Anda di halaman 1dari 11

MODUL PERKULIAHAN

Metode
Pelaksanaan
Bangunan
Bertingkat

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Teknik Sipil dan Teknik Sipil 11022 Prihadmadi Anggoro Seno, ST, MT
Perencanaan
05

Abstract Kompetensi
Proyek gedung bertingkat memiliki Pemahaman mengenai metode
karakteristik yang spesifik, khususnya pelaksanaan bangunan bertingkat
dalam teknologi pelaksanaannya.
Pembahasan

Proyek gedung bertingkat memiliki karakteristik yang spesifik, khususnya dalam


teknologi pelaksanaannya. Sifat yang spesifik ini perlu diperhatikan dalam rangka
penyusunan metode pelaksanaan. Beberapa hal yang spesifik antara lain sebagai berikut:
1. Urutan pekerjaan tiap bagian pekerjaan sangat terkait dengan bagian pekerjaan
yang lain, sehingga perlu disusun urutan pelaksanaannya. Bila urutan kegiatan
disusun tidak tepat, maka akan menimbulkan berbagai masalah pelaksanaan, yang
dapat berdampak pada tidak tercapainya sasaran efisiensi dan efektivitas. Urutan
kegiatan pelaksanaan ini pun juga dapat berubah sesuai dengan penemuan cara-
cara pelaksanaan yang baru.
2. Jenis pekerjaan bangunan gedung, dikenal memiliki banyak jenis kegiatan dan
memerlukan banyak jenis material dengan berbagai macam spesifikasi. Bahkan jenis
material konstruksi pun ikut berkembang sesuai dengan penemuan-penemuan baru
yang dihasilkan. Untuk dapat merinci jenis kegiatan pada bangunan gedung secara
lengkap diperlukan kemampuan menyusun work breakdown structures.
3. Kegiatan pengangkutan vertikal. Angkutan vertikal ini merupakan jantungnya
kegiatan dari proyek gedung bertingkat dan sangat besar pengaruhnya terhadap
kelancaran pelaksanaan. Oleh karena itu sistem angkutan vertikal ini harus
direncanakan sebaik-baiknya, baik untuk angkutan tenaga kerja maupun angkutan
material dan diperlukan juga penggunaan peralatan yang semakin canggih, seperti
tower crane, climbing crane, passenger hoist dan lain sebagainya.
4. Keselamatan Kerja. Banyak kegiatan pekerjaan yang rawan terhadap kecelakaan,
baik disebabkan oleh manusia, alat, material, maupun desain dan metode yang tidak
aman. Oleh karena itu safety plan sangat diperlukan, baik untuk menjaga
keselamatan orang yang bekerja pada bangunan itu, dan orang yang mungkin
berada di sekitar tempat bangunan. Begitu juga terhadap keamanan bangunan itu
sendiri selama proses pelaksanaan.
5. Keterbatasan Lokasi. Pada umumnya letak lokasi proyek ada di tengah kota yang
terbatas areal kerjanya. Sehingga diperlukan suatu perencanaan site (site plan) yang
baik, untuk menjamin kelancaran proses pelaksanaan pekerjaan. Perencanaan site
plan ini harus dianggap penting karena akan berpengaruh pada kelancaran
pelaksanaan, di mana meletakkan perkantoran, pergudangan, jalan kerja, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini kita patut untuk meniru perencanaan tata letak mesin-

2018 Metode Pelaksanaan dan Alat Berat


2 Prihadmadi Anggoro Seno
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mesin pada suatu pabrik, yang direncanakan dengan sempurna untuk'memperoleh
tingkat produktivitas yang maksimal.
6. Air Tanah. Khususnya untuk bangunan bertingkat yang memiliki ruang basement
yang dalam, kondisi air tanah setempat akan cukup berpengaruh pada proses
pelaksanaan. Dari beberapa kondisi yang spesifik tersebut di atas, maka proses
pelaksanaan gedung bertingkat tinggi, sangat perlu didahului dengan
pekerjaanpekerjaan persiapan untuk menjamin kelancaran dan keamanan proses
tersebut. Pekerjaan-pekerjaan persiapan tersebut, yang biasanya masuk dalam
poses preliminaries, di mana besarnya cukup berarti terhadap total biaya proyek.
Untuk beberapa proyek besar, pos tersebut dapat mencapai lebih dari 10% dari total
biaya.

PEKERJAAN PERSIAPAN
Sebelum pekerjaan pokok dimulai, untuk menjamin lancarnya pelaksanaan perlu
dilakukan dan dipikirkan hal-hal yang mempengaruhinya, antara lain sebagai berikut:
1.Access Road (Jalan Masuk)
Untuk keperluan transportasi/pengangkutan raw material, fabricc ed material,
peralatan dan lain lain, maka diperlukan access road yang cukup memadai, baik lebarnya
maupun kekuatan strukturnya. Access Road ini ditinjau dari lokasinya ada dua, yaitu:
 Off Site Access. Jaringan jalan yang ada di luar lokasi dimanfaatkan sebagai access
road. Untuk ini perlu diketahui hal-hal sebagai:
a. apakah ada yang perlu pelebaran
b. apakah ada yang perlu perkuatan
c. apakah ada peraturan lalu lintas atau peraturan daerah yang perlu
diperhatikan.
 On Site Access. Di dalam lokasi sendiri, diperlukan juga jalan untuk transportasi
dalam lokasi dan pergerakan dari peralatan yang digunakan. On site access ini perlu
direncanakan sebaik-baiknya, terutama untuk menghindari gangguan yang ada di
dalam lokasi seperti:
a. gangguan di atas (over head obstruction)
b. gangguan di permukaan tanah (ground obstruction)
c. gangguan di bawah tanah (underground obstruction)
Perencanaan access ini menjadi satu kesatuan dalam perencanaan site (site plan).
2. Site Plan
Lahan pada lokasi proyek, perlu direncanakan sebaik-baiknya untuk keperluan
menampung dan mengatur seluruh kegiatan yang ada di lokasi meliputi:
a. kantor (office)

2018 Metode Pelaksanaan dan Alat Berat


3 Prihadmadi Anggoro Seno
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
b. gudang (terbuka dan tertutup )
c. barak kerja/tempat fabrikasi
d. on site access
e. fasilitas-fasilitas kerja lain, seperti car wash misalnya.
Bila lahan lokasi proyek sangat terbatas, maka perlu pemanfaatan lahan lain yang
berdekatan atau bila terpaksa menggunakan lahan bangunan permanen secara sementara
dengan penjadwalan yang detail dan rinci, agar tidak terlalu mengganggu kelancaran
pekerjaan.
3. Pedoman Pengukuran
Agar bangunan dapat diletakkan pada posisi yang diinginkan sesuai rencana maka
diperlukan pedoman-pedoman pengukuran. Pedoman pengukuran yang diperlukan adalah:
a. Pedoman titik koordinat, hal ini diambil dari "Bench Mark" (BM) yang ada di
sekitar/di dekat lokasi atau berpedoman pada bangunan yang telah ada.
b. Pedoman elevasi, untuk dapat menetapkan elevasi ± 0 untuk bangunan
tersebut.
Kedua pedoman tersebut harus selalu dijaga agar tidak mengalami perubahan dan
senantiasa harus dicek kernbali, sampai dengan pedoman tersebut telah dipindahkan pada
bagian bangunan yang telah dilaksanakan, secara tetap.
4. Alat Angkat
Kegiatan transportasi vertikal adalah merupakan jantungnya kegiatan pelaksanaan,
oleh karena itu pemilihan alat angkat yang digunakan serta letak dan pergerakannya perlu
ditetapkan/direncanakan lebih dahulu.
4.1 Jenis Alat Angkat
Dari objek yang diangkat, maka alat angkat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Alat angkat barang-barang kecil dan tenaga kerja/orang yaitu: passenger hoist.
Passenger hoist ini berbentuk boks yang tertutup dan memiliki pintu untuk keluar
masuk, dan dilayani oleh seorang operator di dalamnya untuk mengoperasikannya.
Boks tersebut bergerak secara vertikal pada tiang rangka baja yang menempel pada
gedung.
2. Alat angkut barang-barang besar dan berat, yaitu: mobile crane dan atau tower
crane. Mobile crane ada dua jenis yaitu wheel (roda ban) dan crawler (rantai baja),
biasanya digunakan untuk mengangkat barang yang tidak tinggi (2 atau 3 lantai).
Sedangkan tower crane, digunakan untuk transportasi vertikal pada pelaksanaan
gedung bertingkat tinggi. Tower crane ada tiga jenis, yaitu:
 Static base crane, berdiri secara tetap pada fondasi dan untuk kekakuannya
diangkut ke bagian gedung yang selesai dibangun.

2018 Metode Pelaksanaan dan Alat Berat


4 Prihadmadi Anggoro Seno
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
 Rail mounted crane atau traveling crane, berdiri bebas dan dapat bergerak
sepanjang rail yang ada.
 Climbing crane, bergerak ke atas dengan bertumpu pada lantai bangunan
yang telah selesai dan terletak di tengah-tengah gedung yang dibangun.
Kapasitas tower crane tergantung dari jenis dan tipe tower crane, serta panjang
lengan pada saat mengangkat (makin panjang lengan angkatnya, kemampuan angkatnya
menurun).
4.2 Letak Alat Angkat
Untuk mobile crane, karena sifatnya yang dapat bergerak bebas, tidak tergantung
pada letaknya. Tetapi yang perlu dipikirkan adalah manuver/pergerakannya efisien atau
tidak. Sedangkan untuk tower crane dan passenger hoist, perlu direncanakan letaknya
secara tepat karena akan mempengaruhi produktivitas kerja.Sedangkan untuk tower crane
dan passenger hoist, perlu direncanakan letaknya secara tepat karena akan mempengaruhi
produktivitas kerja.
1. Letak passenger hoist
Letak passenger hoist diupayakan sebagai berikut : a. Sedekat mungkin dengan
pusat dari daerah yang dilayani b. Tidak terlalu banyak mengganggu kegiatan
pekerjaan finishing.
2. Letak tower crane/climbing crane
Letak tower crane diupayakan sebagai berikut: a. Memiliki daerah pelayanan yang
maksimal b. Dapat memanfaatkan struktur bangunan sebagai fondasi c. Over swing
tower crane tidak mengganggu pihak lain (seperti bangunan, jalan raya, jalan kereta
api, dan lain-lain). d. Khusus climbing crane, struktur tempat berpijak cukup kuat
menahan climbing crane selama operasi.
Desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan
bangunan. Proses desain merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang
membutuhkan keahlian dalam mengolahnya. Proses ini dibedakan menjadi dua bagian
(Zuhriyadi, 2008):
 Tahap pertama.
Desain umum yang merupakan peninjauan umum dari garis besar keputusan-
keputusan desain. Tipe struktur dipilih dari berbagai alternatif yang memungkinkan.
Tata letak struktur, geometri atau bentuk bangunan, jarak antar kolom, tinggi lantai
dan material bangunan telah ditetapkan dengan pasti pada tahap ini.
 Tahap kedua.
Desain terperinci yang antara lain meninjau tentang penentuan besar penampang
lintang balok, kolom, tebal pelat dan elemen struktur lainnya. Kedua proses ini saling
mengait.

2018 Metode Pelaksanaan dan Alat Berat


5 Prihadmadi Anggoro Seno
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Secara garis besar, struktur bangunan dibagi menjadi 2 bagian sama, yaitu struktur
bangunan di atas tanah sering disebut struktur atas (upper structure), sedangkan struktur
bangunan yang ada di dalam tanah, sering disebut struktur bawah (sub structure).
Suatu bangunan gedung beton bertulang yang berlantai banyak sangat rawan
terhadap keruntuhan jika tidak direncanakan dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan suatu
perencanaan struktur yang tepat dan teliti agar dapat memenuhi kriteria kekuatan (strenght),
kenyamanan (serviceability), keselamatan (safety), dan umur rencana bangunan (durability)
(Hartono, 1999). Beban-beban yang bekerja pada struktur seperti beban mati (dead load),
beban hidup (live load), beban gempa (earthquake), dan beban angin (wind load) menjadi
bahan perhitungan awal dalam perencanaan struktur untuk mendapatkan besar dan arah
gaya-gaya yang bekerja pada setiap komponen struktur, kemudian dapat dilakukan analisis
struktur untuk mengetahui besarnya kapasitas penampang dan tulangan yang dibutuhkan
oleh masing-masing struktur (Gideon dan Takim, 1993). Pada perencanaan struktur atas ini
harus mengacu pada peraturan atau pedoman standar yang mengatur perencanaan dan
pelaksanaan bangunan beton bertulang, yaitu Standar Tata Cara Penghitungan Struktur
Beton nomor: SK SNI T-15-1991-03, Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983,
Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung tahun 1983, dan lain-lain
(Dipohusodo, 1994).

Struktur Atas
Struktur atas atau upper structure adalah elemen bangunan yang berada di atas permukaan
tanah, meliputi : atap, pelat, kolom, balok, balok anak, dan tangga.
a. Atap
Atap adalah struktur yang berfungsi melindungi bangunan beserta apa yang ada di
dalamnya dari pengaruh panas dan hujan. Bentuk atap tergantung dari beberapa faktor,
misalnya : iklim, arsitektur, modelitas bangunan, dan menyerasikannya dengan rangka
bangunan atau bentuk daerah agar dapat menambah keindahan dari bangunan tersebut.
b. Pelat
Pelat merupakan panel-panel beton bertulang yang mungkin tulangannya dua arah atau
satu arah saja, tergantung pada sistem strukturnya. Kontinuitas penulangan pelat diteruskan
ke dalam balok-balok dan diteruskan ke dalam kolom. Dengan demikian sistem pelat secara
keseluruhan menjadi satu-kesatuan bentuk rangka struktur bangunan kaku statis tak tentu
yang sangat kompleks. Perilaku masing-masing komponen struktur dipengaruhi oleh
hubungan kaku dengan komponen lainnya. Beban tidak hanya mengakibatkan timbulnya
momen, gaya geser, dan lendutan langsung pada komponen struktur yang menahannya,
tetapi komponen-komponen struktur lain yang juga berhubungan juga ikut berinteraksi
karena hubungan kaku antar komponen. (Dipohusodo, 1994) Berdasarkan perbandingan

2018 Metode Pelaksanaan dan Alat Berat


6 Prihadmadi Anggoro Seno
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
antara bentang panjang dan bentang pendek pelat dibedakan menjadi dua, yaitu pelat satu
arah (one way slab) dan pelat dua arah (two way slab).
1. Pelat Satu Arah Pelat satu arah (one way slab) adalah pelat yang didukung pada
dua tepi yang berhadapan saja sehingga lendutan yang timbul hanya satu arah
saja, yaitu pada arah yang tegak lurus terhadap arah dukungan tepi. Dengan
kata lain pelat satu arah adalah pelat yang mempunyai perbandingan antara sisi
panjang dan sisi pendek yang saling tegak lurus lebih besar dari dua dengan
lendutan utama pada sisi yang lebih pendek. (Dipohusodo, 1994). SNI beton
2002 memberikan tinggi penampang (h) minimal pada balok maupun pelat,
apabila pemeriksaan terhadap lendutan tidak dihitung.

2. Pelat Dua Arah Pelat dua arah (two way slab) adalah pelat yang didukung
sepanjang keempat sisinya dengan lendutan yang akan timbul pada dua arah
yang saling tegak lurus kurang dari dua. Contoh pelat dua arah adalah pelat yang
ditumpu oleh 4 (empat) sisi yang saling sejajar. Karena momen lentur bekerja
pada dua arah, yaitu searah dengan bentang lx dan bentang ly, maka tulangan
pokok juga dipasang pada arah yang saling tegak lurus (bersilangan), sehingga
tidak perlu tulangan bagi. Tetapi pada pelat daerah tumpuan hanya bekerja
momen lentur satu arah saja, sehingga untuk daerah tumpuan ini tetap dipasang
tulangan pokok dan tulangan bagi. Bentang ly selalu dipilih ≥ lx, tetapi momennya
Mly selalu ≤ Mlx, sehingga tulangan arah lx (momen yang besar) dipasang di
dekat tepi luar (urutan ke-1). (Ali Asroni, 2010)

2018 Metode Pelaksanaan dan Alat Berat


7 Prihadmadi Anggoro Seno
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
c. Kolom
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga
beban aksial desak vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga
dimensi lateral terkecil. Kolom berfungsi sebagai pendukung beban-beban dari balok
dan pelat, untuk diteruskan ke tanah dasar melalui fondasi. Beban dari balok dan
pelat ini berupa beban aksial tekan serta momen lentur (akibat kontinuitas
konstruksi). Oleh karena itu dapat didefinisikan, kolom ialah suatu struktur yang
mendukung beban aksial dengan atau tanpa momen lentur. (Ali Asroni, 2010) Kolom
adalah struktur yang mendukung beban dari atap, balok, dan berat sendiri yang
diteruskan ke pondasi. Secara struktur kolom menerima beban vertikal yang besar,
selain itu harus mampu menahan beban-beban horizontal bahkan momen atau
puntir/torsi akibat pengaruh terjadinya eksentrisitas pembebanan. Untuk menentukan
dimensi penampang yang diperlukan, hal yang perlu diperhatikan adalah tinggi
kolom perencanaan, mutu beton dan baja yang digunakan dan eksentrisitas
pembebanan yang terjadi.

2018 Metode Pelaksanaan dan Alat Berat


8 Prihadmadi Anggoro Seno
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Balok
Balok adalah bagian struktur yang berfungsi sebagai pendukung beban vertikal dan
horizontal. Beban vertikal berupa beban mati dan beban hidup yang diterima pelat lantai,
berat sendiri balok dan berat dinding penyekat yang diatasnya. Sedangkan beban horizontal
berupa beban angin dan gempa. Pada balok yang melengkung ke bawah akibat beban luar,
pada dasarnya ditahan oleh kopel gaya-gaya dalam yang berupa tegangan tekan dan tarik.
Jadi pada serat-serat balok bagian tepiatas akan menahan tegangan tekan, dan semakin ke
bawah tegangan tekan tersebut akan semakin kecil. Sebaliknya, pada serat-serat balok
bagian tepi-bawah akan menahan tegangan tarik, dan semakin ke atas tegangan tariknya
akan semakin kecil pula. Pada bagian tengah, yaitu pada batas antara tegangan tekan dan
tarik, serat-serat balok tidak mengalami tegangan sama sekali (tegangan tekan maupun
tariknya bernilai nol). Serat-serat yang tidak mengalami tegangan tersebut membentuk suatu
garis yang disebut garis netral.

2018 Metode Pelaksanaan dan Alat Berat


9 Prihadmadi Anggoro Seno
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Beban yang bekerja pada balok biasanya berupa beban lentur, beban geser maupun
torsi (momen puntir), sehingga perlu baja tulangan untuk menahan beban-beban tersebut.
Tulangan ini berupa tulangan memanjang atau tulangan longitudinal (yang menahan beben
lentur) serta tulangan geser/begel (yang menahan beban geser/torsi). (Ali Asroni, 2010).
d. Tangga
Tangga merupakan suatu komponen struktur yang terdiri dari plat, bordes
dan anak tangga yang menghubungkan satu lantai dengan lantai di atasnya.
Tangga mempunyai bermacam-macam tipe, yaitu tangga dengan bentangan arah
horizontal, tangga dengan bentangan ke arah memanjang, tangga terjepit sebelah
(Cantilever Stairs) atau ditumpu oleh balok tengah., tangga spiral (Helical Stairs),
dan tangga melayang (Free Standing Stairs).
e. Dinding Geser
Dinding Geser (shear wall) adalah suatu struktur balok kantilever tipis yang langsing
vertikal, untuk digunakan menahan gaya lateral. Biasanya dinding geser berbentuk
persegi panjang, Box core suatu tangga, elevator atau shaft lainnya, dan biasanya
diletakkan di sekeliling lift, tangga atau shaft guna menahan beban lateral tanpa
mengganggu penyusunan ruang dalam bangunan.
f. Atap adalah bagaian paling atas dari suatu bangunan, yang melilndungi gedung dan
penghuninya. Permasalahan atap tergantung pada luasnya ruang yang harus
dilindungi, bentuk dan konstruksi yang dipilih, dan lapisan penutupnya. Di daerah
tropis atap merupakan salah satu bagian terpenting. Struktur atap terbagi menjadi
rangka atap dan penopang rangka atap.

2018 Metode Pelaksanaan dan Alat Berat


10 Prihadmadi Anggoro Seno
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka

1. Asroni,Ali.2010. Balok dan Pelat Beton Bertulang edisi


pertama.Yogyakarta: Graha Ilmu.
2. Dipohusodo, Istimawan. 1994. Struktur Beton Bertulang. Jakarta: Gramedia
pustaka utama.
3. Gideon Kusuma, Takim Andriono, 1993, Desain Struktur Rangka Beton
Bertulang di Daerah Rawan Gempa, Jakarta, Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai