Disusun Oleh :
Nama : Nunuk Suaibah
Nim : P1337434433369
Kelas : Sarjana Terapan Kelas Kendal
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebidanan komunitas tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat,
keberhasilan kebidanan komunitas dalam rangka upaya peningkatan kesehatan
ibu, anak dan keluarga bergantung kepada dukungan masyarakat itu sendiri.
Sebagai warga Negara Indonesia yang mempunyai pandangan hidup
pancasila, seorang bidan harus menganut filosofi yang mempunyai keyakinan
bahwa setiap manusia adalah biopsikososio kultural spiritual yang unik
mempunyai satu kesatuan jasmani yang utuh dan tidak ada individu yang
sama. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh
keyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan manusia dan perbedaan
budaya.
Keberadaan bidan sangat diperlukan untuk meningkatkan
kesejahteraan ibu dan janinnya pelayanan kesehatan terutama kebidanan
berada dimana-mana dan kapan saja selama ada proses reproduksi manusia.
Untuk mendapatkan Asuhan Kebidanan yang berkualitas perlu
didukung dengan tersedinya standar Asuhan. Standar asuhan itu sendiri
dilandasi dasar-dasar kebidanan sebagai filosofi. Mengacu pada keadaan
tersebut maka seorang bidan harus mengetahui : Falsafah Asuahan Kebidanan
dan Asuahan Kebidanan.
Peran serta masyarakat proses dimana individu, keluarga, lembaga
swadaya masyarakat, dunia usaha dan masyarakat luas pada umumnya. Bidan
bersama sektor yang bersangkutan menggerakan peran serta masyarakat dalam
bentuk pengorganisasian masyarakat adalah proses pembentukan organisasi di
2
masyarakat dan dapat mengidentifikasi kebutuhan prioritas dari kebutuhan
tersebut, serta mengembangkan keyakinan dan berusaha memenuhi atas
sumber – sumber yang ada di masyarakat.
Penggerakkan dan pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya
fasilitas yang bersifat persuasif dan melalui pemerintah yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku, dan kemampuan masyarakat
dalam menemukan, merencanakan serta memecahkan masalah menggunakan
sumber daya atau potensi yang mereka miliki termasuk partisipasi dan
dukungan tokoh – tokoh masyarakat serta LSM (Lembaga Sosial Masyarakat)
yang masih ada dan hidup di masyarakat.
Penggerakkan dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan akan
menghasilkan kemandirian masyarakat di bidang kesehatan dengan demikian
penggerakkan dan pemberdayaan masyarakat merupakan proses sedangkan
kemandirian merupakan hasil, karenanya kemandirian masyarakat dibidang
kesehatan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk dapat mengidentifikasi
masalah kesehatan yang ada di lingkungannya.
Peran serta masyarakat di dalam pembangunan kesehatan dapat diukur
dengan makin banyaknya jumlah anggota masyarakat yang mau
memanfaatkan pelayanan kesehatan seperti, Puskesmas, Pustu (Puskesmas
Pembantu), Polindes (Poli Bersalin Desa), mau hadir ketika ada kegiatan
penyuluhan kesehatan, mau menjadi kader kesehatan, mau menjadi peserta
Tabulin (Tabungan Ibu Bersalin), JPKM (Jaminan Kesehatan Pra-bayar), dan
lain sebagainya.
Peran serta masyarakat adalah proses dimana individu, keluarga,
lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan masyarakat luas pada
umumnya. Bidan bersama sektor yang bersangkutan menggerakkan
masyarakat dalam bentuk pengorganisasian masyarakat yaitu proses
3
pembentukkan organisasi di masyarakat dan dapat mengidentifikasi kebutuhan
prioritas dari kebutuhan tersebut, serta mengembangkan keyakinan dan
berusaha memenuhi atas sumber – sumber yang ada di masyarakat.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas assasment asuhan kebidanan komunitas
4
BAB II
KEBIDANAN KOMUNITAS
5
Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan profesional yang ditujukan
kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dengan
upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kebidanan (Spradly, 1985; Logan dan
Dawkin, 1987 dalam Syafrudin dan Hamidah, 2009 : 1)
Pelaksanaan pelayanan kebidanan komunitas didasarkan pada empat
konsep utama dalam pelayanan kebidanan yaitu : manusia, masyarakat/
lingkungan, kesehatan dan pelayanan kebidanan yang mengacu pada konsep
paradigma kebidanan dan paradigma sehat sehingga diharapkan tercapainya
taraf kesejahteraan hidup masyarakat (Meilani, Niken dkk, 2009 : 8).
1. Riwayat Kebidanan Komunitas di Indonesia
Pelayanan kebidanan komunitas dikembangkan di Indonesia
dimana bidan sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kebidanan
komunitas. Bidan yang bekerja melayani keluarga dan masyarakat di
wilayah tertentu disebut bidan komunitas (community midwife) (Syahlan,
1996 : 12). Di Indonesia istilah “bidan komunitas” tidak lazim digunakan
sebagai panggilan bagi bidan yang bekerja di luar Rumah Sakit. Secara
umum di Indonesia seorang bidan yang bekerja di masyarakat termasuk
bidan desa dikenal sebagai bidan komunitas.
Sampai saat ini belum ada pendidikan khusus untuk menghasilkan
tenaga bidan yang bekerja di komuniti. Pendidikan yang ada sekarang ini
diarahkan untuk menghasilkan bidan yang mampu bekerja di desa.
Pendidikan tersebut adalah program pendidikan bidan A (PPB A), B (PPB
B), C (PPB C) dan Diploma III Kebidanan. PPB-A,lama pendidikan 1
tahun, siswa berasal dari lulusan SPK (Sekolah Perawat Kesehatan). PPB-
6
B,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal dari lulusan Akademi Perawat.
PPB-C, lama pendidikan 3 tahun, siswa berasal dari lulusan SMP (Sekolah
Menengah Pertama). Diploma III Kebidanan : lama pendidikan 3 tahun,
berasal dari lulusan SMU, SPK maupun PPB-A mulai tahun 1996.
Kurikulum pendidikan bidan tersebut diatas disiapkan sedemikian rupa
sehingga bidan yang dihasilkan mampu memberikan pelayanan kepada ibu
dan anak balita di masyarakat terutama di desa. Disamping itu Departemen
Kesehatan melatih para bidan yang telah dan akan bekerja untuk
memperkenalkan kondisi dan masalah kesehatan serta penanggulangannya
di desa terutama berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak balita. Mereka
juga mendapat kesempatan dalam berbagai kegiatan untuk
mengembangkan kemampuan, seperti pertemuan ilmiah baik dilakukan
oleh pemerintah maupun oleh organisasi profesi seperti IBI. Bidan yang
bekerja di desa, puskesmas, puskesmas pembantu; dilihat dari tugasnya
berfungsi sebagai bidan komunitas. (Syahlan, 1996 : 13)
7
BAB III
ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BIDAN DI KOMUNITAS
8
b. Ayat 2
Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat
1 adalah kecamatan atau kelurahan desa yang ditetapkan oleh kepala
dinkes kabupaten/kota
c. Ayat 3
Dalam hal daerah sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 telah
terdapat dokter kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
tidak berlaku
3. Pasal 15
Ayat 1
Pemerintahan daerah provinsi/kab/kota menugaskan bidan praktik mandiri
tertentu untuk melaksanakan program pemerintah
4. Pasal 16
a. Ayat 1
Pada daerah yang belum memiliki dokter pemerintah dan pemerintah
daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal DIII
kebidanan
b. Ayat 2
Bidan praktek mandiriyang ditugaskan sebagai pelaksana program
pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemerintah
daerah provinsi/kab/kota
5. Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan mempunyai hak
a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik
sepanjang sesuai dengan standar
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan
keluarga
9
c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar
d. Menerima imbalan jasa profesi
10
Definisi operasional
1. Ada pedoman pengelola pelayanan yang mencerminkan mekanisme
kerja di unit pelayanan tersebut yang disahkan oleh pemimpin.
2. Ada standar pelayanan yang dibuat mengacu pada standar ketenangan
yang telah disahkan oleh pimpinan.
3. Ada prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/tindakan kebidanan
yang disahkan oleh pimpinan.
4. Ada rencana/program kerja di setiap institusi pengelolaan yang
mengacu pada institusi induk.
5. Ada bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara teratur
dilengkapi dengan daftar hadir dan notulen rapat.
6. Ada naskah kerjasama, program praktik dari institusi yang
menggunakan latihan praktik, program, pengajaran klinik, dan
penilaian klinik. Ada bukti administrasi yang meliputi buku registrasi.
3. Standar III (Staf dan Pimpinan)
Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki program pengelolaan sumber
daya manusia (SDM) agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan
efisien.
Definisi operasional
1. Ada program kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan.
2. Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian.
3. Ada jadwal dinas yang menggambarkan kemampuan tiap-tiap perunit
yang memduduki tanggung jawab dan kemampuan bidan.
4. Ada seorang bidan pengganti dengan peran dan fungsi yang jelas dan
kualifikasi minimal selaku kepala ruangan jika kepala ruangan
berhalangan hadir.
11
5. Ada data personil yang bertugas di ruangan tersebut.
4. Standar IV (Fasilitas dan Peralatan)
a. Tersedia peralatan yang sesuai dengan standar dan ada mekanisme
keterlibatan bidan dalam perencanaan dan pengembangan sarana dan
prasarana.
b. Ada buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan
kualitasn barang.
c. Ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu.
d. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.
5. Standar V (Kebijaksanaan dan Prosedur)
a. Ada kebijaksanaan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar
pelayanan yang disaahkan oleh pimpinan.
b. Ada prossedur personalia: penerimaan pegawai kontak kerja, hak dan
kewajiban personalia.
c. Ada personalia pengajuan cuti pegawai, istirahat, sakit, dan lain-lain.
d. Ada prosedur pembinaan pegawai.
6. Standar VI (Pengembangan Staf dan Program Pendidikan)
a. Ada progrm pembinaan staf dan program pendidikan secara
berkesinambungan.
b. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/pegawai baru
dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan.
c. Ada data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil
pelatihan.
7. Standar VII (Standar Asuhan)
a. Ada standar manajemen kebidanan (SMK) sebagai pedoman dalam
memberi pelayanan kebidanan
b. Ada format manajemen kebidanan yang terdaftar pada catatan medik.
12
c. Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.
d. Ada diagnosis kebidanan.
e. Ada rencana asuhan kebidanan
f. Ada dokumentasi tertulis tentang tindakan kebidanan.
g. Ada evaluasi dalam memberi asuhan kebidanan.
h. Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan.
i. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/pegawai baru
dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan.
8. Standar VIII (Evaluasi dan Pengendalian Mutu)
a. Ada program atau rencana terulis peningkatan mutu pelayanan
kebidanan
b. Ada program atau rencana terulis untuk melakukan penilaian terhadap
standar pelayanan kebidanan
c. Ada bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari
kegiatan/pengendalian mutu asuhan dan pelayanan kebidanan.
d. Ada bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana
tindak lanjut.
e. Ada laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur kepada
semua staf pelayanan kebidanan.
13
umum, kode etik tersebut berisis 7 BAB. Bab-bab tersebut dapat dibedakan 7
bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat.
Setiap Bidan senantiasa menjunjung tinggi,menghayati dan
mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas
pengabdiannya.
Setiap Bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi
harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra
Bidan
Setiap Bidan dalam menjalankan tugas nya senantiasa berpedoman
pada peran, tugas, tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien,
keluarga, dan masyarakat.
Setiap Bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan
klien, menghormatkan nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat.
Setiap Bidan dalam menjalankan tugas senantiasa mendahulukan
kepentingan klien,keluarga dan masyarakat dengan identitas yang
sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang
dimilikinya.
Setiap Bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam
hubungan pelaksanaan tugas,dengan mendorong partisipasi masyarakat
untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya
Setiap Bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada
klien, keluarga masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang
dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien,keluarga dan masyarakat.
Setiap Bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai
kewenangan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan
konsultasi dan rujukan.
14
Setiap Bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan
dipercayakan kepadanya,kecuali bila diminta oleh pengadilan atau
diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien.
15
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa
menghayati dan mengamalkan kode etik bidan indonesia.
16
BAB IV
STANDAR ASUHAN KEBIDANAN
Standar II : Pengkajian
Pengumpulan data mengenai status kesehatan klien yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Standar V : Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan
keadaan klien dan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
17
Standar VI : Partisipasi klien
Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/pertisipasi klien dan
keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Standar IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi
asuhan kebidanan yang diberikan.
18
Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan
pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi
inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan.
Bidan yang baru lulus dapat mengajukan permohonan untuk
memperoleh SIB dengan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada selambat-
lambatnya satu bulan setelah menerima ijazah bidan. Kelengkapan registrasi
meliputi :
Fotokopi ijazah bidan.
Fotokopi transkrip nilai akademik.
Surat keterangan sehat dari dokter.
Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar.
19
C. Kewenangan Bidan Di Komunitas
Bidan dalam menjalankan praktiknya di komunitas berwenang untuk
memberikan pelayanan sesuai dengan kompetensi 8 yaitu bidan memberikan
asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan
masyarakat sesuai dengan budaya setempat.
20
Mengidentifikasi status kesehatan ibu dan anak.
Melakukan pertolongan persalinan dirumah dan polindes.
Melaksanakan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat
untuk mendukung upaya kesehatan ibu dan anak.
Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan.
Melakukan pencatatan dan pelaporan
d. Keterampilan tambahan
Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA.
Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi.
Mengelola dan memberikan obat – obatan sesuai dengan
kewenangannya.
Menggunakan tehnologi tepat guna.
D. Profesi Kebidanan
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi
profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang
profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran,
keuangan, militer, dan teknik .
Perilaku Profesional Bidan
1. Bertindak sesuai keahliannya
2. Mempunyai moral yang tinggi
3. Bersifat jujur
4. Tidak melakukan coba-coba
5. Tidak memberikan janji yang berlebihan
6. Mengembangkan kemitraan
7. Terampil berkomunikasi
8. Mengenal batas kemampuan
9. Mengadvokasi pilihan ibu
21
BAB V
KEGAWATDARURATAN OBSTETRI DAN NEONATAL
Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi,
kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam
mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit kehamilan
atau komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan persalinan
direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan asuhan
kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan tenaga kesehatan
yang terampil dan profesional dalam menanganan kondisi kegawatdaruratan.
Angka kematian ibu di Indonesia menempati urutan pertama di Negara kawasan
Asia Tenggara yaitu 307/100.000 kelahiran hidup sedangkan angka kematian bayi
juga masih tinggi yaitu 35/1000 kelahiran hidup (Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2007). Sejalan dengan komitmen pemerintah dalam
menunjang upaya pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s) no 4 dan 5
didalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi adalah pencapaian angka
kematian ibu menjadi 112/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi
menjadi 20/1000 kelahiran hidup.
A. Pengertian
Pertolongan pertama kegawatdaruratan obstetri dan neonatal adalah upaya
untuk mengatasi keadaan dari kesakitan agar pasien tidak meninggal, atau
memburuk keadaannya.
22
Prinsip umum penanganan penderita gawat darurat adalah penilaian keadaan
penderita, penentuan permasalahan utama ( diagnosis) dan tindakan yang
dilakukan harus cepat, tepat,cermat dan terarah, dan juga komunikasi harus
diperhatikan.
23
Syok Hemoragik
Preeklamsia Berat
2. Kegawatdaruratan neonatal
BBLR
Asfiksia
Ikterik
Hipotermi
Hipoglikemia
24
BAB VI
PELAYANAN KONTRASEPSI DAN RUJUKAN
A. Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan
sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma
tersebut. Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi
sederhana dan cara kontrasepsi moderen (metode efektif). (Birang Avandi,
2003).
B. Cara Kontrasepsi
Cara Kontrasepsi sederhana dan Moderen/Metode Efektif, (Birang Avandi,
2003) :
1. Cara Kontrasepsi Sederhana
Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan
kontrasepsi dengan alat/obat.
Kontarsepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan :
a. Senggama terputus
Merupakan cara kontrasepsi yang paling tua. Senggama dilakukan
sebagaimana biasa, tetapi pada puncak senggama, alat kemaluan pria
dikeluarkan dari liang vagina dan sperma dikeluarkan di luar. Cara ini
tidak dianjurkan karena sering gagal, karena suami belum tentu tahu
kapan spermanya keluar.
b. Pantang berkala
Cara ini dilakukan dengan tidak melakukan senggama pada saat istri
dalam masa subur. Cara ini kurang dianjurkan karena sukar
dilaksanakan dan membutuhkan waktu lama untuk ‘puasa’. Selain itu,
kadang juga istri kurang terampil dalam menghitung siklus haidnya
setiap bulan.
25
Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat dapat dilakukan
dengan menggunakan:
1. Kondom/Diafragma
Kondom merupakan salah satu pilihan untuk mencegah kehamilan
yang sudah populer di masyarakat. Kondom adalah suatu kantung
karet tipis, biasanya terbuat dari lateks, tidak berpori, dipakai untuk
menutupi zakar yang berdiri (tegang) sebelum dimasukkan ke
dalam liang vagina. Kondom sudah dibuktikan dalam penelitian di
laboratorium sehingga dapat mencegah penularan penyakit seksual,
termasuk HIV/AIDS.
Kondom mempunyai kelebihan antara lain mudah diperoleh di
apotek, toko obat, atau supermarket dengan harga yang terjangkau
dan mudah dibawa kemana-mana. Selain itu, hampir semua orang
bisa memakai tanpa mengalami efek sampingan. Kondom tersedia
dalam berbagai bentuk dan aroma, serta tidak berserakan dan
mudah dibuang. Sedangkan diafragma adalah kondom yang
digunakan pada wanita, namun kenyataannya kurang populer di
masyarakat.
2. Cream, Jelly, atau Tablet Berbusa
Semua kontrasepsi tersebut masing-masing dimasukkan ke dalam
liang vagina 10 menit sebelum melakukan senggama, yaitu untuk
menghambat geraknya sel sperma atau dapat juga membunuhnya.
Cara ini tidak populer di masyarakat dan biasanya mengalami
keluhan rasa panas pada vagina dan terlalu banyak cairan sehingga
pria kurang puas.
2. Cara kontrasepsi modern/metode Efektif
a. Pil
Pil adalah obat pencegah kehamilan yang diminum. Pil telah
diperkenalkan sejak 1960. Pil diperuntukkan bagi wanita yang tidak
hamil dan menginginkan cara pencegah kehamilan sementara yang
paling efektif bila diminum secara teratur. Minum pil dapat dimulai
26
segera sesudah terjadinya keguguran, setelah menstruasi, atau pada
masa post-partum bagi para ibu yang tidak menyusui bayinya. Jika
seorang ibu ingin menyusui, maka hendaknya penggunaan pil ditunda
sampai 6 bulan sesudah kelahiran anak (atau selama masih menyusui)
dan disarankan menggunakan cara pencegah kehamilan yang lain.
Pil dapat digunakan untuk menghindari kehamilan pertama atau
menjarangkan waktu kehamilan-kehamilan berikutnya sesuai dengan
keinginan wanita. Berdasarkan atas bukti-bukti yang ada dewasa ini,
pil itu dapat diminum secara aman selama bertahun-tahun. Tetapi, bagi
wanita-wanita yang telah mempunyai anak yang cukup dan pasti tidak
lagi menginginkan kehamilan selanjutnya, cara-cara jangka panjang
lainnya seperti spiral atau sterilisasi, hendaknya juga dipertimbangkan.
Akan tetapi, ada pula keuntungan bagi penggunaan jangka panjang pil
pencegah kehamilan. Misalnya, beberapa wanita tertentu merasa
dirinya secara fisik lebih baik dengan menggunakan pil daripada tidak.
Atau mungkin menginginkan perlindungan yang paling efektif
terhadap kemungkinan hamil tanpa pembedahan. Kondisi-kondisi ini
merupakan alasan-alasan yang paling baik untuk menggunakan pil itu
secara jangka panjang.
Jenis-jenis Pil
1) Pil gabungan atau kombinasi
Tiap pil mengandung dua hormon sintetis, yaitu hormon estrogen
dan progestin. Pil gabungan mengambil manfaat dari cara kerja
kedua hormon yang mencegah kehamilan, dan hampir 100%
efektif bila diminum secara teratur.
2) Pilberturutan
Dalam bungkusan pil-pil ini, hanya estrogen yang disediakan
selama 14—15 hari pertama dari siklus menstruasi, diikuti oleh 5
—6 hari pil gabungan antara estrogen dan progestin pada sisa
siklusnya. Ketepatgunaan dari pil berturutan ini hanya sedikit lebih
27
rendah daripada pil gabungan, berkisar antara 98—99%. Kelalaian
minum 1 atau 2 pil berturutan pada awal siklus akan dapat
mengakibatkan terjadinya pelepasan telur sehingga terjadi
kehamilan. Karena pil berturutan dalam mencegah kehamilan
hanya bersandar kepada estrogen maka dosis estrogen harus lebih
besar dengan kemungkinan risiko yang lebih besar pula
sehubungan dengan efek-efek sampingan yang ditimbulkan oleh
estrogen.
3) Pil khusus – Progestin (pil mini)
Pil ini mengandung dosis kecil bahan progestin sintetis dan
memiliki sifat pencegah kehamilan, terutama dengan mengubah
mukosa dari leher rahim (merubah sekresi pada leher rahim)
sehingga mempersulit pengangkutan sperma. Selain itu, juga
mengubah lingkungan endometrium (lapisan dalam rahim)
sehingga menghambat perletakan telur yang telah dibuahi.
28
AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
AKDR atau IUD (Intra Uterine Device) bagi banyak kaum wanita
merupakan alat kontrasepsi yang terbaik. Alat ini sangat efektif dan
tidak perlu diingat setiap hari seperti halnya pil. Bagi ibu yang
menyusui, AKDR tidak akan mempengaruhi isi, kelancaran ataupun
kadar air susu ibu (ASI). Namun, ada wanita yang ternyata belum
dapat menggunakan sarana kontrasepsi ini. Karena itu, setiap calon
pemakai AKDR perlu memperoleh informasi yang lengkap tentang
seluk-beluk alat kontrasepsi ini.
29
c. Lippes Loop
AKDR ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya seperti
spiral atau huruf S bersambung. Untuk meudahkan kontrol,
dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis
yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A
berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm 9 (benang
hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning), dan 30 mm
(tebal, benang putih) untuk tipe D. Lippes Loop mempunyai
angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari pemakaian
spiral jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang menyebabkan
luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik.
Pemasangan AKDR
Prinsip pemasangan adalah menempatkan AKDR setinggi mungkin
dalam rongga rahim (cavum uteri). Saat pemasangan yang paling baik
ialah pada waktu mulut peranakan masih terbuka dan rahim dalam
keadaan lunak. Misalnya, 40 hari setelah bersalin dan pada akhir haid.
Pemasangan AKDR dapat dilakukan oleh dokter atau bidan yang telah
dilatih secara khusus. Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan
setelah pemasangan satu minggu, lalu setiap bulan selama tiga bulan
berikutnya. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap enam bulan
sekali.
30
Keluhan-keluhan pemakai AKDR
Keluhan yang dijumpai pada penggunaan AKDR adalah terjadinya
sedikit perdarahan, bisa juga disertai dengan mules yang biasanya
hanya berlangsung tiga hari. Tetapi, jika perdarahan berlangsung terus-
menerus dalam jumlah banyak, pemakaian AKDR harus dihentikan.
Pengaruh lainnya terjadi pada perangai haid. Misalnya, pada
permulaan haid darah yang keluar jumlahnya lebih sedikit daripada
biasa, kemudian secara mendadak jumlahnya menjadi banyak selama
1–2 hari. Selanjutnya kembali sedikit selama beberapa hari.
Kemungkinan lain yang terjadi adalah kejang rahim (uterine cramp),
serta rasa tidak enak pada perut bagian bawah. Hal ini karena terjadi
kontraksi rahim sebagai reaksi terhadap AKDR yang merupakan benda
asing dalam rahim. Dengan pemberian obat analgetik keluhan ini akan
segera teratasi. Selain hal di atas, keputihan dan infeksi juga dapat
timbul selama pemakaian AKDR.
Ekspulsi
Selain keluhan-keluhan di atas, ekspulsi juga sering dialami pemakai
AKDR, yaitu AKDR keluar dari rahim. Hal ini biasanya terjadi pada
waktu haid, disebabkan ukuran AKDR yang terlalu kecil. Ekspulsi ini
juga dipengaruhi oleh jenis bahan yang dipakai. Makin elastis sifatnya
makin besar kemungkinan terjadinya ekspulsi. Sedangkan jika
permukaan AKDR yang bersentuhan dengan rahim (cavum uteri)
cukup besar, kemungkinan terjadinya ekspulsi kecil.
31
tergantung daya dan luas permukaan tembaganya. Setelah itu harus
diganti dengan yang baru.
b. Suntikan
Kontrasepsi suntikan adalah obat pencegah kehamilan yang
pemakaiannya dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat tersebut
pada wanita subur. Obat ini berisi Depo Medorxi Progesterone Acetate
(DMPA). Penyuntikan dilakukan pada otot (intra muskuler) di bokong
(gluteus) yang dalam atau pada pangkal lengan (deltoid).
1) Cara pemakaian
Cara ini baik untuk wanita yang menyusui dan dipakai segera
setelah melahirkan. Suntikan pertama dapat diberikan dalam waktu
empat minggu setelah melahirkan. Suntikan kedua diberikan setiap
satu bulan atau tiga bulan berikutnya.
2) Kontra indikasi
Kontrasepsi suntikan tidak diperbolehkan untuk wanita yang
menderita penyakit jantung, hipertensi, hepatitis, kencing manis,
paru-paru, dan kelainan darah.
3) Efek samping kontrasepsi suntikan
a) Tidak datang haid (amenorrhoe)
b) Perdarahan yang mengganggu
c) Lain-lain: sakit kepala, mual, muntah, rambut rontok, jerawat,
kenaikan berat badan, hiperpigmentasi.
c. Norplant
Norplant merupakan alat kontrasepsi jangka panjang yang bisa
digunakan untuk jangka waktu 5 tahun. Norplant dipasang di bawah
kulit, di atas daging pada lengan atas wanita. Alat tersebut terdiri dari
enam kapsul lentur seukuran korek api yang terbuat dari bahan karet
silastik. Masing-masing kapsul mengandung progestin levonogestrel
sintetis yang juga terkandung dalam beberapa jenis pil KB. Hormon ini
lepas secara perlahan-lahan melalui dinding kapsul sampai kapsul
diambil dari lengan pemakai. Kapsul-kapsul ini bisa terasa dan
32
kadangkala terlihat seperti benjolan atau garis-garis. ( The Boston’s
Book Collective, The Our Bodies, Ourselves, 1992)
Norplant sama artinya dengan implant. Norplant adalah satu-
satunya merek implant yang saat ini beredar di Indonesia. Oleh karena
itu, sering juga digunakan untuk menyebut implant. Di beberapa
daerah, implant biasa disebut dengan susuk.
Indonesia merupakan negara pemula dalam penerimaan
norplant yang dimulai pada 1987. Sebagai negara pelopor, Indonesia
belum mempunyai referensi mengenai efek samping dan permasalahan
yang muncul sebagai akibat pemakaian norplant. Pada 1993, pemakai
norplant di Indonesia tercatat sejumlah 800.000 orang.
Efektivitas norplant
Efektivitas norplant cukup tinggi. Tingkat kehamilan yang
ditimbulkan pada tahun pertama adalah 0,2%, pada tahun kedua 0,5%,
pada tahun ketiga 1,2%, dan 1,6% pada tahun keempat. Secara
keseluruhan, tingkat kehamilan yang mungkin ditimbulkan dalam
jangka waktu lima tahun pemakaian adalah 3,9 persen. Wanita dengan
berat badan lebih dari 75 kilogram mempunyai risiko kegagalan yang
lebih tinggi sejak tahun ketiga pemakaian (5,1 persen).
Pemasangan norplant
Pemasangan norplant biasanya dilakukan di bagian atas (bawah
kulit) pada lengan kiri wanita (lengan kanan bagi yang kidal), agar
tidak mengganggu kegiatan. Norplant dapat dipasang pada waktu
menstruasi atau setelah melahirkan oleh dokter atau bidan yang
33
terlatih. Sebelum pemasangan dilakukan pemeriksaan kesehatan
terlebih dahulu dan juga disuntik untuk mencegah rasa sakit. Luka
bekas pemasangan harus dijaga agar tetap bersih, kering, dan tidak
boleh kena air selama 5 hari. Pemeriksaan ulang dilakukan oleh dokter
seminggu setelah pemasangan. Setelah itu, setahun sekali selama
pemakaian dan setelah 5 tahun norplant harus diambil/dilepas.
34
anak dan usia istri. Misalnya, untuk usia istri 25–30 tahun, jumlah anak
yang hidup harus 3 atau lebih.
4. Tujuan Rujukan
Terwujudnya suatu jaringan pelayanan MKET yang terpadu
disetiap tingkat wilayah, sehingga setiap unit pelayanan memberikan
pelayanan secara berhasil guna dan berdaya guna maksimal, sesuai dengan
tingkat kemampuannya masing-masing.
35
Peningkatan dukungan terhadap arah dan pendekatan gerakan KB
Nasional dalam hal perluasan jangkauan dan pembinaan peserta KB
dengan pelayanan yang makin bemutu tinggi serta pengayoman penuh
kepada masyarakat
Jenis Rujukan
Rujukan MKET dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu sebagai berikut:
1. Pelimpahan Kasus
Pelimpahan kasus dari unit pelayanan MKET yang lebih sederhana ke
unit pelayanan MKET yang lebih mampu dengan maksud memperoleh
pelayanan yang lebih baik dan sempurna.
Pelimpahan kasus dari unit pelayanan MKET yang lebih mampu ke
unit pelayanan yang lebih sederhana dengan maksud memberikan
pelayanan selanjutnya atas kasus tersebut
Pelimpahan kasus ke unit pelayanan MKET dengan tingkat
kemampuan sama dengan pertimbangan geografis, ekonomi dan
efisiensi kerja.
2. Pelimpahan pengetahuan dan keterampilan
Pelimpahan pengetahuan dan keterampilan ini dapat dilakukan dengan:
Pelimpahan tenaga dari unit pelayanan MKET yang lebih mampu ke
unit pelayanan MKET yang lebih sederhana dengan maksud
memberikan latihan praktis.
3. Pelimpahan tenaga dari unit pelayanan MKET yang lebih sederhana ke
unit pelayanan MKET yang lebih mampu dengan maksud memberikan
latihan praktis
Pelimpahan tenaga ke unit pelayanan MKET dengan tingkat
kemampuan sama dengan maksud tukar-menukar pengalaman
36
Pelimpahan bahan-bahan penunjang diagnostic
a. Pelimpahan bahan-bahan penunjang diagnostik dari unit pelayanan
MKET yang lebih sederhana ke unit pelayanan MKET yang lebih
mampu dengn maksud menegakkan diagnose yang lebih tepat
b. Pelimpahan bahan-bahan penunjang diagnostic dari unit pelayanan
MKET yang lebih sederhana dengan maksud untuk dicobakan atau
sebagai informasi
c. Pelimpahan bahan-bahan penunjang diagnostic ke unit pelayanan
dengan tingkat kemampuan sama dengan maksud sebagai informasi
atau untuk dicobakan
37
pelayanan yang lebih mampu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan
d. Mengusahaan kunjungan tenaga dari unit pelayanan MKET yang
lebih mampu untuk pembinaan tugas dan pelayanan MKET
2. Unit pelayanan MKET tingkat kecamatan (puskesmas) yang
mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. Menerima dan menanggulangi kasus rujukan dari unit pelayanan
MKET
b. Meengirim kembali kasus yang sudah ditanggulangi untuk dibina
lebih lanjut oleh unit pelayanan MKET yang merujuk
c. Merujuk kasus-kasus yang tidak mampu ditanggulangi ke unit
pelayanan MKET yang lebih mampu dan terdekat
d. Menerima kembali untuk pembunaan tindak lanjut kasus-kasus
yang dikembalikan oleh unit pelayanan MKET yang lebih mampu
e. Mengadakan konsultasi dan mengadakn kunjungan ke unit
pelayanan yang lebih mampu untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan
f. Mengusahakan adanya kunjungan tenaga dari unit pelayanan
MKET yang lebih mampu untuk pembinaan petugas dan pelayanan
masyarakat
g. Mengirim bahan-bahan penunjang diagnostic ke unit pelayanan
MKET yang lebih mampu, jika tidak dapat melakukan
pemeriksaan diagnose yang lebih tepat
h. Menerima kembli hasil pemeriksaan bahan-bahan diagnosik yang
sebelumnya dikirim ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu
3. Unit pelayanan MKET tingkat kabupaten/kotamadya (RS klas D,RS
klas D, RS klas C).
a. Menerima dan menanggulangi kasus rujukan dari unit pelayanan
MKET dibawahnya. Pelayanan
b. Mengirim kembali kasus yang sedang ditanggulangi untuk dibina
lebih lanjut oleh unit pelayanan MKET yang merujuk
38
c. Merujuk kasus-kasus yang tidak mampu ditanggulangi ke unit
pelayanan MKET yang lebih mampu dan terdekat
d. Kasus kembali untuk pembunaan tindak lanjut kasus-kasus yang
dikembalikan oleh unit pelayanan MKET yang lebih mampu
e. Mengadakan konsultasi dan mengadakan kunjungan ke unit
pelayanan yang lebih mampu untuk pembinaan petugas dan
pelayanan masyarakat
f. Mengusahakan adanya kunjungan tenaga dari unit pelayanan
MKET yang lebih mampu untuk pembinaan petugas dan pelayanan
masyarakat
g. Mengirim bahan-bahan penunjang diagnostic ke unit pelayanan
MKET yang lebih mampu, jika tidak mampu melakukan
pemeriksaan sendiri atau jika hasilnya meragukan untuk
menegakkan diagnose yang lebih tepat
h. Menerima kembali hasil pemeriksaan bahan-bahan diagnostic yang
sebelumya dikirim ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu
4. Unit pelayanan mKET tingkat provinsi (RS klas C, RS klas B, RS klas
B2).
a. Menerima dan menanggulangi kasus rujukan dari unit pelayanan
MKET dibawahnya
b. Mengirim kembali kasus yang sudah ditanggulangi untuk dibina
lebih lanjut oleh unit pelayanan MKET yang merujuk
c. Menerima konsultasi dan latihan petugas pelayanan MKET dari
Unit pelayanan MKET dibawahnya
d. Mengusahakan dilaksanakannya kunjungan tenaga/spesialis keunit
pelayanan MKET yang kurang mampu untuk pembinaan petugas
dan pelayanan masyarakat
e. Menerima rujukan bahan-bahan penunjang diagnostic
f. Mengirimkan hasil pemeriksaan bahan-bahan penunjang diagnostic
tersebut diatas
39
5. Unit pelayanan MKET tingkst pusat (RS klas A)
a. Menerima dan menanggulangi kasus rujukan dari unit pelayanan
MKET dibawahnya
b. Mengirim kembali kasus yang sudah ditanggulangi untuk dibina
lebih lanjut oleh unit pelayanan MKET yang merujuk
c. Menerima konsultasi dan latihan petugas pelayanan MKET dari
unit pelayanan MKET dibawahnya
d. Mengusahakan dilaksanakannya kunjungan tenaga/spesialis ke unit
pelayanan MKET yang kurang mampu untuk pembinaan petugas
dan pelayanan masyarakat
e. Menerima rujukan bahan-bahan penunjang diagnostic
f. Mengirimkan hasil pemeriksaan bahan-bahan penunjang diagnostic
tersebut diatas
40
2) Unit pelayanan yang merujuk kasus ke unit pelayanan yang lebih
sederhana
Unit pelayanan yang merujuk kasus ke unit pelayanan yang lebih
sederhana:
a) Setelah melakukan pemeriksaan dengan atau tanpa
pemeriksaan penunjang diagnostic, terhadap penderita
ternyata pengobatan dan perawatan dapat dilakukan di unit
pelayanan yang lebih sederhana
b) Setelah melakukan pengobatan dan perawatan ternyata
penderita masih melakukan pembinaan selanjutnya yang dapat
dilakukan oleh unit pelayanan yang lebih sederhana
3) Unit pelayanan yang merujuk kasus ke unit pelayanan dengan
kemampuannya yang sama.
a. Unit pelayanan dapat merujuk ke unit pelayanan dengan
kemampuan sama jika:
1) Setelah melakukan pemeriksaan dengan atau tanpa
pemeriksaan penunjang diagnostic, ternyata untuk
kemudahan penderita pengobatan dan perawatan dapat
dilakukan di unit pelayanan yang lebih dekat
2) Setelah melakukan pengobatan dan perawatan, penderita
masih memerlukan pembinaan lanjutan di unit pelayanan
yang lebih dekat
b. Unit pelayanan yang menerima rujukan
1) Unit pelayanan yang menerima rujukan dari unit
pelayanan yang lebih sederhana.
2) Sesudah melakukan pemeriksaan penunjang diagnostic,
dapat mengirimkan kembali penderita ke unit pelayanan
yang merujuk untuk perawatan dan pengobatan
3) Sesudah melakukan perawatan dan pengobatan, dapat
mengirimkan kembali penderita ke unit pelayanan yang
merujuk untuk pembinaan lebuh lanjut
41
c. Unit pelayanan yang menerima rujukan dari unit pelayanan
yang lebih mampu
1) Melakukan perawatan dan pengobatan penderita yang
dirujuk, atau;
2) Melakukan pembinaan lanjutan terhadap penderita yang
dirujuk
3) Unit pelayanan yang menerima rujukan dari unit
pelayanan dengan kemampuan sama.
4) Melakukan perawatan dan pengobatan penderita yang
dirujuk, atau;
5) Melakukan pembinaan lanjutan terhadap penderita yang
dirujuk
42
d. Unit pelayanan yang menerima rujukan
1) Unit pelayanan yang menerima rujukan dari unit pelayanan yang
lebih sederhana perlu melakukan tindakan-tindakan sebagai
berikut:
a) Melakukan pemeriksaan bahan-bahan penunjang diagnostic
yang dirujuk.
b) Mengirimkan hasil pemeriksaan bahan-bahan penunjang
diagnostic kepada unit pelayanan yang merujuk.
2) Unit pelayanan yang menerima bahan-bahan penunjang diagnostic
dari unit pelayanan yang lebih mampu, perlu melakukan tindakan.”
Mencoba pemeriksaan yang lebih mampu, perlu melakukan yang
dirujuk”
3) Unit pelayanan yang menerima bahan penunjang diagnostic dari
unit pelayanan dengan kemampuan yang setingkat, perlu
melakukan tindakan.
43
BAB VII
SISTEM RUJUKAN
A. Sistem Rujukan
Sistem rujukan merupakan pelayanan kesehatan yang memungkinkan
pelayanan tanggung jawab secara timbal balik atas masalah yang timbul
secara vertikal maupun horizontal kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang
lebih mampu untuk memberikan pelayanan yang cukup.
Dalam sistem rujukan dibutuhkan pusat rujukan sebagai pusat rujukan
alat dan tenaga kesehatan yang memiliki perlengkapan yang lebih
canggih,yakni RS kabupaten/kota.
B. Jenis-jenis rujukan
1. Rujukan terlambat
Rujukan yang disebabkan oleh mekanisme rujukan yang belum
dilaksanakan secara tepat dan terencana sejak dari rumah/tempat kejadian
hingga rumah sakit, sehingga kondisi kesehatan ibu dan anak dalam
kondisi yang kritis.
a. Sering kali disebabkan oleh:
1) Faktor geografi
Lokasi terpencil dan jauh dari jangkauan akses menuju rujukan
atau transportasi.
2) Faktor sosial budaya
Persepsi masyarakat yang masih percaya pada dukun atau
pengobatan alternatif
3) Faktor sosial ekonomi
Pemahaman pemanfaatan pelayanan kesehatan masih rendah
karena adanya tingkat sosial ekonomi yang rendah dengan
kesulitan biaya rujukan.
44
4) Faktor kondisi anak dan ibu yang di rujuk
Komplikasi pada penyakit ibu/anak ,penolong pertama belum
memahami sistem rujukan.
2. Rujukan terencana
Rujukan yang dikembangkan secara sederhana,mudah di mengerti dan
dapat disiapkan atau direncanakan oleh ibu atau keluarga dalam
mempersiapkan pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Bertujuan :
Menurunkan atau mengurangi rujukan terlambat
Mencegah komplikasi ibu dan anak
Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak sehingga
keterlambatan dalam pengenalan masa pengambilan keputusan,
pengiriman rujukan serta penanganan di pusat rujukan dapat teratasi
dengan baik.
Macam-macam rujukan terencana :
a. Rujukan dini berencana
Rujukan yang dilakukan pada ibu /anak yang masih sehat yang
diperkirakan mungkin ada komplikasi
b. Rujukan tepat waktu
Rujukan yang harus segera dilakukan dalam menyelamatkan
nyawa khusus yang dilakukan pada ibu/anak yang mengalami
komplikasi
45
harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus
mana yang harus dirujuk
Jalur rujukan
1. Dari Kader
Dapat langsung merujuk ke :
a. Puskesmas pembantu
b. Pondok bersalin / bidan desa
c. Puskesmas / puskesmas rawat inap
d. Rumah sakit pemerintah / swasta
2. Dari Posyandu
Dapat langsung merujuk ke :
1) Puskesmas pembantu
2) Pondok bersalin / bidan desa
3) Puskesmas / puskesmas rawat inap
4) Rumah sakit pemerintah / swasta
Mekanisme rujukan
- Pada tingkat Kader
Bila ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri maka
segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat karena mereka
belum dapat menetapkan tingkat kegawatdaruratan.
- Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas
Tenaga kesehatan harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan
kasus yang ditemui. Sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya
46
mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri
dan kasus mana yang harus dirujuk.
Selain itu sebelum merujuk bidan harus memperhatikan sistem rujukan
yaitu menggunakan BAKSOKUDA.
Yaitu :
BIDAN : Pastikan ibu/bayi/klien didampingi oleh tenaga
kesehatan yang kompetan dan memiliki kemampuan
untuk melaksanakan kegawatdaruratan.
ALAT : Bahwa perlengkapan dan bahan-bahan yang
diperlukan, seperti spuit, infus set, tensi meter,
stetoskop dan oksitosin.
KELUARGA : Beritahu keluaraga tentang kondisi terakhir ibu dan
alasan kenapa harus dirujuk,suami dan anggota yang
lain harus menemani ibu untuk dirujuk.
SURAT : Beri surat ketempat rujukan yang berisi identifikasi
ibu,alasan rujukan,uraian hasil rujukan,asuhan, atau
obat” yang telah diterima ibu.
OBAT : Bawa obat”an esensial yang diperlukan selama
perjalanan merujuk
KENDARAAN : Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk
memungkinkan ibu dalam kondisi yang nyaman dan
dapat mencapai tempat rujukan
UANG : Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam
jumlah yang cukup untuk membeli obat dan bahan
kesehatan yang diperlukan ditempat rujukan
DARAH : Siapkan donor darah apabila ibu membutuhkan
transfusi mendadak
47
Hal – Hal Yang Menyebabkan Kegagalan Proses Rujukan
Sistem rujukan menyatakan bahwa beberapa hal yang dapat
menyebabkan kegagalan proses rujukan yaitu
Tidak ada keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya terkait,
Keterbatasan sarana,
Tidak ada dukungan peraturan.
Keterbatasan seorang dokter dalam mengamati efek samping obat,
Tidak melibatkan farmasis,.(http://sistem rujukan .com)
48
Upaya Penanganan Terpadu Kegawatdaruratan:
1. Dimasyarakat
Peningkatan kemampuan bidan terutama di desa dalam memberikan
pelayanan esensial, deteksi dini dan penanganan kegawatdaruratan
(PPGDON)
2. Di Puskemas
Peningkatan kemampuan dan kesiapan puskesmas dlm memberikan
Penanganan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar ( PONED )
3. Di Rumah Sakit
Peningkatan kemampuan dan kesiapan RS kab / kota dlm PONEK
4. Pemantapan jarigan pelayanan rujukan obstetri & neonatal
Koordinasi lintas program, AMP kab / kota dll
49
e. Partus dengan tindakan ekstraksi vacum,ekstraksi forcep
50
c. Kemantapan institusi dan organisasi, termasuk kejelasan mekanisme
kerja dan kewenangan unit pelaksana/tim PONEK- ada kebijakan
d. Dukungan penuh dari Bank Darah / UTD – RS, Kamar Operasi,
HCU/ICU/NICU, IGD dan unit terkait lainnya
e. Tersedianya sarana/peralatan rawat intensif dan diagnostik pelengkap
(laboratorium klinik, radiologi, RR 24 jam, obat dan penunjang lain. )
51
BAB VIII
KESIMPULAN
52
DAFTAR PUSTAKA
http://lubis454.wordpress.com/category/rujukan-persalinan/
http://kebidanank.blogspot.com/2011/11/kebidanan-komunitas-dian-husada.html
http://richylerian.blogspot.com/2012/10/makalah-asuhan-kebidanan-
komunitas.html
53