Anda di halaman 1dari 24

PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN

PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN
Minggu, 20 Juni 2010

Pelaksana Akademik Mata Kuliah Umum (PAMU) UIEU menyelenggarakan Pelatihan Kewirausahaan bagi calon
wisudawan/wati UIEU pada Kamis, 5 April 2007. Acara ini secara rutin diadakan setiap bulan April dan Oktober sebelum
hari Wisuda dilaksanakan.
Dalam pelatihan ini diharapkan peserta dapat memahami bagaimana cara memulai sebuah usaha, megapa harus
memulai usaha mandiri, apa saja yang harus disiapkan, faktor keberhasilan usaha, bagaimana menjalin hubungan relasi
bisnis, dan banyak lagi kemampuan dan pengetahuan bisnis. Sesi pertama memberikan materi tentang “Creativity and
Business Idea” yang disampaikan oleh Era Soekamto. Sedangkan sesi yang kedua adalah tentang Intrapreneur dan
Entrepreneur yang dibawakan oleh Rene seorang wirausaha pemilik Restaurant Dixie dan Mahi Mahi. Ilmu dan
pengalaman yang dimiliki oleh para trainer dapat memberikan inspirasi dan motivasi peserta dalam berwirausaha,
karena dengan menjadi wirausaha berarti bisa membuka lapangan pekerjaan, sehingga dapat turut serta mengurangi
masalah pengangguran.

« Tahun Baru di Hotel Mustika

Tofu kombinasi »

Pelatihan Kewirausahaan
Pelatihan Kewirausahaan Disnakertranduk Propinsi
Jawa Timur
Dalam rangka menyongsong perdagangan bebas ASEAN tahun 2015 yang tinggal menghitung
bulan. Dinas tenaga kerja propinsi Jawa Timur mengadakan pelatihan dengan tema
“Mempersiapkan Manusia Unggul Dibidang Kewirausahaan untuk Menyongsong Asean Trading
di Hotel Mustika Kabupaten Tuban”. Pelatihan ini di selenggarakan oleh UPT. Pelatihan
Kependudukan Disnakertranduk Propinsi Jawa Timur berkerjasama dengan Mustika Hotel
sebagai penyedia konsumsi dan tempat pelaksanaan pelatihan untuk wilayah Tuban.

Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan selama tiga hari mulai tanggal 3 september sampai dengan
tanggal 5 september 2014. Dimana setiap hari pelatihan ini dihadiri oleh 100 peserta yang
berasal dari seluruh kabupaten Tuban, baik wanita mapun laki-laki, bahkan beberapa peserta
mengajak pula anak-anak mereka selama mengikuti pelatihan.

Pada hari pertama pelatihan seluruh peserta diminta untuk mengisi blangko data diri oleh panitia
penyelenggara untuk kelengkapan data administrasi. Sebagai pertanggungjawaban anggaran
oleh Dinas bersangkutan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan dikemudian hari. Ini
adalah pelatihan ke 6 yang diselenggarakan oleh Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur di Hotel
Mustika Tuban.

Sebelumnya Desnaker Propinsi Jawatimur telah mengadakan kegitan dengan tema antara lain:
1. Akselerasi penguatan produktifitas usaha penduduk korban PHK dan gagal usaha di Jawa
Timur Angakatan I.
2. Akselerasi pembangunan berkelanjutan berbasis kompetensi penduduk dalam menghadapi
pasar global.
3. Peningkatan kesejahteraan penduduk produktif potensial dan ketahanan lingkungan adaptif.
4. Kesiapan penduduk Jawa Timur Dalam Menhadapi pasar Bebas dalam rangka membangun
penduduk prospektif berkelanjutan.
5. Akseleraasi administrasi kependudukan tentang kepemilikan akte kelahiran di Tuban.
Atas kepercayaan dan kerjasamanya kami seluruh jajaran Management mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada panitia penyelenggara dari Disnaker Jawa Timur.
Semoga kedapan kita bisa bekerjasama dengan lebih baik.

PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya manusia dan sumber daya alam.
Potensi negara kepulauan ini sangat besar. Melihat potensi tersebut, khususnya generasi
muda. Jumlah generasi muda sangat besar sekitar 80 juta daru usia 15 sampai 35 tahun.
Paradigma pemuda masih ingin bekerja, padahal lapangan pekerjaan semakin sulit. Pada
tahun 1998 terjadi krisis ekonomi yang besar, oleha karena mulai muncul trend untuk
wirausaha. Sebagian besar pemuda Indonesia menjadi wirausaha, namun adanya
pemahaman yang kurang “pas” terhadap kewirausahaan. Faktor penyebab ketidakinginan
menjadi wirausaha adalah merasa tidak mempunyai modal, merasa tidak berbakat, dan
risiko bisnis terlalu besar. Upaya menyadarkan masyarakat khususnya kelompok sasaran
potensial, seperti: mahasiswa, generasi muda perlu terus dilakukan, terutama mengenai:
modal bukan satu-satunya kunci sukses wirausaha, kesuksesan wirausaha lebih ditentukan
oleh kejelian dan keuletan wirausaha daripada bakatnya, dan risiko usaha dapat
diminimalisasi dengan cara membuat perencanaan bisnis yang baik

Pemerintah sudah melakukan upaya yang komperehensif untuk meningkatkan dan


menggalakkan kewirausahaan. Pada tahun 1995 terbitlah Instruksi Presiden Nomor 4 tahun
1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan
(GNMMK). Tindak lanjut gerakan ini cukup bergema. Seminar, lokakarya, simposium,
diskusi, sampai pelatihan kewirausahaan gaungnya begitu kuat. Pada tahun 2009, keluar
Instruksi Presiden nomor 6 terkait dengan pengembangan ekonomi kreatif. Hal tersebut
menjadi landasan pengembangan kewirausahaan di bidang industri kreatif yang cukup kuat.

B. Deskripsi

Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan
dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Secara epistimologi,
kewirausahaan merupakan suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha atau suatu
proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru dan berbeda. Menurut Thomas W. Zimmerer,
kewirausahaan merupakan gabungan dari kreativitas, keinovasian dan keberanian menghadapi
resiko yang dilakukan dengan cara kerja keras untuk membentuk dan memelihara usaha baru.
Semangat, sikap, tingkah laku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau
kegiatan yang mengarah pada upaya cara kerja, teknologi dan produk baru dengan
meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan layanan yang lebih baik dan menghasilkan
keuntungan yang besar. Oleh karena itulah, kewirausahaan selalu tak terpisah dari kreativitas
dan inovasi. Inovasi tercipta karena adanya daya kreatifiitas yang tinggi.

Dalam materi training ini para peserta akan memperoleh pengetahuan tentang teori
kewirausahaan. Para peserta mampu melakukan perancangan tempat usaha, jenis usaha,
komoditi marketing plan, melaksanakan, merintis dan mengembangkan profesi wirausaha.
Peserta diberikan pembekalan berupa penanaman sikap dan perilaku sebagai seorang
wirausaha yang memiliki etika mengetahui faktor pendorong berkembangnya sebuah usaha,
serta mengetahui success and fail story dari para pengusaha di lapangan, sehingga mendorong
para peserta untuk lebih menekuni profesi sebagai pelaku wirausaha.

C. Tujuan Pelatihan

1. Untuk menanamkan sikap dan perilaku sebagai seorang wirausaha yang memiliki etika,
mengetahui faktor pendorong berkembangnya sebuah usaha, serta mengetahui success
and fail story dari para pengusaha di lapangan, sehingga mendorong para peserta untuk
lebih menekuni profesi sebagai pelaku wirausaha.
2. Meningkatkan semangat, sikap, tingkah laku dan kemampuan seseorang dalam
menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya cara kerja, teknologi dan
produk baru dengan meningkatkan efisiensi.
3. Untuk menciptakan sesuatu yang lain dari orang lain, dengan menggunakan waktu dan
kegiatan yang efektif dalam mencaai tujuan yang ditetapkan.

D. Manfaat Pelatihan

Melalui pelatihan kewirausahaan ini diharapkan peserta memiliki kemampuan:

 Pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dijiwai oleh semangat wirausaha mandiri.
 Kesiapan bekerja, berusaha, dan bermitra usaha yang dijiwai oleh semangat wirausaha.
 Meningkatkan inovasi dan kreativitas dalam pengembangan usaha.
 Pengetahuan praktis dan keterampilan yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha.

E. Materi Pelatihan

 Pengertian Kewirausahaan: dan mempelajari ciri-ciri / karakter kewirausahaan.


