DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH:
MUTIA KHAIRANI
REVI MARLINA
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih
kepada semua teman yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis hanya
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi diri sendiri maupun kepada pembaca
umumnya.
Penulis menyadari dengan keterbatasan yang saya miliki sebagai manusia biasa, namun
karena tugas ini adalah amanah, maka tersususnlah hasil pemikiran saya yang mungkin masih
jauh dari suatu kesempurnaan untuk itu saya mengharapkan kritik dan pesan demi
menyempurnakan makalah ini.
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang bertujuan
untuk mewujudkan kesehatan keluarga yang berkualitas. Pelayanan kebidanan adalah pelayanan
yang diberikan oleh bidan sesuai dengan kewenangannya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan
anak di keluarga maupun di masyarakat. Dalam rangka pemberian pelayanan kebidanan pada ibu
dan anak di komunitas diperlukan bidan komunitas yaitu bidan yang bekerja melayani ibu dan
anak di suatu wilayah tertentu.
Kebidanan komunitas adalah bidan yang melakukan pelayanan kebidanan kepada keluarga
dan masyarakat di suatu wilayah tertentu.
Adapun bentuk pelayanannya adalah memberikan supersive seperti bantuan, konseling atau
bimbingan kepada perempuan selama masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, hingga
perawatan pada bayi baru lahir.
Sementara yang dimaksud dengan kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan secara
profesional untuk masyarakat dengan tujuan utama pada kelompok tinggi agar dapat mencapai
derajat kesehatan yang terbaik. Guna mencapai derajat kesehatan yang terbaik serta optimal
maka perlu adanya pencegahan penyait, keterjangkauan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan
mitra hingga melakukan evaluasi terhadap pelayanan kebidanan.
Pelayanan kebidanan komunitas adalah usaha bidan guna memecahkan suatu masalah
kesehatan pada perempuan atau ibu dan bayi di dalam keluarga.Ruang lingkup pelayanan
kebidanan komunitas dilakukan di luar rumah sakit maupun institusi terkait atau juga dapat
memberikan pelayanan kebidanan dalam upaya mencegah kematian pada ibu dan bayi saat
persalinan
2. RUMUSAN MASALAH
1) Apa pengertian dari kebidanan komunitas?
2) Bagaimana riwayat kebidanan komunitas di indonesia dan beberapa negara lain?
3) Apa tujuan kebidanan komunitas?
4) Siapa fokus/ sasaran kebidanan komunitas?
5) Bagaimana ruang lingkup dan jaringan kerja kebidanan komunitas?
6) Bagaimana prinsip pelayanan asuhan kebidanan komunitas?
7) Pembangunan pasca SDGs 2020
8) Indonesia sehat 2025
3. TUJUAN
1) Untuk mengetahui pengertian dari kebidanan komunitas
2) Untuk mengetahui Bagaimana riwayat kebidanan komunitas di indonesia dan beberapa
negara lain
3) Untuk mengetahui tujuan kebidanan komunitas
4) Untuk mengetahui ruang lingkup dan jaringan kerja kebidanan komunitas
5) Untuk mengetahui Siapa fokus/ sasaran kebidanan komunitas
6) Untuk mengetahui Bagaimana prinsip pelayanan asuhan kebidanan komunitas
7) Untuk mengetahui pembangunan pasca SDGs 2020
8) Untuk mengetahui Indonesia sehat 2025
BAB II
PEMBAHASAN
Kebidanan komunitas adalah bidan yang melakukan pelayanan kebidanan kepada keluarga
dan masyarakat di suatu wilayah tertentu.
Adapun bentuk pelayanannya adalah memberikan supersive seperti bantuan, konseling atau
bimbingan kepada perempuan selama masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, hingga
perawatan pada bayi baru lahir.
Sementara yang dimaksud dengan kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan secara
profesional untuk masyarakat dengan tujuan utama pada kelompok tinggi agar dapat mencapai
derajat kesehatan yang terbaik.
Guna mencapai derajat kesehatan yang terbaik serta optimal maka perlu adanya pencegahan
penyait, keterjangkauan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan mitra hingga melakukan evaluasi
terhadap pelayanan kebidanan.Pelayanan kebidanan komunitas adalah usaha bidan guna
memecahkan suatu masalah kesehatan pada perempuan atau ibu dan bayi di dalam keluarga.
Sampai saat ini belum ada pendidikan khusus untuk menghasilkan tenaga bidan yang
bekerja di komuniti. Pendidikan yang ada sekarang ini diarahkan untuk menghasilkan bidan yang
mampu bekerja di desa. Pendidikan tersebut adalah program pendidikan bidan A (PPB A), B
(PPB B), C (PPB C) dan Diploma III Kebidanan. PPB-A,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal
dari lulusan SPK (Sekolah Perawat Kesehatan). PPB-B,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal
dari lulusan Akademi Perawat. PPB-C, lama pendidikan 3 tahun, siswa berasal dari lulusan SMP
(Sekolah Menengah Pertama). Diploma III Kebidanan : lama pendidikan 3 tahun, berasal dari
lulusan SMU, SPK maupun PPB-A mulai tahun 1996. Kurikulum pendidikan bidan tersebut
diatas disiapkan sedemikian rupa sehingga bidan yang dihasilkan mampu memberikan pelayanan
kepada ibu dan anak balita di masyarakat terutama di desa. Disamping itu Departemen
Kesehatan melatih para bidan yang telah dan akan bekerja untuk memperkenalkan kondisi dan
masalah kesehatan serta penanggulangannya di desa terutama berkaitan dengan kesehatan ibu
dan anak balita. Mereka juga mendapat kesempatan dalam berbagai kegiatan untuk
mengembangkan kemampuan, seperti pertemuan ilmiah baik dilakukan oleh pemerintah maupun
oleh organisasi profesi seperti IBI. Bidan yang bekerja di desa, puskesmas, puskesmas
pembantu; dilihat dari tugasnya berfungsi sebagai bidan komunitas. (Syahlan, 1996 : 13)
Pada tahun 1952, sekolah bidan 4 tahun menitikberatkan pendidikan formal pada kualitas
pertolongan persalinan di rumah sakit. Selain itu bidan bertugas secara mandiri di biro konsultasi
(CB) yang saat ini menjadi poliklinik antenatal rumah sakit. Dalam peran tersebut, bidan sudah
memasukkan konsep pelayanan kebidanan komunitas.
Pada tahun 1953 di Yogyakarta diadakan kursus tambahan bagi bidan (KTB), Yang
berfokus pada kesehatan masyarakat. Dengan demikian pemerintah mengakui bahwa peran bidan
tidak hanya terbatas pada pelayanan masyarakat, yang berbasis di balai kesehatan ibu dan anak
(BKIA) di tingkat kecamatan. Ruang lingkup pelayanan BKIA meliputi : pelayanan antenatal
(pemberian pendidikan kesehatan, nasehat perkawinan,perencanaan keluarga dll), intranatal,
postnatal (kunjungan rumah, tremasuk pemeriksaan dan imunisasi bayi, balita dan remaja),
penyuluha gizi, pemberdayaan masyarakat, serta pemberian makanan tambahan. Pengakuan ini
secara formal dalam bentuk adanya bidan coordinator yang secara struktural tercatat di jenjang
inspektorat kesehatan, mulai daerah tingkat I (Propinsi) sampai dengan II (Kabupaten)
Ketika konsep puskesmas dilaksanakan pada tahun 1967, pelayanan BKIA menjadi
bagian dari pelayanan Puskesmas. Secara tidak langsung, hal ini menyebabkan penyusutan peran
bidan di masyarakat. Bidan di puskesmas tetap memberikan pelayanan KIA dan KB di luar
gedung maupun didalam gedung, namun hanya sebagai staf pelaksana pelayanan KIA, KB,
Posyandu, UKS dan bukan sebagai perencana dan pengambil keputusan pelayanan di
masyarakat. Tanpa disadari, bidan kehilangan keterampilan menggerakan masyarakat, karena
hanya sebagai pelaksana.
Pada tahun 1990-1996 konsep bidan di desa dilaksanakan untuk mengatasi tingginya
angka kematian ibu. Pemerintah (BKKBN) menjalankan program pendidikan bidan secara
missal (SPK + 1 tahun) (SPK : Sekolah Perawat Kesehatan, lulusan SMP + 3 tahun). Bidan di
desa (BDD) merupakan staf Polindes. Ruang lingkup tugas BDD mencakup peran sebagai
penggerak masyarakat, memiliki wilayah kerja dan narasumber berbagai hal. Sayangnya materi
dan masa pendidikan BDD tidak memberikan bekal yang cukup untuk bisa berperan maksimal.
Gerakan Sayang Ibu (GSI) saat Departemen Kesehatan menerapkan inisiatif safe
motherhood malah diprakarsai oleh Kantor Menteri Pemberdayaan Perempuan tahun 1996
dengan tujuan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menurunkan AKI. Pada tahun yang
sama (1996), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) melakukan advokasi pada pemerintah yang
melahirkan program pendidikan Diploma III Kebidanan (setingkat akademi). Program baru ini
memasukkan lebih banyak mateeri yang dapat membekalli bidan untuk bisa menjadi agen
pembaharu di masyarakat, tidak hanya di fasilitas klinis.
A. SELANDIA BARU
Selandia Baru telah mempunyai peraturan tentang cara kerja kebidanan sejak tahun 1904,
tetapi lebih dari 100 tahun yang lalu, lingkup praktik bidan telah berubah secara berarti sebagai
hasil dari meningkatnya sistem perumahsakitan dan pengobatan atau pertolongan dalam
kelahiran. Karena danya otonomi bagi pekerja yang bergerak dalam porakteknya dengan lingkup
praktek yang penuh di awal tahun 1900, secara perlahan bidan menjadi ‘asisten’ dokter.
Bidan bekerja di masyarakat di mulai dengan bekerja di rumah sakit dalam area tertentu,
seperti klinik antenatal, ruang bersalin dan ruang nifas, kehamilan dan persalinan menjadi
terpisah menjadi khusus dan tersendiri secara keseluruhan. Dalam proses ini, bidan kehilangan
pandangan bahwa persalinan adalah suatu peristiwa yang normal dan dengan peran mereka
sendiripun sebagai pendamping pada peristiwa normal tersebut. Di samping itu bidan menjadi
berpengalaman memberikan intervensi dan asuhan maternitas yang penuh dengan pengaruh
medis, dimana seharusnya para dokter dan rumah sakit secara langsung yang lebih tepat untuk
memberikannya.
Model di atas ditujukan untuk memberikan pelayanan pada maternal dan untuk
mengurangi angka kematian dan kesakitan ibu dan janin hal ini berlangsung pada tahun 1920
sampai dengan tahun 1980 dimana yang memberlakukan model tersebut adalah negara-negara
barat seperti Selandia Baru, Australia, Inggris dan Amerika. Tetapi strategi seperti itu tidak
mencapai kesuksesan.
Di Selandia Baru, para wanitalah yang melawan model asuh persalinan tersebut dan
menginginkan kembalinya bidan ‘tradisional’ yaitu seseorang yang berpengalaman dari
mulainya kehamilan sampai dengan enam minggu setelah persalinan. Mereka menginginkan
bidan yang berkerja dipercaya kemampuannya untuk menolong persalinan tanpa intervensi dan
memberikan dukungan bahwa persalinan adalah peristiwa yang normal .Wanita-wanita Selandia
Baru menginginkan untuk mengambil alih kembali kontrol dalam persalinan mereka dan
menempatkan diri emreka di tempat yang tepat sebagai pusat kontrol di dalam memilih apa yang
berkenaan dengan diri mereka.
Pada era 80-an, bidan bekerjasama dengan para wanita untuk menegaskan kembali
otonomi bidan dan bersama-sama sebagai partner mereka telah membawa kebijakan politik yang
diperkuat dengan legalisasi tentang prfoesionalisme praktek bidan.Sebagian besar bidan di
Selandia Baru mulai memilih untuk bekerja secara mandiri dengan tanggungjawab penuh kepada
klien dan asuhannya dalam lingkup yang normal. Lebih dari 10 tahun yang lalu, pelayanan
mmaternitas telah berubah secara dramatis. Saat ini, 86% wanita mendapatkan pelayanan dari
bidan selama kehamilan sampai nifas, dan asuhan berkelanjutan pada persalinan dapat dilakukan
di rumah ibu. Sekarang, di samping dokter, 63% wanita memilih bidan sebagai satu-satunya
perawat maternitas, dalam hal ini terus meningkat.
Ada suatu keinginan dari para wanita agar dirinya menjadi pusat pelayanan maternitas.
Di rumah sakit pun memberikan pelayanan bagi yang menginginkan tenaga kesehatan
profesional yaitu pusat pelayanan maternitas. Model kebidanan yang digunakan di Selandia Baru
adalah partnership antara bidan dan wanita. Bidan dengan pengetahuan, keterampilan dan
pengalamannya, dan wanita dengan pengetahuan tentang kebutuhan diri dan keluarganya, serta
harapan-harapan terhadap kehamilan dan persalinan. Pada awal kehamilan, anatara bidan dan
wanita harus saling mengenal dan menumbuhkan rasa saling percaya di antara keduanya. Dasar
dari model partnership adalah komunikasi dan negosiasi. Di Selandia Baru, bidan harus dapat
membangun hubungan partnership dengan wanita yang menjadi kliennya, disamping bidan harus
mempunyai kemampuan yang profesional.
B. BELANDA
Prof. Geerit Van Kloosterman pada konferensinya di Toronto tahun 1984 menyatakan bahwa
setiap kehamilan adalah normal dan harus selalu di pantau dan mereka bebas memilih untuk
tinggal di rumah atau di rumah sakit dimana bidan yang sama akan memantau kehamilannya.
Yang utama dan penting, kebidanan di Belanda melihat suatu perbedaan yang nyata antara
kebidanan keperawatan. Astrid Limburg mengatakan : Seorang perawat yang baik tidak akan
menjadi seorang bidan yang baik karena perawat dididik untuk merawat orang yang sakit,
sedangkan bidan untuk kesehatan wanita. Tidak berbeda dengan ucapan Maria De Broer yang
mengatakan bahwa kbiedanan tidak memiliki hubungan dengan keperawatan, kebidanan adalah
profesi yang mandiri.
Pendidikan kebidanan di Amsterdam memiliki prinsip yakni sebagaimana memberi anastesi
dan sedatif pada pasien begitulah kita harus mengadakan pendekatan dan memberi dorongan
pada ibu saat persalinan. Jadi padaprakteknya bidan harus memandang ibu secara keseluruhan
dan mendorong ibu untuk menolong dirinya sendiri.
Pada kasus resiko rendah dokter tidak ikut menangani, mulai dari prenatal, natal, dan post
natal, pada resiko menengah mereka selalu memberi job tersebut pada bidan dan pada kasus
resiko tinggi dokter dan bidan saling bekerjasama.
Bidan di Belanda 75% bekerja secara mandiri, karena kebidanan adalah profesi yang mandiri
dan aktif. Sehubungan dengan hal tersebut bidan harus menjadi role model di masyarakat dan
harus menganggap kehamilan adalah sesuatu yang normal sehingga apabila seorang wanita
merasa dirinya hamil dia dapat langsung memeriksakan diri ke bidan atau dianjurkan oleh
keluarga atau teman atau siapa saja.
Pada kasus resiko rendah dokter tidak ikut menangani, mulai dari prenatal, natal, dan post
natal, pada resiko menengah mereka selalu memberi job tersebut pada bidan dan pada kasus
resiko tinggi dokter dan bidan saling bekerjasama. Selama pendidikan di ketiga institusi tersebut
menekankan bahwa kehamilan, persalinan, dan nifas sebagai proses fisiologis. Ini diterapkan
dengan menempatkan mahasiswa untuk praktek di kamar bersalin dimana wanita dengan resiko
rendah melahirkan. Persalinan, walaupun di rumah sakit, seperti di rumah, tidak ada dokter yang
siap menolong dan tidak terdapat Cardiograph. Mahasiswa akan teruju keterampilan kebidanan
yang telah terpelajari. Bila ada masalah, mahasiswa baru akan berkonsultasi dengan Ahli
kebidanan dan seperti di rumah, wanita di kirim ke ruang bersalin patologi. Mahasiswa
diwajibkan mempunyai pengalaman minimal 40 persalinan selama pendidikan. Ketika mereka
lulus ujian akhir akan menerima ijazah yang didalamnya tercanbtum nilai ujianPelayanan
Antenatal Bidan menurut peraturan Belanda lebih berhak praktek mandiri daripada perawat.
Bidan mempunyai ijin resmi untuk praktek dan menyediakan layanan kepada wanita dengan
resiko rendah, meliputi antenatal, intrapartum dan postnatal tanpa Ahli Kandungan yang
menyertai mereka bekerja di bawah Lembaga Audit Kesehatan. Bidan harus merujuk wanita
denganresiko tinggi atau kasus patologi ke Ahli Kebidanan untuk di rawat dengan baik.
Untuk memperbaiki pelayanan kebidanan dan ahli kebidanan dan untuk meningkatakan
kerjasama antar bidan dan ahli kebidanan dibentuklah dafatar indikasi oleh kelompok kecil yang
berhubungan dengan pelayanan maternal di Belanda. Daftar itu berisi riwayat sebelum dan
sesudah pengobatan, riwayat kebidanan yang akan berguna dalam pelayanan kebidanan.
Penelitian Woremever menghasilkan data tentang mortalitas dan morbilitas yang menjamin
kesimpulan :dengan suystem pelayanan kebidanan yang diterapkan di Belanda memungkinkan
mendapatkan hasil yang memuaskan melalui seleksi wanita. Suksesnya penggunaan daftar
indikasi merupakan dasar yang penting mengapa persalinan di rumah disediakandan menjadi
alternatif karena wanita dengan resiko tinggi dapat diidentifikasi dan kemudaian di rujuk ke ahli
Kebidanan.
Selama kehamilan bidan menjumpai wanita hamil 10-14 kali di Klinik bidan. Sasaran utama
praktek bidan adalah pelayanan komunitas. Jika tidak ada masalah, wanita diberi pilihan untuk
melahirkan dirumah atau di rumah sakit. Karena pelayanan antenatal yang hati8-hati sehingga
kelahiran di rumah sama amannya dengan kelahiran di rumah sakit.
3. TUJUAN
Membantu meningkatkan kesehatan ibu dan anak di dalam keluarga agar sehat serta
sejahtera di dalam masyarakat.
Membantu meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi suatu masalah yang
berhubungan dengan kebidanan komunitas guna derajat kesehatan terjuwudnya yang
optimal.
1. Ibu
Pranikah, prakonsepsi, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa interval, dan
menopause
2. Anak
Melakukan upaya guna meningkatkan kesehatan pada janin yang ada di dalam kandungan
maupun pada bayi, balita, anak prasekolah, dan anak usia sekolah.
3. Keluarga
Meberikan pelayanan asuhan kebidanan pada ibu berupa perlindungan, perlindungan ibu pasca
persalinan, dan pemeliharaan pada anak berupa perbaikan gizi serta pembesaran.
4. Kelompok Penduduk
Sasaran kebidanan komunitas juga menyasar kepada kelompok yang berada di daerah kumuh,
terisolir, maupun daerah yang sulit dijangkau.
5.Masyarakat
Menyasar ke berbagai lapisan masyarakat, mulai dari masyarakat terkecil hingga ke masyarakat
umum seperti remaja, dewasa, wanita hamil, maupun kelompok ibu.
1. Promotif
Menurut WHO, promosi kesehatan adalah suatu proses membuat orang mampu
meningkatkan kontrol terhadap, dan memperbaiki kesehatan, baik dilakukan secara
individu,keluarga, kelompok, maupun masyarakat. Upaya promotif dilakukan antara lain dengan
memberikan penyuluhan kesehatan, peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan perseorangan,
pemeliharaan kesehatan lingkungan, pemberian makanan tambahan, dan pendidikan seks.
Metode dalam penyuluhan yakni ceramah dan dialog, sedangkan alat bantu penyuluhan
yakni kartu (“Flash Cart”) dan FLIPCHART
Contoh-contoh upaya promotif yang dapat dilakukan dalam pelayanan kebidanan adalah :
Melakukan penyuluhan untuk memberikan informasi pada ibu tentang pemenuhan dan
peningkatan gizi bayi dan balita pada usianya.
Memberikan informasi tentang pemasiran pada ibu-ibu yang memiliki bayi, informasi
tersebut meliputi manfaat, efek samping, jenis-jenis pengasapan dan akiba jika tidak
dilakukan pemasakan pada bayi
Melakukan penyuluhan untuk memberikan informasi tentang pembinaan tumbuh
kembang balita pada ibu-ibu yang memiliki balita.
Pemeriksaan kesehatan reproduksi pada usia pranikah untuk mengetahui keadaan
reproduksi organnya.
Penyuluhan tentang kesehatan ibu hamil.
Penyuluhan tentang gizi pada ibu hamil karena selama kehamilan ibu mengalami
peningkatan kebutuhan gizi dan ibu harus memenuhi gizi tersebut.
Pemberian informasi tentang tanda bahaya dalam kehamilan pada ibu hamil agar ibu
hamil segera memeriksakan diri jika mengalami salah satu tanda tersebut.
Informasi tentang perawatan payudara pada ibu hamil sebagai persiapan untuk masa
laktasi nantinya
Informasi tentang persalinan dan kebutuhan selama persalinan
Informasi tentang kebutuhan nifas seperti kebutuhan gizi, kebutuhan kebersihan,
perawatan bai, dan lain-lain
Informasi tentang diet yang tepat pada masa lansia
Informasi tentang menopause pada lansia
Informasi tentang pentingnya olahraga dan istirahat yang cukup pada masa lansia
2. Preventif
Ruang lingkup preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan-
gangguan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.Upaya preventif dapat
dilakukan antara dengan melakukan aborsi pada bayi, balita, dan ibu hamil.Pemeriksaan
kesehatan berkala melalui posyandu, puskesmas, maupun kunjungan rumah pada ibu nifas dan
neonatus. Pemberian tablet vitamin A dan garam beryodium ibu nifas dan balita. Pemberian
tablet tambah darah dan senam ibu hamil.
Diagnosis dini dan pertolongan tepat guna merupakan upaya untuk membantu menekan
angka kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi. Diagnosis dini pada ibu dilakukan sejak ibu
hamil yaitu dengan cara melakukan deteksi dini (misalnya penapisan dini ibu hamil dengan
menggunakan kartu Skor Puji Rochyati) agar tidak terjadi keterlamabatan dikarenakan terjadi
referensi estafet. Ibu bersalin, ibu nifas sehingga ibu akan mendapatkan pertolongan secara tepat
guna.
Untuk diagnosa dini pada anak dapat dilakukan dengan cara pemantauan pertumbuhan
dan perkembangannya baik oleh keluarga, kelompok, maupun masyarakat.
4. Minimalkan Kecacatan
5. Rehabilitasi
Contoh-contoh upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan dalam pelayanan kebidanan antara lain
adalah :
Berakhirnya target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 menyisakan
segudang pekerjaan rumah bagi Indonesia, salah satunya terkait persoalan di bidang kesehatan.
Karena itu, untuk mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs) yang menjadi
kelanjutan dari MDGs, khususnya dalam bidang kesehatan, diperlukan peran serta dari berbagai
elemen masyarakat, termasuk pranata kesehatan seperti dokter, perawat, serta bidan.
“Sebagai seorang penyedia layanan kesehatan, bidan memiliki peran yang strategis dan
sangat unik. Bidan adalah seorang agen pembaru yang sangat dekat dengan masyarakat dan
hidup di tengah-tengah masyarakat, serta berperan dalam memberdayakan perempuan dan
masyarakat,” ujar Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes, Minggu
(4/12) di Grha Sabha Pramana UGM.
Dalam mencapai SDGs, seorang bidan dapat berperan dalam pencapaian target ketiga
dari SDGs, yaitu kehidupan sehat dan sejahtera, khususnya terkait kesehatan ibu dan bayi.
Masalah kesehatan ibu dan bayi menjadi salah satu isu penting yang dihadapi Indonesia dalam
dekade ini. Angka kematian pada bayi memang mengalami penurunan, yaitu dari 68/1000
kelahiran pada tahun 1991 menjadi 32/1000 pada tahun 2012. Meski demikian, dibandingkan
dengan jumlah pada tahun 2007, angka kematian ibu pada tahun 2012 justru menunjukkan
peningkatan, yaitu dari 228 menjadi 359 per 100.000 kelahiran.
Peran seorang bidan, jelas Emi, mencakup fungsi dalam layanan kesehatan primer,
layanan kesehatan sekunder, layanan kesehatan tersier, serta fungsi promotif untuk menjaga
kesehatan masyarakat. Tenaga kerja bidan, dengan sistem kesehatan yang baik, dapat
mendukung wanita dan perempuan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan,
menyediakan pendampingan di sepanjang kehamilan dan kelahiran, serta menyelamatkan nyawa
bayi yang lahir terlalu awal.
Dalam kesempatan ini, Emi juga menekankan pentingnya penggunaan teknologi secara
bertanggung jawab dalam pelayanan kesehatan dan kebidanan. Sesuai tujuan yang diharapkan,
baginya teknologi tepat guna haruslah menerapkan metode yang hemat sumber daya, mudah
pemeliharaan, dan berdampak polutif minimalis dibandingkan dengan teknologi arus utama yang
pada umumnya beremisi banyak limbah dan mencemari lingkungan.
Seminar yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa kebidanan dari berbagai perguruan tinggi
di Indonesia ini merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa
Kebidanan SV UGM dan sekaligus menjadi salah satu bagian dari rangkaian perayaan Dies
Natalis UGM ke-67 yang mengusung tema “Dari UGM untuk Indonesia Sehat.” Dalam
penyelenggaraan yang ketiga, Seminar Nasional Mahasiswa Kebidanan kali ini mengangkat
tema Peran Bidan dalam Menyukseskan SDGs melalui Inovasi dan Teknologi Tepat Guna.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Kesehatan bidang Peningkatan
Kemitraan dan SDGs, Diah S. Saminarsih, memaparkan perlunya memperkuat sistem kesehatan
yang sesuai dengan perspektif kebijakan global sebagai jawaban atas tantangan yang
dimunculkan dari penerapan SDGs.
“SDGs menyoroti agenda baru dari pembangunan sektor kesehatan secara global. Ini turut
memasukkan NCDs dan cakupan kesehatan univesal sebagai dua target utama dalam tujuan
ketiga dari SDGs. Dua tujuan tambahan ini ditambah dengan agenda MDGs yang belum selesai
yaitu membuat referensi global yang sangat komprehensif,” paparnya. (Humas UGM/Gloria)
mewujudkan lingkungan serta perilaku hidup sehat, masyarakat lebih mudah dalam
memperoleh pelayanan kesehatan bermutu sehingga derajat kesehatan masyarakat
meningkat.
Rumah sakit merupakan institusi yang memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
(Depkes, 2009).
Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat meliputi IGD, rawat
inap dan rawat jalan harus mendukung Visi Indonesia Sehat 2025.
Berdasarkan visi tersebut, rumah sakit perlu meningkatkan mutu pelayanan sehingga
masyarakat mampu mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu salah satunya
diperoleh dari rumah sakit (Depkes, 2009).
Pelayanan kesehatan adalah hak bagi seluruh warga negara, sehingga pemerintah berusaha
agar masyarakat menerima kebutuhan dasar yang layak untuk pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam bidang kesehatan melalui program JKN (Kemenkes, 2013). Program JKN
telah diselenggarakan pemerintah sejak tahun 2014. Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
adalah memahami kebutuhan dasar pelayanan kesehatan dengan memaksimalkan pelayanan
kesehatan sehingga kepuasan pasien terpenuhi (UU SJSN No. 040, 2004). Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diadakan oleh pemerintah
untuk memenuhi hak kesehatan masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Arisman, MB. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Edisi Kedua. Jakarta : EGC ; 2009.
Astuti, Maya. Buku Pintar Kehamilan. Jakarta: EGC; 2010.
Astuti, Puji Hutari. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu I (Kehamilan). Yogyakarta; Rohima
Press; 2012.
Bapelkes. Materi Kesehatan Komunitas. Balai Pelatihan Kesehatan (BAPELKES) Salaman
Magelang ; 2004.
BKKBN Propinsi Jawa Tengah. 2011. Pembinaan Kesertaan KeluargaBerencana. Semarang :
Bidang Informasi Keluarga dan Analisis Program BKKBN Propinsi Jawa Tengah
Bothamley, Judy dan Maureen Boyle. Patofisiologi Dalam Kebidanan. Jakarta : EGC; 2011.
Budioro, B. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Semarang : Badan Penerbit Universitas
Diponegoro ; 2006.
Diane M, Fraser. Buku Ajar Bidan Myles. Ed.14. Jakarta : EGC; 2009. Dinas Kesehatan
Kota Demak Tahun 2013.
Dinkes Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011.
Dinkes Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012.
Effendy, Nasrul. Perawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC; 2005.
Eka, Arsita Prasetyawati. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta : Nuha Medika; 2011.
Friedman, Marilyn M. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC. 2012.
Hani, dkk. Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Fisiologis. Jakarta: Salemba Medika; 2010.
Hidayat, Aziz Alimul A. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta : Salemba Medika;
2005.
Jannah, Nurul. Konsep Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA;