pada pasien anak sangat penting untuk mencegah komplikasi yang lebih
serius. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk melakukan deteksi dini dan
tatalaksana perburukan pada pasien anak:
1. Pemantauan berkala: Pasien anak harus dipantau secara teratur untuk mengidentifikasi
tanda-tanda perburukan. Pemeriksaan fisik rutin, pengukuran parameter vital seperti
suhu, denyut nadi, dan pernapasan, serta pemeriksaan laboratorium yang relevan dapat
membantu dalam mendeteksi perubahan yang mencurigakan.
2. Riwayat medis yang teliti: Mendapatkan riwayat medis yang lengkap dari pasien anak
dan orang tua atau pengasuhnya penting untuk mendeteksi perubahan atau gejala yang
mungkin muncul. Pertanyaan terkait gejala yang baru, perubahan perilaku atau pola tidur,
makan, dan aktivitas dapat memberikan petunjuk awal tentang perburukan kesehatan.
3. Skala penilaian klinis: Menggunakan skala penilaian klinis yang sesuai dengan kondisi
pasien dapat membantu dalam mendeteksi perubahan klinis. Beberapa contoh skala
penilaian yang umum digunakan adalah skala nyeri, skala pernapasan, dan skala
keparahan penyakit tertentu.
4. Kolaborasi tim medis: Mengikutsertakan tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan
tenaga medis lainnya sangat penting untuk mendeteksi dan mengevaluasi perburukan
pada pasien anak. Komunikasi yang baik antar anggota tim dapat memastikan adanya
pemantauan yang tepat dan penilaian yang akurat.
5. Pendidikan orang tua: Orang tua atau pengasuh anak harus diberikan pengetahuan dan
keterampilan yang cukup untuk mengenali tanda-tanda perburukan pada anak mereka.
Memberikan informasi yang jelas tentang gejala yang harus diperhatikan, serta kapan dan
ke mana harus mencari bantuan medis, dapat membantu dalam deteksi dini.
6. Rencana tatalaksana yang jelas: Jika terjadi perburukan pada pasien anak, perlu ada
rencana tatalaksana yang jelas dan terperinci. Hal ini meliputi langkah-langkah yang
harus diambil dalam situasi darurat, termasuk kontak dengan tim medis, penggunaan
obat-obatan yang mungkin diperlukan, atau tindakan lain yang dapat dilakukan sebelum
bantuan medis tiba.
7. Pemantauan terus-menerus: Setelah perburukan terdeteksi, pasien anak harus terus
dipantau secara ketat untuk memastikan respons terhadap tatalaksana yang diberikan.
Evaluasi berkala dan penyesuaian rencana tatalaksana perlu dilakukan sesuai dengan
perubahan kondisi klinis pasien.
Penting untuk dicatat bahwa deteksi dini perburukan pada pasien anak harus dilakukan oleh
tenaga medis yang berkualifikasi dan berpengalaman. Selalu konsultasikan dengan dokter atau
profesional kesehatan yang tepat untuk mendapatkan nasihat yang sesuai dengan kondisi spesifik
pasien anak Anda.

2. Melakukan tidakan BHL (Bantuan Hidup Lanjut)- pasien anak


Bantuan Hidup Lanjut (BHL) pada pasien anak merujuk pada langkah-langkah pertolongan
pertama yang dilakukan dalam situasi darurat untuk menyelamatkan nyawa. Berikut ini adalah
tindakan BHL yang dapat dilakukan pada pasien anak:
1. Periksa Respons Pasien:
 Sentuh lembut bahu pasien dan panggil namanya dengan keras.
 Perhatikan apakah ada respons atau tanda-tanda kehidupan, seperti gerakan,
bicara, atau napas.
2. Panggil Bantuan Medis:
 Jika pasien tidak responsif atau tidak bernapas normal, segera panggil bantuan
medis, seperti nomor darurat atau tim medis terdekat, untuk meminta bantuan dan
mendapatkan bantuan lebih lanjut.
3. Buka Jalan Napas:
 Letakkan pasien pada permukaan yang datar dan keras.
 Angkat dagu pasien dengan lembut ke atas untuk membuka saluran napas.
 Periksa apakah ada sumbatan di mulut atau tenggorokan, seperti makanan atau
benda asing, dan hapus jika diperlukan.
4. Periksa Napas:
 Lihat, dengar, dan rasakan pernapasan pasien selama 10 detik.
 Jika pasien tidak bernapas atau hanya melakukan napas agonal (napas yang tidak
normal atau tidak efektif), lanjutkan ke langkah berikutnya.
5. Berikan Teknik RJP (Resusitasi Jantung Paru):
 Letakkan telapak tangan Anda di tengah dada pasien, tepat di bawah garis puting
susu.
 Gunakan kedua tangan untuk memberikan tekanan secara teratur dan cukup
dalam, dengan laju sekitar 100-120 kompresi per menit.
 Setelah setiap 30 kompresi, berikan dua napas bantuan menggunakan metode
mulut-ke-mulut atau menggunakan alat bantu napas (misalnya, masker saku
dengan katup).
 Lanjutkan siklus RJP (30 kompresi dan 2 napas) sampai bantuan medis tiba atau
pasien menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
Penting untuk mendapatkan pelatihan BHL dan mengikuti pedoman resmi yang diberikan oleh
organisasi medis yang kompeten, seperti American Heart Association (AHA) atau organisasi
serupa di negara Anda. Sebagai tambahan, perlu diingat bahwa tatalaksana BHL pada anak dapat
memiliki perbedaan tertentu dengan BHL pada orang dewasa, oleh karena itu, jika mungkin,
konsultasikan dengan profesional kesehatan yang terlatih dalam BHL pada anak sebelum
melakukan tindakan pertolongan pertama.
3. Mampu mengidentifikasi respon pasien setelah dilakukan tindakan
Setelah melakukan tindakan Bantuan Hidup Lanjut (BHL) pada pasien anak, penting untuk
memperhatikan respon pasien. Berikut adalah beberapa tanda-tanda respon yang dapat
diperhatikan setelah dilakukan tindakan BHL:
1. Respons Kesadaran:
 Perhatikan apakah pasien anak mulai merespons rangsangan atau tidak.
 Bila pasien anak mulai merespons, misalnya dengan membuka mata,
menggerakkan anggota tubuh, atau berbicara, itu menunjukkan adanya respons
kesadaran.
2. Pernapasan:
 Amati pernapasan pasien anak.
 Jika pasien anak mulai bernapas dengan sendirinya atau pernapasannya menjadi
lebih teratur dan efektif, itu menunjukkan adanya respons pernapasan.
3. Tanda-tanda sirkulasi:
 Perhatikan denyut nadi pasien anak.
 Jika pasien anak memiliki denyut nadi yang teraba dan teratur, itu menunjukkan
adanya respons sirkulasi.
4. Gerakan spontan:
 Amati apakah pasien anak mulai melakukan gerakan atau refleks spontan.
 Jika pasien anak mulai menggerakkan anggota tubuh, menangis, atau merespons
secara aktif terhadap rangsangan, itu menunjukkan adanya respons motorik
spontan.
