Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN”


Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Kelas Daring 1 A Semester 1
Dosen Pengampu :
Siti Sa’adah, M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 1 :

1. Amanda Reza Agustin


2. Aan Palingga
3. Andy Purwohadi Saputro
4. Evan Martin
5. Iyan Purwandi
6. Ali Abdul Rohman
7. Audi Viary Aji Aditia
8. Jang Saeful Haris

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) AN NUR
LAMPUNG
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan penulis kemudahan dalam
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya penulis
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis mengucapkan
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa
sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah tentang “Pengertian Dasar Ilumul Qur’an”. Penulis tentu menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik
lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan Makalah ................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 22
A. Pengertian ‘Ulumul Qur’an ................................................................................................ 22
B. Perkembangan dan Awal Kemunculan Istilah ‘Ulumul Qur’an ........................................... 33
C. Ruang Lingkup Pembahasan ‘Ulumul Qur’an .................................................................... 66
BAB III PENUTUP ................................................................................................................... 88
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 88
B. Saran ................................................................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 99

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pembahasan makalah ini, marilah kita mengenal lebih jauh pengertian dan
ruang lingkup pembahasan ‘Ulumul Qur’an.
Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
dengan perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi
kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal.
ۤ َ ‫ش ِه ْيدًا َع ٰلى ٰ ٰٓهؤ‬
‫َُل ِِۗء َونَ َّز ْلنَا‬ َ َ‫ش ِه ْيدًا َعلَ ْي ِه ْم ِم ْن اَ ْنفُ ِس ِه ْم َو ِجئْنَا ِبك‬
َ ‫ث فِ ْي ُك ِل ا ُ َّم ٍة‬
ُ ‫َويَ ْو َم نَ ْب َع‬
َ‫َيءٍ َّوهُدًى َّو َر ْح َمةً َّوبُ ْش ٰرى ِل ْل ُم ْس ِل ِميْن‬ ْ ‫ب تِ ْبيَانًا ِل ُك ِل ش‬ َ ‫َعلَيْكَ ْال ِك ٰت‬
Artinya : “Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami bangkitkan pada setiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau (Muhammad)
menjadi saksi atas mereka. Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu untuk
menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang
yang berserah diri.” (Q.S. An-Nahl : 89)
Mempelajari isi Al-Qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas
pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal
yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang
menunjukkan Maha Besarnya Allah SWT sebagai penciptanya.
Al-Qur’an diturunkan dalam Bahasa Arab. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa
setiap orang yang mengerti Bahasa arab dapat mengerti ini Al-Qur’an. Lebih dari itu ada
orang yang merasa telah dapat memenuhi dan menafsirkan Al-Qur’an dengan bantuan
terjemahnya, sekalipun tidak mengerti bahasa arab. Padahal orang Arab sendiri banyak
yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Maka dari itu, untuk dapat
mengetahui/memahami isi kandungan Al-Qur’an diperlukan ilmu yang mempelajari
bagaimana tata cara menafsirkan Al-Qur’an yaitu ‘Ulumul Qur’an dan juga terdapat
faedah-faedahnya. Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai generasi islam supaya
lebih mengenal Al-Qur’an, Karena tak kenal maka harus kenalan.

B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian ‘Ulumul Qur’an ?
2. Bagaimana perkembangan dan awal kemunculan ‘Ulumul Qur’an ?
3. Apa ruang lingkup pembahasan’Ulumul Qur’an ?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan mempelajari tentang ‘ulumul Qur’an
2. Untuk mengetahui perkembangan dan sejarah awal kemunculan ‘Ulumul
Qur’an
3. Untuk mengetahui ruang lingkup pembahasan ‘Ulumul Qur’an

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian ‘Ulumul Qur’an


Ulumul Qur’an merupakan ungkapan kata yang berasal dari bahasa Arab, terdiri dari
dua kata yakni Ulum dan Al-Qur’an. Kata Ulum adalah bentuk jamak dari kata `ilm yang
berarti ilmu-ilmu. Sedang Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. sebagai pedoman hidup manusia, bagi yang membacanya merupakan
suatu ibadah dan mendapatkan pahala.
Dalam kajian Islam ungkapan Ulumul Qur’an ini telah menjadi nama bagi suatu
disiplin ilmu, dan secara bahasa artinya ilmu-ilmu Al-Qur’an. Di Indonesia ilmu ini
kadang-kadang disebut “Ulum Al-Qur’an” dan kadang-kadang pula disebut “Ilmu-ilmu
Al-Qur’an”. Hal ini dapat dilihat umpamanya dalam pada karya Fahd Abdurrahman ar-
Rumi Dirasat fi Ulum Al-Qur’an yang telah diterjemahkan oleh Amirul Hasan dan
Muhammad Halabi dengan diberi judul Ulum al-Qur’an, Studi Kompleksitas Al-Qur’an,
sedang karya Manna’ al-Qaththan Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an yang telah diterjemahkan
oleh Mudzakkir AS diberi judul Studi ilmu-ilmu Al-Qur’an.
Secara istilah para ulama telah merumuskan beberapa definisi Ulumul Qur’an ini. Di
antaranya az-Zarqani mengemukakan sebagai berikut :
‫مباحث تتعلق بالقران الكريم م ن ناحية نزوله وتربيبه وجمعه وكتابته وقرءته وتفسيره وإعجازه‬
‫وناسخه ودفع الشتبه عنه ونحو ذلك‬
“Pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan, Al-Qur’an dari segi
turunnya, urutan-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya,
kemu’jizatannya, nasikh mansukhnya, dan penolakan hal-hal yang menimbulkan keragu-
raguan terhadap Al-Qur’an dan lain sebagainya”.
Manna al-Qaththan memberikan definisi Ulumul Qur’an :
‫العلم الذى يتناول األبحاث المتعلقه بالقران من حيث معرفة أسباب الترول وجمع القران وترتيبه معرفة المكي‬
‫والمدنى واناسخ والمنسوخ والحكم والمتشابه إلى غير ذلك مما له صلة بالقران‬
“Ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-
Qur’an, dari segi pengetahuan tentang sebab-sebab turunnya, pengumpulan Al-Qur’an
dan urutan-urutannya, pengetahuan tentang ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah, nasikh
Mansukh, muhkam, dan mutasyabih dan hal-hal lain yang ada hubungannya denga Al-
Qur’an”.
Sedangkan Ali ash-Shabuni memberikan definisi Ulumul Qur’an :
‫يقصد يعلوم القران اإلبح اث التى تتعلق بـهذا الكتاب المحيد الخالد من حيث الترول والجمع والترتيب والندوين‬
‫ومعروفة أسباب الترول وامكي منه والمدني ومعرفة الناسخ والمنسوخ والمحكم والمتشابه وغير ذلك من األبحاث‬
‫الكثيرة التي تتعلق بالقران العظيم‬
“Yang dimaksud dengan Ulumul Qur’an ialah pembahasan-pembahasan yang
berhubungan dengan kitab yang mulia ini dari segi turunnya, pengumpulannya,
penertibannya, pembukuannya, mengetahui sebab turunnya, Makiyah dan Madaniyahnya,
nasikh dan mansukhnya, muhkam dan mutasyabihnya dan lain-lain pembahasan yang
berkaitan dengan Al-Qur’an”.
Dari definisi-definisi tersebut jelaslah bahwa Ulumul Qur’an merupakan gabungan
2
dari sejumlah pembahasan llmu-ilmu yang pada mulanya berdiri sendiri. Pembahasan
ilmu-ilmu hubungan yang erat dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai
Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk
hidup bagi manusia. Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa Ulumul Qur’an ini
mempunyai ruang lingkup pembahasan yang sangat luas.

B. Perkembangan dan Awal Kemunculan Istilah ‘Ulumul Qur’an


Jika berbicara perkembangan ‘Ulumul Qur’an, tentu saja sangat luas sekali dan
memerlukan referensi yang lengkap dan terpercaya. Untuk itu, Penulis akan membahas
pada bagian inti-inti yang dianggap terkait langsung dengan perkembangan Ulumul
Qur’an.
Proses kristalisasi ‘Ulum Al-Qur’an menjadi suatu disiplin ilmu yang independen
mengalami tiga fase, yaitu pertama, fase pratadwin; dimulai sejak masa Nabi sampai
dengan masa khalifah Umar bin Khattab r.a. Adalah suatu keniscayaan bahwa Nabi dan
para sahabat memiliki ilmu-ilmu Al-Qur’an melebihi apa yang dimengerti oleh para ulama.
Akan tetapi, pada masa itu belumlah menjadi ilmu yang mandiri dan belum terdapat tulisan
yang muncul karena memang belum diperlukan. Nabi Muhammad menerima wahyu dari
Allah swt. kemudian secara bertahap menyampaikannya kepada sahabat untuk dihafal dan
dipahami dengan baik rahasia-rahasia yang terkandung didalamnya. Tradisi menghafal dan
menyampaikan informasi secara lisan di kalangan suku Quraisy, menjadikan sahabat
dengan mudah menerima dan memahami dengan baik, uslūb wahyu yang disampaikan
Nabi kepada mereka sehingga dengan demikian pula dapat merasakan i‟jāz dan ilmu-ilmu
yang terkandung di dalamnya.
Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa pada zaman hidupnya Rasulullah SAW.
maupun pada zaman berikutnya, yaitu zaman kekhalifahan Abu Bakar dan Umar
radiyallahu anhuma- ‘Ulum Al-Qur’an masih diriwayatkan melalui penuturan secara lisan.
Kedua, Fase persiapan tadwin; dimulai pada masa kekhalifaan Usman r.a. dan
berakhir pada masa kekuasaan Bani Umayyah. Pada masa ini bangsa Arab sudah
berinteraksi dengan bangsa luar ('ajam) sebagai konsekuensi ekspansi umat Islam ke
daerah-daerah sekitarnya. Pada umumnya bangsa-bangsa 'ajam tidak menguasai dengan
baik atau bahkan tidak tahu sama sekali bahasa Arab. Hal ini dikhawatirkan dapat merubah
bahasa Arab dan khususnya Al-Qurān. Karena itulah timbul inisiatif khalifah Usman ra
untuk menyeragamkan Al-Qur’an dalam satu mushaf yang dikenal dengan mushaf Usmani
dan mengirimnya ke wilayah-wilayah Islam dan memusnahkan yang lain. Apa yang
dilakukan oleh Usman r.a merupakan dasar cabang ilmu Al-Qur’an yang disebut dengan
ilmu Rasm Al-Qur’an atau Rasm Usmāni.
Pada masa khalifah Ali r.a. beliau memerintahkan Abu al-aswad ad-Duali, demi
menjaga kemurnian bahasa Al-Qur’an , menyusun kaidah-kaidah dengan memberikan
tanda-tanda tertentu pada tulisan dalam al-Qurān. Dengan demikian Ali r.a telah
meletakkan dasar-dasar ilmu Nahwu dan sekaligus ilmu I’rāb Al-Qurān.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa para perintis awal pentadwinan ‘Ulum Al-
Qur’an adalah sahabat-sahabat Nabi semenjak khalifah Usmān bin Affān, Ali bin Abī
Ṭālib, Ibnu Abbās, Ibnu Mas’ūd, Zaid bin Tsābīt, Abū Mūsa al-Asy’āri, dan ‘Abdullāh bin
Zubair radiyaalhu anhum ajma'iin, serta para Tabi'in di antaranya imam Mujāhid, Atho‟,
Ikrimah, Qatadah, Ḥasan al-Basri, Zaid bin Zubair, Zaid bin Aslām dan ‘Abdurrahman bin
Zaid. Mereka semua merupakan peletak dasar bagi munculnya ‘Ulum Al-Qur’an seperti
‘ilmu Rasm Al-Qurān, ‘ilmu I'rāb Al-Qurān, ‘ilmu tafsīr, ‘ilmu asbāb an-nuzūl, ‘ilmu
nāṣikh dan manṣūkh, ‘ilmu gārib al-Qurān, dan cabang ilmu-ilmu Al-Qur’an yang lain.
Ketiga, Fase Tadwin. Pada fase ini telah banyak ditulis karya ‘Ulum Al-Qurān. Yang
pertama kali muncul adalah ilmu tafsīr, sehingga disebut juga induk dari ilmu-ilmu al-
3
Qurān. Tokoh yang mula-mula menulis tafsir adalah Syu’bah bin al-hujjāj, Sufyān bin
Uyainah dan Wāqi’ bin Jārah. Tafsir mereka merupakan kumpulan pendapat sahabat dan
tabi’in, mereka adalah ulama abad kedua Hijriyah. Setelah itu meyusul kemudian Ibnu Jārir
at-Ṭābari.
Perkembangan selanjutnya, muncul karya ‘Ulum Al-Qur’an secara spesifik yang
disusun oleh para ulama ‘Ulum Al-Qur’an seperti Ali Ibn al-Madanī guru Imam Bukharī
dengan kitabnya asbāb an-nuzūl, dan Abū Ubaid al-Qasīm bin Salām dengan kitabnya
nāṣikh dan manṣūkh, Muhamad Ibnu Khālaf ibn Marizbān dengan kitabnya al- Hāwī fi
‘Ulum al-Qurān, mereka adalah ulama abad ketiga. Dan pada abad keempat tokoh-tokoh
yang menyusun kitab ‘Ulum Al-Qur’an adalah Abū Bakar Muḥammad bin al-Qāsim al-
Anbari menulis ‘Ajaīb al-’Ulūm al-Qurān, dan Abu Hasan al-Asy’āri menulis al-
Mukhtasān fi ‘Ulum al-Qurān, Abu Bakar al-Sijistani menulis ‘ilmu gārib al-Qurān, Ali
bin Ibrahīm bin Said al-Ḥūfi menulis al-Burḥān fi ‘Ulum Al-Qur’an dan ‘ilmu I’rāb al-
Qurān; menurut Mannā’ Khalīl al-Qaṭṭān bahwa kitab al-Burḥān karya al-Ḥūfi diatas
ditemukan di perpustakaan Mesir teridiri atas tiga puluh jilid dan dari tiga puluh jilid
tersebut terdapat lima belas jilid tidak tersusun dan tidak berurutan. Pada abad ketiga dan
keempat inilah perkembangan awal dari munculnya istilah ‘Ulum Al-Qur’an sebagai suatu
disiplin ilmu, terutama sekali pada abad keempat dengan ditemukan bukti fisik kitab al-
Burḥān fi ‘Ulum Al-Qur’an karya al-Ḥūfi diatas, maka ‘Ulum Al-Qur’an sebagai disiplin
ilmu sudah ada sejak abad keempat Hijriyah dan al-Ḥūfi dianggap sebagai orang pertama
yang membukukan ‘Ulum al-Qurān.
Pada abad kelima Hijriyah imam al-Mawardī menulis kitab Amthāl Al-Qur’an , Abu
Amru Ad-Dāni menulis kitab at-Taysīr fi al-Qirā’at as-sab'ah dan kitab al-Muḥkām fi al-
Nuqāṭ, pada abad keenam Hijriyah muncul karya tentang mubḥamāt Al-Qur’an ditulis oleh
Abū al-Qāsim ‘Abd al-Rahmān as-Suḥaili, Ibnu Jauzi menulis kitab Funūnun al-’Afnān fi
'Ajaīb ‘Ulum Al-Qur’an dan kitab al-Mujtabā fi ‘Ulūmin Tata'allāq bi al-Qurān, demikian
pula karya tentang Majāz Al-Qur’an ditulis oleh Al-'Iz ibnu ‘Abd al-Salām dan karya
tentang ilmu Qirā’at yang ditulis oleh Alamuddin al-Sakhawi, keduanya ulama abad
ketujuh. Pada abad kedelapan Hijriyah Ibnu Qayyīm, menulis kitab tentang Aqsām al-
Qurān, begitupula Imam Badarudīn az-Zarkasyi menulis kitab al-Burḥān fi ‘Ulum al-
Qurān, sedangkan pada abad kesembilan Hijriyah muncul karya ulama Jalāludīn al-Balqini
dengan nama kitabnya Mawāqi' al-’Ulūm min Mawāqi' al-Nujūm, dan karya Imam
Jalāluddīn as-Suyūṭi dengan kitabnya al-Tāḥbīr fi ‘Ulum at-Tafsīr, dan kitab terkenalnya
al-Itqān fi ‘Ulum al-Qurān; dengan kitab al-Itqān ini para ulama dapat mengetahui
beberapa kitab-kitab ulama terdahulu dalam ‘Ulum Al-Qur’an sekaligus ia menjadi rujukan
utama bagi ulama setelah imam Ṣuyūṭi dalam kajian ‘Ulum al-Qurān.
Demikianlah ‘Ulum Al-Qur’an dari masa ke masa semakin berkembang dan
menampakkan cabang-cabang baru, karya-karya yang dimuatnya pun semakin luas dan
kompleks. Hal ini tentunya memberikan jalan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan
dalam bidang Al-Qur’an baik secara mandiri ataupun kelompok untuk menggali ilmu-ilmu
al-Qurān.
Ada hal yang masih diperdebatkan di kalangan ulama, yaitu kapan pertama kali
istilah ‘Ulum Al-Qur’an digunakan. Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, yang
paling masyhur menyebutkan pada awal abad ketujuh. Pendapat lain, sebagaimana
dikemukakan oleh as-Suyūṭī dalam al-Itqān mengatakan bahwa istilah ini pertama kali
dipakai pada abad keenam oleh Abū al-Faraj Ibnu al-Juwaini. Sementara az-Zarqāni dalam
bukunya manāḥil al-irfān menyebutkan istilah ini dipakai pada abad keempat oleh al-Ḥūfi
dalam karyanya al-Burḥān fi ‘Ulum al-Qurān.
Perbedaan pendapat di atas, jika diperhatikan sebenarnya berpangkal pada
pertanyaan apakah ‘Ulum Al-Qur’an sebagai istilah saja ataukah sebagai nama bagi suatu
disiplin ilmu tertentu. Kalau sebagai istilah saja, ‘Ulum Al-Qur’an telah dikenal pada abad

4
kedua dan awal abad ketiga Hijriyah dengan karyanya Muhamad Ibnu Khālaf ibn Marizbān
dengan kitabnya al-Ḥāwi fi ‘Ulum al-Qurān, dan Abū Bakar Qasīm al-Anbāri yaitu kitab
‘Ajāib al-’Ulum al-Qurān, keduanya ulama tersebut telah menggunakan istilah ‘Ulum Al-
Qur’an dalam karyanya namun kedua kitab tersebut tidak ada wujud kecuali namanya saja,
dan pendapat yang lain mengatakan bahwa ‘Ulum Al-Qur’an sebagai suatu disiplin ilmu
telah dikenal pada abad keempat Hijriyah dengan adanya karya al-Hufī dalam kitabnya al-
Burḥān fi ‘Ulum al-Qurān. Pendapat ini lebih mendekati kebenaran karena pada masa
itulah muncul karya di bidang ‘Ulum Al-Qur’an secara utuh sebagaimana telah
dikemukakan di atas.
Lantas dengan perkembangan zaman sekarang apakah ‘Ulumul Qur’an masih bisa
dikembangkan ? Misalnya kita ambil contoh kasus asbabun nuzul. Tidak ada cara untuk
mengetahui asbabun nuzul kecuali melalui riwayat yang sahih dari Nabi dan para sahabat
yang menyaksikan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an dan mengetahui peristiwa yang terjadi
atau pertanyaan yang diajukan kepada Nabi Muhammad SAW yang melatarbelakangi
turunnya ayat tersebut. Al-Wâhidi menyatakan: “Tidak boleh berpendapat mengenai
asbabun nuzul kecuali dengan berdasarkan kepada riwayat atau mendengar langsung dari
orang-orang yang menyaksikan turunnya, mengetahui sebab-sebabnya dan membahas
tentang pengertiannya serta bersungguh-sugguh dalam mencarinya”.
Berbeda dengan Makkiyah dan Madaniyah yang dapat ditentukan selain dengan
metode simâ’i naqli juga dengan qiyâsi ijtihâdi, artinya di samping melalui riwayat tentang
tempat atau masa turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, juga bisa ditentukan melalui ijtihad, yaitu
melalui metode qiyas, mempelajari kriteria ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, kemudian
menerapkan kriteria itu terhadap ayat-ayat dari surat-surat yang belum diketahui Makkiyah
dan Madaniyahnya. Tetapi apakah metode ijtihad juga bisa digunakan untuk menetapkan
asbabun nuzul ?
Sebagai contoh untuk penggunakan ijtihad dalam menentukan asbabun nuzul, kita
ambil kasus ayat poligami yaitu Surat An-Nisâ’ ayat 3.
‫ث َو ُر ٰب َع ۚ فَا ِْن ِخ ْفت ُ ْم ا َ اَّل‬َ ‫س ۤا ِء َمثْ ٰنى َوث ُ ٰل‬
َ ِ‫اب لَكُ ْم ِمنَ الن‬ َ ‫ط‬ َ ‫َوا ِْن ِخ ْفت ُ ْم ا َ اَّل ت ُ ْق ِسطُ ْوا فِى ْاليَ ٰتمٰ ى فَا ْن ِك ُح ْوا َما‬
‫ت ا َ ْي َمانُكُ ْم ۗ ٰذلِكَ اَد ْٰنٰٓى ا َ اَّل تَعُ ْولُ ْو ۗا‬ ِ ‫ت َ ْع ِدلُ ْوا فَ َو‬
ْ ‫احدَة ً ا َ ْو َما َملَ َك‬
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian
itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (Q.S. An-Nisâ’ 4:3)
Tidak ada seorang mufassirpun mengaitkan ayat tentang poligami ini dengan perang
Uhud sekalipun ayat ini turun setelah peristiwa perang Uhud. Sebagaimana yang dicatat
oleh sejarah, dalam perang Uhud lebih kurang 70 orang sahabat gugur menjadi syuhada’,
termasuk paman Nabi Hamzah ibn Abd al-Muthallib. Jika diasumsikan 70 orang sahabat
itu masing-masing punya satu isteri, berarti ada 70 orang perempuan yang ditinggal mati
oleh suami mereka. Jika masing-masing janda itu mempunyai 3 orang anak, berarti ada
210 orang anak yatim yang perlu perhatian dan perlindungan. Pertanyaannya, bolehkah
peristiwa banyaknya gugur para syuhada’ dengan segala akibat turunannya itu dinyatakan
sebagai sababun nuzul ayat tentang poligami di atas, padahal tidak ada satu riwayatpun
yang menyebutkankannya.
Jika mengikuti pengertian asbabun nuzul yang sudah baku, jika tidak ada riwayat—
baik dengan redaksi yang sharîh ataupun muhtamal--yang menyebutkan persitiwa itu
sebagai sebab asbabun nuzul maka dia tidak bisa dikatakan sebagai asbabun nuzul. Kalau
dinyatakan bisa dan diterima maka terbuka juga asbabun nuzul dari aspek lain sekalipun
tidak ada riwayat yang menyebutkan. Latar belakang geografis, politik, ekonomi, sosial
masyarakat Arab di jazirah Arabia waktu itu bisa juga dijadikan sebagai asbabun nuzul.

5
Pengembangan pengertian asbabun nuzul ini akan berpengaruh pada konklusi hukum
sebagaimana yang dapat terlihat dari pemikiran Syahrur, ilmuan dari Suriah.
Bagi Muhammad Syahrur, poligami hanya dibolehkan dengan janda-janda yang
ditinggal mati oleh suaminya (armalah) dan mempunyai anak-anak, kecuali dalam kasus
perang, di mana jumlah laki-laki lebih sedikit dari jumlah perempuan, poligami dibolehkan
dengan para janda yang ditinggal mati oleh suaminya sekalipun tidak punya anak. Tetapi
sebaliknya sama sekali tidak boleh, yaitu menikahi janda yang ditinggal mati oleh
suaminya tanpa memelihara anak-anaknya. Kasus seperti ini harus dilarang sama sekali.
Ini hanyalah sebuah contoh, bagaimana kemungkinan perkembangan ‘Ulumul
Qur’an.

C. Ruang Lingkup Pembahasan ‘Ulumul Qur’an


Materi kajian yang menurut Hasbi Ash-Shiddiqy (1994: 100) pokok-pokok bahasan
Ulumul Quran terdiri atas enam macam pembahasan yakni:
1. Pembahasan turunnya Al-Qur’an (Nuzul Al-Qur’an)
Persoalan ini menyangkut tiga hal :
a. Waktu dan tempat turunnya Al Qur’an
b. Sebab-sebab turunnya AL-Qur’an
c. Sejarah turunnya Al-Qur’an
2. Pembahasan sanad (rangkaian para periwayat)
Persoalan ini menyangkut enam hal :
a. Riwayat mutawatir
b. Riwayat ahad
c. Riwayat syadz
d. Macam-macam qira’at nabi
e. Para perawi dan penghapal Al-Qur’an
f. Cara-cara penyebaran Riwayat
3. Pembahasan qira’at (cara pembacaan Al-Qur’an)
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut :
a. Cara berhenti (waqaf)
b. Cara memulia (ibtida’)
c. Imalah
d. Bacaan yang diperpanjang (mad)
e. Bacaan hamzah yang diringankan
f. Bunyi huruf yang sukun dimasukkan pada bunyi sesudahnya (idgham)
4. Pembahasan kata-kata Al-Qur’an
Pembahasan ini menyangkut beberapa hal berikut ini :
a. Kata-kata Al-Qur’an yang asing (gharib)
b. Kata-kata Al-Qur’an yang berubah-ubah harakat akhirnya (mu’rab)
c. Kata-kata Al-Qur’an yang mempunyai makna serupa (homonim)
d. Padanan kata-kata Al-Qur’an (sinonim)
e. Isti’arah, dan
6
f. Penyerupaan (tasybih)
5. Pembahasan makna-makna Al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut;
a. Makna umum (‘am) yang tetap keumumannya
b. Makna umum (‘am) yang dimaksudkan makna khusus
c. Makna umum (‘am) yang maknanya dikhususkan sunah
d. Nash
e. Makna lahir
f. Makna global (mujmal)
g. Makan yang diperinci (mufashshal)
h. Makna yang ditunjukkan oleh konteks pembicaraan (manthuq)
i. Makna yang dapat dipahami dari konteks pembicaraan (mafhum)
j. Nash yang petunjuknya tidak melahirkan keraguan (muhkam)
k. Nash yagn musykil ditafsirkan karena terdapat kesamaran didalamnya
(mutasyabih)
l. Nash yang maknanya tersembunyi karena suatu sebab yang terdapat pada kata
itu sendiri (musykil)
m. Ayat-ayat yang “menghapus” dan yang “dihapus” (nasikh-mansukh)
n. Ayat-ayat yang didahulukan (muqaddam)
o. Ayat yang diakhirkan (mu’akhkhar)
6. Pembahasan makna Al-Qur’an yang terkait dengan kata-kata Al-Qur’an
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut ini :
a. Berpisah (fashl)
b. Bersambung (washl)
c. Uraian singkat (i’jaz)
d. Uraian panjang (ithnab)
e. Uraian seimbang (musawah)
f. Pendek (qashr)

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa secara
terminologi, ‘Ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan
Al-Qur’an yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Pertumbuhan dan
perkembangan ‘Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses
secara bertahap dan sesuai dengan Kebutuhan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi
keberadaan dan pemahamannya. Jadi, Al-Qur’an adalah pedoman hidup bagi manusia yang
disajikan dengan status sastra yang tinggi. Kitab suci ini sangat berpengaruh terhadap
kehidupan manusia semenjak Al-Qur’an diturunkan, terutama terhadap ilmu pengetahuan,
peradaban serta akhlak manusia.
B. Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan. Harapan kami
dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan kita untuk lebih menyadari bahwa agama islam
memiliki khazanah keilmuan yang sangat dalam untuk mengembangkan potensi yang ada
di alam ini dan merupakan langkah awal untuk membuka cakrawala keilmuan kita, agar
kita menjadi seorang muslim yang bijak sekaligus intelek. Serta dengan harapan dapat
bermanfaat dan bisa difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan
dari para pembaca, khususnya dari Dewan Guru yang telah membimbing kami dan para
Mahasiswa demi kesempurnaan makalah ini. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Syamsu Nahar, Studi Ulumul Quran. Cet I; Medan: Perdana Publishing, 2015
Oom Mukarromah, Ulumul Qur’an. Cet I; Jakarta: Rajawali Pers, 2013
Subhan Abdullah Acim. Kajian Ulumul Qur’an. Cet I; Lombok: CV. Al-Haramain, 2020
Yunahar Ilyas. Kuliah Ulumul Qur’an. Cet III; Yogyakarta: ITQAN Publishing 2014

Anda mungkin juga menyukai