 Menumbuhkan minat dan dorongan wirausaha
 Membuat rencana bisnis dan etika bisnis sehingga dapat bersikap professional.
 Bentuk-bentuk usaha dan syarat-syarat pendirian perusahaan serta legalitas usaha.
 Membangun kesiapan mental menjadi pengusaha
 Berani memulai usaha
 Membangun ide-ide bisnis
 Menghadapi tantangan dan rintangan sebagai pengusaha
 Membangun target usaha
 Membangun kreativitas dalam usaha

F. Methodologi

 Ceramah..
 Bermain peran/simulasi.
 Diskusi.
 Pemecahan Masalah/Studi Kasus.
 Observasi/Pengamatan.
 Presentasi.
G. Persyaratan lainnya :

Jumlah Instruktur : 2 (dua) Orang


Jumlah Peserta : 20 – 30 Orang / Angkatan
Peserta : Wirausaha maupun Calon Wirausaha
Lama Pelatihan : 30 Jam Pelajaran atau 3 Hari Pelatihan
Umur : 20 – 45 Tahun
Pendidikan : Minimal SLTP
Biaya Pelatihan : Rp. 1 Juta/org
Fasilitas : - Makan Siang, Snack Pagi & Sore

- Modul

- Tas dan ATK

- Sertifikat
Alternatif Pengadaan
Unit Kultur Jaringan di PPK
menjadi fasilitas perbanyakan tanaman dan pengadaan bibit unggul untuk menunjang pengembangan
wirausaha agribisnis.
JUMAT, 05 SEPTEMBER 2008
PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN PEMUDA
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
1. Sebagai negara berkembang, Indonesia sampai saat ini masih memiliki permasalahan tentang
kualitas sumber daya manusia, yaitu antara lain: a) lama rata-rata pendidikan penduduk usia 15
tahun hanya 7,1 tahun (data tahun 2003); b) proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas yang
bersekolah pada SLTP ke atas hanya 36,2 %; c) angka partisipasi sekolah untuk usia 7 – 12 tahun
tercatat 96, 4 %, usia 13 – 15 tahun 81, 0 % dan usia 16 – 18 tahun adalah 50,97 %.
2. Dalam bidang ketenagakerjaan tercatat bahwa pada tahun 2003 terdapat kelompok
pengangguran terbuka sejumlah 9,5 juta, tahun 2004 sejumlah 10,8 juta, dan pada tahun 2005
sejumlah 11,27 juta. Hal ini menunjukkan peningkatan jumlah penganggur terbuka setiap tahunnya.
Sementara itu, pertumbuhan angkatan kerja secara nasional setiap tahun bergerak meningkat
antara 2,3 juta sampai dengan 2,75 juta, dan pada tahun 2006 tercatat jumlah angkatan kerja 106,3
juta orang (BPS, 2006).
3. Kondisi di atas berkorelasi dengan lambannya pertumbuhan ekonomi yang rata-rata di bawah 8%,
yang secara teori pertumbuhan sebesar itu tidak bisa menyerap seluruh angkatan dan pencari kerja
yang ada.
4. Akibat beberapa permasalahan tersebut, jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat, yaitu
dari 36,1 juta pada tahun 2004 menjadi 54 juta pada tahun 2005, dan pada tahun 2006 terdapat
108,7 juta penduduk yang rentan miskin (world Bank, 2006).
5. Dalam percaturan dunia global, masuknya tenaga kerja dari luar Indonesia ke dalam negeri adalah
hal yang tidak dapat dibendung dengan alasan apapun. Sebaliknya tenaga kerja Indonesia yang
bekerja di luar negeri harus mampu bersaing secara ketat dengan mendemonstrasikan kemampuan
professional yang selalu dibutuhkan oleh pemberi kerja. Kondisi persaingan global tersebut
menuntut penyiapan, pembiasaan dan pendidikan yang memberikan peningkatan sikap, mental dan
kemampuan yang dibutuhkan oleh pasar kerja internasional.
6. Salah satu usaha Pemerintah dan Bangsa Indonesia untuk memecahkan permasalahan di atas dan
mengantisipasi munculnya permasalahan ikutan adalah menggerakkan Gerakan Nasional
Kewirausahaan Pemuda (GNKP) yang berorientasi pemberdayaan dan pengembangan ekonomi
rakyat perdesaan. Gerakan ini diyakini mampu menjadi pemecah masalah-masalah pengangguran,
kemiskinan, keterpurukan ekonomi nasional, ketidakberdayaan ekonomi rakyat, kemandegan
ekonomi perdesaan, kemarjinalan ekonomi rakyat desa, keterbatasan akses bekerja dan berusaha
bagi pemuda dan masyarakat.
7. Dalam usaha menggerakkan GNKP, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Negara Pemuda
dan Olahraga telah menyusun cetak biru (blue print) pengembangan GNKP, yang antara lain berisi
bahwa GNKP diarahkan untuk membangun karakter dan budaya wirausaha di kalangan pemuda,
menanggulangi pengangguran pemuda, membuka peluang usaha dan kesempatan kerja bagi
pemuda, melembagakan usaha ekonomi pemuda yang berdaya saing, mengubah sikap dan budaya
pencari kerja menjadi pencipta lapangan kerja, membentuk pemuda pengusaha unggul, serta
meningkatkan penghasilan, daya beli, dan kesejahteraan masyarakat.
8. Salah satu cara yang didesain untuk mempercepat operasionalisasi GNKP adalah penyelenggaraan
pelatihan kewirausahaan pemuda. Pelatihan ini dirancang untuk para pemuda agar mereka mampu
mengenali keunggulan dan kelemahan dirinya sendiri, mengembangkan keunggulan dan menge-
liminasi kelemahan yang dimilikinya, mengoptimalkan keunggulan-keunggulan lingkungannya
menjadi wahana peningkatan ekonomi produktif, dan pada gilirannya para pemuda menjadi
wirausahawan tangguh dan berkecakapan hidup.
9. Selama ini telah banyak kegiatan-kegiatan kepemudaan di lapangan yang dirancang untuk
meningkatkan pendapatan mereka, termasuk pelatihan–pelatihan keterampilan bermata penca-
harian. Akan tetapi, kegiatan-kegiatan tersebut diselenggarakan secara sendiri-sendiri dan kurang
menyentuh pada perubahan paradigma serta pembentukan mental dan sikap wirausaha. Hal ini
antara lain disebabkan belum adanya pedoman penyelenggaraan yang dapat memandu
penyelenggara pelatihan di lapangan dalam menyelenggarakan pelatihan kewirausahaan pemuda
yang menghasilkan wirausahawan tangguh dan berkecakapan hidup.
10. Oleh karena itu, pedoman penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan pemuda menjadi penting
untuk dihadirkan di lapangan.
B. TUJUAN PEDOMAN
Pedoman penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan pemuda ini bertujuan untuk memberikan
pedoman/ panduan/ acuan kepada pengelola/ penyelenggara program pelatihan dan pelatih dalam
menyelenggarakan pelatihan kewirausahaan pemuda.
C. PENGGUNA (SASARAN) PEDOMAN
Pedoman ini diharapkan dapat digunakan oleh:
1. Penyelenggara pelatihan kewirausahaan pemuda, baik di tingkat pusat maupun daerah;
2. Pelatih kewirausahaan pemuda;
3. Pemangku kepentingan operasionalisasi GNKP.
D. RUANG LINGKUP
Pedoman penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan pemuda ini memuat:
1. Pendahuluan, yang terdiri atas latar belakang, tujuan, sasaran dan ruang lingkup pedoman;
2. Konsep pelatihan kewirausahaan pemuda, yang meliputi konsep pelatihan, konsep
kewirausahaan, dan konsep pemuda;
3. Bagian berikutnya, menguraikan komponen-komponen dan langkah-langkah penyelenggaraan
pelatihan kewirausahaan pemuda secara praktis; dan
4. Uraian terakhir dalam pedoman ini adalah penutup dan beberapa lampiran yang memperjelas
uraian terdahulu.

KONSEP PELATIHAN
KEWIRAUSAHAAN PEMUDA

A. KONSEP PELATIHAN
Malcolm Tight, dalam bukunya Key Concept in Adult Education and Training 2nd Edition,
menyatakan bahwa pelatihan lebih diasosiasikan pada mempersiapkan seseorang dalam
melaksanakan suatu peran atau tugas, biasanya dalam dunia kerja. Namun demikian, pelatihan bisa
juga dilihat sebagai elemen khusus atau keluaran dari suatu proses pendidikan yang lebih umum.
Peter mengemukakan: ”konsep pelatihan bisa diterapkan ketika (i) ada sejumlah jenis keterampilan
yang harus dikuasai, (ii) latihan diperlukan untuk menguasai keterampilan tersebut, (iii) hanya
diperlukan sedikit penekanan pada teori”.
Definisi di atas memberikan penekanan pada ”penguasaan’ tugas atau peran, dan pada kebutuhan
untuk melakukan pengulangan latihan hingga bisa melakukannya sendiri, dan juga menunjukkan
bahwa tindakan yang dilakukan relatif spontan dan tanpa dimotivasi pengetahuan dan pemahaman.
Definisi lainnya menekankan pada tempat dilaksanakannya, seperti yang diungkapkan oleh Goldstein
and Gressner (1988), dimana pelatihan sebagai usaha sistematis untuk menguasai keterampilan,
peraturan, konsep, atau pun cara berperilaku yang berdampak pada peningkatan kinerja. Misalnya,
untuk pelatihan suatu jabatan kerja, setting pelatihan diusahakan semirip mungkin dengan
lingkungan kerja yang sebenarnya. Contoh lainnya, pelatihan juga bisa dilakukan di tempat yang
sangat berbeda dengan lingkungan kerja yang sebenarnya, misalnya di ruang kelas.

