NIM : 2121083
Kelas : SA401
A. ESTIMASI AKUNTANSI
Audit atas estimasi akuntansi tersebar di ketiga tahap dalam menyajikan proses ini dengan
serangkaian pertanyaan dan satu perintah (peroleh representasi manajemen).
Ada istilah tertentu yang digunakan dalam ISA sehubungan dengan estimasi akuntansi. ISA 540.7
memberikan definisi terhadap istilah-istilah tersebut.
Estimasi Akuntansi-Definisi Istilah
Untuk keperluan ISAs, istilah berikut mempunyai makna seperti dijelaskan di bawah.
a) Accounting estimate Nilai yang mendekati suatu nilai uang, (yang digunakan) dalam
ketiadaan pengukuran yang tepat. Istilah (estimasi) ini digunakan untuk jumlah (uang)
yang diukur dengan nilai wajar (fair value) di mana ada ketidakpastian dalam estimasi
(estimation uncertainty), maupun jumlah-jumlah lain yang memerlukan estimasi. Dalam
hal ISA hanya membahas estimasi akuntansi (accounting estimates) dengan pengukuran
nilai wajar, istilah “fair value accounting estimates” (“estimasi akuntansi nilai wajar”) yang
digunakan.
b) Auditor’s point estimate atau auditor’s range Jumlah, atau rentang jumlah, yang diambil
dari bukti audit untuk digunakan dalam mengevaluasi management’s point estimate.
c) Estimation uncertainty Kerentanan estimasi akuntansi dan disclosures (pengungkapan)
terkait (dengan estimasi akuntansi itu) karena ketiadaan presisi yang melekat dalam
pengukuran (pada setiap estimasi).
d) Management bias Tidak netralnya manajemen dalam membuat atau menyiapkan
informasi.
e) Management’s point estimate Jumlah yang dipilih manajemen untuk pengakuan
(terhadap) atau disclosure (mengenal) estimasi akuntansi.
f) Outcome of an accounting estimate Jumlah/nilai uang sebenarnya dari penyelesaian
transaksi, peristiwa, atau kondisi yang mendasari estimasi akuntansi.
Selayang Pandang
Ketika mengaudit estimasi, tujuannya adalah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat
mengenai apakah:
1. Estimasi akuntansi, termasuk estimasi akuntansi dengan nilai wajar, dalam laporan
keuangan, baik yang diakui atau yang diungkapkan, adalah wajar, dan
2. Pengungkapan (yang berkaitan dengan estimasi akuntansi) dalam laporan keuangan
(sudah) cukup, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.
Ketika bukti audit sudah diperoleh, kewajaran estimasi dievaluasi dan luasnya salah saji
diidentifikasi:
1. dalam hal bukti mendukung suatu point estimate, perbedaan antara auditor’s point estimate dan
management’s point estimate merupakan suatu salah saji;
2. dalam hal auditor menyimpulkan bahwa dengan menggunakan auditor’s range of
reasonableness (kisaran yang menurut auditor adalah wajar) memberikan bukti audit yang cukup
dan tepat, maka management’s point estimate di luar kisaran tersebut tidaklah didukung oleh bukti
audit. Dalam hal itu, salah saji tidak lebih kecil dari perbedaan antara management’s point estimate
dan titik terdekat dari kisaran perkiraan auditor.
Perbedaan antara hasil akhir dari suatu estimasi akuntansi (outcome of an accounting
estimate) dan jumlah yang semula diakui dan diungkapkan dalam laporan keuangan tidak serta-
merta merupakan salah saji. Ini sering terjadi dalam fair value accounting estimates, di mana
outcome dipengaruhi oleh peristiwa atau kondisi sesudah tanggal pengukuran untuk tujuan
penyajian laporan keuangan.
Penilaian Risiko
Disajikan alinea-alinea dari ISA 540 yang relevan dengan estimasi akuntansi dalam tahap
penilaian risiko (risk assessment) sebagai berikut.
