Anda di halaman 1dari 22

Nama : I Made Bayu Widyana Putra

Nim : 2102014278
Kelas : 5 B Manajemen Sore
Mata kuliah : Kepemimpinan dan Kepemimpinan Hindu

ARTIKEL

VI. KEPEMIMPINAN KHARISMATIK DALAM BISNIS

1. KHARISMATIK

Kepemimpinan karismatik adalah bagaimana cara seorang pemimpin berkomunikasi


dengan membangkitkan empati dan emosi yang kuat pada orang-orang sekitarnya.

Menurut PsychologyToday, tujuannya untuk mengajak membuat perubahan positif dalam


hidup mereka.

Pemimpin karismatik sering dianggap sebagai sosok orator yang mahir menyampaikan
visi.

Pasalnya, seorang pemimpin karismatik mengandalkan gaya berbahasa yang fasih, pesona
daya tarik, dan kemampuan “merayu” demi mencapai tujuan tersebut.

Namun, gaya kepemimpinan karismatik tidak hanya menyandarkan harapannya pada


semua keterampilan itu.

Seorang pemimpin berkarisma paham pentingnya menjadi panutan yang baik untuk bisa
mendapatkan kepercayaan publik.

Maka, mereka sering memilih terjun ke lapangan di garda terdepan untuk langsung
mempromosikan visinya.

Pemimpin yang karismatik cenderung menitikberatkan usahanya untuk mempererat


ikatan sosial.

Itu kenapa tidak jarang pula seorang pemimpin sampai rela berkorban bersama dengan
“pengikutnya”.

Pemimpin karismatik memiliki berperan besar dalam menciptakan perubahan sosial.

Dalam konteks dunia kerja, kepemimpinan karismatik bertujuan memotivasi setiap


karyawannya agar bisa lebih sejahtera dan produktif.
Ciri-Ciri Kepemimpinan Karismatik
1. Aura yang kuat
Pemimpin karismatik dianggap berbudi luhur karena bisa menunjukkan harkat dan
kepercayaan diri yang tinggi.

Dengan kepercayaan diri tinggi, mereka dapat mempertahankan kontak mata dengan
siapa pun lawan bicara mereka dan membuat orang lain merasa bahwa pendapat dan visi
mereka berharga.

Aura kehadiran yang kuat juga membantu para pemimpin karismatik mengasah
keterampilan mendengarkan mereka.

Alih-alih memikirkan harus berkata apa selanjutnya, mereka memusatkan perhatian pada
apa yang dikatakan lawan bicaranya dengan aktif mendengarkan.

2. Keterampilan menjalin koneksi


Semua orang bisa menjalin hubungan dengan sesama. Namun, tidak semua hubungan
yang tercipta bisa memiliki makna.

Orang-orang dengan gaya kepemimpinan karismatik memiliki bakat unik untuk


berkomunikasi secara efektif serta mampu mengenali kebutuhan emosional orang-orang
di sekitar mereka.

Bahkan, mereka merasa penting untuk bisa menempatkan diri pada posisi orang tersebut
dan mencari tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan.

Baca Juga: Membangun Relasi Antara Bos dan Karyawan yang Baik
3. Kemampuan dalam me-manage situasi
Pemimpin karismatik juga tahu bagaimana memanfaatkan body language dan membaca
atmosfer lingkungan untuk membuat orang lain merasa nyaman.

Dengan begitu, mereka juga mampu mengantisipasi dan mengendalikan gejolak


emosional yang dapat menyebabkan stres atau kegaduhan.

4. Public speaker andal


Seringkali orang-orang dengan gaya kepemimpinan karismatik adalah pembicara yang
berbakat.

Banyak yang mahir dalam merajut kata-kata yang tepat dan efektif untuk menyampaikan
pesan, baik itu saat berbicara empat mata ata di hadapan ribuan orang.

5. Mampu introspeksi diri


Pemimpin karismatik mahir mengintrospeksi diri sendiri dengan jujur.
Mereka terus berupaya untuk memperbaiki dan memoles diri supaya bisa menghadirkan
sosok yang patut dijadikan panutan.

Para pemimpin ini memiliki kemampuan untuk keluar dari kerangkeng diri mereka
sendiri dan mengkritik bagaimana mereka berperilaku dan berinteraksi, dengan harapan
dapat memunculkan dampak yang lebih relevan di masyarakat.

6. Tekad dan ulet


Hidup penuh cobaan dan perjuangan. Akan tetapi, pemimpin yang karismatik tidak
mudah menyerah.

Pemimpin percaya akan kemampuan diri sendiri untuk menghadapi tantangan secara
langsung.

Di saat bersamaan, mereka bisa mengilhami orang-orang di sekitarnya untuk melakukan


hal yang sama.

Mereka juga bersedia melawan orang-orang yang memiliki pandangan berbeda tentang
kelompok atau organisasinya.

Sebab, mereka memiliki keyakinan terhadap visi dan misi yang dipegang teguh.

7. Rendah hati
Para pemimpin karismatik yang efektif menghargai nilai, bakat, dan keterampilan yang
dimiliki setiap orang.

Mereka juga dengan sungguh-sungguh mendengarkan keprihatinan dan gagasan orang-


orang.

Pemimpin dapat membuat karyawan merasa menjadi bagian dari tim terpadu yang
berjuang untuk tujuan yang sama.

Kelebihan dan Kekurangan Kepemimpinan Karismatik

1. Peningkatan loyalitas
Perusahaan yang dipimpin karismatik cenderung kohesif karena pekerjanya memiliki
tujuan yang jelas.

Para pemimpin karismatik menginspirasi orang untuk bekerja beriringan demi


tercapainya tujuan bersama.

Tujuan mereka adalah membuat karyawan merasa bahwa pekerjaan mereka penting dan
bakat mereka diapresiasi.

Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan loyalitas dan kontribusi aktif dari setiap
karyawan. Risiko turnover pun dapat diturunkan.
2. Pembibitan pemimpin baru
Karisma yang terpancar dari pemimpin dan manajer dapat memacu karyawan di bawah
mereka untuk menjadi calon pemimpin selanjutnya.

Berangkat dari mencontohkan sebagai panutan, pemimpin pun dapat “mewarisi” gaya
kepemimpinan karismatik yang sama pada penerus selanjutnya.

Pada akhirnya, calon pemimpin berikutnya akan mengadopsi gaya manajemen yang sama
dan menjadi kultur dalam perusahaan tersebut.

3. Produktivitas tinggi
Para pemimpin ini sangat terampil dalam mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat dari
orang-orang yang mereka kelola.

Alhasil, karyawan lebih cenderung untuk sukarela meningkatkan produktivitas dan


kualitas kerja mereka demi memenuhi ekspektasi dari pemimpin karismatik.

Baca Juga: 8 Rutinitas Pagi untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja


4. Merangkul inovasi
Pemimpin karismatik mendorong orang-orang di sekitarnya menuju perubahan dan
inovasi yang masuk akal.

Artinya, mereka memungkinkan perusahaan untuk selalu mengikuti perkembangan tren


terkini sebagai peluang untuk memperbaiki organisasi dan meningkatkan proses kerjanya.

5. Membangun budaya belajar


Kualitas utama dari kepemimpinan karismatik adalah kerendahan hati dan komunikasi
yang efektif.

Maka kesalahan diperlakukan sebagai peluang belajar untuk aktualisasi diri, bukan
konsekuensi yang perlu hukuman.

Karyawan didorong untuk menemukan solusi lain untuk masalah ketika rencana semula
tidak berhasil.

Kekurangan

Dengan berbagai keuntungannya, kepemimpinan karismatik justru kurang cocok


diterapkan dalam organisasi yang bergantung pada struktur dan proses yang kaku.

Maka, beberapa kekurangan lain yang mungkin menghantui sosok kepemimpinan


karismatik adalah:

1. Salah fokus
Kekuatan mereka untuk memengaruhi orang lain bisa membutakan.
Para pemimpin karismatik kadang menjadi tidak responsif terhadap bawahan atau
konstituen mereka.

Ini bisa membuat mereka terlena dan menjadi sombong, sehingga justru banting setir
mengubah arah haluan organisasi.

2. Organisasi terlalu bergantung (dependen)


Ketika pemimpin keluar, mengundurkan diri, pensiun, atau kemungkinan terburuknya
meninggal, absennya kehadiran pemimpin yang karismatik dapat berdampak negatif pada
kelangsungan perusahaan.

3. Merasa sangat diagungkan


Pemimpin mungkin merasa sangat dimuliakan oleh orang-orang sekitarnya sehingga
luput belajar dari kesalahan yang sudah-sudah.

Ia juga rentan melakukan pelanggaran finansial atau etika karena merasa percaya mereka
berada di atas hukum.

2. PATERNALISTIK

Kepemimpinan paternalistik (paternalistic leadership) adalah pendekatan kepemimpinan


di mana pemimpin memandang bawahan sebagai sebuah keluarga. Pemimpin
mengharapkan bawahan setia dan patuh dengan mengontrol dan melindungi mereka. Itu
adalah pendekatan kebapakan, yakni pemimpin berusaha melindungi bawahan sambil
mendorong mereka tumbuh dan mandiri. Pimpinan peduli dengan bawahan. Mereka
memperhatikan bawahan dan berusaha membuat mereka bahagia dan termotivasi. Ketika
membuat keputusan, mereka mempertimbangkan yang terbaik bagi bawahan.

Meski nampak positif, namun gaya kepemimpinan ini mungkin tidak cocok untuk semua
situasi. Bawahan mungkin menganggap pimpinan terlalu campur tangan karena
memegang otoritas dan pengaruh yang kuat di dalam organisasi. Seperti apa yang
dipikirkan oleh seorang anak tentang bapak: apa yang dianggap terbaik oleh seorang
bapak belum tentu terbaik menurut anak.

Karakteristik kepemimpinan Paternalistik

Beberapa poin mengkarakterisasi kepemimpinan paternalistik. Dalam model teoritis, gaya


kepemimpinan ini didasarkan pada tiga dimensi: kebajikan (benevolence), disiplin dan
otoritas, sebagaimana diajukan oleh Farh and Cheng.

pimpinan adalah dominan. Mereka adalah figur otoritas yang tahu apa yang terbaik untuk
organisasi. Sehingga, mereka menjadi sosok yang dominan dan tegas. Selain itu, mereka
selalu membuat keputusan akhir dan mengharapkan bawahan untuk patuh dan setia.
pimpinan peduli dengan bawahan. Mereka juga menunjukkan rasa hormat terhadap
kepentingan atau kesejahteraan bawahan. Sehingga, ketika mengambil keputusan, mereka
mempertimbangkan bagaimana dampaknya terhadap bawahan mereka. Selain itu, mereka
mendorong bawahan untuk menjadi seorang yang lebih baik, lebih terampil dan maju.
Mereka memberikan kesempatan kepada bawahan untuk meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan mereka, termasuk memberi bawahan sumber daya yang diperlukan.

pimpinan membangun lingkungan kerja yang bersahabat. Bawahan melihat rekan kerja dan
pemimpin sebagai sebuah keluarga dan begitu juga sebaliknya. Itu menghasilkan manfaat,
seperti komitmen, kekompakan, dan kepuasan berbasis tim.

pimpinan memiliki pengaruh yang kuat di dalam organisasi. Di satu sisi, mereka
menunjukkan jalan kepada bawahan untuk mencapai tujuan tertentu. Di sisi lain, mereka
menetapkan aturan, kebijakan, sanksi dan penghargaan ketika menjalankan wewenang.
Pengaruh yang kuat juga dicirikan oleh kontrol, kekuasaan dan otoritas.

pimpinan berusaha menjaga hubungan dekat dengan bawahan mereka. Pemimpin baik hati
dan mendorong semangat kerja. Selain itu, mereka juga merangsang bawahan untuk untuk
memberikan pendapat positif dalam pengambilan keputusan.

pimpinan memiliki integritas yang kuat. Mereka memberi contoh yang baik kepada bawahan,
misalnya disiplin diri. Selain itu, mereka memberikan penekanan pada keadilan dan
kesamaan dalam pengambilan keputusan. Dan mereka membuat perbedaan yang jelas antara
kepentingan organisasi dan pribadi.

Kelebihan kepemimpinan Paternalistik


1. bawahan bekerja keras untuk mandiri dan terampil. Mereka memiliki kesempatan
untuk tumbuh dan mengembangkan diri. Pemimpin memberi mereka ruang untuk
mengaktualisasikan diri dan memberi mereka sumber daya yang memadai untuk
melakukannya.

2. bawahan termotivasi. Perhatian pimpinan membuat mereka bersemangat untuk


melakukan pekerjaan dan menyelesaikan tugas. Mereka berusaha untuk melebihi
ekspektasi untuk menyenangkan pimpinan, yang mana pada akhirnya menaruh
kepercayaan kepada mereka.

3. bawahan patuh. Mereka mematuhi berbagai aturan dan peraturan karena pikir itu
semua demi kepentingan mereka. Selain itu, kepatuhan juga datang dari rasa hormat
mereka kepada pimpinan. Sebagai hasilnya, organisasi beroperasi dengan normal
dengan penyimpangan yang minimal.

4. loyalitas dan retensi tinggi. Bawahan merasa keberadaan mereka diakui dan
kebutuhan mereka diperhatikan. Akhirnya, itu menumbuhkan loyalitas tinggi kepada
pimpinan dan organisasi. Selain itu, lingkungan kerja yang bersifat kekeluargaan
membuat mereka betah. Akhirnya, mereka enggan untuk meninggalkan perusahaan
karena mungkin sulit untuk menemukan lingkungan yang sama.

5. lingkungan kerja mendorong inovasi. Dengan memberikan kebebasan untuk tumbuh


dan mandiri, bawahan memiliki kesempatan luas untuk mengeksplorasi sesuatu yang
baru dan untuk mengatasi masalah. Ada banyak peluang untuk menjadi lebih kreatif.
Akhirnya, itu meningkatkan motivasi untuk perubahan dan inovasi.

6. pemimpin bertindak sebagai mediator yang dihormati untuk konflik di lingkungan


kerja. Sebagaimana dalam keluarga, seorang bapak menjadi penengah ketika anak-
anak mereka bertikai. Dia membuat keputusan yang mengikat bagi anak-anaknya
sebagai resolusi. Sebagai hasilnya, konflik tidak menjadi semakin parah dan berlarut-
larut.

Kelemahan kepemimpinan Paternalistik


Terkadang, lingkungan dengan kepemimpinan paternalistik tidak selalu berhasil.
Misalnya, pimpinan cenderung kaku. Mereka menggunakan pendekatan konvensional
ketika membuat aturan dan kebijakan di dalam organisasi. Sebagai akibatnya, alih-alih
membuat bawahan senang, itu justru membuat mereka tertekan.

Selain itu, kepemimpinan paternalistik juga memiliki beberapa kelemahan lainnya.

1. pimpinan kurang adil. Pimpinan mungkin tidak obyektif ketika membuat pilihan atau
keputusan. Mereka mungkin lebih memihak beberapa bawahan atas yang lain. Itu
akhirnya memunculkan kecemburuan dan kebencian, meracuni lingkungan tempat
kerja.

2. pilih kasih dan aturan yang kaku memunculkan masalah lainnya, yakni demotivasi.
Itu meningkatkan tekanan dan ketidakpercayaan diantara bawahan. Akhirnya, mereka
tidak loyal ke organisasi.

3. pimpinan menggunakan otoritas mereka untuk memaksakan apa yang menurut


mereka terbaik bagi organisasi dan bawahan. Tapi, bawahan memandang sebaliknya.
Tanpa otoritas yang memadai, bawahan sulit untuk mengubah cara pandang pimpinan.
Akhirnya, itu memunculkan ketidakharmonisan dan konflik diantara mereka.

4. bawahan terlalu tergantung pada pimpinan karena terlalu memanjakan mereka. Atasan
terlalu mendikte apa yang terbaik bagi bawahan. Akhirnya, mereka tidak tumbuh
menjadi mandiri. Sebaliknya, mereka semakin tergantung pada pemimpin, bahkan
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. MILITERLISTIS
Kepemimpinan Tipe Militeristik
Militerisme adalah suatu pemerintahan yang didasarkan pada jaminan keamanannya terletak
pada kekuatan militernya dan mengklaim bahwa perkembangan dan pemeliharaan militernya
untuk menjamin kemampuan itu adalah tujuan terpenting dari masyarakat

Pemimpin militerisrik dalam praktik memimpin ialah mengutamakan kekuasaan (power).


Seorang pemimpin bertipe militeristik menganggap dirinya adalah segala-galanya. Egonya
kokoh menyatakan dirinya adalah pusat kekuasaan dan kewenangan, sehingga ia berhak
menjadikan anak buah sesuai dengan kehendaknya, bawahan tidak boleh membantah atau
mengajukan saran. Kekuasaan pemimpin yang otokratis hanya dibatasi oleh undang-undang.
Pemimpin jenis militerisrik biasanya sangat perhatian terhadap efisiensi dan efektivitas kerja,
tetapi meninggalkan perhatian pada peran anak buah dalam satu kesatuan gerak guna
keberhasilan kepemimpinannya. Pemimpin yang militerisrik tidak menghendaki rapat-rapat
atau musyawarah. Setiap perbedaan pendapat diantara para bawahannya diartikan sebagai
kepicikan, pembangkangan, atau pelanggaran disiplin terhadap perintah atau instruksi.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemimpin Dalam Memilih Tipe Kepemimpinannya


Dalam melaksanakan aktivitasnya bahwa pemimpin dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.
Faktor-faktor tersebut sebagaimana dikemukakan oleh H. Jodeph Reitz (1981)
1. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini
mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan
gaya kepemimpinan.
2. Harapan dan perilaku atasan.
3. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya
kepemimpinan.
4. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin.
5. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.
6. Harapan dan perilaku rekan
F. Sifat Pemimpin Militeristik
Sifat-sifat pemimpin yang militeristis antara lain ialah:
a. Dalam menggerakkan bawahan untuk yang ditetapkan, perintah mencapai tujuan
digunakan sebagai alat utama
b. Dalam komunikasi menggunakan saluran formal
c. Menggunakan sistem komando dalam perintah
d. Dalam menggerakkan bawahan sangat suka menggunakan pengkat dan jabatannya
e. Senang kepada formalitas yang berlebihan
f. Menuntun disiplin yang tinggi dan kepatuhan mutlak dari bawahan
g. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
Perilaku Pemimpin Militeristik
Perilaku seorang pemimpin militerisrik tampak dari kegiatannya memimpin anak buah.
Perilaku itu akan menunjukkan tipe kepemimpinannya antara lain yaitu:
a. Mempraktekkan komunikasi satu arah (one way traffic of communication).
b. Pengawasan kepada anak buah ketat.
c. Saran, pertimbangan, pendapat dari bawahan bersifat tertutup
Sikap Menghadapi Bawahan
Sikap tipe perilaku militeristik jika menghadapi bawahan:
a. Mementingkan tugas dibandingkan pendekatan kemanusiaan.
b. Memaksa, mengancam, menghukum atau mengintimidasi kepada anak buah.
c. Serba intruksi dan perintah.
d. Kaku dalam pergaulan terutama kepada anak buah.
e. Mencari perhatian keatasan kalau ia memimpin tingkat Lini dan Menengah.
f. Lebih banyak kritik dari pada memuji bawahanan
G. Kelebihan Dan Kelemahan Tipe Militeristik
Kelebihan
· Tegas dan tidak memiliki keraguan dalam bertindak dan mengambil keputusan
· Bawahan akan memiliki disiplin yang tinggi
· Bawahan akan merasa aman dan terlindungi
· Hanya ada satu garis komando, sehingga jelas wewenang dan tanggung jawabnya
· Keputusan mudah diambil
· Adanya kejelasan peran dan tanggung jawab masing-masing dengan tingkat konsekuensi
yang tinggi.

Kelemahan
· Bawahan/anggota tidak memiliki hak dan kontribusi apapun dalam pengambilan
keputusan, terlalu kaku dan formal
· Kurang menghargai pendapat anggota, anggota hanya bisa berpendapat jika diminta
pendapatnya saja serta terlalu bergantung pada atasan.
· Suasana cenderung kaku karena lingkungan yang formal
· Pemimpin sukar dalam menerima kritikan dan saran dari bawahan
· Bawahan akan merasa tertekan dan tidak nyaman karena banyak aturan dan sifat keras
dari pemimpin
4. OTOKRASI

Kepemimpinan otokrasi cenderung menciptakan citra kepemimpinan yang negatif bagi


kebanyakan orang. Apakah kamu juga berpendapat demikian?

Setelah membaca artikel ini, tentu pemahaman kita akan sedikit memahami kenapa ada
jenis kepemimpinan dengan gaya otokrasi dan kamu akan lebih mengenal kelebihan dan
kekurangan dari gaya kepemimpinan yang kebanyakan orang tidak terlalu menyukainya.

Namun, sementara gaya kepemimpinan umumnya tidak disukai dalam berbagai diskusi
dan analisis, gaya kepemimpinan otokrasi ternyata masih merupakan gaya kepemimpinan
yang lazim diimplementasikan dalam budaya perusahaan atau organisasi kepemimpinan
modern.

Otokrasi di Era Modern


Tidak seperti teori-teori kepemimpinan tertentu lainnya, kepemimpinan otokrasi tidak
memiliki buku atau ahli teori di balik model tersebut. Ini lebih dari gaya kepemimpinan
organik, sebuah gaya kepemimpinan yang telah berkembang seiring waktu.

Gaya kepemimpinan otokrasi untuk pertama kalinya diidentifikasi sebagai gaya


kepemimpinan yang cukup jelas adalah selama tahun 1930-an, ketika sekelompok peneliti
menerbitkan studi besar pertama mereka mengenai gaya kepemimpinan.

Kurt Lewin, R. Lippit, dan R. K. White menerbitkan esai tentang “Patterns of aggressive
behavior in experimentally created social climates” (Pola perilaku agresif dalam
eksperimen menciptakan iklim sosial) dalam Journal of Psychology pada tahun 1939
yang menguraikan berbagai gaya kepemimpinan yang berbeda, diantaranya gaya otokrasi
atau otoriter.

Menurut Kurt Lewin, R. Lippit, dan R. K. White, seorang pemimpin otokrasi akan
membuat keputusan tanpa berkonsultasi dengan orang lain. Selain itu, menurut penelitian
mereka, gaya kepemimpinan otoriter akan menciptakan ketidakpuasan dalam kelompok.
Oleh karena itu, penelitian tersebut menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan otokrasi
cocok untuk situasi dimana input tidak diperlukan, karena keputusan tidak akan berubah
berdasarkan masukan atau input yang diberikan. Singkatnya, jika hasilnya sama, tidak
perlu menghabiskan waktu untuk membahas opsi lain.
Penggunaan Gaya Otokrasi dalam 3 Situasi Konteks Modern
Kepemimpinan otokrasi sering digunakan dalam tiga situasi konteks modern berikut ini:

 Gaya kepemimpinan otokrasi cocok dengan situasi yang membutuhkan


pengambilan keputusan yang cepat alias segera. Dalam konteks modern,
memajukan bisnis yang telah terpuruk perlu gaya kepemimpinan ini agar
perusahaan dapat tetap bertahan.
 Gaya kepemimpinan otokrasi cocok dengan situasi ketika ketidakmampuan untuk
membuat keputusan atau menerapkan proses prosedur yang jelas dapat
menciptakan lebih banyak masalah dan bahkan membuat orang dalam bahaya.
Contoh paling jelas dari hal ini adalah militer, polisi dan dinas pemadam
kebakaran, tindakan dalam proses perawatan kesehatan atau manufaktur.
 Gaya kepemimpinan dapat digunakan dalam situasi di mana kelompok itu penuh
dengan orang-orang yang tidak berpengalaman dan atau tingkat motivasi
kelompok itu sangat buruk.
Misalnya, jika sebuah bisnis mempekerjakan banyak staf yang tidak berpengalaman,
model otokrasi dapat membantu memulai proses dengan cepat dan memastikan staf
dipandu melalui proses tersebut.

Tapi, dari beberapa situasi di atas yang mengedepankan gaya otokrasi yang cenderung
mampu memperlihatkan kehebatannya, tapi gaya ini juga mengalami kemunduran dan
bahkan sebuah kegagalan dari para pemimpin tertentu dalam catatan sejarah.

Misalnya, Mantan Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon yang sering disebut-sebut
sebagai contoh pemimpin otokrasi.
Berikut ini 4 karakteristik utama dari gaya kepemimpinan otokrasi:

 Terbatasnya input atau masukan terbatas, bahkan tidak ada sama sekali dari
bawahan.
 Pemimpin membuat semua keputusan.
 Pemimpin bertanggung jawab atas aturan, metode, dan proses yang digunakan tim
untuk mencapai tujuan.
 Keterlibatan anggota kelompok dalam tugas dan keputusan memiliki porsi yang
tetap kecil atau tidak ada.
Kelebihan Gaya Kepemimpinan Otokrasi
Salah satu kekuatan kepemimpinan otokrasi berasal dari struktur proses pengambilan
keputusan yang menjamin keputusan diambil dengan cepat. Karena pemimpin sendiri yang
bertanggung jawab atas keputusan, pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cepat.

Dalam organisasi, ini dapat berarti peningkatan efisiensi dan kecepatan.


Kamu tidak perlu menunggu semua orang membentuk opini dan kemudian melakukan
negosiasi tentang apa langkah selanjutnya. Sebaliknya, pemimpin otokrasi akan
menggunakan keahlian dan penilaiannya untuk membuat keputusan.
elihat kelebihan dalam sisi kecepatan dalam pengambilan keputusan, kepemimpinan otokrasi
sangat menguntungkan untuk diimplementasikan di bidang perindustrian dan organisasi yang
membutuhkan pemikiran cepat, seperti perawatan kesehatan.

Selain itu, gaya kepemimpinan ini dapat menguntungkan dalam memimpin kelompok-
kelompok kecil yang belum terorganisir dengan baik seperti memulai bisnis.

Tindakan seringkali harus diambil dengan cepat dan menciptakan visi untuk bisnis dapat
lebih mudah ketika seseorang yang bertanggung jawab atas keputusan, daripada
menghabiskan berhari-hari atau berbulan-bulan untuk mencapai konsensus.
Kepemimpinan otokrasi dapat memungkinkan organisasi untuk merampingkan operasinya
dan membuat kelangsungan hidup jangka panjang menjadi pilihan yang lebih layak, terutama
di masa yang penuh gejolak.
Proses berpikir cepat dan pengambilan keputusan ini juga dapat menguntungkan saat
menghadapi situasi yang menimbulkan stres atau sangat berdampak.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika militer, polisi dan lembaga tanggap respon pertama
lainnya cenderung lebih memilih model kepemimpinan gaya otokrasi.
Selain itu, gaya kepemimpinan dapat memberikan kelegaan dan ketenangan terhadap
karyawan di bidang industri dan organisasi lain juga ketika perusahaan mengalami masalah
yang besar.
Misalnya, bisnis mungkin berada di tengah situasi merger skala besar dan bawahan dapat
terus fokus pada tugas sehari-hari mereka dengan mudah di bawah model kepemimpinan
dimana mereka tidak perlu khawatir tentang keputusan atau perubahan.
Kelemahan Gaya Kepemimpinan Otokrasi
Di samping setiap kelebihan yang telah dijabarkan – tak ada gading yang tak retak, namun
ada kelemahan dari implementasi gaya kepemimpinan otokrasi.

Selama eksperimennya, Kurt Lewin, R. Lippit, dan R. K. White juga mencatat bahwa gaya
otokrasi kadang-kadang bisa menjadi demoralisasi.

Dalam penelitiannya yang meminta tim untuk melakukan tugas-tugas di bawah model
kepemimpinan tertentu, kelompok di bawah kepemimpinan otokrasi ini menunjukkan
peningkatan produktivitas, namun tidak memiliki kegembiraan dan menunjukkan tingkat
ketergantungan dan frustrasi yang tinggi.
Karena bawahan tidak memiliki suara dalam pengambilan keputusan, itu dapat menyebabkan
kebencian dalam kelompok. Jika orang tersebut merasa terlepas dari proses, kesediaan untuk
melakukan yang baik dapat memburuk.
5. LAISSEZ FAIRE
Kepemimpinan laissez-faire (laissez-faire leadership) merujuk pada gaya kepemimpinan di
mana pemimpin memberikan kebebasan luas kepada bawahan untuk membuat keputusan,
mengatur pekerjaan dan menjalankan tugas. Secara harfiah, laissez-faire berarti “biarkan
berbuat” atau “biarkan terjadi”.
Di lingkungan kepemimpinan ini, pemimpin menetapkan tujuan bagi organisasi. Tapi, mereka
menyerahkan bagaimana mencapainya kepada bawahan. Mereka memberikan otonomi luas
kepada bawahan tentang bagaimana mengatur kehidupan kerja dan melakukan pekerjaan.
Mereka sedikit atau tanpa campur tangan atau memberikan instruksi yang disengaja.
Kepemimpinan laissez-faire adalah kebalikan dari kepemimpinan otokratis di mana
pemimpin tidak memberikan otonomi. Pemimpin otokratis meminta bawahan untuk patuh
terhadap instruksi atau keputusan mereka tanpa penyimpangan. Meski memungkinkan
pengambilan keputusan yang cepat, kepemimpinan otokratis bisa berbahaya bagi moral dan
motivasi bawahan.
Kepemimpinan laissez-faire memberikan kesempatan besar bagi karyawan untuk
mengaktualisasikan diri dan mengembangkan diri. Itu penting untuk mendorong motivasi dan
moral bawahan.
Tapi, karena kontrol terlalu longgar dan umpan balik tidak memadai, organisasi bisa
kehilangan arah. Selain itu, beberapa bawahan mungkin lebih suka menunggu instruksi dan
melaksanakannya daripada bekerja secara mandiri.
Karakteristik kepemimpinan laissez-faire
Kepemimpinan laissez-faire memiliki beberapa karakteristik.
1. pemimpin menaruh kepercayaan tinggi kepada bawahan. Mereka membiarkan bawahan
mandiri dalam bekerja. Dengan begitu, mereka bisa mengaktualisasikan diri dan
menggunakan kreativitas, sumber daya, dan pengalaman mereka.

2. bawahan memiliki lebih banyak kendali atas pekerjaan mereka. Pemimpin mempercayai
dan memberi mereka otonomi. Sehingga, bawahan memiliki kebebasan dan tanggung
jawab penuh untuk melakukan pekerjaan dan mencapai target.

3. pengawasan adalah minimal. Pemimpin hanya sebatas menetapkan tujuan untuk dicapai
oleh bawahan. Mereka kemudian menyerahkan segalanya kepada bawahan, termasuk
tentang bagaimana mencapai tujuan tersebut. Bawahan harus membuat keputusan dan
mengatur pekerjaan mereka sendiri. Jadi, pemimpin sesedikit mungkin campur tangan.
4. pemimpin hanya akan turun tangan jika diperlukan. Mereka seminimal mungkin terlibat
dan memberikan instruksi atau bimbingan.

5. bawahan memiliki akses ke banyak sumber daya dan alat untuk mendukung pekerjaan
mereka. Dengan begitu, mereka bisa mandiri dalam mengatur pekerjaan, melakukan tugas
dan memecahkan masalah.

Kelebihan kepemimpinan laissez-faire


Lingkungan kepemimpinan laissez-faire memiliki sejumlah keunggulan.
1. Pertama, bawahan lebih bebas dan fleksibel dalam mengatur pekerjaan. Pemimpin
memberikan kesempatan luas untuk melakukan apa yang mereka anggap efektif untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan.

2. Kedua, kepercayaan kuat kepada bawahan mengarah pada motivasi yang tinggi. Bawahan
merasa mereka dihargai karena bisa membuat keputusan mandiri, mengatur kehidupan
kerja dan mengaktualisasikan diri.

3. Ketiga, bawahan memiliki kesempatan diri untuk mengembangkan diri. Karena mereka
bebas untuk melakukan pekerjaan, mereka bisa mengaktualisasikan diri dan menjadi lebih
kreatif untuk menemukan sendiri pemecahan masalah.

4. Keempat, bawahan menjadi lebih bertanggung jawab. Mereka menyadari kesuksesan


tergantung pada mereka sendiri. Sehingga, mereka termotivasi untuk mengembangkan
disiplin diri dan bertanggung jawab.

5. Kelima, turnover rendah. Bawahan yang puas dan termotivasi membuat lingkungan kerja
lebih nyaman. Mereka merasa dapat diandalkan dan percaya diri dalam pekerjaan,
mendorong mereka ingin bertahan di perusahaan.

6. Keenam, lingkungan lebih kreatif. Kepemimpinan laissez-faire menumbuhkan kreatifitas


karena bawahan bisa dengan bebas menggali ide baru, mencoba hal-hal baru dan berpikir
di luar kebiasaan. Di sisi lain, pemimpin tidak memberikan terlalu banyak instruksi
tentang bagaimana sesuatu harus dikerjakan atau diselesaikan.
7. Ketujuh, pimpinan memiliki lebih banyak waktu untuk memikirkan tujuan strategis
perusahaan. Karena tidak terlibat secara dalam pekerjaan bawahan, mereka memiliki
waktu lebih banyak untuk memikirkan aspek yang strategis, terutama terkait dengan
tujuan jangka panjang perusahaan.

Kelemahan kepemimpinan laissez-faire


Meski mendukung lingkungan kerja yang kreatif dan menumbuhkan motivasi, namun
kepemimpinan laissez-faire juga mengandung beberapa kekurangan.
1. Pertama, bawahan sulit untuk menyelesaikan tugas tepat waktu. Bawahan memiliki
beragam latar belakang terkait dengan keterampilan dan pengetahuan. Beberapa bisa
bekerja secara mandiri. Yang lain mungkin lebih tergantung pada pemimpin untuk
instruksi dan arahan dalam pekerjaan. Sehingga, di satu sisi, pemimpin memberikan
sedikit arahan kepada mereka. Di sisi lain, mereka mungkin tidak memiliki kompetensi
untuk bekerja mandiri. Sebagai hasilnya, mereka merasa sulit untuk melakukan
pekerjaan.

2. Kedua, pemimpin menjadi malas. Mereka memberikan otonomi bukan untuk mendorong
bawahan mandiri dalam bekerja tapi karena menghindari pengambilan keputusan tentang
masalah pekerjaan. Karena alasan ini, mereka menyerahkan segalanya ke karyawan,
membuat mereka malas.

3. Ketiga, keberhasilan organisasi lebih banyak ditentukan oleh karyawan. Pemimpin hanya
memiliki peran yang sangat terbatas untuk dimainkan. Sehingga, jika bawahan tidak
memiliki kompetensi yang memadai, organisasi bisa berkinerja buruk.

4. Keempat, keputusan mungkin tidak konsisten satu sama lain. Karena bawahan memiliki
otoritas untuk mengambil keputusan, itu bisa mengarah pada ketidakjelasan atau
ketidakkonsistenan diantara keputusan mereka. Dan itu bisa buruk ketika konsistensi
diperlukan, misalnya dalam memberikan layanan pelanggan.

5. Kelima, lingkungan kerja tidak harmonis. Bawahan mengejar kepentingan diri dalam
mengambil keputusan. Selain mengarah pada ketidakkonsisten, itu juga bisa
menyebabkan hubungan mereka tidak harmonis dan bahkan mengarah pada konflik.

6. Keenam, kinerja organisasi memburuk. Itu dapat terjadi jika bawahan yang tidak
berpengalaman dan dibiarkan tanpa arahan.
7. Ketujuh, demotivasi muncul diantara beberapa bawahan. Memang, beberapa bawahan
suka dengan otonomi yang luas. Tapi, yang lain mungkin lebih suka menunggu instruksi
dan melaksanakannya. Mereka mengandalkan dukungan pimpinan ketika bekerja.
Sebagai hasilnya, tanpa instruksi dan dukungan, mereka mungkin merasa tertekan,
mengarah ke stres tinggi.

8. Kedelapan, karyawan baru sulit beradaptasi. Mereka sering membutuhkan lebih banyak
arahan dan instruksi sebelum benar-benar efektif bekerja. Tapi, karena kepemimpinan
laissez-faire tidak menyediakan itu, sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri.

9. Kesembilan, tanggung jawab tidak jelas. Lingkungan laissez-faire memunculkan


kebingungan tentang siapa yang bertanggung jawab ketika sebuah masalah muncul.
Mungkin karyawan dengan kepribadian yang lebih dominan akan mencoba dan
mengambil alih. Tapi, itu menciptakan miskomunikasi dan masalah karena mereka tidak
memiliki otorita kuat.

6. POPULIS
Dengan hadirnya demokrasi digital semakin mengubah cara dan perilaku masyarakat bahkan
para elite politik atau pemimpin kita untuk berinteraksi berkomunikasi. Mereka dapat
melimpah luahkan segala bentuk kegiatan maupun aktivitas politik hingga memberikan
informasi kepada publik atau masyarakat terkait dengan kegiatan yang dilakukan setiap
saatnya.
ADVERTISEMENT
Antony Lee mengatakan gaya kepemimpinan populis pada kadar tertentu dianggap sebagai
sosok pahlawan. Sementara itu Margaret Canovan berpendapat tentang kaum populis, di
mana kaum populis menggalang dukungan melalui institusi demokrasi dengan mendekati
massa yang dianggap diwakilinya.
Gaya kepemimpinan populis memberikan warna tersendiri dalam percaturan politik dan
kekuasaan di Indonesia, menjadi tren tersendiri bagi para politisi. Mereka menganggap gaya
kepemimpinan populis merupakan aspek penting dalam membangun komunikasi politik dan
personal branding di tengah masyarakat. Oleh karena itu, karakteristik kepemimpinan populis
seakan diidentikan melalui sikap karismatik dan luapan perlawanan terhadap kaum elite.
Hadirnya media sosial sejatinya semakin memudahkan politisi untuk berkomunikasi langsung
dengan masyarakat. Melalui media sosial mereka juga dapat memperlihatkan dan membentuk
citra dirinya. Akan tetapi yang terjadi justru berbanding terbalik.
Yang dilakukan para elite politik atau para pemimpin justru tindakan atau kegiatan populis,
yaitu hal yang berkaitan dengan kepopuleran. Ini menjadi salah satu cara yang dilakukan oleh
pemimpin kita untuk menarik empat simpatisan dan bahkan salah satu bentuk upaya untuk
bisa mendapatkan suara pada pemilu nanti.
Dalam memenangkan kontestasi juga tidak sedikit para elite pemimpin bangsa atau elite
politik kita melakukan pencitraan diri terhadap segala bentuk tindakan yang dilakukan untuk
menarik simpatisan masyarakat.
Di sisi lain, data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017
menunjukkan, penetrasi masyarakat Indonesia terhadap internet mencapai 143, 26 juta jiwa.
Dari angka ini sebanyak 87,13 hingga 89,35 persen di antaranya menggunakan mediabsosial
FaceBook, WhatsApp, dan Instagram masing-masing sebesar 130 juta, 99,2 juta, dan53 juta
jiwa. Sebanyak 75 persen pengguna internet tersebut adalah penduduk Indonesia yang berusia
antara 13 hingga 18 tahun. Meningkatnya penetrasi masyarakat Indonesia terhadap dunia
maya memiliki pengaruh terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Termasuk berpengaruh juga terhadap dinamika politik di Indonesia. Tentu dengan data yang
ditunjukkan di atas akan semakin mudah para pemimpin kita terus mencitrakan dirinya, terus
memberikan pesonanya kepada masyarakat bahwa sebenarnya yang dilakukannya itu betul-
betul seperti apa yang diinformasikan lewat media sosial mereka. Meskipun apa yang mereka
tampilkan belum tentu sesuai dengan realitasnya. Tidak selalu yang mereka tampilkan dalam
media sosial sama persis dengan apa yang mereka lakukan.
Harapannya dengan hadirnya demokrasi digital ini para elite politik atau pemimpin kita tidak
hanya sekadar melakukan pencitraan diri bahkan membenarkan diri mereka lewat ruang
publik. Tapi mereka lebih banyak berkontribusi memberikan pelayanan yang terbaik, sebagai
bentuk tanggung jawab dari seorang pemimpin. Pemimpin itu tidak hanya saja sekadar
familiar populis atau populer tapi mereka melakukan kerja nyata demi meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
7. ADMINSITRATIF
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-
tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan
administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan
pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien
dalam pemerintahan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis
yaitu teknologi, indutris, manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah masyarakat.
KEPEMIMPINAN EKSEKUTIF/ADMINISTRATIF
Eksekutif berasal dari istilah inggris to execute berarti menyelenggarakan atau melaksanakan.
Berarti executive sesungguhnya berarti “penyelenggara” atau “pelaksana”. Akan tetapi dalam
bahan kepustakaan administrasi dan manajemen istilah “eksekutif”- sebagai istilah
pengindonesiaan istilah executive biasanya diartikan bukan para tenaga pelaksana kegiatan –
kegiataan operasional, akan tetapi para tenaga penyelenggara kegiatan – kegiatan
kepemimpinan. Dengan perkataan lain, interpretasi yang paling lumrah diberikan tentang
seorang eksekutif adalah seorang yang karena diangkat atau ditunjuk, bertindak selaku
pimpinan sekelompok tenaga – tenaga pelaksana berbagai kegiatan operasional.
Jadi, berarti bahwa eksekutif adalah seseorang yang karena diiangkat atau ditunjuk
menduduki jabatan kepemimpinan tertentu dalam suatu organisasi, mempunyai hak dan
wewenang untuk menggerakkan sekelompok orang lain yang disebut bawahan dan para
bawahan itulah yang sesungguhnya memikul tanggung jawab untuk melaksanakan berbagai
kegiatan operasional organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi yang
bersangkutan.
Dari pengertian tersebut di atas terlihat bahwa kedudukan dan jabatan eksekutif
sesungguhnya terdapat dalam sebuah organisasi, baik dalam lingkungan pemerintahan, dalam
lingkungan bisnis, dalam organisasi kemiliteran, dalam organisasi politik, dalam organisasi
sosial dalam organisasi kebudayaan, dalam organisasi pendidikan, bahkan juga dalam suatu
negara sebagai organisasi.
Perilaku kepemimpinan ini menunjukkan ciri – ciri (karakteristik) sebagai berikut :
a. Bekerja dengan asumsi bahwa oraang lain dapat bekerja, saama abaiknya dengan
dirinya. Oleh karena itu setiap orang yang memiliki dan memperlihatkan potensi sesuai
dengan bidangnya perlu diberikan kesempatan memimpin
b. Cenderung mementingkan kualitas dalam melaksanakan tugas, karena
mempersyaratkan standar yang tinggi pada hasil yang hendak dicapai. Kualitas kemampuan
dan hasilnya lebih diutamakan dari pada aspek – aspek lainnya dalam berkerja
c. Berdisiplin dalam melaksanakan tugas – tugas, sehingga dapat meyakinkan dan
bahkan disegani oleh orang – orang yang dipimpin. Disiplin dipandang sebagai penunjang
utama terhadap kualitas kerja dan hasilnya.
d. Berusaha menunjukkan partisipasi aktif orang – orang yang dipimpin dengan
kemampuan yang memberikan motivasi yang memadukan kepentingan individu dengan
kepentingan bersama/organisasi.
e. Memiliki semangat, moral, loyalitas dan dedikasi kerja yang tinggi, sehingga menjadi
teladan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
f. Mampu menunjukkan kesediaan berkerja keras, tanpa menekan dan memaksa orang –
orang yang dipimpinnya. Kesediaan berkerja keras itu tumbuh berdasarkan kesadaran dan
dilakukan secara ikhlas dan sukarela. Pemimpin memandang orang – oraang yang
dipimpinnya sebagai temaan aatau partner kerja, dan bukan sebagai bawahan atau anak buah,
sehingga sama – sama harus mampu berkerja keras untuak mencapai tujuan organisasinya.
g. Mampu menumbuhhkan rasa aman, karena dalam menunjukkan hubungan manusiawi
yang efektif memperlakukan orang lain sebagai orang dewasa yang matang dan bertanggung
jawab. Perlakuan seperti itu tidak berbeda dalam menghadapi anggota lama maupun anggota
baru.
h. Efisien dan efektif dalam berkerja. Oleh karena itu cenderug memiliki dorongan yang
besar untuk memberikan latihan – latihan agar setiap orang mempunyai peluang untuk
mempunyai peluang untuk mampu pula berkerja vsecara efektif dan efisien.
i. Mempunyai perhatian yang positif dalam menyelesaikan konflik – konflik yang
timbul. Konflik dipandang sebagai kejadian yang wajar dalam bergaul dan bekerja, karena
manusia memang berbeda kepentingannya. Konflik harus diselesaikan agar kerja sama dapat
diwujudkan dan dikembangkan secara maksimal. Dalam menyelesaikan konflik dan
perselisihan, selalu berlaku obyektif dan tidak memihak atau tidak senang menekan salah satu
pihak. Oleh karena itu pemimpin juga memilii kemampuan yang positif dalam menyelesaikan
dan mempertemukan perbedaan pendapat. Kemampuan itu merupakan dukungan yang positif
terhadap kemampuan menetapkan keputusan pada waktu yang tepat, cepat dan bermutu.
j. Terbuka terhadap kritik dan saran – saran, untuk memperbaiki kekeliruan dan
kesalahan – kesalahan dalam melaksanakan kepemimpinan.
k. Mampu memisahkan masalah – masalah yang perlu dan tidak peerlu di dalam
musyawarah atau rapat – rapat. Dengan demikian mampu pula memisahkan kegiatan –
kegiatan sesuai dengan prioritas sangat penting, penting, dan kurang/tidak penting.

8. DEMOKRATIF
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang
efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan,
dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang
baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi
terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat
dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-
masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan
kondisi yang tepat. Gaya kepemimpinan demokratis sedikit banyak mirip dengan paham
politik demokrasi.
Kepemimpinan demokratis menuntut pembagian kekuasaan yang setara. Artinya, tidak ada
satu pihak yang lebih mendominasi dari lainnya dalam proses pengambilan keputusan
(decision making).
Gaya demokratis tidak menunjukkan hierarki. Pemimpin yang menganut gaya ini membuka
kesempatan sama besar bagi para anggota timnya untuk berpartisipasi lebih aktif untuk
mengambil keputusan.
Suara dari tiap-tiap anggota juga diperlakukan sama penting.
Di sini, ide boleh ditukar secara bebas tanpa dihakimi karena diskusi sangat dianjurkan. Peran
pemimpin adalah untuk menawarkan bimbingan dan kendali atas jalannya musyawarah.
Nah, pemimpin juga ditugasi untuk memutuskan siapa di dalam grup yang dapat
berkontribusi pada keputusan yang dibuat.
Namun, ini bukan berarti bahwa setiap keputusan harus selalu dibuat dalam grup. Bergantung
pada peran dan tanggung jawab perorangan, keputusan final mungkin hanya ada di tangan
pemimpin.
Seorang pemimpin mungkin dilimpahkan kekuasaan lebih dengan persetujuan dari anggota
tim mereka untuk membuat keputusan tertentu.
Gaya kepemimpinan demokratis memiliki banyak nama, yang termasuk:
 Kepemimpinan partisipatif
 Kepemimpinan bersama
 Manajemen open-book
 Pengambilan keputusan partisipatif
 Gaya manajemen demokratif
Karakteristik Kepemimpinan Demokratis
Dari Cleverism, seorang psikolog organisasional keturunan Jerman-Amerika, Kurt Lewin,
mengatakan ada tiga elemen inti dari kepemimpinan demokratis, yaitu:

 Pemimpin mengharapkan bawahan untuk melapor mengenai progres tugas.


 Leader mengharapkan bawahan menunjukkan kepercayaan diri dan kemampuan
maksimalnya untuk menyelesaikan sesuatu tanpa pengawasan terus-menerus.
 Pemimpin mengharapkan bawahan melibatkan orang lain dalam proses pengambilan
keputusan dan tidak bertindak sendiri.
Selain tiga elemen di atas, beberapa karakteristik utama dari kepemimpinan demokratis juga
meliputi:
Anggota kelompok didorong untuk berbagi gagasan dan pendapat, meski pemimpin tetap
yang ketok palu atas keputusan akhir.
Anggota kelompok merasa lebih terlibat dalam proses pengambilan keputusan sehingga
mereka lebih cenderung peduli dengan hasil akhirnya.
Kelebihan Gaya Kepemimpinan Demokratis
Melansir Very Well Mind, peneliti menemukan bahwa kepemimpinan demokratis adalah
salah satu gaya yang paling efektif.
Pasalnya, cara ini meningkatkan produktivitas kerja setiap anggota secara drastis, kontribusi
yang lebih baik dari anggota kelompok, dan juga peningkatan moral kelompok.
Style leadership ini mendorong kreativitas dan menghargai suara setiap anggota.
Mereka cenderung mudah berkomitmen dan terinspirasi untuk berkontribusi karena
mempunyai sense of belonging dalam kelompok yang lebih kuat.
Selain itu, gaya kepemimpinan ini melibatkan penilaian umpan balik antara pemimpin dan
bawahan. Pemimpin dapat menilai kinerja anggotanya, begitupun sebaliknya.
Kekurangan Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis juga memiliki kekurangan.
Jalannya diskusi untuk mengambil keputusan akan berubah runyam jika setiap anggota
kelompoknya tidak bisa berkomunikasi dengan baik.
Dalam satu grup dengan banyak suara, bukan mustahil penyampaian ide dan pendapat akan
saling tumpang tindih gaduh.
Alih-alih produktif, pemimpin jadinya harus lebih aktif berperan sebagai “wasit” untuk
menengahi setiap pihak agar semua suara dapat terdengar.
Selain itu, proses pengambilan keputusan juga mungkin terhambat jika setiap anggotanya,
termasuk pemimpin, tidak memiliki keterampilan problem solving yang baik.
Bukannya cepat mencapai solusi, debat kusir malah semakin memperumit dan
memperpanjang diskusi.

KESIMPULAN
Para pemimpin ini memiliki kemampuan untuk keluar dari kerangkeng diri mereka sendiri
dan mengkritik bagaimana mereka berperilaku dan berinteraksi, dengan harapan dapat
memunculkan dampak yang lebih relevan di masyarakat.
Dengan memberikan kebebasan untuk tumbuh dan mandiri, bawahan memiliki kesempatan
luas untuk mengeksplorasi sesuatu yang baru dan untuk mengatasi masalah.
Harapan dan perilaku rekan F. Sifat Pemimpin Militeristik Sifat-sifat pemimpin yang
militeristis antara lain ialah: a. Dalam menggerakkan bawahan untuk yang ditetapkan,
perintah mencapai tujuan digunakan sebagai alat utama b. Dalam komunikasi
menggunakan saluran formal c. Menggunakan sistem komando dalam perintah d.
Dalam menggerakkan bawahan sangat suka menggunakan pengkat dan jabatannya e.
Senang kepada formalitas yang berlebihan f. Menuntun disiplin yang tinggi dan
kepatuhan mutlak dari bawahan g. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
f. Lebih banyak kritik dari pada memuji bawahanan G. Kelebihan Dan Kelemahan Tipe
Militeristik Kelebihan · Tegas dan tidak memiliki keraguan dalam bertindak dan
mengambil keputusan · Bawahan akan memiliki disiplin yang tinggi · Bawahan akan
merasa aman dan terlindungi · Hanya ada satu garis komando, sehingga jelas wewenang
dan tanggung jawabnya · Keputusan mudah diambil · Adanya kejelasan peran dan
tanggung jawab masing-masing dengan tingkat konsekuensi yang tinggi.
Suasana cenderung kaku karena lingkungan yang formal · Pemimpin sukar dalam
menerima kritikan dan saran dari bawahan · Bawahan akan merasa tertekan dan tidak
nyaman karena banyak aturan dan sifat keras dari pemimpin
Setelah membaca artikel ini, tentu pemahaman kita akan sedikit memahami kenapa ada jenis
kepemimpinan dengan gaya otokrasi dan kamu akan lebih mengenal kelebihan dan
kekurangan dari gaya kepemimpinan yang kebanyakan orang tidak terlalu menyukainya.
Namun, sementara gaya kepemimpinan umumnya tidak disukai dalam berbagai diskusi dan
analisis, gaya kepemimpinan otokrasi ternyata masih merupakan gaya kepemimpinan yang
lazim diimplementasikan dalam budaya perusahaan atau organisasi kepemimpinan modern.
Kurt Lewin, R. Lippit, dan R. K. White menerbitkan esai tentang “Patterns of aggressive
behavior in experimentally created social climates” (Pola perilaku agresif dalam eksperimen
menciptakan iklim sosial) dalam Journal of Psychology pada tahun 1939 yang menguraikan
berbagai gaya kepemimpinan yang berbeda, diantaranya gaya otokrasi atau otoriter.
Gaya kepemimpinan otokrasi cocok dengan situasi ketika ketidakmampuan untuk membuat
keputusan atau menerapkan proses prosedur yang jelas dapat menciptakan lebih banyak
masalah dan bahkan membuat orang dalam bahaya.
Tapi, dari beberapa situasi di atas yang mengedepankan gaya otokrasi yang cenderung
mampu memperlihatkan kehebatannya, tapi gaya ini juga mengalami kemunduran dan
bahkan sebuah kegagalan dari para pemimpin tertentu dalam catatan sejarah.
Kepemimpinan otokrasi dapat memungkinkan organisasi untuk merampingkan operasinya
dan membuat kelangsungan hidup jangka panjang menjadi pilihan yang lebih layak, terutama
di masa yang penuh gejolak.
Dalam penelitiannya yang meminta tim untuk melakukan tugas-tugas di bawah model
kepemimpinan tertentu, kelompok di bawah kepemimpinan otokrasi ini menunjukkan
peningkatan produktivitas, namun tidak memiliki kegembiraan dan menunjukkan tingkat
ketergantungan dan frustrasi yang tinggi.
Jadi, berarti bahwa eksekutif adalah seseorang yang karena diiangkat atau ditunjuk
menduduki jabatan kepemimpinan tertentu dalam suatu organisasi, mempunyai hak dan
wewenang untuk menggerakkan sekelompok orang lain yang disebut bawahan dan para
bawahan itulah yang sesungguhnya memikul tanggung jawab untuk melaksanakan berbagai
kegiatan operasional organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi yang
bersangkutan.
Dari pengertian tersebut di atas terlihat bahwa kedudukan dan jabatan eksekutif
sesungguhnya terdapat dalam sebuah organisasi, baik dalam lingkungan pemerintahan, dalam
lingkungan bisnis, dalam organisasi kemiliteran, dalam organisasi politik, dalam organisasi
sosial dalam organisasi kebudayaan, dalam organisasi pendidikan, bahkan juga dalam suatu
negara sebagai organisasi.
Oleh karena itu setiap orang yang memiliki dan memperlihatkan potensi sesuai dengan
bidangnya perlu diberikan kesempatan memimpin b. Cenderung mementingkan kualitas
dalam melaksanakan tugas, karena mempersyaratkan standar yang tinggi pada hasil yang
hendak dicapai.
Kualitas kemampuan dan hasilnya lebih diutamakan dari pada aspek – aspek lainnya dalam
berkerja c. Berdisiplin dalam melaksanakan tugas – tugas, sehingga dapat meyakinkan
dan bahkan disegani oleh orang – orang yang dipimpin.

Anda mungkin juga menyukai