Penting untuk diingat bahwa setiap pasien anak mungkin memberikan respon yang berbeda-
beda, tergantung pada kondisi individu dan penyebab dari keadaan darurat. Jika ada
kekhawatiran atau ketidakpastian mengenai respon pasien, segera hubungi bantuan medis dan
berikan informasi terkait tindakan BHL yang telah dilakukan.
Selalu ingatlah bahwa identifikasi dan penilaian respons pasien harus dilakukan oleh tenaga
medis yang terlatih dan berkualifikasi. Dalam situasi darurat, segera hubungi tim medis atau
nomor darurat setempat untuk mendapatkan bantuan profesional lebih lanjut.
VIII. Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan bersihan jalan napas dan oksigen
1. Manajemen ventilasi mekanik pada pasien anak
Manajemen ventilasi mekanik pada pasien anak melibatkan penggunaan perangkat ventilasi
untuk membantu pasien dalam pernapasan. Berikut ini adalah beberapa poin penting dalam
manajemen ventilasi mekanik pada pasien anak:
1. Evaluasi dan pemilihan mode ventilasi: Penting untuk mengevaluasi kebutuhan ventilasi
pasien anak secara individu. Pilih mode ventilasi yang sesuai berdasarkan usia, berat
badan, kondisi patologis, dan respons pasien. Mode ventilasi yang umum digunakan pada
pasien anak termasuk ventilasi tekanan terkendali (Pressure Control Ventilation/PCV)
atau ventilasi volume terkendali (Volume Control Ventilation/VCV).
2. Pengaturan parameter ventilasi: Setelah memilih mode ventilasi, atur parameter ventilasi
yang sesuai, seperti tekanan inspirasi, volume tidal, frekuensi pernapasan, dan rasio
inspirasi-ekspirasi (I:E). Pastikan bahwa parameter-parameter ini disesuaikan dengan
kondisi pasien anak dan respons pernapasan mereka.
3. Monitoring dan pengukuran: Penting untuk terus memantau dan memperhatikan respons
pasien anak terhadap ventilasi mekanik. Gunakan monitor yang sesuai untuk memonitor
dan mengukur parameter ventilasi, seperti kecepatan pernapasan, tekanan ventilasi,
saturasi oksigen, dan pH darah. Pemantauan ini akan membantu dalam menilai efektivitas
ventilasi dan melakukan penyesuaian yang diperlukan.
4. Perlindungan paru: Pastikan untuk menggunakan teknik ventilasi yang melindungi paru-
paru pasien anak. Hindari tekanan inspirasi yang terlalu tinggi atau volume tidal yang
berlebihan, karena hal ini dapat menyebabkan cedera paru-paru. Selain itu, pastikan
bahwa pasien anak mendapatkan jeda ekspirasi yang memadai untuk menghindari
pernafasan yang terlalu cepat atau pengisian alveoli yang tidak adekuat.
5. Weaning (penurunan ventilasi): Jika pasien anak menunjukkan perbaikan klinis,
perlahan-lahan turunkan dukungan ventilasi dan lakukan proses weaning secara hati-hati.
Weaning harus didasarkan pada evaluasi klinis yang cermat dan indikator yang
menggambarkan kemampuan pasien anak untuk bernapas secara mandiri.
6. Perawatan dan kebersihan: Pastikan peralatan ventilasi dan saluran pernapasan tetap
bersih dan steril. Rutin lakukan perawatan dan perubahan pada perangkat ventilasi,
seperti penggantian filter udara dan perawatan saluran pernapasan. Juga, lakukan
manajemen sekret dan pembersihan saluran pernapasan untuk mencegah penyumbatan
dan infeksi.
Penting untuk dicatat bahwa manajemen ventilasi mekanik pada pasien anak adalah proses yang
kompleks dan harus dilakukan oleh tenaga medis yang berpengalaman dan terlatih. Perencanaan
dan pemantauan yang hati-hati, serta kolaborasi antara dokter, perawat, dan tim medis lainnya,
sangat penting untuk memastikan penggunaan ventilasi yang aman dan efektif pada pasien anak.
2. Melakukan suctioning pada pasien anak yang terpasang voltrain / baging manual
Suctioning pada pasien anak yang terpasang voltrain atau baging manual (bag valve mask)
dilakukan untuk membersihkan saluran pernapasan dari sekret atau benda asing yang dapat
mengganggu pernapasan pasien. Berikut adalah langkah-langkah umum untuk melakukan
suctioning pada pasien anak dengan voltrain atau baging manual:
1. Persiapan:
 Pastikan Anda memiliki peralatan suctioning yang sesuai dan telah disterilkan,
termasuk suction catheter (selang suction) yang ukurannya sesuai dengan usia dan
ukuran pasien.
 Cuci tangan Anda dengan sabun dan air mengalir atau gunakan hand sanitizer
untuk menjaga kebersihan.
2. Posisi Pasien:
 Pasien anak harus ditempatkan dalam posisi yang nyaman, biasanya berbaring
datar atau sedikit dimiringkan dengan kepala sedikit diangkat.
 Pastikan pasien anak tetap stabil dan terlindungi selama prosedur suctioning.
3. Pemilihan Ukuran Catheter:
 Pilih suction catheter yang sesuai ukurannya dengan usia dan ukuran pasien anak.
Ukuran catheter yang terlalu besar atau terlalu kecil dapat menyebabkan
ketidaknyamanan atau trauma pada saluran pernapasan.
4. Persiapan Catheter:
 Basahi ujung catheter dengan larutan garam fisiologis steril untuk memudahkan
pengenalan dan mengurangi risiko iritasi pada saluran pernapasan.
 Pastikan ujung catheter tidak terlalu basah sehingga tidak mengakibatkan aspirasi
larutan berlebihan ke dalam saluran pernapasan pasien.
5. Suctioning:
 Gunakan tangan yang tidak dominan untuk menahan voltrain atau baging manual
yang terpasang pada wajah pasien dengan lembut.
 Masukkan ujung catheter yang telah disterilkan ke dalam saluran pernapasan
pasien melalui hidung atau mulut, dengan gerakan memutar perlahan dan hati-
hati.
 Tarik kembali catheter secara perlahan dan konstan, sambil menghisap sekret atau
benda asing yang ada dalam saluran pernapasan.
 Jaga agar waktu penghisapan tidak terlalu lama agar pasien tidak mengalami
hipoksia atau ketidaknyamanan berlebihan.
 Ulangi langkah penghisapan jika masih diperlukan, tetapi jangan melakukan lebih
dari tiga kali penghisapan pada satu sesi untuk menghindari iritasi atau trauma
pada saluran pernapasan.
6. Observasi:
 Perhatikan respons pasien anak selama prosedur suctioning, termasuk perubahan
warna kulit, frekuensi pernapasan, dan tanda-tanda distress pernapasan.
 Amati apakah ada perubahan pada jumlah atau konsistensi sekret setelah
melakukan suctioning.
7. Aftercare:
 Setelah selesai suctioning, bersihkan dan sterilkan alat suctioning dengan baik
sesuai prosedur rumah sakit atau klinik.
 Catat prosedur suctioning dalam catatan medis pasien.
