Anda di halaman 1dari 39

Tatalaksana Kekurangan Energi Protein

DEFINISI
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi
(AKG).
KLASIFIKASI
KEP ringan
Bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% baku median WHO-NCHS dan/atau
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-90% baku median WHO-NCHS
 KEP sedang
Bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB 70-80% baku median
WHO-NCHS
KEP berat
Bila BB/U < 60% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB < 70% baku median
WHO-NCHS
KEP berat terdiri dari Marasmus, Kwashiorkor, Marasmic-kwashiorkor

Pasien dengan KEP tidak kompleks seharusnya diobati di luar rumah sakit sejauh
memungkinkan. Perawatan rumah sakit meningkatkan resiko infeksi silang dan situasi
yang tidak umum, meningkatkan apatis dan anoreksia pada anak-anak, sehingga
makannya akan sulit. Anak-anak dengan malnutrisi berat dengan tanda dari prognosis
buruk atau komplikasi lain dan tinggal di lingkungan sosial menyedihkan yang tidak
mempunyai sarana medis dan nutrisional cukup, harus dirawat.
KEP I (KEP ringan)
- Penyuluhan gizi/nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana penderita rawat jalan)
- Dianjurkan memberikan ASI eksklusif (bayi < 4 bl) dan terus memberikan ASI sampai
2 th
- Bila dirawat inap untuk penyakit makanan sesuai dengan penyakitnya agar tidak jatuh
menjadi KEPlain sedang/berat dan untuk meningkatkan status gizi.

KEP II (KEP sedang)


- Rawat jalan : Nasehat pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI, selalu
dipantau kenaikan BB.
- Tidak rawat jalan : Dapat dirujuk ke puskesmas untuk penanganan masalah gizi
- Rawat inap : Makanan tinggi energi dan protein dengan kebutuhan energi 20-50% di
atas AKG. Diet sesuai dengan penyakitnya dan dipantau berat badannya setiap hari, beri
vitamin dan penyuluhan gizi. Setelah penderita sembuh dari penyakitnya, tapi masih
menderita KEP ringan atau sedang rujuk ke puskesmas untuk penanganan masalah
gizinya.

KEP II (KEP sedang)

Strategi pengobatan dibagi ke dalam 3 tingkat (Penny, 2004; WHO, 1999):


a) Fase inisial atau akut (2-10 hari), pada fase ini diusahakan mengatasi komplikasi
berupa dehidrasi, hipoglikemia dan infeksi, bersamaan dengan dimulainya terapi nutrisi.
b) Fase pemulihan atau rehabilitasi (2-6 minggu). Pada fase ini, terjadi peningkatan
jumlah masukan nutrisi dan terjadi peningkatan berat badan. Selain itu stimulasi emosi
dan fisik ditingkatkan, sedangkan ibu atau pengasuh dilatih untuk melanjutkan
pengasuhan di rumah hingga persiapan anak dipulangkan.
c) Fase tindak lanjut (6-26 minggu). Fase ini anak telah dipulangkan. Anak dan keluarga
dipantau untuk mencegah adanya kekambuhan serta menilai adanya perkembangan fisik,
mental dan emosi anak.

3.1 TATA LAKSANA RAWAT INAP KEP BERAT/GIZI BURUK


Pada tata laksana rawat inap penderita KEP berat/Gizi buruk di rumah sakit terdapat 5
(lima) aspek penting, yang perlu diperhatikan :
A. Prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat/Gizi buruk (10 langkah utama).
B. Pengobatan penyakit penyerta.
C. Kegagalan pengobatan.
D. Penderita pulang sebelum rehabilitasi tuntas.
E. Tindakan pada kegawatan.

3.1.1 PRINSIP DASAR PENGOBATAN RUTIN KEP BERAT/GIZI BURUK


Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit berupa 10 langkah penting yaitu :
1. Mengatasi/mencegah hipoglikemia
2. Mengatasi/mencegah hipotermia
3. Mengatasi/mencegah dehidrasi
4. Mengkoreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Mengobati/mencegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitasi tumbuh-kejar (“catch up growth”)
8. Mengkoreksi defisiensi nutrien mikro
9. Melakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Menyiapkan dan merencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
Dalam proses pengobatan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase inisial (berupa
fase stabilisasi dan fase transisi), fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut. Petugas
kesehatan harus terampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tata
laksana ini digunakan pada semua penderita KEP berat/Gizi buruk (kwashiorkor,
marasmus maupun marasmik-kwashiorkor).

Tabel 3.1 Jadwal Pengobatan KEP berat


3.1.1.1 Fase Inisial
3.1.1.1.1 Langkah ke-1 : Pengobatan /Pencegahan Hipoglikemia
Semua anak dengan malnutrisi berat berisiko mengalami hipoglikemia (kadar gula darah
<54mg/dl atau 3 mmol/l) yang merupakan faktor penting penyebab kematian dalam 2
hari pertama perawatan. Hipoglikemia dapat disebabkan infeksi sistemik berat atau dapat
terjadi pada anak malnutrisi berat yang tidak diberi makan selama 4-6 jam (WHO,1999).
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, sebagai tanda adanya
infeksi. Pemberian makanan yang sering yaitu paling kurang tiap 2-3 jam siang maupun
malam penting untuk mencegah kedua kondisi tersebut (WHO,1999). Tanda
hipoglikemia termasuk hipotermia (<36.5 °C), letargi, penurunan kesadaran.
Apabila telah dicurigai adanya hipoglikemia, pengobatan harus segera diberikan
secepatnya tanpa menunggu konfirmasi hasil laboratorium. Bila pasien masih sadar dan
dapat minum, segera berikan 50 ml glukosa atau sukrosa 10%, atau berikan F-75 melalui
mulut. Bila memungkinkan, berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap
kali berikan ¼ bagian dari jatah untuk 2 jam). Namun bila tidak bisa, berikan sekaligus
semuanya. Pasien harus diperhatikan dengan ketat hingga pasien benar-benar sadar.
Terapi dilanjutkan diberikan tiap 2-3 jam baik siang maupun malam (WHO,1999).
Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, tidak bisa dibangunkan atau mengalami
kejang, berikan 5ml/kgbb glukosa 10% steril melalui intravena, kemudian diikuti dengan
50 ml glukosa atau sukrosa 10% (1 sdt dalam 3½ sdm air) melalui NGT. Bila glukosa IV
tidak bisa diberikan segera, berikan dulu lewat NGT. Bila pasien mulai sadar, segera
mulai terapi dengan diet F-75 atau larutan glukosa (60g/l). Setiap anak dengan dugaan
hipoglikemia harus diterapi juga dengan antibiotik spektrum luas (WHO,1999).
Pemantauan
Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah dari ujung
jari atau tumit setelah 30 menit. Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30
menit. Bila gula darah turun lagi sampai < 50 mg/dL, ulangi pemberian 50 mL (bolus)
larutan glukosa 10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap 30 menit sampai stabil.
Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu aksila < 36 C dan atau kesadaran menurun.
Gambar 3.1 Tempat yang baik untuk penusukan pemeriksaan darah bagi bayi
(WHO,1999)

Pencegahan
Mulai segera pemberian makanan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah dehidrasi yang ada
dikoreksi. Selalu memberikan makanan sepanjang malam.
Catatan
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP berat
menderita hipoglikemia dan atasi segera.

3.1.1.1.2 Langkah ke-2 : Pengobatan/Pencegahan Hipotermia


Bila suhu ketiak < 360C
Periksalah suhu rektal dengan menggunakan termometer suhu rendah. Bila tidak tersedia
termometer suhu rendah dan suhu anak sangat rendah pada pemeriksaan dengan
termometer biasa, anggap anak menderita hipotermi.
Bila suhu dubur < 360C
o Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)
o Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala. Letakkan dekat
lampu atau pemanas (jangan menggunakan botol air panas) atau peluk anak di dada ibu
dan selimuti.
o Berikan antibiotik (langkah 5)
Pemantauan
Periksa suhu dubur setiap 2 jam smapai suhu mencapai > 36,5 C, bila memakai pemanas
ukur setiap 30 menit. Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama
malam hari. Raba suhu anak. Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.

Pencegahan
Segera beri makan/formula khusus setiap 2 jam (langkah 6). Sepanjang malam selalu beri
makan. Selalu selimuti dan hindari basah. Hindari paparan langsung dengan udara (mandi
atau pemeriksaan medis terlalu lama)

3.1.1.1.3 Langkah ke-3 : Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi


Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali pada keadaan syok/renjatan.
Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan perlahan-lahan untuk
menghindari beban sirkulasi dan jantung (penanganan kegawatan)
Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak Na dan kurang K untuk
penderita KEP berat. Sebagai pengganti, berikan larutan garam khusus yaitu Resomal
atau penggantinya. Tidaklah mudah untuk memperkirakan status dehidrasi pada KEP
berat dengan menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi, anggap semua anak KEP berat
dengan diare encer mengalami dehidrasi sehingga harus diberi cairan resomal/pengganti
sebanyak 5 mL/kgbb setiap 30 menit selama 2 jam p.o. atau lewat pipa nasogastrik.
Selanjutnya beri 5-10 mL/kgbb/jam untuk 4-10 jam berikutnya; jumlah tepat yang harus
diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan banyaknya kehilangan
cairan melalui tinja dan muntah. Ganti resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10
dengan formula khusus sejumlah, bila keadaan rehidrasi menetap/stabil. Selanjutnya
mulai beri formula khusus (langkah 6). Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi
lemah akan membaik, dan anak mulai kencing.

Tabel 3.2 Komposisi oral rehidration salts solution for severely malnourished (ReSoMal)

Pemantauan
Penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap ½-1 jam selama 2 jam pertama kemudian
tiap jam untuk 6-12 jam, dengan memantau denyut nadi, pernafasan, frekuensi kencing
dan frekuensi diare/muntah. Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-
ubun besar yang berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi
telah berlangsung, tetapi pada KEP berat perubahan ini sering kali tidak terlihat,
walaupun rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan denyut nadi yang cepat dan menetap
selama rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan cairan.
Tanda kelebihan cairan : frekuensi pernafasan dan nadi meningkat, edema dan
pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut, hentikan segera
pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam.
Pencegahan
Bila diare encer berlanjut, teruskan pemberian formula khusus (langkah 6). Ganti cairan
yang hilang dengan Resomal/pengganti sebagai pedoman, berikan Resomal/penganti
sebanyak 50-100mL setiap kali buang air besar cair. Bila masih mendapat ASI teruskan.

3.1.1.1.4 Langkah ke-4 : Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit


Pada semua KEP berat terjadi kelebihan Na tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
Defisiensi K dan Mg sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu, untuk pemulihan.
Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan dalam terjadinya edema (jangan obati
edema dengan pemberian diuretik). Berikan K 2-4 mEq/kgbb/hr (150-300 mg
KCL/kgbb/hr), Mg 0,3-0,6 mEq/kgbb/hr (7,5-15 mg MgCl2/kgbb/hr). Untuk rehidrasi,
berikan cairan rendah Na (resomal/pengganti). Siapkan makanan tanpa diberi garam.
Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang ditambahkan langsung
pada makanan. Penambahan 20 mL larutan pada 1 L formula, dapat memenuhi kebutuhan
K dan Mg.

3.1.1.1.5 Langkah ke-5 : Pengobatan dan Pencegahan Infeksi


Pada KEP berat, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi seperti demam
seringkali tidak tampak, karenanya pada semua KEP berat beri secara rutin antibiotika
spektrum luas. Vaksinasi campak bila usia anak > 6 bulan dan belum pernah diimunisasi
(bila keadaan anak sudah memungkinkan, paling lambat sebelum anak dipulangkan).
Ulangi pemeberian vaksin setelah keadaan gizi anak menjadi baik. Beberapa ahli
memberikan metronidazol (7,5 mg/kgbb, setiap 8 jam selama 7 hari) sebagai tambahan
pada antibiotika spektrum luas guna mempercepat perbaikan mukosa usus dan
mengurangi risiko kerusakan oksidatif dan infeksi sistemik akibat pertumbuhan bakteri
anaerob dalam usus halus.
Pilihan antibiotika spektrum luas, bila tanpa penyulit Kotrimoksazol 5 mL suspensi
pediatri p.o. 2x/hari selama 5 hari (2,5 mL bila berat badan < 4 kg). Bila anak sakit berat
(apatis, letargi) atau ada penyulit (hipoglikemia, hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas
atau saluran kencing), berikan Ampisillin 50mg/kgbb im/iv setiap 6 jam selama 2 hari,
kemudian p.o. amoksisilin 15mg/kgbb setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak
ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgbb setiap 6 jam p.o. dan Gentamisin 7,5
mg/kgbb/i.m./i.v. sekali sehari selama 7 hari. Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan
klinis, tambahkan kloamfenikol 25 mg/kgbb/i.m/i.v. setiap 6 jam selama 5 hari. Bila
terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik yang sesuai.
Tambahkan obat malaria bila pemeriksaan darah untuk malaria positif. Bila anoreksia
menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotika, lengkapi pemberian hingga 10 hari. Bila
masih tetap ada, nilai kembali keadaan anak secara lengkap, termasuk lokasi infeksi,
kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah vitamin dan mineral telah
diberikan dengan benar.

3.1.1.1.6 Langkah ke-6 : Mulai pemberian Makanan


Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat hati-hati karena keadaan faali
anak sangat lemah dan kapasitas homeostasis berkurang. Pemberian makanan harus
segera dimulai setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan
protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja.
Formula khusus seperti F WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan
harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di atas (tabel
pemberian diet dan cairan). Berikan formula dengan cairan/gelas. Bila anak terlalu terlalu
lemah, berikan dengan sendok/pipet. Pada anak dengan selera makan baik tanpa edema,
jadwal pemberian makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja
(1 hari untuk setiap tahap).
Bila masukan makanan < 80 Kkal/kgbb/hr, berikan sisa formula nasogastrik. Jangan
memberikan makanan lebih dari 100 Kkal/kgbb/hr pada fase stabilisasi ini. Pantau dan
catat jumlah yang diberikan dan sisanya, muntah, frekuensi buang air besar dan
konsistensi tinja dan berat badan harian. Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan-
lahan berkurang dan berat badan mulai naik, tetapi pada penderita dengan edema, berat
badannya akan menurun dulu bersamaan dengan menghilangnya edema, baru kemudian
BB mulai naik. Bila diare berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah
berhati-hati, lihat bab diare persisten.

3.1.1.1.7 Langkah ke-7 : Perhatikan Tumbuh Kejar


Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagi pendekatan secara gencar agar tercapai
masukan makan yang tinggi dan pertambahan berat badan lebih dari 10 gram/kgbb/hari.
Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu,
setelah dirawat.
Transisi secara perlahan dianjurkan untuk menghindari risiko gagal jantung yang dapat
terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari formula
khusus awal ke formula khusus lanjutan.
o Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0,9-1 g per 100 ml) dengan
formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2,9 g per 100 ml) dalam jangka
waktu 48 jam.
o Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi
dan protein yang sama.
o Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa,
biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200 ml/kgBB/hari).
Pemantauan pada masa transisi
o Frekuensi nafas
o Frekuensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 x/ menit dan denyut nadi > 25 x/ menit dalam
pemantauan setiap 4 jam berturut-turut, kurangi volume pemberian formula.
Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi
o Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering
o Energi 150-220 Kkal/kgBB/hari
o Protein 4-6 g/kgBB/hari
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula karena energi dan
protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar.
Pemantauan setelah periode transisi
o Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat badan
o Timbang anak setiap pagi sebelum anak diberi makan
o Setiap minggu, kenaikan BB dihitung (g/kgBB/hari)
o Bila kenaikan BB
o Kurang (< 5 g/kgBB/hr) perlu re-evaluasi menyeluruh
o Sedang (5-10 g/kgbb/hr), evaluasi apakah masukan makanan mencapai target atau
apakah infeksi telah dapat diatasi.

3.1.1.1.8 Langkah ke-8 : Koreksi Defisiensi Nutrien-mikro


Semua KEP berat, menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa
dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu sampai anak
mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah minggu ke-2). Pemberian
besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari multivitamin, asam folat 1 mg/hr 95 mg pada hari pertama), seng (Zn)
2 mg/kgbb/hr, tembaga (Cu) 0,25mg/kgbb/hr. Bila berat badan mulai naik : Fe 3
mg/kgbb/hr atau sulfas ferrosus 10 mg/kgbb/hr.
Vitamin A oral pada hari ke-1
Anak > 1 tahun : 200.000 SI
6-12 bulan : 100.000 SI
0-5 bulan : 50.000 SI (jangan berikan bila pasti sebelumnya
anak sudah mendapat vitamin A)
3.1.1.1.9 Langkah ke-9 : Berikan Stimulasi Sensorik dan Dukung Emosional
Anak dengan KEP berat memiliki keterlambatan perkembangan mental dan prilaku yang
bila tidak diobati akan menjadi masalah serius jangka panjang. Stimulasi fisik dan
emosional yang dilalukan melalui program yang dimulai sejak rehabilitasi hingga pasien
pulang, akan mengurangi risiko retardasi mental dan gangguan emosional.
Wajah anak jangan ditutup; anak harus bisa melihat dan mendengar apa yang terjadi
disekelilingnya. Anak jangan dibungkus kain atau diikat untuk mencegah ia berpindah
dari tempat tidurnya.
Sangat penting keberadaan ibu atau pengasuh anak ini di rumah sakit dan ia didorong
untuk terus memberi makan, menjaga anak agar tetap nyaman dan terus bermain
dengannya jika memungkinkan. Setiap orang dewasa disekelilingnya harus berbicara
berinteraksi, tersenyum kepada anak. Bial ada prosedur medis yang tidak nyaman
(setelah penyuntikan atau pemasangan infus) sebaiknya orang tua atau pengasuhnya
mendukung anak pada posisi yang nyaman.

Lingkungan
Suasana rumah sakit yang biasa tidak menunjang untuk pengobatan anak KEP.Ruang
rawat inap yang dihias dengan dinding berwarna warni akan menarik perhatian anak.
Jikalau memungkinkan staf dan pegawai ruang rawat tidak memakai seragam melainkan
pakaian seharian.Apron yang berwarna boleh dipakai untuk melindungi baju mereka.
Musik dari radio yang mengiringi dapat menambah susasana ceria di ruang rawat.
Mainan yang aman,mudah dicuci dan sesuai berdasarkan usia dan perkembangan anak
harus selalu tersedia.Pada dasarnya suasana di ruang rawat inap harus santai, ceria, dan
menarik.

Kegiatan main anak


Anak yang kekurangan gizi perlu berinteraksi dengan anak-anak lain pada saat
rehabilitasi Setelah fase awal rehabilitasi,anak-anak ini perlu menghabiskan waktu yang
lama dengan bermain dengan anak-anak lain sambil diawasi oleh ibu atau play guide.
Aktivfitas ini tidak meninggikan resiko infeksi silang namun memberi keuntungan yang
besar pada anak.Perawat atau sukarelawan harus bertanggungjawab menyediakan
kurikulum untuk aktifitas main anak-anak. Aktifitas yang dijalankan bertujuan
mengembangkan skill motorik dan bahasa. Waktu 15-30menit disediakan tiap hari untuk
bermain dengan setiap anak secara individual.Skill baru harus didemonstrasikan terlebih
dahulu oleh yang bersangkutan diikuti oleh anaknya.Effort dari anak harus selalu dipuji.

3.1.1.1.10 Langkah ke -10 : Tindak Lanjut di Rumah


Bila anak berat badannya sudah mencapai 80% BB/U, dapat dikatakan anak sembuh.
Pola pemberian makanan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah
setelah penderita dipulangkan.
Peragakan kepada orang tua pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan
nutrien yang padat. Serta terapi bermain yang terstruktur.
Sarankan agar membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur, pemberian
suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster) serta pemberian vitamin A setiap 6 bulan.

3.1.1.2 Fase Rehabilitasi


Seorang anak dianggap memasuki fase rehabilitasi bila nafsu makannya telah membaik.
Sebaliknya bila pemberian makannya masih tetap melalui NGT maka ia belum bisa
memasuki fase rehabilitasi (WHO, 1999).
3.1.1.2.1 Prinsip Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan fase rehabilitasi adalah:
o Mendorong anak untuk makan yang banyak
o Memulai atau medukung proses menyusui bila memungkinkan
o Menstimulasi perkembangan fisik dan emosi
o Mempersiapkan ibu atau pengasuh untuk merawat anak setelah pemulangan dari rumah
sakit
Kriteria pemindahan terapi nutrisi anak ke fase rehabilitasi:
o Nafsu makan baik
o Status mental membaik: tersenyum, dapat menerima rangsangan, tertarik terhadap
lingkungan
o Duduk, merangkak, berdiri atau berjalan (sesuai usia)
o Suhu tubuh normal (36.5–37.5 °C)
o Tidak ada muntah dan diare
o Tidak ada edema
o Peningkatan berat badan > 5gr/kgbb/hari

3.1.1.2.1 Penyuluhan mencegah rekurensi


Orang tua harus diberi pengetahuan bagaimana cara mencegah rekurensi dari
malnutrisi.Sebelum anak dipulangkan orang tua harus memahami penyebab dan cara
mencegah malnutrisi yang meliputi feeding yang benar,dan stimulasi mental dan
emosional yang berterusan.Pengetahuan tentang cara mengobati diare dan infeksi lain
harus adequate sehingga penyuluhan harus diberi kepada orang tua. Aktifitas main (play
activity) yang sesuai untuk anaknya juga harus diajarkan kepada ibunya.

3.1.1.2.2 Kriteria memulangkan pasien


Seorang anak dikatakan sembuh dan dapat dipulangkan apabila BB/U > 80% atau BB/TB
>90% menurut standard NCHS/WHO. Pada saat tertentu anak dapat dipulangkan
sebelum mencapai standard diatas tetapi dipantau terus sebagai outpatient.

3.1.1.2.3 Diet
Sewaktu rehabilitasi anak harus terus diberi makanan minimal 5kali 1 SD dari nilai
median NCHS/WHO anak diberi makansehari.Setelah sampai 3x sehari di rumah.

3.1.1.2.4 Immunization
Sebelum dipulangkan pasien harus diimunisasi mengikut ketentuan di Negara masing-
masing.Orang tua harus diinformasikan untuk membawa anaknya untuk imunisasi ulang
dan booster.

3.1.1.2.5 Follow-up
Pasien diinformasikan untuk kontrol seminggu sejak tanggal dia dipulangkan. Follow up
lebih baik dilakukan di klinik yang khusus untuk anak kekurangan gizi daripada klinik
pediatrik biasa. Bilamana mugkin volunteer diatur untuk melakukan homevisit dan
mencari solusi mengatasi masalah sosial dan ekonomi keluarga pasien selain kounseling

3.1.2 PENGOBATAN PENYAKIT PENYERTA


Pengobatan ditujukan pada penyakit yang sering menyertai KEP berat, yaitu : defisiensi
vitamin A, dermatosis, parasit/cacing, diare melanjut, dan tuberkulosis (khusus
tuberkulosis, pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali
alergi) dan Rö-foto toraks. Bila positif, sangat mungkin tuberkulosis (TB), obati sesuai
pedoman pengobatan TB).
3.1.2.1 Defisiensi vitamin A
Bila terdapat defisiensi vitamin A pada mata maka berikan vitamin A pada hari ke-1, 2
dan 14 p.o dengan dosis :
o Usia > 1 thn : 200.000 SI/x
o 6-12 bulan : 100.000 SI/x
o 0-5 bulan : 50.000 SI/x
Bila terdapat ulserasi pada mata maka tambahkan perawatan lokal untuk mencegah
prolaps lensa berupa :
o Tetes mata kloramfenikol atau salep mata tetrasiklin setiap 2-3 jam selama 7-10 hari
o Tetes mata atropin, 1 tetes, 3 kali sehari selama 3-5 hari
o Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali

3.1.2.2 Dermatosis
Dermatosis (ditandai hipo/hiperpigmentasi, deskuamasi/ kulit mengelupas, lesi ulserasi
eksudatif yang menyerupai luka bakar dan sering disertai infeksi sekunder antara lain
oleh kandida; umumnya terdapat defisiensi Zn).
Setelah suplementasi Zn dan dermatosis membaik maka penyembuhan akan lebih cepat
bila :
o Kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KMnO4 1% selama 10 menit.
o Salep/krim (Zn dengan minyak kastor)
o Usahakan daerah perineum tetap kering

3.1.2.3 Parasit/cacing
Pengobatan dilakukan dengan memberikan Mebendazol 100 mg p.o. 2x sehari selama 3
hari.

3.1.2.4 Diare berlanjut


Diare berlanjut (diare biasa menyertai KEP berat tetapi akan berkurang dengan
sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Intoleransi laktosa tidak jarang
sebagai penyebab diare. Diobati hanya bila diare berlanjut dan tidak ada perbaikan
keadaan umum)
o Berikan formula bebas/rendah laktosa
o Metronidazol 7,5 mg/kgBB p.o setiap 8 jam, selama 7 hari
o Sering kerusakan mukosa usus dan giardiasis merupakan penyebab lain berlanjutnya
diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik.

3.1.3 KEGAGALAN PENGOBATAN


Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan berat badan :
1. Tingginya angka kematian
Bila mortalitas >5%, perhatikan saat terjadi kematian :
Dalam 24 jam pertama : kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis yang
terlambat/ tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi kurang tepat.
Dalam 72 jam : diperiksa apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan
formula tidak tepat.
 Malam hari : kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut kurang memadai, tidak
diberi makan, perubahan konsentrasi formula terlalu cepat.
2. Kenaikan berat badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi
Penilaian kenaikan BB : - baik : > 10 g/kgBB/hr
- sedang : 5-10 g/kgBB/hr
- kurang : <5 g/kgBB/hr
Kemungkinan penyebab kenaikan BB < 5gram/kgBB/hari antara lain:
pemberian makanan tidak adekuat
defisiensi nutrien tertentu, seperti vitamin, mineral
 infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati.
masalah psikologis.

3.1.3 PENANGANAN PASIEN PULANG SEBELUM REHABILITASI TUNTAS


Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala klinis sudah
menghilang, berat badan/umur > 80% atau berat badan/tinggi badan >90%. Anak KEP
berat yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, di rumah harus diberi makanan tinggi
energi (150 Kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6 gram/kgBB/hari):
o Memberi makanan untuk anak yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling
sedikit 5 kali sehari.
o Memberi makanan selingan diantara makanan utama.
o Mengupayakan makanan selalu dihabiskan.
o Memberi suplementasi vitamin dan mineral atau elektrolit.
o Meneruskan ASI.

3.1.4 TINDAKAN PADA KEGAWATAN


3.1.4.1 Syok (renjatan) :
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan
keduanya secara klinis. Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada
pemberian cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati
terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaC1 0,9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar
dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam 1 jam pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
o Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernafasan) dan status
hidrasi/syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti diatas untuk 1 jam
berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per
oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula
khusus (F-75/pengganti).
o Bila tidak ada perbaikan klinis pada anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan
cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB
secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula
(F-75/pengganti).

3.1.4.2 Anemia berat


Transfusi darah diperlukan bila :
o Hb <4 g/dl
o Hb 4-6 g/dl disertai distres pernafasan atau tanda gagal jantung.
Transfusi darah :
o Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ‘packed red cells’ untuk transfusi dengan jumlah
yang sama.
o Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v. pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok).
Bila pada anak dengan distres nafas setelah transfusi Hb tetap <4 g/dl atau antara 4-6
g/dl, jangan mengulangi pemberian darah.

3.2 TATA LAKSANA DIET PADA BALITA KEP BERAT/GIZI BURUK


Tata laksana diet pada balita KEP berat/gizi buruk ditujukan untuk memberikan makanan
tinggi energi, tinggi protein serta cukup vitamin dan mineral secara bertahap, guna
mencapai status gizi optimal.
Ada 4 kegiatan penting dalam tata laksana diet, yaitu pemberian diet, pemantauan dan
evaluasi, penyuluhan gizi, serta tindak lanjut.

3.2.1 Pemberian diet


Pemberian diet pada KEP berat/gizi buruk harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Melalui 3 periode yaitu periode stabilisasi, periode transisi, dan periode rehabilitasi.
2. Kebutuhan energi mulai dari 80 sampai 200 kalori per kg BB/hari.
3. Kebutuhan protein mulai dari 1 sampai 6 gram per kg BB/hari.
4. Pemberian suplementasi vitamin dan mineral bila ada defisiensi atau pemberian bahan
makanan sumber mineral tertentu, sebagai berikut :
Bahan makanan sumber mineral khusus :
Sumber Zn : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam.
Sumber Cuprum : tiram, daging, hati
Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai
 Sumber Magnesium : daun seledri, bubuk coklat, kacang-kacangan, bayam,
 Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang-kacangan, kentang, apel, alpukat, bayam,
daging tanpa lemak.
5. Jumlah cairan 130-200 ml per kg BB/hari, bila terdapat edema dikurangi.
6. Cara pemberian : per oral atau lewat pipa nasogastrik (NGT).
7. Porsi makanan kecil dan frekuensi makan sering.
8. Makanan fase stabilisasi hipoosmolar/isoosmolar dan rendah laktosa dan rendah serat
(lihat tabel formula WHO dan modifikasi).
9. Meneruskan pemberian ASI.
10. Membedakan jenis makanan berdasarkan berat badan, yaitu:
BB<7 kg diberikan kembali makanan bayi dan BB >7 kg dapat langsung diberikan
makanan anak secara bertahap.
11. Mempertimbangkan hasil anamnesis riwayat gizi.
3.2.2 Evaluasi dan pemantauan pemberian diet
1. BB sekali seminggu: Bila tidak naik, kaji penyebab antara lain: masukkan zat gizi tidak
adekuat, defisiensi zat tertentu, misalnya iodium, adanya infeksi, adanya masalah
psikologis.
2. Pemeriksaan laboratorium: Hb, Gula darah, feses (adanya cacing), dan urin
3. Masukan zat gizi: bila kurang, modifikasi diet sesuai selera
4. Kejadian diare: gunakan formula rendah atau bebas laktosa dan hiperosmolar, misal:
susu rendah laktosa, tempe, dan tepung-tepungan
5. Kejadian hipoglikemi: beri minum air guila atau makan setiap 2 jam

3.2.3 Penyuluhan gizi di rumah sakit


1. Menggunakan leaflet khusus yang berisi: jumlah, jenis, dan frekuensi pemberian
makanan
2. Selalu memberikan contoh menu
3. Mempromposikan ASI
4. Memperhatikan riwayat gizi
5. Mempertimbangkan sosial-ekonomi keluarga
6. Memberikan demonstrasi atau praktek memasak makanan balita untuik ibu

3.2.4 Tindak lanjut


1. Merujuk ke puskesmas
2. Merencanakan dan mengikuti kunjungan rumah
3. Merencanakan pemberdayaan keluarga

http://drwidhy.blogspot.com/2010/03/tatalaksana-kekurangan-energi-protein.html

Kekurangan Energi Protein (KEP)

Pengertian. Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang


disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG. Menurut Supariasa
( 2000) Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
hari dan atau gangguan penyakit tertentu.
Etiologi. Defisiensi kalori dan asupan gizi lain mempersulit gambaran klinik dan
kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein
tidak cukup bernilai biologis baik. Anak balita merupakan kelompok yang
menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat
gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru
merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi
Pada anak-anak KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap
penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan (Almatsier,
2003). Penyebab langsung dari KEP adalah kekurangan kalori protein.
(Sediaoetomo, 1999), masukan makanan yang kurang dan penyakit atau
kelainan yang diderita anak, misalnya penyakit infeksi, malabsorbsi dan lain-
lain. Penyebab tak langsung dari KEP sangat banyak, sehingga disebut juga
sebagai penyakit dengan kausa multifaktorial (Sediaoetomo, 1999). Dapat juga
karena penyerapan protein terganggu, seperti pada keadaan diare kronik,
kehilangan protein abnormal pada proteinuria (nefrosis), infeksi perdarahan
atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein seperti pada keadaan penyakit
hati kronik (Nelson, 1999), faktor ekonomi, faktor fasilitas perumahan dan
sanitasi, faktor pendidikan dan pengetahuan, faktor fasilitas pelayanan
kesehatan, faktor pertanian dan lain-lain. Kurang energi protein dijumpai
dalam tiga bentuk yaitu marasmus, kwashiorkor dan bentuk campuran
marasmic-kwashiorkor. Bentuk marasmus terjadi karena kekurangan energi
terutama kekurangan energi / kalori, sedangkan kwashiorkor terutama oleh
karena kekurangan zat protein Manifestasi Klinik. Bukti klinik malnutrisi protein
tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis, atau iritabilitas. Bila terus maju,
mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang stamina, kehilangan jaringan
muskuler, bertambah kerentanan terhadap infeksi, dan udem atau
pembengkakan. Gejala klinik dari tiga bentuk kekurangan energi protein
menurut standar pelayanan medik RSUP Dr. Sardjito (2000) adalah gejala klinik
yang selalu ada, gejala klinis yang biasanya ada dan gejala klinis yang kadang-
kadang ada.
Kwashiorkor. (1) gejala klinis yang selalu ada. (a) edema (gejala cardinal,
tanpa edema tidak dapat ditegakkan diagnosis kwashiorkor) karena
hipoalbuminemia. (b) pertumbuhan terlambat. (c) cengeng, apatis. (d)
brkurangnya jaringan lemak sub kutan. (2) gejala klinis yang biasanya ada. (a)
perubahan rambut (tipis, lurus, jarang, mudah dicabut tanpa rasa sakit,
kemerahan karena gangguan melanogenesis), kalau terjadi akut kelainan
rambut idak ada. (b) pigmentasi kulit (pellagroid dermatosis). (c) moon-face.
(d) anemia. (30 gejala klinis yang kadang-kadang ada. Flaky-paint rash,
hepatomegali (karena infiltrasi lemak), gejala defisiensi vitamin yang
menyertai, gejala/tanda penyakit infeksi yang menyertai. Marasmus. (1) gejala
klinis yang selalu ada. (a) pertumbuhan yang sangat lambat. (b) lemak
subkutan yang hampir tidak ada (sel lemak masih ada) sehingga kulit anak
keriput, wajah seperti orang tua, perut tampak buncit, (c) jaringan otot
mengecil, (d) tidak ada edema, BB<>
Tanda-tanda lain yang menyertai adalah muka bulat, rambut tipis, kulit pecah,
mengelupas dan terlihat sengsara. Secara langsung gizi buruk disebabkan terus
rendahnya konsumsi energi protein, juga mikronurien dan makanan sehari-hari
dalam jangka waktu yang lama.
Bila anak menderita gizi buruk tidak segera ditangani, amat berisko tinggi dan
berakhir dengan kematian, sehingga akan menyebabkan meningkatnya angka
kematian. Padahal angka kematian menjadi salah satu indikator derajat
kesehatan. Anak yang pernah menderita gizi buruk sulit mengejar pertumbuhan
sesuai umurnya. Pada tingkat tertentu, kekurangan gizi akan menyebabkan
berat otak, jumlah sel ukuran besar sel, dan zat-zat biokimia lain lebih rendah
dari pada anak normal. Makin muda usia anak yang menderita kurang gizi maka
makin berat akibat yang ditimbulkan. Keadaan akan menjadi lebih berat jika
kurang gizi dialami sejak dalam kandungan. Kemunduran mental akibat gizi
buruk dapat bersifat permanen atau tidak dapat diperbaiki (irreversible).
Namun, pada keadaa kurang gizi ringan maupun sedang, kecenderungan mental
dapat dipulihkan jika keadaan gizi dan lingkungan bertambah baik. Diagnosis.
Pada pemeriksaan antropometri, dapat dilakukan pengukuran-pengukuran fisik
anak (berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas) dan dibandingkan dengan
angka standar (anak yang normal). Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP
yang umum dilakukan adalah dengan hanya menimbang berat badan balita
dibandingkan dengan umur anak.
KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita
warna kuning diatas garis merah. KEP sedang bila hasil penimbangan BB pada
KMS berada dibawah garis merah (BGM) atau BB/U 60%-70% baku median WHO-
NHCS. KEP berat bila hasil penimbangan BB/U <60%>

Pengertian / Batasan KEP


Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit
tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Anak disebut KEP
apabila berat badannya kurang dari 80% indeks BB untuk baku standar WHO-NCHS
(Depkes RI, 1998).

Cara Deteksi KEP


KEP dapat dideteksi dengan cara antropometri yaitu mengukur BB dan umur yang
dibandingkan dengan indeks BB untuk standar WHO-NCHS sebagaimana tercantum
dalam KMS (Depkes RI, 1998).

Kriteria KEP Berdasarkan KMS


KEP berdasarkan kriteria KMS dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) KEP ringan, bila berat
badan menurut umut (BB/U) 70%-80% baku median WHO-NCHS dan atau berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB) 70%-80% baku median WHO-NCHS. (2) KEP sedang,
bila berat badan menurut umur (BB/U) 60%-70% baku median WHO-NCHS dan atau
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 60%-70% baku median WHO-NCHS. (3)
KEP berat, bila berat badan menurut umur (BB/U) < 60% baku median WHO-NCHS dan
atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) < 60% baku standar WHO-NCHS.

Penanggulangan KEP
Pelayanan gizi (Depkes RI, 1998)
Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah
sakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status
gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka
perlu direncanakan tindakan sebagai berikut : (1) Balita KEP ringan, memberikan
penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan,
dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI
sampai 3 tahun. (2) Balita KEP sedang; (a) Penderita rawat jalan : diberikan nasehat
pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya. (b)
Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan
energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet
sesuai dengan penyakitnya. (c) Balita KEP berat : harus dirawat inap dan dilaksanakan
sesuai pemenuhan kebutuhan nutrisinya.

Kegiatan penanggulangan KEP balita


Kegiatan penanggulangan KEP balita meliputi : (1) Penjaringan balita KEP yaitu
kegiatan penentuan ulang status gizi balita beradsarkan berat badan dan perhitungan
umur balita yang sebenarnya dalam hitungan bulan pada saat itu.Cara penjaringan yaitu
balita dihitung kembali umurnya dengan tepat dalam hitungan bulan, balita ditimbang
berat badannya dengan menggunakan timbangan dacin, berdasarkan hasil perhitungan
umur dan hasil pengukuran BB tersebut tentukan status gizi dengan KMS atau standar
antropometri. (2) Kegiatan penanganan KEP balita meliputi program PMT balita adalah
program intervensi bagi balita yang menderita KEP yang ditujukan untuk mencukupi
kebutuhan zat gizi balita gar meningkat status gizinya sampai mencapai gizi baik (pita
hijau dalam KMS), pemeriksaan dan pengobatan yaitu pemeriksaan dan pengobatan
untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta guna diobati seperlunya
sehingga balita KEP tidak semakin berat kondisinya, asuhan kebidanan/keperawatan
yaitu untuk memberikan bimbingan kepada keluarga balita KEP agar mampu merawat
balita KEP sehingga dapat mencapai status gizi yang baik melalui kunjungan rumah
dengan kesepakatan keluarga agar bisa dilaksanakan secara berkala, suplementasi gizi/
paket pertolongan gizi hal ini diberikan untuk jangka pendek. Suplementasi gizi
meliputi : pemberian sirup zat besi; vitamin A (berwarna biru untuk bayi usia 6-11 bulan
dosis 100.000 IU dan berwarna merah untuk balita usia 12-59 bulan dosis 200.000 IU);
kapsul minyak beryodium, adalah larutan yodium dalam minyak berkapsul lunak,
mengandung 200 mg yodium diberikan 1x dalam setahun.

Referensi
Almatsier,S.Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi Protein pada Anak
di Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Jakarta, 1998.

Materi Kesehatan: Penyakit Kekurangan Energi dan Protein (KEP) pada


Usia 4 dan 5 Tahun
Kekurangan Energi dan Protein (KEP)
A. Abstrak
Penyakit KEP atau Protein Energy Malnutrition merupakan salah satu penyakit gangguan
gizi yang penting bagi Indonesia maupun banyak negara yang sedang berkembang di
Asia, Afrika, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Prevalensi yang tinggi terdapat
pada anak-anak di bawah umur 5 tahun (balita).Pada penyakit KEP ditemukan berbagai
macam keadaan patologis disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam
proporsi yang macam-macam. Akibat kekurangan tersebut timbul keadaan KEP pada
derajat yang ringan sampai berat. Pada keadaan riangan tidak banyak ditemukan kelainan
dan hanya terdapat pertumbuhan yang kurang. Pada keadaan yang berat ditemuakan 2
tipe yaitu tipe kwarsiorkor dan tipe marasmus.

B.Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengenali dan menyebutkan bergagai tanda dan macam-macam
klasifikasi dalam KEP.
2. Mahasiswa dapat membuat tindakan dalam mengatasi atau memecahkan masalah KEP.

C. Dasar Pembuatan Paket Pembelajaran.


Pada negara berkembang sering terjadi kekurangan energi dan protein terutama pada
anak-anak usia kurang dari 5 tahun (balita)

D. Alasan Pemilihan Paket Pembelajaran


Pada orang tua dengan anak dibawah umur 5 tahun biasanya mengalami kesulitan dalam
memberikan makan pada anak, sehingga anak mengalami kekurangan zat makanan
seperti kekurangan energi dan protein. Oleh karena itu kita sebagai peerawat harus
memberikan pemecahan masalah untuk mengatasi kekurangan energi dan protein.

E. Sasaran Audience
1. Anak-anak usia 4 dan 5 tahun.
2. Orang tua dengan usia 4 dan 5 tahun.

F. Teori
1. Prevalensi KEP

Penyakit KEP merupakan bentuk malnutrisi terutama pada anak-anak dibawah umur 5
tahun dan kebanyakan dinegara yang sedang berkembang. Bentuk KEP berat
memberikan gambaran klinis yang khas, misalnya bentuk kwarsiorkor, marasmus atau
bentuk campuran kwarsiorkor marasmik. Pada kenyataanya gejala penyakit KEP ringan
ini tidak jelas hanya terlihat bahwa berat badan anak lebih rendah jika dibandingkan
dengan anak sehat seumurnya. Berdasarkan hasil penelitian di 254 desa diseluruh
Indonesia, Tarwotjo dkk (1978) ditemukan 30% atau 9 juta anak –anak balita menderita
gizi kurang, sedangkan 3% atau 0,9 juta anak-anak balita menderita gizi buruk.

2. Faktor-faktor Penyebab KEP


Penyakit KEP merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada beberapa factor yang
menjadi penyebab timbulnya penyakit tersebut, antara lain: faktro diet, factor social,
kepadatan penduduk, infeksi dan kemiskinan.

a. Peranan Diet
Diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein menyebabkan anak menderita
kwarsiorkor, sedngkan diet kurang energi walaupun zat-zat gizinya asansial seimbang
akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus. Tetapi dalam penelitian yang
dilakukan oleh Gopalan dan Narasya (1971) terlihat bahwa diet yang kurang lebih sama,
pada beberapa anak timbul gejala-gejala kwarsiorkor, sedangkan pada beberapa anak
yang lain timbul gejala-gejala marasmus. Mereka membuat kesimpulan bahwa diet bukan
merupakan factor yang penting, tetapi masih ada factor lain yang harus dicari.

b. Peranan Faktor Sosial


Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun-temurun dapat
mempengruhi terjadinya penyakit KEP. Adakalanya pantangan tersebut didasarkan pada
pada keagamaan, tetapi ada pula merupakan tradisi yang turun-temurun. Jika pantangan
itu berdasarkan pada keagamaan, maka akan sulit untuk diubah. Tetapi jika pantangan
tersebut karena kebiasaan maka dengan pendidikan gizi yang baik dan dilakukan terus-
menerus hal tersebut masih bisa diatasi.

c. Peranan kepadatan Penduduk


Dalam World Food Conference di Roma pada tahun 1974 dikemukakan bahwa
meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya
persediaan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan.
Sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat lanjutnya.
McLaren (1982) memperkirakan bahwa marasmus terdapat pada suatu daerah yang
terlalu padat penduduknya dengan keadaan hygiene yang buruk.

d. Peranan Infeksi
Infeksi akan memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi walaupun masih ringan mempunyai
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi.

e. Peranan Kemiskinan
Dengan penghasilan yang rendah, ditambah timbulnya banyak penyakit infeksi karena
kepadatan tempat tinggal akan lebih mempercepat timbulnya KEP.

3. Gejala Klinis KEP (marasmus dan kwarsiorkor)


a) Gejala klinis Kwarsiorkor
Penampilan

Penampilannya seperti anak gemuk bilamana dietnya mengandung cukup energi


disamping kekurangan protein, walaupun di bagian tubuh lainnya seperti pada pantat
akan terlihat atrofi.

Gangguan pertumbuhan

Pertumbuhan terganggu, berat badan di bawah 80% dari buku Harvard persentil 50
walaupun terdapat edema, juga pada pertumbuhan tinggi badannya jika KEP sudah
berlangsung lama.

Perubahan mental
Pada stadium lanjut akan terjadi apatis.

Edema
Edema baik yang ringan maupun berat ditemukan pda sebagian besar penderita
kwarsiorkor.

Atrofi otot
Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah dan berbaring terus-menerus.

Sistem Gastro-intestinal
Pada anoreksia yang berat penderita akan menolak segala macam makanan, hingga
adakalanya makanan hanya dapat diberikan melalui sonde

Perubahan rambut
Rambut mudah dicabut, terlihat kusam, kering, halus, jarang dan adanya perubahan
warna

Perubahan kulit
Ditemukannya bintik-bintik merah, berpadu menjadi bercak yang kemudianmenghitam.

Pembesaran hati
Hati membesar, kadang-kadang batas hati terdapat setinggi pusar. Hati membesar mudah
diraba dan terasa kenyal dengan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

Anemia
Anemia ringan sering dijumpai. Dan bilamana kwarsiorkor disertai dengan penyakit lain,
terutama ankylostomiasis dapat dijumpai anemia berat.

b) Gejala klinis marasmuk


Penampilan
Wajah menyerupai orang tua, anak terlihat sangat kurus karena hilangnya sebagian lemak
dan otot-ototnya.

Perubahan mental
Anak menangis, juga setelah mendapat makanan oleh sebab masih merasa lapar.
Keadaran menurun (apati) terdapat pada pendeerita marasmus yang berat.

Kelainan pada kulit tubuh


Kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan kehilangan banyak lemak
dibawah kulit dan otot-ototnya.

Kelainan pada rambut kepala


Rambut tampak kering, tipis dan mudah rontok.

Lemak dibawah kulit


Lemak sukutan mengurang hingga turgor kulit mengurang.

Otot-otot
Otot-otot atrofi, sehingga tulang-tulang terlihat lebih jelas.

Saluran pencernaan
Sering menderita diare atau konstipasi.

Jantung
Jarang terdapat bradikardi.

Tekanan darah
Pada umumnya tekanan dartah penderita lebih redah jika dibandingkan dengan anak
sehat seumur.

Saluran nafas
Terdapat pula frekuensi pernafasan yang mengurang.

Sistem darah
Pada umunya ditemukan kadar hemoglobin yang agak rendah.

4. Dampak KEP
Mortalitas KEP berat dimana-mana dilaporkan tinggi. Hasil penyelidikan yang dilakukan
pada tahun 1955/1956 (Poey, 1957) menunjukkan angka kematian sebanyak 55%, 35%
diantara mereka meninggal pada perawatan minggu pertama, dan 20% sesudahnya.
Mortalitas yang tinggi didapati pila pada penderita KEP pada negara-negara lain. Pada
umunya penderita KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru,
radang paru, disentri, dan sebagainya. Pada penderita KEP berat juga sering ditemukan
tanda-tanda penyakit kekurangan gizi lain, misalnya xeroftalmia, stomatitis angularis.
5. Pencegahan KEP
Ada berbagai macam cara intervensi gizi, masing-masing untuk mengatasi satu atau lebih
dari satu factor dasar penyebab KEP (Austin, 1981), yaitu:

a) Meningkatkan hasil produksi pertanian, supaya persediaan bahan makanan menjadi


lebih banyak, yang sekaligus merupakan tambahan penghasilan rakyat.

b) Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan energi untuk anak-
anak yang disapih. Makanan demikian pada umumnya tidak terdapat dalam diet tradisi,
tetapi sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan meningkat pada anak-anak berumur
6 bulan keatas.

c) Memperbaiki infra struktur pemasaran. Infrastuktur pemasaran yang tidak baik akan
berpengaruh negatif terhadap harga maupun kualitas bahan makanan.

d) Subsidi bahan makanan.


e) Pemberian makanan suplementer.
f) Pendidikan gizi.
g) Pendidikan pada pemeliharaan kesehatan.

G. Referensi

1. Silihin pudjiadi, Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, edisi keempat,FKUI, Jakarta, 2003
2. Irianton Aritonang, Pemantaun Pertumbuhan Balita Petujuk Praktis Menilai Status Gizi
& Kesehatan, Kanisius, Yogyakarta, 1996.
3. Konseling Bagi Ibu (Manajemen Terpadu Balita Sakit), Departemen Kesehatan RI,
1999.
4. http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

Read more: http://askep-askeb.cz.cc/2009/09/materi-kesehatan-penyakit-


kekurangan.html#ixzz0jBjTaxE1

Obesitas atau kegemukan adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya
penumpukkan lemak tubuh yang melebihi batas normal. Penumpukkan lemak tubuh yang
berlebihan itu sering dapat terlihat dengan mudah. Akan tetapi perlu disepakati suatu
batasan untuk menentukan apakah seseorang dikatakan menderita obesitas atau tidak.

Tingkat obesitas ditentukan oleh jumlah kelebihan lemak dalam tubuh. Secara praktis
digunakan ukuran berupa perbandingan berat badan terhadap berat badan baku untuk
ukuran tinggi tubuh tertentu. Kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat badan
baku itu dinyatakan dalam persentase, 10%, 20%, ataupun 30%.

1. Menentukan Obesitas pada Orang Dewasa


Penentuan keadaan gizi pada orang dewasa umumnya menggunakan rumus “berat badan
ideal” yaitu:

Berat Badan Ideal = [Tinggi Badan (cm) - 100] - 10%

Jika berat badan seorang wanita lebih besar 10 - 20% dari berat badan idealnya, maka
wanita itu disebut gemuk. Jika berat badannya lebih dari 20% berat badan idealnya, maka
ia disebut obesitas.

Tinggi dan berat badan wanita berbeda dengan tinggi dan berat badan pria. Sebab, ada
perbedaan proporsi tubuh antara wanita dan pria. Perbedaan proporsi itu dapat dilihat dari
bentuk tubuh, struktur jaringan tubuh, besarnya tubuh, dan fungsi fall tubuh.

Jika obesitas didefinisikan sebagai terjadinya penumpukan lemak dalam tubuh, maka
penggunaan berat badan saja sebagai indikator untuk menentukan obesitas tidaklah tepat.
Hal itu disebabkan oleh berat badan tidak hanya menggambarkan kelebihan lemak dalam
tubuh, tetapi juga jaringan tubuh yang lain. Atlet-atlet angkat besi, binaraga, atau atlet
yudo mempunyai struktur otot yang lebih besar sehingga berat badan mereka juga akan
lebih besar.

Lebih dari setengah lemak badan tersimpan di bawah kulit dalam bentuk jaringan
adiposa. Jaringan adiposa terdiri atas 80 - 85% lemak, 2% protein, dan 10% air.

Jumlah lemak badan yang ideal bagi pria kurang lebih 12% dari berat badan total,
sedangkan untuk wanita lebih kurang 26%. Jika jumlah lemak pada pria melebihi 20%
berat badannya dan wanita melebihi 30% berat badannya, maka mereka sudah tergolong
terlalu gemuk (obesitas).

2. Dasar-dasar Perawatan dan Pengaturan Diet Penderita Obesitas


Apa pun penyebab obesitas yang terpenting adalah bagaimana merawat penderita
obesitas agar berat badannya kembali normal atau paling tidak menghindarkannya
semaksimal mungkin dari akibat langsung atau komplikasi yang timbul karena obesitas
itu.

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam perawatan obesitas antara lain
adalah:

Pertama, haruslah ditumbuhkan keyakinan pada diri penderita, alasan-alasan apa yang
mengharuskannya melakukan upaya menurunkan berat badannya. Dalam praktik, banyak
penderita yang tidak berhasil dalam upaya menurunkan berat badannya, karena penderita
kurang yakin akan manfaat yang diperolehnya apabila berat badannya kembali normal,
dan akibat yang akan terjadi karena obesitas itu.
Kedua, penderita obesitas perlu diberikan pengetahuan dasar mengenai zat gizi dan
fungsinya, proses pembentukan dan penggunaan energi dalam tubuh, pembentukan
cadangan lemak dan pengaruh kegiatan fisik terhadap penggunaan energi dan cadangan
lemak.
Juga perlu diberikan petunjuk tentang cara memperkirakan jumlah energi yang
didapatnya dari makanan dan perkiraan pemakaian energi oleh tubuhnya setiap hari.
Dengan demikian, penderita dituntun untuk mengusahakan terjadinya keseimbangan
antara pemasukan energi yang berasal dari makanan yang dimakannya dan penggunaan
energi oleh tubuh sehingga ia mampu mengendalikan konsumsi makanan.

Ketiga, penderita obesitas harus dibebaskan dari berbagai informasi yang salah atau
menyesatkan yang mungkin didapatnya dari tulisan-tulisan yang bernada promosi atau
yang dibuat oleh penulis yang bukan ahli yang dapat membawa akibat buruk bagi dirinya.
Cerita-cerita tentang makanan yang dapat membuat kurus atau slimming food hendaklah
dijauhkan darinya, dan kepadanya harus diyakinkan bahwa tidak ada makanan yang dapat
membuat seseorang menjadi kurus tanpa pembatasan kalori. Karena dasar penurunan
berat badan adalah mengurangi jumlah energi yang masuk yang berasal dari makanan dan
menaikkan pengeluaran energi melalui penambahan kegiatan fisik.

Keempat, mendorong terjadinya perubahan perilaku. Tidak dapat disangka bahwa untuk
mematuhi suatu diet secara sungguh-sungguh untuk penurunan berat badan tidaklah
mudah dan akan merupakan perjuangan berat.
Godaan bukan semata-mata berupa timbulnya rasa lapar, akan tetapi juga kebiasaan yang
sudah mendarah daging yang justru lebih sukar diatasi. Kepuasan psikologis yang
diperoleh sewaktu mengunyah makanan sering lebih tidak tertahan oleh penderita
obesitas, sehingga mereka melanggar diet yang harus mereka jalani.
Oleh karena itu di samping pendekatan dari sudut medis dan dietetikan, dalam upaya
penanggulangan obesitas juga dilakukan pendekatan psikologis untuk mendorong
perubahan perilaku.

Kelima, mengenai kepatuhan penderita terhadap diet yang harus dijalani. Penderita yang
mempunyai kebiasaan makan di luar rumah, atau karena tugas dan pekerjaan harus sering
menghadiri resepsi atau jamuan makan, biasanya kurang berhasil dalam upaya
menurunkan berat badan.

Keenam, tentang penyusunan diet yang diberikan harus didasarkan atas kebiasaan dan
perilaku penderita sehari-hari dalam hal makanan. Mereka yang biasa sarapan pagi
dengan roti sebagai makanan pokok, harus diberi diet roti untuk makan pagi. Apabila
penderita selalu merasa tidak puas itu justru merupakan pendorong baginya untuk tidak
mematuhi dietnya. Karena itu diet yang akan diberikan sebaiknya didiskusikan lebih
dahulu dengan penderita untuk disesuaikan dengan kebiasaan, selera, dan kemauan
penderita. Dengan demikian diharapkan penderita akan lebih patuh.

3. Pengaturan Diet bagi Penderita Obesitas


Diet yang diberikan harus dapat menjadi kecukupan zat gizi dan kesehatan penderita. Ini
berarti vitamin dan mineral harus terdapat dalam jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan.Tujuan utama program diet bagi penderita obesitas adalah menurunkan berat
badan. Karena itu sebelum memulai program diet, perlu ditentukan program diet yang
akan dilakukan secara terperinci. Berdasarkan tinggi serta postur tubuh penderita,
ditentukan lebih dahulu berat badan normal penderita. Setelah itu dihitung kelebihan
berat badan yang harus diturunkan.

Dengan mengetahui berat badan normal dan dengan menggunakan informasi kegiatan
fisik penderita sehari-hari, kebutuhan energi rata-rata per hari dapat ditentukan. Akan
tetapi dapat juga digunakan pedoman kebutuhan energi berdasarkan kecukupan zat gizi
sebagai berikut:

Wanita berusia 35 tahun yang melakukan pekerja ringan memerlukan kalori antara 1800
kal sampai 2000 kal per hari. Jika kepadanya diberikan diet dengan kandungan kalori
1200 kal sehari, maka berarti setiap hari akan terjadi kekurangan 600 kal. Untuk
mencukupi kebutuhannya, setiap hari akan dimobilisasi lemak sebanyak (600 : 7,5) gram
yaitu 80 garam (tiap gram lemak badan dalam proses oksidasi akan menghasilkan 7,5
kal). Ini berarti dengan diet 1200 kal per hari, berat badan akan turun sebanyak 80 gram
setiap hari atau sebanyak 2,4 kg per bulan. Penurunan berat badan 2,4 kg sampai 4,0 kg
setiap bulan merupakan target yang normal dan tidak membawa akibat sampingan apa
pun.

Di samping pedoman umum yang telah dikemukakan itu, ada ketentuan-ketentuan khusus
yang harus diikuti dalam penetapan diet penderita obesitas, antara lain adalah tentang
kandungan serat, hidrat arang, protein, dan lemak dalam diet untuk penderita obesitas.

Kandungan Serat

Kandungan serat dalam diet obesitas harus setinggi mungkin. Gunanya


adalah untuk menghambat penyerapan hidrat arang, protein, dan lemak. Disamping itu
kandungan serat yang tinggi dalam diet akan menyebabkan timbulnya rasa kenyang lebih
cepat. Hal ini penting sekali agar penderita dapat mematuhi dietnya. Terhalangnya
penyerapan zat lemak oleh serat dapat mengurangi kemungkinan penyerapan kolesterol.
Diet dengan kadar serat tinggi sangat dianjurkan oleh dokter Reuben, yang
mengutamakan bahan makanan berupa sayuran dan buah-buahan. Daging dan ikan
dipilih yang kadar lemaknya rendah sedangkan gula diganti dengan madu atau tetes. Diet
dokter Reuben didasarkan atas dugaan bahwa jika seorang ingin menurunkan berat
badannya, maka ia harus makan dalam jumlah sedikit mungkin, tetapi memberikan rasa
kenyang yang cukup. Keinginan itu akan terpenuhi jika kandungan serat dalam dietnya
cukup tinggi.

Kandungan Karbohidrat
Hidrat arang adalah salah satu sumber energi yang diperoleh dari jenis bahan makanan
seperti nasi, roti, kentang, dan sebagainya. Karena itu pembatasan kandungan hidrat
arang dalam diet berarti pembatasan penggunaan bahan makanan seperti nasi, roti,
kentang, jagung, atau sumber hidrat arang yang lain. Akan tetapi pembatasan kandungan
hidrat arang dalam diet itu ada batasnya.
Jika kadar hidrat arang terlalu rendah, tubuh akan memobilisasi lemak tubuh sebagai
sumber energi. Penggunaan lemak tubuh secara berlebihan sebagai sumber energi akan
mengakibatkan tertumpuknya zat antara hasil pembakaran lemak tubuh yang disebut zat
keton. Penumpukan zat keton dalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan akan
menyebabkan terjadinya keracunan zat keton yang disebut ketosis. Tanda-tanda
terjadinya ketosis adalah timbulnya rasa mual, tubuh mengalami dehidrasi, dan lemah.
Pada tingkat selanjutnya akan terjadi kegagalan fungsi ginjal.
Untuk menghindari terjadinya ketosis, maka kandungan hidrat arang dalam diet
dianjurkan sekitar 40% kandungan kalori total dalam diet. Jika penderita obesitas
memperoleh diet dengan kandungan kalori 1200 kal sehari, maka jumlah hidrat arang
sebaiknya adalah 40% x 1200 kal = 480 kal, atau setara dengan 120 gram hidrat arang,
yang jika dinyatakan dalam bentuk beras adalah 150 gram beras.

Kandungan Protein

Fungsi utama protein adalah memelihara keseimbangan nitrogen dalam tubuh. Akan
tetapi dalam keadaan kekurangan energi, protein juga dapat berfungsi sebagai sumber
energi. Protein yang berasal dari makanan melalui pencernaan akan diserap oleh dinding
usus sebagai asam amino dan masuk ke dalam darah.
Melalui proses reaksi anabolik, sebagian asam amino digunakan untuk sintesis protein
tubuh. Sebagian lagi, melalui proses reaksi katabolik, dan digunakan untuk memberi
energi. Protein merupakan sumber energi yang mahal karena diet dengan kandungan
protein tinggi harus menggunakan banyak bahan makanan seperti daging, susu, telur,
ikan, dan sebagainya yang harganya mahal dibandingkan dengan harga bahan makanan
sumber hidrat arang dan lemak.

Kandungan Zat Lemak

Zat lemak menduduki tempat kedua sebagai sumber energi setelah hidrat arang. Oleh
karena tiap gram zat lemak menghasilkan kalori dua kali lebih banyak dari yang
dihasilkan oleh hidrat arang, maka diet dengan kadar lemak yang tinggi dengan
sendirinya juga berarti kandungan kalorinya tinggi.
Karena itu, tidak mengherankan bahwa makanan dengan kandungan lemak yang tinggi
sering dianggap sebagai penyebab utama terjadinya kelebihan kalori. Kelebihan kalori itu
akan ditumpuk sebagai lemak tubuh, dan keadaan demikian itu merupakan pangkal
terjadinya obesitas.Dengan demikian, persyaratan pokok dalam menyusun diet dengan
kandungan diet tersebut, sampai batas yang tidak menimbulkan akibat sampingan yang
lain.
Kandungan zat lemak yang dianjurkan untuk diet penderita obesitas bergantung pada
kandungan kalori total dalam diet yang akan diberikan. Diet dengan kandungan kalori
1800 kal setiap hari dianjurkan terdiri atas: 225 gram hidrat arang, 90 gram protein, dan
60 gram zat lemak. Jika kandungan kalori sebanyak 1200 kal sehari, maka komposisi
yang dianggap cukup adalah terdiri atas: 150 gram hidrat arang, 60 gram protein, dan 40
gram zat lemak. Untuk diet dengan kandungan kalori 1000 kal komposisi yang
dianjurkan adalah 100 gram hidrat arang, 60 gram protein, dan 40 gram zat lemak.

Perawatan dietetik bagi penderita obesitas adalah perawatan untuk jangka waktu lama.
Banyak penderita setelah berhasil menurunkan berat badannya beberapa kilogram,
kemudian menganggap tidak perlu lagi menjalani diet. Akibatnya berat badannya akan
naik kembali dan hal itu penting menimbulkan rasa kecewa.

Untuk menurunkan berat badan, penderita sering tidak makan sama sekali untuk satu kali
waktu makan, misalnya tidak makan malam. Upaya demikian tidak akan membawa hasil
yang memuaskan dalam upaya menurunkan berat badan bahkan sering hanya
menimbulkan rasa tidak nyaman, yang akhirnya merangsang selera makan sehingga pada
waktu makan berikutnya akan lebih banyak makanan yang dimakan.

Menghilangkan makan pagi sangat tidak dianjurkan karena bukan saja menyebabkan
tidak dapat bekerja secara efisien pada siang harinya, tetapi juga mendorong timbulnya
rasa lapar yang hebat pada siang harinya.

Diet yang diberikan kepada penderita obesitas hendaknya dalam waktu relatif pendek
dapat memperlihatkan hasil berupa penurunan berat badan. Jika tidak, penderita akan
merasa segan dan akhirnya berhenti menjalani dietnya.

Penderita obesitas cenderung senang menggunakan preparat yang dapat menekan nafsu
makan. Preparat tersebut selain memberikan pengaruh yang bersifat sementara, tidak
jarang membawa pengaruh sampingan. Penggunaan preparat penekan nafsu makan jarang
sekali memberikan hasil yang memuaskan dalam upaya penurunan berat badan.

4. Makanan yang dianjurkan bagi penderita obesitas

 Cairan seperti air dan jus yang dapat membantu membuang


sisa metabolisme di dalam tubuh.
 Karbohidrat kompleks seperti kentang, beras, dan kacang-kacangan sebagai
sumber energi dan vitamin.
 Sayuran dan buah-buahan sebagai penyumbang vitamin dan mineral.
 Berbagai jenis ikan dan produk unggas tanpa kulit untuk memperoleh makanan
yang tinggi protein serta mineral.
 Produk susu rendah lemak sebagai penyumbang vitamin dan mineral.
5. Makanan yang harus dihindari

 makanan dalam jumlah banyak


 tinggi kandungan lemak
 gula
 alkohol.

Berikut ini beberapa contoh diet yang dapat digunakan oleh penderita obesitas :

Diet I Kandungan kalori= 1000 kal :

 Beras atau penukarnya 70 g


 Daging atau penukarnya 100 g
 Tempe atau kacang-kacangan 50 g
 Sayuran campuran 400 g
 Buah-buahan 400 g
 Minyak 10 g

Akan diperoleh:

 Kalori 1050 kal


 Protein 43 gr
 Zat kapur 0,5 gr
 Zat besi 25 mg
 Vit A 1500 SI Vit C 250 mg

Diet II Kandungan kalori= 1200 kal :

 Beras atau penukarnya 70 g


 Daging atau penukarnya 100 g
 Tempe atau kacang-kacangan 100 g
 Ikan segar atau gantinya 50 g
 Sayuran campuran 400 g
 Buah-buahan 400 g
 Minyak 10 g

Akan diperoleh:

 Kalori 1200 kal


 Protein 51 g
 Lemak 25 g
 Zat kapur 0,5 g
 Zat besi 20 mg
 Vit A 19000 SI
 Vit C 230 mg
Setelah diketahui susunan menu bagi penderita obesitas, maka dapat disusun menu bagi
penderita tersebut. Pengaturan menu yang baik dan mengikuti anjuran yang benar, akan
membantu menurunkan berat badan penderita. Oleh karena itu beberapa bahan makanan
yang tidak dianjurkan perlu diwaspadai penggunaannya. Namun sebaliknya makanan
yang dianjurkan, seperti sumber serat yang tinggi dan rendah kandungan kalori dan
lemak, akan sangat membantu mempercepat tercapainya berat badan yang normal.

Sumber: http://www.smallcrab.com

http://ksupointer.com/2010/perawatan-dietetik-bagi-penderita-obesitas

UPAYA PENANGGULANGAN MALNUTRISI DI PEDESAAN

Malnutrisi adalah istilah umum untuk suatu kondisi medis yang disebabkan oleh
pemberian atau cara makan yang tidak tepat atau tidak mencukupi. Istilah ini seringkali
lebih dikaitkan dengan keadaan undernutrition (gizi kurang) yang diakibatkan oleh
konsumsi makanan yang kurang, penyerapan yang buruk, atau kehilangan zat gizi secara
berlebihan. Namun demikian, sebenarnya istilah tersebut juga dapat mencakup keadaan
overnutrition (gizi berlebih). Seseorang akan mengalami malnutrisi bila jumlah, jenis,
atau kualitas yang memadai dari zat gizi yang mencakup diet yang sehat tidak
dikonsumsi untuk jangka waktu tertentu yang cukup lama. Keadaan yang berlangsung
lebih lama lagi dapat menyebabkan terjadinya kelaparan.
Manutrisi akibat asupan zat gizi yang kurang untuk menjaga fungsi tubuh yang sehat
seringkali dikaitkan dengan kemiskinan, terutama pada negara-negara berkembang.
Sebaliknya, malnutrisi akibat pola makan yang berlebih atau asupan gizi yang tidak
seimbang lebih sering diamati pada negara-negara maju, misalnya dikaitkan dengan
angka obesitas yang meningkat. Obesitas adalah suatu keadaan di mana cadangan energi
yang disimpan pada jaringan lemak sangat meningkat hingga ke mencapai tingkatan
tertentu, yang terkait erat dengan gangguan kondisi kesehatan tertentu atau meningkatnya
angka kematian.
Ketika berbicara mengenai gizi kurang (undernutrition), perhatian terbesar akan ditujukan
pada anak, terutama balita. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut, asupan kurang yang
berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, akan memberikan dampak terhadap
proses tumbuh kembang anak dengan segala akibatnya di kemudian hari. Tidak hanya
pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga perkembangan mentalnya. Satu hal yang akan
berdampak pada produktivitas suatu bangsa.

Masalah malnutrisi masih ditemukan pada banyak tempat di Indonesia, dan ironisnya
Indonesia mengalami kedua ekstrim permasalahan malnutrisi. Di satu sisi, daerah yang
mengalami rawan pangan dan kelompok dengan kemampuan ekonomi yang kurang
memadai amat rentan terhadap terjadinya malnutrisi dalam bentuk gizi kurang.
Organisasi pangan dunia (FAO) mencatat pada kurun waktu 2001-2003 di Indonesia
terdapat sekitar 13,8 juta penduduk yang kekurangan gizi. Sementara berdasarkan data
Survei Sosial Ekonomi Nasional 2005, angka gizi buruk dan gizi kurang adalah 28 % dari
jumlah anak Indonesia.
Di sisi lain, di beberapa tempat seperti daerah perkotaan dan pada kelompok ekonomi
berkecukupan, obesitas menjadi bagian dari masalah kesehatan. Sekalipun belum ada
data resmi yang diungkapkan pemerintah, beragam penelitian menunjukkan angka
obesitas yang cukup mencengangkan. Satu di antaranya menyebutkan hingga 4,7% atau
sekitar 9,8 juta penduduk Indonesia mengalami obesitas, belum termasuk 76,7 juta
penduduk (17,5%) yang mengalami kelebihan berat badan atau berpeluang mengalami
obesitas. Lebih menyedihkan lagi, angka obesitas pada anak juga cukup tinggi.

Sekalipun keadaan undernutrisi sering disebabkan oleh keadaan kekurangan pangan


baik karena masalah produksi atau masalah distribusi patut dijadikan catatan bahwa tidak
jarang undernutrisi, khususnya pada anak, juga terjadi karena kesalahan pola pemberian
makanan ataupun jenis makanan yang diberikan. Akibatnya anak tidak mendapatkan
asupan yang memadai bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan mentalnya. Hal yang
serupa juga terjadi pada masalah overnutrisi di mana, asupan yang didapatkan tidak
semata-mata dalam jumlah yang banyak saja tetapi juga memiliki kandungan gizi yang
nilai kalorinya terlalu tinggi. Sepintas, dapat diamati bahwa kedua permasalahan ini
mungkin berpangkal pada pengetahuan yang kurang memadai tentang gizi di masyarakat.
Oleh karenanya, edukasi kepada masyarakat dengan memberikan informasi yang tepat
tentang pemenuhan gizi akan menjadi langkah yang baik dalam mencegah terjadinya
undernutrisi maupun overnutrisi.

1. Konsep Malnutrisi

a. Definisi Malnutrisi
Malnutrisi (mal: salah, nutrisi: gizi)
Merupakan istilah umum dari kelainan-kelainan yang disebabkan karena gangguan gizi.
Dapat berupa suatu kekurangan ataupun kelebihan dari salah satu nutrient (bahan
makanan).

b. Pengelompokan Malnutrisi
1) Malnutrisi jenis bahan yang kurang
Kelompok KEP yaitu kurang energi protein
Ada 3 jenis: kwasiorkor, marasmik, marasmik kwashiorkor
2) Kelompok kekurangan vitamin/mineral
a) Anemi kekurangan zat besi
b) Defisiensi vitamin A
c) Penyakit gondok endemic
d) Penyakit defisiensi lainnya seperti beri-beri, pellagra, scurvy, rickets
3) Menurut derajat tingkatan keadaan gizi
a) Gizi lebih
b) Gizi baik
c) Gizi kurang
d) Gizi buruk
4) Menurut sebab terjadinya malnutrisi
a) Primary malnutrition
Terjadi karena makanan yg dimakan (intake) tidak cukup / berlebihan
b) Secondary malnutrition
Terjadi meskipun makanan yg dimakan sudah cukup untuk kebutuhannya karena sebab
lain, misal karena kebutuhan meningkat, gangguan absorbsi

2. Terdapat “3 Jebakan” kondisi Masyarakat di Pedesaan

a. Adat dan Budaya yang masih kuat


Budaya yang turun temurun masih menjadi “kiblat atau panutan” bagi masyarakatnya
seperti: memberi makan bayi yang masih baru lahir (di “lothek”). Atau anak-anak tidak
boleh makan daging karena bisa menyebabkan kecacingan. (pantang terhadap makanan
tertentu).
Perbedaan gender : seperti laki-laki sebagai tulang punggung keluarga / kepala keluarga.
Sedangkan perempuan : mengurus anak di rumah.
Dampak : kebutuhan nutrisi diutamakan untuk ayah yang bekerja setelah itu baru
anak-anak kemudian yang terakhir baru ibu. Sehingga anak-anak dan perempuan rentan
terhadap kekurangan pangan

b. Sosial Ekonomi
Umumnya bekerja sesuai kondisi tempat tinggal seperti: petani, nelayan.
Dampak : pada musim kemarau terjadi kekeringan sehingga tidak ada air, tidak bisa
bercocok tanam sehingga kesulitan pangan.
Pada musim penghujan timbul banjir sehingga banyak sawah terendam dan gagal panen
serta kesulitan pangan
Keadaan keuangan yang kurang mencukupi untuk satu keluarga sehingga anggota
keluarga tidak cukup mendapatkan jatah makanan.

c. Geografis
Kondisi alam di pegunungan, laut, pulau terpencil sehingga jauh dari fasilitas kesehatan,
jauh dari perkotaan.
Dampak: terjadi kesulitan dalam transportasi pengiriman bantuan serta kekurangan
pengetahuan tentang nilai gizi / nutrisi untuk anak sehingga mudah terkena malnutrisi.

3. Penyebab Malnutrisi

Penyebab langsung :
1) Kekurangan konsumsi zat gizi protein / kalori secara kualitatif / kuantitatif.
2) Proses infeksi, baik infeksi saluran pencernaan, pernapasan atau penyakit-penyakit lain
yang terjadi pada anak.

Penyebab tidak langsung:


1) Pemberian ASI (Air Susu Ibu) dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) atau
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang terlambat.
2) Cara memperkenalkan makanan bayi yang salah pada tahun pertama kehidupan balita,
sehingga anak tidak mau makan dan akhirnya terjadi malnutrisi.
3) Pemberian makanan terlalu dini, sehingga menyebabkan anak marasmus/kurang
kalori. Hal ini disebabkan antara lain: usia penyapihan terlalu dini, kurang dari 2 tahun,
susu buatan yang “overdilusi” (kelebihan proporsi air daripada susunya) serta kurangnya
perawatan terhadap botol susu/sterilisasi kurang.
4) Masalah gizi musiman (seasonal variation), artinya pada musim paceklik, banyak
balita kurang makan dan kurang kalori. Akan tetapi pada musim panen, masalah kurang
makan ini hilang.
5) Kelaparan, khususnya akibat panen yang gagal.
6) Kemiskinan, khususnya pada daerah-daerah yang kebutuhan keluarganya sangat
tergantung dari pendapatan pekerjaan yang mereka tekuni.

4. Tanda-tanda anak marasmus (kurang kalori) :

1) Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit, dan pantat keriput.
2) Wajah seperti orang tua (monkey face).
3) Kulit keriput, kering, jaringan lemak sub kutis sangat sedikit, bahkan sampai tidak ada.
4) Rambut tipis, kemerahan, dan mudah dicabut.
5) Anak cengeng dan rewel.
6) Sering disertai diare kronik atau konstipasi serta penyakit kronik.
7) Tekanan darah, denyut jantung dan pernapasan berkurang.

5. Tanda-tanda anak kwashiorkor (kurang protein) :

1) Bengkak (oedema) hampir di seluruh tubuh, terutama punggung dan kaki (dorsum
pedis).
2) Wajah bulat dan sembab (moon face).
3) Mata kuyu dan sayu.
4) Rambut tipis, jarang, dan mudah dicabut.
5) Terdapat bercak merah-hitam pada kulit, kadang terkelupas (crazy pavement
dermatosis).
6) Cengeng, rewel, dan ”apatis”.
7) Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk, anak
berbaring terus menerus.
8) Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia).
9) Pembesaran hati.
10) Sering disertai infeksi, anemi, dan diare.

6. Tanda-tanda anak marasmus-kwashiorkor

Tanda-tanda marasmic-kwashiorkor adalah gabungan dari tanda-tanda yang ada pada


marasmus dan kwashiorkor yang ada.(Depkes RI, 1999).

7. Indeks Pengukuran

Indeks BB/U dengan standar Harvard dan klasifikasi Gomez, sebagai berikut:
1) Normal : ≥ 90%
2) Ringan : ≥ 75 - < style="color: rgb(0, 204, 204);">

8. Proses Terjadinya Malnutrisi GIZI buruk adalah


Kondisi tubuh yang tampak sangat kurus karena makanan yang dimakan setiap hari tidak
dapat memenuhi zat gizi yang dibutuhkan, terutama kalori dan protein. Tanda awal gizi
buruk: berat badan anak, letak titiknya dalam KMS, jauh berada di bawah garis merah
(BGM). Bila hal ini tidak segera ditangani maka akan terjadi KEP. Kurang Energi Protein
(KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi
energi protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu. Anak
disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur
(BB/U) baku WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang
paling berat dan meluas terutama pada balita. Pada umumnya penderita KEP berasal dari
keluarga yang berpenghasilan rendah.

9. Hubungan KEP dengan Tingkat Imunitas KEP

Dapat terjadi karena masalah ekonomi orang tua yang terhimpit kemiskinan. Anak
menderita sakit yang tak sembuh-sembuh sehingga susah makan. Sanitasi lingkungan
yang buruk dan pemahaman warga terhadap kesehatan kurang. Selain itu, bisa juga
disebabkan oleh pola konsumsi yang tidak memperhatikan keseimbangan gizi. Hal itu
dapat menimpa siapa saja, tidak mengenal status ekonomi. Anak orang yang
berkecukupan pun bila tidak diperhatikan keseimbangan gizinya dapat terkena gizi buruk
yang akhirnya bisa menjadi KEP. Setiap individu tidak akan memiliki metabolisme yang
normal apabila kebutuhan kalori (energi) nya tidak terpenuhi. Sumber energi manusia
adalah zat-zat gizi sumber energi seperti hidrat arang, lemak, dan protein. Kekurangan
protein juga akan menurunkan imunitas terhadap penyakit infeksi. Sumber protein utama
dari makanan adalah daging, ikan, telur, tahu, tempe, susu, dan lain-lain (umumnya lauk-
pauk). Karena sistem imunitas tubuh itu sangat bergantung pada tersedianya protein yang
cukup maka anak-anak yang mengalami kurang protein mudah terserang infeksi seperti
diare, infeksi saluran pernapasan, TBC, polio, dan lain-lain. Penyakit yang berhubungan
dengan KEP antara lain Defisiensi vitamin A/ Dilakukan pemeriksaan kadar serum
retinol, AnemiaAvitaminosis A Dilakukan pemeriksaan Hb, MCVterutama karena
defisiensi zat besi (Mean Corpuscular Volume), MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin),
MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) dan hapusan darah, serta
penyakit Pemeriksaan serum riboflavin.karena Defisiensi vitamin B2

10. Angka-angka Prevalensi KEP Prevalensi KEP

Sulit ditentukan di masyarakat, sehingga jarang didapat jumlah yang akurat penderita
KEP. Hal ini disebabkan karena identifikasi KEP berdasarkan antropometri (mengukur
gangguan pertumbuhan fisik dan perubahan proporsi protein dan lemak) yang mana
pemeriksaannya kurang spesifik. Contoh: BB/U rendah bukan saja karena kurang makan,
tetapi bisa karena penyakit. Bengkak bukan saja berarti kwashiorkor. Dari contoh
tersebut, sehingga muncul istilah false (+), misalnya BB/U seseorang berdasarkan standar
Amerika masuk kategori status gizi buruk, padahal di Indonesia (yang berbeda ras)
masuk kategori status gizi kurang/sedang. False (-), misalnya jika seseorang dikatakan
sehat padahal orang tersebut sakit. KEP kebanyakan terjadi pada Negara miskin,
meskipun pada Negara berkembang dan Negara majupun KEP juga ada. KEP banyak
terjadi jika morbidity (angka kesakitan) dan mortility (angka kematian) tinggi. Distribusi
KEP banyak didaerah-daerah rawan pangan, terpencil, juga daerah-daerah urban
(perkotaan) terutama daerah slump areas (daerah kumuh). Pada tahun 2000, sekira 30%
atau 7 juta anak balita masih menderita KEP dalam tingkat ringan, sedang, dan berat.
Tahun 2005, jumlahnya menurun, sekira 1,67 juta dari 20,87 juta (8%) anak usia 0-4
menderita KEP. Angka prevalensi tersebut jauh di atas negara anggota ASEAN lainnya.
Anak yang menderita KEP umumnya badannya lebih pendek (stunted), sebagian lagi
kurus. Data statistik menunjukkan bahwa rata-rata penduduk Indonesia setiap minggu
hanya makan 1 butir telur, 1/2 potong daging, dan 1/2 gelas susu. Ini tak lain karena
kemiskinan yang sudah di tengkuk, sehingga mereka tidak mampu mengakses pangan
hewani yang memang relatif mahal harganya. Susu misalnya, masih dianggap barang
luks yang harganya mahal. Saat ini harga susu sekitar Rp 1.800 per liter. Di tengah
impitan kehidupan yang makin sulit, bisa dimaklumi jika masyarakat lebih
mementingkan membeli dan mengonsumsi pangan karbohidrat daripada pangan sumber
protein/mineral. Bagi warga miskin, yang penting perut seluruh anggota keluarga bisa
kenyang, sementara kualitas gizi urusan belakangan.

11. Dampak KEP

a. Pada usia < 2 merusak sel-sel otak sehingga jumlah sel tidak tumbuh secara optimal.
Dan hal ini tidak bisa dikoreksi dengan terapi gizi.
b. Pada usia > 2 tahun : jumlah sel-sel otak sudah terbentuk, terjadi pengurusan/atropi sel-
sel
otak. Dan bisa diperbaiki dengan terapi gizi. Tapi sulit sekali disembuhkan.

12. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan

Pencegahan Malnutrisi antara lain: mempertahankan status gizi anak seoptimal mungkin,
menurunkan resiko timbulnya penyakit infeksi dan memperbaiki diit anak malnutrisi,
meminimalkan akibat penyakit infeksi pada anak, merehabilitasi anak-anak yang
menderita KEP fase dini (malnutrisi ringan). Operasional dari kebijaksanaan pencegahan
Malnutrisi tersebut antara lain:

1. Program promosi ASI


2. Program peningkatan kualitas makanan dengan bahan-bahan lokal. Ibu hamil dan
ibu menyusui diharapkan untuk meningkatkan kebutuhan zat-zat gizinya antara
lain dengan : pemberian tablet besi, pemberian dan perbaikan makanan ibu hamil,
program peningkatan makanan keluarga, misalnya: penyuluhan tentang proses
pemasakan daging yang direbus tidak terlalu lama, sebab akan menurunkan lemak
serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K).
3. Program imunisasi, perbaikan sanitasi lingkungan.
4. Deteksi dini dan pengobatan semua penyakit infeksi serta program oral dan
internal pada dehidrasi karena diare.
5. Meningkatkan hasil produksi pertanian
6. Penyediaan makanan formula yg mengandung tinggi protein dan tinggi energi utk
anak-anak yg disapih
7. Memperbaiki infrastruktur pemasaran
8. Subsidi harga bahan makanan
9. Pemberian makanan suplementer
10. Pendidikan gizi
11. Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan

Penanggulangan Malnutrisi antara lain:

1. Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering kepada anak
sesuai kebutuhan dan petunjuk cara pemberian makanan dari rumah
sakit/dokter/puskesmas.
2. Bila balita dirawat, perhatikan makanan yang diberikan lalu, teruskan di rumah.
3. Berikan hanya ASI, bila bayi berumur kurang dari 4 bulan.
4. Usahakan disapih setelah berumur 2 tahun
5. Berikan makanan pendamping ASI (bubur, buah-buahan, biskuit, dsb.) bagi bayi
di atas 4 bulan dan berikan bertahap sesuai umur.
6. Pengobatan awal (terutama: untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa)
7. Pengobatan/pencegahan thd hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, dan pemulihan
ketidakseimbangan elektrolit
8. Pencegahan (jika ada) ancaman atau perkembangan renjatan septik
9. Pengobatan infeksi
10. Pemberian makanan
11. Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain seperti kekurangan vitamin,
anemia berat, dan payah jantung
12. Rehabilitasi (terutama: untuk memulihkan keadaan gizi)

http://eka-punk.blogspot.com/2009/05/upaya-penanggulangan-malnutrisi-di.html

Gizi Buruk Akibat Kekurangan Energi Protein

Sumber : http://www.lusa.web.id/gizi-buruk-akibat-kekurangan-energi-protein/

Pengertian / Batasan KEP


Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit
tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Anak disebut KEP
apabila berat badannya kurang dari 80% indeks BB untuk baku standar WHO-NCHS
(Depkes RI, 1998).

Cara Deteksi KEP


KEP dapat dideteksi dengan cara antropometri yaitu mengukur BB dan umur yang
dibandingkan dengan indeks BB untuk standar WHO-NCHS sebagaimana tercantum
dalam KMS (Depkes RI, 1998).

Kriteria KEP Berdasarkan KMS


KEP berdasarkan kriteria KMS dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) KEP ringan, bila berat
badan menurut umut (BB/U) 70%-80% baku median WHO-NCHS dan atau berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB) 70%-80% baku median WHO-NCHS. (2) KEP sedang,
bila berat badan menurut umur (BB/U) 60%-70% baku median WHO-NCHS dan atau
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 60%-70% baku median WHO-NCHS. (3)
KEP berat, bila berat badan menurut umur (BB/U) < 60% baku median WHO-NCHS dan
atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) < 60% baku standar WHO-NCHS.

Penanggulangan KEP
Pelayanan gizi (Depkes RI, 1998)
Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah
sakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status
gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka
perlu direncanakan tindakan sebagai berikut : (1) Balita KEP ringan, memberikan
penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan,
dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI
sampai 3 tahun. (2) Balita KEP sedang; (a) Penderita rawat jalan : diberikan nasehat
pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya. (b)
Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan
energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet
sesuai dengan penyakitnya. (c) Balita KEP berat : harus dirawat inap dan dilaksanakan
sesuai pemenuhan kebutuhan nutrisinya.

Kegiatan penanggulangan KEP balita


Kegiatan penanggulangan KEP balita meliputi : (1) Penjaringan balita KEP yaitu
kegiatan penentuan ulang status gizi balita beradsarkan berat badan dan perhitungan
umur balita yang sebenarnya dalam hitungan bulan pada saat itu.Cara penjaringan yaitu
balita dihitung kembali umurnya dengan tepat dalam hitungan bulan, balita ditimbang
berat badannya dengan menggunakan timbangan dacin, berdasarkan hasil perhitungan
umur dan hasil pengukuran BB tersebut tentukan status gizi dengan KMS atau standar
antropometri. (2) Kegiatan penanganan KEP balita meliputi program PMT balita adalah
program intervensi bagi balita yang menderita KEP yang ditujukan untuk mencukupi
kebutuhan zat gizi balita gar meningkat status gizinya sampai mencapai gizi baik (pita
hijau dalam KMS), pemeriksaan dan pengobatan yaitu pemeriksaan dan pengobatan
untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta guna diobati seperlunya
sehingga balita KEP tidak semakin berat kondisinya, asuhan kebidanan/keperawatan
yaitu untuk memberikan bimbingan kepada keluarga balita KEP agar mampu merawat
balita KEP sehingga dapat mencapai status gizi yang baik melalui kunjungan rumah
dengan kesepakatan keluarga agar bisa dilaksanakan secara berkala, suplementasi gizi/
paket pertolongan gizi hal ini diberikan untuk jangka pendek. Suplementasi gizi
meliputi : pemberian sirup zat besi; vitamin A (berwarna biru untuk bayi usia 6-11 bulan
dosis 100.000 IU dan berwarna merah untuk balita usia 12-59 bulan dosis 200.000 IU);
kapsul minyak beryodium, adalah larutan yodium dalam minyak berkapsul lunak,
mengandung 200 mg yodium diberikan 1x dalam setahun.

Referensi
Almatsier,S.Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi Protein pada Anak
di Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Jakarta, 1998.

Disajikan oleh Endang Ratnaningsih, Isti Khumaidah, Natalia Hartini, Pujiyati, Tri Redi
Murniyati dan Y. Rini Setyawati. (Mahasiswi Akbid KH Angkatan 2008).
Diposkan oleh NuSinau di 05:25 Link ke posting ini
Label: Gizi

Gizi Buruk

Sumber : http://www.lusa.web.id/gizi-buruk/

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manuasia
(SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai
dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai
mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar
anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang
dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif.

Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat
dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi
disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta
perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan
mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu
unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan
istilah Human Development Index (HDI).
Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan
kurang gizi mikro Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi makro adalah
masalah gizi yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan
energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat
gizi mikro.
Data Susenas menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang menurun dari 37,5 % (1989)
menjadi 24,6 % (2000). Namun kondisi tersebut tidak diikuti dengan penurunan
prevalensi gizi buruk bahkan prevalensi gizi buruk cenderung meningkat.

Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau
dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang
dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang
Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.

Penyebab gizi buruk


Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada
dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu : (1) Kurangnya asupan gizi dari
makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau
makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan
ekonomi yaitu kemiskinan. (2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa
menyerap zat-zat makanan secara baik. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus
gizi buruk yaitu: (1) Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh
masyarakat; (2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh
anak; (3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada
balita, yaitu: (1) Keluarga miskin; (2) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang
baik bagi anak; (3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS,
saluran pernapasan dan diare.

Indikasi Gizi Buruk


Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa
kondisi badan yang tampak kurus. Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara
garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe: marasmus, kwashiorkor dan marasmic-
kwashiorkor.

Dua Tipe Gizi Buruk (Kwasiorkor dan Marasmus)

Kwasiorkor
Memiliki ciri: (1) edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung
kaki dan wajah) membulat dan lembab; (2) pandangan mata sayu; (3) rambut tipis
kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah
rontok; (4) terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel; (5) terjadi
pembesaran hati; (6) otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi
berdiri atau duduk; (7) terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas
dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement
dermatosis); (8) sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut; (9) anemia dan
diare.

Marasmus
Memiliki ciri-ciri: (1) badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus
kulit; (2) wajah seperti orang tua; (3) mudah menangis/cengeng dan rewel; (4) kulit
menjadi keriput; (5) jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy
pant/pakai celana longgar); (6) perut cekung, dan iga gambang; (7) seringdisertai
penyakit infeksi (umumnya kronis berulang); (8) diare kronik atau konstipasi (susah
buang air).

Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis


kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.

Pencegahan
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak: (1) Memberikan ASI
eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan
dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur,
lalu disapih setelah berumur 2 tahun. (2) Anak diberikan makanan yang bervariasi,
seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan
komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara
protein 12% dan sisanya karbohidrat.(3) Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak
dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan
standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter. (4) Jika anak
dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan
jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit. (5) Jika anak telah
menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk
karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-
sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula
suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan
hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan
meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa
gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian
hari.

Gagal Tumbuh
Gagal tumbuh adalah bayi atau anak dengan pertumbuhan fisik kurang secara bermakna
dibanding anak sebayanya.
Tanda-tandanya: (a) Kegagalan mencapai tinggi dan berat badan ideal; (b) Hilangnya
lemak dibawah kulit secara signifikan; (c) Berkurangya massa otot; (d) Infeksi berulang.
Faktor penyebab: (1) Faktor sosial, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang
pentingya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. (2) Faktor kemiskinan, rendahnya
pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan paling mendasar sering kali tidak bisa
dipenuhi. (3) Laju pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya
ketersediaan bahan pangan. (4) Infeksi, disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ
tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.

Pengobatan

 Pada stadium ringan dengan perbaikan gizi.

 Pengobatan pada stadium berat cenderung lebih kompleks karena masing-masing


penyakit harus diobati satu persatu. Penderitapun sebaiknya dirawat di Rumah
Sakit untuk mendapat perhatian medis secara penuh.

Referensi :
Anonim. 2007. Ciri-Ciri Kurang Gizi. Diakses 15 Desember 2008: Portal Kesehatan
Online.
Anonim. 2008. Kalori Tinggi Untuk Gizi Buruk. Diakses 15 Desember 2008: Republika
Online.
Nency, Y. 2005. Gizi Buruk, Ancaman Generasi Yang Hilang. Inpvasi Edisi Vol. 5/XVII/
November 2005: Inovasi Online
Notoatmojo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Ke-2.
Jakarta: Rineka Cipta

Disajikan oleh Dwi Trisnawati, Novita Kusuma Astuti, Nuraini, Nurhuda, Rian Motik,
Sri Winahyu & Yulita Eka Fatmawati (Mahasiswi Akbid KH Angkatan 2008)
Diposkan oleh NuSinau di 03:44 Link ke posting ini
Label: Gizi
Posting Lebih Baru Posting Lama Halaman Muka
Langgan: Entri (Atom)

Anda mungkin juga menyukai