Definisi yang kedua ini menambahkan informasi tentang fungsi pelatihan pada definisi pertama,
sehingga lebih memperjelas bahwa pelatihan setidaknya terkait dengan perilaku dalam menghadapi
tugas. Yang perlu dipertanyakan apakah hal ini bisa efektif dilakukan tanpa mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman peserta pelatihan, jika pelatih hanya membangun konsep dan
perilaku peserta pelatihan. Namun definisi kedua ini mempersempit lokasi pelatihan, karena hanya
terfokus pada pelatihan yang berhubungan dengan pekerjaan.
Definisi ketiga berikut ini yang dikemukakan oleh Dearden (1984) lebih memperjelas keluasan
lingkup istilah pelatihan. Menurutnya, pelatihan pada dasarnya meliputi proses belajar mengajar dan
latihan yang bertujuan untuk mencapai tingkatan kompetensi tertentu, atau efisiensi kerja. Sebagai
hasil pelatihan, peserta diharapkan mampu merespon dengan tepat dan sesuai situasi tertentu.
Seringkali pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja yang langsung berhubungan dengan
situasinya.
Dearden lebih memilih menggunakan konsep kompetensi (competences) dibandingkan kinerja
(performance). Dia membatasi konsep tersebut dengan tujuan mempersiapkan peserta untuk
bertindak berdasarkan situasi-situasi yang biasanya terjadi, serta menerapkannya pada saat
melakukan tanggung jawab pekerjaan, baik beban kerja yang lebih kompleks maupun yang lebih
sederhana.
Sebagai suatu pendekatan pembangunan di bidang pendidikan, pelatihan memiliki ciri-ciri yang khas,
antara lain seperti yang diungkapkan oleh Philips H. Coombs dan Manzoer Ahmed, melalui karyanya
”Memerangi Kemiskinan di Pedesaan Melalui Pendidikan Nonformal”. Mereka menyatakan bahwa
ciri khas pelatihan sebagai suatu pendekatan pembangunan adalah sebagai berikut:
diusahakan sedapat mungkin untuk menyesuaikan bahan pengajaran dengan pola budidaya dan
keadaan lingkungan di kampung halaman peserta;
seluruh kursus diselenggarakan sesuai dengan suatu siklus penuh untuk budi daya bersangkutan
bagian terbanyak dari masa pelajaran untuk kerja praktik;
pelajaran di ruang kelas dititik-beratkan pada diskusi dalam kelompok kecil daripada ceramah.
Penyelenggaraan pelatihan hendaknya dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Terkait
dengan ini Eddie Davies, (2005), dalam bukunya The Art of Training and Development, The Training
Manager’s a Handbook, mengajukan 10 langkah efektif menyelenggarakan pelatihan, seperti
diuraikan di bawah ini.
Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan, yaitu mendeteksi permasalahan yang dihadapi saat ini dan
tuntutan masa yang akan datang, khususnya yang dapat diatasi dengan menyelenggarakan
pelatihan.
Mengklarifikasi sasaran pelatihan, yaitu mengkaji kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh peserta
setelah mengikuti program.
Mempertimbangkan peserta/kelompok sasaran dengan mencoba memahami dan mengidentifikasi
kesenjangan calon peserta agar rancangan pelatihan dapat menutup kesenjangan tersebut.
Mengembangkan garis besar program pelatihan, yaitu rencana induk yang disusun secara hierarkis
dan sekuensial.
Memilih metode dan media, yaitu strategi dan perangkat pembelajaran yang aplikatif atau mudah
digunakan dan efektif dalam menghantarkan pesan pembelajaran.
Menyiapkan panduan bagi pemimpin yang meliputi rencana sesi, handouts dan storyboard.
Melakukan ujicoba sesi pelatihan, yaitu menerapkan rancangan pada target yang terbatas untuk
mendeteksi sedini mungkin hal-hal yang menyebabkan kegagalan pelatihan, misalnya ketepatan
waktu, penafsiran yang berbeda, dan lain-lain.
Melaksanakan sesi pelatihan, dengan tetap melakukan pemantauan untuk dapat mendeteksi apakah
pelaksanaan kegiatan merujuk pada rencana yang telah disusun atau tidak.
Melakukan tindak lanjut pelatihan, agar hasil pelatihan dapat diimplementasikan oleh peserta
sekembalinya ke tempat kerja.
Mengevaluasi hasil, yaitu mengukur dan menilai apakah setiap tahapan program menggunakan
biaya sesuai dengan kebutuhan? Apakah terjadi perubahan kinerja ke arah yang positif?, Apakah
biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang diperoleh?
Alur pelaksanaan sepuluh tahapan penyelenggaraan pelatihan di atas, dapat dilihat pada bagan
berikut ini.
MENGIDENTIFIKASI KEBUTUHAN
MENGKLARIFIKASI SASARAN
MEMPERTIMBANGKAN PESERTA
MENGEMBANGKAN GARIS BESAR SESI PELATIHAN
MEMILIH METODE & MEDIA
MENGUJICOBA SESI PELATIHAN
MELAKSANAKAN PELATIHAN
MELAKUKAN TINDAK LANJUT
MENGEVALUASI HASIL
MENYIAPKAN PANDUAN PEMIMPIN
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1

B. KONSEP KEWIRAUSAHAAN
Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan
dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif (Suryana, 2000). Istilah
kewirausahaan berasal dari terjemahan “Entrepreneurship”, dapat diartikan sebagai “the backbone
of economy”, yang adalah syaraf pusat perekonomian atau pengendali perekonomian suatu bangsa
(Soeharto Wirakusumo, 1997:1).
Secara epistimologi, kewirausahaan merupakan suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu
usaha atau suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru dan berbeda. Menurut Thomas W.
Zimmerer, kewirausahaan merupakan penerapan kreativitas dan keinovasian untuk memecahkan
permasalahan dan upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi sehari-hari. Kewirausahaan
merupakan gabungan dari kreativitas, keinovasian dan keberanian menghadapi resiko yang
dilakukan dengan cara kerja keras untuk membentuk dan memelihara usaha baru.
Dalam konteks bahasa Indonesia, kewirausahaan berasal dari kata ”wira” yang berarti berani, gagah,
utama atau perkasa dan ”usaha” yang berati perbuatan yang dilakukan untuk mencapai keinginan
atau tujuan. Dengan kata lain, kewirausahaan adalah pola tingkah laku manusia yang gagah dan
berani untuk mencapai suatu keinginan atau tujuan. Kewirausahaan juga dapat diartikan sebagai :
Mental dan sikap jiwa manusia yang selalu aktif untuk berusaha meningkatkan hasil karyanya dalam
rangka meningkatkan pengahasilannya secara ekonomis.
Suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk mengejar peluang-peluang, memenuhi
kebutuhan hidupnya dan mencapai keinginannya yang dijalani melalui proses inovasi.
Proses dinamis untuk menciptakan kemakmuran
Proses untuk menciptakan sesuatu yang lain dari orang lain, dengan menggunakan waktu dan
kegiatan yang efektif
Semangat, sikap, tingkah laku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan
yang mengarah pada upaya cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi
dalam rangka memberikan layanan yang lebih baik dan menghasilkan keuntungan yang besar.
Sedangkan istilah kewirausahaan yang terdapat dalam kamus bisnis, dianalisa dengan dua
pendekatan, yaitu pendekatan fungsional dan pendekatan kewirausahaan sisi penawaran (sumber
psikologis dan sosiologis). Pendekatan fungsional menekankan peranan kewirausahaan di dalam
perekonomian, seperti mengemban suatu resiko karena melakukan pembelian pada satu tingkat
tertentu, melakukan kegiatan-kegiatan produksi dan inovasi, serta menyebabkan atau memberikan
reaksi terhadap gejolak-gejolak ekonomi. Pendekatan kewirausahaan sisi penawaran menekankan
pada sifat-sifat individual yang dimiliki para pengusaha. Pendekatan ini mengatakan bahwa sifat-sifat
tertentu seperti keinginan untuk berprestasi dan kemampuan untuk mengontrol serta menanggung
resiko dari tindakan yang mereka lakukan sebagai sifat-sifat dari wirausaha.
Menurut Marzuki Usman, pengertian wirausahawan dalam konteks manajemen adalah seseorang
yang memiliki kemampuan dalam menggunakan sumber daya, seperti finansial, bahan mentah dan
tenaga kerja untuk menghasilkan suatu produk baru, bisnis baru, proses produksi ataupun
pengembangan organisasi. Wirausahawan adalah seseorang yang memiliki kombinasi unsur-unsur
internal yang meliputi kombinasi motivasi, visi, komunikasi, optimisme, dorongan semangat dan
kemampuan untuk memanfaatkan peluang usaha. Sedangkan menurut Sri Edi Swasono, dalam
konteks bisnis, wirausahawan adalah pengusaha, tetapi tidak semua pengusaha adalah
wirausahawan. Wirausahawan adalah pionir dalam bisnis, inovator, penanggung resiko, yang
memiliki visi ke depan dan memiliki keunggulan dalam berprestasi di bidang usaha.
Apabila kita perhatikan beberapa pengertian tentang kewirausahaan di atas, maka dapat dikatakan
bahwa kewirausahaan merupakan suatu pola tingkah laku manajemen yang terpadu. Kewirausahaan
adalah upaya pemanfaatan peluang-peluang yang tersedia tanpa mengabaikan sumber daya yang
dimilikinya. Oleh karena itulah, kewirausahaan selalu tak terpisah dari kreativitas dan inovasi. Inovasi
tercipta karena adanya daya kreatifiitas yang tinggi. Kreatifitas adalah kemampuan untuk membawa
sesuatu yang baru ke dalam kehidupan. Kreatifitas merupakan sumber yang penting dari kekuatan
persaingan, karena lingkungan cepat sekali berubah. Untuk dapat memberikan tanggapan terhadap
perubahan tersebut, manusia harus kreatif. Pemikiran kreatif merupakan motivator yang sangat
besar karena membuat orang tertarik pada pekerjaannya. Pemikiran kreatif juga memberikan
kemungkinan bagi setiap orang untuk mencapai keinginan dan tujuan dalam hidupnya.
Sejalan dengan tuntutan perubahan yang cepat pada paradigma pertumbuhan yang wajar dan
perubahan ke arah globalisasi yang menuntut adanya keunggulan, pemerataan, dan persaingan,
maka dewasa ini terjadi perubahan paradigma pendidikan. Pendidikan kewirausahaan telah
diajarkan sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri yang independen, yang menurut Soeharto
Prawirokusumo adalah disebabkan oleh:
Kewirausahaan berisi “body of knowledge” yang utuh dan nyata (distinctive), yaitu ada teori, konsep,
dan metode ilmiah yang lengkap.
Kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang memiliki objek tersendiri, yaitu kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda
Kewirausahaan merupakan alat untuk menciptakan pemerataan berusaha dan pemerataan
pendapatan atau kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur.
Sikap dari seorang wirausaha yang utama adalah tidak tergantung kepada orang lain. Ia percaya
bahwa pengetahuan, keterampilan dan waktu adalah modal utama untuk meraih keberhasilan.
Bantuan dari orang lain, hanya diperlukan jika memang suatu pekerjaan sudah tidak dapat
dilakukannya sendiri. Seorang wirausaha harus memiliki sikap dan mental sebagai berikut :
Penuh Perhitungan dan Berdaya Cipta
Menjadi seorang wirausaha, salah satunya memerlukan sikap penuh perhitungan. Sikap ini
diperlukan karena dalam berwirausaha harus tumbuh sikap sikap berani menghadapi tantangan. Jika
keberanian menghadapi tantangan tidak diawali dengan sikap penuh perhitungan, bisa jadi hasil
yang akan didapatkan hanyalah kegagalan.
Sikap penuh perhitungan dapat dimiliki jika membiasakan diri untuk bertindak teliti/kritis, hemat dan
memilih kegiatan yang beresiko rendah.
Tangguh
Seorang wirausaha harus bersikap tangguh, mereka pantang mundur/menyerah pada keadaan, tidak
mudah puas terhadap prestasi yang telah dicapai. Ia ingin mencapai prestasi yang lebih baik, ingin
lebih maju dari apa yang telah dimilikinya sekarang. Orang yang bersikap tangguh memiliki beberapa
sifat, antara lain percaya diri, ulet, tekun, rajin dan sabar, berani bersaing.
Berdaya cipta
Sikap berdaya cipta seorang wirausaha, antara lain :
a. Berprakarsa (inisiative), atau disebut juga berusaha, maksudnya adalah suatu tekad atau kemauan
seseorang untuk berbuat atau melakukan sesuatu demi kemajuan.
b. Berpikir ke depan/maju. maksudnya mampu meramalkan, melihat dan memperkirakan apa yang
akan terjadi di waktu yang akan datang.
c. Terbuka terhadap perubahan dan pembaharuan, maksudnya selalu menerima pendapat orang lain
dan mampu menerima kritik dari orang lain demi kemajuan.
d. Kreatif dalam memecahkan masalah. Maksudnya memiliki kemampuan dalam mencari jalan
keluar jika menghadapi kesulitan dalam berusaha dengan cara melihat dari berbagai sisi.
Bertanggung Jawab
Sikap tanggung jawab adalah sikap yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha. Salah satu kunci
keberhasilan seseorang dalam berusaha adalah adanya sikap bertanggung jawab dan jujur yang akan
tercermin pada perkataan dan perbuatannya.
Dalam ajaran Islam, ada beberapa sifat atau karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang
wirausahawan, yaitu :
1. Memiliki pengetahuan dan keahlian
Keahlian dapat dimiliki seseorang, di mana ia mau untuk terus menerus mempelajari dan latihan
usaha. Hasil pekerjaan atau gagasan orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan pasti akan
berbeda, begitu juga hasil penjualannya-pun akan berbeda dengan orang yang sudah
berpengalaman dan memiliki pengetahuan yang baik tentang manajemen wirausaha. Alquran
menerangkan bahwa, “Katakanlah, “Adakah sama orang-orang yang berpengetahuan dengan orang-
orang yang tidak berpengetahuan...?” (QS. Az-Zumar [39]: 9).
2. Jujur
Kejujuran adalah segala-galanya dalam dunia bisnis maupun dalam segala hal, orang yang jujur pasti
akan disenangi dan dapat dipercaya, untuk itu kejujuran harus menjadi bagian dari seorang
wirausahawan, jujur dalam ucapan, jujur dalam promosi, jujur dalam memberikan keterangan
produk, jujur dalam timbangan dan jujur dalam pembayaran. Rasulullah Muhammad SAW
menerangkan dalam hadisnya bahwa, “Pedagang yang jujur lagi terpercaya, bersama-sama para
Nabi dan orang-orang benar dan syuhada.” (HR. Tirmidzi dan Hakim)
3. Sabar dan pekerja keras
Sikap ini sangat penting dalam membangun suatu usaha. Sabar, ulet, pekerja keras, adalah bagian
awal kesuksesan seorang pengelola usaha, seperti dijelaskan sebuah hadis : “Maka hendaklah
engkau sabar seperti sabarnya para Rasul yang memiliki kemauan keras” (QS. Al-Ahqaf [46]: 35).
Sabar bukan berarti pasrah, sabar adalah kegigihan untuk tetap berpegang teguh kepada ketetapan
Allah. Kesabaran adalah sebuah proses aktif, kombinasi antara ridha dan ikhtiar. Bukan proses diam
atau pasif.
4. Istiqamah dan pantang menyerah
Sikap istiqamah dan pantang menyerah harus senantiasa ada dalam setiap diri pengelola bisnis.
Semangat bekerja, pengadaan, pelayanan dan semua aktivitas berwirausaha harus benar-benar
berada pada garis istiqamah (kontinuitas).Alquran mengajarkan bahwa : “Maka hendaklah engkau
istiqamah sebagaimana diperintahkan kepadamu” (QS. Asy-Syura [45]:15)
5. Tawakal
Sikap tawakal adalah sikap menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berikhtiar semaksimal
mungkin. Seperti riwayat orang yang menambatkan kudanya, kata nabi “Tambatkan dulu, barulah
engkau bertawakal!’. Ikhtiar dulu dengan semakasimal mungkin, tapi setelah itu kita serahkan
semuanya kepada kehendak Allah. Sebagaimana dalam sebuah ayat, yang artinya, “Lalu apabila
kamu besungguh-sungguh akan melakukan sesuatu, maka berserah dirilah kepada Allah (QS. Ali
Imran [3]:159).
6. Berzakat dan berinfaq
Mengeluarkan zakat dan infaq harus menjadi budaya seseorang yang bergerak dalam bidang bisnis.
Harta yang dikelola dalam bidang bisnis, laba yang diperoleh harus disisihkan sebagian untuk
membantu orang yang membutuhkan. Sebuah hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Muslim
menyatakan: “Tidaklah harta itu akan berkurang karena disedekahkan dan Allah tidak akan
menambahkan orang yang suka memberi maaf kecuali kemuliaan. Dan tidaklah seorang yang suka
merendahkan diri karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.”
7. Silaturahmi
Wirausahawan seringkali melakukan silaturahmi dengan mitra bisnisnya ataupun dengan
langganannya. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam bahwa seorang Islam harus selalu mempererat
silaturahmi satu sama lain. Manfaat silaturahmi ini di samping mempererat ikatan persaudaraan,
juga sering kali membuka peluang-peluang bisnis yang baru. Hadis Nabi menyatakan: “Siapa yang
ingin murah rizkinya dan panjang umurnya, maka hendaklah ia mempererat hubungan silaturahmi”
(HR. Bukhari).