Penting untuk mendapatkan pelatihan dan panduan yang tepat sebelum melakukan suctioning
pada pasien anak. Jika Anda tidak terlatih atau tidak yakin, segera minta bantuan dari tenaga
medis yang berpengalaman.
IX. Memfasilitasi pemenuhan Cairan dan Elektrolit
1. Manajemen akses vena sentral
Manajemen akses vena sentral pada pasien anak melibatkan penggunaan alat dan teknik yang
khusus dirancang untuk ukuran dan karakteristik anak-anak. Vena sentral adalah kateter yang
dimasukkan ke dalam vena besar, seperti vena jugularis interna, vena subklavia, atau vena
femoralis, untuk menyediakan akses yang mudah dan tahan lama untuk administrasi obat,
pemberian nutrisi, transfusi, atau pengambilan sampel darah.
Berikut adalah beberapa prinsip dan pertimbangan penting dalam manajemen akses vena sentral
pada pasien anak:
1. Tim medis yang berpengalaman: Penting untuk melibatkan tim medis yang terlatih dan
berpengalaman dalam memasang dan merawat akses vena sentral pada anak-anak.
Mereka harus terampil dalam menangani kebutuhan khusus dan memberikan perawatan
yang tepat.
2. Pemilihan tempat masuk vena: Pilihan tempat masuk vena harus disesuaikan dengan usia,
ukuran, dan kondisi pasien anak. Beberapa tempat masuk vena yang umum pada anak-
anak adalah vena jugularis interna, vena subklavia, atau vena femoralis. Pilihan tempat
masuk vena ini harus didiskusikan dan diputuskan bersama dengan tim medis yang
merawat anak.
3. Ukuran kateter: Ukuran kateter vena sentral harus dipilih dengan hati-hati sesuai dengan
umur, ukuran, dan kebutuhan anak. Ukuran yang lebih kecil dan panjang yang sesuai
dengan tubuh anak harus digunakan untuk menghindari komplikasi.
4. Persiapan dan teknik pemasangan: Persiapan yang cermat harus dilakukan sebelum
memasang kateter vena sentral. Sterilitas harus dijaga dengan ketat, dan teknik aseptik
yang tepat harus diikuti. Anestesi topikal dapat digunakan untuk mengurangi
ketidaknyamanan selama pemasangan.
5. Perawatan dan pemeliharaan: Setelah kateter vena sentral dipasang, perawatan yang
cermat harus dilakukan untuk menghindari infeksi dan komplikasi lainnya. Seringkali
diperlukan penjagaan dan pembersihan rutin untuk menjaga kebersihan situs dan kateter.
6. Pemantauan dan tindak lanjut: Pasien harus dipantau secara teratur untuk mendeteksi
komplikasi atau masalah yang mungkin timbul terkait dengan kateter vena sentral. Setiap
tanda infeksi, penyumbatan, atau masalah lainnya harus segera ditindaklanjuti oleh tim
medis.
7. Edukasi dan dukungan keluarga: Penting untuk memberikan edukasi kepada keluarga
pasien tentang perawatan dan tanda-tanda komplikasi terkait kateter vena sentral.
Dukungan dan pemahaman keluarga sangat penting dalam menjaga kebersihan dan
keselamatan kateter.
Perlu diingat bahwa manajemen akses vena sentral pada pasien anak harus dilakukan oleh tenaga
medis yang berkompeten dan berpengalaman. Diskusikan semua pertanyaan dan kekhawatiran
Anda dengan tim medis yang merawat anak untuk memastikan bahwa perawatan yang tepat
diberikan.
Pada pasien anak, beberapa tempat masuk vena sentral yang umumnya digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Vena Jugularis Interna: Vena jugularis interna adalah vena yang berlokasi di leher.
Pemasangan kateter vena sentral pada vena ini dapat dilakukan dengan teknik Seldinger
atau secara langsung. Biasanya, pemasangan vena jugularis interna lebih umum pada
anak-anak yang lebih besar atau remaja.
2. Vena Subklavia: Vena subklavia adalah vena besar yang berada di bawah klavikula, di
dekat bahu. Pemasangan kateter vena sentral pada vena ini biasanya dilakukan dengan
teknik Seldinger. Vena subklavia sering digunakan pada anak-anak dengan berbagai
kelompok usia.
3. Vena Femoralis: Vena femoralis adalah vena yang berlokasi di daerah paha. Pemasangan
kateter vena sentral pada vena ini juga dilakukan dengan teknik Seldinger. Vena
femoralis umumnya digunakan pada pasien anak yang lebih kecil atau bayi.
Pemilihan tempat masuk vena sentral tergantung pada berbagai faktor seperti usia pasien, ukuran
tubuh, kondisi klinis, dan pertimbangan tim medis yang merawat anak. Keputusan tentang
tempat masuk vena harus dibuat oleh tim medis yang berpengalaman dan dengan
mempertimbangkan keamanan, kebutuhan klinis, dan preferensi pasien.
Penting untuk diingat bahwa penggunaan dan pemasangan akses vena sentral pada anak-anak
harus dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih dan berpengalaman dalam prosedur tersebut
untuk meminimalkan risiko komplikasi dan memastikan keselamatan pasien. Diskusikan opsi
dan pertimbangan spesifik dengan tim medis yang merawat anak Anda.
2. Manajemen asam basa pada pasien anak infeksi
Manajemen asam basa pada pasien anak dengan infeksi melibatkan evaluasi dan pemantauan
keseimbangan asam basa dalam tubuh untuk memahami dan mengelola status asidosis atau
alkalosis yang mungkin terjadi sebagai respons terhadap infeksi. Berikut adalah beberapa prinsip
utama dalam manajemen asam basa pada pasien anak dengan infeksi:
1. Evaluasi klinis: Evaluasi klinis yang komprehensif harus dilakukan untuk memahami
gejala dan tanda infeksi pada pasien anak. Pemeriksaan fisik, termasuk pengukuran suhu,
nadi, tekanan darah, dan pernapasan, harus dilakukan. Gejala dan tanda vital yang tidak
normal dapat mengindikasikan adanya gangguan asam basa.
2. Analisis gas darah: Analisis gas darah adalah tes penting yang dilakukan untuk
mengevaluasi keseimbangan asam basa secara objektif. Sampel darah arteri diambil
untuk mengukur pH, PaO2 (tekanan parsial oksigen), PaCO2 (tekanan parsial karbon
dioksida), bikarbonat (HCO3-), dan komponen lainnya. Hasil dari analisis gas darah
memberikan informasi tentang keasaman darah (asidosis atau alkalosis) dan
penyebabnya.
3. Koreksi cairan dan elektrolit: Infeksi dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi status asam basa. Penggantian
cairan yang adekuat dan koreksi elektrolit yang tidak seimbang sangat penting. Misalnya,
jika ada dehidrasi atau asidosis metabolik yang terkait dengan kehilangan cairan,
pemberian cairan intravena yang sesuai harus dilakukan.
4. Pengobatan infeksi: Penting untuk mengidentifikasi dan mengobati penyebab infeksi
pada pasien anak. Terapi antibiotik atau antiviral yang tepat harus diberikan sesuai
dengan jenis dan sifat infeksi. Pengobatan infeksi yang tepat dapat membantu
mengendalikan respons inflamasi sistemik yang dapat mempengaruhi status asam basa.
5. Pemantauan dan intervensi: Pasien anak dengan infeksi harus dipantau secara ketat,
termasuk pemantauan tanda-tanda vital, respons pernapasan, dan parameter asam basa.
Jika ditemukan ketidakseimbangan asam basa yang signifikan, intervensi seperti
perbaikan ventilasi, pemberian larutan bikarbonat, atau penggunaan ventilasi mekanik
dapat dipertimbangkan, tergantung pada kasusnya.
Penting untuk diingat bahwa manajemen asam basa pada pasien anak dengan infeksi harus
dilakukan oleh tenaga medis yang berpengalaman dan berkompeten. Setiap tindakan atau
intervensi harus didasarkan pada evaluasi yang cermat dan dipersonalisasi sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik pasien. Diskusikan opsi pengobatan dan tindakan spesifik dengan
tim medis yang merawat anak Anda.
3. Manajemen syok pada anak
Manajemen syok pada anak adalah langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi keadaan syok
pada anak. Syok adalah kondisi serius di mana aliran darah tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan tubuh, sehingga organ vital tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup. Ini
dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai kondisi, termasuk cedera, perdarahan, infeksi, atau
reaksi alergi yang parah.
Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam manajemen syok pada anak:
1. Segera cari bantuan medis: Jika Anda mencurigai bahwa anak mengalami syok, segera
hubungi layanan medis darurat atau bawa anak ke fasilitas medis terdekat.
2. Pastikan jalan napas terbuka: Pastikan jalan napas anak tidak terhalang. Jika ada benda
asing di dalam mulut atau tenggorokan, segera hilangkan dengan hati-hati.
3. Atur posisi anak: Letakkan anak dalam posisi setengah duduk dengan bantuan bantal atau
benda yang setinggi sekitar 10-20 derajat. Posisi ini membantu meningkatkan aliran
darah ke otak.
4. Hentikan pendarahan: Jika anak mengalami pendarahan, cobalah menghentikannya
dengan menekan luka dengan kain bersih atau tangan Anda. Jika perlu, angkat bagian
yang terluka di atas tingkat jantung.
5. Jaga agar anak tetap hangat: Selimuti anak dengan selimut atau pakaian hangat untuk
mencegah hipotermia. Syok dapat menyebabkan penurunan suhu tubuh.
6. Jangan memberikan makanan atau minuman: Saat anak mengalami syok, jangan
memberikan makanan atau minuman secara oral. Hal ini dapat menyebabkan tersedak
atau memperburuk keadaan.
7. Pertahankan hidrasi: Dokter mungkin memberikan cairan intravena untuk memperbaiki
kekurangan cairan pada anak yang mengalami syok. Ini akan membantu menjaga tekanan
darah dan aliran darah yang cukup ke organ vital.
8. Observasi dan dukungan emosional: Pantau kondisi anak dengan seksama. Berikan
dukungan emosional kepada anak dan beri tahu mereka bahwa Anda ada di sana untuk
mereka. Ini dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan yang mungkin dialami
anak.
Penting untuk diingat bahwa manajemen syok pada anak harus dilakukan oleh profesional medis
yang terlatih. Langkah-langkah di atas hanya sebagai panduan umum, dan tindakan spesifik yang
diambil akan tergantung pada penyebab dan kondisi anak yang spesifik.
4. Manajemen cairan dan elektrolit infeksi anak
Manajemen cairan dan elektrolit pada infeksi anak adalah penting untuk menjaga keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh saat anak mengalami infeksi. Infeksi dapat menyebabkan
kehilangan cairan dan ketidakseimbangan elektrolit, terutama jika anak mengalami demam,
muntah, atau diare. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam manajemen
cairan dan elektrolit pada infeksi anak:
1. Pertahankan hidrasi: Pastikan anak tetap terhidrasi dengan memberikan cairan yang
cukup. Air putih adalah pilihan terbaik, tetapi dalam beberapa kasus, larutan oralit atau
larutan rehidrasi oral yang diresepkan oleh dokter juga dapat diberikan untuk
menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang.
2. Beri makanan yang tepat: Jika anak makan, berikan makanan yang mudah dicerna dan
kaya akan cairan, seperti sup, kaldu, atau buah-buahan yang mengandung banyak air
seperti semangka atau jeruk.
3. Observasi gejala dehidrasi: Amati tanda-tanda dehidrasi pada anak, seperti bibir kering,
mata cekung, kurang buang air kecil, penurunan produksi air liur, atau tidak aktif. Jika
anak mengalami dehidrasi berat, segera hubungi dokter.
4. Cegah diare dan muntah: Jika anak mengalami diare atau muntah, cegah penyebaran
infeksi dengan mencuci tangan secara teratur, memastikan anak mencuci tangan dengan
benar, dan menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi.
5. Beri perhatian pada elektrolit: Dalam beberapa kasus, terutama jika anak mengalami
muntah atau diare yang parah, elektrolit seperti natrium, kalium, dan klorida dapat hilang
dari tubuh. Dokter mungkin meresepkan larutan elektrolit yang mengandung elektrolit ini
untuk memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit.
6. Perhatikan minuman manis atau berkafein: Hindari memberikan minuman manis atau
berkafein kepada anak, seperti minuman bersoda atau minuman energi. Minuman ini
dapat menyebabkan dehidrasi lebih lanjut.
7. Perhatikan petunjuk dari dokter: Ikuti instruksi dokter mengenai manajemen cairan dan
elektrolit anak dengan cermat. Jika anak memerlukan perawatan khusus atau cairan
intravena, pastikan untuk mengikuti petunjuk dokter dan menjadwalkan kunjungan tindak
lanjut jika diperlukan.
Penting untuk mendiskusikan manajemen cairan dan elektrolit dengan dokter anak atau
profesional kesehatan yang kompeten. Setiap kasus dapat memiliki kebutuhan khusus, dan
dokter akan memberikan panduan yang tepat berdasarkan kondisi spesifik anak Anda.
X. Melakukan perawatan luka
1. Melakukan perawatan luka infeksi kompleks
Perawatan luka infeksi kompleks pada anak memerlukan pendekatan yang hati-hati dan
seringkali melibatkan perawatan medis yang intensif. Berikut adalah beberapa langkah yang
dapat membantu dalam merawat luka infeksi kompleks pada anak:
1. Segera konsultasikan dengan dokter: Jika Anda mencurigai bahwa anak Anda memiliki
luka infeksi kompleks, segera konsultasikan dengan dokter atau profesional kesehatan.
Mereka dapat memberikan diagnosis yang tepat dan merencanakan perawatan yang
sesuai.
2. Bersihkan luka dengan hati-hati: Gunakan sabun ringan dan air bersih untuk
membersihkan luka secara lembut. Hindari penggunaan bahan kimia atau larutan yang
tidak direkomendasikan oleh dokter. Pastikan tangan Anda bersih sebelum memulai
proses pembersihan.
3. Jaga kebersihan: Penting untuk menjaga kebersihan sekitar luka. Gantilah perban atau
pembalut luka secara teratur sesuai petunjuk dokter. Jangan menyentuh luka dengan
tangan yang tidak bersih. Pastikan anak Anda mencuci tangan sebelum menyentuh luka.
4. Terapkan perawatan luka yang direkomendasikan: Dokter mungkin meresepkan salep
antibiotik atau obat lain yang sesuai untuk membantu mengobati infeksi. Ikuti petunjuk
dokter dengan cermat dalam penggunaan dan frekuensi pengobatan.
5. Berikan dukungan nutrisi yang baik: Nutrisi yang baik membantu dalam proses
penyembuhan luka. Pastikan anak Anda mendapatkan makanan yang sehat dan seimbang
yang mengandung protein, vitamin, dan mineral penting.
6. Pertimbangkan vaksinasi: Pastikan anak Anda mendapatkan vaksinasi yang diperlukan
sesuai dengan jadwal yang direkomendasikan oleh dokter. Vaksinasi dapat membantu
melindungi anak dari infeksi yang mungkin memperburuk kondisi luka.
7. Pantau tanda-tanda perburukan: Amati perubahan pada luka, seperti pembengkakan,
peningkatan nyeri, atau keluarnya cairan berwarna tidak normal. Segera hubungi dokter
jika ada tanda-tanda perburukan atau jika Anda memiliki kekhawatiran yang berkaitan
dengan perawatan.
Ingatlah bahwa setiap luka infeksi kompleks pada anak dapat berbeda-beda, dan perawatan yang
tepat akan bergantung pada kondisi spesifik anak. Selalu berkonsultasilah dengan dokter atau
profesional kesehatan untuk mendapatkan nasihat yang tepat dalam perawatan luka infeksi
kompleks pada anak.
XI. Memberikan obat secara aman dan tepat
1. Dalam hal verifikasi instruksi tertulis dari dokter, langkah yang tepat adalah menghubungi
dokter yang memberikan instruksi tersebut dan meminta klarifikasi atau konfirmasi lebih lanjut.
Dokter biasanya dapat memberikan penjelasan dan bimbingan yang diperlukan untuk
memastikan instruksi dipahami dengan benar dan diikuti dengan baik.
Selain itu, untuk memverifikasi hasil persiapan dari farmasi, ada beberapa langkah yang dapat
Anda lakukan:
1. Periksa kemasan dan label: Periksa kemasan dan label obat yang Anda terima dari apotek
untuk memastikan nama obat, dosis, tanggal kedaluwarsa, dan petunjuk penggunaan.
Pastikan semua informasi sesuai dengan apa yang telah diresepkan oleh dokter.
2. Konsultasikan dengan apoteker: Jika Anda memiliki pertanyaan atau kekhawatiran
tentang hasil persiapan dari farmasi, jangan ragu untuk berbicara dengan apoteker.
Mereka adalah sumber yang berharga untuk memberikan informasi lebih lanjut tentang
obat yang Anda terima dan memberikan penjelasan tentang cara menggunakannya
dengan benar.
3. Hubungi dokter: Jika Anda merasa ada ketidaksesuaian atau kebingungan tentang hasil
persiapan dari farmasi, penting untuk menghubungi dokter yang meresepkan obat
tersebut. Dokter dapat memverifikasi instruksi yang diberikan kepada Anda dan
memberikan klarifikasi lebih lanjut jika diperlukan.
Selalu ingatlah bahwa saya hanya menyediakan informasi umum dan saran.
Menghubungi dokter dan apoteker adalah langkah terbaik untuk memverifikasi instruksi tertulis
dan hasil persiapan dari farmasi yang spesifik untuk situasi Anda.
Beberapa panduan umum:
1. Instruksi Tertulis dari Dokter:
 Periksa petunjuk yang diberikan oleh dokter secara tertulis. Biasanya, dokter akan
memberikan resep atau instruksi tertulis tentang penggunaan obat atau perawatan
kesehatan tertentu.
 Periksa nama pasien yang tercantum dalam instruksi untuk memastikan bahwa
instruksi tersebut ditujukan untuk pasien yang tepat.
 Perhatikan dosis obat yang ditentukan, frekuensi pemberian, dan lamanya
penggunaan obat tersebut.
 Periksa apakah ada instruksi khusus mengenai waktu makan, cara penggunaan
obat, atau batasan tertentu yang harus diperhatikan.
2. Instruksi Tidak Tertulis dari Dokter:
 Selain instruksi tertulis, dokter juga dapat memberikan instruksi secara lisan atau
tidak tertulis. Pastikan Anda memahami dengan jelas apa yang dokter sampaikan.
 Jika Anda tidak yakin dengan instruksi dokter, tanyakan lebih lanjut atau mintalah
penjelasan lebih lanjut.
 Jangan ragu untuk mengulangi instruksi yang diberikan oleh dokter untuk
memastikan bahwa Anda memahaminya dengan benar.
3. Hasil Persiapan dari Farmasi:
 Setelah menerima resep, pergilah ke apotek yang tepercaya dan berlisensi untuk
mengisi resep tersebut.
 Periksa kembali resep dan pastikan bahwa semua detail yang diberikan oleh
dokter tercantum dengan benar pada label obat.
 Periksa kemasan obat untuk memastikan bahwa tidak ada kerusakan atau
kebocoran.
 Jika ada obat generik yang diberikan, pastikan bahwa bentuk, warna, dan nama
obat sesuai dengan yang diharapkan.
 Jika ada pertanyaan atau ketidaksesuaian terkait hasil persiapan dari farmasi,
tanyakan kepada apoteker yang bersangkutan untuk mendapatkan klarifikasi.
Ingatlah bahwa instruksi medis yang tepat dan pemahaman yang baik tentang hasil
persiapan obat dari farmasi sangat penting untuk menjaga keamanan dan efektivitas pengobatan
Anda. Jika Anda memiliki pertanyaan atau kekhawatiran, selalu lebih baik berkonsultasi dengan
profesional medis atau apoteker yang berkualifikasi.
2. Menyiapkan dan memberikan obat-obatan pasien kritis (perhitungan dosis, pengenceran)
dengan menggunakan syringe pump
Menyiapkan dan memberikan obat-obatan kepada pasien kritis melibatkan perhitungan dosis dan
pengenceran obat. Penggunaan syringe pump adalah metode yang umum digunakan untuk
memberikan obat dengan akurasi dosis yang tinggi dan kontrol yang baik. Berikut adalah
langkah-langkah umum untuk menyiapkan dan memberikan obat-obatan pasien kritis
menggunakan syringe pump:
1. Konsultasikan dengan dokter atau petugas medis yang merawat pasien untuk
mendapatkan pesanan obat yang spesifik. Pastikan Anda memiliki informasi lengkap
tentang nama obat, dosis yang diinginkan, dan pengenceran yang diperlukan (jika ada).
2. Periksa informasi obat yang relevan, termasuk konsentrasi obat, cara pengenceran yang
direkomendasikan, dan kecepatan pemberian yang dianjurkan. Informasi ini biasanya
tersedia dalam informasi produk obat atau panduan penggunaan.
3. Pastikan Anda memiliki semua peralatan yang diperlukan, termasuk syringe pump, jarum
suntik, dan obat-obatan yang dipesan.
4. Cuci tangan dengan sabun dan air sebelum memulai proses persiapan obat.
5. Periksa kebersihan syringe pump dan pastikan syringe pump dalam keadaan yang baik
dan steril. Bila perlu, sterilkan syringe pump sesuai instruksi yang diberikan oleh
produsen.
6. Periksa kebersihan dan sterilitas jarum suntik yang akan digunakan. Gunakan jarum
suntik yang baru dan steril untuk setiap obat yang akan diberikan.
7. Hitung dosis yang diperlukan sesuai dengan pesanan dokter dan informasi obat yang
relevan. Pastikan Anda memahami unit dosis yang digunakan (misalnya, miligram,
mikrogram, atau unit internasional) dan konversi yang diperlukan.
8. Jika pengenceran diperlukan, ikuti petunjuk yang diberikan oleh dokter atau informasi
obat untuk menyiapkan obat dalam konsentrasi yang diinginkan. Gunakan cairan
pengencer yang direkomendasikan, seperti larutan saline fisiologis atau larutan khusus
lainnya.
9. Pasang jarum suntik yang steril ke dalam syringe pump, dan masukkan obat yang telah
dihitung dan/atau diencerkan ke dalam tabung syringe pump.
10. Pastikan syringe pump diatur dengan benar sesuai dengan kecepatan pemberian obat
yang diinginkan. Ikuti petunjuk penggunaan syringe pump yang diberikan oleh produsen
untuk mengatur kecepatan dan mode operasi yang sesuai.
11. Pastikan jarum suntik terhubung dengan benar ke pasien, melalui sistem infus yang
sesuai (misalnya, kateter vena sentral atau jalur infus perifer). Periksa kembali koneksi
untuk memastikan tidak ada kebocoran atau masalah lainnya.
12. Mulai syringe pump dan periksa aliran obat yang diberikan. Pantau terus kecepatan
pemberian obat dan perubahan yang mungkin terjadi selama proses pemberian obat.
13. Selama pemberian obat, awasi pasien dengan cermat untuk mengidentifikasi efek
samping atau reaksi alergi yang mungkin terjadi. Jika ada reaksi yang mencurigakan,
segera hubungi dokter atau petugas medis yang merawat pasien.
14. Setelah selesai memberikan obat, matikan syringe pump dan pastikan tidak ada sisa obat
yang mengendap di jarum suntik atau tabung syringe pump. Bersihkan dan sterilkan
peralatan yang digunakan sesuai dengan prosedur yang ditentukan.
15. Catat semua informasi terkait pemberian obat, termasuk nama obat, dosis yang diberikan,
kecepatan pemberian, serta respons pasien dan catatan lain yang relevan.
Dokumentasikan dengan cermat dalam catatan medis pasien.
Penting untuk diingat bahwa prosedur dan langkah-langkah yang tepat mungkin berbeda-
beda tergantung pada kebijakan dan protokol di rumah sakit atau lembaga medis tempat Anda
bekerja. Pastikan untuk mengikuti pedoman dan instruksi yang diberikan oleh lembaga Anda dan
selalu berkonsultasi dengan petugas medis yang kompeten jika Anda memiliki pertanyaan atau
kebingungan.
3. Manajemen pengobatan pada pasien infeksi anak
Manajemen pengobatan pada pasien infeksi anak bergantung pada jenis infeksi, tingkat
keparahan, dan respons individu terhadap pengobatan. Berikut adalah beberapa prinsip umum
dalam manajemen pengobatan infeksi pada anak:
1. Konsultasikan dengan dokter: Jika Anda mencurigai anak Anda mengalami infeksi,
penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter atau profesional kesehatan. Mereka
dapat memberikan diagnosis yang akurat dan merencanakan pengobatan yang tepat.
2. Antibiotik: Jika infeksi disebabkan oleh bakteri, dokter mungkin meresepkan antibiotik.
Penting untuk memberikan antibiotik sesuai dosis dan jadwal yang ditentukan oleh
dokter. Pastikan anak menyelesaikan seluruh kursus antibiotik yang diresepkan, bahkan
jika gejalanya sudah membaik.
3. Analgesik dan antipiretik: Untuk mengurangi demam dan nyeri yang mungkin terkait
dengan infeksi, dokter dapat merekomendasikan penggunaan analgesik atau antipiretik
yang sesuai untuk anak, seperti parasetamol atau ibuprofen. Pastikan untuk mengikuti
dosis yang direkomendasikan dan petunjuk penggunaannya.
4. Hidrasi yang adekuat: Pastikan anak Anda terhidrasi dengan baik selama infeksi. Berikan
cairan yang cukup, seperti air putih atau larutan elektrolit oral, terutama jika anak
mengalami demam atau muntah.
5. Istirahat yang cukup: Istirahat yang adekuat sangat penting dalam proses penyembuhan
infeksi. Pastikan anak Anda mendapatkan istirahat yang cukup dan menjaga pola tidur
yang teratur.
6. Perawatan simtomatik: Dokter dapat merekomendasikan perawatan simtomatik untuk
mengurangi gejala yang terkait dengan infeksi, seperti pilek, batuk, atau sakit
tenggorokan. Ini dapat meliputi penggunaan obat penurun batuk atau semprotan hidung
saline.
7. Vaksinasi: Vaksinasi adalah langkah yang penting untuk melindungi anak dari infeksi
yang dapat dicegah. Pastikan anak Anda mendapatkan vaksinasi sesuai jadwal yang
direkomendasikan oleh dokter.
8. Tindak lanjut dengan dokter: Setelah memulai pengobatan, penting untuk melakukan
tindak lanjut dengan dokter untuk memastikan bahwa infeksi sembuh dengan baik. Jika
ada perubahan atau perburukan gejala, segera hubungi dokter.
Ingatlah bahwa setiap infeksi pada anak dapat berbeda, dan pengobatan yang tepat akan
bergantung pada jenis dan tingkat keparahan infeksi. Selalu ikuti petunjuk dan rekomendasi
dokter untuk pengobatan yang efektif dan aman bagi anak Anda.
4. Mengevaluasi kondisi pasien, efek obat dan efek samping yang mendapatkan pengobatan
Mengevaluasi kondisi pasien, efek obat, dan efek samping yang terjadi selama pengobatan pada
pasien anak sangat penting untuk memastikan keselamatan dan efektivitas pengobatan. Berikut
adalah beberapa langkah yang dapat membantu dalam evaluasi kondisi pasien dan pengobatan
yang diberikan:
1. Pantau gejala dan perkembangan kondisi: Amati perubahan dalam gejala pasien anak,
baik secara positif maupun negatif. Perhatikan apakah ada perbaikan atau perburukan
kondisi yang terkait dengan infeksi. Jika ada perubahan yang signifikan, segera laporkan
kepada dokter.
2. Lakukan tes diagnostik: Tes diagnostik seperti tes darah, tes urin, atau kultur bakteri
dapat membantu dalam mengevaluasi respons pasien terhadap pengobatan. Hasil tes ini
dapat memberikan informasi tambahan tentang jenis infeksi, tingkat keparahan, dan
efektivitas pengobatan.
3. Diskusikan dengan dokter: Komunikasikan dengan dokter atau profesional kesehatan
yang merawat anak Anda secara teratur. Diskusikan perkembangan kondisi anak, respons
terhadap pengobatan, dan apakah ada efek samping yang mungkin terjadi. Jangan ragu
untuk mengajukan pertanyaan atau kekhawatiran Anda.
4. Perhatikan efek samping yang mungkin terjadi: Beberapa obat dapat menyebabkan efek
samping pada pasien anak. Perhatikan perubahan perilaku, gangguan pencernaan, ruam
kulit, atau gejala lain yang mungkin terkait dengan pengobatan. Laporkan efek samping
yang mencurigakan kepada dokter untuk evaluasi lebih lanjut.
5. Tinjau kembali dosis obat: Pastikan Anda memberikan dosis obat yang tepat sesuai
dengan petunjuk dokter. Overdosis atau underdosis obat dapat mempengaruhi efektivitas
pengobatan dan menyebabkan risiko efek samping yang tidak diinginkan. Jika Anda
memiliki keraguan tentang dosis yang diberikan, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan
dokter.
6. Evaluasi rencana pengobatan: Diskusikan dengan dokter mengenai rencana pengobatan
yang sedang berjalan. Tinjau apakah obat yang digunakan masih efektif atau perlu
diubah. Dokter juga dapat memberikan saran atau alternatif pengobatan jika respons anak
terhadap pengobatan saat ini tidak memuaskan.
7. Ikuti petunjuk dokter: Pastikan Anda mengikuti petunjuk dan rekomendasi dokter secara
ketat dalam memberikan pengobatan pada anak. Jangan mengubah dosis atau
menghentikan pengobatan tanpa persetujuan dokter, kecuali ada instruksi khusus.
Evaluasi kondisi pasien, efek obat, dan efek samping yang terjadi selama pengobatan anak
membutuhkan kolaborasi yang baik antara orang tua dan dokter. Komunikasikan secara terbuka
dengan dokter untuk memastikan pengobatan yang tepat, aman, dan efektif bagi anak Anda.
XII. Memfasilitasi kebutuhan nutrisi
1. Manajemen kebutuhan nutrisi pada anak dengan gangguan masalah infeksi
Manajemen kebutuhan nutrisi pada anak dengan gangguan masalah infeksi sangat penting untuk
mendukung pemulihan dan memperkuat sistem kekebalan tubuh. Berikut adalah beberapa
langkah yang dapat membantu dalam manajemen kebutuhan nutrisi pada anak dengan masalah
infeksi:
1. Pastikan asupan cairan yang cukup: Infeksi dapat menyebabkan dehidrasi, terutama jika
anak mengalami demam atau diare. Pastikan anak Anda minum cairan yang cukup,
seperti air putih, jus buah alami, kaldu sayuran, atau larutan elektrolit oral. Berikan cairan
secara teratur dan dorong anak untuk minum meskipun mereka tidak merasa lapar.
2. Berikan makanan yang bergizi: Anak dengan masalah infeksi membutuhkan asupan
nutrisi yang adekuat untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh. Berikan makanan yang
kaya akan protein, vitamin, dan mineral. Sertakan sumber makanan seperti daging, ikan,
telur, produk susu, buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian dalam pola makan anak Anda.
3. Tingkatkan asupan kalori: Selama masa pemulihan dari infeksi, tubuh membutuhkan
energi tambahan untuk memperbaiki dan memperkuat sistem kekebalan tubuh. Pastikan
anak Anda mendapatkan asupan kalori yang cukup dengan menyediakan makanan yang
mengandung karbohidrat sehat, seperti roti gandum, nasi, atau kentang, serta lemak sehat,
seperti alpukat, minyak zaitun, atau kacang-kacangan.
4. Fokus pada makanan yang meningkatkan kekebalan tubuh: Beberapa makanan memiliki
sifat yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Contohnya, makanan yang kaya
akan vitamin C (jeruk, stroberi, kiwi) dan vitamin A (wortel, bayam, labu) dapat
membantu meningkatkan kekebalan tubuh. Juga, makanan yang mengandung zinc
(daging merah, biji labu, kacang-kacangan) dan probiotik (yogurt, tempe) dapat
mendukung sistem kekebalan tubuh.
5. Perhatikan nafsu makan anak: Infeksi seringkali dapat mengurangi nafsu makan anak.
Dalam hal ini, coba berikan makanan dalam porsi kecil tetapi sering. Tawarkan makanan
yang menarik, beragam, dan disajikan dengan cara yang menarik untuk meningkatkan
minat anak dalam makan.
6. Jaga kebersihan makanan: Pastikan makanan yang diberikan pada anak telah diolah
dengan baik dan aman untuk dikonsumsi. Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan
pastikan makanan segar dan mentah dicuci bersih sebelum dikonsumsi.
7. Konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi: Jika Anda memiliki kekhawatiran tentang
manajemen nutrisi anak selama infeksi, berkonsultasilah dengan dokter atau ahli gizi.
Mereka dapat memberikan saran yang lebih spesifik berdasarkan kebutuhan anak dan
kondisi infeksi yang sedang dihadapi.
Ingatlah bahwa setiap anak dan infeksi dapat memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda.
Mengikuti prinsip nutrisi yang sehat, memberikan makanan bergizi, dan memantau kondisi anak
adalah langkah-langkah penting dalam manajemen nutrisi pada anak dengan masalah infeksi.
XIII. Memfasilitasi kebutuhan eliminasi: urin dan fekal
1. Manajemen konstipasi
Manajemen konstipasi pada pasien anak melibatkan beberapa langkah untuk membantu
meningkatkan frekuensi dan konsistensi buang air besar. Berikut adalah beberapa langkah yang
dapat membantu dalam manajemen konstipasi pada anak:
1. Tingkatkan asupan serat: Makanan tinggi serat, seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian,
dan legum, dapat membantu meningkatkan gerakan usus dan melunakkan tinja. Pastikan
anak Anda mendapatkan asupan serat yang cukup melalui makanan sehari-hari.
2. Tingkatkan asupan cairan: Kekurangan cairan dapat menyebabkan tinja menjadi keras
dan sulit dikeluarkan. Pastikan anak Anda minum cukup air putih dan berikan jus buah
alami yang mengandung cairan tambahan.
3. Aktivitas fisik: Aktivitas fisik yang cukup dapat membantu merangsang pergerakan usus
dan memperlancar pencernaan. Dorong anak Anda untuk bergerak lebih banyak melalui
bermain, olahraga, atau kegiatan fisik lainnya.
4. Buang air besar secara teratur: Dorong anak Anda untuk pergi ke kamar mandi pada
waktu yang sama setiap hari, terutama setelah makan. Membentuk kebiasaan buang air
besar yang teratur dapat membantu melatih sistem pencernaan anak.
5. Toilet training yang positif: Jika anak Anda masih dalam proses toilet training, pastikan
pendekatan yang positif dan dukungan. Jangan menekan atau membuat stres pada anak
terkait buang air besar, karena ini dapat memperburuk konstipasi.
6. Jangan menahan buang air besar: Ajari anak Anda untuk tidak menahan dorongan buang
air besar. Jika anak merasakan keinginan untuk buang air besar, dorong mereka untuk
segera pergi ke kamar mandi.
7. Konsultasikan dengan dokter: Jika langkah-langkah di atas tidak memberikan perbaikan
atau jika konstipasi menjadi kronis atau parah, konsultasikan dengan dokter. Dokter dapat
mengevaluasi kondisi anak Anda dan memberikan pengobatan atau saran yang lebih
lanjut, seperti penggunaan suplemen serat atau obat pencahar yang aman untuk anak.
Selalu diskusikan dengan dokter tentang masalah konstipasi anak Anda, terutama jika gejala
berlangsung lama atau memburuk. Dokter akan dapat memberikan pedoman yang lebih spesifik
dan sesuai dengan kondisi anak Anda.
XIV. Memberikan informasi dan edukasi
1. Mengkaji dan mengidentifikasi kebutuhan edukasi diidentifikasi
Ketika mengkaji dan mengidentifikasi kebutuhan edukasi pada pasien anak, penting untuk
mempertimbangkan beberapa faktor berikut:
1. Diagnosa dan kondisi medis: Memahami diagnosis dan kondisi medis pasien anak akan
membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan edukasi yang relevan. Misalnya, jika
pasien mengalami asma, penting untuk memberikan edukasi tentang pengelolaan asma,
penggunaan inhaler, atau tanda-tanda serangan asma.
2. Perawatan dan pengobatan: Menganalisis perawatan dan pengobatan yang diberikan
kepada pasien anak akan membantu mengidentifikasi kebutuhan edukasi yang terkait.
Misalnya, jika pasien sedang menjalani terapi insulin, edukasi mengenai penggunaan alat
suntik insulin, pengukuran kadar gula darah, dan manajemen diabetes dapat menjadi
prioritas.
3. Keterampilan dan pemahaman saat ini: Menilai tingkat keterampilan dan pemahaman
pasien anak serta keluarganya dalam mengelola kondisi medis akan membantu dalam
menentukan area edukasi yang perlu ditingkatkan. Misalnya, jika pasien anak baru saja
didiagnosis dengan diabetes tipe 1, maka keluarga perlu mendapatkan edukasi tentang
perencanaan makan, pengukuran kadar gula darah, atau pemberian insulin.
4. Usia dan perkembangan: Usia dan tahap perkembangan pasien anak juga harus
dipertimbangkan. Kebutuhan edukasi akan berbeda antara bayi, anak prasekolah, anak
sekolah, atau remaja. Edukasi harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman dan
kemampuan anak dalam menerima informasi.
5. Preferensi dan kebutuhan keluarga: Melibatkan keluarga dalam mengidentifikasi
kebutuhan edukasi sangat penting. Menggali preferensi keluarga, tingkat kesiapan
mereka dalam menerima informasi, dan kebutuhan khusus yang mereka miliki dapat
membantu dalam merancang pendekatan edukasi yang sesuai.
6. Aspek psikososial: Memahami aspek psikososial pasien anak, seperti kecemasan,
ketakutan, atau kesulitan emosional, juga penting dalam mengkaji kebutuhan edukasi.
Pasien dan keluarganya mungkin membutuhkan dukungan emosional dan informasi yang
tepat untuk mengatasi ketakutan atau kekhawatiran mereka terkait dengan kondisi medis.
Setelah mengidentifikasi kebutuhan edukasi, langkah selanjutnya adalah merancang pendekatan
edukasi yang sesuai, menggunakan metode yang sesuai dengan usia dan tingkat pemahaman
anak, serta melibatkan keluarga secara aktif. Konsultasikan dengan tim perawatan medis atau
ahli pendidikan kesehatan anak untuk membantu menyusun rencana edukasi yang efektif.
2. Melakukan edukasi pada pasien dan keluarga terkait masalah infeksi pada anak
Edukasi pada pasien dan keluarga terkait masalah infeksi pada anak sangat penting untuk
membantu mereka memahami kondisi infeksi, pengobatan yang diberikan, dan langkah-langkah
pencegahan. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat membantu dalam melakukan edukasi
terkait masalah infeksi pada anak:
1. Menjelaskan penyebab infeksi: Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai
penyebab infeksi yang dialami oleh anak. Misalnya, jelaskan bahwa infeksi dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur, serta bagaimana infeksi dapat menyebar
melalui kontak langsung, tetesan udara, atau melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
2. Menggambarkan gejala dan tanda-tanda infeksi: Jelaskan gejala yang umum terkait
dengan jenis infeksi yang dialami anak, seperti demam, batuk, pilek, diare, atau ruam
kulit. Berikan informasi tentang tanda-tanda perburukan infeksi yang memerlukan
perhatian medis lebih lanjut.
3. Diskusikan pengobatan yang direkomendasikan: Jelaskan pengobatan yang diresepkan
oleh dokter, seperti jenis obat yang digunakan, dosis, frekuensi, dan durasi pengobatan.
Penting untuk menjelaskan pentingnya menyelesaikan seluruh kursus pengobatan yang
diresepkan oleh dokter, bahkan jika gejalanya sudah membaik.
4. Bagikan informasi tentang langkah-langkah pencegahan: Berikan edukasi kepada pasien
dan keluarga mengenai langkah-langkah pencegahan infeksi, seperti mencuci tangan
dengan benar, menjaga kebersihan lingkungan, menutup mulut saat batuk atau bersin,
menghindari kontak dengan orang yang sakit, dan menjaga pola makan dan nutrisi yang
sehat.
5. Bantu pasien dan keluarga memahami pentingnya vaksinasi: Jelaskan pentingnya
vaksinasi dalam mencegah infeksi, seperti vaksin imunisasi rutin, vaksin flu, atau vaksin
lain yang diperlukan sesuai usia dan kondisi anak. Diskusikan jadwal vaksinasi yang
direkomendasikan oleh dokter.
6. Gunakan metode komunikasi yang sesuai dengan usia dan tingkat pemahaman anak:
Sesuaikan bahasa dan metode komunikasi yang digunakan dengan usia dan tingkat
pemahaman anak. Gunakan gambar, cerita, atau permainan interaktif untuk membantu
mereka memahami informasi dengan lebih baik.
7. Ajak pasien dan keluarga untuk bertanya: Dorong pasien dan keluarga untuk mengajukan
pertanyaan dan memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi informasi yang belum
dipahami. Berikan dukungan dan jaminan bahwa mereka dapat menghubungi tim
perawatan medis jika ada kekhawatiran atau pertanyaan tambahan.
8. Berikan materi tertulis atau sumber daya tambahan: Sediakan materi tertulis, seperti
brosur atau lembar informasi, yang memuat ringkasan penting tentang masalah infeksi,
pengobatan, dan pencegahan. Berikan pula sumber daya tambahan, seperti website atau
grup dukungan, yang dapat membantu pasien dan keluarga dalam mencari informasi
lebih lanjut.
Edukasi yang efektif pada pasien dan keluarga terkait masalah infeksi pada anak dapat
membantu mereka mengambil peran aktif dalam perawatan dan pencegahan infeksi. Penting
untuk menyampaikan informasi dengan jelas, menggunakan bahasa yang mudah dipahami, dan
menjawab pertanyaan dengan sabar.

Anda mungkin juga menyukai