ISA 540 Estimasi Akuntansi dalam Tahap Penilaian Risiko
ISA POKOK PENJELASAN ISA 540 UNTUK ALINEA YANG
BAHASAN BERSANGKUTAN
540.8 Pemahaman Sewaktu melaksanakan prosedur penilaian risiko dan kegiatan
auditor mengenai terkait untuk memperoleh pemahaman mengenai entitas dan
entintas & lingkungannya, termasuk pengendalian intern entitas
lingkungannya. sebagaimana disyaratkan oleh ISA 315, auditor wajib
memperoleh pemahaman mengenai hal-hal berikut sebagai
dasar untuk mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji
material berkenaan dengan estimasi akuntansi:
a) Persyaratan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku
yang relevan dengan estimasi akuntansi, termasuk
disclosures (yang berkaitan dengan estimasi akuntansi).
b) Bagaimana manajemen mengidentifikasi transaksi,
peristiwa, dan kondisi yang menimbulkan kebutuhan akan
estimasi akuntansi yang harus diakui/dinyatakan atau
diungkapkan dalam laporan keuangan. Dalam memperoleh
pemahaman ini, auditor wajib menanyakan kepada
manajemen mengenai perubahan dalam situasi yang
menimbulkan kebutuhan akan estimasi akuntansi baru, atau
kebutuhan untuk merevisi estimasi akuntansi.
c) Bagaimana manajemen membuat estimasi akuntansi dan
pemahaman mengenai data yang menjadi dasar dari estimasi
akuntansi tersebut, termasuk:
i. metode, termasuk model, jika ada, yang digunakan
untuk membuat estimasi akuntansi;
ii. pengendalian yang relevan (dengan estimasi
akuntansi);
iii. apakah manajemen menggunakan management
expert;
iv. asumsi yang mendasari estimasi akuntansi;
v. apakah ada atau seharusnya ada perubahan dalam
metode untuk membuat estimasi akuntansi, dari yang
digunakan tahun lalu;
vi. apakah ada ketidakpastian estimasi, dan jika ada,
bagaimana manajemen menilai dampak
ketidakpastian tersebut.
540.9 Reviu hasil akhir Auditor wajib mereviu hasil akhir (outcome) estimasi akuntansi
(outcome) estimasi dalam laporan keuangan tahun lalu, atau jika ada, estimasi ulang
akuntansi kemudian (subsequent re-estimation) untuk tujuan tahun
berjalan. Sifat dan luasnya reviu auditor memperhitungkan sifat
estimasi akuntansi, dan apakah informasi yang diperoleh dari
reviu ini akan relevan untuk mengidentifikasi dan menilai risiko
salah saji material akibat) estimasi akuntansi yang dibuat dalam
laporan keuangan tahun berjalan. Namun, reviu ini tidak
dimaksudkan untuk mempertanyakan judgments yang dibuat
tahun lalu berdasarkan informasi yang ada pada waktu itu.
540.10 Dalam mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji material,
sebagaimana disyaratkan ISA 315, auditor wajib mengevaluasi
tingkat ketidakpastian estimasi terkait dengan estimasi
akuntansi.
540.11 Auditor wajib menentukan apakah, dalam pandangannya, semua
estimasi yang telah diidentifikasi mempunyai ketidakpastian
estimasi yang tinggi, menimbulkan risiko yang signifikan.
Berikut ini disajikan area utama yang menjadi perhatian auditor dalam estimasi akuntansi pada
tahap pertama suatu proses audit, yakni tahap penilaian risiko.
Perhatian Auditor dalam Tahap Penilaian Risiko
PERHATIAN AUDITOR PADA PENJELASAN
Bagaimana mengidentifikasi Bisa berasal dari kerangka akuntansi yang digunakan
kebutuhan entitas melakukan atau dari transaksi, peristiwa, dan kondisi di mana entitas
estimasi? perlu membuat estimasi akuntansi yang kemudian diakul
atau diungkapkan dalam laporan keuangan, Auditor juga
bertanya kepada manajemen tentang perubahan situasi
yang memerlukan estimasi akuntansi yang baru, atau
perlunya revisi atas estimasi akuntansi yang ada.
Proses manajemen membuat Reviu dan evaluasi proses estimasi manajemen,
estimasi termasuk penyusunan asumsi yang menjadi dasar
estimasi, keandalan data yang digunakan, dan proses
persetujuan atau reviu internal. Juga kalau ada, reviu atas
penggunaan management expert.
Kebutuhan akan management expert timbul, misalnya
karena:
1. kekhususan masalah yang memerlukan estimasi;
2. sifat teknis dari model-modal yang digunakan untuk
memenuhi ketentuan kerangka pelaporan keuangan
yang berlaku (misalnya beberapa pengukuran yang
menggunakan fair value); dan
3. transaksi, peristiwa, dan kondisi yang memerlukan
estimasi akuntansi, merupakan hal yang tidak biasa
atau jarang terjadi di entitas itu.
Hasil akhir/realisasi Reviu/outcome Reviu outcome dari estimasi yang dibuat tahun lalu.
dari estimasi yang dibuat tahun lalu. Pahami alasan mengenai selisih antara estimasi tahun
lalu dengan realisasi (actual amount). Prosedur ini akan
membantu memahami:
1. efektif/tidaknya proses estimasi manajemen;
2. adanya kemungkinan management bias (reviu atas
estimasi untuk melihat kemungkinan fraud,
diharuskan dalam ISA 240);
3. adanya bukti audit yang penting untuk estimasi
tersebut; dan
4. luasnya ketidakpastian estimasi, yang mungkin
perlu diungkapkan dalam laporan keuangan.
Seberapa luasnya ketidakpastian Pertimbangkan hal-hal berikut.
estimasi dalam proses estimasi ini? 1. Luasnya management's judgment yang digunakan.
2. Sensitivitas asumsi-asumsi yang digunakan,
terhadap perubahan.
3. Adanya teknik pengukuran yang diakui, yang dapat
mengurangi ketidakpastian.
4. Panjangnya forecast period dan relevansi data yang
digunakan.
5. Tersedianya data andal dari sumber eksternal
6. Seberapa banyaknya estimasi itu menggunakan
masukan yang dapat/ tidak dapat diamati
(observable/ unobservable inputs).
7. Kerentanan terhadap management bias.
Catatan: Tentukan apakah estimasi akuntansi dengan
ketidakpastian estimasi yang tinggi juga merupakan
risiko signifikan yang harus diperhatikan auditor.
Pentingnya estimasi Dalam menilai risiko salah saji material, pertimbangkan:
- hal-hal yang disajikan dalam kotak ini
- besarnya estimasi, baik yang berkenaan dengan
besaran outcome sesungguhnya maupun jumlah
ekspektasi; dan
- apakah estimasi itu merupakan risiko signifikan.
(lihat pembahasan di atas)
Pelaporan
Pembahasan mengenai estimasi akuntansi di dalam bagian ini, masuk dalam tahap ketiga dari
proses audit, yakni tahap Reporting. Kotak berikut ini menyajikan kutipan dari ISA 540 yang
relevan untuk pembahasan pada tahap ini.
ISA 540 Estimasi Akuntansi dalam Tahap Pelaporan
ISA PENJELASAN ISA 540 UNTUK ALINEA YANG BERSANGKUTAN
540.19 Auditor wajib memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat mengenai apakah
pengungkapan dalam laporan keuangan mengenai estimasi akuntansi sesuai dengan
persyaratan dalam kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.
540.20 Untuk estimasi akuntansi yang berisiko signifikan, auditor juga wajib mengevaluasi
kecukupan dari pengungkapan mengenai ketidakpastian estimasi dalam laporan
keuangan, dalam konteks kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.
B. PIHAK-PIHAK TERKAIT
Prosedur audit untuk transaksi pihak-pihak yang berelasi tersebar di ketiga tahap proses
audit. Dalam setiap tahap dari ketiga tahap dalam proses audit, yakni Risk Assessment (Penilaian
Risiko), Risk Response (Menanggapi Risiko), dan Reporting (Pelaporan) ada sejumlah prosedur
dan pertanyaan yang relevan dengan audit pihak-pihak yang berelasi dan transaksi berelasi.
Prosedur dan pertanyaan audit ini dirangkum dalam kotak berikut ini.
Prosedur dan Pertanyaan Audit
Tahap Menilai Risiko
1. Identifikasi siapa pihak-pihak yang berelasi, apakah ada perubahan mengenai siapa pihak-
pihak yang berelasi sejak audit yang lalu.
2. Pahami sifat, luasnya, dan tujuan transaksi dan hubungan di antara pihak-pihak yang
berelasi.
3. Lihat potensi terjadinya kecurangan, misalnya karena adanya tekanan atau dominasi pihak-
pihak yang berelasi.
4. Senantiasa waspada terhadap kemungkinan adanya transaksi dan hubungan di antara
pihak-pihak yang berelasi, selama audit berlangsung.
5. Lihat kemungkinan ada atau terjadinya risiko signifikan.
Tahap Pelaporan
1. Apakah bukti audit yang cukup dan tepat sudah diperoleh?
2. Apakah terjadi salah saji yang material karena adanya transaksi hubungan pihak berelasi?
3. Apakah pengungkapan dalam laporan keuangan, benar dan cukup?
4. Dapatkan representasi/pernyataan manajemen.
5. Laporkan temuan audit tentang pihak-pihak yang berelasi dan berelasi.
ISA 550.9 menegaskan tujuan auditor dalam mengaudit pihak-pihak yang berelasi. Lepas
dari apakah kerangka pelaporan keuangan yang berlaku menetapkan ketentuan mengenai pihak
berelasi, auditor wajib memahami hubungan diantara pihak-pihak yang berelasi (hubungan pihak
berelasi) dan transaksi hubungan pihak berelasi yang cukup untuk:
a. Mengenal faktor risiko kecurangan yang timbul dari hubungan pihak berelasi dan
transaksi hubungan pihak berelasi atau identifikasi dan penilaian risiko salah saji
material/karena kecurangan.
b. Menyimpulkan, berdasarkan bukti audit yang diperoleh, apakah laporan keuangan,
sepanjang dipengaruhi oleh hubungan pihak berelasi dan transaksi hubungan pihak
berelasi:
Menyajikan secara layak (dalam hal kerangka pelaporan keuangan “penyajian
yang layak”) atau
Tidak menyesatkan (kerangka palaporan keuangan “kepatuhan”).
Dalam hal kerangka pelaporan keuangan yang berlaku menetapkan ketentuan tentang
pihak berelasi, tujuan auditor adalah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentanga pakag
hubungan pihak berelasi dan transaksi hubungan pihak berelasi sidah diidentifikasi.
dipertanggungjawabkan, dan diungkapkan dengan tepat dalam lapiran keuangan sesuai dengan
kerangak pelaporan keuangan yang berlaku.
Selayang Padang
Pihak berelasi tidak independen satu dengan yang lain. Oleh karena itu, risiko terjadinya salah saji
meterial melalui transaksi hubungan pihak berelasi umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan
transaksi diantara pihak-pihak yang bebas (unrelated parties).
Kerangka pelaporan keuangan yang berlaku seringkali menetapkan persyaratan akuntansi dan
pengungkapan mengenai transaksi hubungan pihak berelasi. Persyaratan ini dimaksudkan agar
pemakai laporan keuangan memahami sifat transaksi ini, sifat saldo dalam laporan keuangan, dan
dampak hubungan pihak berelasi. Dampak transksi hubungan pihak berelasi, bisa berupa laba
yang dinyatakan terlalu tinggi (overstated) atau terlalu rendah (understated) karena harga yang
“diatur” (transfer princing).
Faktor Risiko
Transaksi yang sangat rumit
Pihak-pihak yang berelasi beroperasi melalui jaringan dan struktur yang sangat ekstensif dan
rumit.
Tahap 3 – Pelaporan
550.25 Dalam merumuskan pendapat atas laporan keuangan sesuai dengan ISA 700. auditor
wajib mengevalusi apakah:
a) Hubungan dan transaksi pihak yang berelasi yang diidentifikasi sudah dicatat
dan diungkapakn dengan tepat sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan
yang berlaku; dan
b) Dampak hubungan dan transaksi pihak berelasi:
Mengahalangi laporan keuangan dalam mencapai penyajian yang layak
untuk (kerangka penyajian yang layak): atau
Menyebabkan laporan keuangan menyesatkan (untuk kerangka
kepatuhan).
550.26 Dalam hal kernagka pelaporan keuanganyang berlaku menetapkan ketentuan
mengenai pihak berelasi, auditor wajib memeproleh representasi tertulis dari
manajemen dan, jika tepat, TCWG, bahwa:
a) Mereka sudah mengungkapkan kepada auditor, identitas pihak-pihak yang
berelasi yang mereka ketahui: dan
b) Mereka sudah mencatat, melaporkan dan mengungkapkan hubungan dan
transaksi pihak-pihak yang berelasi sesuai kerangka pelaporan keuangan.
550.27 Kecuali jika semua TCWG terlibat dalam mengelola entitas, auditor wajib
mengkomunikasikan hal-hal yang timbul selama audit berkenaan dengan pihak-
pihak yang berelasi.
550.28 Auditor wajib memasukkan dalam dokumentasi auditnya, nama-nama dari pihak
yang berelasi yang diidentifikasi dan sifat hubungan pihak-pihak yang
berelasi tersebut.
C. PERISTIWA KEMUDIAN
Tujuan auditor dalam mengaudit peristiwa kemudian, diantaranya:
1. Memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat mengenal apakah peristiwa antara tanggal
laporan keuangan (date of the financial statements) dan tanggal laporan auditor (date of
the auditors report) yang memerlukan penyesuaian (adjustment) atau pengungkapan
(disclosure) telah ditunjukkan dengan benar dalam laporan keuangan, sesuai dengan
kerangka pelaporan kecangan yang berlaku.
2. Menanggapi dengan tepat, fakta yang diketahui auditor sesudah tanggal laporan auditor
yang jika diketahui sebelumnya dapat menyebabkan auditor mengubah (amend)
laporan auditornya.
ISA 560.6 Auditor wajib melaksanakan prosedur audit untuk memastikan perlunya
adjustment dan/atau disclosure. ISA 560.6 menegaskan bahwa auditor tidak
diharapkan melaksanakan prosedur audit tambahan atas hal-hal yang sudah
diauditnya dan memberikan kesimpulan audit yang memuaskan.
ISA 560.7 Auditor wajib melaksanakan prosedur audit untuk mencakup periode antara
tanggal laporan keuangan sampai tanggal laporan auditor (atau tanggal yang
sedekat mungkin dengan tanggal laporan auditor). Auditor wajib
memperhitungkan penilaian risiko dalam menentukan sifat dan luasnya prosedur
audit, seperti:
a) Memahami prosedur yang dibuat manajemen untuk memastikan bahwa
peristiwa kemudian telah diidentifikasi;
b) Tanyakan kepada manajemen dan TCWG (those chorged with governance)
apakah peristiwa kemudian yang ada/terjadi, berdampak terhadap laporan
keuangan;
c) Membaca risalah rapat (pemilik pemegang saham, manajemen dan TCWG),
sesudah tanggal laporan keuangan dan tanyakan hal-hal yang dibahas dalam
rapat yang belum ada risalah rapatnya;
d) Membaca laporan keuangan interim sesudah tanggal laporan keuangan, jika
ada.
ISA Auditor tidak berkewajiban melaksanakan prosedur audit apa pun atas laporan
560.10 keuangan sesudah tanggal laporan auditor. Namun, jika sesudah tanggal laporan
auditor tapi sebelum tanggal diterbitkannya laporan keuangan, auditor mengetahui
adanya fakta yang jika diketahui pada tanggal laporan auditor, mungkin akan
membuat auditor mengubah laporannya.
Dalam hal ini auditor wajib:
a) Mendiskusikan hal tersebut dengan manajemen dan TCWG;
b) Menentukan apakah laporan keuangan harus diubah, dan jika demikian;
c) Menanyakan bagaimana manajemen akan menangani hal ini dalam laporan
keuangan.
ISA Jika manajemen mengubah laporan keuangan, auditor wajib:
560.11 a) Melaksanakan prosedur audit yang diperlukan dalam situasi tersebut.
b) Jika ketentuan perundang-undangan tidak melarang manajemen mengubah
laporan keuangan.
Perluas prosedur audit yang disebut dalam ISA 560.6 dan ISA S60.7 ke
tanggal laporan auditor yang baru (date of the new auditor’s report);
Berikan laporan auditor yang baru. Laporan auditor yang haru tidak
boleh diberi tanggal lebih awal dari tanggal persetujuan atas laporan
keuangan yang diubah.
ISA Auditor wajib mencantumkan dalam laporan auditor yang baru suatu Emphasis of
560.16 Matter paragraph atau Other Matter(s) paragraph yang menunjuk kepada suar
catatan atas laporan keuangan yang membahas secara lebih ekstensif atas
perubahan terhadap laporan keuangan dan laporan auditor yang diterbitkan
sebelumnya.
ISA Jika manajemen tidak mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk
560.17 memastikan bahwa penerima laporan keuangan diinformasikan mengenai situasi
yang dihadapi dan tidak mengubah laporan keuangan terdahulu yang menurut
auditor perlu diubah, auditor wajib memberi tabu manajemen dan TCWG (kecuali
jika semua TCWG terlibat dalam pengelolaan entitas), bahwa auditor berupaya
mencegah (pihak lain) di kemudian hari mengandalkan laporan auditorya.
Peristiwa Kemudian Sampai Tanggal Laporan Auditor
Di bawah ini disajikan beberapa contoh peristiwa kemudian yang terjadi antara tanggal laporan
keuangan dan tanggal laporan auditor:
1. Komitmen baru/tambahan dalam bidang keuangan seperti peminjaman, penjaminan
restrukturisasi.
2. Penjualan dan akuisisi aset yang direncanakan atau telah terjadi.
3. Peningkatan modal atau penerbitan instrumen utang.
4. Perjanjian untuk penggabungan atau pembubaran usaha.
5. Penyitaan aset oleh lembaga keuangan, penegak hukum, atau hancur karena bencana.
6. Litigasi, tuntutan hukum lainnya, dan berbagai contingencies.
7. Jurnal penyesuaian yang luar biasa (unusual accounting adjustments) yang sudah atau
direncanakan akan dibuat.
8. Setiap peristiwa yang sudah atau sangat mungkin akan terjadi yang menimbulkan
keraguan mengenai asumsi kesinambungan usaha (going concern assumption) atau
keraguan terhadap penggunaan kebijakan akuntansi lainnya.
9. Setiap peristiwa yang relevan untuk mengukur suatu estimasi atau penyisihan (provision)
dalam laporan keuangan.
10. Setiap peristiwa yang relevan dengan recoverability of assets (contoh: piutang dapat
ditagih, persediaan dapat dijual, nilai aset takberwujud masih bisa dipertahankan, da
seterusnya).
D. KESINAMBUNGAN USAHA
Tiga Tahap dalam Proses Audit atas Kesinambungan Usaha
Tahap 1 - Risk Assessment (Menilai Risiko)
a. Pertimbangkan dan tanya kepada manajemen apakah ada peristiwa (events) atau kondisi
(conditions) yang mungkin menimbulkan keraguan mengenai kemampuan entitas untuK
melanjutkan usahanya sebagai usaha yang berkesinambungan.
b. Reviu penilaian yang dilakukan manajemen (management assessment) tentang
kemungkinan adanya peristiwa atau kondisi tersebut di atas, dan tanggapan atau rencana
manajemen menghadapi peristiwa atau kondisi tersebut.
c. Tetap waspada terhadap peristiwa atau kondisi selama berlangsungnya audit.
Indikator Operasional
1. Niat/rencana manajemen untuk melikuidasi entitas atau berhenti beroperasi.
2. Hilangnya anggota (tim inti) manajemen, tanpa pengganti.
3. Kehilangan pasar yang sangat penting, pelanggan utama, waralaba, lisensi, atau pemasok
utama.
4. Kesulitan dengan SDM, mogok kerja berkepanjangan, bentrokan dalam pabrik, dan
seterusnya.
5. Kekurangan pemasok untuk bahan baku/mesin yang penting.
6. Munculnya saingan baru yang sangat sukses.
Lain-Lain
1. Ketidakpatuhan mengenai kewajiban permodalan.
2. Ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan atau ketentuan statuter
(anggaran dasar).
3. Tuntutan hukum terhadap entitas yang belum final (masih pending), yang jika berhasil,
dapat berdampak buruk (ketidakmampuan entitas memenuhi tuntutan tersebut).
4. Perubahan undang-undang, ketentuan perundang-undangan atau kebijakan pemerintah
yang berdampak buruk bagi entitas.
5. Bencana besar yang tidak diasuransikan atau yang underinsured (asuransi terlalu rendah).
Peristiwa atau kondisi yang merupakan ancaman besar bagi entitas, kadang-kadang dapat
dimitigasi oleh faktor-faktor lain. Contoh, ketidakmampuan entitas melunasi utangnya, diatasi
dengan rencana dan realisasi penjualan aset yang tidak kritikal dalam produksi, pengetatan arus
kas keluar, penjadwalan kembali utang, atau peningkatan modal.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan keraguan besar mengenai kemampuan entitas melanjutkan
usahanya secara berkesinambungan, antara lain keterbatasan dalam:
1. Kemampuan entitas menghadapi kondisi buruk. Entitas kecil dapat bereaksi cepat untuk
menyerap peluang baru, tetapi sering kali mempunyai sumber daya terbatas untuk
melanjutkan usaha.
2. Tersedianya sumber-sumber pembelanjaan. Bank dan kreditur lain menghentikan
pinjaman atau dukungan sama sekali. Atau, pemilik (atau pihak ketiga yang masih terkait
dengan pemilik) menarik dukungan/agunan/jaminan pribadi.
3. Menghadapi perubahan besar seperti kehilangan pemasok utama, pelanggan besar,
pegawai penting, lisensi untuk beroperasi, waralaba, atau perikatan hukum lainnya.
Ketika auditor mengidentifikasi peristiwa atau kondisi tentang kesinambungan usaha, langkah
selanjutnya ialah melakukan prosedur audit tambahan (termasuk mempertimbangkan faktor-
faktor yang memitigasi) untuk menentukan apakah ada ketidakpastian material.
Ketidakpastian Material
Peristiwa atau kondisi dapat diidentifikasi sebagai menimbulkan keraguan besar mengenal
kemampuan entitas melanjutkan usahanya secara berkesinambungan. Ketidakpastian material
timbul jika besaran (magnitude) dan peluang terjadinya (likelihood of occurrence) sedemikian
rupa sehingga auditor berpendapat, harus ada pengungkapan yang tepat mengenai sifat dan
implikasi dari ketidakpastian tersebut, agar laporan keuangan disajikan secara wajar (fair
presentation), atau, agar laporan keuangan tidak menyesatkan (dalam compliance framework atau
kerangka pelaporan keuangan dengan kepatuhan).