Anda di halaman 1dari 19

Beberapa informasi kesehatan update dengan beberapa sumber buku dan jurnal

Wednesday, 8 October 2014

ASUHAN KEBIDANAN BERPERSPEKTIF GENDER DAN HAM

Pelanggaran atau kurangnya perhatian terhadap hak asasi manusia berdampak buruk bagi kondisi
kesehatan (misal praktik tradisional yang membahayakan, perlakuan menganiaya/tidak
berperikemanusiaan, kekerasan terhadap perempuan dan anak). Oleh karena itu bidan harus
mendukung kebijakan dan program yang dapat meningkatkan hak asasi manusia didalam menyusun
dan melaksanakannya (misal tidak ada diskriminasi, otonomi individu, hak untuk perpartisipasi).
Karena perempuan lebih rentan terhadap penyakit, dapat dilakukan langkah-langkah untuk
menghormati dan melindungi perempuan (misal terbebas dari diskriminasi berdasarkan ras, jenis
kelamin, peran gender, hak atas kesehatan, makanan, pendidikan dan perumahan).

Konfederasi Bidan Internasional (ICM) mendukung seluruh upaya untuk memberdayakan


perempuan dan untuk memberdayakan bidan sesuai hak asasi manusia dan sebuah pemahaman
tentang tanggung jawab yang dipikul seseorang untuk memperoleh haknya.

ICM menyatakan keyahinannya, sesuai dengan Kode Etik Kebidanan (1993), visi dan strategi global
ICM (1996), definisi bidan yang dikeluarkan oleh ICM/FIGO/WHO dan deklarasi universal PBB
tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa perempuan patut dihormati harkat dan
martabatnya sebagai manusia dalam segala situasi dan pada seluruh peran yang dilalui sepanjang
hidupnya.

Konfederasi juga meyakini bahwa seluruh individu harus diperlakukan dengan rasa hormat, atas
dasar kemanusiaan, dimana setiap orang harus merujuk pada hak asasi manusia dan bertanggung
jawab atas konsekuensi atau tindakan untuk menegakkan hak tersebut dan salah satu peran penting
bidan adalah untuk memberikan secara lengkap, komprehensif, penuh pengertian, Up to date, dan
berdasarkan ilmu pendidikan serta informasi dasar sehingga dengan pengetahuannya
perempuan/keluarga dapat berpartisipasi di dalam memilih dan memutuskan serta menyusun dan
menerapkan pelayanan kesehatan mereka.

Penerapan sebuah etika dan pendekatan hak asasi manusia pada pelayanan kesehatan harus
menghormati budaya, etnis.ras, gender dan pilihan individu yang tidak membahayakan kesehatan
dan kesejahteraan.

A. Konsep dasar kebidanan komunitas


1. Definisi Kebidanan Komunitas
Konsep merupakan kerangka ide yang mengandung suatu pengertian tertentu.
Kebidanan berasal dari kata “bidan“. Menurut kesepakatan antara ICM; IFGO dan WHO tahun
1993, mengatakan bahwa bidan (midwife) adalah “seorang yang telah mengikuti pendidikan
kebidanan yang diakui oleh Pemerintah setempat, telah menyelesaikan pendidikan tersebut dan
lulus serta terdaftar atau mendapat izin melakukan praktek kebidanan” (Syahlan, 1996 : 11).
Definisi Bidan menurut Ikatan Bidan Indonesia (IBI) adalah “ seorang wanita yang mendapat
pendidikan kebidanan formal dan lulus serta terdaftar di badan resmi pemerintah dan
mendapat izin serta kewenangan melakukan kegiatan praktek mandiri” (50 Tahun IBI).
Kebidanan (Midwifery) mencakup pengetahuan yang dimiliki dan kegiatan pelayanan
untuk menyelamatkan ibu dan bayi. (Syahlan, 1996 : 12). Sedangkan Komunitas berasal dari
bahasa Latin yaitu “Communitas” yang berarti kesamaan, dan juga “communis” yang berarti
sama, publik ataupun banyak. Dapat diterjemahkan sebagai kelompok orang yang berada di
suatu lokasi/ daerah/ area tertentu (Meilani, Niken dkk, 2009 : 1). Menurut Saunders (1991)
komunitas adalah tempat atau kumpulan orang atau sistem sosial.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan definisi Kebidanan Komunitas adalah upaya yang
dilakukan Bidan untuk pemecahan terhadap masalah kesehatan Ibu dan Anak balita di dalam
keluarga dan masyarakat. Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan profesional yang
ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dengan upaya
mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai
mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kebidanan (Spradly, 1985;
Logan dan Dawkin, 1987 dalam Syafrudin dan Hamidah, 2009 : 1)
Pelaksanaan pelayanan kebidanan komunitas didasarkan pada empat konsep utama
dalam pelayanan kebidanan yaitu : manusia, masyarakat/ lingkungan, kesehatan dan pelayanan
kebidanan yang mengacu pada konsep paradigma kebidanan dan paradigma sehat sehingga
diharapkan tercapainya taraf kesejahteraan hidup masyarakat (Meilani, Niken dkk, 2009 : 8).

2. Riwayat Kebidanan Komunitas di Indonesia


Pelayanan kebidanan komunitas dikembangkan di Indonesia dimana bidan sebagai
ujung tombak pemberi pelayanan kebidanan komunitas. Bidan yang bekerja melayani keluarga
dan masyarakat di wilayah tertentu disebut bidan komunitas (community midwife) (Syahlan,
1996 : 12). Di Indonesia istilah “bidan komunitas” tidak lazim digunakan sebagai panggilan bagi
bidan yang bekerja di luar Rumah Sakit. Secara umum di Indonesia seorang bidan yang bekerja
di masyarakat termasuk bidan desa dikenal sebagai bidan komunitas.
Sampai saat ini belum ada pendidikan khusus untuk menghasilkan tenaga bidan yang
bekerja di komuniti. Pendidikan yang ada sekarang ini diarahkan untuk menghasilkan bidan
yang mampu bekerja di desa. Pendidikan tersebut adalah program pendidikan bidan A (PPB A),
B (PPB B), C (PPB C) dan Diploma III Kebidanan. PPB-A,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal
dari lulusan SPK (Sekolah Perawat Kesehatan). PPB-B,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal
dari lulusan Akademi Perawat. PPB-C, lama pendidikan 3 tahun, siswa berasal dari lulusan SMP
(Sekolah Menengah Pertama). Diploma III Kebidanan : lama pendidikan 3 tahun, berasal dari
lulusan SMU, SPK maupun PPB-A mulai tahun 1996. Kurikulum pendidikan bidan tersebut
diatas disiapkan sedemikian rupa sehingga bidan yang dihasilkan mampu memberikan
pelayanan kepada ibu dan anak balita di masyarakat terutama di desa. Disamping itu
Departemen Kesehatan melatih para bidan yang telah dan akan bekerja untuk memperkenalkan
kondisi dan masalah kesehatan serta penanggulangannya di desa terutama berkaitan dengan
kesehatan ibu dan anak balita. Mereka juga mendapat kesempatan dalam berbagai kegiatan
untuk mengembangkan kemampuan, seperti pertemuan ilmiah baik dilakukan oleh pemerintah
maupun oleh organisasi profesi seperti IBI. Bidan yang bekerja di desa, puskesmas, puskesmas
pembantu; dilihat dari tugasnya berfungsi sebagai bidan komunitas. (Syahlan, 1996 : 13)

