Anda di halaman 1dari 51

RESUME

BUKU “PENGANTAR ILMU HUKUM”

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Individu

Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Hukum

Dosen Pengampu : Abdul Kadir, S.HI., M.H.

Oleh :

Fikri 230201110128

PROGRAM STUDI S1 HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2023
Resume “Pengantar Ilmu Hukum”

Karya : R. Soeroso, S.H.

BAGIAN 1
PENGERTIAN TENTANG PENGANTAR ILMU HUKUM

BAB I

PENGERTIAN TENTANG PENGANTAR ILMU HUKUM

A. PENGERTIAN DARI SEGI PENGANTAR

P.I.H. (Pengantar Ilmu Hukum) terdiri dari kata Pengantar dan Ilmu Hukum. Bila
dikehendaki ilmu hukum dapat dipecah lagi menjadi ilmu dan hukum.

Mengantar yang berasar dari perkataan “Pengantar” berarti membawa ke tempat yang
dituju. Dalam Bahasa asing juga diartikan Inleiding (Belanda) dan Introduction (Inggris)
yang berarti memperkenalkan, dalam hal ini yang diperkenalkan ialah ilmu hukum.

B. PENGERTIAN DARI SEGI ILMU HUKUM


a. Cross, memberikan definisi bahwasanya ilmu hukum adalah segala
pengetahuan hukum yang mempelajari hukum dalam segala bentuk dan
manifestasinya.
b. Ilmu hukum dalam perpustakaan hukum dikenal dengan nama
“Jurispudence” yang berasal dari kata “Jus, Juris” yang artinya hukum atau
hak. “Prudence” berarti melihat ke depan atau mempunya keahlian, dan arti
umum dari Jurispudence ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum.
c. Curzon, berpendapat bahwasanya “ilmu hukum adalah suatu ilmu
pengetahuan yang mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan
dengan hukum. Dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan Jurispudence.”
Masalahnya luas sekali sehingga batas-batasnya tidak bisa ditentukan. Ilmu
hukum tidak hanya membicarakan mengenai peraturan perundang-undangan
saja, melainkan juga filsafatnya, perkembangannya dari masa yang lalu
sampai sekarang serta fungsi-fungsi hukum pada masa tingkat peradaban umat
manusia. Jadi Ilmu Hukum tidak hanya mempersoalkan suatu tatanan hukum
tertentu yang berlaku di suatu negara.
d. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto dalam bukunya “Perihal
Kaidah Hukum” menyebutkan bahwasanya Ilmu Hukum mencakup :
a. Ilmu tentang kaidah atau “normwissenschaft” atau “Sollenwissenschaft”,
yaitu ilmu yang menelaah hukum sebagai kaidah atau system kaidah-
kaidah dengan dogmatic hukum dan sistematik hukum.
b. Ilmu Pengertian, yakni ilmu tentang pengertian-pengertian pokok dalam
hukum seperti misalnya subyek hukum,hak dan kewajiban, peristiwa
hukum, hubungan hukum dan obyek hukum.
c. Ilmu tentang kenyataan atau Tatsachenwissenschaft atau Seinwissenschaft
yang menyoroti hukum sebagai perikelakuan sikap tindak.
e. Ilmu pengetahuan hukum juga disebut sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari kaidah-kaidah hidup manusia, supaya sanksi-sanksi dapat
dikenakan oleh penguasa. Dengan kata lain yang dipelajari adalah hukum
sebagai kaidah di satu pihak dan sebagai gejala sosial di pihak lain.

C. CABANG-CABANG ILMU HUKUM YANG TERMASUK ILMU HUKUM


1. J. van Apeldoorn berpendapat, bagian ilmu hukum terdiri dari :
a. Sosiologi hukum.
b. Sejarah hukum.
c. Perbandingan hukum.
2. W.L.G. Lemaire berpendapat, bahwa bagian dari ilmu hukum terdiri atas :
a. Ilmu hukum positif (Rechtspositivisme)
b. Sosiologi hukum (Rechtssociologie)
c. Perbandingan hukum (Rechtsvergelijking)
d. Sejarah hukum (Rechtsgeschiedenis)
3. J.B.H. Bellefroid membagi ilmu hukum menjadi :
a. Dogmatik hukum
b. Sejarah hukum
c. Perbandingan hukum
d. Politik hukum
e. Ajaran hukum umum.
4. Prof. Lie Oen Hock, SH berpendapat, bagian ilmu hukum terdiri dari :
a. Ilmu hukum Positif
b. Sosiologi hukum
c. Sejarah hukum
d. Perbandingan hukum
e. Ilmu hukum dogmatik atau ilmu hukum sistematis.

D. PENDAPAT PARA PAKAR HUKUM


1. Dr. Soedjono Dirdjosisworo, S.H, menyatakan bahwa “P.I.H. itu kerapkali oleh
dunia studi hukum dinamakan dengan “Encyclopedie Hukum” yang merupakan
pengantar (Introduction atau inleiding) untuk ilmu pengetahuan hukum.”
2. Prof. Dr. Achmad Sanusi, S.H, mengetengahkan sebagai berikut : “P.I.H.
termasuk dalam mata pelajaran dasar (hasil leervak). Karena sebagai mata
Pelajaran dasar itulah maka P.I.H. bukan merupakan suatu mata pelajaran latihan
berpraktik, sehingga jarang sekali diperlukan di dalam praktek, dalam jabatan-
jabatan negeri maupun swasta. Namun demikian, sebagai mata pelajaran P.I.H.
harus dikuasai oleh mereka yang ingin mempelajari cabang-cabang ilmu hukum.
Maka dari itu P.I.H. tidak boleh dianggap kecil nilainya.”

BAB II
SEJARAH SINGKAT PENGANTAR ILMU HUKUM
 Istilah Pengantar Ilmu Hukum tidak tercipta begitu saja, tetapi mempunyai
sejarahnya sendiri. Pengantar Ilmu Hukum berasal dari terjemahan bahasa
Belanda. “Inleiding tot de rechtswetenschap”. Istilah ini dipakai pada tahun 1920
yaitu dimasukkan dalam Hoger Onderwijs Wet atau Undang-Undang Perguruan
Tinggi di negeri Belanda.
 Sedangkan istilah Pengantar Ilmu Hukum, dipergunakan untuk pertama kalinya di
Perguruan Tinggi/Universitas Gajah Mada yang berdiri tanggal 3 Maret 1946.
Tetapi sebenarnya jauh sebelum itu tepatnya pada tahun 1942, istilah Pengantar
Ilmu Hukum sudah dipelajari berbagai terjemahan dari Inleiding tot de
Rechtswetenschap dan sampai sekarang dijadikan mata kuliah dasar di setiap
perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
BAB III
PERAN DAN FUNGSI PENGANTAR ILMU HUKUM

A. PERAN DAN FUNGSI PIH


1. Memberikan introduksi atau memperkenalkan segala masalah yang berhubungan
dengan hukum.
2. Memperkenalkan ilmu hukum, yaitu pengetahuan yang mempelajari segala seluk-
seluk daripada hukum dalam segaka bentuk dan manifestasinya.
3. Mengkualifikasikan mata pelajaran, pendahuluan, pembukaan ke arah ilmu
pengetahuan hukum pada tingkat persiapan.
B. BUKTI-BUKTI PENTINGNYA PERAN DAN FUNGSI PIH
Bukti bahwa PIH mempunyai fungsi dan peran yang penting terhadap mereka
yang ingin mempelajari ilmu hukum dapat dilihat dari berbagai segi :
1. Dari segi sejarahnya, PIH diajarkan di Perguruan Tinggi di berbagai
negara. Di Jerman diajarkan sebagai Einfurhung in die Rechtswissenschaft.
Onderwijs Wet (undang-undang perguruan tinggi) di negara Belanda pada
tahun 1920 memasukkan Pengantar Ilmu Hukum di Perguruan Tinggi
Hukum dengan istilah Inleiding tor der Rechtswetenschap sebagai
pengganti dari Encyclopedie der rechtswetenschap.
2. Adanya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 30
Desember 1973 No. 0198/U/1973 yang intinya menyebutkan, bahwa di
tingkat permulaan Fakultas Hukum Negeri maupun Swasta, mata kuliah
Pengantar Ilmu Hukum ini harus dicantumkan dalam kurikulumnya
sebagai salah satunya mata kuliah yang langsung berhubungan dengan
ilmu hukum.

BAB IV

KEDUDUKAN P.I.H. DI ANTARA ILMU SOSIAL LAINNYA

A. DITINJAU DARI SEGI ILMU SOSIAL


Ditinjau dari segi ilmu sosial, Pengantar Ilmu Hukum adalah suatu mata
pelajaran yang merupakan pengantar ke arah ilmu hukum. Ilmu hukum ini termasuk
ilmu sosial yang obyek penyelidikannya adalah tingkah laku manusia dan masyarakat
dalam berbagai bentuknya yang dipelajari oleh ilmu hukum juga masalah manusia,
khususnya tentang kaidah-kaidah kehidupannya serta tentang mana yang harus dan
mana yang dilarang untuk dikerjakan.
B. DITINJAU DARI SEGI DISIPLIN HUKUM
Ditinjau dari segi disiplin hukum, Pengantar Ilmu Hukum merupakan salah
satu bagian daripada disiplin hukum bersama-sama dengan :
1. Filsafat Hukum;
2. Politik Hukum.
Masyarakat yang teratur selalu memiliki tujuan untuk mensejahterakan
rakyatnya, dan politik hukum itulah pada hakikatnya merupakan sarana untuk
mencapai tujuan tersebut.

BAB V
METODE PENDEKATAN DALAM MEMPELAJARI
PENGANTAR ILMU HUKUM
A. Pendahuluan Ilmu Hukum mempelajari hukum dari sudut pandang keilmuannya secara
umum dan universal. Hal ini dikatakan karena pendapatnya, hukum berlaku kapanpun,
dimanapun, tidak terbatas pada negara (wilayah). Dengan demikian, PIH mempelajari
hukum secara keseluruhan, secara horizontal, sedangkan cabang-cabang hukum
dipelajari secara mendalam atau dengan kata lain PIH mempelajari pengertian-pengertian
dasar dan asas-asas hukum secara komprehensif, sedangkan cabang-cabang tersebut
mempelajari hukum secara keseluruhan. hukum mempelajari makna dan asasnya. hak
khusus
B. Pengantar ilmu hukum adalah sarana memperkenalkan ilmu hukum. Sebagai sarana
pengenalan maka PIH menunjukan ilmu hukum secara keseluruhan, untuk kemudian
apabila telah dikuadainya dilanjutkan dengan mempelajari cabang-cabang hukum.
BAB VI
PERSYARATAN SEBAGAI DOSEN
PENGANTAR ILMU HUKUM
Jika ditinjau dari segi peran/fungsi P.I.H., luasnya ruang lingkup P.I.H. serta
diperlukannya pendekatan secara khusus.
1. Prof. Dr. Achmad Sanusi, S.H dalam bukunya “PIH dan PTHI” memberi
penjelasan pada halaman 4 yang isinya ialah :
Bahwa dilihat dari segi P.I.H. yang memerlukan pendekatan secara khusus, maka
bagi seorang dosen P.I.H. harus memenuhi syarat-syarat tersendiri, antara lain :
a. Harus menguasai bahan-bahan.
b. Memahami syarat-syarat pedagosis.
c. Mempunyai kemampuan untuk menarik serta membangkitkan semangat
mahasiswa.
d. Mampu dan berani mempopularisasikan acara kuliahnya.
e. Memberi petunjuk kepada mahasiswa.
2. Direktur Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Lampiran
Surat No. 112/DPT/C/III/73) menegaskan agar :
a. Titik berat pelajaran hendaknya diletakkan pada bidang dogmatic hukum yang
meliputi kaidah-kaidah dan pengertian-pengertian.
b. Untuk memperluas pandangan mahasiswa seharusnya diperkenalkan pula
disiplin hukum selain ilmu hukum.

BAB VII
HAKIKAT DARIPADA PENGANTAR ILMU HUKUM
1. P.I.H. merupakan suatu mata pelajaran yang menjadi pengantar dan penunjuk jalan
bagi siapapun yang ingin mempelajari ilmu hukum, yang ternyata sangat luas ruang
lingkupnya.
2. Sebagai suatu mata pelajaran, P.I.H. memberikan dan menanamkan pengertian dasar
mengenai arti, permasalahan dan persoalan-persoalan di bidang hukum.
3. P.I.H. memberikan gambaran-gambaran dan dasar yang jelas mengenai sendi-sendi
utama hukum itu sendiri. P.I.H. mempunyai cara pendekatan yang khusus ialah
memberikan pandangan tentang hukum secara umum.
4. Dikarenakan P.I.H. merupakan mata pelajaran dasar, maka bagi mereka yang ingin
mempelajari ilmu hukum harus menguasai mata pelajaran P.I.H. terlebih dahulu.

BAB VIII
RUANG LINGKUP PEMBAHASAN OLEH
PENGANTAR ILMU HUKUM
A. Hukum Sebagai Objek Ilmu Hukum
Sebagai Objek Ilmu Hukum memandang hukum dalam bentuk dan segala
manifestasinya. Disini harus tertuang segala pertanyaan-pertanyaan yang bersangkut paut
dengan hukum misalnya:
1. Apakah hukum itu
2. Apakah tujuan hukum itu
3. Bagaimanakah hukum itu terbentuk
4. Apakah sumber sumbernya
5. Bagaimanakah sistem dan klasifikasinya
6. Dan sebagainya
B. Ilmu hukum sebagai norma hukum
1. Hukum sebagai kaidah hukum
2. Kaidah hukum dan kaidah lainnya.
C. Ilmu hukum sebagai ilmu pengetahuan
1. Subyek hukum
2. Obyek hukum
3. Peristiwa hukum
4. Perbuatan hukum
5. Hubungan hukum
6. Akibat hukum
7. Masyarakat hukum
D. Ilmu hukum sebagai ilmu kenyataan
1. Antropologi hukum
2. Sosiologi hukum
3. Sejarah hukum
4. Psikologi hukum
5. Perbandingan hukum
BAGIAN 2
HUKUM SEBAGAI OBYEK ILMU HUKUM
BAB IX
PENGERTIAN TENTANG HUKUM
A. ARTI ETIMOLOGI HUKUM
1. Hukum, kata hukum berasal dari bahasa Arab dan berbentuk tunggal. Kata
jamaknya adalah “Alkas”, yang kemudian diperkenalkan ke dalam bahasa
Indonesia sebagai “Hukum”. Menurut pengertian Undang-undang. Pengertian
hukum mengandung penafsiran yang erat kaitannya dengan pengertian
pemaksaan.
B. PENGERTIAN HUKUM MENURU BEBERAPA AHLI
1. Prof. Dr. van Kan
Hukum adalah seperangkat peraturan hidup yang diperlukan untuk
melindungi kepentingan manusia dalam masyarakat.
2. M.H. Tirtaamidjaja, SH.
Undang-undang adalah seperangkat peraturan (norma) yang harus
dihormati dalam tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan bermasyarakat
dengan resiko harus membayar ganti rugi apabila melanggar peraturan tersebut
membahayakan hidup atau mati harta benda seseorang, yaitu seseorang akan
kehilangan hak-haknya. bebas, dihukum dan dini.
Dari pengertian di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa hukum
dapat diartikan sebagai seperangkat peraturan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang dengan tujuan mengatur kehidupan bermasyarakat, dengan bersifat
memerintah, melarang, dan memaksa dengan memberikan sanksi kepada yang
melanggarnya.

BAB X
HUKUM TERDAPAT DI MANA SAJA
1. Hukum terdapat di seluruh dunia, asal ada masyarakat manusia. Hukum itu ada di
mana-mana, pada setiap waktu dan bagi setiap bangsa.
2. Apeldoorn pernah menulis “Recht is over de gehele wereld; overal waar een
samenleving van mensen is” artinya “Hukum terdapat di seluruh dunia; di mana-mana
asal ada kehidupan masyarakat manusia”.
3. Kesimpulannya bahwasanya hukum itu terdapat di mana saja asalkan terdapat
masyarakat didalamnya.
BAB XI
PERAN DAN FUNGSI HUKUM
A. Peranan hukum dalam masyarakat
Mengenai peranan hukum yang tak terhingga ragamnya itu dapat di kemukakan
berbagai contoh dalam kehidupan manusia sehari hari:
a. Dengan keluarga
1. Seorang laki laki dan perempuan yang akan hidup bersama sebagai suami istri
mengikat diri mereka dalam perkawinan, melakukan perbuatan yang diatur
dengan undang undang perkawinan (UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974).
2. Orang mencatat suatu kelahiran anak tentang perkawinan, perceraian, kematian
pada Pencatatan Sipil. Tanpa disadari telah memenuhi peraturan pasal 4 Bab ke
dua Buku ke II Undang undang hukum perdata.
3. Anak bersikap hormat dan segan pada bapak dan ibunya , tanpa sadar
melaksanakan pasal 298 Undang undang Hukum Perdata
b. Dalam pekerjaan (hubungan kerja)
1. Seorang pimpinan perusahaan membuat peraturan merupakan pekerjaan yang
telah diatur dalam UU Perburuhan.
2. Orang bekerja dalam suatu intansi menandatangani perjanjian kerja adalah sesuai
dengan pertauran yang berlaku (KUH Perdata Bab 7A pasal 1601, 1601 a sampai
c)
3. Seorang majikan yang membayar upah kepada buruh pada setiap bulan ,
memenuhi kewajiban dalam bab ke tiga KUH Perdata.
c. Didalam menjalankan pekerjaan
1. Didalam melaksanakan pekerjaan orang terikat pada peraturan kepegawaian
2. Dokter yang menyimpan rahasia kedokteran merupakan kewajiban yang diatur
dalam peraturan pemerintah no.10 tanggal 21 mei 1966, LN 1966 NO.2
3. Seorang dokter tidak akan melakukan pengguguran pasiennya. Kerena terikat
pada undang undang tentang larangan abortus.
B. Fungsi Hukum
a. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat.
b. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batIn.
c. Sebagai penggerak pembangunan.
d. Fungsi kritis hukum
Daya kerja hukum tidak semata mata melakukan pengawasan terhadap aparatur pengawas
atau pun aparatur pemerintah (petugas) saja melainkan aparatur penegak hukum termasuk
didalamnya.

BAB XII
TUJUAN HUKUM
Menurut pendapat berbagai ahli :
1. Prof. Subekti, SH
Mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya. Pengabdian tersebut
dilakukan dengan cara menyelenggarakan keadilan dan ketertiban. Dengan demikian
hukum tidak hanya mencarikan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang
bertentangan satu sama lain, akan tetapi juga untuk mendapatkan keseimbangan
antara tuntutan keadilan tersebut dengan “ketertiban atau kepastian hukum.
2. Aristoteles
Tujuan hukum menghendaki keadilan semata mata dan isi dari pada hukum
ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang
dikatakan tidak adil.

BAB XIII
HUKUM DITAATI ORANG
1. Menurut Utrecht (Pengantar Dalam Hukum Indonesia halaman-42) orang
menaati hukum, karena terdapat sebab tertentu :
a. Karena orang merasakn bahwa peraturan-peraturan itu dirasakan sebagai hukum.
Mereka benar berkepentingan akan berlakunya peraturan tersebut.
b. Karena ia harus menerimanya supaya ada rasa ketentraman.
c. Karena masyarakat menghendakinya.
d. Karena adanya paksaan (sanksi) sosial.
2. Hukum ditaati orang karena hukum itu bersifat memaksa.
3. Beberapa teori dan aliran yang menyebabkan mengapa hukum ditaati orang.
a. Mazhab Hukum Alam atau Hukum Kodrat
1) Ajaran hukum alam Aristoteles
2) Ajaran hukum alam Thomas Aquino
3) Ajaran hukum alam Hugo de Groot (Grotius)
4) Ajaran hukum alam Rudolf Stammler
b. Mazhab Sejarah
c. Teori Theokrasi
d. Teori Kedaulatan Rakyat (Perjanjian Masyarkat)
e. Teori Kedaulatan Negara
f. Teori Kedaulatan Hukum

BAB XIV
KODIFIKASI DAN PERKEMBANGAN HUKUM
Kodifikasi hukum adalah pencatatan undang-undang dalam suatu kode dalam satu
dokumen yang sama.
Tujuan kodifikasi hukum adalah untuk mencapai kesatuan hukum (rechtseenheid)
dan kepastian hukum (rechts-zakerheid).
Dahulu di hadapan hukum di Perancis tidak ada kesatuan dan kepastian hukum
karena di Perancis digunakan hukum adat dan berlaku di daerahnya masing-masing. Setiap
daerah mempunyai hukum adat yang berbeda-beda, sehingga penyelesaian perkara dan
putusan pengadilan juga akan berbeda.
Penyebab lain dari kurangnya kepastian dan keseragaman hukum adalah perbedaan
pendapat para ahli hukum/penyampai. Hal ini juga merupakan kekuatan pendorong di balik
penyusunan undang-undang.
Dengan adanya Code Civil atau Code Napoleon timbullah anggapan bahwa :
a. Seluruh permasalahan hukum sudah tertampung dalam suatu Undang-
undang, Undang-undang Nasional.
b. Di luar undang-undang tidak ada hukum.
c. Hakim hanya melaksanakan undang-undang yang berlaku di seluruh
negara.
Anggapan tersebut merupakan aliran yang dinamakan aliran legisme/wettelijk
positivisme atau positivisme perundang-undangan dengan pedoman : di luar undang-undang
tidak ada hukum.
Pendukung daripada aliran legismi ini adalah ahli piker Montesquieu dan J.J.
Rousseau.
Montesquieu dengan Trias Politikanya memusatkan Pemerintahan dalam 3(tiga)
kekuasaan, yaitu : Kekuasaan membuat undang-undang (badan legislatif), kekuasaan
melaksanakan undang-undang (badan eksekutif), dan kekuasaan mengadili pelanggar
undang-undang (badan yudikatif).

BAB XV
ALIRAN-ALIRAN (PRAKTIK) HUKUM
Di dalam praktik, terdapat tiga aliran hukum, yaitu :
1. Aliran Legisme,
2. Aliran Freie Rechtslehre atau Freie Rechtsbewegimmg atau Freie Rechtsschule, dan
3. Aliran Rechtsvinding (penemuan hukum).
Aliran-aliram hukum tersebut mempunyai pengaruh sesuai dengan zamannya serta
mewarnai praktik peradilan dari masa ke masa dan sudah barang tertentu berpengaruh
pula pada penyusunan undang-undang.
A. ALIRAN LEGISME
Aliran ini berpendapat :
d. Bahwa satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang.
e. Bahwa di luar undang-undang tidak ada hukum.
Pengikutnya adalah Dr. Freiderich (Jerman) dan Van Swinderen (Belanda).
Ternyata setelah berjalan kurang lebih 40-50 tahun aliran Legisme
menunjukkan kekurangan-kekurangannya, yaitu bahwa permasalahan-permasalahan
hukum yang timbul kemudian tidak dapat dipecahkan oleh undang-undang yang telah
dibentuk.
B. ALIRAN FREIE RECHTSLEHRE, FREIE RECHTSBEWEGUNG, DAN
FREIE RECHTSSCHUL (HUKUM BEBAS)
Adapun tujuan daripada Freie Rechtslehre ialah :
a. Memberikan peradilan sebaik-baiknya dengan cara memberi kebebasan kepada
hakim tanpa terikat pada undang-undang, tetapi menghayati tata kehidupan sehari-
hari
b. Membuktikan bahwa dalam undang-undang terdapat kekurang-kekurangan dan
kekurangan itu perlu dilengkapi.
c. Mengharapkan agar hakim dalam memutuskan perkara didasarkan kepada
rechtside (cita keadilan).
C. ALIRAN RECHTSVINDING (PENEMUAN HUKUM)
Menurut aliran Rechtsvinding, hukum terbentuk dengan beberapa cara, yaitu :
1. Karena Wetgeving (pembentukan undang-undang),
2. Karena administrasi/tata usaha negara,
3. Karena rechtsspraak atau peradilan,
4. Karena kebiasaan/tradisi yang sudah mengikat masyarakat,
5. Karena ilmu (wetenschap).
Aliran Rechtsvinding atau penemuan hukum merupakan aliran diantara ke dua aliran
ekstrem tersebut (aliran legisme dan Freie Rechtsbewegung). Aliran Rechtsvinding tetap
berpegang pada undang-undang, tetapi tidak seketat aliran legisme, karena hakim juga
mempunyai kebebasan.

BAB XVI
TERBENTUKNYA HUKUM
Terbentuknya hukum itu dimulai dari kebiasaan yang mudah dirasakan sebagai
kewajiban untuk bersikap tindak yang demikian itu, dan kemudian sanksi apabila tidak
melaksanakan apa yang telah ditentukan oleh kebiasaan tersebut.

A. PEMBENTUKAN HUKUM DI INGGRIS


Hukum di Inggris berawal dari kebiasaan dalam masyarakat yang
dikembangkan oleh pengadilan. Hukum ini dinamakan Common Law. Perkembangan
ini dimulai pada tahun 1066 sewaktu Inggris dijajah oleh bangsa Normadi dengan
Rajanya yang terkenal William the Qonguer, yang kemudian dilanjutkan oleh
pengganti-penggantinya.
Di samping common law di Inggris berlaku juga hukum yang terbentuk dari
undang-undang. Hukum yang berasal dari undang-undang ini disebut statue law yang
merupakan bagian kecil dari hukum di Inggris. Sebagian contoh dari hukum statute
Inggris ini dalam hukum pidana materiil adalah :
a. Offences against the Person Act 1861.
b. Hommicede Act 1957.
c. Theft Act 1960.

B. PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA


Dengan versi yang lebih khas, hukum di Indonesia tumbuh dari kebiasaan
dalam masyarakat yang dikenal sebagai hukum adat. Namun, hukum ini terbatas pada
hukum perdata, khususnya bagi golongan warga negara asli/bumi putra.
C. PANDANGAN LEGISME, FREIE RECHTSLEHRE, DAN RECHTSVINDING
1. Pandangan Legisme
Menurut pandangan legisme, hukum hanya terbentuk oleh perundang-
undangan (Wetgiving). Pandangan legisme menyatakan bahwa di luar undang-
undang tidak ada hukum. Dengan demikian, hakim terikat sekali dengan undang-
undang. Peradilan adalah penerapan secara mekanis dari ketentuan-ketentuan
undang-undang pada kejadian yang konkret (kasus-kasus). Kebiasaan hanya akan
memperoleh kekuatan sebagai hukum berdasarkan pengakuan oleh undang-
undang.
2. Pandangan Freie Rechtslehre
Menurut pandangan Freie Rechtslehre, hukum hanya terbentuk oleh
pengadilan (rechtsspraak).
Pandangan Freie Rechtslehre bertitik berat pada kegunaan sosial (sosiale
doelmatigheid).
3. Pandangan Rechtsvinding
Aliran Rechtsvinding merupakan aliran yang berdiri di antara legisme dan
Freie Rechtslehre. Adapun Rechtsvinding ini menyatakan bahwa :
1. Hukum itu terbentuk melalui beberapa cara.
2. Di samping oleh perundang-undangan dan peradilan, hukum juga terbentuk
karena di dalam pergaulan sosial terbentuk kebiasaan.
3. Peradilan kasasi berfungsi terutama untuk memelihara kesatuan hukum dalam
pembentukan hukum.
BAB XVII
PENAFSIRAN HUKUM
Penafsiran atau penafsiran ketentuan hukum menyangkut pencarian dan penetapan
makna dari klausul-klausul yang terkandung dalam undang-undang sesuai dengan keinginan
dan maksud pembentuk undang-undang.
1. Cara penafsiran :
a. Dalam arti subyektif dan obyektif
Dalam arti subyektif, ditafsirkan atas permohonan pembentuk undang-undang.
Sedangkan dalam arti obyektif, apabila penafsirannya tidak bergantung pada
sudut pandang pembuat undang-undang dan sesuai dengan penggunaan bahasa
yang berlaku.
b. Dalam pengertian sempit dan luas
Dalam pengertian sempit (restriktif), yakni apabila dalil yang ditafsirkan diberi
pengertian yang sangat dibatasi misalnya mata uang (pasal 1756 KUH Perdata)
pengertiannya hanya uang logam saja dan barang diartikan benda yang dapay
dilihat dan diraba saja.
Sedangkan dalam pengertian luas (ekstentif), ialah apabila dalil yang
ditafsirkan diberi pengertian seluas luasnya.
Contoh: Pasal 1756 KUH Perdata alinea ke 2 tentang mata uang juga diartikan
uang kertas.
2. Dillihat dari sumbernya penafsiran dapat bersifat :
 Otentik, ialah penafiran seperti yang diberikan oleh pembuat undang undang
seperti yang dilampirkan pada undang undang sebagai penjelas.
 Teori atau ilmu pengetahuan, adalah penjelasan yang diperoleh dalam buku-
buku dan lain-lain berdasarkan hasil karya para ahli.
 Hakim, penafsiran hakim (yudisial) hanya mengikat pihak-pihak yang terlibat
dan berlaku pada perkara-perkara tertentu.
3. Cara Penjelasan :
 Penjelasan Tata Bahasa
Penjelasan Tata Bahasa atau taakkundig adalah penjelasan menurut tata
bahasa atau kata. Oleh karena itu, jika hakim ingin mengetahui apa yang
dimaksud dengan undang-undang atau maksud pembuat undang-undang, maka
ia harus menjelaskan setiap kata undang-undang yang dimaksud. Penjelasan
ini pada hakikatnya merupakan penjelasan pertama dan harus disusul dengan
penjelasan-penjelasan lainnya.
 Sejarah atau penafsiran sejarah
Metode penafsiran ini mencakup mempelajari sejarah hukum yang
bersangkutan.
 Penafsiran sistematis
Penafsiran sistematis adalah penafsiran yang menghubungkan suatu
ketentuan dengan ketentuan lain dari undang-undang yang bersangkutan atau
undang-undang lain atau membaca penafsiran undang-undang tersebut
sehingga kita mengerti maksudnya.
 Penafsiran sosiologis
Berarti penafsiran yang sesuai dengan keadaan masyarakat, sehingga
penerapan hukum dapat bertujuan untuk menjamin keamanan hukum
berdasarkan asas keadilan sosial.
 Penafsiran resmi
Penafsiran resmi dilakukan oleh pembuat undang-undang sendiri atau
oleh suatu badan yang ditentukan oleh undang-undang dan tidak dapat
dilakukan oleh siapa pun atau pihak mana pun dan Penafsiran ini bersifat
subyektif.
 Penafsiran komparatif
Penafsiran dengan cara membandingkan hukum lama dengan hukum
yang berlaku sekarang atau antara hukum nasional dengan hukum asing dan
hukum kolonial.

BAB XVIII
PENGISIAN KEKOSONGAN HUKUM
Pekerjaan pembuatan undand-undang mempunyau dua aspek, yaitu :
f. Pembuat undang-undang hanya menetapkan peraturan-peraturan umum
saja. Pertimbangan tentang hal yang konkret diserahkan kepada hakim.
g. Pembuat undang-undang selalu ketinggalan dengan kejadian-kejadian
sosial yang timbul kemudian di dalam masyarkat, maka hakim sering
menambah undang-undang.
A. KONSTRUKSI HUKUM PENAFSIRAN LOGIS
Penafsiran logis adalah penafsiran daripada suatu peraturan hukum dengan
memberi kias pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya, sehingga suatu
peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan, lalu dianggap sesuai dengan
bunyi peraturan tersebut.
Dalam hal ini kita memakai undang-undang secara analogis, maksudnya
memperluas berlakunya pengertian hukum atau perundang-undangan.
Adanya analogi, akibat dibutuhkan dibutuhkan perluasan hukum dengan
menyesuaikan tempat, waktu, dan situasi. Menganalogi merupakan penciptaan
konstruksi baru, mempunyai kesamaan permasalahan dengan ansir yang berlainan.

B. PENGHALUSAN HUKUM (RECHTSVERFIJNING)


Penghalusan hukum ialah memperlakukan hukum sedemikian rupa (secara
halus) sehingga seolah-olah tidak ada pihak yang disalahkan. Penghalusan hukum
dengan cara mempersempit berlakunya suatu pasal merupakan kebalikan daripada
amalogi hukum. Penghalusan hukum bermaksud mengisi kekosongan dalam sistem
undang-undang.
Sifat daripada penghalusan hukum adalah tidak mencari kesalaham daripada
pihak dan apabila satu pihak disalahkan maka akan timbul ketegangan.
C. ARGUMENTUM A CONTRARIO (PENGUNGKAPAN SECARA
BERLAWANAN)
Penafsiran a contrario adalah penafsiran undang-undang yang didasarkan atas
pengingkaran artinya berlawanan pengertian antara soal yang dihadapi dengan soal
yang diatur dalam suatu pasal dalam undang-undang.
Penafsiran berdasarkan argumentum a contrario mempersempit perumusan
hukum atau perundang-undangan. Tujuannya ialah untuk lebih mempertegas adanya
kepastian hukum sehingga tidak menimbulkan keraguan.
BAB XIX
SUMBER-SUMBER HUKUM

A. ARTI TENTANG SUMBER HUKUM


Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang
mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan itu dilanggar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggaranya.
B. PENDAPAT BERBAGAI PAKAR HUKUM
1. Algra membagi sumber hukum dalam sumber hukum materiil dan sumber hukum
formiil.
Sumber hukum materiil ialah tempat dari mana materi hukum itu diambil.
Sumber hukum formiil merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan
memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang
menyebabkan peraturan hukum itu berlaku secara formal.
2. Van Apeldoorn
1) Sumber hukum dalam arti historis
2) Sumber hukum dalam arti sosiologis
3) Sumber hukum dalam arti filosofis
4) Sumber hukum dalam arti formil
3. Achmad Sanusi
1) Sumber hukum normal
a. Sumber hukum normal yang langsung atas pengakuan undang-undang,
yaitu :
- Undang-undang
- Perjanjian antar negara
- Kebiasaan
b. Sumber hukum normal yang tidak langsung atas pengakuan undang-
undang, yaitu :
- Perjanjian
- Doktirin
- Yurispudensi
2) Sumber hukum abnormal
a. Proklamasi
b. Revolusi.
c. Coup d’etat
4. Tar MPRS No. XX/MPRS/1966
5. Sumber hukum filosofis idiologis dan sumber hukum yuridis
1) Sumber hukum filosofis idiologis ialah sumber hukum yang dilihat dari
kepentingan individi, nasional, internasional.
2) Sumber hukum segi yuridis merupakan penerapan dan penjabaran langsung
dari sumber hukum segi filosofis idiologis yang diadakan pembedaan antara
sumber hukum formal dan sumber hukum materiil.
C. UNDANG-UNDANG
Undang-undang merupakan sumber hukum formal, di samping kebiasaan, traktat,
yurispudensi, dan doktrin.
Menurut tata jenjang atau hierarki yang ditetapkan oleh MPR (TAP MPR No.
XX/1960) Undang-Undang mempunyai tata urutan ke II setelah TAP MPR.
a. APAKAH UNDANG-UNDANG ITU?
Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan tersebut secara tepat, karena
undang-undang itu mempunyai dua arti yakni :
a. Undang-undang dalam arti formil (wet in formele zin) dan ;
b. Undang-undang dalam arti materiil (wet in materiele zin).
Di dalam praktik apabila ada orang mengatakan undang-undang tanpa
keterangan lebih lanjut, maka yang dimaksud selalu undang-undang dalam arti
formil.
Selanjutanya ada yang mengatakan bahwa :
a) Undang-undang adalah suatu peraturan negara yang mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat, diadakan dan dipelihara oleh
Penguasa negara
b) Undang-undang adalah produk daripada pembentuk Undang-
Undang yang terdiri dari Presiden dan DPR seperti yang dimaksud
dalam pasal 5 ayat (1) jo pasal 20 ayat (1) UUD 1945.
b. TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG
1. Cara Pembentukan Undang-Undang
Cara pembentukan undang-undang dan badan mana yang diberi
wewenang tergantung kepada sistem pemerintahan yang dianut oleh
negara yang bersangkutan. Sistem di Indonesia adalah lain daripada sistem
di negeri Belanda dan akan berlainan pula dengan sistem di Amerika.
2. Pembentukan Undang-Undang
a) Di Negeri Belanda
Di negeri Belanda yang berwenang untuk membuat undang-
undang adalah raja (kroon) bersama Staten-Generaal berdasar
Grondwet Negeri Belanda pasal 112.
b) Di Amerika Serikat
Lain halnnya dengan pembentukan undang-undang di negara
Amerika Serikat. Di sana kewenangan membuat undang-undang
diberikan kepada Conggres saja sebagai badan legislatif.
c) Di Indonesia
Di Indonesia lain lagi caranya. Berdasarkan undang-undang
dasar, maka pembuatan undang-undang dilaksankan oleh Presiden
bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) (UUD 1945 pasal 5).
3. Kedudukan Presiden dan DPR sama kuatnya
Kedudukan Presiden dan DPR sama kuatnya ; hal ini terlihat dari
pasal-pasal dalam UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 5 :
“Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan
persetujuan DPR”
Pasal 20 :
“Tiap undang-undang menghendaki persetujuan DPR”
Pasal 20 ayat (1) :
“Presiden dan anggota DPR sama-sama berhak mengambil inisiatif”
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwasanya :
a. Kedudukan Presiden dan DPR sama kuatnya.
b. Yang dibicarakan di sini adalah mengenai pembuatan undang-undang
atau undang-undang dalam arti formal dan bukan dalam arti material.
c. Presiden dan DPR sama-sama menjadi kunci dari pembentukan
undang-undang.
Kalau di muka telah dibicarakan tentang pembuatan undang-undang,
terdapat 2 cara atau sistem, yaitu :
a. Sistem umum (sistem generale) dan
b. Sistem lengkap.
1) Sistem Umum
Yang dimaksud dengan sistem umum atau sistem generale adalah
sistem penyusunan isi daripada undang-undang dengan hanya mengisi
pokok-pokoknya saja. Yang dimasukkan dan yang dimuat hanya garis
besarnya saja (Undang-Undang Pokok). Penganut sistem ini kebanyakan
adalah negara-negara Anglo Saxon seperti Amerika dan Inggris.
2) Sistem Undang-Undang Lengkap
Di dalam sistem Undang-Undang Lengkap, maka udang-undang oleh
pembuatnya diisi dengan pasal-pasal yang lengkap sekali, terperinci, jelas,
dan lebih banyak mengarah ke hukum dalam bentuk kodifikasi. Sistem ini
banyak dianut oleh negara-negara Eropa Kontinental.
c. UNDANG-UNDANG DALAM ARTI FORMIL DAN MATERIIL
1. Undang-Undang dalam Arti Formil
Undang-undang dalam arti formil adalah keputusan Penguasa yang
diberi nama Undang-Undang atau Undang-Undang yang dilihat dari segi
bentuknya. Di Indonesia Undang-Undang dalam arti formil ditetapkan
oleh Presiden dengan persetujuan DPR (UUD 1945 pasal 5 ayat (1)).
2. Undang-Undang dalam Arti Materiil
a) Penetapan kaidah hukum yang disebutkan dengan tegas, sehingga
menurut sifatnya menjadi mengikat.
b) Semua peraturan perundang-undangan yang bersifat mengatur artinya
berlaku untuk umum.
c) Keputusan Penguasa yang dilihat dari segi isinya mempunyai kekuatan
mengikat untuk umum.
d) Ditinjau dari segi isinya, undang-undang diartikan materiil apabila ia
sebagai peraturan yang dikeluarkan oleh sesuatu alat penguasa.
e) Badan dan cara pembentukannya adalah sekunder, tetapi pada
umumnya undang-undang formil juga memenuhi aspek materiilnya.
d. TATA JENJANG (HIERARKI) PERUNDANG-UNDANGAN
1. Apa yang dimaksud dengan tata jenjang Perundang-undangan ?
Yang dimaksud dengan jenjang perundang-undangan adalah urutan-
urutan mengenai tingkat dan derajat daripada undang-undang yang
bersangkutan, dengan mengingat badan yang berwenang yang membuatnya
dan masalah-masalah yang diaturnya.
Hans Nawasky dalam teorinya “Die Stufenordnung der Rechtsnormen”
mengatakan, bahwa perundang-undangan itu mempunyai jenjang urutan
hukum mulai dari atas sampai ke bawah, ialah :
- Grundnormen (norma dasar), UUD.
- Grundgesetzes (hukum dasar), TAP MPR.
- Formelle Gesetzes (undang-undang).
- Verordnungen/Autonome Satzugen (peraturan pelaksanaan).
2. Bagaimanakah derajat kedudukan UUD 1945 ?
a. Dari arti materiil, UUD 1945 mempunyai kedudukan tertinggi
dibandingkan dengan undang-undang lainnya, karena UUD 1945
memuat organisasi negara dan jaminan individu/warga negara terhadap
kewenangan negara.
b. Dalam arti formil, UUD 1945 mempunyai derajat lebih tinggi daripada
undang-undang lainnya karena :
 Dalam hal tertentu secara kasual tergantung padanya, dan
 pada umumnya penyelenggaraan lebih lanjut diletakkan pada asas-
asas dalam UUD 1945.
c. Dari segi Pancasila, UUD 1945 merupakan Grundnormen (norma
dasar) dan sumber dari segala sumber hukum.
3. Di mana letak tata jenjang TAP MPR ?
TAP MPR yang berupa peraturan termasuk peraturan dasar
(Grundgesetz) dan merupakan sumber hukum bagi peraturan perundang-
undangan yang sebenarnya.
4. Di mana letak tata jenjang undang-undang, Peraturan Pemerintah
dan sebagainya itu ?
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu) adalah undang-undang (Formelle Gesetzes) yang juga merupakan
sumber segala sumber hukum dalam arti formil tingkat menengah.
5. Bagaimana bentuk dan tata urutan perundangan di Indonesia ?
1) Setelah Indonesia Merdeka
Di negeri kita setelah Merdeka (Republik Indonesia) bentuk
dan tata urutan perundang-undangan ditetapkan oleh MPRS
(TAP.MPRS.No.XX/1966) yang secara berurutan menurut
tingkatannya dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah adalah
sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar (UUD).
b. Ketetapan MPR (TAP MPR).
c. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang (Perpu).
d. Peraturan Pemerintah.
e. Keputusan Presiden (Keppers).
f. Peraturan Pelaksanaan dari Menteri, Direktur Jenderal, Direktur.
g. Peraturan Daerah Tingkat I (Perda) dan Peraturan Pelaksanaannya.
h. Dan seterusnya ke bawah.
2) Sebelum Indonesia Merdeka (zaman Hindia Belanda)
Hierarki undang-undang dalam arti materiil pada waktu zaman
Hindia Belanda seperti di bawah ini :
a. Wet (Undang-Undang).
b. Koninklijk Besluit (K.B.).
c. Ordonantie.
d. Regeringsverordening.
3) Hierarki perundang-undangan di Negeri Belanda
Sebagai perbandingan dapat digunakan perundang-undangan di
negeri Belanda sendiri yang dari atas ke bawah terdiri dari :
a. Grondwet (UUD).
b. Wet (Undang-Undang) yang dibuat oleh Staten General
bersama Raja.
c. Algemene Maatregelen van Bestuur (AMVB).
d. Provinciale Verordeningen (Perda Tingkat I).
e. Gemeente Verordeningen (Perda Tingkat II).
e. KEKUATAN DAN KEKUASAAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG
1. Apakah undang-undang dimaksud kekuatan dan kekuasaan
berlakunya undang-undang?
Menurut Paul Laband kekuatan berlakunya undang-undang didasarkan
pada isi dam perintah undang-undang. Mengenai yang terakhir ini undang-
undang berisi perintah supaya undang-undang itu berlaku dan ini terletak
pada (persetujuan) pemerintah.
2. Selanjutnya sampai di manakah kekuatan berlakunya undang-
undang itu?
Kekuatan berlakunya Undang-Undang itu dipengaruhi oleh berbagai
asas :
1) Undang-undang yang lebih rendah derajatnya tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi (asas tata
jenjang).
2) Dalam soal yang sama berlaku asas bahwa undang-undang yang
lebih tinggi derajatnya membatalkan undang-undang yang
mempunyai derajat yang lebih rendah.
3) Dalam undang-undang yang sama derajatnya serta sama persoalan
yang diaturnya berlaku asas, bahwa undang-undang yang baru
mendesak/membatalkan yang ke luar lebih dahulu (lex posterior
derogate lex priori).
3. Lingkungan berlakunya Undang-Undang
Hans Kelsen mendasarkan lingkungan berlakunya undang-undang atas 4
lingkungan kerja yang meliputi :
a. Waktu (mulai dan akhir) berlakunya (temporal sphere atau sphere
of time).
b. Territorial sphere atau daerah berlakunya undang-undang.
c. Personal sphere yakni terhadap siapa dan orang-orang mana
undang-undang itu berlaku.
d. Materiil sphere ialah mengenai soal-soal apa yang diatur oleh
undang-undang yang bersangkutan.
4. Masa berlakunya Undang-Undnag
Mengenai masa berlakunya sebuah undang-undang biasanya
ditentukan dalam undang-undang yang bersangkutan atau setidak-tidaknya
selama waktu yang dapat ditentukan. Tidak jarang terjadi bahwa sebuah
undang-undang sudah ada tetapi belum dapat dijalankan, karena peraturan
pelaksanaanya belum ada.
5. Tentang daerah berlakunya Undang-Undang
Tentang daerah berlakunya undang-undang itu berhubungan erat
dengan kedudukan badan pembuat undang-undang. Apabila tidak ada
ketentuan lain, maka undang-undang yang dibuat oleh badan pembuat
undang-undang pusat berlaku untuk seluruh daerah negara, sedangkan
undang-undang yang dibuat oleh badan pembentuk undang-undang tingkat
daerah, berlaku untuk daerah yang bersangkutan.
6. Masalah orang-orangnya
Disini yang dimaksud dengan orang-orangnya ialah orang-orang yang
terhadap siapa Undang-Undang itu berlaku.
f. HAK MENGUJI
1. Arti Hak Menguji
Hak menguji atau toetsingsrecht adalah suatu hak untuk menguji
apakah suatu peraturan perundang-undang berlainan atau bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan lainnya atau tidak, terutama dengan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
2. Maksud dan Tujuan Pengujian
Dalam tata jenjang atau hierarki peraturan perundang-undangan
dikenal adanya asas Peraturan peundang-undangan yang derajatnya lebih
rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi. Di dalam praktik kemungkinan terjadinya pertentangan
tersebut selalu ada. Maka untuk mengatasi hal tersebut perlu diadakan
pengujian.
3. Hak atau wewenang menguji
Sistem UUD 1945 tidak mengenal hak dari badan yudikatif untuk
menguji suatu undang-undang baik material maupun formal terhadap UUD
1945.
4. Hak menguji formil dan materiil
a. Hak menguji formil (formele toetsingreshct)
Yang dimaksud hak menguji formil adalah kewenangan untuk
menilai apakah suatu produk badan legislatif sudah dibuat sesuai
dengan tata cara sebagaimana ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan atau tidak.
b. Hak menguji materiil (materiele toetsingreshct)
Hak menguji materiik adakah kewenangan untuk menyelidiki
dan kemudian menilan apakah isi suatu peraturan perundang-
undangan sesuai atau bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan lainnya serta apakah suatu kekuasaan tertentu berhak
mengeluarkan suatu peraturan perundang-undangan tertenu.
5. Lembaga yang mempunyai hak menguji
Pada umumnya yang diberi kewenangan untuk menguji adalah
Mahkamah Agung dan di tiap-tiap negara dapat berbeda pula.
D. KEBIASAAN
a. Beberapa pengertian :
1. Prof. Dr. Sudikno, SH. dalam bukunya “Mengenal Hukum” 1986 : 82
menguraikan :
Kebiasaan merupakan Tindakan menurut pola tingkah laku yang tetap,
ajeg, lazim, normal atau adat dalam masyarakat atau pergaulan hidup
tertentu. Pergaulan hidup ini merupakan lingkungan yang sempit seperti
desa, tetapi dapat luas juga yakni meliputi masyarakat negara yang
berdaulat.
2. Setiap daerah, setiap golongan mempunyai kebiasaannya sendiri-sendiri
yang berbeda satu sama lain.
b. Hukum kebiasaan
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang
mengenai hal tingkah laku kebiasaan yang diterima oleh suatu masyarakat
yang selalu dilakukan oleh orang lain sedemikian rupa, sehingga masyarakat
beranggapan bahwa memang harus berlaku demikian. Jika tidak berbuat
demikian merasa berlawanan dengan kebiasaan dan merasa melakukan
pelanggaran terhadap hukum.
c. Kebiasaan sebagai sumber hukum
Di Indonesia kebiasaan itu diatur dalam beberapa undang-undang yakni :
a) Pasal 15 AB yang berbunyi :
“Selain pengecualian-pengecualian yang ditetapkan mengenai orang-
orang Indonesia dan orang-orang yang dipersamakan, maka kebiasaan
tidak merupakan hukum kecuali apabila undang-undang menetapkan
demikian”.
Pasal tersebut berarti bahwa kebiasaan itu diakui apabila undang-
undang menunjuknya atau dengan perkataan lain, hakim tidak perlu
mempergunakan kebiasaan apabila undang-undang tidak menunjuknya.
Hal ini menimbulkan pertanyaan kebiasaan itu sendiri merupakan sumber
hukum.
d. Perbandingan antara hukum kebiasaan dan undang-undang
1. Kelemahan hukum kebiasaan :
a) Bahwa hukum kebiasaan mempunyai beberapa kelemahan hukum
kebiasaan bersifat tidak tertulis dan oleh karenanya tidak dapat
dirumuskan secara jelas dan pada umumnya sukar menggantinya.
b) Bahwa hukum kebiasaan tidak menjamin kepastian hukum dan
sering menyulitkan beracara karena hukum kebiasaan mempunyai
sifat aneka ragam.
2. Persamaan antara hukum kebiasaan dan Undang-Undang
a. Kedua-duanya merupakan penegasan pandangan hukum yang
terdapat di dalam masyarakat.
b. Kedua-duanya merupakan perumusan kesadaran hukum suatu
bangsa.
3. Perbedaan
a) UU merupakan keputusan pemerintah yang dibebankan kepada
orang, subyek hukum. Kebiasaan merupakan peraturan yang timbul
dari pergaulan
b) UU lebih menjamin kepastian hukum daripada hukum kebiasaan.
4. Penyelesaian dalam konflik antara hukum kebiasaan dan Undang-
Undang
Kalau UU itu berisi ketentuan-ketentuan yang bersifat
memaksa dan bertentangan dengan hukum kebiasaan, maka UU
mengalahkan hukum kebiasaan.
Sebaliknya apabila UU itu bersifat pelengkap mata maka
hukum kebiasaan mengesampingkan UU.
e. Hubungan hukum kebiasaan dan hukum adat
Hukum adat itu termasuk dalam hukum kebiasaan. Hukum adat
merupakan hukum tak tertulis, disebut juga hukum tradisional dan sudah
menjadi kepribadian bagi bangsa.
Hukum adat adalah terjemahan dari “adatrecht” yang untuk pertama
kalinya dikenalkan oleh Snouck Hurgronye dalam bukunya “de Acehers” pada
tahun 1893 kemudian dipergunakan oleh van Vollenhen yang dikenal sebagai
penemu hukum adat dan penulis buku “Het Adatrecht Van Nederlandsch-
Indie.
E. YURISPUDENSI
a. Pengertian Yurispudensi
Kata yurispudensi dalam bahasa Inggris berarti teori ilmu hukum
(algemeene rechtsleer : General Theory of Law), sedangkan untuk pengertian
yurispudensi dipergunakan istilah-istilah Case Law atau Judge Made Law.
Dalam segi praktik peradilan, yurispudensi adalah keputusan hakim
yang selalu dijadikan pedoman hakim lain dalam memutuskan kasus-kasus
yang sama.
b. Timbulnya Yurispudensi
1. Timbulnya yurispudensi bersumber pada Algemeene Bepalingen
Wetgeving voor Nederlandsch Indie (ketentuan umum tentang peraturan
perundang-undangan untuk Indonesia).
2. Meskipun yurispudensi mempunyai pengaruh terhadap hakim-hakim lain,
namun hal tersebut tidak bertentangan dengan isi pasal 20 dan 21 AB.
c. Sebab-sebab seorang hakim mempergunakan putusan hakim lain
1. Pertimbangan psikologis
2. Pertimbangan praktis
3. Pendapat yang sama
d. Macam-macam Yurispudensi
1. Yurispudensi Tetap
Yurispudensi tetap adalah keputusan-keputusan hakim yang berulang
kali dipergunakan pada kasus-kasus yang sama.
2. Yurispudensi Tidak Tetap
Yurispudensi tidak tetap adalah yurispudensi yang belum masuk
menjadi yurispudensi tetap.
e. Dasar hukum Yurispudensi
1. Dasar historis, yaitu secara historis diikutinya oleh umum.
2. Adanya kekurangan daripada hukum yang ada, karena pembuat UU tidak
dapat mewujudkan segala sesuatu dalam undang-undang, maka
yurispudensi digunakan untuk mengisi kekurangan dari undang-undang.
f. Yurispudensi sebagai sumber hukum formil
1. Van Apeldoorn
Ia tidak membenarkan bahwa yurispudensi itu merupakan sumber-
sumber hukum.
2. Bellafroid
Ia tidak sependapat dengan Apeldoorn.
3. E. Utrecht
Ia mengatakan bahwa apabila keputusan-keputusan hakim yang
memuat peraturan sendiri, kemudian dijadikan pedoman oleh hakim lain,
maka keputusan hakim pertama menjadi sumber hukum bagi peradilan.
g. Nilai dan arti pentingnya yurispudensi ditinjau dari berbagai segi aliran-
aliran hukum.
a. Anggapan menurut aliran legisme
Aliran ini beranggapan bahwa undang-undang itu sedimikian
sempurnanya sehingga semua persoalan hukum yang ada di masyarakat
sudah tertampung oleh undang-undang.
b. Anggapan menurut aliran Freie Rechtsbewegung
Menurut aliran Freie Rechtsbewegung mempelejari yurispudensi
adalah primer, sedangkan mengetahui undang-undang adalah sekunder.
c. Anggapan Rechtsvinding
Dari anggapan Rechtsvinding dapat diketahui betapa pentingnya
yurispudensi untuk dipelajari di samping perundang-undangan, oleh
karena di dalam yurispudensi terdapat banyak garis-garis hukum yang
berlaku di dalam masyarakat, akan tetapi yang tidak terbaca di dalam
undang-undang.
h. Asas-asas Yurispudensi
1. Asas Precedent
Dalam asa precedent, hakim terikat kepada keputusan-keputusan yang
lebih dulu dari hakim yang sama derajatnya atau dari hakim yang lebih
tinggi. Asas ini dianut oleh negara Anglo Saxon.
2. Asas Bebas
Asas bebas ini merupakan kebalikan dari asas precedent. Di sini
petugas peradilan tidak terikat pada keputusan-keputusan hakim
sebelumnya pada tingkatan sejajar maupun hakim yang lebih tinggi. Asas
ini dianut oleh negeri Belanda dan Perancis.

i. Pencacatan atau pembukuan dari yuripudensi


Yurispudensi di Indonesia yang penting biasanya dimuat di majalah-
majalah, bahkan sekarang dapat dijumpai dalam penerbitan-penerbitan khusus,
sehingga lebih mudah untuk mendapatkan atau mempelajarinya.

F. TRAKTAT
a. Pengertian
Tractaat (traktat) atau Treaty adalah perjanjian yang dibuat antar
negara yang dituangkan dalam bentuk tertentu. Perjanjian tersebut merupakan
perjanjian internasional. Suatu negara juga dapat membuat perjanjian dengan
negara lain tanpa harus membentuk traktat, misalnya pertukaran nota atau
surat biasa. Meskipun demikian dari segi yuridis nilai surat-surat seperti itu
sama dengan traktak
b. Macam-macam Traktat
1. Traktat bilateral atau traktat binasional atau twee zijdig, apabila
perjanjiannya terjadi antar dua negara.
2. Traktat multilateral apabila dibuat oleh banyak negara.
3. Traktat kolektif atau traktat terbuka adalah traktat multilateral yang
boleh dimasuki negara lain.
c. Akibat yang menyangkut orang
Apabila perjanjian itu menyangkut hubungan antara orang dengan
orang lain, maka timbul hukum privat internasional, sedangkan yang
menyangkut banyak orang atau umum atau negara, menimbulkan hukum
publik internasional.
d. Pembuatan Traktat
Pelaksanaan pembuatan traktat dilakukan dalam beberapa tahap
sebagai berikut :
1. Tahap Perundingan
2. Tahap Penutupan
3. Tahap Pengesahan atau Ratifikasi
4. Tahap Pertukaran Piagam
G. DOKTRIN
a. Doktrin sebagai sumber hukum formil
Doktrin adalah pendapat para sarjana hukum yang terkemuka yang
besar pengaruhnya terhadap hakim, dalam mengambil keputusannya.
b. Rechtsboek atau kitab hukum
Rechtsboek atau kitab hukum ialah tulisan para sarjana yang
menguraikan tentang hukum kebiasaan sewaktu undang-undang belum
berperan. Kitab hukum ini dipergunakan oleh hakim karena begitu besar
peranan dari pada kitab hukum tersebut. Di antara beberapa kitab hukum yang
dikenal “Grand coutumier de Normandie” abad 13 dan “Saksenspiegel” tahun
1230.

BAB XX
PENGGOLONGAN DAN KLASIFIKASI HUKUM
A. Sistematika yang diselaraskan dengan tujuan yang utuh bahwa berlakunya
hukum itu selalu bersangkut paut :
1. Dengan sumber-sumber berlaku serta bentuk-bentuk dari sumber-
sumber itu.
Sumber itu ada yang berbentuk naskah tertulis dan yang tidak
berbentuk demikian, maka penggolongannya dapat diperbedakan pula dalam :
a. Hukum tertulis, meliputi hukum undang-undang, hukum perjanjian
antar negara dan sebagian kecil hukum adat.
b. Hukum-hukum tak tertulis, meliputi hukum kebiasaan sebagian
besar hukum adat, hukum Yurispudensi, hukum ilmu dan hukum
revolusi.
2. Dengan kepentingan-kepentingan yang diatur atau dilindunginya
Hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan persoalan dan juga
kepentingan-kepentingan negara dalam kedudukannya bukan sebagai
penguasa adalah hukum privat. Sedangkan hukum yang mengatur/melindungi
kepentingan-kepentingan negara sebagai penguasa adalah hukum politik.
Tentang hukum yang mengatur/melindungi kepentingan masyarakat mungkin
termasuk hukum privat, mungkin juga hukum politik.
3. Dengan hubungan aturan-aturan hukum itu satu sama lain
Adapun di dalam “hukum beraneka ragam” atau hukum tata antar
hukum justru terdapat lebih dari satu (macam) aturan mungkin yang berlaku
secara susul-menyusul, mugkin karena perbedaan tempat dan orang.
Maka cabang-cabang dari hukum ini adalah :
1) Hukum antar waktu
2) Hukum antar tempat
3) Hukum antar golongan
4) Hukum antar agama
5) Hukum privat internasional
4. Dengan pertaliannya dengan hubungan-hubungan hukum
Terdapat pasal-pasal undang-undang yang sekaligus merupakan
ketentuan-ketentuan hukum formil dan materiil. Lebih jauh tentang petunjuk
untuk mencari contoh-contoh ini, dapat diperhatikan apabila terdapat kalimat
“op straffe van nietigheid”.
Pembagian-pembagian lain yang tidak diterangkan di sini adalah :
a) Ius constitutum
b) Ius constituendum
c) Hukum obyektif
d) Hukum subyektif
5. Dengan hal kerjanya beriku pelaksanaan sanksinya
Atas dasar tinjauan, apakah dalam suatu cabang hukum diutamakan
tentang keharusan/larangan itu ataukah tentang sanksinya, maka kita dapat
memperbedakannya.
a) Hukum kaidah (Normen rehct)
b) Hukum sanksi (Sancitirecht)
c) Hukum memaksa (Dwingend recht)
d) Hukum mengatur (Regelend recht)
B. Penggolongan Klasifikasi yang Lazim Dipergunakan Didasarkan Pada :
1. Berdasarkan sumbernya
a. Hukum undang-undang (wetten recht)
b. Hukum traktat (tractatenrecht)
c. Hukum kebiasaan dan hukum (gewoonte en adat recht)
d. Hukum Yurispudensi (Yurispudensi-recht)
e. Hukum ilmu (wetenschaprecht)
2. Berdasarkan daerah kekuasaannya
a. Hukum nasional
b. Huku internasional
c. Hukum asing
3. Berdasarkan kekuatan berlakunya
a. Hukum paksa (hukum yang bersifat memaksa)
b. Hukum tambahan (bersifat mengatur atau menambah)
4. Berdasarkan isinya
a. Hukum Publik
1) Hukum Pidana
2) Hukum Negara
3) Hukum Acara
b. Hukum Privat
1) Hukum Perdata
2) Hukum Dagang
3) Hukum Perselisihan
5. Berdasarkan fungsinya dan pemeliharaannya
a. Hukum materiil
b. Hukum formil
6. Hukum berdasarkan bentuknya
a. Hukum tertulis yang dikodifikasikan
b. Hukum tak tertulis/hukum kebiasaan common law
7. Hukum berdasarkan wujudnya
a. Hukum obyektif
b. Hukum subyektif
8. Hukum berdasarkan waktu berlakunya
a. Ius constitutum
b. Ius constituendum
c. Hukum asasi (hukum alam)
C. PERBEDAAN ANTARA BEBERAPA MACAM HUKUM
1. Perbedaan antara Hukum Perdata (sipil) dengan Hukum Pidana
a. Dari segi isinya
a) Hukum Perdata mengatur hubungan hukum antara orang yang satu
dengan orang yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan
perseorangan.
b) Hukum pidana mengatur hubungan hukum antara seorang anggota
masyarakat (warga negara) dengan negara yang menguasai tata tertib
masyarakat itu.
b. Dari segi pelaksanaannya
a) Pelanggaran terhadap norma hukum perdata baru diambil Tindakan
oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak berkepentingan
yang merasa dirugikan.
b) Pelanggaran terhadap norma hukum pidana, pada umumnya segera
diambil tindakan oleh pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak
yang dirugikan.
BAGIAN 3
ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KAIDAH

BAB XXI
KAIDAH HUKUM DAN KAIDAH SOSIAL
A. KAIDAH SOSIAL
1. Kaidah Susila
Kaidah Susila adalah kaidah yang paling tua dan paling asli, juga
terdapat di dalam sanubari manusia sendiri karena manusia makhluk bermoral,
tanpa melihat kebangsaan atau masyarakat.
2. Kaidah Kesopanan
Norma kesopanan adalah ketentuan-ketentuan hidup yang timbul dari
pergaulan dalam masyarakat.
3. Kaidah Agama atau Kaidah Kepercayaan
Norma agama berpangkal pada kepercayaan pada Tuhan Yang Maha
Esa. Norma agama dianggap sebagai ketentuan dari Tuhan. Jadi norma agama
atau kepercayaan adalah norma sosial yang aslinya dari Tuhan yang isinya
larangan, perintah-perintah dan ajaran.
4. Kaidah Hukum
Norma hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia. Ia tidak
mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk.
B. PENGGOLONGAN KAIDAH
a. Tata kaidah dengan aspek pribadi yang termasuk kelompok ini adalah kaidah
agama atau kepercayaan dan kaidah kesusilaan.
b. Tata kaidah dengan aspek kehidupan antar pribadi yang termasuk di dalamnya
adalah kaidah kesopanan dan kaidah hukum.
C. HUBUNGAN ANTARA KAIDAH HUKUM DENGAN KAIDAH LAINNYA
1. Hubungan positif yakni hubungan yang saling memperkuat.
a. Hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah agama.
b. Hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah kesusilaan.
c. Hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan.
2. Hubungan negatif yakni hubungan yang saling melemahkan yaitu jika isi
kaidah hukum dan kaidah sosial lainnya saling bertentangan.
D. PERSAMAAN ANTARA KAIDAH HUKUM DENGAN KAIDAH LAINNYA
1. Maksud dari kaidah hukum dengan kaidah lainnya adalah sama yakni
melindungi kepentingan perorangan maupun umum.
2. Antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan.
a. Memandang manusia sebagai makhluk sosial
b. Heteronom (dikehendaki masyarakat)
BAGIAN 4
ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU PENGERTIAN

BAB XXII
SUBYEK HUKUM
A. PENGERTIAN
1. Apakah subyek hukum itu ?
- Subyek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum berhak/berwenang
untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak
dan cakap untuk bertindak dalam hukum.
2. Jadi siapa yang menjadi subyek hukum ?
Pada dasarnya yang dapat menjadi subyek hukum adalah
manusia/orang atau person.
3. Ada dua pengertian orang/person sebagai subyek hukum
a. Natuurlijk person adalah mens person, yang disebut orang atau
manusia pribadi.
b. Rechtsperson adalah yang berbentuk badan hukum.
B. MANUSIA SEBAGAI SUBYEK HUKUM
1. Dasar Hukum
Menurut hukum yang berlaku setiap manusia mempunyai hak dan
kewajiban. Hak dan kewajiban ini dilindungi oleh hukum.
2. Pendapat para pakar
a. Menurut Prof. J. Hardjawidjaja, SH. orang adalah merupakan
pengertian terhadap manusia.
b. Menurut Prof. Enggens yang dimaksud dengan orang adalah manusia
sebagai rechtspersoon.
3. Pandangan hukum modern
Setiap orang/pribadi secara asasi merupakan pendukung hak yang
berlaku sama bagi seluruh umat manusia, karena mereka sama-sama
merupakan makhluk Tuhan Y.M.E.
4. Pandangan Dunia
Setiap manusia/pribadi menjadi subyek hukum sejak saat dia lahir
yang berakhir dengan kematiannya.
5. Pandangan agama
Seorang manusia/pribadi menjadi subyek hukum sejak
benih/pembibitan ada pada kandungan ibunya, selama ia hidup dan setelah ia
meninggal dunia sampai ke akhirat, sehinga menurut hukum agama
pengguguran kandungan merupakan pembunuhan anak itu dan telah dilanggar
hak sebagai subyek hukum dari anak yang akan lahir.
C. PENGECUALIAN
1. Anak dalam kandungan
2. Cakap hukum
3. Binatang sebagai subyek hukum
4. Badan hukum sebagai subyek hukum
5. Teori badan hukum

BAB XXIII
OBYEK HUKUM
A. BENDA (ZAAK) SEBAGAI OBYEK HUKUM
1. Penjelasan
Obyek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum
(manusia/badan hukum) dan yang dapat menjadi pokok permasalahan dan
kepentingan bagi para subyek hukum.
2. Dasar hukum
a. Buku II KUH Perdata
b. Undang-undang Pokok Agraria (UU No. 5/1960)
c. Undang-undang No. 21 Tahun 1961 (Undang-undang tentang Merek
Perusahaan dan Merek Perniagaan)
d. Ordonantie No. 100 Tahun 1939
e. Buku II KUHD (Wetboek van Koophandel)
f. Auteurswet 1912, Staatsblad Tahun 1912 No. 600
3. Pembagian benda atau zaak
a. Benda yang bersifat kebendaan atau materieele goederen. Yang dapat
dibagi lagi atas :
1) Benda bertubuh atau benda berwujud (lichamelijeke zaken).
a) Benda bergerak atau benda tidak tetap (roerende zaken).
b) Benda yang tidak dapat dihabiskan.
2) Benda tak bertubuh atau benda tak berwujud.
B. MANUSIA SEBAGAI OBYEK HUKUM
1. Zaman pendudukan
Manusia dianggap sebagai benda yang dapat dijualbelikan, dapat
disewa, disiksa, bahkan dapat disembelih seperti binatang tanpa adanya suatu
pembelaan apapun.
Keadaan semacam itu pernah terjadi pada zaman perbudakan/sebelum
abad pertengah sampai abad 17-18.
2. Pandangan hukum modern
Pada masa sekarang ini perbudakan sudah tidak lagi, perbudakan
dianggap sebagai suatu perbuatan yang bertentangan dengan kemanusiaan dan
tiap-tiap negara modern dewasa ini tidak membenarkan adanya perbudakan.
Setiap manusia mempunyai kepribadian yang dijamin oleh hukum,
sejak ia lahir di muka bumi sampai ia mati dan dimasukkan ke liang lahat.
3. Pandangan agama
Menurut ketentuan agama, maka tidak dibenarkan manusia
diperlakukan dan dianggap sebagi obyek hukum seperti binatang.
BAB XXIV
PERISTIWA HUKUM
A. PENGERTIAN
Peristiwa hukum adalah :
 Suatu rechtsfeit/suatu kejadian hukum.
 Suatu kejadian biasa dalam kehidupan sehari-hari yang akibatnya diatur oleh
hukum.
 Peristiwa di dalam masyarakat yang akhirnya diatur oleh hukum. Tidak semua
peristiwa mempunyai akibat hukum, jadi tidak semua peristiwa adalah peristiwa
hukum.
B. MACAM-MACAM PERISTIWA HUKUM
1. Peristiwa menurut hukum dan peristiwa melanggar hukum.
2. Peristiwa hukum Tunggal dan peristiwa hukum majemuk.
3. Peristiwa hukum sepintas dan peristiwa terus-menerus.
4. Peristiwa hukum positif dan peristiwa hukum negatif.
C. SKEMA PERISTIWA HUKUM MENURUT ISINYA
1. Perbuatan subyek hukum
a. Perbuatan hukum
1) Perbuatan hukum yang sifatnya sederhana.
2) Perbuatan hukum yang bersifat tidak sederhana.
b. Perbuatan yang bukan perbuatan hukum
1) Perbuatan yang tidak dilarang oleh hukum.
2) Perbuatan yang dilarang oleh hukum.
2. Peristiwa/perbuatan yang bukan perbuatan hukum (perbuatan lainnya)
1.a. Kepailitan
Karena keadaan pailit mengakibatkan individu atau suatu badan
hukum, tidak dapat membayar utang-utangnya secara penuh. Hal
ini diatur dalam pasal 1 Undang-Undang Kepailitan (Faillissemants
verordening).

1.b. Kedaluwarsa
Kedaluwarsa untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan
dari suatu perikatan dengan lewat waktu syarat-syarat tertentu.
b. Perkembangan fisik kehidupan manusia
1) Kelahiran
2) Kedewasaan
3) Kematian
c. Kejadian-kejadian lain

BAB XXV
HUBUNGAN HUKUM
(Rechtsbetrekkingen)
A. BEBERAPA PENGERTIAN
Hubungan hukum ialah hubungan antara dua atau lebih subyek hukum. Dalam
hubungan hukum ini, hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan
kewajiban pihak yang lain.
B. SEGI HUBUNGAN HUKUM
Tiap hubungan hukum mempunyai dua segi, yaitu :
1. Beveogdheid atau kewenangan, yang disebut dengan hak.
2. Plicht atau kewajiban, adalah segi pasif daripada hubungan hukum.
C. UNSUR-UNSUR HUBUNGAN HUKUM
1. Adanya orang-orang yang hak/kewajibannya saling berhadapan.
2. Adanya obyek yang berlaku berdasarkan hak dan kewajiban.
3. Adanya hubungan antara pemilik hak dan pengemban kewajiban atau adanya
hubungan atas obyek yang bersangkutan.
D. SYARAT-SYARAT DARIPADA HUBUNGAN HUKUM
1. Adanya dasar hukum, ialah peraturan-peraturan hukum yang mengatur
hubungan hukum itu.
2. Timbulnya peristiwa hukum.
E. MACAM/JENIS HUBUNGAN HUKUM
1. Hubungan hukum yang bersegi satu (eenzijdige rechtsbetrekkingen).
2. Hubungan hukum bersegi dua (tweezijdige rechtsbetrekkingen).
3. Hubungan antara satu subyek hukum dengan semua subyek hukum lainnya.
BAB XXVI
HAK

A. PENGERTIAN
Seperti tersebut dalam bab “hubungan hukum kekuasaan dan kewenangan”
inilah yang disebut dengan “hak”. Dalam ilmu hukum, hak disebut juga hukum
subyektif.
Hukum subyektif merupakan segi aktif daripada hubungan hukum.
B. TEORI-TEORI TENTANG HAK
1. Teori yang menganggap hak sebagai kepentingan yang terlindung (belangen
theorie dari Rudolf ven Jhering).
2. Teori yang menganggap hak sebagai kehendak yang dilengkapi dengan
kekuatan atau wilsmacht theorie (Bernhard Winscheid).
C. PENYOSIALAN HAK
Adanya penyosialan hukum yang mengubah sifat dan tujuan hukum akan
merupakan pula sifat dan tujuan hak, sehingga hak mengalami proses penyosialan.
D. MENYALAHGUNAKAN HAK
Menyalahgunakan hak dianggap ada, apabila orang menjalankan haknya
secara tidak sesuai dengan tujuan (misbruik vanrecht, abus de droit).
E. MACAM-MACAM HAK
1. Hak mutlak
a. Hak pokok (dasar) manusia/asasi.
b. Hak publik absolut.
c. Sebagian dari hak privat (keperdataan).
2. Hak relative (Nisbi)
a. Hak publik relatif.
b. Hak keluarga relatif.
c. Hak kekayaan relatif.
BAB XXVII
PERBUATAN HUKUM, BUKAN PERBUATAN
HUKUM DAN AKIBAT HUKUM

A. PERBUATAN HUKUM
1. Pengertian
Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan manusia yang dilakukan
dengan sengaja untuk menimbulkan hak dan kewajiban.
2. Pernyataan kehendak
a. Adanya kehendak orang itu bertindak, menerbitkan/menimbulkan
akibat yang diatur oleh hukum.
b. Pernyataan kehendak pada asasnya tidak terikat pada bentuk-bentuk
tertentu dan tidak ada pengecualiannya, sebab dapat terjadi secara :
a) Pernyataan kehendak secara tegas, dapat dilakukan dengan :
 Tertulis.
 Mengucapkan kata.
 Isyarat (gebaren).
b) Pernyataan kehendak secara diam-diam dapat diketahui dari
sikap atau perbuatan.
c) Perbuatan hukum terdiri dari :
 Perbuatan hukum sepihak.
 Perbuatan hukum dua pihak.
B. BUKAN PERNYATAAN HUKUM
1. Perbuatan hukum yang tidak dilarang oleh hukum
a. Zaakwaarneming.
b. Onverschuldigde betaling.
2. Perbuatan yang dilarang oleh hukum (onrechtmatige daad)
Perbuatan yang dilarang oleh hukum atau perbuatan melawan hukum
yang lazimnya disebut “onrechtmatige daad” adalah sesuatu perbuatan yang
menimbulkan kerugian kepada orang lain dan mewajibkan si pelaku/pembuat
yang bersalah untuk mengganti kerugian yang ditimbulkannya (KUH Perdata
ps. 1365).
C. AKIBAT HUKUM
1. Pengertian
Akibat hukum ialah akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk
memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh
hukum.
2. Ujud dari akibat hukum
a. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu keadaan hukum.
b. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum, antara
dua atau lebih subyek hukum, di mana hak dan kewajiban pihak yang
satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.
c. Lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan yang melawan hukum.

BAB XXVIII
MASYARAKAT HUKUM

Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon Politicon yaitu bahwa manusia
sebagai makhluk sosial selalu berusaha untuk hidup berkelompok, bermasyarakat
A. BATASAN MASYARAKAT HUKUM
Masyarakat hukum adalah sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah
tertentu di mana di dalam kelompok tersebut berlaku suatu rangkaian peraturan yang
menjadi tingkah laku bagi suatu kelompok dalam pergaulan hidup mereka.
B. PEMBENTUKAN KELOMPOK
Kelompok tersebut terjadi karena kodrat manusia itu sendiri sebagai makhluk
sosial yang selalu ingin hidup berkelompok. Sekarang makhluk pribadi manusia
emang mempunyai kehidupan jiwa sendiri, tetapi sebagai sosial wezen (makhluk
sosial) manusia tidak mungkin memisahkan diri secara keseluruhan dari masyarakat,
karena sejak lahir, hidup dan berkembang serta meninggal dunia berada di tengah-
tengah masyarkat.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG UNTUK BERMASYARAKAT
1. Kebutuhan biologis.
2. Persamaan Nasib.
3. Persamaan kepentingan.
4. Persamaan ideologi.
5. Persamaan tujuan.
Faktor-faktor tersebut dapat dirangkum menjadi 3 faktor pokok yakni sebagai
berikut :
1. Faktor ekonomis (untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup).
2. Faktor biologis (untuk mengadakan keturunan).
3. Faktor keamanan (untuk penyelamatan dari segala serangan/mara bahaya).
D. MACAM-MACAM BENTUK MASYARAKAT HUKUM
1. Menurut dasar pembentukannya.
a. Masyarakat teratur.
b. Masyarakat teratur yang terjadi dengan sendirinya.
c. Masyarakat tidak teratur.
2. Menurut dasar hubungan yang diciptakan oleh para anggotanya.
a. Masyarakat paguyuban (Gemeinschaft).
b. Masyarakat patembayan (Gesellschaft).
3. Menurut dasar perikehidupannya atau kebudayaannya.
a. Masyarakat primitive dan masyarakat modern.
b. Masyarakat desa dan masyarakat kita.
c. Masyarakat teritorial.
d. Masyarakat genealogis.
e. Masyarakat teritorial geneologis
4. Menurut hubungan keluarga.
a. Keluarga inti (nuclear family).
b. Keluarga luas (extended family).
c. Suku bangsa.
d. Bangsa.
BAGIAN 5
ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN

BAB XXIX
ANTROPOLOGI HUKUM
A. PENGERTIAN
Antropologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
pola-pola sengketa dan penyelesainnya pada masyarakat-masyarakat sederhana,
maupun masyarakat yang sedang mengalami proses perkembangan dan
pembangunan.
Antropologi hukum mempunya persamaan dengan sosiologi hukum, kedua-
duanya ingin mengerti dan kemudian bisa menjelaskan fenomena hukum itu dan
bukannya untuk memakai peraturan-peraturan hukum yang konkret itu untuk untuk
mengarahkan tingkah laku manusia.
B. SEJARAH SINGKAT
Studi antropologi hukum dapat dikatakan belum lama dan baru timbul pada
abad ke-19, sewaktu ada usaha-usaha untuk meneliti dasar-dasar hukum di Eropa
yaitu antara lain dengan jalan membandingkan sistem hukum Eropa dengan sistem
hukum masyarakat yang masih dianggap dalam tingkat sederhana di luar Eropa.
C. ANTROPOLOGI DAN HUKUM
Seperti diketahui antropologi hukum merupakan ilmu pengetahuan yang jauh
sekali jangkauannya, ialah mengekspresikan kehidupan manusia dalam loyalitasnya,
sehingga segala segi kehidupan dibicarakan.
Antropologi hukum memperlihatkan dan menerima hukum sebagai bagian dari
proses yang lebih besar dalam masyarakat. Dengan demikian, ia melihat hukum tidak
secara statis, melainkan dinamis, yaitu dalam proses-proses terbentuknya dan
menghilang, secara berkesinambungan.

BAB XXX
SOSIOLOGI HUKUM
A. PENGERTIAN
Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris
dan analitis mempelajari hubungan timbal balik antara hukum sebagai gejala sosial
dengan gejala-gejala sosial lainnya.
Sosiologi hukum merupakan ilmu yang mempelajari fenomena hukum dari
sisinya yang sedemikian itu.
B. OBYEK/SASARAN SOSIOLOGI HUKUM
Sosiologi hukum di antaranya mempelajari “pengorganisasian sosiologi dari
hukum”. Obyek sasarannya ialah badan-badan yang terlibat dalam kegiatan
penyelenggaraan hukum, seperti pembuat undang-undang, pengadilan, polisi, advokat
dan sebagainya.

BAB XXXI
PSIKOLOGI HUKUM
Pengertian
Psikologi hukum adalah suatu cabang pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai
suatu perwujudan dari perkembangan jiwa manusia. Psikologi adalah ilmu pengetahuan
tentang perilaku manusia (human behavior) maka dalam kaitannya dengan studi hukum, ia
akan melihat hukum sebagai salah satu dari pencerminan perilaku manusia.

BAB XXXII
SEJARAH HUKUM
A. PENGERTIAN
Sejarah hukum adalah salah satu bidang studi hukum, yang mempelajari
perkembangan dan asal usul sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu, dan
memperbandingkan antara hukum yang berbeda karena dibatasi oleh perbedaan
waktu.
Sejarah hukum ini terutama berkait dengan bangkitnya suatu pemikiran dalam
hukum yang dipelopori oleh Savigny (1779-1861).
Dalam studi sejarah hukum ditekankan mengenai hukum suatu bangsa
merupakan suatu ekspresi jiwa yang bersangkutan dan oleh karenanya senantiasa
yang satu berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini terletak pada karakteristik
pertumbuhan yang dialami oleh masing-masing sistem hukum.
B. PERANAN DAN FUNGSI SEJARAH HUKUM
1. Sejarah hukum dapat memberikan pandangan yang luas bagi kalangan hukum.
2. Hukum sebagai kaidah merupakan patokan perikelakuan atau sikap tindak
yang sepantasnya.
3. Sejarah hukum juga berguna dalam praktik hukum
4. Dalam bidang pendidikan hukum, sejarah hukum akan sangat membantu
mahasiswa hukum untuk lebih memahami hukum yang dipelajarinya.
5. Sejarah hukum dapat mengungkapkan fungsi dan efektivitas lembaga-lembaga
tertentu.

BAB XXXIII
PERBANDINGAN HUKUM
Perbandingan hukum adalah ilmu pengetahuan yang usianya relatif muda. Dari
sejarahnya kita ketahui bahwa perbandingan hukum sejak dulu dipergunakan orang, tetapi
baru secara incidental.
A. PENGERTIAN PERBANDINGAN HUKUM
1. Perbandingan hukum sebagai metode penilitian.
2. Perbandingan hukum sebagai ilmu pengetahuan.
B. TUJUAN DARIPADA PERBANDINGAN HUKUM
1. Usaha mengumpulkan berbagai informasi mengenai hukum asing.
2. Usaha mendalami pengalaman-pengalaman yang dibuat dalam studi hukum
asing dalam rangka pembaruan hukum.
C. FUNGSI DARIPADA PERBANDINGAN HUKUM
1. Fungsi teoretis daripada perbandingan hukum.
2. Fungsi praktis daripada perbandingan hukum.
3. Fungsi perbandingan hukum dalam pembinaan hukum.
D. MANFAAT DARIPADA PERBANDINGAN HUKUM
1. Manfaat Ilmiah.
2. Manfaat Praktis.
3. Perbandingan hukum juga bermanfaat bagi unifikasi hukum.
4. Perbandingan hukum juga bermanfaat bagi usaha menumbuhkan saling
pengertian suatu bangsa.
5. Perbandingan hukum juga bermanfaat bagi usaha memperoleh pengertian
yang lebih mendalam mengenai hukum kita sendiri.
6. Perbandingan hukum juga bermanfaat bagi pelaksanaan HPI (Hukum Perdata
Internasional).

Anda mungkin juga menyukai