C. KONSEP PEMUDA
Definisi pemuda, setidaknya memiliki tiga unsur atau tiga sudut pandang, yaitu menyangkut batasan
usia pemuda sifat atau karakteristik pemuda, dan tujuan dari aktivitas kepemudaan.
Secara biologis, yang digolongkan pemuda adalah mereka yang berumur antara 15 sampai dengan
30 tahun. Dari segi psikologis, kematangan seorang pemuda dimulai pada usia 21 tahun, sedang
batasan manusia muda sebagai generasi penerus generasi terdahulu menentukan usia antara 18
sampai 30 tahun dan kadang-kadang mencapai usia 40 tahun.
Menyesuaikan dengan tingkatan usia yang terjadi pada setiap manusia, maka pemuda dapat
digolongkan kepada tingkatan diantara akhir masa remaja sampai dengan akhir dewasa awal, atau
dengan kategori usia berada antara umur 18 hingga 40 tahun. Berdasarkan letaknya yang berada di
antara akhir masa remaja sampai akhir dewasa awal, maka pemuda memiliki ciri-ciri yang secara
positif dan negatif disatukan sebagai berikut:
1. Kemampuan koginitifnya sudah penuh, hal ini tercermin dari kemampuan pemuda dalam
mengetahui dan memahami suatu persoalan yang pada akhirnya dapat membentuk sikap pemuda
terhadap permasalahan yang dihadapinya,
2. Kematangan emosional, bahwa pemuda dengan dilandasi kemampuan berpikirnya dapat
mengendalikan dan menempatkan emosinya dalam menghadapi permasalahan.
3. Fungsi reproduksinya meningkat, sejalan dengan perkembangan biologis seorang pemuda adalah
kelompok manusia yang lebih siap untuk menikah dan memiliki keturunan.
4. Banyak masalah, bahwa pemuda memang kaya akan ide-ide, dan ide ini sendiri dilandasi oleh
nilai-nilai ideal. Namun tidak semua ide dan keinginan tersebut dapat terwujud karena kondisi di
masyarakat sulit sekali mewujudkan nilai ideal tersebut.
5. Keterasingan sosial, kemampuannya untuk berpikir ideal dan tidak memihak acapkali mendorong
pemuda pada keadaan yang terasing dari lingkungan sosial
6. Rasa tanggung jawab yang tinggi, hal ini dilandasi keinginan untuk mewujudkan segala sesuatu
yang menjadi keinginannya. Akibatnya segala sesuatu yang dikerjakan, dilakukannya secara
bertanggung jawab.
7. Kreatif dan inovatif, hal ini berkaitan dengan penciptaan ide-ide atau pemikiran-pemikiran yang
berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi.
8. Ketergantungan dengan generasi yang lebih tua, hal ini dilandasi kenyataan pemuda itu masih
kurang akan pengalaman dan pengalaman itu adanya pada generasi yang lebih tua.
Pemuda sebagai suatu kategori sosial harus didefinisikan secara tegas, bukan sekedar “yang berjiwa
muda.” Hal ini akan menyebabkan penyalahgunaan secara politis atau pengatasnamaan pemuda
sehingga aspirasi mereka sebagai suatu kelompok usia terwakili. Pengembangan kepemudaan harus
dilakukan .secara “incorporated” melibatkan semua potensi bangsa secara menyeluruh sehingga
terdapat suatu konsistensi secara nasional (big push).
Golongan pemuda perlu memperoleh perhatian khusus, karena:
1. Mereka menjadi incaran pemasaran hasil industri (segmen pasar yang potensial). Segmentasi ini
cenderung dikembangkan oleh pasar, sehingga anak muda menjadi suatu subkultur yang berbeda
dengan kultur orang dewasa. Hal ini bisa memperbesar gejala “generation gap”.
2. Strategis dan khas secara budaya dan kondisi fisik serta emosional
3. Mengalami persoalan besar sebagai pembayar hutang bangsa, menghadapi globalisasi,
pendukung paradigma pembangunan yang baru.

PENYELENGGARAAN PELATIHAN
KEWIRAUSAHAAN PEMUDA

A. MAKNA PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN PEMUDA


Pelatihan Kewirausahaan Pemuda adalah suatu proses kegiatan peningkatan pengetahuan, sikap dan
keterampilan tentang kewirausahaan yang diperuntukkan bagi para pemuda, agar mereka
mengenali, berminat dan mampu menjadi wirausahawan tangguh.
B. PENJENJANGAN PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN PEMUDA
Penjenjangan dalam pelatihan kewirausahaan pemuda, dilakukan supaya pelaksanaan pelatihan
dapat mencapai tujuan yang diharapkan dan sesuai dengan karakter kelompok sasaran serta
keluaran yang akan dihasilkan. Terdapat tiga jenjang pelatihan, yaitu 1) Pelatihan Kewirausahaan
Pemuda Tingkat Dasar (PKP-TD), 2) Pelatihan Kewirausahaan Pemuda Tingkat Lanjutan (PKP-TL), 3)
Pelatihan Kewirausahaan Pemuda Tingkat Pengembangan (PKP-TP). Secara lebih jelas penjenjangan
dalam pelatihan kewirausahaan pemuda, dapat dilihat pada table yang terdapat di bawah ini.

Jenjang

Kom
ponen
PKP-TD
PKP- TL
PKP-TP
Kelompok Sasaran
PKP-TD ditujukan bagi para pemuda yang memiliki minat berwirausaha atau pemuda yang baru
memulai berusaha dengan skala modal 1 (satu) juta sampai dengan 10 (sepuluh) juta.
PKP-TD ditujukan bagi para pemuda yang memiliki minat berwirausaha dan telah melakukan bisnis
dengan skala modal 11 juta sampai dengan 30 juta.
PKP-TD ditujukan bagi para pemuda yang memiliki minat berwirausaha dan telah memiliki usaha/
bisnis dengan skala modal 31 juta ke atas
Tujuan
Peserta pelatihan memahami tentang hakekat dan makna wirausaha, memiliki kemampuan untuk
mengenali potensi diri dan lingkungannya, mampu merancang tujuan dan proses optimalisasi
potensi diri dan lingkungannya bagi peningkatan taraf hidupnya, mampu menetapkan jenis usaha
yang sustainable dan profitable melalui analisis yang rasional dan berdasar kelayakan usaha tertentu
§ Peserta pelatihan memahami tentang hakekat dan makna wirausaha, memiliki kemampuan untuk
mengenali potensi diri dan lingkungannya, mampu merancang tujuan dan proses optimalisasi
potensi diri dan lingkungannya bagi peningkatan taraf hidupnya, mampu menetapkan jenis usaha
yang sustainable dan profitable melalui analisis yang rasional dan berdasar kelayakan usaha tertentu
§ Peserta Pelatihan dapat mengenal pola berpikir wirausaha serta meningkatkan pemahaman
manajemen (organisasi, produksi, keuangan dan pemasaran)
§ Peserta pelatihan memahami tentang hakekat dan makna wirausaha, memiliki kemampuan untuk
mengenali potensi diri dan lingkungannya, mampu merancang tujuan dan proses optimalisasi
potensi diri dan lingkungannya bagi peningkatan taraf hidupnya, mampu menetapkan jenis usaha
yang sustainable dan profitable melalui analisis yang rasional dan berdasar kelayakan usaha tertentu
§ Peserta Pelatihan Menguasai cara melakukan akses informasi dan pasar serta teknologi, cara
pembentukan kemitraan usaha, strategi dan etika bisnis, serta pembuatan rencana bisnis atau studi
kelayakan yang diperlukan pemuda agar lebih siap dalam pengelolaan usaha yang sedang akan
dilaksanakan
Materi (minimal)
§ Undang-undang dan Peraturan yang berhubungan dengan dunia usaha di Indonesia
§ Mengenal kemampuan dan kelemahan diri
§ Dasar-dasar kewirausahaan;
§ Konsep diri pemuda;
§ Pengenalan dan cara pengembangan potensi diri;
§ Pengenalan dan cara pengembangan potensi lingkungan;
§ Membangun sikap&mental wirausaha;
§ Analisis dan cara menetapkan jenis usaha
§ cara merancang tujuan dan rencana peningkatan taraf hidup
§ Pola berpikir wirausaha
§ Pemahaman manajemen (organisasi, produksi, keuangan dan pemasaran)
§ Mengenal kemampuan dan kelemahan diri
§ Dasar-dasar kewirausahaan;
§ Konsep diri pemuda;
§ Pengenalan dan cara pengembangan potensi diri;
§ Pengenalan dan cara pengembangan potensi lingkungan;
§ Membangun sikap&mental wirausaha;
§ Analisis dan cara menetapkan jenis usaha
§ cara merancang tujuan dan rencana peningkatan taraf hidup
§ Konsep dasar AMT (Achievement Motivation Training)
§ Semangat jiwa kewirausahaan (the spirit of entrepreneurshp)
§ Undang-undang dan Peraturan yang berhubungan dengan dunia usaha di Indonesia
§ Melakukan akses informasi dan pasar serta teknologi
§ Pembentukan kemitraan usaha, strategi dan etika bisnis, serta pembuatan rencana bisnis atau
studi kelayakan yang
diperlukan untuk berwirausaha
§ Teknik-teknik Business Forecasting merupakan suatu usaha untuk mendapatkan informasi bisnis di
masa depan
§ Penggunaan perangkat dalam bentuk software yang modern sekaligus mudah digunakan
Metode
§ Ceramah..
§ Bermain peran/simulasi.
§ Diskusi.
§ Penugasan/Projeck work..
§ Pemecahan Masalah/Studi Kasus.
§ Observasi/Pengamatan.
§ Presentasi.

§ Permainan bisnis (business game


§ Penanaman Sikap dilakukan melalui pembiasaan dan pemberanian melakukan sesuatu.
§ Pembekalan Teknis
§ Pembekalan pengalaman awal.
§ Pengamatan langsung melalui pemagangan atau studi banding
§ Praktik kerja lapangan
§ Praktikum dan Simulasi wirausaha Pengembangan jaringan usaha
§ Penanaman Sikap,
§ Pembukaan Wawasan,
§ Pembekalan Teknis. pemuda.
§ Pembekalan pengalaman awal.
§ Pengamatan langsung melalui pemagangan atau studi banding
§ Praktik kerja lapangan
Keluaran
Daftar potensi diri masing-masing peserta, daftar potensi lingkungan/tempat tinggal masing-masing
peserta, naskah rancangan tujuan dan proses peningkatan income, dan focus jenis usaha
peningkatan income.

Daftar potensi diri dan lingkungan, naskah rancangan tujuan dan proses peningkatan income, focus
jenis usaha, naskah analisis usaha, naskah perencanaan usaha, pelaksanaan usaha dan
pengadministrasian usaha, prosedur teknis produksi komoditas usaha.
Daftar lembaga dan cara melakukan akses informasi dan pasar serta teknologi, naskah cara
pembentukan kemitraan usaha, strategi dan etika bisnis, serta naskah rencana bisnis atau studi
kelayakan, naskah pengelolaan dan pengembangan usaha.
Waktu
6 (enam) hari atau 60 JP (jam pelajaran)
10 (sepuluh) hari atau 100 JP
15 (lima belas) hari atau 150 JP

C. PERLENGKAPAN DAN BAHAN


Sarana belajar yang digunakan dalam pelatihan kewirausahaan pemuda ini, adalah :
1. Paket alat tulis kesekretariatan.
2. Paket perlengkapan peserta
3. Modul pelatihan
4. Perlengkapan pelatihan antara lain: OHP, papan tulis, pengeras suara, clip board. spidol, kertas
lebar, 40 kursi.
5. Ruang belajar
6. Instrumen/ format: biodata, daftar penerimaan peserta, format penerimaan perlengkapan
peserta, daftar hadir (peserta, fasilitator, panitia), format penilaian kinerja fasilitator dan
peyelenggaraan pelatihan .
7. Tempat praktik/sumber belajar pengelolaan bisnis (inkubasi bisnis).
D. TEMPAT DAN WAKTU
Pelatihan Kewirausahaan Pemuda diselenggarakan di lokasi/ di daerah di mana terdapat komoditas
yang akan dikembangkan, dan di lokasi tersebut terdapat kelompok-kelompok wirausaha pemuda
(misalnya, kelompok usaha pemuda produktif/ KUPP).
Sedangkan waktunya disesuaikan dengan perputaran musim (jika terkait dengan pengembangan
komoditas) dan operasionalisasi program Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan (SP-3) serta
jenjang pelatihan yang akan dilaksanakan.

E. PENYELENGGARA, PELATIH (FASILITATOR),


DAN PESERTA

1. Penyelenggara
Penyelenggara pelatihan terdiri atas pegawai dinas pendidikan/ pemuda provinsi dan kabupaten/
kota yang ditetapkan oleh kepala dinas pendidikan/ pemuda provinsi.
Susunan organisasi penyelenggara disarankan sebagai berikut :
a. Ketua, yang memiliki lingkup tugas antara lain : 1) merencanakan dan mempersiapkan
pelaksanaan pelatihan; 2) mengkoordinasikan kegiatan persiapan, pelaksanaan dan pelaporan; 3)
memimpin dan mengawasi pelaksanaan pelatihan; dan 4) memimpin kegiatan-kegiatan kesekre-
tariatan.
b. Sekretaris, yang bertugas antara lain : 1) membantu ketua dalam perencanaan dan pelaksanaan
pelatihan; 2) menyelesaikan tugas administrasi dan persuratan dalam hubungannya dengan
penyelenggaraan pelatihan; 3) mendokumentasikan proses penyelenggaraan pelatihan; 4)
menyusun laporan.
c. Bendahara, yang bertugas: 1) membantu ketua untuk melaksanakan pembiayaan pelatihan; 2)
menyusun anggaran dan mengajukan kepada ketua untuk diambil keputusan; 3) menyusun
pertanggungjawaban penggunaan anggaran.
d. Bagian Pengajaran&Penilaian, yang bertugas antara lain : 1) bersama pelatih mengembangkan
modul/ bahan ajar pelatihan; 2) memantau, mengendalikan dan menilai proses dan hasil pelatihan;
3) menyiapkan sarana dan prasarana di kelas dan tempat praktik; 4) mencatat berbagai kegiatan
yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelatihan.
2. Pelatih
a. Pelatih ditetapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan/Pemuda sejumlah sesuai kebutuhan, dengan
kualifikasi minimal : 1) berpengalaman melatih secara andragogis; 2) menguasai materi yang akan
dilatihkannya; 3) menguasai dasar-dasar kewirausahaan, psikologi pemuda dan pembangunan
perdesaan.
b. Pelatih bertugas antara lain bekerjasama di antara sesama pelatih, bekerjasama dengan
penyelenggara dan peserta, menyusun modul pelatihan, mengelola pembelajaran, menilai proses
dan hasil pembelajaran.
c. Pelatih diusahakan dari lembaga pemerintah, lembaga keuangan dan lembaga usaha dan industri
guna memperlancar proses tindak lanjut pelatihan berupa pembinaan implementasi hasil pelatihan
oleh peserta di lapangan.

3. Peserta
Peserta pelatihan terdiri atas peserta program/ kegiatan kewirausahaan pemuda atau kelompok
usaha pemuda produktif dan sejenisnya, diutamakan yang dibina/ didampingi oleh peserta program
Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan (SP-3). Setiap kelas/ angkatan tidak lebih dari 40
(empat puluh) peserta. Peserta harus memiliki minat berwirausaha dan telah memulai melakukan
usaha.

F. LANGKAH-LANGKAH PENYELENGGARAAN
Pelatihan Kewirausahaan Pemuda diselenggarakan melalui beberapa langkah kegiatan sebagai
berikut :
1. Mengidentifikasi Kebutuhan Pelatihan
Sebelum pelatihan diselenggarakan, dinas pengelola program peningkatan partisipasi pemuda perlu
melakukan identifikasi terhadap kebutuhan dan potensi-potensi penyelenggaraan pelatihan.
Identifikasi kebutuhan pelatihan dimaksudkan untuk mencari dan menetapkan jenis-jenis
kemampuan wirausaha yang harus dimiliki pemuda peserta pelatihan, yang selanjutnya
diterjemahkan kedalam materi-materi pelatihan. Secara umum perkiraan materi pelatihan
kewirausahaan pemuda sesuai penjenjangannya dijelaskan pada bagian terdahulu. Fungsi
identifikasi dalam hal ini adalah mengklarifikasi, memverifikasi dan mendetailkan materi-materi
tersebut.
Identifikasi secara khusus dan utama ditujukan untuk menetapkan jenis komoditas usaha yang
menguntungkan dilihat dari berbagai aspek, terutama aspek pengembangan kepemudaan dan
ekonomi masyarakat desa. Oleh karena itu, identifikasi perlu diawali dengan menelaah rencana
pengembangan perekonomian daerah yang tercakup dalam dokumen rencana strategis
pembangunan daerah. Dokumen tersebut menggambarkan paling tidak tentang kluster-kluster
pengembangan ekonomi produktif berikut jenis-jenis komoditasnya.
Setelah jelas lokasi pengembangan ekonomi produktif yang ditetapkan, maka selanjutnya Dinas
perlu merancang program Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan (SP-3) ditugaskan pada
lokasi tersebut. Juga program-program lainnya yang memiliki mainstream pengembangan kewira-
usahaan seperti KUPP perlu dialokasikan untuk memperkuat pengembangan ekonomi produktif di
lokasi tersebut.
Hal lain yang perlu diidentifikasi adalah potensi-potensi penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan,
baik yang positif maupun negative, yang meliputi tenaga ahli (pelatih dan narasumber), permodalan,
bantuan sarana, teknologi dan pemasaran. Potensi-potensi tersebut dapat dari perseorangan
maupun kelompok dan kelembagaan.
2. Menyusun Desain Pelatihan
Desain pelatihan merupakan bagian dari gran desain (Grand Design) pengembangan kewirausahaan
pemuda yang dijabarkan dari rencana pengembangan ekonomi daerah. Oleh karenanya,
penyusunan desain pelatihan perlu memperhatikan tujuan dan target yang terdapat pada gran
desain di atas.
Desain pelatihan mencakup gagasan dan rencana kerja pelatihan yang berorientasi pada
pengembangan kewirausahaan pemuda. Dalam konteks ini, pelatihan diartikan bukan hanya
pembelajaran dalam kelas, tetapi termasuk juga pembimbingan dan pendampingan di alam
kerja/lapangan. Juga mencakup tiga tahap (level) pelatihan seperti tersebut di atas.
Desain pelatihan paling tidak menguraikan aspek-aspek sebagai berikut :
a. Latar belakang, yang menguraikan data dan alasan mengapa diperlukan pelatihan kewirausahaan
pemuda, termasuk di dalamnya alasan tentang pengembangan ekonomi produktif melalui budi daya
komoditas tertentu.
b. Dasar pelaksanaan; menguraikan dasar yuridis pelaksanaan pelatihan, meliputi peraturan-
peraturan daerah, keputusan-keputusan pejabat daerah.
c. Tujuan pelatihan; menjelaskan tentang kompetensi lulusan/peserta pelatihan, baik berkenaan
dengan penguasaan dan pembiasaan sikap/mental kewirausahaan, pengelolaan usaha maupun
teknis usaha.
d. Tujuan pelatihan dirumuskan sesuai penjenjangan pelatihan kewirausahaan pemuda.
e. Materi pelatihan; menguraikan tentang materi atau substansi yang akan dilatihkan kepada peserta
pelatihan, sehingga mereka menguasai kompetensi-kompetensi lulusan yang telah dirancang dalam
tujuan pelatihan. Materi pelatihan berkisar pada kebijakan-kebijakan pemerintah tentang
kewirausahaan pemuda, teori dan aplikasi/ pengalaman wirausaha dan teknik atau kiat-kiat sukses
berwirausaha.
f. Materi pelatihan disusun dalam sesi-sesi yang sikuentif dan sistematis dengan alokasi waktu tiap
sesi 45 sampai dengan 90 menit.
g. Metode dan teknik pelatihan; menguraikan tentang metode pelatihan yang akan digunakan
berikut teknik-teknik pembelajarannya. Metode pelatihan yang disarankan adalah pembelajaran di
kelas, pembiasaan dan pelatihan di lapangan melalui belajar dari pengalaman dan pemecahan
masalah.
h. Pemilihan metode dan teknik pembelajaran perlu memperhatikan penjenjangan pelatihan
kewirausahaan pemuda, agar proses pelatihan menjadi segar dan menyenangkan bagi peserta.
i. Sarana dan prasarana pelatihan; menguraikan tentang gedung tempat latihan dan alat-alat,
perlengkapan serta media-media belajar yang akan digunakan dalam pelatihan. Untuk sarana perlu
mempertimbangkan setiap peserta pelatihan menggunakannya dengan leluasa dan aman,
terutaama pada penetapan alat-alat praktik.
j. Pelatih dan Panitia; menguraikan tentang kualifikasi dan tugas pelatih serta panitia. Pelatih dipilih
dari lembaga atau individu yang kompeten di bidangnya serta memiliki jaringan yang kuat dan luas
tentang permodalan, pemasaran dan bantuan teknis usaha.
k. Peserta pelatihan; menguraikan tentang profil, kualitikasi dan tugas peserta pelatihan. Juga
mencakup jumlah dan asal daerah/ lembaga peserta. Dirancang pula pengelompokkan peserta
dalam pembelajaran dan penerapan hasil belajarnya di lapangan.
l. Waktu dan Tempat pelatihan; menjelaskan tentang lokasi pelatihan berikut nama tempat dan
alamatnya, lama waktu pelatihan, mulai tanggal berapa, bulan apa sampai dengan tanggal dan bulan
berapa.
m. Prosedur dan jadwal pelatihan; mendeskripsikan tentang langkah-langkah sekwentif yang akan
dilakukan, mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan penilaian serta tindak lanjut. Tahap-tahap
kegiatan tersebut diuraikan dalam jadwal kerja pelatihan. Jadwal kerja menginformasikan tentang
kegiatan, waktu, tempat dan petugas yang melaksanakan kegiatan tersebut.
n. Biaya; menguraikan tentang pos-pos pembiayaan dan jumlah biaya serta sumber pembiayaan.
3. Menyusun Kurikulum Pelatihan
Kurikulum pelatihan disusun sebagai penjabaran tujuan dan materi pelatihan yang tercantum dalam
desain.
Kurikulum disusun dalam bentuk matrik Garis Besar Program Pelatihan (GBPP) yang mencakup : a.
Pokok bahasan/ sub pokok bahasan; b. Tujuan pembelajaran; c. Sillabi (pokok-pokok materi); d.
Metode belajar; e. Media belajar; f. Teknik evaluasi; dan g. Waktu.
Kurikulum pelatihan pada dasarnya merupakan skenario penyajian materi dalam pelatihan, yang
berfungsi memandu pelatih dan panitia dalam memproses pembelajaran dalam pelatihan. Kurikulum
akan menjelaskan tentang urutan materi-materi, apa yang harus dilakukan pelatih, apa isi bahan
belajar yang harus disiapkan pelatih, dan rangkaian antarkeluaran dari setiap pembelajaran sehingga
mewujudkan keluaran akhir pelatihan.
4. Menyusun Bahan Belajar
Bahan belajar perlu disiapkan oleh panitia penyelenggara pelatihan, dengan cara pertama
menetapkan nama-nama pelatih yang dilibatkan dalam pelatihan; kedua melakukan diskusi dengan
seluruh pelatih untuk mengorientasi mereka tentang pelatihan kewirausahaan pemuda yang akan
dilaksanakan dan peran mereka dalam pelatihan tersebut; ketiga meminta tiap pelatih bertanggung
jawab terhadap materi yang ditugaskan kepadanya, termasuk menyiapkan bahan belajar dan alat
evaluasi. Dalam hal pembuatan bahan belajar perlu disepakati format dan sistematika penulisan,
agar mengesankan keseragaman.
5. Mengadakan persiapan pelatihan.
Hal – hal yang perlu dipersiapkan berkenaan dengan pelatihan, setelah desain, kurikulum dan bahan
belajar ada adalah yang terkait dengan akomodasi, logistik dan persuratan. Paling tidak kegiatan-
kegiatan berikut perlu dilakukan dalam rangka persiapan pelatihan kewirausahaan pemuda :
a. penyiapan tempat pelatihan, termasuk tempat menginap (jika dirancang untuk menginap), tempat
praktik dan tempat/ gedung untuk kegiatan belajar dalam kelas.
b. penyiapan surat-surat dan administrasi lainnya, antara lain:
1) surat panggilan untuk peserta pelatihan. Dalam surat ini minimal harus tercakup tentang nama
pelatihan, waktu dan tempat pelatihan, jadwal pelatihan, persyaratan atau bahan-bahan yang harus
dipersiapkan/dibawa oleh peserta.
2) surat undangan pembukaan pelatihan untuk pejabat dan mitra serta pelatih dan narasumber;
3) surat permohonan tenaga pelatih/ narasumber pelatihan;
4) surat-surat keputusan pejabat (kepala dinas) tentang susunan kepanitiaan, pelatih dan peserta
pelatihan;
5) daftar hadir, blanko data pribadi peserta dan pelatih;
6) blanko pemantauan proses pelatihan;
7) blanko pendaftaran.
c. pengadaan alat tulis kantor (ATK) pelatihan dan perlengkapan keperluan peserta dan pelatih
(training kit).
d. Perbanyakan bahan-bahan belajar dan alat evaluasi.
e. Mengadakan rapat akhir persiapan pelatihan.
f. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengecek dan memeriksa segala kelengkapan peralatan dan
bahan serta kesiapan tenaga pelatih, panitia dan narasumber. Melalui kegiatan ini dapat diketahui
dan diambil tindakan untuk hal-hal yang diketahui masih belum optimal disiapkan.
6. Melaksanakan Pelatihan
Pelaksanaan pelatihan kewirausahaan pemuda dimulai dengan pendaftaran peserta dan pelatih/
narasumber, menempatkan mereka di penginapan yang disiapkan, membagikan training kit,
mengondisikan pelatih, mengadakan upacara pembukaan, menjelaskan proses dan hasil pelatihan
kepada peserta, mengadakan test awal, mengolah dan menginformasikan hasil test awal kepada
pelatih, mengatur pelatih sesuai jadwal, memantau proses pembelajaran yang dikreasikan pelatih,
mengondisikan review harian untuk menilai kemajuan pembelajaran, menilai proses dan hasil
pelatihan, merancang kegiatan tindak lanjut, dan diakhiri dengan upacara penutupan serta
penjelasan kegiatan tindak lanjut pelatihan.
7. Menyusun Laporan
Laporan penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan pemuda perlu disusun sebagai
pertanggungjawaban penyelenggara dan untuk memberikan informasi menyeluruh tentang proses
dan hasil penyelenggaraan pelatihan kepada pihak-pihak yang berkompeten. Laporan seyogyanya
disusun bersamaan pada saat pelaksanaan pelatihan, sehingga diharapkan pada saat upacara
penutupan draft laporan sudah berwujud.
Sistematika laporan disarankan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, menguraikan latar belakang, tujuan, dasar dan ruang lingkup laporan;
Bab II Pelatihan Kewirausahaan Pemuda, menguraikan tentang komponen-komponen pelatihan
seperti tujuan, sarana, peserta, pelatih, waktu, tempat, biaya dan sebagainya.
Bab III Proses dan Hasil Pelatihan, menguraikan tahapan-tahapan penyelenggaraan pelatihan berikut
hasil yang diperolehnya, baik hasil per tahapan maupun hasil akhir pelatihan.
Bab IV Kesimpulan dan Saran, menguraikan masalah-masalah yang muncul dan usaha-usaha
pemecahannya, kesimpulan pelatihan dan saran-saran yang diajukan untuk memperbaiki hasil
pelatihan di lapangan dan penyelenggaraan pelatihan serupa di masa yang akan datang.
Laporan juga perlu menampilkan profil peserta, pelatih dan panitia serta gambaran kurikulum dan
bahan belajar yang diberikan dalam pelatihan. Hal-hal tersebut ditampilkan dalam lampiran.
8. Menyusun Rencana Tindak Lanjut
Rencana tindak lanjut berisi kegiatan–kegiatan untuk memperkuat implementasi hasil pelatihan oleh
peserta di lapangan. Kegiatannya berupa pembimbingan dan pendampingan terhadap peserta
dengan area dampingan meliputi pembiasaan prilaku wirausaha, perencanaan usaha, pembukuan
usaha, membangun dan menjalin kemitraan usaha, pemupukan modal usaha, kerjasama teknis
usaha dan pemasaran hasil usaha.
Tindak lanjut pada kenyataannya dilaksanakan secara kerjasama dengan instansi pemerintah dan
lembaga usaha dan industri serta lembaga keuangan. Oleh karena itu, dalam rancangan tindak lanjut
perlu dibangun kerjasama dan sinergi program dengan mereka sejak awal.

G. BIAYA
Sumber biaya berasal dari anggaran pemerintah pusat dan daerah serta anggaran swasta yang tidak
mengikat. Jumlahnya disesuaikan dengan standar harga satuan setempat. Pos-pos pembiayaan dan
besarannya mengacu pada peraturan dan petunjuk teknis yang dikeluarkan pemerintah.
H. PEMANTAUAN, PENILAIAN, PEMBINAAN DAN PELAPORAN
1. Pemantauan
Pemantauan pelatihan merupakan kegiatan yang melekat dengan pelaksanaan proses pelatihan.
Pemantauan adalah kegiatan untuk melihat/ mengamati proses pelatihan, terutama interaksi
peserta dengan peserta, peserta dengan pelatih, pelatih dengan pelatih dalam pembelajaran dan
pengaktualisasian sikap dan perilaku wirausaha.
Pemantauan dilaksanakan oleh petugas khusus dari kepanitiaan dengan menggunakan alat/
instrument yang telah disiapkan sebelumnya. Instrumen pemantauan harus dapat merekam/
mencatat semua kegiatan yang dilakukan pelatih dan peserta dalam pembelajaran.
Rekaman/catatan hasil pemantauan merupakan masukan utama bagi kegiatan penilaian proses
pelatihan.
2. Penilaian
Penilaian secara sederhana dapat dimaknai suatu usaha membandingkan antara kenyataan yang
terjadi dengan proses atau tujuan pelatihan yang telah dicanangkan. Dalam pelatihan kewirausahaan
pemuda penilaian dilakukan terhadap pencapaian tujuan-tujuan tiap mata latih dan tujuan akhir
pelatihan. Untuk menilai kemampuan/ pemahaman awal peserta terhadap materi-materi pelatihan
dapat dilakukan dengan pre test .
Penilaian perlu dirancang dengan menggunakan instrument dan petugas yang adil. Oleh karena itu,
penilaian perlu menggunakan indicator dan ukuran yang tegas dan jelas.
Teknik-teknik penilaian yang digunakan meliputi test dan portopolio. Secara urutan penilaian
dilakukan setelah hasil pemantauan diperoleh.
3. Pembinaan
Pembinaan adalah usaha untuk memperbaiki proses pelatihan dan pencapaian tujuan pelatihan yang
tidak sesuai dengan scenario pelatihan yang dirancang. Pembinaan dilakukan secara rutin harian
atau insidental. Pembinaan harian berupa pertemuan panitia, pelatih untuk mereview hasil dan
proses pelatihan untuk kemudian memperbaikinya dengan rencana-rencana perbaikan yang
disepakati.
Pembinaan pelatihan kewirausahaan pemuda juga dilakukan dalam implementasi hasil pelatihan
oleh peserta di lapangan nyata dalam bentuk pendampingan.
4. Pelaporan
Mengelola data dan melaporkan hasil pemantauan, penilaian dan pembinaan selama proses
pelaksanaan pelatihan kewirausahaan pemuda dan hasil nyata yang dinikmati oleh peserta pelatihan
merupakan inti kegiatan pelaporan.
Pelaporan dilakukan secara berjenjang dari tingkat kabupaten/ kota ke tingkat provinsi dan
selanjutnya ke tingkat pusat.

I. TINDAK LANJUT
Setelah laporan selesai disusun, maka kegiatan berikutnya adalah merencanakan dan melaksanakan
tindak lanjut pelatihan. Bentuk kegiatannya minimal mencakup 4 (empat) kegiatan sebagai berikut.
1. Evaluasi dampak dari pelatihan.
Kegiatan ini dilakukan minimal 4 (empat) bulan setelah pelatihan dilaksanakan, bertujuan untuk
mengukur dan menilai apakah pelatihan yang telah dilakukan mempunyai dampak terhadap
penguasaan kewirausahaan pemuda dan terhadap pendapatan pemuda dan masyarakat sekitarnya.
Dampak ini bisa bersifat negatif dan positif. Evaluasi dampak dilakukan oleh tim independen untuk
menjamin obyektivitas.
2. Penguatan implementasi hasil pelatihan berupa bimbingan teknis.
Sejak penilaian akhir pelatihan, tingkat penguasaan materi pelatihan oleh masing-masing peserta
telah diketahui. Bahkan setelah dilakukan evaluasi dampak makin jelas siapa-siapa yang harus dibina
lebih lanjut pasca pelatihan dan siapa-siapa yang harus diberikan perlakuan khusus. Oleh karena itu,
bimbingan teknis kepada setiap peserta menjadi mutlak dilakukan, agar terjamin proses
implementasi hasil peltihan oleh peserta, yang pada akhirnya terjamin pula terciptanya
wirausahawan-wirausahawan yang tangguh.
3. Pemberian bantuan modal
Salah satu pembinaan pasca pelatihan kewirausahaan adalah pemberian bantuan modal, karena
wirausahawan pemula sangat membutuhkannya. Oleh karena itu, skema pembantuan modal perlu
dirancang sebagai bagian tidak terpisahkan dalam sistem penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan
pemuda.
4. Penguatan jaringan pemasaran
Hal penting lainnya untuk pembinaan paska pelatihan terhadap alumnus pelatihan kewirausahaan
pemuda adalah menciptakan iklim kondusif bagi penguatan jaringan pemasaran yang lebih luas yang
dilakukan oleh alumnus.

PENUTUP

Pedoman penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan pemuda merupakan salah satu acuan dalam
penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan pemuda. Harapan yang muncul semoga pedoman ini
benar-benar memberikan petunjuk atau acuan bagi para penyelenggara pelatihan di daerah,
sehingga tujuan menggerakkan GNKP yang salah satunya melalui pelatihan dapat dicapai lebih cepat.
Dalam menerapkan pedoman ini, pihak penyelenggara di daerah dapat melakukan penyesuaian dan
modifikasi sesuai dengan situasi dan kondisi daerah yang menyelenggarakan, dengan tidak
mengurangi sedikit pun tujuan pelatihan yang tercantum di dalam pedoman.

DAFTAR PUSTAKA
BPKB Jayagiri, Depdikbud. (1999). Pelatihan Tutor Bidang Studi Paket B Terpadu Dengan Pendidikan
Mata Pencaharian. Bandung: BPKB Jayagiri.

BP-PLSP Regional II Jayagiri. (2005). Panduan Pengelolaan Program Pemberdayaan Pemuda Melalui
Manajemen PKBM. Ditjen PLS, Depdiknas. Bandung.

Eddie Davies. (2005). The Art of Training and Development, The Training Manager’s a Handbook
(terjemahan). P.T. Gramedia: Jakarta.

Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga RI. (2005). Rencana strategis tahun 2005-2009. Jakarta.

Malcolm Tight. (2002). Key Concept in Adult education and training 2nd Edition, Routledge Falmer.
London.

Manzoor Ahmed, Philips H. Coombs. (1973). Memerangi kemiskinan di Pedesaan Melalui Pendidikan
Nonformal. Publikasi Bank Dunia.
Moch. Syamsuddin, dkk. (2000). Mengenal dasar-dasar Wirausaha. Bandung: BPKB Jayagiri.

________________, (2000). Mengenali Potensi Wirausaha. Bandung: BPKB Jayagiri.


Diposkan oleh bamosya.com di 01.57

Reaksi:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Anda mungkin juga menyukai