3. Fokus/ Sasaran Kebidanan Komunitas


Komuniti adalah sasaran pelayanan kebidanan komunitas. Di dalam komuniti terdapat
kumpulan individu yang membentuk keluarga atau kelompok masyarakat. Dan sasaran utama
pelayanan kebidanan komunitas adalah ibu dan anak.
Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, yang dimaksud dengan keluarga adalah
suami, istri, anak dan anggota keluarga lainnya. ( Syahlan, 1996 : 16 )

Ibu : Pra kehamilan, kehamilan, persalinan, nifas dan masa interval.


: Meningkatkan kesehatan anak dalam kandungan, bayi, balita, pra sekolah dan
sekolah.
: Pelayanan ibu dan anak termasuk kontrasepsi, pemeliharaan anak,
pemeliharaan ibu sesudah persalinan, perbaikan gizi, imunisasi dan kelompok usila (gangrep).
Masyarakat (community): remaja, calon ibu dan kelompok ibu.
Sasaran pelayanan kebidanan komunitas adalah individu, keluarga dan masyarakat baik yang
sehat, sakit maupun yang mempunyai masalah kesehatan secara umum (Meilani, Niken dkk,
2009 : 9).

4. Tujuan Pelayanan Kebidanan Komunitas


Pelayanan kebidanan komunitas adalah bagian dari upaya kesehatan keluarga. Kesehatan
keluarga merupakan salah satu kegiatan dari upaya kesehatan di masyarakat yang ditujukan
kepada keluarga. Penyelenggaraan kesehatan keluarga bersstujuan untuk mewujudkan
keluarga kecil, sehat, bahagia dan sejahtera. Kesehatan anak diselenggarakan untuk
mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Jadi tujuan dari pelayanan kebidanan
komunitas adalah meningkatkan kesehatan ibu dan anak balita di dalam keluarga sehingga
terwujud keluarga sehat sejahtera dalam komunitas tertentu. ( Syahlan, 1996 : 15 )

5. Bekerja di Komunitas
Pelayanan kebidanan komunitas dilakukan di luar rumah sakit dan merupakan bagian atau
kelanjutan dari pelayanan kebidanan yang di berikan rumah sakit. Misalnya : ibu yang
melahirkan di rumah sakit dan setelah 3 hari kembali ke rumah. Pelayanan di rumah oleh bidan
merupakan kegiatan kebidanan komunitas. Pelayanan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas,
kunjungan rumah dan melayani kesehatan ibu dan anak di lingkungan keluarga merupakan
kegiatan kebidanan komunitas. Sebagai bidan yang bekerja di komunitas maka bidan harus
memahami perannya di komunitas, yaitu :
a. Sebagai Pendidik
Dalam hal ini bidan berperan sebagai pendidik di masyarakat. Sebagai pendidik, bidan berupaya
merubah perilaku komunitas di wilayah kerjanya sesuai dengan kaidah kesehatan. Tindakan
yang dapat dilakukan oleh bidan di komunitas dalam berperan sebagai pendidik masyarakat
antara lain dengan memberikan penyuluhan di bidang kesehatan khususnya kesehatan ibu,
anak dan keluarga. Penyuluhan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti ceramah,
bimbingan, diskusi, demonstrasi dan sebagainya yang mana cara tersebut merupakan
penyuluhan secara langsung. Sedangkan penyuluhan yang tidak langsung misalnya dengan
poster, leaf let, spanduk dan sebagainya.
b. Sebagai Pelaksana (Provider)
Sesuai dengan tugas pokok bidan adalah memberikan pelayanan kebidanan kepada komunitas.
Disini bidan bertindak sebagai pelaksana pelayanan kebidanan. Sebagai pelaksana, bidan harus
menguasai pengetahuan dan teknologi kebidanan serta melakukan kegiatan sebagai berikut :
1) Bimbingan terhadap kelompok remaja masa pra perkawinan.
2) Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, bersalin, nifas, menyusui dan masa interval dalam keluarga.
3) Pertolongan persalinan di rumah.
4) Tindakan pertolongan pertama pada kasus kebidanan dengan resiko tinggi di keluarga.
5) Pengobatan keluarga sesuai kewenangan.
6) Pemeliharaan kesehatan kelompok wanita dengan gangguan reproduksi.
7) Pemeliharaan kesehatan anak balita.
c. Sebagai Pengelola
Sesuai dengan kewenangannya bidan dapat melaksanakan kegiatan praktek mandiri. Bidan
dapat mengelola sendiri pelayanan yang dilakukannya. Peran bidan di sini adalah sebagai
pengelola kegiatan kebidanan di unit puskesmas, polindes, posyandu dan praktek bidan.
Sebagai pengelola bidan memimpin dan mendayagunakan bidan lain atau tenaga kesehatan
yang pendidikannya lebih rendah.
Contoh : praktek mandiri/ BPS
d. Sebagai Peneliti
Bidan perlu mengkaji perkembangan kesehatan pasien yang dilayaninya, perkembangan
keluarga dan masyarakat. Secara sederhana bidan dapat memberikan kesimpulan atau
hipotersis dan hasil analisanya. Sehingga bila peran ini dilakukan oleh bidan, maka ia dapat
mengetahui secara cepat tentang permasalahan komuniti yang dilayaninya dan dapat pula
dengan segera melaksanakan tindakan.
e. Sebagai Pemberdaya
Bidan perlu melibatkan individu, keluarga dan masyarakat dalam memecahkan permasalahan
yang terjadi. Bidan perlu menggerakkan individu, keluarga dan masyarakat untuk ikut
berperan serta dalam upaya pemeliharaan kesehatan diri sendiri, keluarga maupun masyarakat.
f. Sebagai Pembela klien (advokat)
Peran bidan sebagai penasehat didefinisikan sebagai kegiatan memberi informasi dan sokongan
kepada seseorang sehingga mampu membuat keputusan yang terbaik dan memungkinkan bagi
dirinya.
g. Sebagai Kolaborator
Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain baik lintas program maupun sektoral.
h. Sebagai Perencana
Melakukan bentuk perencanaan pelayanan kebidanan individu dan keluarga serta
berpartisipasi dalam perencanaan program di masyarakat luas untuk suatu kebutuhan tertentu
yang ada kaitannya dengan kesehatan. (Syafrudin dan Hamidah, 2009 : 8)
Dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat bidan sewaktu – waktu bekerja dalam
tim, misalnya kegiatan Puskesmas Keliling, dimana salah satu anggotanya adalah bidan.

