DEFINISI
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi
(AKG).
KLASIFIKASI
KEP ringan
Bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% baku median WHO-NCHS dan/atau
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-90% baku median WHO-NCHS
KEP sedang
Bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB 70-80% baku median
WHO-NCHS
KEP berat
Bila BB/U < 60% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB < 70% baku median
WHO-NCHS
KEP berat terdiri dari Marasmus, Kwashiorkor, Marasmic-kwashiorkor
Pasien dengan KEP tidak kompleks seharusnya diobati di luar rumah sakit sejauh
memungkinkan. Perawatan rumah sakit meningkatkan resiko infeksi silang dan situasi
yang tidak umum, meningkatkan apatis dan anoreksia pada anak-anak, sehingga
makannya akan sulit. Anak-anak dengan malnutrisi berat dengan tanda dari prognosis
buruk atau komplikasi lain dan tinggal di lingkungan sosial menyedihkan yang tidak
mempunyai sarana medis dan nutrisional cukup, harus dirawat.
KEP I (KEP ringan)
- Penyuluhan gizi/nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana penderita rawat jalan)
- Dianjurkan memberikan ASI eksklusif (bayi < 4 bl) dan terus memberikan ASI sampai
2 th
- Bila dirawat inap untuk penyakit makanan sesuai dengan penyakitnya agar tidak jatuh
menjadi KEPlain sedang/berat dan untuk meningkatkan status gizi.
Pencegahan
Mulai segera pemberian makanan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah dehidrasi yang ada
dikoreksi. Selalu memberikan makanan sepanjang malam.
Catatan
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP berat
menderita hipoglikemia dan atasi segera.
Pencegahan
Segera beri makan/formula khusus setiap 2 jam (langkah 6). Sepanjang malam selalu beri
makan. Selalu selimuti dan hindari basah. Hindari paparan langsung dengan udara (mandi
atau pemeriksaan medis terlalu lama)
Tabel 3.2 Komposisi oral rehidration salts solution for severely malnourished (ReSoMal)
Pemantauan
Penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap ½-1 jam selama 2 jam pertama kemudian
tiap jam untuk 6-12 jam, dengan memantau denyut nadi, pernafasan, frekuensi kencing
dan frekuensi diare/muntah. Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-
ubun besar yang berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi
telah berlangsung, tetapi pada KEP berat perubahan ini sering kali tidak terlihat,
walaupun rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan denyut nadi yang cepat dan menetap
selama rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan cairan.
Tanda kelebihan cairan : frekuensi pernafasan dan nadi meningkat, edema dan
pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut, hentikan segera
pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam.
Pencegahan
Bila diare encer berlanjut, teruskan pemberian formula khusus (langkah 6). Ganti cairan
yang hilang dengan Resomal/pengganti sebagai pedoman, berikan Resomal/penganti
sebanyak 50-100mL setiap kali buang air besar cair. Bila masih mendapat ASI teruskan.
Lingkungan
Suasana rumah sakit yang biasa tidak menunjang untuk pengobatan anak KEP.Ruang
rawat inap yang dihias dengan dinding berwarna warni akan menarik perhatian anak.
Jikalau memungkinkan staf dan pegawai ruang rawat tidak memakai seragam melainkan
pakaian seharian.Apron yang berwarna boleh dipakai untuk melindungi baju mereka.
Musik dari radio yang mengiringi dapat menambah susasana ceria di ruang rawat.
Mainan yang aman,mudah dicuci dan sesuai berdasarkan usia dan perkembangan anak
harus selalu tersedia.Pada dasarnya suasana di ruang rawat inap harus santai, ceria, dan
menarik.
3.1.1.2.3 Diet
Sewaktu rehabilitasi anak harus terus diberi makanan minimal 5kali 1 SD dari nilai
median NCHS/WHO anak diberi makansehari.Setelah sampai 3x sehari di rumah.
3.1.1.2.4 Immunization
Sebelum dipulangkan pasien harus diimunisasi mengikut ketentuan di Negara masing-
masing.Orang tua harus diinformasikan untuk membawa anaknya untuk imunisasi ulang
dan booster.
3.1.1.2.5 Follow-up
Pasien diinformasikan untuk kontrol seminggu sejak tanggal dia dipulangkan. Follow up
lebih baik dilakukan di klinik yang khusus untuk anak kekurangan gizi daripada klinik
pediatrik biasa. Bilamana mugkin volunteer diatur untuk melakukan homevisit dan
mencari solusi mengatasi masalah sosial dan ekonomi keluarga pasien selain kounseling
3.1.2.2 Dermatosis
Dermatosis (ditandai hipo/hiperpigmentasi, deskuamasi/ kulit mengelupas, lesi ulserasi
eksudatif yang menyerupai luka bakar dan sering disertai infeksi sekunder antara lain
oleh kandida; umumnya terdapat defisiensi Zn).
Setelah suplementasi Zn dan dermatosis membaik maka penyembuhan akan lebih cepat
bila :
o Kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KMnO4 1% selama 10 menit.
o Salep/krim (Zn dengan minyak kastor)
o Usahakan daerah perineum tetap kering
3.1.2.3 Parasit/cacing
Pengobatan dilakukan dengan memberikan Mebendazol 100 mg p.o. 2x sehari selama 3
hari.
http://drwidhy.blogspot.com/2010/03/tatalaksana-kekurangan-energi-protein.html
Penanggulangan KEP
Pelayanan gizi (Depkes RI, 1998)
Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah
sakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status
gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka
perlu direncanakan tindakan sebagai berikut : (1) Balita KEP ringan, memberikan
penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan,
dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI
sampai 3 tahun. (2) Balita KEP sedang; (a) Penderita rawat jalan : diberikan nasehat
pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya. (b)
Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan
energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet
sesuai dengan penyakitnya. (c) Balita KEP berat : harus dirawat inap dan dilaksanakan
sesuai pemenuhan kebutuhan nutrisinya.
Referensi
Almatsier,S.Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi Protein pada Anak
di Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Jakarta, 1998.
B.Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengenali dan menyebutkan bergagai tanda dan macam-macam
klasifikasi dalam KEP.
2. Mahasiswa dapat membuat tindakan dalam mengatasi atau memecahkan masalah KEP.
E. Sasaran Audience
1. Anak-anak usia 4 dan 5 tahun.
2. Orang tua dengan usia 4 dan 5 tahun.
F. Teori
1. Prevalensi KEP
Penyakit KEP merupakan bentuk malnutrisi terutama pada anak-anak dibawah umur 5
tahun dan kebanyakan dinegara yang sedang berkembang. Bentuk KEP berat
memberikan gambaran klinis yang khas, misalnya bentuk kwarsiorkor, marasmus atau
bentuk campuran kwarsiorkor marasmik. Pada kenyataanya gejala penyakit KEP ringan
ini tidak jelas hanya terlihat bahwa berat badan anak lebih rendah jika dibandingkan
dengan anak sehat seumurnya. Berdasarkan hasil penelitian di 254 desa diseluruh
Indonesia, Tarwotjo dkk (1978) ditemukan 30% atau 9 juta anak –anak balita menderita
gizi kurang, sedangkan 3% atau 0,9 juta anak-anak balita menderita gizi buruk.
a. Peranan Diet
Diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein menyebabkan anak menderita
kwarsiorkor, sedngkan diet kurang energi walaupun zat-zat gizinya asansial seimbang
akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus. Tetapi dalam penelitian yang
dilakukan oleh Gopalan dan Narasya (1971) terlihat bahwa diet yang kurang lebih sama,
pada beberapa anak timbul gejala-gejala kwarsiorkor, sedangkan pada beberapa anak
yang lain timbul gejala-gejala marasmus. Mereka membuat kesimpulan bahwa diet bukan
merupakan factor yang penting, tetapi masih ada factor lain yang harus dicari.
d. Peranan Infeksi
Infeksi akan memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi walaupun masih ringan mempunyai
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi.
e. Peranan Kemiskinan
Dengan penghasilan yang rendah, ditambah timbulnya banyak penyakit infeksi karena
kepadatan tempat tinggal akan lebih mempercepat timbulnya KEP.
Gangguan pertumbuhan
Pertumbuhan terganggu, berat badan di bawah 80% dari buku Harvard persentil 50
walaupun terdapat edema, juga pada pertumbuhan tinggi badannya jika KEP sudah
berlangsung lama.
Perubahan mental
Pada stadium lanjut akan terjadi apatis.
Edema
Edema baik yang ringan maupun berat ditemukan pda sebagian besar penderita
kwarsiorkor.
Atrofi otot
Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah dan berbaring terus-menerus.
Sistem Gastro-intestinal
Pada anoreksia yang berat penderita akan menolak segala macam makanan, hingga
adakalanya makanan hanya dapat diberikan melalui sonde
Perubahan rambut
Rambut mudah dicabut, terlihat kusam, kering, halus, jarang dan adanya perubahan
warna
Perubahan kulit
Ditemukannya bintik-bintik merah, berpadu menjadi bercak yang kemudianmenghitam.
Pembesaran hati
Hati membesar, kadang-kadang batas hati terdapat setinggi pusar. Hati membesar mudah
diraba dan terasa kenyal dengan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
Anemia
Anemia ringan sering dijumpai. Dan bilamana kwarsiorkor disertai dengan penyakit lain,
terutama ankylostomiasis dapat dijumpai anemia berat.
Perubahan mental
Anak menangis, juga setelah mendapat makanan oleh sebab masih merasa lapar.
Keadaran menurun (apati) terdapat pada pendeerita marasmus yang berat.
Otot-otot
Otot-otot atrofi, sehingga tulang-tulang terlihat lebih jelas.
Saluran pencernaan
Sering menderita diare atau konstipasi.
Jantung
Jarang terdapat bradikardi.
Tekanan darah
Pada umumnya tekanan dartah penderita lebih redah jika dibandingkan dengan anak
sehat seumur.
Saluran nafas
Terdapat pula frekuensi pernafasan yang mengurang.
Sistem darah
Pada umunya ditemukan kadar hemoglobin yang agak rendah.
4. Dampak KEP
Mortalitas KEP berat dimana-mana dilaporkan tinggi. Hasil penyelidikan yang dilakukan
pada tahun 1955/1956 (Poey, 1957) menunjukkan angka kematian sebanyak 55%, 35%
diantara mereka meninggal pada perawatan minggu pertama, dan 20% sesudahnya.
Mortalitas yang tinggi didapati pila pada penderita KEP pada negara-negara lain. Pada
umunya penderita KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru,
radang paru, disentri, dan sebagainya. Pada penderita KEP berat juga sering ditemukan
tanda-tanda penyakit kekurangan gizi lain, misalnya xeroftalmia, stomatitis angularis.
5. Pencegahan KEP
Ada berbagai macam cara intervensi gizi, masing-masing untuk mengatasi satu atau lebih
dari satu factor dasar penyebab KEP (Austin, 1981), yaitu:
b) Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan energi untuk anak-
anak yang disapih. Makanan demikian pada umumnya tidak terdapat dalam diet tradisi,
tetapi sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan meningkat pada anak-anak berumur
6 bulan keatas.
c) Memperbaiki infra struktur pemasaran. Infrastuktur pemasaran yang tidak baik akan
berpengaruh negatif terhadap harga maupun kualitas bahan makanan.
G. Referensi
1. Silihin pudjiadi, Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, edisi keempat,FKUI, Jakarta, 2003
2. Irianton Aritonang, Pemantaun Pertumbuhan Balita Petujuk Praktis Menilai Status Gizi
& Kesehatan, Kanisius, Yogyakarta, 1996.
3. Konseling Bagi Ibu (Manajemen Terpadu Balita Sakit), Departemen Kesehatan RI,
1999.
4. http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
Obesitas atau kegemukan adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya
penumpukkan lemak tubuh yang melebihi batas normal. Penumpukkan lemak tubuh yang
berlebihan itu sering dapat terlihat dengan mudah. Akan tetapi perlu disepakati suatu
batasan untuk menentukan apakah seseorang dikatakan menderita obesitas atau tidak.
Tingkat obesitas ditentukan oleh jumlah kelebihan lemak dalam tubuh. Secara praktis
digunakan ukuran berupa perbandingan berat badan terhadap berat badan baku untuk
ukuran tinggi tubuh tertentu. Kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat badan
baku itu dinyatakan dalam persentase, 10%, 20%, ataupun 30%.
Jika berat badan seorang wanita lebih besar 10 - 20% dari berat badan idealnya, maka
wanita itu disebut gemuk. Jika berat badannya lebih dari 20% berat badan idealnya, maka
ia disebut obesitas.
Tinggi dan berat badan wanita berbeda dengan tinggi dan berat badan pria. Sebab, ada
perbedaan proporsi tubuh antara wanita dan pria. Perbedaan proporsi itu dapat dilihat dari
bentuk tubuh, struktur jaringan tubuh, besarnya tubuh, dan fungsi fall tubuh.
Jika obesitas didefinisikan sebagai terjadinya penumpukan lemak dalam tubuh, maka
penggunaan berat badan saja sebagai indikator untuk menentukan obesitas tidaklah tepat.
Hal itu disebabkan oleh berat badan tidak hanya menggambarkan kelebihan lemak dalam
tubuh, tetapi juga jaringan tubuh yang lain. Atlet-atlet angkat besi, binaraga, atau atlet
yudo mempunyai struktur otot yang lebih besar sehingga berat badan mereka juga akan
lebih besar.
Lebih dari setengah lemak badan tersimpan di bawah kulit dalam bentuk jaringan
adiposa. Jaringan adiposa terdiri atas 80 - 85% lemak, 2% protein, dan 10% air.
Jumlah lemak badan yang ideal bagi pria kurang lebih 12% dari berat badan total,
sedangkan untuk wanita lebih kurang 26%. Jika jumlah lemak pada pria melebihi 20%
berat badannya dan wanita melebihi 30% berat badannya, maka mereka sudah tergolong
terlalu gemuk (obesitas).
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam perawatan obesitas antara lain
adalah:
Pertama, haruslah ditumbuhkan keyakinan pada diri penderita, alasan-alasan apa yang
mengharuskannya melakukan upaya menurunkan berat badannya. Dalam praktik, banyak
penderita yang tidak berhasil dalam upaya menurunkan berat badannya, karena penderita
kurang yakin akan manfaat yang diperolehnya apabila berat badannya kembali normal,
dan akibat yang akan terjadi karena obesitas itu.
Kedua, penderita obesitas perlu diberikan pengetahuan dasar mengenai zat gizi dan
fungsinya, proses pembentukan dan penggunaan energi dalam tubuh, pembentukan
cadangan lemak dan pengaruh kegiatan fisik terhadap penggunaan energi dan cadangan
lemak.
Juga perlu diberikan petunjuk tentang cara memperkirakan jumlah energi yang
didapatnya dari makanan dan perkiraan pemakaian energi oleh tubuhnya setiap hari.
Dengan demikian, penderita dituntun untuk mengusahakan terjadinya keseimbangan
antara pemasukan energi yang berasal dari makanan yang dimakannya dan penggunaan
energi oleh tubuh sehingga ia mampu mengendalikan konsumsi makanan.
Ketiga, penderita obesitas harus dibebaskan dari berbagai informasi yang salah atau
menyesatkan yang mungkin didapatnya dari tulisan-tulisan yang bernada promosi atau
yang dibuat oleh penulis yang bukan ahli yang dapat membawa akibat buruk bagi dirinya.
Cerita-cerita tentang makanan yang dapat membuat kurus atau slimming food hendaklah
dijauhkan darinya, dan kepadanya harus diyakinkan bahwa tidak ada makanan yang dapat
membuat seseorang menjadi kurus tanpa pembatasan kalori. Karena dasar penurunan
berat badan adalah mengurangi jumlah energi yang masuk yang berasal dari makanan dan
menaikkan pengeluaran energi melalui penambahan kegiatan fisik.
Keempat, mendorong terjadinya perubahan perilaku. Tidak dapat disangka bahwa untuk
mematuhi suatu diet secara sungguh-sungguh untuk penurunan berat badan tidaklah
mudah dan akan merupakan perjuangan berat.
Godaan bukan semata-mata berupa timbulnya rasa lapar, akan tetapi juga kebiasaan yang
sudah mendarah daging yang justru lebih sukar diatasi. Kepuasan psikologis yang
diperoleh sewaktu mengunyah makanan sering lebih tidak tertahan oleh penderita
obesitas, sehingga mereka melanggar diet yang harus mereka jalani.
Oleh karena itu di samping pendekatan dari sudut medis dan dietetikan, dalam upaya
penanggulangan obesitas juga dilakukan pendekatan psikologis untuk mendorong
perubahan perilaku.
Kelima, mengenai kepatuhan penderita terhadap diet yang harus dijalani. Penderita yang
mempunyai kebiasaan makan di luar rumah, atau karena tugas dan pekerjaan harus sering
menghadiri resepsi atau jamuan makan, biasanya kurang berhasil dalam upaya
menurunkan berat badan.
Keenam, tentang penyusunan diet yang diberikan harus didasarkan atas kebiasaan dan
perilaku penderita sehari-hari dalam hal makanan. Mereka yang biasa sarapan pagi
dengan roti sebagai makanan pokok, harus diberi diet roti untuk makan pagi. Apabila
penderita selalu merasa tidak puas itu justru merupakan pendorong baginya untuk tidak
mematuhi dietnya. Karena itu diet yang akan diberikan sebaiknya didiskusikan lebih
dahulu dengan penderita untuk disesuaikan dengan kebiasaan, selera, dan kemauan
penderita. Dengan demikian diharapkan penderita akan lebih patuh.
Dengan mengetahui berat badan normal dan dengan menggunakan informasi kegiatan
fisik penderita sehari-hari, kebutuhan energi rata-rata per hari dapat ditentukan. Akan
tetapi dapat juga digunakan pedoman kebutuhan energi berdasarkan kecukupan zat gizi
sebagai berikut:
Wanita berusia 35 tahun yang melakukan pekerja ringan memerlukan kalori antara 1800
kal sampai 2000 kal per hari. Jika kepadanya diberikan diet dengan kandungan kalori
1200 kal sehari, maka berarti setiap hari akan terjadi kekurangan 600 kal. Untuk
mencukupi kebutuhannya, setiap hari akan dimobilisasi lemak sebanyak (600 : 7,5) gram
yaitu 80 garam (tiap gram lemak badan dalam proses oksidasi akan menghasilkan 7,5
kal). Ini berarti dengan diet 1200 kal per hari, berat badan akan turun sebanyak 80 gram
setiap hari atau sebanyak 2,4 kg per bulan. Penurunan berat badan 2,4 kg sampai 4,0 kg
setiap bulan merupakan target yang normal dan tidak membawa akibat sampingan apa
pun.
Di samping pedoman umum yang telah dikemukakan itu, ada ketentuan-ketentuan khusus
yang harus diikuti dalam penetapan diet penderita obesitas, antara lain adalah tentang
kandungan serat, hidrat arang, protein, dan lemak dalam diet untuk penderita obesitas.
Kandungan Serat
Kandungan Karbohidrat
Hidrat arang adalah salah satu sumber energi yang diperoleh dari jenis bahan makanan
seperti nasi, roti, kentang, dan sebagainya. Karena itu pembatasan kandungan hidrat
arang dalam diet berarti pembatasan penggunaan bahan makanan seperti nasi, roti,
kentang, jagung, atau sumber hidrat arang yang lain. Akan tetapi pembatasan kandungan
hidrat arang dalam diet itu ada batasnya.
Jika kadar hidrat arang terlalu rendah, tubuh akan memobilisasi lemak tubuh sebagai
sumber energi. Penggunaan lemak tubuh secara berlebihan sebagai sumber energi akan
mengakibatkan tertumpuknya zat antara hasil pembakaran lemak tubuh yang disebut zat
keton. Penumpukan zat keton dalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan akan
menyebabkan terjadinya keracunan zat keton yang disebut ketosis. Tanda-tanda
terjadinya ketosis adalah timbulnya rasa mual, tubuh mengalami dehidrasi, dan lemah.
Pada tingkat selanjutnya akan terjadi kegagalan fungsi ginjal.
Untuk menghindari terjadinya ketosis, maka kandungan hidrat arang dalam diet
dianjurkan sekitar 40% kandungan kalori total dalam diet. Jika penderita obesitas
memperoleh diet dengan kandungan kalori 1200 kal sehari, maka jumlah hidrat arang
sebaiknya adalah 40% x 1200 kal = 480 kal, atau setara dengan 120 gram hidrat arang,
yang jika dinyatakan dalam bentuk beras adalah 150 gram beras.
Kandungan Protein
Fungsi utama protein adalah memelihara keseimbangan nitrogen dalam tubuh. Akan
tetapi dalam keadaan kekurangan energi, protein juga dapat berfungsi sebagai sumber
energi. Protein yang berasal dari makanan melalui pencernaan akan diserap oleh dinding
usus sebagai asam amino dan masuk ke dalam darah.
Melalui proses reaksi anabolik, sebagian asam amino digunakan untuk sintesis protein
tubuh. Sebagian lagi, melalui proses reaksi katabolik, dan digunakan untuk memberi
energi. Protein merupakan sumber energi yang mahal karena diet dengan kandungan
protein tinggi harus menggunakan banyak bahan makanan seperti daging, susu, telur,
ikan, dan sebagainya yang harganya mahal dibandingkan dengan harga bahan makanan
sumber hidrat arang dan lemak.
Zat lemak menduduki tempat kedua sebagai sumber energi setelah hidrat arang. Oleh
karena tiap gram zat lemak menghasilkan kalori dua kali lebih banyak dari yang
dihasilkan oleh hidrat arang, maka diet dengan kadar lemak yang tinggi dengan
sendirinya juga berarti kandungan kalorinya tinggi.
Karena itu, tidak mengherankan bahwa makanan dengan kandungan lemak yang tinggi
sering dianggap sebagai penyebab utama terjadinya kelebihan kalori. Kelebihan kalori itu
akan ditumpuk sebagai lemak tubuh, dan keadaan demikian itu merupakan pangkal
terjadinya obesitas.Dengan demikian, persyaratan pokok dalam menyusun diet dengan
kandungan diet tersebut, sampai batas yang tidak menimbulkan akibat sampingan yang
lain.
Kandungan zat lemak yang dianjurkan untuk diet penderita obesitas bergantung pada
kandungan kalori total dalam diet yang akan diberikan. Diet dengan kandungan kalori
1800 kal setiap hari dianjurkan terdiri atas: 225 gram hidrat arang, 90 gram protein, dan
60 gram zat lemak. Jika kandungan kalori sebanyak 1200 kal sehari, maka komposisi
yang dianggap cukup adalah terdiri atas: 150 gram hidrat arang, 60 gram protein, dan 40
gram zat lemak. Untuk diet dengan kandungan kalori 1000 kal komposisi yang
dianjurkan adalah 100 gram hidrat arang, 60 gram protein, dan 40 gram zat lemak.
Perawatan dietetik bagi penderita obesitas adalah perawatan untuk jangka waktu lama.
Banyak penderita setelah berhasil menurunkan berat badannya beberapa kilogram,
kemudian menganggap tidak perlu lagi menjalani diet. Akibatnya berat badannya akan
naik kembali dan hal itu penting menimbulkan rasa kecewa.
Untuk menurunkan berat badan, penderita sering tidak makan sama sekali untuk satu kali
waktu makan, misalnya tidak makan malam. Upaya demikian tidak akan membawa hasil
yang memuaskan dalam upaya menurunkan berat badan bahkan sering hanya
menimbulkan rasa tidak nyaman, yang akhirnya merangsang selera makan sehingga pada
waktu makan berikutnya akan lebih banyak makanan yang dimakan.
Menghilangkan makan pagi sangat tidak dianjurkan karena bukan saja menyebabkan
tidak dapat bekerja secara efisien pada siang harinya, tetapi juga mendorong timbulnya
rasa lapar yang hebat pada siang harinya.
Diet yang diberikan kepada penderita obesitas hendaknya dalam waktu relatif pendek
dapat memperlihatkan hasil berupa penurunan berat badan. Jika tidak, penderita akan
merasa segan dan akhirnya berhenti menjalani dietnya.
Penderita obesitas cenderung senang menggunakan preparat yang dapat menekan nafsu
makan. Preparat tersebut selain memberikan pengaruh yang bersifat sementara, tidak
jarang membawa pengaruh sampingan. Penggunaan preparat penekan nafsu makan jarang
sekali memberikan hasil yang memuaskan dalam upaya penurunan berat badan.
Berikut ini beberapa contoh diet yang dapat digunakan oleh penderita obesitas :
Akan diperoleh:
Akan diperoleh:
Sumber: http://www.smallcrab.com
http://ksupointer.com/2010/perawatan-dietetik-bagi-penderita-obesitas
Malnutrisi adalah istilah umum untuk suatu kondisi medis yang disebabkan oleh
pemberian atau cara makan yang tidak tepat atau tidak mencukupi. Istilah ini seringkali
lebih dikaitkan dengan keadaan undernutrition (gizi kurang) yang diakibatkan oleh
konsumsi makanan yang kurang, penyerapan yang buruk, atau kehilangan zat gizi secara
berlebihan. Namun demikian, sebenarnya istilah tersebut juga dapat mencakup keadaan
overnutrition (gizi berlebih). Seseorang akan mengalami malnutrisi bila jumlah, jenis,
atau kualitas yang memadai dari zat gizi yang mencakup diet yang sehat tidak
dikonsumsi untuk jangka waktu tertentu yang cukup lama. Keadaan yang berlangsung
lebih lama lagi dapat menyebabkan terjadinya kelaparan.
Manutrisi akibat asupan zat gizi yang kurang untuk menjaga fungsi tubuh yang sehat
seringkali dikaitkan dengan kemiskinan, terutama pada negara-negara berkembang.
Sebaliknya, malnutrisi akibat pola makan yang berlebih atau asupan gizi yang tidak
seimbang lebih sering diamati pada negara-negara maju, misalnya dikaitkan dengan
angka obesitas yang meningkat. Obesitas adalah suatu keadaan di mana cadangan energi
yang disimpan pada jaringan lemak sangat meningkat hingga ke mencapai tingkatan
tertentu, yang terkait erat dengan gangguan kondisi kesehatan tertentu atau meningkatnya
angka kematian.
Ketika berbicara mengenai gizi kurang (undernutrition), perhatian terbesar akan ditujukan
pada anak, terutama balita. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut, asupan kurang yang
berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, akan memberikan dampak terhadap
proses tumbuh kembang anak dengan segala akibatnya di kemudian hari. Tidak hanya
pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga perkembangan mentalnya. Satu hal yang akan
berdampak pada produktivitas suatu bangsa.
Masalah malnutrisi masih ditemukan pada banyak tempat di Indonesia, dan ironisnya
Indonesia mengalami kedua ekstrim permasalahan malnutrisi. Di satu sisi, daerah yang
mengalami rawan pangan dan kelompok dengan kemampuan ekonomi yang kurang
memadai amat rentan terhadap terjadinya malnutrisi dalam bentuk gizi kurang.
Organisasi pangan dunia (FAO) mencatat pada kurun waktu 2001-2003 di Indonesia
terdapat sekitar 13,8 juta penduduk yang kekurangan gizi. Sementara berdasarkan data
Survei Sosial Ekonomi Nasional 2005, angka gizi buruk dan gizi kurang adalah 28 % dari
jumlah anak Indonesia.
Di sisi lain, di beberapa tempat seperti daerah perkotaan dan pada kelompok ekonomi
berkecukupan, obesitas menjadi bagian dari masalah kesehatan. Sekalipun belum ada
data resmi yang diungkapkan pemerintah, beragam penelitian menunjukkan angka
obesitas yang cukup mencengangkan. Satu di antaranya menyebutkan hingga 4,7% atau
sekitar 9,8 juta penduduk Indonesia mengalami obesitas, belum termasuk 76,7 juta
penduduk (17,5%) yang mengalami kelebihan berat badan atau berpeluang mengalami
obesitas. Lebih menyedihkan lagi, angka obesitas pada anak juga cukup tinggi.
1. Konsep Malnutrisi
a. Definisi Malnutrisi
Malnutrisi (mal: salah, nutrisi: gizi)
Merupakan istilah umum dari kelainan-kelainan yang disebabkan karena gangguan gizi.
Dapat berupa suatu kekurangan ataupun kelebihan dari salah satu nutrient (bahan
makanan).
b. Pengelompokan Malnutrisi
1) Malnutrisi jenis bahan yang kurang
Kelompok KEP yaitu kurang energi protein
Ada 3 jenis: kwasiorkor, marasmik, marasmik kwashiorkor
2) Kelompok kekurangan vitamin/mineral
a) Anemi kekurangan zat besi
b) Defisiensi vitamin A
c) Penyakit gondok endemic
d) Penyakit defisiensi lainnya seperti beri-beri, pellagra, scurvy, rickets
3) Menurut derajat tingkatan keadaan gizi
a) Gizi lebih
b) Gizi baik
c) Gizi kurang
d) Gizi buruk
4) Menurut sebab terjadinya malnutrisi
a) Primary malnutrition
Terjadi karena makanan yg dimakan (intake) tidak cukup / berlebihan
b) Secondary malnutrition
Terjadi meskipun makanan yg dimakan sudah cukup untuk kebutuhannya karena sebab
lain, misal karena kebutuhan meningkat, gangguan absorbsi
b. Sosial Ekonomi
Umumnya bekerja sesuai kondisi tempat tinggal seperti: petani, nelayan.
Dampak : pada musim kemarau terjadi kekeringan sehingga tidak ada air, tidak bisa
bercocok tanam sehingga kesulitan pangan.
Pada musim penghujan timbul banjir sehingga banyak sawah terendam dan gagal panen
serta kesulitan pangan
Keadaan keuangan yang kurang mencukupi untuk satu keluarga sehingga anggota
keluarga tidak cukup mendapatkan jatah makanan.
c. Geografis
Kondisi alam di pegunungan, laut, pulau terpencil sehingga jauh dari fasilitas kesehatan,
jauh dari perkotaan.
Dampak: terjadi kesulitan dalam transportasi pengiriman bantuan serta kekurangan
pengetahuan tentang nilai gizi / nutrisi untuk anak sehingga mudah terkena malnutrisi.
3. Penyebab Malnutrisi
Penyebab langsung :
1) Kekurangan konsumsi zat gizi protein / kalori secara kualitatif / kuantitatif.
2) Proses infeksi, baik infeksi saluran pencernaan, pernapasan atau penyakit-penyakit lain
yang terjadi pada anak.
1) Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit, dan pantat keriput.
2) Wajah seperti orang tua (monkey face).
3) Kulit keriput, kering, jaringan lemak sub kutis sangat sedikit, bahkan sampai tidak ada.
4) Rambut tipis, kemerahan, dan mudah dicabut.
5) Anak cengeng dan rewel.
6) Sering disertai diare kronik atau konstipasi serta penyakit kronik.
7) Tekanan darah, denyut jantung dan pernapasan berkurang.
1) Bengkak (oedema) hampir di seluruh tubuh, terutama punggung dan kaki (dorsum
pedis).
2) Wajah bulat dan sembab (moon face).
3) Mata kuyu dan sayu.
4) Rambut tipis, jarang, dan mudah dicabut.
5) Terdapat bercak merah-hitam pada kulit, kadang terkelupas (crazy pavement
dermatosis).
6) Cengeng, rewel, dan ”apatis”.
7) Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk, anak
berbaring terus menerus.
8) Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia).
9) Pembesaran hati.
10) Sering disertai infeksi, anemi, dan diare.
7. Indeks Pengukuran
Indeks BB/U dengan standar Harvard dan klasifikasi Gomez, sebagai berikut:
1) Normal : ≥ 90%
2) Ringan : ≥ 75 - < style="color: rgb(0, 204, 204);">
Dapat terjadi karena masalah ekonomi orang tua yang terhimpit kemiskinan. Anak
menderita sakit yang tak sembuh-sembuh sehingga susah makan. Sanitasi lingkungan
yang buruk dan pemahaman warga terhadap kesehatan kurang. Selain itu, bisa juga
disebabkan oleh pola konsumsi yang tidak memperhatikan keseimbangan gizi. Hal itu
dapat menimpa siapa saja, tidak mengenal status ekonomi. Anak orang yang
berkecukupan pun bila tidak diperhatikan keseimbangan gizinya dapat terkena gizi buruk
yang akhirnya bisa menjadi KEP. Setiap individu tidak akan memiliki metabolisme yang
normal apabila kebutuhan kalori (energi) nya tidak terpenuhi. Sumber energi manusia
adalah zat-zat gizi sumber energi seperti hidrat arang, lemak, dan protein. Kekurangan
protein juga akan menurunkan imunitas terhadap penyakit infeksi. Sumber protein utama
dari makanan adalah daging, ikan, telur, tahu, tempe, susu, dan lain-lain (umumnya lauk-
pauk). Karena sistem imunitas tubuh itu sangat bergantung pada tersedianya protein yang
cukup maka anak-anak yang mengalami kurang protein mudah terserang infeksi seperti
diare, infeksi saluran pernapasan, TBC, polio, dan lain-lain. Penyakit yang berhubungan
dengan KEP antara lain Defisiensi vitamin A/ Dilakukan pemeriksaan kadar serum
retinol, AnemiaAvitaminosis A Dilakukan pemeriksaan Hb, MCVterutama karena
defisiensi zat besi (Mean Corpuscular Volume), MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin),
MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) dan hapusan darah, serta
penyakit Pemeriksaan serum riboflavin.karena Defisiensi vitamin B2
Sulit ditentukan di masyarakat, sehingga jarang didapat jumlah yang akurat penderita
KEP. Hal ini disebabkan karena identifikasi KEP berdasarkan antropometri (mengukur
gangguan pertumbuhan fisik dan perubahan proporsi protein dan lemak) yang mana
pemeriksaannya kurang spesifik. Contoh: BB/U rendah bukan saja karena kurang makan,
tetapi bisa karena penyakit. Bengkak bukan saja berarti kwashiorkor. Dari contoh
tersebut, sehingga muncul istilah false (+), misalnya BB/U seseorang berdasarkan standar
Amerika masuk kategori status gizi buruk, padahal di Indonesia (yang berbeda ras)
masuk kategori status gizi kurang/sedang. False (-), misalnya jika seseorang dikatakan
sehat padahal orang tersebut sakit. KEP kebanyakan terjadi pada Negara miskin,
meskipun pada Negara berkembang dan Negara majupun KEP juga ada. KEP banyak
terjadi jika morbidity (angka kesakitan) dan mortility (angka kematian) tinggi. Distribusi
KEP banyak didaerah-daerah rawan pangan, terpencil, juga daerah-daerah urban
(perkotaan) terutama daerah slump areas (daerah kumuh). Pada tahun 2000, sekira 30%
atau 7 juta anak balita masih menderita KEP dalam tingkat ringan, sedang, dan berat.
Tahun 2005, jumlahnya menurun, sekira 1,67 juta dari 20,87 juta (8%) anak usia 0-4
menderita KEP. Angka prevalensi tersebut jauh di atas negara anggota ASEAN lainnya.
Anak yang menderita KEP umumnya badannya lebih pendek (stunted), sebagian lagi
kurus. Data statistik menunjukkan bahwa rata-rata penduduk Indonesia setiap minggu
hanya makan 1 butir telur, 1/2 potong daging, dan 1/2 gelas susu. Ini tak lain karena
kemiskinan yang sudah di tengkuk, sehingga mereka tidak mampu mengakses pangan
hewani yang memang relatif mahal harganya. Susu misalnya, masih dianggap barang
luks yang harganya mahal. Saat ini harga susu sekitar Rp 1.800 per liter. Di tengah
impitan kehidupan yang makin sulit, bisa dimaklumi jika masyarakat lebih
mementingkan membeli dan mengonsumsi pangan karbohidrat daripada pangan sumber
protein/mineral. Bagi warga miskin, yang penting perut seluruh anggota keluarga bisa
kenyang, sementara kualitas gizi urusan belakangan.
a. Pada usia < 2 merusak sel-sel otak sehingga jumlah sel tidak tumbuh secara optimal.
Dan hal ini tidak bisa dikoreksi dengan terapi gizi.
b. Pada usia > 2 tahun : jumlah sel-sel otak sudah terbentuk, terjadi pengurusan/atropi sel-
sel
otak. Dan bisa diperbaiki dengan terapi gizi. Tapi sulit sekali disembuhkan.
Pencegahan Malnutrisi antara lain: mempertahankan status gizi anak seoptimal mungkin,
menurunkan resiko timbulnya penyakit infeksi dan memperbaiki diit anak malnutrisi,
meminimalkan akibat penyakit infeksi pada anak, merehabilitasi anak-anak yang
menderita KEP fase dini (malnutrisi ringan). Operasional dari kebijaksanaan pencegahan
Malnutrisi tersebut antara lain:
1. Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering kepada anak
sesuai kebutuhan dan petunjuk cara pemberian makanan dari rumah
sakit/dokter/puskesmas.
2. Bila balita dirawat, perhatikan makanan yang diberikan lalu, teruskan di rumah.
3. Berikan hanya ASI, bila bayi berumur kurang dari 4 bulan.
4. Usahakan disapih setelah berumur 2 tahun
5. Berikan makanan pendamping ASI (bubur, buah-buahan, biskuit, dsb.) bagi bayi
di atas 4 bulan dan berikan bertahap sesuai umur.
6. Pengobatan awal (terutama: untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa)
7. Pengobatan/pencegahan thd hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, dan pemulihan
ketidakseimbangan elektrolit
8. Pencegahan (jika ada) ancaman atau perkembangan renjatan septik
9. Pengobatan infeksi
10. Pemberian makanan
11. Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain seperti kekurangan vitamin,
anemia berat, dan payah jantung
12. Rehabilitasi (terutama: untuk memulihkan keadaan gizi)
http://eka-punk.blogspot.com/2009/05/upaya-penanggulangan-malnutrisi-di.html
Sumber : http://www.lusa.web.id/gizi-buruk-akibat-kekurangan-energi-protein/
Penanggulangan KEP
Pelayanan gizi (Depkes RI, 1998)
Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah
sakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status
gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka
perlu direncanakan tindakan sebagai berikut : (1) Balita KEP ringan, memberikan
penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan,
dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI
sampai 3 tahun. (2) Balita KEP sedang; (a) Penderita rawat jalan : diberikan nasehat
pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya. (b)
Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan
energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet
sesuai dengan penyakitnya. (c) Balita KEP berat : harus dirawat inap dan dilaksanakan
sesuai pemenuhan kebutuhan nutrisinya.
Referensi
Almatsier,S.Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi Protein pada Anak
di Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Jakarta, 1998.
Disajikan oleh Endang Ratnaningsih, Isti Khumaidah, Natalia Hartini, Pujiyati, Tri Redi
Murniyati dan Y. Rini Setyawati. (Mahasiswi Akbid KH Angkatan 2008).
Diposkan oleh NuSinau di 05:25 Link ke posting ini
Label: Gizi
Gizi Buruk
Sumber : http://www.lusa.web.id/gizi-buruk/
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manuasia
(SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai
dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai
mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar
anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang
dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif.
Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat
dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi
disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta
perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan
mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu
unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan
istilah Human Development Index (HDI).
Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan
kurang gizi mikro Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi makro adalah
masalah gizi yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan
energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat
gizi mikro.
Data Susenas menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang menurun dari 37,5 % (1989)
menjadi 24,6 % (2000). Namun kondisi tersebut tidak diikuti dengan penurunan
prevalensi gizi buruk bahkan prevalensi gizi buruk cenderung meningkat.
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau
dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang
dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang
Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.
Kwasiorkor
Memiliki ciri: (1) edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung
kaki dan wajah) membulat dan lembab; (2) pandangan mata sayu; (3) rambut tipis
kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah
rontok; (4) terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel; (5) terjadi
pembesaran hati; (6) otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi
berdiri atau duduk; (7) terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas
dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement
dermatosis); (8) sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut; (9) anemia dan
diare.
Marasmus
Memiliki ciri-ciri: (1) badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus
kulit; (2) wajah seperti orang tua; (3) mudah menangis/cengeng dan rewel; (4) kulit
menjadi keriput; (5) jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy
pant/pakai celana longgar); (6) perut cekung, dan iga gambang; (7) seringdisertai
penyakit infeksi (umumnya kronis berulang); (8) diare kronik atau konstipasi (susah
buang air).
Pencegahan
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak: (1) Memberikan ASI
eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan
dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur,
lalu disapih setelah berumur 2 tahun. (2) Anak diberikan makanan yang bervariasi,
seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan
komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara
protein 12% dan sisanya karbohidrat.(3) Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak
dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan
standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter. (4) Jika anak
dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan
jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit. (5) Jika anak telah
menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk
karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-
sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula
suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan
hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan
meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa
gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian
hari.
Gagal Tumbuh
Gagal tumbuh adalah bayi atau anak dengan pertumbuhan fisik kurang secara bermakna
dibanding anak sebayanya.
Tanda-tandanya: (a) Kegagalan mencapai tinggi dan berat badan ideal; (b) Hilangnya
lemak dibawah kulit secara signifikan; (c) Berkurangya massa otot; (d) Infeksi berulang.
Faktor penyebab: (1) Faktor sosial, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang
pentingya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. (2) Faktor kemiskinan, rendahnya
pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan paling mendasar sering kali tidak bisa
dipenuhi. (3) Laju pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya
ketersediaan bahan pangan. (4) Infeksi, disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ
tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.
Pengobatan
Referensi :
Anonim. 2007. Ciri-Ciri Kurang Gizi. Diakses 15 Desember 2008: Portal Kesehatan
Online.
Anonim. 2008. Kalori Tinggi Untuk Gizi Buruk. Diakses 15 Desember 2008: Republika
Online.
Nency, Y. 2005. Gizi Buruk, Ancaman Generasi Yang Hilang. Inpvasi Edisi Vol. 5/XVII/
November 2005: Inovasi Online
Notoatmojo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Ke-2.
Jakarta: Rineka Cipta
Disajikan oleh Dwi Trisnawati, Novita Kusuma Astuti, Nuraini, Nurhuda, Rian Motik,
Sri Winahyu & Yulita Eka Fatmawati (Mahasiswi Akbid KH Angkatan 2008)
Diposkan oleh NuSinau di 03:44 Link ke posting ini
Label: Gizi
Posting Lebih Baru Posting Lama Halaman Muka
Langgan: Entri (Atom)