Anda di halaman 1dari 18

KONSEP DASAR KEBIDANAN KOMUNITAS

DOSEN PENGAMPU:

TRIVENI, S.ST, M.KM

DISUSUN OLEH:

FATIMAH AZZAHRA ELGANI(2100252015)

MUTIA KHAIRANI

PUJA FEBRIANA PUTRI(2100252025)

REVI MARLINA

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN

TAHUN PELAJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih
kepada semua teman yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis hanya
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi diri sendiri maupun kepada pembaca
umumnya.
Penulis menyadari dengan keterbatasan yang saya miliki sebagai manusia biasa, namun
karena tugas ini adalah amanah, maka tersususnlah hasil pemikiran saya yang mungkin masih
jauh dari suatu kesempurnaan untuk itu saya mengharapkan kritik dan pesan demi
menyempurnakan makalah ini.

Bukittinggi, 27 Maret 2023

Kelompok 1
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang bertujuan
untuk mewujudkan kesehatan keluarga yang berkualitas. Pelayanan kebidanan adalah pelayanan
yang diberikan oleh bidan sesuai dengan kewenangannya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan
anak di keluarga maupun di masyarakat. Dalam rangka pemberian pelayanan kebidanan pada ibu
dan anak di komunitas diperlukan bidan komunitas yaitu bidan yang bekerja melayani ibu dan
anak di suatu wilayah tertentu.

Perkembangan nasional dibidang kesehatan bertujuan untuk mencapai kemampuan untuk


hidup sehat, bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal.Untuk mewujudkan kesehatan masyarakat secara optimal diperlukan peran serta
masyarakat dan sumber daya masyarakat sebagai modal dasar dalam pembangunan nasioal,
termasuk keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat.

Kebidanan komunitas adalah bidan yang melakukan pelayanan kebidanan kepada keluarga
dan masyarakat di suatu wilayah tertentu.

Adapun bentuk pelayanannya adalah memberikan supersive seperti bantuan, konseling atau
bimbingan kepada perempuan selama masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, hingga
perawatan pada bayi baru lahir.

Sementara yang dimaksud dengan kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan secara
profesional untuk masyarakat dengan tujuan utama pada kelompok tinggi agar dapat mencapai
derajat kesehatan yang terbaik. Guna mencapai derajat kesehatan yang terbaik serta optimal
maka perlu adanya pencegahan penyait, keterjangkauan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan
mitra hingga melakukan evaluasi terhadap pelayanan kebidanan.

Pelayanan kebidanan komunitas adalah usaha bidan guna memecahkan suatu masalah
kesehatan pada perempuan atau ibu dan bayi di dalam keluarga.Ruang lingkup pelayanan
kebidanan komunitas dilakukan di luar rumah sakit maupun institusi terkait atau juga dapat
memberikan pelayanan kebidanan dalam upaya mencegah kematian pada ibu dan bayi saat
persalinan

2. RUMUSAN MASALAH
1) Apa pengertian dari kebidanan komunitas?
2) Bagaimana riwayat kebidanan komunitas di indonesia dan beberapa negara lain?
3) Apa tujuan kebidanan komunitas?
4) Siapa fokus/ sasaran kebidanan komunitas?
5) Bagaimana ruang lingkup dan jaringan kerja kebidanan komunitas?
6) Bagaimana prinsip pelayanan asuhan kebidanan komunitas?
7) Pembangunan pasca SDGs 2020
8) Indonesia sehat 2025

3. TUJUAN
1) Untuk mengetahui pengertian dari kebidanan komunitas
2) Untuk mengetahui Bagaimana riwayat kebidanan komunitas di indonesia dan beberapa
negara lain
3) Untuk mengetahui tujuan kebidanan komunitas
4) Untuk mengetahui ruang lingkup dan jaringan kerja kebidanan komunitas
5) Untuk mengetahui Siapa fokus/ sasaran kebidanan komunitas
6) Untuk mengetahui Bagaimana prinsip pelayanan asuhan kebidanan komunitas
7) Untuk mengetahui pembangunan pasca SDGs 2020
8) Untuk mengetahui Indonesia sehat 2025
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN KEBIDANAN KOMUNITAS

Kebidanan komunitas adalah bidan yang melakukan pelayanan kebidanan kepada keluarga
dan masyarakat di suatu wilayah tertentu.

Adapun bentuk pelayanannya adalah memberikan supersive seperti bantuan, konseling atau
bimbingan kepada perempuan selama masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, hingga
perawatan pada bayi baru lahir.

Sementara yang dimaksud dengan kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan secara
profesional untuk masyarakat dengan tujuan utama pada kelompok tinggi agar dapat mencapai
derajat kesehatan yang terbaik.

Guna mencapai derajat kesehatan yang terbaik serta optimal maka perlu adanya pencegahan
penyait, keterjangkauan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan mitra hingga melakukan evaluasi
terhadap pelayanan kebidanan.Pelayanan kebidanan komunitas adalah usaha bidan guna
memecahkan suatu masalah kesehatan pada perempuan atau ibu dan bayi di dalam keluarga.

2. RIWAYAT KEBIDANAN KOMUNITAS

1. Riwayat Kebidanan Komunitas di Indonesia

Pelayanan kebidanan komunitas dikembangkan di Indonesia dimana bidan sebagai ujung


tombak pemberi pelayanan kebidanan komunitas. Bidan yang bekerja melayani keluarga dan
masyarakat di wilayah tertentu disebut bidan komunitas (community midwife) (Syahlan, 1996 :
12). Di Indonesia istilah “bidan komunitas” tidak lazim digunakan sebagai panggilan bagi bidan
yang bekerja di luar Rumah Sakit. Secara umum di Indonesia seorang bidan yang bekerja di
masyarakat termasuk bidan desa dikenal sebagai bidan komunitas.

Sampai saat ini belum ada pendidikan khusus untuk menghasilkan tenaga bidan yang
bekerja di komuniti. Pendidikan yang ada sekarang ini diarahkan untuk menghasilkan bidan yang
mampu bekerja di desa. Pendidikan tersebut adalah program pendidikan bidan A (PPB A), B
(PPB B), C (PPB C) dan Diploma III Kebidanan. PPB-A,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal
dari lulusan SPK (Sekolah Perawat Kesehatan). PPB-B,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal
dari lulusan Akademi Perawat. PPB-C, lama pendidikan 3 tahun, siswa berasal dari lulusan SMP
(Sekolah Menengah Pertama). Diploma III Kebidanan : lama pendidikan 3 tahun, berasal dari
lulusan SMU, SPK maupun PPB-A mulai tahun 1996. Kurikulum pendidikan bidan tersebut
diatas disiapkan sedemikian rupa sehingga bidan yang dihasilkan mampu memberikan pelayanan
kepada ibu dan anak balita di masyarakat terutama di desa. Disamping itu Departemen
Kesehatan melatih para bidan yang telah dan akan bekerja untuk memperkenalkan kondisi dan
masalah kesehatan serta penanggulangannya di desa terutama berkaitan dengan kesehatan ibu
dan anak balita. Mereka juga mendapat kesempatan dalam berbagai kegiatan untuk
mengembangkan kemampuan, seperti pertemuan ilmiah baik dilakukan oleh pemerintah maupun
oleh organisasi profesi seperti IBI. Bidan yang bekerja di desa, puskesmas, puskesmas
pembantu; dilihat dari tugasnya berfungsi sebagai bidan komunitas. (Syahlan, 1996 : 13)

Sebenarnya sejarah pelayanan kebidanan komunitas di Indonesia diawali dari masa


penjajahan Belanda. Pada tahun 1849seiring dengan dibukanya pendidikan jawa di Batavia (di
rmah sakit militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto), pada tahun 1851 dibuka pendidikan
bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh dokter Belanda (dr. W. Rosch). Fokus peran bidan
hanya sebatas pelayanan di rumah sakit (bersifat klinis)

Pada tahun 1952, sekolah bidan 4 tahun menitikberatkan pendidikan formal pada kualitas
pertolongan persalinan di rumah sakit. Selain itu bidan bertugas secara mandiri di biro konsultasi
(CB) yang saat ini menjadi poliklinik antenatal rumah sakit. Dalam peran tersebut, bidan sudah
memasukkan konsep pelayanan kebidanan komunitas.

Pada tahun 1953 di Yogyakarta diadakan kursus tambahan bagi bidan (KTB), Yang
berfokus pada kesehatan masyarakat. Dengan demikian pemerintah mengakui bahwa peran bidan
tidak hanya terbatas pada pelayanan masyarakat, yang berbasis di balai kesehatan ibu dan anak
(BKIA) di tingkat kecamatan. Ruang lingkup pelayanan BKIA meliputi : pelayanan antenatal
(pemberian pendidikan kesehatan, nasehat perkawinan,perencanaan keluarga dll), intranatal,
postnatal (kunjungan rumah, tremasuk pemeriksaan dan imunisasi bayi, balita dan remaja),
penyuluha gizi, pemberdayaan masyarakat, serta pemberian makanan tambahan. Pengakuan ini
secara formal dalam bentuk adanya bidan coordinator yang secara struktural tercatat di jenjang
inspektorat kesehatan, mulai daerah tingkat I (Propinsi) sampai dengan II (Kabupaten)

Ketika konsep puskesmas dilaksanakan pada tahun 1967, pelayanan BKIA menjadi
bagian dari pelayanan Puskesmas. Secara tidak langsung, hal ini menyebabkan penyusutan peran
bidan di masyarakat. Bidan di puskesmas tetap memberikan pelayanan KIA dan KB di luar
gedung maupun didalam gedung, namun hanya sebagai staf pelaksana pelayanan KIA, KB,
Posyandu, UKS dan bukan sebagai perencana dan pengambil keputusan pelayanan di
masyarakat. Tanpa disadari, bidan kehilangan keterampilan menggerakan masyarakat, karena
hanya sebagai pelaksana.

Pada tahun 1990-1996 konsep bidan di desa dilaksanakan untuk mengatasi tingginya
angka kematian ibu. Pemerintah (BKKBN) menjalankan program pendidikan bidan secara
missal (SPK + 1 tahun) (SPK : Sekolah Perawat Kesehatan, lulusan SMP + 3 tahun). Bidan di
desa (BDD) merupakan staf Polindes. Ruang lingkup tugas BDD mencakup peran sebagai
penggerak masyarakat, memiliki wilayah kerja dan narasumber berbagai hal. Sayangnya materi
dan masa pendidikan BDD tidak memberikan bekal yang cukup untuk bisa berperan maksimal.
Gerakan Sayang Ibu (GSI) saat Departemen Kesehatan menerapkan inisiatif safe
motherhood malah diprakarsai oleh Kantor Menteri Pemberdayaan Perempuan tahun 1996
dengan tujuan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menurunkan AKI. Pada tahun yang
sama (1996), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) melakukan advokasi pada pemerintah yang
melahirkan program pendidikan Diploma III Kebidanan (setingkat akademi). Program baru ini
memasukkan lebih banyak mateeri yang dapat membekalli bidan untuk bisa menjadi agen
pembaharu di masyarakat, tidak hanya di fasilitas klinis.

2. Riwayat Kebidanan Komunitas di Negara-negara lainnya

A. SELANDIA BARU

Selandia Baru telah mempunyai peraturan tentang cara kerja kebidanan sejak tahun 1904,
tetapi lebih dari 100 tahun yang lalu, lingkup praktik bidan telah berubah secara berarti sebagai
hasil dari meningkatnya sistem perumahsakitan dan pengobatan atau pertolongan dalam
kelahiran. Karena danya otonomi bagi pekerja yang bergerak dalam porakteknya dengan lingkup
praktek yang penuh di awal tahun 1900, secara perlahan bidan menjadi ‘asisten’ dokter.

Bidan bekerja di masyarakat di mulai dengan bekerja di rumah sakit dalam area tertentu,
seperti klinik antenatal, ruang bersalin dan ruang nifas, kehamilan dan persalinan menjadi
terpisah menjadi khusus dan tersendiri secara keseluruhan. Dalam proses ini, bidan kehilangan
pandangan bahwa persalinan adalah suatu peristiwa yang normal dan dengan peran mereka
sendiripun sebagai pendamping pada peristiwa normal tersebut. Di samping itu bidan menjadi
berpengalaman memberikan intervensi dan asuhan maternitas yang penuh dengan pengaruh
medis, dimana seharusnya para dokter dan rumah sakit secara langsung yang lebih tepat untuk
memberikannya.

Model di atas ditujukan untuk memberikan pelayanan pada maternal dan untuk
mengurangi angka kematian dan kesakitan ibu dan janin hal ini berlangsung pada tahun 1920
sampai dengan tahun 1980 dimana yang memberlakukan model tersebut adalah negara-negara
barat seperti Selandia Baru, Australia, Inggris dan Amerika. Tetapi strategi seperti itu tidak
mencapai kesuksesan.

Di Selandia Baru, para wanitalah yang melawan model asuh persalinan tersebut dan
menginginkan kembalinya bidan ‘tradisional’ yaitu seseorang yang berpengalaman dari
mulainya kehamilan sampai dengan enam minggu setelah persalinan. Mereka menginginkan
bidan yang berkerja dipercaya kemampuannya untuk menolong persalinan tanpa intervensi dan
memberikan dukungan bahwa persalinan adalah peristiwa yang normal .Wanita-wanita Selandia
Baru menginginkan untuk mengambil alih kembali kontrol dalam persalinan mereka dan
menempatkan diri emreka di tempat yang tepat sebagai pusat kontrol di dalam memilih apa yang
berkenaan dengan diri mereka.
Pada era 80-an, bidan bekerjasama dengan para wanita untuk menegaskan kembali
otonomi bidan dan bersama-sama sebagai partner mereka telah membawa kebijakan politik yang
diperkuat dengan legalisasi tentang prfoesionalisme praktek bidan.Sebagian besar bidan di
Selandia Baru mulai memilih untuk bekerja secara mandiri dengan tanggungjawab penuh kepada
klien dan asuhannya dalam lingkup yang normal. Lebih dari 10 tahun yang lalu, pelayanan
mmaternitas telah berubah secara dramatis. Saat ini, 86% wanita mendapatkan pelayanan dari
bidan selama kehamilan sampai nifas, dan asuhan berkelanjutan pada persalinan dapat dilakukan
di rumah ibu. Sekarang, di samping dokter, 63% wanita memilih bidan sebagai satu-satunya
perawat maternitas, dalam hal ini terus meningkat.

Ada suatu keinginan dari para wanita agar dirinya menjadi pusat pelayanan maternitas.
Di rumah sakit pun memberikan pelayanan bagi yang menginginkan tenaga kesehatan
profesional yaitu pusat pelayanan maternitas. Model kebidanan yang digunakan di Selandia Baru
adalah partnership antara bidan dan wanita. Bidan dengan pengetahuan, keterampilan dan
pengalamannya, dan wanita dengan pengetahuan tentang kebutuhan diri dan keluarganya, serta
harapan-harapan terhadap kehamilan dan persalinan. Pada awal kehamilan, anatara bidan dan
wanita harus saling mengenal dan menumbuhkan rasa saling percaya di antara keduanya. Dasar
dari model partnership adalah komunikasi dan negosiasi. Di Selandia Baru, bidan harus dapat
membangun hubungan partnership dengan wanita yang menjadi kliennya, disamping bidan harus
mempunyai kemampuan yang profesional.

B. BELANDA

 Perkembangan Kebidanan di Belanda.

Seiring dengan meningkatnya perhatian pemerintah Belanda terhadap kelahiran dan


kematian, pemerintah mengambil tindakan terhadap masalah tersebut. Wanita berhak memilih
apakah ia mau melahirkan di rumah atau di Rumah Sakit, hidup atau mati. Belanda memiliki
angka kelahiran yang sangat tinggi sedangkan kematian prenatal relatif rendah. Satu dari tiga
persalinan lahir di rumah dan ditolong oleh bidan dan perawat sedang yang lain di rumah sakit,
tetapi juga ditolong oleh bidan. Dalam kenyataannya ketiga kelahiran tersebut.

Prof. Geerit Van Kloosterman pada konferensinya di Toronto tahun 1984 menyatakan bahwa
setiap kehamilan adalah normal dan harus selalu di pantau dan mereka bebas memilih untuk
tinggal di rumah atau di rumah sakit dimana bidan yang sama akan memantau kehamilannya.
Yang utama dan penting, kebidanan di Belanda melihat suatu perbedaan yang nyata antara
kebidanan keperawatan. Astrid Limburg mengatakan : Seorang perawat yang baik tidak akan
menjadi seorang bidan yang baik karena perawat dididik untuk merawat orang yang sakit,
sedangkan bidan untuk kesehatan wanita. Tidak berbeda dengan ucapan Maria De Broer yang
mengatakan bahwa kbiedanan tidak memiliki hubungan dengan keperawatan, kebidanan adalah
profesi yang mandiri.
Pendidikan kebidanan di Amsterdam memiliki prinsip yakni sebagaimana memberi anastesi
dan sedatif pada pasien begitulah kita harus mengadakan pendekatan dan memberi dorongan
pada ibu saat persalinan. Jadi padaprakteknya bidan harus memandang ibu secara keseluruhan
dan mendorong ibu untuk menolong dirinya sendiri.

Pada kasus resiko rendah dokter tidak ikut menangani, mulai dari prenatal, natal, dan post
natal, pada resiko menengah mereka selalu memberi job tersebut pada bidan dan pada kasus
resiko tinggi dokter dan bidan saling bekerjasama.

Bidan di Belanda 75% bekerja secara mandiri, karena kebidanan adalah profesi yang mandiri
dan aktif. Sehubungan dengan hal tersebut bidan harus menjadi role model di masyarakat dan
harus menganggap kehamilan adalah sesuatu yang normal sehingga apabila seorang wanita
merasa dirinya hamil dia dapat langsung memeriksakan diri ke bidan atau dianjurkan oleh
keluarga atau teman atau siapa saja.

 Pendidikan Kebidanan di Belanda

Pendidikan kebidanan di Amsterdam memiliki prinsip yakni sebagaimana memberi anastesi


dan sedatif pada pasien begitulah kita harus mengadakan pendekatan dan memberi dorongan
pada ibu saat persalinan. Jadi padaprakteknya bidan harus memandang ibu secara keseluruhan
dan mendorong ibu untuk menolong dirinya sendiri.

Pada kasus resiko rendah dokter tidak ikut menangani, mulai dari prenatal, natal, dan post
natal, pada resiko menengah mereka selalu memberi job tersebut pada bidan dan pada kasus
resiko tinggi dokter dan bidan saling bekerjasama. Selama pendidikan di ketiga institusi tersebut
menekankan bahwa kehamilan, persalinan, dan nifas sebagai proses fisiologis. Ini diterapkan
dengan menempatkan mahasiswa untuk praktek di kamar bersalin dimana wanita dengan resiko
rendah melahirkan. Persalinan, walaupun di rumah sakit, seperti di rumah, tidak ada dokter yang
siap menolong dan tidak terdapat Cardiograph. Mahasiswa akan teruju keterampilan kebidanan
yang telah terpelajari. Bila ada masalah, mahasiswa baru akan berkonsultasi dengan Ahli
kebidanan dan seperti di rumah, wanita di kirim ke ruang bersalin patologi. Mahasiswa
diwajibkan mempunyai pengalaman minimal 40 persalinan selama pendidikan. Ketika mereka
lulus ujian akhir akan menerima ijazah yang didalamnya tercanbtum nilai ujianPelayanan
Antenatal Bidan menurut peraturan Belanda lebih berhak praktek mandiri daripada perawat.
Bidan mempunyai ijin resmi untuk praktek dan menyediakan layanan kepada wanita dengan
resiko rendah, meliputi antenatal, intrapartum dan postnatal tanpa Ahli Kandungan yang
menyertai mereka bekerja di bawah Lembaga Audit Kesehatan. Bidan harus merujuk wanita
denganresiko tinggi atau kasus patologi ke Ahli Kebidanan untuk di rawat dengan baik.

Untuk memperbaiki pelayanan kebidanan dan ahli kebidanan dan untuk meningkatakan
kerjasama antar bidan dan ahli kebidanan dibentuklah dafatar indikasi oleh kelompok kecil yang
berhubungan dengan pelayanan maternal di Belanda. Daftar itu berisi riwayat sebelum dan
sesudah pengobatan, riwayat kebidanan yang akan berguna dalam pelayanan kebidanan.
Penelitian Woremever menghasilkan data tentang mortalitas dan morbilitas yang menjamin
kesimpulan :dengan suystem pelayanan kebidanan yang diterapkan di Belanda memungkinkan
mendapatkan hasil yang memuaskan melalui seleksi wanita. Suksesnya penggunaan daftar
indikasi merupakan dasar yang penting mengapa persalinan di rumah disediakandan menjadi
alternatif karena wanita dengan resiko tinggi dapat diidentifikasi dan kemudaian di rujuk ke ahli
Kebidanan.

Selama kehamilan bidan menjumpai wanita hamil 10-14 kali di Klinik bidan. Sasaran utama
praktek bidan adalah pelayanan komunitas. Jika tidak ada masalah, wanita diberi pilihan untuk
melahirkan dirumah atau di rumah sakit. Karena pelayanan antenatal yang hati8-hati sehingga
kelahiran di rumah sama amannya dengan kelahiran di rumah sakit.

3. TUJUAN

Tujuan Kebidanan Komunitas secara Umum:

 Membantu meningkatkan kesehatan ibu dan anak di dalam keluarga agar sehat serta
sejahtera di dalam masyarakat.
 Membantu meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi suatu masalah yang
berhubungan dengan kebidanan komunitas guna derajat kesehatan terjuwudnya yang
optimal.

Tujuan Kebidanan Komunitas Secara Khusus

 Membantu suatu masalah yang berhubungan dengan kebidanan komunitas.


 Membantu struktur di masyarakat tertentu.
 Membantu meningkatkan kemampuan dari individu, keluarga, maupun masyarakat untuk
melaksanakan asuhan kebidanan dalam rangka mengatasi suatu masalah.
 tindakan promotif dan preventif dalam pelayanan kesehatan.
 Dapat memberikan informasi mengenai pengertian sehat dan sakit pada masyarakat.
 Dapat menangani adanya kelainan risiko tinggi atau rawan yang membutuhkan
pembinana serta pelayanan kebidanan.
 Dapat menangani kasus kebidanan di rumah atau tempat tinggal klien.
 Dapat menangani tindakan lanjutan dari kasus kebidanan dan dapat memberikan
referensi.
 Membantu status kesehatan ibu maupun anak.
 Memberikan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), serta
depresi.
 Dapat memberikan keterangan atau gambaran yang akurat mengenai kondisi wilayah
kerja dengan daerah.
 Melakukan faktor pendukung pada penunjang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) atau
Keluarga Berencana (KB) di wilayah kerja.
 Dapat melakukan bimbingan kepada para kader yang ada di Posyandu atau fasilitas
kesehatan lainnya.
 Dapat mengidentifikasi kerja sama atau koordinasi Lintas Program (LP) maupun Lintas
Sektor (LS).
 Melakukan kunjungan ke rumah masyarakat.
 Melakukan penyuluhan mengenai adanya seminar, evaluasi, atau laporan tertentu.
 Melakukan Asuhan Kebidanan (Askeb) dengan tujuan utama pada Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA).
 Melakukan upaya kegawatdaruratan kebidanan yang sesuai dengan kewenangannya.
 Membantu proses persalinan di rumah.

4. FOKUS/ SASARAN KEBIDANAN KOMUNITAS

Sasaran Kebidanan Komunitas Terdapat setidaknya 5 sasaran kebidanan komunitas, berikut di


antaranya:

1. Ibu

Pranikah, prakonsepsi, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa interval, dan
menopause

2. Anak

Melakukan upaya guna meningkatkan kesehatan pada janin yang ada di dalam kandungan
maupun pada bayi, balita, anak prasekolah, dan anak usia sekolah.

3. Keluarga

Meberikan pelayanan asuhan kebidanan pada ibu berupa perlindungan, perlindungan ibu pasca
persalinan, dan pemeliharaan pada anak berupa perbaikan gizi serta pembesaran.

4. Kelompok Penduduk

Sasaran kebidanan komunitas juga menyasar kepada kelompok yang berada di daerah kumuh,
terisolir, maupun daerah yang sulit dijangkau.

5.Masyarakat

Menyasar ke berbagai lapisan masyarakat, mulai dari masyarakat terkecil hingga ke masyarakat
umum seperti remaja, dewasa, wanita hamil, maupun kelompok ibu.

5. RUANG LINGKUP DAN JARINGAN KERJA


Ruang lingkup pelayanan kebidanan di komunitas, meliputi upaya- upaya peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), diagnosis dini dan bantuan tepat guna,
meminimalkan kecacatan, pemulihan kesehatan (rehabilitatif), serta kemitraan.

1. Promotif

Menurut WHO, promosi kesehatan adalah suatu proses membuat orang mampu
meningkatkan kontrol terhadap, dan memperbaiki kesehatan, baik dilakukan secara
individu,keluarga, kelompok, maupun masyarakat. Upaya promotif dilakukan antara lain dengan
memberikan penyuluhan kesehatan, peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan perseorangan,
pemeliharaan kesehatan lingkungan, pemberian makanan tambahan, dan pendidikan seks.

Contoh promotif kebidanan komunitas : Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan yang


berlandaskan prinsip belajar, memberikan informasi atau nasehat yang ditujukan kepada
individu, kelompok atau masyarakat tentang bagaimana hidup sehat.

Tujuan penyuluhan kesehatan adalah tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga


dan masyarakat dalam membina, memelihara perilaku dan lingkungan yang sehat, serta berperan
dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

Metode dalam penyuluhan yakni ceramah dan dialog, sedangkan alat bantu penyuluhan
yakni kartu (“Flash Cart”) dan FLIPCHART

Contoh-contoh upaya promotif yang dapat dilakukan dalam pelayanan kebidanan adalah :

 Melakukan penyuluhan untuk memberikan informasi pada ibu tentang pemenuhan dan
peningkatan gizi bayi dan balita pada usianya.
 Memberikan informasi tentang pemasiran pada ibu-ibu yang memiliki bayi, informasi
tersebut meliputi manfaat, efek samping, jenis-jenis pengasapan dan akiba jika tidak
dilakukan pemasakan pada bayi
 Melakukan penyuluhan untuk memberikan informasi tentang pembinaan tumbuh
kembang balita pada ibu-ibu yang memiliki balita.
 Pemeriksaan kesehatan reproduksi pada usia pranikah untuk mengetahui keadaan
reproduksi organnya.
 Penyuluhan tentang kesehatan ibu hamil.
 Penyuluhan tentang gizi pada ibu hamil karena selama kehamilan ibu mengalami
peningkatan kebutuhan gizi dan ibu harus memenuhi gizi tersebut.
 Pemberian informasi tentang tanda bahaya dalam kehamilan pada ibu hamil agar ibu
hamil segera memeriksakan diri jika mengalami salah satu tanda tersebut.
 Informasi tentang perawatan payudara pada ibu hamil sebagai persiapan untuk masa
laktasi nantinya
 Informasi tentang persalinan dan kebutuhan selama persalinan
 Informasi tentang kebutuhan nifas seperti kebutuhan gizi, kebutuhan kebersihan,
perawatan bai, dan lain-lain
 Informasi tentang diet yang tepat pada masa lansia
 Informasi tentang menopause pada lansia
 Informasi tentang pentingnya olahraga dan istirahat yang cukup pada masa lansia

2. Preventif

Ruang lingkup preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan-
gangguan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.Upaya preventif dapat
dilakukan antara dengan melakukan aborsi pada bayi, balita, dan ibu hamil.Pemeriksaan
kesehatan berkala melalui posyandu, puskesmas, maupun kunjungan rumah pada ibu nifas dan
neonatus. Pemberian tablet vitamin A dan garam beryodium ibu nifas dan balita. Pemberian
tablet tambah darah dan senam ibu hamil.

Contoh-contoh upaya pencegahan kesehatan di bidang kebidanan, antara lain :

 Imunisasi terhadap bayi dan anak balita serta ibu hamil


 Pemeriksaan kesehatan secara berkala (balita, bumil, remaja, lansia, dll) melalui
posyandu, puskesmas, maupun kunjungan rumah
 Posyandu untuk penimbangan dan pemantauan kesehatan balita
 Pemberian Vitamin A, Yodium melalui posyandu, puskesmas, maupun dirumah
 Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan menyusui
 Pemberian tablet Fe pada ibu hamil dan remaja agar terhindar dari anemia
 Mobilisasi tubuh pada ibu hamil untuk mengatasi kekakuan dan melancarkan sirkulasi
ibu
 Pencegahan terjadinya komplikasi pada saat persalinan
 Pencegahan komplikasi pada saat nifas
 Pemeriksaan secara rutin dan berkala pada lansia

3. Diagnosis Dini dan Pertolongan Tepat Guna

Diagnosis dini dan pertolongan tepat guna merupakan upaya untuk membantu menekan
angka kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi. Diagnosis dini pada ibu dilakukan sejak ibu
hamil yaitu dengan cara melakukan deteksi dini (misalnya penapisan dini ibu hamil dengan
menggunakan kartu Skor Puji Rochyati) agar tidak terjadi keterlamabatan dikarenakan terjadi
referensi estafet. Ibu bersalin, ibu nifas sehingga ibu akan mendapatkan pertolongan secara tepat
guna.

Untuk diagnosa dini pada anak dapat dilakukan dengan cara pemantauan pertumbuhan
dan perkembangannya baik oleh keluarga, kelompok, maupun masyarakat.
4. Minimalkan Kecacatan

Upaya meminimalkan kecacatan dilakukan dengan tujuan untuk merawat dan


memberikan pengobatan individu, keluarga, atau kelompok orang yang menderita penyakit.
Upaya yang bisa dilakukan diantaranya dengan perawatan payudara ibu nifas dengan
bendungan air susu, perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis di rumah, ibu bersalin, ibu
nifas, dan perawatan tali pusat bayi baru lahir.

5. Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita yang dirawat di


rumah, maupun terhadap kelompok tertentu yang menderita penyakit.Misalnya upaya pemulihan
bagi pecandu narkoba, penderita TBC dengan latihan nafas dan batuk efektif.

Contoh-contoh upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan dalam pelayanan kebidanan antara lain
adalah :

 Pemuliahan keadaan pasca sakit pada bayi dan balita


 Latihan fisik yang tepat, teratur dan rutin pada remaja pasca sakit sebagai upaya menjaga
kesehatan
 Istirahat yang cukup dan pengaturan diet yang tepat pada ibu hamil pasca sakit
 Mobilisasi dini pada ibu pasca bersalin sebagai pemulihan dengan cara ibu dapat
mengubah
posisi dan berjalan-jalan sekurang-kurangnya 6 jam setelah melahirkan.

6. PRINSIP PELAYANAN ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS

Prinsip pelayanan kebidanan di komunitas :

1. Pelayanan kebidanan adalah pelayanan yang didasarkan pada perhatian terhadap


kehamilan sebagai suatu bagian penting dari kesehatan untuk bayi baru lahir / kelahiran
anak sebagai suatu proses yang normal dan proses yang ditunggu-tunggu dalam
kehidupan semua wanita.
2. Informed consent, sebelum melakukan tindakan apapun memberikan informasi kepada
klien dan meminta persetujuan klien terhadap tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap dirinya sendiri.
3. Informed choice, wanita yang mau melahirkan diberikan pilihan dalam mengambil
keputusan tentang proses melahirkan.
4. Bina hubungan baik dengan ibu yaitu dengan melakukan berbagai pendekatan sisi
kehidupan.
5. Berikan bantuan yang tak terhingga.
Pelayanan kebidanan komunitas memberikan pelayanan dimana bidan melakukan kunjungan
ke pasien yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Rumah sakit bukan
merupakan kebidanan komunitas karena pelayanan klinis (pasien mengunjungi/meminta
pelayanan, pelayanan berorientasi pada pelayanan kuratif). Bidan di masyarakat bekerja sama
dengan tenaga kesehatan lain antara lain dengan dokter perawat maternal. Peran nyata bidan di
komunitas adalah home visite dalam memberikan pelayanan ANC, INC, dan PNC. Peran bidan
sebagai pelayanan, pendidik, pengelola dan peneliti dimana bidan harus mampu menggerakkan
masyarakat agar mau menjaga kesehatan dan bidan harus mampu mengelola upaya- upaya
masyarakat untuk meningkatkan kesehatan.

7. PEMBANGUNAN PASCA SDGs

Berakhirnya target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 menyisakan
segudang pekerjaan rumah bagi Indonesia, salah satunya terkait persoalan di bidang kesehatan.
Karena itu, untuk mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs) yang menjadi
kelanjutan dari MDGs, khususnya dalam bidang kesehatan, diperlukan peran serta dari berbagai
elemen masyarakat, termasuk pranata kesehatan seperti dokter, perawat, serta bidan.

“Sebagai seorang penyedia layanan kesehatan, bidan memiliki peran yang strategis dan
sangat unik. Bidan adalah seorang agen pembaru yang sangat dekat dengan masyarakat dan
hidup di tengah-tengah masyarakat, serta berperan dalam memberdayakan perempuan dan
masyarakat,” ujar Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes, Minggu
(4/12) di Grha Sabha Pramana UGM.

Dalam mencapai SDGs, seorang bidan dapat berperan dalam pencapaian target ketiga
dari SDGs, yaitu kehidupan sehat dan sejahtera, khususnya terkait kesehatan ibu dan bayi.
Masalah kesehatan ibu dan bayi menjadi salah satu isu penting yang dihadapi Indonesia dalam
dekade ini. Angka kematian pada bayi memang mengalami penurunan, yaitu dari 68/1000
kelahiran pada tahun 1991 menjadi 32/1000 pada tahun 2012. Meski demikian, dibandingkan
dengan jumlah pada tahun 2007, angka kematian ibu pada tahun 2012 justru menunjukkan
peningkatan, yaitu dari 228 menjadi 359 per 100.000 kelahiran.

Peran seorang bidan, jelas Emi, mencakup fungsi dalam layanan kesehatan primer,
layanan kesehatan sekunder, layanan kesehatan tersier, serta fungsi promotif untuk menjaga
kesehatan masyarakat. Tenaga kerja bidan, dengan sistem kesehatan yang baik, dapat
mendukung wanita dan perempuan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan,
menyediakan pendampingan di sepanjang kehamilan dan kelahiran, serta menyelamatkan nyawa
bayi yang lahir terlalu awal.

Dalam kesempatan ini, Emi juga menekankan pentingnya penggunaan teknologi secara
bertanggung jawab dalam pelayanan kesehatan dan kebidanan. Sesuai tujuan yang diharapkan,
baginya teknologi tepat guna haruslah menerapkan metode yang hemat sumber daya, mudah
pemeliharaan, dan berdampak polutif minimalis dibandingkan dengan teknologi arus utama yang
pada umumnya beremisi banyak limbah dan mencemari lingkungan.

“Dalam memberikan pelayanan kebidanan, bidan diharapkan selektif dalam memilih


teknologi atau tidak menggunakan teknologi tinggi tanpa indikasi yg jelas,” imbuhnya saat
berbicara kepada para mahasiswa kebidanan yang hadir dalam Seminar Nasional Mahasiswa
Kebidanan.

Seminar yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa kebidanan dari berbagai perguruan tinggi
di Indonesia ini merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa
Kebidanan SV UGM dan sekaligus menjadi salah satu bagian dari rangkaian perayaan Dies
Natalis UGM ke-67 yang mengusung tema “Dari UGM untuk Indonesia Sehat.” Dalam
penyelenggaraan yang ketiga, Seminar Nasional Mahasiswa Kebidanan kali ini mengangkat
tema Peran Bidan dalam Menyukseskan SDGs melalui Inovasi dan Teknologi Tepat Guna.

“Tujuan seminar ini diadakan secara umum untuk memfasilitasi mahasiswi-mahasiswi


kebidanan, para bidan, serta dosen diseluruh Indonesia agar dapat meng-update ilmu
pengetahuan. Selain itu, ini merupakan wujud dukungan kami dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan harapannya dapat berdampak pada peningkatan mutu pendidikan dan pelayanan
kebidanan,” ujar Vina Kencana selaku panitia seminar, Kamis (8/12).

Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Kesehatan bidang Peningkatan
Kemitraan dan SDGs, Diah S. Saminarsih, memaparkan perlunya memperkuat sistem kesehatan
yang sesuai dengan perspektif kebijakan global sebagai jawaban atas tantangan yang
dimunculkan dari penerapan SDGs.

“SDGs menyoroti agenda baru dari pembangunan sektor kesehatan secara global. Ini turut
memasukkan NCDs dan cakupan kesehatan univesal sebagai dua target utama dalam tujuan
ketiga dari SDGs. Dua tujuan tambahan ini ditambah dengan agenda MDGs yang belum selesai
yaitu membuat referensi global yang sangat komprehensif,” paparnya. (Humas UGM/Gloria)

8. INDONESIA SEHAT 2025

Visi Indonesia Sehat 2025 adalah:

 mewujudkan lingkungan serta perilaku hidup sehat, masyarakat lebih mudah dalam
memperoleh pelayanan kesehatan bermutu sehingga derajat kesehatan masyarakat
meningkat.
 Rumah sakit merupakan institusi yang memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
(Depkes, 2009).
 Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat meliputi IGD, rawat
inap dan rawat jalan harus mendukung Visi Indonesia Sehat 2025.
Berdasarkan visi tersebut, rumah sakit perlu meningkatkan mutu pelayanan sehingga
masyarakat mampu mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu salah satunya
diperoleh dari rumah sakit (Depkes, 2009).

Pelayanan kesehatan adalah hak bagi seluruh warga negara, sehingga pemerintah berusaha
agar masyarakat menerima kebutuhan dasar yang layak untuk pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam bidang kesehatan melalui program JKN (Kemenkes, 2013). Program JKN
telah diselenggarakan pemerintah sejak tahun 2014. Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
adalah memahami kebutuhan dasar pelayanan kesehatan dengan memaksimalkan pelayanan
kesehatan sehingga kepuasan pasien terpenuhi (UU SJSN No. 040, 2004). Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diadakan oleh pemerintah
untuk memenuhi hak kesehatan masyarakat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Arisman, MB. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Edisi Kedua. Jakarta : EGC ; 2009.
Astuti, Maya. Buku Pintar Kehamilan. Jakarta: EGC; 2010.
Astuti, Puji Hutari. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu I (Kehamilan). Yogyakarta; Rohima
Press; 2012.
Bapelkes. Materi Kesehatan Komunitas. Balai Pelatihan Kesehatan (BAPELKES) Salaman
Magelang ; 2004.
BKKBN Propinsi Jawa Tengah. 2011. Pembinaan Kesertaan KeluargaBerencana. Semarang :
Bidang Informasi Keluarga dan Analisis Program BKKBN Propinsi Jawa Tengah
Bothamley, Judy dan Maureen Boyle. Patofisiologi Dalam Kebidanan. Jakarta : EGC; 2011.
Budioro, B. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Semarang : Badan Penerbit Universitas
Diponegoro ; 2006.
Diane M, Fraser. Buku Ajar Bidan Myles. Ed.14. Jakarta : EGC; 2009. Dinas Kesehatan
Kota Demak Tahun 2013.
Dinkes Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011.
Dinkes Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012.
Effendy, Nasrul. Perawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC; 2005.
Eka, Arsita Prasetyawati. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta : Nuha Medika; 2011.
Friedman, Marilyn M. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC. 2012.
Hani, dkk. Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Fisiologis. Jakarta: Salemba Medika; 2010.
Hidayat, Aziz Alimul A. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta : Salemba Medika;
2005.
Jannah, Nurul. Konsep Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA;

Anda mungkin juga menyukai