6. Jaringan Kerja
Beberapa jaringan kerja bidan di komunitas yaitu Puskesmas/ Puskesmas Pembantu,
Polindes, Posyandu, BPS, Rumah pasien, Dasa Wisma, PKK. Di puskesmas bidan sebagai
anggota tim bidan diharapkan dapat mengenali kegiatan yang akan dilakukan, mengenali dan
menguasai fungsi dan tugas masing – masing, selalu berkomunikasi dengan pimpinan dan
anggota lainnya, memberi dan menerima saran serta turut bertanggung jawab atas keseluruhan
kegiatan tim dan hasilnya. Di Polindes, Posyandu, BPS dan rumah pasien, bidan merupakan
pimpinan tim/ leader di mana bidan diharapkan mampu berperan sebagai pengelola sekaligus
pelaksana kegiatan kebidanan di komunitas. (Meilani, dkk, 2009 : 11)
Dalam jaringan kerja bidan di komunitas diperlukan kerjasama lintas program dan lintas
sektor. Kerjasama lintas program merupakan bentuk kerjasama yang dilaksanakan di dalam
satu instansi terkait, misalnya : imunisasi, pemberian tablet FE, Vitamin A, PMT dan sebagainya.
Sedangkan kerjasama lintas sektor merupakan kerjasama yang melibatkan institusi/
departemen lain, misalnya : Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD), dan sebagainya.

B. Masalah kebidanan di komunitas


Penting bagi bidan untuk dapat memberikan pelayanan yang komprehensif dan menyeluruh
kepada seluruh lapisan masyarakat, sehingga dapat mengetahui kebutuhan pelayanan
kebidanan. Sebagai seorang bidan di komunitas, maka bidan diharapkan juga dapat berupaya
untuk mengatasi masalah-masalah kebidanan yang ada di komunitas, antara lain:
1 1. Kematian ibu dan bayi,
Kematian Ibu
a. Batasan Kematian Ibu
Adalah kematian seorang wanita dalam masa kehamilan atau dalam waktu 42 hari setelah
berakhirnya kehamilan, tanpa memperdulikan lama dan letak kehamilan akibat setiap hal yang
berhubungan dengan atau dipicu oleh kehamilan atau penatalaksanaannya, tetapi bukan oleh
sebab kecelakaan (Manuaba, 1998)
b. Penyebab Kematian Ibu
Dalam Modul Safe Motherhood (tahun?), dijelaskan beberapa penyebab kematian ibu sebagai
berikut :
1). Determinan Proksi/ Dekat (penyebab langsung)
a) Kejadian kehamilan
Wanita hamil mempunyai resiko untuk mengalami komplikasi, sedangkan wanita yang tidak
hamil tidak mempunyai resiko tersebut.
b) Komplikasi kehamilan dan persalinan, misalnya trias klasik, partus macet dan ruptura uterus.
2). Determinan Antara (penyebab tidak langsung)
Yaitu status kesehatan, status reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan, perilaku hidup
sehat, faktor lain yang tidak diketahui.
3). Determinan Kontekstual (penyebab tidak langsung)
Berhubungan dengan sosial, ekonomi dan budaya seperti status wanita dalam keluarga dan
masyarakat, status keluarga dalam masyarakat ataupun Status masyarakat
4). Penyebab Lain
Penyebab lain dari kematian ibu yang saat ini masih banyak terjadi di Indonesia adalah “3T”
atau 3 Terlambat yaitu Terlambat mendeteksi dini komplikasi yang terjadi pada masa hamil,
bersalin dan nifas serta pengambilan keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan,
Terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan dikarenakan geografis dan transportasi rujukan,
Terlambat mendapatkan pelayanan yang memadai di tempat rujukan bisa dikarenakan fasilitas
maupun SDM yang kurang.
c. Strategi untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu
1) Mencegah atau memperkecil kemungkinan wanita untuk menjadi hamil
2) Mencegah atau memperkecil kemungkinan wanita hamil mengalami komplikasi yang
membahayakan jiwanya atau janinnya, selama hamil, melahirkan atau nifas.
3) Mencegah atau memperkecil kematian wanita yang mengalami komplikasi selama hamil atau
melahirkan.
d. Upaya lain untuk menurunkan AKI di Indonesia :
1) Pemantauan kehamilan secara teratur dapat menjamin akses terhadap perawatan yang
sederhana dan murah dapat mencegah kematian ibu karena pre eklamsi atau eklampsia
2) Pemakaian alat kontrasepsi, memainkan peranan penting untuk menurunkan kehamilan yang
tidak diinginkan sehingga angka kematian ibu akibat upaya unsafe abortion dapat dikurangi..
3) Deteksi dini terhadap komplikasi selama kehamilan, persalinan dan nifas, sehingga kelainan
dapat diketahui sedini mungkin dan dapat segera diberikan pengobatan/ perawatan yang tepat.
4) Pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan terlatih.

