Anda di halaman 1dari 22

TUGAS PKBB

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN BERDASARKAN BUKTI

DISUSUN OLEH

NAMA : NADYA LATIFAH

NIM : PO71320122023

KELAS : 2A

JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

TAHUN 2023-2024
MEMBUAT PERTANYAAN PENELTIAN MENGGUNAKAN FORMAT PICO/PICOT
PICO merupakan sarana yang dapat digunakan untuk membantu dokter dalam
pencarian informasi klinis. PICO merupakan metode pencarian informasi klinis yang
merupakan akronim dari 4 komponen, yaitu P (patient, population, problem), I
(intervention, prognostic factor, exposure), C (comparison, control), dan O (outcome).
Dengan menggunakan PICO, dokter dapat memastikan penelitian yang dicari sesuai
dengan pertanyaan klinis kita sehingga kita bisa memberikan pelayanan
berdasarkan evidence based medicine kepada pasien. Dr. Charles Sidney Burwell
(Dekan Harvard Medical School periode 1935-1949) pernah menyatakan "Half of what
we are going to teach you is wrong, and half of it is right. Our problem is that we don't
know which half is which."
Tidak semua informasi kesehatan yang ada adalah benar dan dapat
diaplikasikan pada pasien. Di samping itu, penelitian dalam dunia medis berkembang
dengan pesat sehingga apa yang kita pelajari saat ini mungkin dengan cepat akan
menjadi out of date. Karenanya, profesi klinis tidak bisa bergantung sepenuhnya
terhadap apa yang pernah dipelajari selama masa pendidikannya, tapi harus
menjadi self directed life long learner (mampu belajar mandiri seumur hidupnya).
Saat ini arus informasi berjalan sangat pesat. Berbagai data hasil penelitian bisa
diakses dengan mudah. Untuk penting bagi klinis untuk bisa memilah-milah informasi
yang benar dan up to date di tengah pesatnya arus informasi sehingga bisa
memberikan terapi kepada pasien dengan lebih baik, rasional, dan evidence based.
Untuk itulah klinis perlu membekali dirinya dengan metode untuk melakukan
penelusuran informasi dengan tepat dan memilah serta memilih informasi yang sesuai
dengan pasien yang ditangani. Hal ini terutama karena peningkatan jumlah publikasi
ilmiah disertai dengan menurunnya beberapa kualitas terbitan ilmiah akibat munculnya
jurnal-jurnal predator yang tidak mempertimbangkan kaidah dan etika keilmuan.
Pencarian Informasi Klinis
Saat ini, semua keputusan klinis dibuat berdasarkan evidence based medicine.
Keputusan diambil berdasarkan informasi klinis yang valid. Bagian terpenting dari
proses ini adalah identifikasi adanya ketidakpastian/ketidaktahuan, atau kebutuhan
akan informasi, dan translasi ketidakpastian/ketidaktahuan menjadi pertanyaan yang
bisa dijawab. Informasi klinis yang tidak diketahui oleh dokter tentunya perlu dicari. Ada
2 masalah di sini, di mana mencarinya, serta jenis informasi klinis.

Lokasi Pencarian Informasi Klinis


Berdasarkan originalitas informasi dan kedekatannya terhadap sumber langsung,
sumber informasi klinis bisa dibagi menjadi sumber informasi primer, sekunder, dan
tersier. Sumber informasi primer adalah materi atau informasi berdasarkan penelitian,
sebaiknya menggunakan sumber jurnal dengan peer review. Sumber sekunder adalah
sumber informasi yang menganalisa, mengevaluasi, menginterpretasi, merangkum atau
menyusun kembali sumber-sumber informasi primer, misalnya journal reviews, article
reviews, buku-buku teks, dan berbagai database atau indeks (misalnya Medline).
Sumber informasi tersier adalah gabungan sumber informasi primer dan sekunder yang
telah dikumpulkan dan disadur. Umumnya sumber informasi menyediakan daftar
sumber informasi primer dan sekunder yang ekstensif atau rangkuman dari berbagai
informasi primer dan sekunder. Contoh sumber informasi tersier adalah ensiklopedia
dan almanak.
Buku teks memiliki kelebihan berupa sumber informasi yang lengkap dan
sistematis. Namun, proses pembuatan buku yang membutuhkan waktu lama membuat
informasi dalam buku sering kali sudah tidak sesuai dengan informasi terkini. Sumber-
sumber informasi tersebut saat ini sangat mudah diakses oleh siapapun secara online.
Berdasarkan lokasi pencariannya secara online, sumber informasi klinis masih bisa
dibagi lagi menjadi sumber lokasi primer dan sekunder.
Sumber lokasi primer adalah database penelitian (misalnya Pubmed,
Sciencedirect), situs-situs penerbit (Elsevier, Cell press, Nature publishing group), atau
situs jurnal (misalnya NEJM, JAMA). Sumber informasi sekunder adalah situs-situs
yang menyediakan artikel yang menganalisa, mengevaluasi, menginterpretasi,
merangkum atau menyusun kembali (misalnya Alomedika dan Medscape). Kelebihan
utama dari sumber informasi online adalah informasinya lebih mudah diperbarui
sehingga kebanyakan sumber online ini akan menyediakan informasi terkini. Informasi
klinis yang tersedia online sangat ekstensif, sehingga kita membutuhkan strategi untuk
mendapatkan informasi yang tepat. Misalnya, bila kita memasukkan kata kunci
hipertensi di situs Pubmed, maka kita akan mendapatkan hampir 500 ribu artikel yang
sebagian besar tidak mengandung informasi yang kita butuhkan. Karenanya dibutuhkan
strategi dalam memilih kata kunci dan melakukan pencarian informasi klinis untuk
mempermudah dalam pencarian.
Bentuk Pertanyaan Klinis
Translasi ketidaktahuan menjadi pertanyaan merupakan kunci utama untuk
menemukan jawaban yang tepat. Pertanyaan yang diajukan harus relevan dan
berhubungan langsung dengan masalah yang diidentifikasi. Selain itu, pertanyaan
harus dalam bentuk yang bisa mempermudah proses pencarian jawaban. Pertanyaan
klinis bisa diklasifikasikan menjadi pertanyaan background dan foreground. Klasifikasi
ini penting untuk membantu memilih sumber dan lokasi pencarian informasi klinis yang
tepat.
Pertanyaan background adalah pertanyaan tentang pengetahuan umum
mengenai penyakit, kondisi, proses, atau suatu hal. Tipe pertanyaan yang diajukan
biasanya adalah who, what, where, when, how dan why mengenai gangguan tertentu,
pemeriksaan, atau treatment. Untuk menjawabnya, sebaiknya dilakukan pencarian
informasi klinis dari buku teks atau dari sumber-sumber sekunder.
Pertanyaan foreground adalah pertanyaan spesifik mengenai pengetahuan tertentu
untuk membantu keputusan klinis. Jenis pertanyaan ini biasanya mengenai pasien atau
populasi yang spesifik. Pertanyaan klinis ini memerlukan formulasi penyusunan yang
benar sehingga dokter mampu mencari jawabannya dengan efisien dan efektif. Untuk
itu, bisa menggunakan metode PICO.
PICO dan Pertanyaan Klinis
PICO adalah metode pencarian informasi klinis untuk menjawab pertanyaan klinis yang
banyak digunakan.

P: Patient, Population, Problem


Kata-kata ini mewakili pasien, populasi, dan masalah yang menjadi pertanyaan klinis.
Berbagai masalah medis yang ingin dicari bisa dimasukkan di sini. Pertanyaan yang
membantu untuk menyusun P adalah bagaimana gambaran pasien atau karakteristik
penting dari pasien.[2,5]
I: Intervention, Prognostic Factor, Exposure
Kata-kata ini mewakili intervensi, prognosis, atau paparan yang ada dalam pertanyaan
klinis yang diajukan. Yang tercakup disini antara lain adalah terapi fisik maupun
farmakoterapi, tes diagnostik, maupun paparan faktor resiko. Pertanyaan yang
membantu untuk menyusun I adalah intervensi apa yang dipertimbangkan untuk
diberikan kepada pasien atau apa yang harus dilakukan pada pasien.[2,5]
C: Comparison atau Control
Kata-kata ini mewakili perbandingan atau kontrol yang digunakan sebagai pembanding
dari intervensi yang dilakukan. Bagian C ini tidak selalu harus ada pada pertanyaan
klinis yang disusun. Pertanyaan yang membantu untuk menyusun C adalah apa yang
menjadi pembanding dari intervensi yang dipilih untuk pasien, yang bisa berupa obat
lain, modalitas terapi lain, placebo, atau tes diagnostik lain.[2,5]
O: Outcome
Kata ini mewakili luaran yang ingin dicapai dari pertanyaan klinis yang diajukan. Luaran
ini bisa bersifat disease oriented atau patient oriented. Pertanyaan yang membantu
untuk menyusun O adalah apa yang ingin dicapai dengan intervensi: ukuran, perbaikan,
atau dampaknya.

Menggunakan PICO untuk Menyusun Pertanyaan Klinis


PICO yang sudah dibentuk dapat digunakan untuk menyusun pertanyaan klinis.
Misalnya kita menangani pasien skizofrenia yang mengalami gaduh gelisah dengan
antipsikotik atipikal tetapi ada teman sejawat yang menganjurkan pemberian
benzodiazepine. Dari kasus tersebut, kita bisa menyusun PICO sebagai berikut:
 P - patient, yaitu pasien skizofrenia yang mengalami gaduh gelisah/agitasi (problem)
 I - intervention, yaitu efektivitas benzodiazepine
 C - control, yaitu antipsikotik atipikal
 O - outcome, yaitu meredakan gaduh gelisah
Dari PICO tersebut, kita dapat menyusun pertanyaan klinis sebagai berikut: Pada
pasien skizofrenia yang mengalami gaduh gelisah/agitasi, apakah penggunaan injeksi
benzodiazepine lebih efektif dibandingkan dengan antipsikotik atipikal dalam
meredakan gejala gaduh gelisah?
Jenis Pertanyaan Klinis dan Pilihan Desain Penelitian
Pertanyaan klinis yang terbentuk perlu ditentukan jenisnya. Hal ini penting untuk
menentukan desain penelitian yang sebaiknya dipilih untuk menjawab pertanyaan klinis
tersebut. Terdapat lima jenis pertanyaan klinis, yaitu terapi, diagnosis, prognosis,
etiologi/harm, serta prevensi. (Dokter, 1949)
Terapi
Jenis pertanyaan klinis ini menanyakan mengenai treatment yang diberikan
untuk mencapai luaran yang diharapkan. Pertanyaan yang diajukan di antaranya bisa
mencakup pertanyaan tentang obat, intervensi operatif, perubahan diet, atau
konseling. Desain penelitian yang sebaiknya dipilih untuk menjawab pertanyaan klinis
mengenai terapi adalah randomized clinical trial (RCT) dengan kontrol berupa terapi
standar baku, kemudian diikuti dengan kohort, case-control, dan case series.
Diagnosis
Jenis pertanyaan diagnosis bertujuan untuk mengidentifikasi penyakit pada
pasien. Desain penelitian yang sebaiknya dipilih untuk menjawab pertanyaan klinis
mengenai diagnosis adalah penelitian dengan desain prospektif, perbandingan
secara blind dengan gold standard (misalnya consecutive cohort), diikuti dengan
penelitian cross sectional
Prognosis
Tipe pertanyaan prognosis menanyakan mengenai perjalanan penyakit atau
kecenderungan untuk berkembanganya suatu penyakit. Desain penelitian yang
sebaiknya dipilih untuk menjawab pertanyaan klinis mengenai prognosis adalah
penelitian kohort, case control, kemudian yang terakhir adalah case series.
Etiologi / Harm
pertanyaan tentang apa yang menjadi penyebab suatu kondisi atau yang meningkatkan
resiko timbulnya kondisi tersebut atau dampak negatif dari intervensi atau paparan
tertentu. Desain penelitian yang sebaiknya dipilih untuk menjawab pertanyaan klinis
mengenai etiologi/harm adalah RCT, kohort, case control, kemudian case series.
Prevensi
pertanyaan tentang bagaimana menurunkan kemungkinan timbulnya suatu
penyakit atau mencegah dampak negatif yang ditimbulkan. Desain penelitian yang
sebaiknya dipilih untuk menjawab pertanyaan klinis mengenai prevensi adalah RCT,
penelitian kohort, case control, dan selanjutnya case series.
Sumber Informasi Ideal untuk Seluruh Tipe Pertanyaan
Idealnya, sumber informasi yang paling baik adalah meta analisis dan tinjauan
pustaka dari penelitian. Kedua jenis sumber ini mensintesis hasil berbagai penelitian
dalam area tertentu dan melakukan analisa secara menyeluruh mengenai hasil,
kelebihan, dan kelemahan semua penelitian yang dibahas. Perbedaan di antara
keduanya adalah bahwa meta analisis menggunakan metode kuantitatif untuk
mensintesis dan merangkum hasil-hasil penelitian, sedangkan tinjauan pustaka hanya
merangkum dan mensintesis hasil penelitian.
Namun kedua sumber ini tidak selalu tersedia dan penelitian yang tercantum
dalam kedua sumber ini sebagian mungkin sudah tidak up to date. Dokter juga harus
memperhatikan desain penelitian yang digunakan dalam meta analisis dan tinjauan
pustaka. Jika meta analisis atau tinjauan pustaka menggunakan desain yang tidak
direkomendasikan untuk tipe pertanyaan, maka lebih disarankan menggunakan
referensi penelitian tunggal dengan desain yang sesuai.[6]
Selain itu, validitas dari jurnal yang digunakan dalam meta analisis juga perlu dinilai.
Ingat, meta analisis dari jurnal yang buruk akan menghasilkan meta analisis yang sama
buruknya.
Pencarian Literatur
Sebelumnya, PICO yang sudah disusun langsung digunakan sebagai keyword
untuk pencarian, baik di search engine seperti google, atau di mesin pencari pada
database penelitian, situs penerbit, atau situs jurnal. Saat ini, sudah terdapat format
pencarian khusus yang langsung menggunakan model PICO. Salah satunya adalah
fitur pencarian khusus PICO dari Pubmed, fitur pencarian baru yang disediakan oleh
database penelitian dan publikasi yang dikelola oleh United States National Library of
Medicine. Layanan ini bisa di akses di PUBMED Selain itu, beberapa universitas
terkemuka di dunia sudah mulai menggunakan format PICO pada search
engine perpustakaannya.
Pentingnya Melakukan Critical Appraisal
Kita tentunya tidak bisa langsung menggunakan hasil pencarian literatur tersebut
untuk menjawab pertanyaan klinis. Perlu dilakukan penyaringan untuk menilai kualitas
dan relevansi literatur yang ditemukan, dikenal sebagai critical appraisal. Prinsip dasar
untuk melakukan appraisal ini adalah dengan melihat besar sampel, tujuan penelitian,
dan apakah hasilnya mampu diterapkan di tempat kita.
Untuk melakukan critical appraisal, saat ini terdapat banyak pedoman yang dapat
digunakan untuk menentukan apakah hasil literatur bisa atau tidak bisa digunakan
menjawab pertanyaan klinis. Kemungkinan lainnya adalah hasil bisa digunakan namun
ada keterbatasan yang membatasi penggunaannya.
Kesimpulan
Pelayanan medis sebaiknya selalu didasarkan pada evidence based medicine.
Meskipun saat ini sangat mudah untuk mendapatkan informasi klinis, diperlukan
keterampilan untuk menemukan jawaban yang tepat atas pertanyaan klinis, memilah
dan memilih informasi klinis yang sesuai.
Sumber informasi klinis banyak tersedia secara online, yang mencakup sumber
informasi primer, sekunder, dan tersier. Banyaknya sumber informasi ini mempersulit
klinisi untuk mendapatkan informasi yang tepat, sehingga dibutuhkan strategi pemilihan
kata kunci dan pencarian informasi untuk mempermudah pencarian.(Webblog & Materi,
2020) Langkah pertama dalam membuat pertanyaan klinis yang relevan dan
berhubungan dengan masalah dan dengan konstruksi yang mempermudah pencarian.
Ada 2 tipe pertanyaan, yaitu pertanyaan background dan pertanyaan foreground. Untuk
mempermudah pencarian, maka pertanyaan ini bisa disusun dalam format PICO. PICO
adalah akronim dari P (untuk patient, population, problem), I (untuk intervention,
prognostic factor, exposure), C (comparison atau intervention) dan O (untuk outcome).
Ada beberapa tipe pertanyaan klinis, yaitu pertanyaan mengenai terapi, diagnosis,
prognosis, etiologi/harm, dan prevensi. Format PICO bisa digunakan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini dan untuk mendapatkan jenis literature yang sesuai untuk
menjawabnya. Setelah menemukan referensi yang sesuai, kita tidak bisa serta merta
langsung menggunakannya. Terlebih dahulu kita harus melakukan critical appraisal.
TAHAPAN IMPLEMENTASI EBN UNTUK MAHASISWA KEPERAWATAN
Definisi Evidence-based practice

Evidence-based practice ialah suatu strategi dalam memperoleh pengetahuan


dan keterampilan untuk dapat meningkatkan tingkah laku yang positif dengan
menggabungkan bukti penelitian terbaik sehingga evidence-based practice dapat
diterapkan ke dalam praktik keperawatan dan membuat suatu keputusan perawatan
kesehatan yang lebih baik (Bostwick, 2013. Bloom et al., 2009. Azmoude, Elham et al.,
2017).

Tujuan Evidence-based practice

Menurut Hapsari (2011) tujuan evidence-based practice ialah memberikan data


pada perawat praktisi berdasarkan bukti ilmiah agar dapat memberikan perawatan
secara efektif dengan menggunakan hasil penelitian yang terbaik, menyelesaikan
masalah yang ada pada pemberian pelayanan kepada pasien, mencapai
kesempurnaan dalam pemberian asuhan keperawatan, jaminan standar kualitas dan
memicu inovasi. Evidence-based practice bertujuan untuk mencapai suatu peningkatan
pada perawatan pasien, konsistensi perawatan pasien, hasil perawatan pasien dan
pengendalian biaya. Penerapan evidence-based practice sangat penting bagi perawat
dalam berkomunikasi secara efektif dengan pasien dan tim kesehatan dalam
pengambilan keputusan dan rencana perawatan yang akan diberikan, menerapkan
evidence-based practice dipelayanan kesehatan dapat menurunkan angka kematian,
angka kesakitan dan kesalahan medis (Melnyk, Fineout-Overholt et al., 2012).

Komponen Kunci Evidence-based practice

Menurut Drisko (2017) mengembangkan evidence-based practice model


kontemporer dan menyatakan bahwa evidencebased practice memiliki 4 komponen,
yaitu

1. pertama, keadaan klinis klien saat ini;


2. kedua, bukti penelitian terbaik yang relevan;
3. ketiga, nilai dan preferensi klien;
4. keempat, keahlian klinis dari praktisi.

Menurut Melnyk & Overholt (2011) ada 3 komponen dalam evidence-based practice
yaitu

1. pertama, adalah bukti eksternal berupa hasil penelitian, teori-teori yang lahir dari
penelitian, pendapat dari ahli dan hasil diskusi panel para ahli;
2. kedua, bukti internal berupa penilaian klinis, hasil dari proyek peningkatan
kualitas dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan klinik, penggunaan
sumber daya tenaga kesehatan yang diperlukan untuk melakukan perawatan;
3. ketiga, memberikan manfaat terbaik untuk kondisi pasien saat itu dan
meminimalkan pembiayaan.

Pengkajian dan Alat dalam EBP


Terdapat beberapa kemampuan dasar yang harus dimiliki tenaga
kesehatanprofessional untuk dapat menerapkan praktek klinis berbasis bukti, yaitu :

1. Mengindentifikasi gap/kesenjangan antara teori dan praktek


2. Memformulasikan pertanyaan klinis yang relevan,
3. Melakukan pencarian literature yang efisien,
4. Mengaplikasikan peran dari bukti, termasuk tingkatan/hierarki dari buktitersebut
untuk menentukan tingkat validitasnya
5. Mengaplikasikan temuan literature pada masalah pasien, dan
6. Mengerti dan memahami keterkaitan antara nilai dan budaya pasien
dapatmempengaruhi keseimbangan antara potensial keuntungan dan
kerugiandari pilihan manajemen/terapi (Jette et al., 2003).
Langkah-langkah dalam EBP

Langkah 1: Kembangkan semangat penelitian

Sebelum memulai dalamtahapan yang sebenarnya didalam EBP, harus


ditumbuhkan semangatdalam penelitian sehingga klinikan akan lebih nyaman dan
tertarikmengenai pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan perawatan pasien

Langkah 2: Ajukan pertanyaan klinis dalam format PICOT

Pertanyaan klinis dalam format PICOT untuk menghasilkan evidence yang lebih baik
danrelevan.
a) Populasi pasien (P),
b) Intervensi (I),
c) Perbandingan intervensi atau kelompok (C),
d) Hasil / Outcome (O), dan
e) Waktu / Time (T).

Format PICOT menyediakan kerangka kerja yang efisien untuk mencaridatabase


elektronik, yang dirancang untuk mengambil hanya artikel-artikel yang relevan dengan
pertanyaan klinis. Menggunakan skenario kasus padawaktu respon cepat sebagai
contoh, cara untuk membingkai pertanyaantentang apakah penggunaan waktu tersebut
akan menghasilkan hasil yangpositif akan menjadi: "Di rumah sakit perawatan akut
(populasi pasien),bagaimana memiliki time respon cepat (intervensi) dibandingkan
dengantidak memiliki time respon cepat (perbandingan) mempengaruhi jumlahserangan
jantung (hasil) selama periode tiga bulan (waktu)? "

Langkah 3: Cari bukti terbaik

Mencari bukti untuk menginformasikan praktek klinis adalah sangat efisien ketika
pertanyaan diminta dalam format PICOT. Jika perawat dalam skenario respon cepat itu
hanya mengetik "Apa dampak dari memiliki time respon cepat?" ke dalam kolom
pencarian dari data base, hasilnya akan menjadi ratusan abstrak, sebagian besar dari
mereka tidak relevan. Menggunakan format PICOT membantu untuk mengidentifikasi
kata kunci atau frase yang ketika masuk berturut-turut dan kemudian digabungkan,
memperlancar lokasi artikel yang relevan dalam database penelitian besar seperti
MEDLINE atau CINAHL. Untuk pertanyaan PICOT pada time respon cepat, frase kunci
pertama untuk dimasukkan kedalam database akan perawatan akut, subjek umum yang
kemungkinan besar akan mengakibatkan ribuan kutipan dan abstrak. Istilah kedua akan
dicari akan rapid respon time, diikuti oleh serangan jantung dan istilah yang tersisa
dalam pertanyaan PICOT. Langkah terakhir dari pencarian adalah untuk
menggabungkan hasil pencarian untuk setiap istilah. Metode ini mempersempit hasil
untuk artikel yang berkaitan dengan pertanyaan klinis,sering mengakibatkan kurang dari
20. Hal ini juga membantu untuk menetapkan batas akhir pencarian, seperti "subyek
manusia" atau "English," untuk menghilangkan studi hewan atau artikel di luar
negeribahasa.

Langkah 4: Kritis menilai bukti

Setelah artikel yang dipilih untuk review,mereka harus cepat dinilai untuk
menentukan yang paling relevan, valid,terpercaya, dan berlaku untuk pertanyaan klinis.
Studi-studi ini adalah"studi kiper." Salah satu alasan perawat khawatir bahwa mereka
tidakpunya waktu untuk menerapkan EBP adalah bahwa banyak telah diajarkanproses
mengkritisi melelahkan, termasuk penggunaan berbagai pertanyaanyang dirancang
untuk mengungkapkan setiap elemen dari sebuahpenelitian. Penilaian kritis yang cepat
menggunakan tiga pertanyaanpenting untuk mengevaluasi sebuah studi :

a) Apakah hasil penelitian valid? Ini pertanyaan validitas studi berpusatpada


apakah metode penelitian yang cukup ketat untuk membuattemuan sedekat
mungkin dengan kebenaran. Sebagai contoh, apakahpara peneliti secara acak
menetapkan mata pelajaran untuk pengobatanatau kelompok kontrol dan
memastikan bahwa mereka merupakankunci karakteristik sebelum perawatan?
Apakah instrumen yang validdan reliabel digunakan untuk mengukur hasil kunci?
b) Apakah hasilnya bisa dikonfirmasi? Untuk studi intervensi, pertanyaanini
keandalan studi membahas apakah intervensi bekerja, dampaknyapada hasil,
dan kemungkinan memperoleh hasil yang sama dalampengaturan praktek dokter
sendiri. Untuk studi kualitatif, ini meliputipenilaian apakah pendekatan penelitian
sesuai dengan tujuanpenelitian, bersama dengan mengevaluasi aspek-aspek
lain daripenelitian ini seperti apakah hasilnya bisa dikonfirmasi.
c) Akankah hasil membantu saya merawat pasien saya? Ini pertanyaanpenelitian
penerapan mencakup pertimbangan klinis seperti apakahsubyek dalam
penelitian ini mirip dengan pasien sendiri, apakah manfaat lebih besar daripada
risiko, kelayakan dan efektivitas biaya, dannilai-nilai dan preferensi pasien.
Setelah menilai studi masing-masing,langkah berikutnya adalah untuk
mensintesis studi untuk menentukanapakah mereka datang ke kesimpulan yang
sama, sehingga mendukungkeputusan EBP atau perubahan.

Langkah 5: Mengintegrasi bukti dengan keahlian klinis dan preferensi pasien dan nilai-
nilai

Bukti penelitian saja tidak cukup untukmembenarkan perubahan dalam praktek.


Keahlian klinis, berdasarkanpenilaian pasien, data laboratorium, dan data dari program
manajemenhasil, serta preferensi dan nilai-nilai pasien adalah komponen penting
dariEBP. Tidak ada formula ajaib untuk bagaimana untuk menimbang masing-masing
elemen; pelaksanaan EBP sangat dipengaruhi oleh variabelkelembagaan dan klinis.
Misalnya, ada tubuh yang kuat dari bukti yangmenunjukkan penurunan kejadian depresi
pada pasien luka bakar jikamereka menerima delapan sesi terapi kognitif-perilaku
sebelum dikeluarkandari rumah sakit. Anda ingin pasien Anda memiliki terapi ini dan
begitumereka. Tapi keterbatasan anggaran di rumah sakit Anda
mencegahmempekerjakan terapis untuk menawarkan pengobatan. Defisit sumberdaya
ini menghambat pelaksanaan EBP.

Langkah 6: Evaluasi hasil keputusan praktek atau perubahan berdasarkan bukti

Setelah menerapkan EBP, penting untuk memantau danmengevaluasi setiap


perubahan hasil sehingga efek positif dapat didukungdan yang negatif diperbaiki.
Hanya karena intervensi efektif dalam uji ketatdikendalikan tidak berarti ia akan bekerja
dengan cara yang sama dalampengaturan klinis. Pemantauan efek perubahan EBP
pada kualitasperawatan kesehatan dan hasil dapat membantu dokter
melihatkekurangan dalam pelaksanaan dan mengidentifikasi lebih tepat pasienmana
yang paling mungkin untuk mendapatkan keuntungan. Ketika hasil berbeda dari
yang dilaporkan dalam literatur penelitian, pemantauan dapatmembantu menentukan.

Langkah 7: Menyebarluaskan hasil EBP

Perawat dapat mencapai hasilyang indah bagi pasien mereka melalui EBP,
tetapi mereka sering gagal untuk berbagi pengalaman dengan rekan-rekan dan
organisasi perawatankesehatan mereka sendiri atau lainnya. Hal ini menyebabkan
perlu duplikasiusaha, dan melanggengkan pendekatan klinis yang tidak berdasarkan
bukti-bukti. Di antara cara untuk menyebarkan inisiatif sukses adalah putaran EBP di
institusi Anda, presentasi di konferensi lokal, regional, dan nasional, danlaporan dalam
jurnal peer-review, news letter profesional, dan publikasiuntuk khalayak umum.

Pelaksanaan EBP Pada Keperawatan

a) Mengakui status atau arah praktek dan yakin bahwa pemberian


perawatanberdasarkan fakta terbaik akan meningkatkan hasil perawatan klien.
b) Implementasi hanya akan sukses bila perawat menggunakan dan mendukung
“pemberian perawatan berdasarkan fakta”.
c) Evaluasi penampilan klinik senantiasa dilakukan perawat dalam
penggunaanEBP.
d) Praktek berdasarkan fakta berperan penting dalam perawatan kesehatan.
e) Praktek berdasarkan hasil temuan riset akan meningkatkan kualitas
praktek,penggunaan biaya yang efektif pada pelayanan kesehatan.
f) Penggunaan EBP meningkatkan profesionalisme dan diikuti
dengan evaluasiyang berkelanjutan.
g) Perawat membutuhkan peran dari fakta untuk meningkatkan intuisi,observasi
pada klien dan bagaimana respon terhadap intervensi yangdiberikan. Dalam
tindakan diharapkan perawat memperhatikan etnik, sex,usia, kultur dan status
kesehatan.

Hambatan Pelaksanaan EBP Pada Keperawatan

1. Berkaitan dengan penggunaan waktu.


2. Akses terhadap jurnal dan artikel.
3. Keterampilan untuk mencari.
4. Keterampilan dalam melakukan kritik riset.
5. Kurang paham atau kurang mengerti.
6. Kurangnya kemampuan penguasaan bahasa untuk penggunaan hasil-hasilriset.
7. Salah pengertian tentang proses.
8. Kualitas dari fakta yang ditemukan.
9. Pentingnya pemahaman lebih lanjut tentang bagaimana untukmenggunakan
literatur hasil penemuan untuk intervensi praktek yangterbaik untuk diterapkan
pada klien(richard oliver ( dalam Zeithml., 2021)
KONSEP DASAR TAHAPAN PENGAMBILANSAMPEL
1. Menentukan Ukuran Sampel

Sebelum mengambil sampel, terlebih dahulu harus ditentukan berapa ukuran sampel
yang akan digunakan, yakni banyaknya siswa, sekolah, dan lain-lain yang akan
digunakan dalam suatu studi. Terkait dengan hal ini, terdapat beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam penentuan ukuran sampel, yaitu:

1. Tingkat keseragaman, semakin beragam data yang akan diambil sampelnya,


maka semakin banyak pula sampel yang harus diambil;
2. Rencana analisis, semakin detail rencana analisisnya maka semakin banyak
pula sampel yang harus diambil;
3. Biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia.

2. Menentukan Kriteria Sampel

Suatu studi dengan menggunakan sampel yang mewakili populasi (disebut


representatif) akan memberikan hasil yang mempunyai kemampuan untuk
digeneralisasikan atau diberlakukan secara umum kepada populasinya. Kriteria sampel
yang representative bergantung pada dua aspek yang saling berkaitan, yaitu akurasi
dan ketelitian sampel.

3. Teknik-Teknik Pengambilan Sampel

a) Probability Sampling Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel


yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi
untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini merupakan teknik yang
memungkinkan peneliti atau evaluator untuk membuat generalisasi dari
karakteristik sampel menjadi karakteristik populasi.
1. Simple Random Sampling Penyampelan acak sederhana, dimaksudkan
bahwa sebanyak n sampel diambil dari populasi N dan tiap anggota
populasi mempunyai peluang yang sama untuk terambil. Terdapat 3 (tiga)
cara untuk menentukan sampel dengan mengunakan teknik ini, yaitu

i. Cara undian;
ii. Cara tabel bilangan random; Contoh: Diketahui N = 1000,
akan dipilih n = 20 dengan menggunakan teknik simple
random sampling. Solusi: Misal ke-1000 data tersebut
adalah 001,002,003,...,999,000 dengan 000 adalah data ke-
1000. Pertama-tama, tentukan aturan penggunaan tabel
random, misal dimulai dari kolom pertama baris pertama
sampai baris ke 20. Jadi didapatkan104, 213,243, ..., 070.
(Scheaffer, 1986:43)
iii. Dengan menggunakan komputer untuk mengacak, misalnya
dengan bantuan SPSS.
2. Stratified Random Sampling
Pada penyampelan jenis ini, anggota populasi dikelompokkan
berdasarkan stratanya, misal tinggi, sedang, dan rendah. Kemudian dipilih
sampel yang mewakili masing-masing strata. Langkah-langkah dalam
menentukan Stratified Random sampling:
 Menentukan data pendukung tentang populasi yang diambil berikut
strata-strata yang ada di dalamnya;
 Mengklasifikasikan populasi ke dalam grup atau strata yang saling
lepas;
 Menentukan ukuran sample untuk tiap stratum;
 Memilih secara acak setiap stratum dengan menggunakan simple
random sampling
3. Sistematic Sampling Penyampelan dengan cara ini dilakukan dengan
mengurutkan terlebih dahulu semua anggota, kemudian dipili urutan
tertentu untuk dijadikan anggota sampel.
4. Cluster Sampling Pada penyampelan jenis ini, populasi dibagi menjadi
wilayah atau klaster. Jika terpilih klasternya, seluruh anggota dalam
klaster tersebut yang menjadi sampel. Langkah-langkah dalam
pengambilan sample dengan cluster sampling:
 Menentukan cluster-clusternya
 Menentukan banyak cluster yang akan dijadikan sample, missal N
 Memilih secara acak cluster sebanyak cluster
 Semua anggota yang terdapat dalam klaster yang terpilih
merupakan sampel studi atau penelitian atau evaluasi.
b) Non Probability Sampling
Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi
peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi yang
dipilih menjadi sampel. Teknik pengambilan sampel ini diantaranya sampling
incidental, sampling bertujuan, sampling bola salju (snowball sampling), dan
sampling kuota. Non probability sampling ini tidak bisa digunakan untuk
membuat generalisasi.
1. Sampling Insidental (Reliance Available Sampling) Teknik sampling ini
mengandalkan pada keberadaan subjek untuk dijadikan sampel yaitu
siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan dipandang
cocok sebagai sumber data maka subjek tersebut dijadikakan sampel.
2. Sampling Purposive ( Purposive or Judgment Sampling )
Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
pertimbangan peneliti atau evaluator tentang sampel mana yang paling
bermanfaat dan representative (Babbie, 2004: 183). Terkadang sampel
yang akan diambil ditentukan berdasarkan pengetahuan tentang suatu
populasi, anggota-anggotanya dan tujuan dari penelitian. Jenis sampel ini
sangat baik jika dimanfaatkan untuk studi penjajagan (studi awal untuk
penelitian atau evaluasi), yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan
yang sampelnya diambil secara acak (random).
3. Sampling Bola Salju (Snowball Sampling) Sampling snowball dapat
dilakukan jika keberadaan dari suatu populasi sulit untuk ditemukan.
Dengan kata lain, cara ini banyak dipakai ketika peneliti atau evaluator
tidak banyak tahu tentang populasi penelitian aau evaluasinya. Pada
sampling bola salju, peneliti mengumpulkan data dari beberapa sampel
yang dapat ditemukan oleh peneliti sendiri, selanjutnya peneliti meminta
individu yang telah dijadikan sampel tersebut untuk memberitahukan
keberadaan anggota yang lainnya yang tidak dapat ditemukan oleh
peneliti untuk dapat melengkapi data (Babbie, 2004: 184). Pada penelitian
kualitatif banyak menggunakan sampel purposive dan snowball.
4. Sampling Quota Teknik sampling kuota adalah teknik menentukan sampel
dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang
diinginkan. Pada sampling kuota, dimulai dengan membuat tabel atau
matriks yang berisi penjabaran karakteristik dari populasi yang ingin
dicapai atau karakteristik populasi yang sesuai dengan tujuan dari
penelitian untuk selanjutnya ditentukan sampel yang memenuhi ciri-ciri
dari populasi tersebut. Prosedur yang dalam sampling kuota:
1) Pertama, populasi dibagi-bagi menjadi strata yang relevan seperti
usia, jenis kelamin, lokasi, dsb.
2) Proporsi tiap strata diperkirakan atau ditentukan berdasarkan data
eksternal kemudian total sampel dibagi-bagi sesuai proporsi ke tiap
strata (kuota).
3) Untuk memenuhi jumlah sampel untuk tiap strata, peneliti
menggunakan expert judgement-nya.(Helwig et al., n.d.)
JENIS INSTRUMEN DAN PENGUKURANNYA

Skala pengukuran instrumen menurut Sugiyono (2010) adalah sebuah


kesepakatan yang dipakai sebagai acuan dalam menentukan ukuran (panjang dan
pendek) interval dalam suatu alat ukur. Hal ini ditujukan untuk membuat alat ukur
tersebut bisa digunakan untuk mengolah data. Contoh sederhananya, timbangan emas
adalah sebuah instrumen yang digunakan untuk menghitung berat emas dengan skala
pengukuran milligram (mg), sehingga nantinya akan menghasilkan data berupa berat
emas dalam satuan mg. Dengan adanya skala pengukuran instrumen tersebut, nilai
variabel dapat ditentukan dengan bentuk angka, sehingga menghasilkan hasil yang
akurat.

Jenis-Jenis Skala Pengukuran Instrumen Menurut Sugiyono

Sugiyono (2010) menyebutkan jika jenis-jenis skala pengukuran instrumen dibagi


menjadi 4 yaitu skala Likert, skala Guttman, semantic differential, dan rating scale.

Skala Likert

Skala Likert adalah jenis skala pengukuran instrumen yang dipakai untuk
mengukur pendapat, persepsi, dan sikap dari seorang individu atau kelompok
mengenai fakta dan fenomena sosial. Fakta dan fenomena sosial inilah yang ditetapkan
oleh peneliti dan disebut variabel. Variabel tersebut lantas dijabarkan menjadi indikator
variabel. Lalu, indikator variabel nantinya akan dijadikan patokan untuk menyusun item-
item instrumen penelitian dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan. Bentuk jawaban
untuk instrumen yang menggunakan skala Likert biasanya berupa tingkatan dari sangat
positif hingga sangat negatif. Contohnya dalam bentuk kata-kata sangat setuju hingga
sangat tidak setuju. Dalam keperluan penelitian kuantitatif, bentuk jawaban dengan
tingkatan tersebut akan diberi nilai, misalnya sangat setuju diberikan nilai 5, setuju
diberikan nilai 4, dan seterusnya.(Ramadhani Khija, ludovick Uttoh, 2015)

Skala Guttman

Jenis skala pengukuran instrumen kedua menurut Sugiyono (2010) adalah skala
Guttman dimana jawaban dari skala ini berupa pernyataan tegas. Pernyataan tegas
yang dimaksud itu seperti “benar-salah”, “iya-tidak”, dan lainnya. Dilihat dari penjelasan
ini, maka skala Guttman termasuk dalam skala pengukuran yang digunakan ketika
peneliti ingin mengetahui jawaban tegas responden mengenai suatu topik
permasalahan. Bentuknya dapat berupa pertanyaan pilihan ganda maupun checklist.
Untuk pemberian nilainya, jawaban positif bisa diberikan skor 1, sementara jawaban
negatif diberikan skor 0. Untuk analisis data dengan skala Guttman sendiri sama
dengan analisis pada skala Likert.

Semantic Differential

Menurut Sugiyono (2010), semantic differential adalah skala pengukuran yang


dikembangkan oleh Osgood dan difungsikan untuk mengukur sikap. Bentuk skala
pengukuran ini tidak diberikan dalam pilihan ganda atau checklist, melainkan dalam
bentuk satu garis dengan pilihan “sangat positif” dan “sangat negatif”. Untuk lebih
memudahkanmu mengenai jenis skala ini,

Rating Scale

Berbeda dengan skala pengukuran instrumen yang telah disebutkan di atas yang
menafsirkan data kualitatif menjadi kuantitatif, rating scale mencoba menafsirkan data
kuantitatif menjadi kualitatif. Oleh karenanya, rating scale dianggap sebagai skala
pengukuran yang fleksibel dan tidak hanya bisa digunakan untuk mengukur sikap
semata, tetapi juga mengukur persepsi dari subjek penelitian mengenai berbagai
fenomena. Tidak heran bila rating scale lebih sering dipakai untuk mengukur berbagai
permasalahan mulai dari status sosial, status ekonomi, kemampuan, pengetahuan, dan
lainnya. Rating scale kemudian dibagi lagi menjadi 4 jenis yaitu skala nominal, ordinal,
interval, dan rasio. Skala nominal merupakan jenis pengukuran yang berguna untuk
mengelompokkan variabel berdasarkan kategori atau grup tertentu. Contohnya,
terdapat dua variabel yaitu laki-laki dan perempuan, maka dalam hal ini, responden
akan dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu laki-laki dan perempuan. Selanjutnya, skala
ordinal adalah jenis skala yang tidak mengelompokkan variabel, tetapi mencoba untuk
mengurutkan kategori tersebut, misalnya dari kategori yang paling bagus ke kategori
yang paling buruk. Sementara itu, skala interval adalah jenis skala pengukuran yang tak
hanya mengurutkan variabel, namun juga memberikan informasi mengenari variabel
yang berbeda-beda. Contohnya, skala interval 1 = sangat tidak puas, 2 = tidak puas, 3
= cukup puas, dan seterusnya. Kemudian, untuk skala yang terakhir yaitu skala ratio
merupakan jenis skala yang memberikan perbandingan antar variabel.
Pemahaman Akhir

Dalam melakukan penelitian, peneliti seringkali dihadapkan pada data yang


beragam. Untuk mengolah data tersebut, diperlukan penggunaan skala pengukuran
yang tepat. Mengetahui jenis-jenis skala pengukuran sangat penting bagi peneliti
karena dapat membantu dalam mengolah data dengan lebih efektif. Konsep mengenai
jenis-jenis skala pengukuran telah dijelaskan oleh Stanley Smith Stevens sejak tahun
1946. Namun, dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,
dan Kombinasi (Mixed Methods)”, Sugiyono (2010) juga menjelaskan tentang skala
pengukuran instrumen dan jenis-jenisnya. Menurut Sugiyono, skala pengukuran
instrumen adalah kesepakatan yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan
ukuran interval dalam suatu alat ukur. Hal ini bertujuan untuk mengolah data dengan
akurat. Misalnya, timbangan emas menggunakan skala pengukuran milligram (mg)
untuk menghasilkan data berat emas dalam satuan mg. Sugiyono membagi jenis-jenis
skala pengukuran instrumen menjadi empat, yaitu skala Likert, skala Guttman, semantic
differential, dan rating scale. Skala Likert digunakan untuk mengukur pendapat,
persepsi, dan sikap individu atau kelompok terhadap fakta dan fenomena sosial. Bentuk
jawaban pada skala Likert berupa tingkatan dari sangat positif hingga sangat negatif.
Skala Guttman digunakan ketika peneliti ingin mengetahui jawaban tegas responden
mengenai suatu topik permasalahan. Jawaban pada skala Guttman dapat berupa
pertanyaan pilihan ganda atau checklist, dengan pemberian nilai positif atau negatif.
Semantic differential adalah skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur sikap.
Bentuk skala ini berupa garis dengan pilihan “sangat positif” dan “sangat negatif”.
Rating scale mencoba menafsirkan data kuantitatif menjadi kualitatif. Rating scale dapat
digunakan untuk mengukur berbagai fenomena, seperti status sosial, status ekonomi,
pengetahuan, dan sebagainya. Rating scale dibagi menjadi skala nominal, ordinal,
interval, dan rasio. Skala pengukuran nominal digunakan untuk mengelompokkan
variabel berdasarkan kategori atau grup tertentu. Skala ordinal digunakan untuk
mengurutkan kategori tanpa mengelompokkannya. Skala interval memberikan informasi
tentang variabel yang berbeda-beda, sementara skala rasio memberikan perbandingan
antar variabel. Dengan memahami jenis-jenis skala pengukuran instrumen ini, peneliti
dapat memilih dan menggunakan skala yang sesuai dengan tujuan penelitian dan data
yang dikumpulkan. Hal ini akan membantu dalam mengolah data secara efektif dan
mendapatkan hasil yang akurat. Nah, itulah macam-macam skala pengukuran
instrumen menurut Sugiyono (2010) beserta sekilas penjelasan mengenai
pengertiannya. Dari berbagai jenis skala yang sudah ada tersebut, kamu dapat
menggunakannya untuk membantu dalam menganalisa data dan membantu dalam
menghasilkan data yang sesuai.(Sugiyono, 2010)
DAFTAR PUSTAKA

Dokter, K. U. (1949). dr . Irwan Supriyanto PhD SpKJ CME Webinar E-Course SKP
CME Webinar Dokter. 1–5.

Helwig, N. E., Hong, S., & Hsiao-wecksler, E. T. (n.d.). No 主観的健康感を中心とした在


宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title.

Ramadhani Khija, ludovick Uttoh, M. K. T. (2015). Teknik Pengambilan Sampel. Ekp,


13(3), 1576–1580.

richard oliver ( dalam Zeithml., dkk 2018 ). (2021). Konsep Dasar Evidence-based
practice. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 2013–2015.

Sugiyono. (2010). Skala Pengukuran Instrumen Menurut Sugiyono. TambahPinter.Com,


June, 1. https://tambahpinter.com/skala-pengukuran-instrumen-menurut-sugiyono/

Webblog, M. P., & Materi, G. K. (2020). Oshigita ’ s Page Pertanyaan Klinik dengan
Format PICO /. 2006, 1–9.

Anda mungkin juga menyukai