Dalam Modul Making Pregnancy Safer (MPS) dijelaskan 3 pesan kunci sebagai salah satu upaya
penurunan AKI di Indonesia :
1) Semua pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
2) Semua komplikasi obstetri & neonatal mendapat pelayanan yang adequat
3) Setiap Wanita Usia Subur (WUS) memperoleh akses terhadap pencegahan & penatalaksanaan
KTD & unsafe AB.
e. Indikator Upaya Penurunan AKI
1) Indikator Dampak
a) Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Ratio)
(1) Kematian ibu dalam periode 1 tahun per 100.000 kelahiran hidup pada periode yang sama.
(2) Angka ini menggambarkan menggambarkan resiko kematian pada wanita hamil dan tidak
mengukur resiko kematian pada wanita usia subur.
b) Rate Kematian Ibu (Maternal Mortality Rate)
(1) Jumlah kematian ibu dalam 1 tahun per 100.000 wanita usia subur (15–20 tahun).
(2) Indikator ini dipengaruhi oleh upaya pengamanan persalinan dan upaya KB.
c) Resiko Kematian Ibu Seumur Hidup (Lefetime Risk)
(1) Yaitu resiko kematian ibu yang terjadi sepanjang usia subur.
(2) Setiap kali wanita hamil akan menghadapi resiko kematian.
(3) Indikator ini dipengaruhi oleh rata-rata resiko kematian pada kehamilan dan tingkat fertilitas
tetapi tidak dibandingkan terhadap populasi WUS melainkan terhadap rata-rata resiko wanita
untuk mengalami kematian.
d) Proporsi Kematian Ibu pada Wanita Usia Reproduksi (Proportional Mortality Ratio)
(1) Merupakan prosentase kematian ibu dari kematian total pada WUS.
(2) Angka berkisar antara 1 – 60 %
(3) Di negara berkembang menyumbang 25 – 30 % dari seluruh kematian pada masa reproduksi.
(4) Bermanfaat untuk melihat kematian ibu relatif terhadap kematian akibat penyebab lainnya.
2) Indikator Proses
Adalah prosentase bidan terlatih dalam penanganan kegawatan obstetri, pelatihan APN, Bidan
DIII.
3) Indikator Output
Adalah cakupan ANC, cakupan pertolongan persalinan oleh Nakes meningkat.
4) Indikator Outcome
Adalah proporsi komplikasi obstetri yang mendapatkan penanganan adequat, CFR dari
komplikasi obstetri .

Kematian Bayi
a. Penyebab Kematian Bayi
Beberapa penyebab kematian bayi di Indonesia yang terutama adalah asfiksia, infeksi dan
hipotermi. Disamping ada sebagian yang disebabkan karena BBLR, trauma persalinan,
pemberian makan yang terlalu dini, ketidaktahuan keluarga tentang perawatan bayi,
ketidakpercayaan masyarakat terhadap tenaga kesehatan (kaitan dengan tradisi) serta kurang
efektifnya sistem rujukan yang berlaku.
b. Pencegahan Kematian Bayi
1) Peningkatan kegiatan Imunisasi pada bayi yaitu UCI tercapai di setiap desa
2) Peningkatan ASI Eksklsif, status gizi serta deteksi dini & stimulasi tumbang
3) Pencegahan & pengobatan penyakit infeksi (ISPA, diare, malaria) di daerah endemik
4) Pemeriksaan kesehatan saat hamil & pertolongan nakes yang terampil saat persalinan
5) Diterapkannya metode kanguru untuk mencegah hipotermi pada bayi baru lahir.
6) Keluarga memiliki pengetahuan, pemahaman, dan perawatan pasca persalinan yang baik.
7) Penerapan program MTBS dan MTBM di pelayanan kesehatan.
Pertisipasi Bidan dalan upaya penurunan AKB adalah dengan pelaksanaan program “ASUH”
yaitu Awal Sehat Untuk Hidup sehat, yang memfokuskan kegiatan pada keselamatan dan
kesehatan bayi baru lahir ( 1-7 hari) yang lebih mengintensifkan kegiatan “ Kunjungan Rumah
7 Hari Pertama Pasca Persalinan” berisi pelayanan dan konseling perawatan bayi dan ibu nifas
yang bermutu.
Partisipasi masyarakat dalam upaya penurunan AKB :
1) Menyebarluaskan pengetahuan tentang pentingnya 7 hari pertama pasca persalinan bagi
kehidupan bayi selanjutnya.
2) Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kunjungan rumah 7 hari pertama pasca
persalinan oleh Bidan di Desa
3) Mencatat dan melaporkan adanya ibu hamil, ibu melahirkan, dan bayi meninggal pada Bidan di
Desa, agar diperoleh masukan untuk merencanakan tindakan/ kunjungan dan memecahkan
sekaligus mengantisipasi masalah kematian bayi
4) Mendukung dan mempertahankan keberadaan Bidan di Desa.

2 2. Unsafe abortion
a. Definisi
Adalah prosedur penghentian kehamilan oleh tenaga kurang trampil (tng medis/ non medis),
alat tdk memadai, lingk tdk memenuhi syarat kesh (WHO, 1998).
Unsafe Abortion adalah upaya untuk terminasi kehamilan muda dimana pelaksanaan tindakan
tersebut tidak mempunyai cukup keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga dapat
membahayakan keselamatan jiwa pasien.
b. Faktor Penyebab Unsafe Abortion
1) Alasan kesehatan, dimana ibu/ wanita tidak cukup sehat untuk hamil dan bila kehamilan
dilanjutkan dapat membahayakan nyawa ibu.
2) Alasan psikososial, dimana ibu tidak siap punya anak lagi.
3) Kehamilan di luar nikah.
4) Masalah ekonomi, menambah anak akan menambah beban ekonomi.
5) Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan.
6) Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan.
7) Kegagalan pemakaian alat kontrasepsi
c. Alat yang digunakan :
Bahan – bahan tradisional seperti batang kayu, akar pohon, tangkai daun bergetah, batang
plastik,wortel yang dikeringkan kemudian dimasukkan ke cavum uteri sbg dilatator sehingga
servik membuka dan keluarlah janin yang ada dalam kandungan.
Upaya lain : pemijatan corpus uteri, minum jamu atau pil peluntur dsb.
d. Dampak Unsafe Abortion
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita
bahwa jika seseorang melakukan aborsi,ia tidak merasakan apa – apa danlangsung boleh
pulang, nidalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita terutama mereka ayng
sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.
Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yangmelakukan aborsi :
1) Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik /dampak kebidanan.
Pada saaatmelakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resikoyang akan
dihadapi seorang wanita seperti : yang dijelaskan dalam buku “fact of life” yang ditulis oleh
Brian klowes :
a) Kematian mendadak karena pembiusan hebat.
b) Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.
c) Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
d) Rahim yang sobek (uterine perforation)
e) Kerusakan leher rahim (cervical lacerations) yan gakan menyebabkan cacat pada
anakberikutnya.
f) Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormone esterogen pada wanita).
g) Kanker indung telur (ovarian cancer).
h) Kanker leher rahim ( cervical cancer).
i) Kanker hati (liver cancer)
j) Kelainan pada placenta / ari-ari (placenta previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak
berikutnyada perdarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
k) Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (ectopic pregnancy)
l) Infeksi rongga pangul (pelvic inflammatory disease).
m) Infeksi pda lapisan rahim (endometris)
2) Resiko kesehatan mental
Proses aborsi bukan saj suatu proses yang memiliki resikotingi dari segi kesehatan dan
keselamatan seorang wanita secara fisik,tetapijuga memiliki dampak yang sangat hebat
terhadap keadaan mental seorang eanita
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post Abortion Syndrome” (sindrom passca
Aborsi/PAS). Gejala-gejala ini dicatat dalam psychological Reaction Reporter after abortion di
dalam penerbitan the post abortion review (1994). Pada dasarnya seorang wanita yang
melakukan aborsi akan mengalami hal-hal sebagai berikut :
a) Kehilangan harga diri
b) Berteriak histeris.
c) Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi.
d) Ingin melakukan bunuh diri.
e) Mulai mencoba menggunakan obat – obatterlarang.
f) Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual.
e. Peran Bidan
Peran Bidan sehubungan dengan pencegahan unsafe abortion adalah :
1) Memberikan konseling pada wanita yang akan melakukan aborsi
2) Konseling kontrasepsi merupakan salah satu syarat mutlak untuk dapat mengurangi kejadian
aborsi, terutama aborsi berulang, selain faktor lainnya.
3) Pemberian pendidikan seks pada remaja
4) Pendekatan dengan tokoh agama sehubungan dengan pendidikan keagamaan.
3 3. Kehamilan Remaja
a. Pengertian
Kehamilan Remaja adalah kehamilan yang terjadi pada remaja yang merupakan akibat perilaku
seksual baik disengaja (sudah menikah) maupun tidak disengaja (belum menikah).
b. Penyebab Kehamilan Remaja
1) Penundaan dan peningkatan usia kawin, menarch dini.
2) Kurangnya pengetahuan tentang perilaku sex.
3) Tidak menggunakan kontrasepsi bagi wanita yang sudah menikah.
4) Kegagalan kontrasepsi.
5) Hamil karena perkosaan.
6) Persoalan ekonomi, alasan sekolah/ karir
c. Dampak Kehamilan Remaja
Menurut Manuaba (1998) penyulit kehamilan remaja disebabkan belum matangnya alat
reproduksi untuk hamil. Keadaan tersebut makin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan
(stress), psikologi, sosial ekonomi sehingga memudahkan terjadi :
1) Keguguran
2) Prematur
3) Mudah terjadi infeksi
4) Anemia kehamilan
5) Keracunan kehamilan
6) Kematian ibu tinggi
d. Peran Bidan Dalam Pencegahan dan Penanganan Kehamilan Remaja
1) Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah.
2) Melakukan kegiatan positif
3) Menghindari kegiatan negative khususnya perilaku seksual yang menyimpang.
4) Melakukan penyuluhan tentang Kesehatan Reproduksi Remaja, KB, kegiatan rohani dengan
melakukan pendekatan dengan tokoh agama.
5) Bagi pasangan menikah dianjurkan pakai alat kontrasepsi yang tingkat kegagalan rendah
seperti MOW, AKBK, AKDR, & suntik.
6) Sikap bersahabat kepada klien, jangan merendahkan/ mencibir.
7) Konseling remaja dan keluarga sehubungan dengan kehamilan dan persalinan.
8) Melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai standart.
9) Bila ingin menggugurkan diberikan konseling resiko aborsi.
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang masalah kehamilan remaja, berikut
akan diuraikan secara rinci faktor-faktor yang perlu mendapatkan perhatian (manuaba, 1998 :
26):
a. Masalah kesehatan reproduksi
Kesehatan reproduksi mempunyai masalah penting untuk mendapat perhatian terutama
kalangan remaja (manuaba, 1998 : 26). Menurut BKKBN usia untuk hamil dan melahirkan
adalah 20 – 30 tahun, lebih kurang dari usia tersebut adalah beresiko. Kesiapan seorang
perempuan untuk hamil melahirkan di tentukan oleh kesiapan fisik, mental/psikologi dan
kehidupan ekonomi.
b. Masalah psikologis pada kehamilan remaja
Kehamilan diusia remaja menghadapi berbagai masalah psikologis yaitu rasa takut, kecewa
menyesal dan rendah diri terhadap kehamilannya
c. Masalah sosial ekonomi keluarga
Perkawinan yang dianggap cepat menyelesaikan masalah kehamlan remaja tidak lepas dari
kemelut seperti :
 Penghasilan terbatas
 Putus sekolah
 Putus kerja
 Ketergantungan sosial ekonomi pada keluarga menimbulkan stress.
 Nilai gizi relatif rendah (manuaba, 2002 : 27)

4 4. Berat badan lahir rendah (BBLR)


a. Pengertian
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang
dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). (Sarwono Prawirohardjo, Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal 2004)
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi (berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam
setelah lahir). (Pelatihan PONED Komponen Neonatal, 2004). WHO (1961) mengganti istilah
premature dengan bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), karena disadari tidak semua bayi
dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bukan bayi premature.
b. Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia
dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-
ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara
berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir
lebih dari 2500 gram.
BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas
neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya
dimasa depan. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah
lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR
dengan rentang 2.1%-17,2%.
c. Faktor predisposisi
Beberapa faktor predisposisi:
1) Faktor ibu adalah umur, jumlah paritas, penyakit kehamilan, gizi kurang atau malnutrisi,
trauma, kelelahan, merokok, kehamilan yang tidak diinginkan, peminum alkohol, bekerja berat
masa hamil, obat-obatan.
2) Faktor plasenta seperti insufisiensi atau disfungsi placenta, peyakit vaskuler, kehamilan ganda,
plasenta previa dan solusio plasenta.
3) Faktor janin adalah kelainan bawaan, infeksi, factor genetic atau kromosam
4) Radiasi
5) Bahan toksik
6) Bayi berat lahir rendah mungkin premature (kurang bulan), mungkin juga cukup bulan
(dismatur).
d. Tanda prematuritas:
1) Tulangrawan telinga belum terbentuk
2) Masih terdapat lanugo
3) refleks-refleks masih lemah
4) Alat kelamin luar : pada perempuan labium mayus belum menutup labium minus. Pada laki-laki
belum terjadi penurunan testis dan kulit testis rata (rugae testis belum terbentuk)
e. Komplikasi BBLR
1) Hipotermi
2) Hipoglikemia
3) Ikterus/ hiperbilirubinemia
4) Masalah pemberian minum
5) Infeksi atau curiga sepsis
6) Sindroma aspirasi mekoneum
7) Perdarahan intra cranial

5 5. Tingkat kesuburan,
a. Pengertian fertilitas
Adalah kemampuan istri menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu
menghamilinya.
b. Pengertian Infertilitas
1) Infertilitas Primer
Infertilitas primer adalah PUS yang telah melakukan hubungan suami istri teratur 2 – 3 kali
seminggu tanpa memakai alat kontrasepsi selama 1 tahun dan belum terjadi kehamilan.
2) Infertil sekunder
Infertilitas sekunder adalah PUS yang telah mempunyai anak dan sudah tidak menggunakan
alat kontrasepsi serta melakukan hubungan suami istri teratur 2 – 3 kali tetapi tidak menjadi
hamil.
c. Penyebab
1) Pada suami : kelainan alat kelamin dan faktor fungsional.
2) Pada istri : kelainan anatomis alat kelamin dan kelainan fungsi.
3) Kurang pengetahuan
4) Reaksi imunologi.
d. Peran bidan di komunitas terhadap tingkat kesuburan
1) Fertilitas
Untuk menekan meningkatnya angka kelahiran, maka seorang bidan perlu memberikan
pelayanan kontrasepsi
2) Infertilitas
1) Melakukan rujukan agar pasangan infertil mendapat penanganan yg tepat.
2) Pemberian konseling/nasehat mengenai variasi hub seksual, cara menghitung masa subur,
serta makanan yang dapat meningkatkan kesuburan suami/istri.
3) Pasangan disarankan untuk menjaga ketenangan psikologis

6 6. Pertolongan persalinan non-kesehatan,


a. Pengertian
Pertolongan persalinan oleh tenaga non medis adalah proses persalinan yang di bantu oleh
tenaga non kesehatan atau biasa di kenal dengan istilah dukun bayi.
b. Etiologi
1) Kebiasaan / perilaku:
 Keluarga  Kebiasaan keluarga yg memutuskan / memaksa calon orang tua mengenai siapa yg
akan menolong persalinan
 Masyarakat  Kebiasaan masyarakat yg lebih mempercayai penolong persalinan pada tenaga
non medis (dukun)
2) Sarana kesehatan
3) Ekonomi
4) Pengetahuan
5) Status sosial dalam masyarakat
6) Jarak tempat tinggal dari sarana pelayanan kesehatan
c. Penatalaksanaan
Diadakan program penempatan Bidan di desa (BDD) yg bertujuan untuk menurunkan tingkat
kematian ibu hamil, bayi dan balita. Kecuali hal – hal yg berhubungan dengan adat dan
kebiasaan masyarakat setempat, dengan menjalin hubungan kemitraan antara keduanya

7 7. Penyakit menular seksual


a. Pengertian
PMS adalah singkatan dari Penyakit Menular Seksual, yang berarti suatu infeksi atau
penyakit yang kebanyakan ditularkan melalui hubungan seksual (oral, anal atau lewat vagina).
PMS juga diartikan sebagai penyakit kelamin, atau infeksi yang ditularkan melalui hubungan
seksual. Harus diperhatikan bahwa PMS menyerang sekitar alat kelamin tapi gejalanya dapat
muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya.
b. Jenis-jenis PMS
Ada banyak jenis PMS, sedangkan yang paling umum dan paling penting untuk diperhatikan
adalah:
1) Gonore
2) Klamidia
3) Herpes Kelamin
4) Sifilis
5) Hepatitis B
6) HIV/AIDS
c. Etiologi
1) Nisseria gonorrheae
2) Chlamidya
3) Parasit trikomonas vaginalis
4) Jamur candida albicans
5) Human papilloma virus
6) Herpes simplex
7) Treponema pallidum

e. Ada beberapa bahaya PMS, yaitu :

1) PMS dapat menyebabkan sakit

2) Beberaps PMS dapat menyebabkan kemandulan

3) Beberapa PMS dapat menyebabkan keguguran

4) PMS dapat menyebabkan kanker leher rahim

5) Beberapa PMS dapat merusak penglihatan, otak dan hati

6) PMS dapat menular kepada bayi

7) PMS dapat menyebabkan rentan terhadap HIV/AIDS

8) Beberapa PMS ada yang tidak bisa disembuhkan

9) Beberapa PMS seperti halnya HIV/AIDS dan Hepatitis B dapat menyebabkan kematian.

f. Perilaku Sosial Budaya yang Berpengaruh pada Pelayanan Kebidanan Komunitas

Contoh-contoh perilaku budaya yang berpengaruh pada pelayanan kebidanan komunitas:

Hamil :

1) Upacara Adat (Mitoni)

Upacara adat mitoni dilakukan pada kehamilan pertama dengan usia kehamilan 28 minggu. Upacara
ini bertujuan agar ibu dan bayi selamat.

2) Mengidam

Mengidam merupakan suatu keinginan yang berlebihan yang dialami pada ibu hamil di awal
kehamilan.

3) Pantang Nazar

Saat hamil ibu dan suami tidak boleh nazar, sebab jika nazar tersebut tidak dilakukan maka bayinya
akan meneteskan air liur terus menerus.

4) Pantang menjalin rambut

Seorang ibu hamil tidak boleh menjalin rambut karena dapat menyebabkan lilitan tali pusat pada
bayi yang dikandungnya.
5) Pantang keluar pada waktu magrib

Seorang ibu hamil tidak boleh keluar waktu magrib sebab dapat membahayakan ibu dan janin yang
dikandungnya.

6) Pantang makan telur dan daging

Di Jawa Tengah ada kepercayaan tidak boleh makan telur karena akan mempersulit persalinan dan
pantang makan daging dapat menyebabkan perdarahan. Pada kenyataan ibu hamil dianjurkan untuk
makan makanan yang bergizi seperti telur dan daging tetapi tidak berlebihan karena jika berlebihan
bayinya menjadi besar.

7) Pantang makan nanas dan durian

Di kalangan masyarakat desa ada larangan makan buah nanas karena nanas dan durian dapat
menyebabkan keguguran. Menurut medis ini benar karena nanas dan durian dapat menyebabkan
perut panas jika berlebihan.

Persalinan

1) Memasukkan minyak kedalam vagina supaya persalinan lancar

Minyak tidak berfungsi sebagai pelicin. Pelicin dari jalan lahir adalah ketuban dimasukkan ke dalam
vagina dapat menyebabkan infeksi, karena keadaan minyak belum tentu bersih kalaupu bersih itu
merupakan barang asing yang dapat menyebabkan infeksi.

2) Minum air akar rumput Fatimah supaya persalinan lancar

Akar dumput fatimah, dipercaya sebagai pelancar persalinan, yaitu pembukaan. Ini tidak benar
karena pembukaan sendiri dipengaruhi oleh kontraksi uterus.

3) Bayi laki-laki adalah penerus dalam keluarga/ nama baik

Ini dipercaya dalam adat Jawa karena seorang laki-laki merupakan pemimpin dalam keluarga dan
sekaligus pembawa nama baik dalam keluarga. Dan keputusan pun juuga diputuskan oleh pihak laki-
laki jika sudah menjadi suami.

4) Bayi perempuan adalah penghasil atau pelanjut keturunan

Ini dipercaya karena seorang perempuan tugasnya untuk melahirkan seorang anak. Ini kurang benar
karena untuk menghasilkan keturunan juga dibutuhkan seorang laki-laki yang dapat memberikan
komposisi calon embrio.

Nifas

1) Tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari

Seorang ibu nifas dilarang untuk keluar rumah sebelum 40 hari karena bisa terkena sawan. Mitos ini
tidak benar, jika ibu tidak keluar rumah sebelum 40 hari di khawatirkan ibu akan bosan.
2) Tidak boleh makan telur dan daging

Ibu nifas tidak boleh makan telur dan daging karena lukanya sulit kering dan tidak cepat sembuh.
Mitos ini tidak benar karena telur dan daging mengandung protein yang dapat mempercpat
penyembuhan luka.

3) Tidak boleh makan pedas

Ibu nifas tidak boleh makan pedas karena dipercaya ASI ibu menjadi pedas dan mengakibatkan mata
bayi menjadi berair (orang Jawa mengatakan mblobok/ melodok).

Bayi Baru Lahir

1) Upacara ada seperti brokoan, sepasaran dan selapanan

Upacara adat ini dilakukan agar bayinya sehat dan selamat. Adat ini boleh dilakukan atau boleh tidak
dilakukan karena ini hanya syukuran kelahiran bayi dan tidak ada hubungannya dengan kesehatan.

2) Menaruh ramuan pada tali pusat

Menurut orang Jawa dengan menaruh ramuan pada tali pusat dapat mempercepat keringnya tali
pusat sehingga tali pusat cepat lepas. Mitos ini tidak benar karena ramuan ini dapat menyebabkan
infeksi.

Perilaku Lain

1) Perbedaan pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan

Di dalam desa biasanya pendidikan antara laki-laki dan perempuan di bedakan, laki-laki lebih tinggi
pendidikannya dibanding perempuan sebab anak laki-laki dapat menjadi kepala keluarga dan
penerus dalam keluarga, sedangkan anak perempuan hanya menjadi ibu rumah tangga.

2) Perbedaan pekerjaan antara laki-laki dan perempuan

Di desa biasanya laki-laki bekerja di luar rumah, sedangkan perempuan hanya bekerja di rumah saja
tetapi kenyataannya sekarang sudah persamaan gender antara laki-laki dan perempuan.

3) Perbedaan makanan antara laki-laki dan perempuan

Di desa biasanya laki-laki porsi makanannya lebih diprioritaskan sebab laki-laki dianggap putra
kebanggan dalam keluarga.

g. Peran bidan di komunitas terhadap perilaku sosial budaya:

1) Memberikan KIE bahwa segala sesuatu sudah diatur Tuhan YME, mitos-mitos yang tidak benar
ditinggalkan.
2) Pendekatan kepada tokoh masyarakat sehingga dapat mengubah tradisi yang negatif yang
berpengaruh buruk kepada kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir.

3) Memberikan KIE kepada ibu hamil supaya menjaga kehamilannya dengan ANC secara teratur,
konsumsi makanan yang bergizi dan membatasi aktifitas fisik dan tidak perlu pantang makan.

C. Strategi pelayanan kebidanan di komunitas

Setiap petugas kesehatan yang bekerja di masyarakat perlu memahami masyarakat yang
dilayanainya, baik keadaan, budaya, maupun tradisi setempat sehingga dapat menentukan cara atau
strategi yang harus ditempuh dalam menyelesaikan masalah kebidanan. Beberapa strategi yang
dapat dilakukan oleh bidan dalam pelayanan kebidanan di komunitas adalah sebagai berikut:

1 1. Pendekatan edukatif dalam peran serta masyarakat

a. Pengertian

Secara umum Pendekatan edukatif suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis,
terencana dan terarah dengan pertisipasi aktif dari individu, kelompok maupun masyarakat umum
untuk memecahkan masalah masyarakat dengan mempertimbangkan faktor sosial ekonomi dan
budaya.

Secara khusus pendekatan edukatif merupakan satu bentuk atau model pelaksanaan organisasi
sosial masyarakat dalam memecahkan masalah yang dirasakan oleh masyarakat dengan pokok
penekanan pada : pemecahan masalah dan proses pemecahannya serta pengembangan provider
merupakan bagian dari proses pengembangan masyarakat secara keseluruhan (Syafrudin, 2009)

b. Pengembangan provider

Provider adalah sektor yang bertanggungjawab secara teknis terhadap program yang dikembangkan
dalam pengembangan kemampuan masyrakat untuk dapat memecahkan maslahnya sendiri secara
swadaya dan gotong royong.

Tujuan dari pengembangan provider ialah pangembangan kesamaan pengertian dan sikap mental
yang positif serta adanya kesepakatan bersama (komitmen) untuk pengembangan pembangunan
kesehatan masyarakat, maka perlu diperhatikan beberapa pertimbangan sebagai berikut :

1) Adanya keterbukaan dan komunikasi dua arah yang baik (pertemuan lintas sektor) yang terkait,
sehingga program dari masing-masing sektor dapat saling diketahui

2) Adanya suatu wadah lintas sektoral (tim pembina LKMD, posyandu, UKS dll)

3) Adanya kerjasama yang sebaik-baiknya dan dilandasi hubungan antara manusia yang baik pula

4) Adanya kewenangan dari masing-masing sektor terkait harus diketahui dan dihormati

5) Adanya tujuan yang akan dicapai bersama dan peranan masing-masing sekor harus dimengerti
oleh semua sektor dan dirumuskan secara jelas dalam suatu perjanjian peran atu role nnegosiation
6) Adanya perencanaan terpadu dari sektor terkait harus dilakukan bersama (Bapelkes Salaman,
2004)

c. Tujuan Pendekatan Edukatif

1) Memecahkan masalah yang dihadapi masyrakat

2) Mengembangkan kemampuan masyarakat untuk bisa memecahkan masalah yang dihadapi atas
dasar swadaya sebatas kemampuannya.

d. Langkah-langkah pendekatan edukatif

1) Pendekatan pada tokoh masyrakat

a. non formal : untuk penjajagan kebutuhan

b. formal: dengan surat resmi

c. tatap muka antara provider dengan tokoh masyarakat

d. kunjungan rumah untuk menjelaskan maksud dan tujuan pengumpulan data

e. pertemuan provider dan tokoh masyarakat untuk menetapkan suatu kebijakan alternatif
pemecahan masalah dalam rangka : perenecanaan, pelaksanaan dan evaluasi

f. menjalin hubungan sosial yang baik dengan menghadiri upacara-uapacara agama, perkawinaa,
kematian dst

2) pedekatan kepada provider

pendekatan kepda provider diadakan pada waktu pertemuan tingkat kecamatan, desa atau
kelurahan dan tingkat dusun atau lingkungan.

3) pengumpulan data primer dan sekunder

a. data umum

b. data teknis sesuai kepentingan masing-masing sektor

c. data perilaku sesuai dengan masalah yang ada

d. data khusus hasil pengamatan

e. data orang lain

2 2. Pelayanan berorientasi pada kebutuhan masyarakat

Pelayanan seorang bidan yang bekerja di masyarakat berarti melayani masyarakat dengan memberi
pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan. Masyarakat juga diajak bekerjasama agar mampu
berperilaku hidup sehat dan mempromosikan kepada orang lain di lingkungan sekitarnya.
Masyarakat juga dapat memberikan masukan tentang bentuk bagaimana bentuk pelayanan yang
diharapkan. Dengan demikian, keberhasilan bidan dalam bekerja di masyarakat sangat ditentukan
oleh kemampuannya untuk mendengarkan, dan memenuhi harapan masyarakat serta melibatkan
masyarakat dalam upaya memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat.

3 3. Penggunaan atau pemanfaatan fasilitas dan potensi yang ada di masyarakat

Kegiatan dapat dikategorikan sebagai upaya yang berlandaskan pada pemberdayaan


masyarakat apabila dapat menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan atau kekuatan yang
dimiliki oleh masyarakat itu sendiri, bukan kegiatan yang segala sesuatunya diatur dan disediakan
oleh pemerintah maupun pihak lain.

Kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh masyarakat dapat berupa :

a. Tokoh masyarakat

Tokoh masyarakat adalah semua orang yang memiliki pengaruh di masyarakat setempat baik yang
bersifat formal ( ketua RT, RW, Kades dll) maupun tokoh non formal (tokoh agama, tokoh adat,
tokoh pemuda, kepala suku).

Tokoh masyarakat merupakan kekuatan yang sangat besar yang mampu menggerakkan masyarakat
di dalam setiap upaya pembangunan.

b. Dana masyarakat

pada golongan masyarakat tertentu penggalangan dana masyrakat merupakan upaya yang tidak
kalah pentingnya, tapi pada golongan masyarakat yang tingkat ekonominya pra sejahtera
penggalangan dana masyarakat hendaknya dilakukan sekedar agar mereka marasa ikut memiliki dan
bertanggungjawab terhadap upaya pemelaiharaan dan peningkatan derajat kesehatnnya. Cara lain
yang dapat ditempuh adalah dengan model tabungan atau sistem asuransi yang bersifat subsidi
silang.

c. Organisasi kemasyarakatan

Organisasi yang ada di masyarakat seperti lembaga persatuan pemuda, pengajian dan sebagainya
merupakanwadah berkumpulnya para anggota dari organisasi tersebut sehingga upaya
pemberdayaan masyarakat akan lebih berhasil guna apabila pemerintah/ tenaga kesehatan
memanfaatkanya dalam upaya pembangunan kesehatan

d. Sarana dan material yang dimiliki masyarakat

Pendayagunaan sarana dan material yang dimiliki masyarakat seperti batu kali, bambu, dan lain
sebagainya untuk pembangunan kesehatan akan menimbulkan rasa tanggung jawab dan ikut
memiliki dari masyarakat.

e. Pengetahuan masyarakat

Masyarakat memiliki pengetahuan yang bermanfaat bagi pembangunan kesehatan seperti


pengetahuan tentang obat tradisional, pengetahuan tentang penerapan teknologi tepat guna untuk
pembangunan fasilitas kesehatan di wilayahnya misalnya penyaluran air menggunakan bambu dan
lain-lain.

f. Teknologi yang dimiliki masyarakat

Masyarakat memiliki tehnologi sendiri dalam memecahkan masalahnya, biasanya bersifat sederhana
tetapi tepat guna. Untuk itu sebaiknya pemerintah memanfaatkan tehnologi tersebut dan apabila
memungkinkan dapat memberikan saran teknis guna meningkatkan hasil gunanya.

g. Pengambilan keputusan oleh masyarakat

Apabila penemuan masalah dan perencanaan pemecahan masalah kesehatan Telah dapat
dilakukan oleh masyarakat maka pengambilan keputusan terhadap upaya pemecahan masalah akan
lebih baik dilakukan oleh masyarakat sendiri. Dengan demikian, kegiatan pemecahan masalah
kesehatan akan berkesinambungan karena masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab
terhadap kegiatan yang mereka rencanakan sendiri.(Depkes RI, 2007)

DAFTAR PUSTAKA

Bapelkes Salaman. 2004. Materi Kesehatan Komunitas. Magelang : Bapelkes

Depkes RI. 2007. Modul 2 Penggerakan dan Pemberdayaan Masyarakat melalui Kemitraan. Jakarta:
Depkes RI

Depkes RI, 1999. Bidan di Masyarakat, Jakarta: Depkes RI

Syafrudin dan Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC

Syahlan, J.H, 1996. Kebidanan Komunitas. Jakarta: Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.

Meilani, Niken dkk, 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta: Fitramaya.

Walsh, Linda V. 2008. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai