Anda di halaman 1dari 18

i

TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM


MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENCEMARAN
NAMA BAIK MELALUI SOSIAL MEDIA
(PUTUSAN MA NOMOR 3045/PID.SUS/2018)

JURNAL ILMIAH

Oleh :

MAJIDAH

D1A116163

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2021
ii

HALAMAN PENGESAHAN

TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM


MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENCEMARAN
NAMA BAIK MELALUI SOSIAL MEDIA
(PUTUSAN MA NOMOR 3045/PID.SUS/2018)

JURNAL ILMIAH

Oleh :

MAJIDAH

D1A116163

Menyetujui,

Pembimbing Pertama,

Dr. Ufran, S.H.,MH.


198205202008011011
iii

TINJAUAN YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM


MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENCEMARAN
NAMA BAIK MELALUI SOCIAL MEDIA
(PUTUSAN MA NOMOR 3045/PID.SUS/2018)
MAJIDAH
D1A116163
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis dasar
pertimbangan hakim dan penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana
pencemaran nama baik melalui sosial media berdasarkan Putusan MA Nomor
3045/PID.SUS/2018. Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum
normatif. Hasil penelitian setelah dianalisa bahwa dasar pertimbangan hakim
dalam memutus perkara pencemaran nama baik ini yaitu dengan menggunakan
pertimbangan judex yuris dan judex facti. Penerapan Pidana terhadap terdakwa
yakni hakim memberikan hukuman pidana masa percobaan selama 12 (dua belas)
bulan dengan syarat khusus terdakwa melakukan permintaan maaf kepada korban
pada akun sosial media miliknya. Sehingga penulis tidak setuju terhadap putusan
yang diberikan yang memberikan hukuman yang terkesan meringankan terdakwa
yakni pidana percobaan padahal terdakwa telah memenuhi unsur-unsur
pertanggungjawaban pidana. Sehingga sudah seharusnya terdakwa dihukum
sesuai dengan Pasal 45 (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
yakni dengan hukuman penjara maksimal 4 Tahun untuk memberikan efek jera
bagi terdakwa.
Kata kunci: Penerapan Pidana, Pencemaran Nama Baik, Sosial Media.

JURIDICAL REVIEW ON JUDGE CONSIDERATION IN


DECIDING DEFAMATION THROUGH SOCIAL MEDIA CASE
(Supreme Court Verdict Number 3045/PID.SUS/2018)
ABSTRACT
The aims of this research are to know and to analyze judge’s consideration
and also punishment towards offender of defamation through social media as
concluded in the Supreme Court Verdict Number 3045/PID.SUS/2018. Type of
this research is empirical legal research. after done series of analysis, judge’s
consideration in deciding the defamation case are applies judex juris and judex
facti considerations. Punishnment towards the offender are the judge give the
punishment in the form of probation for twelve months with special requirements
that the offender should make the apology through his/her social media account.
Thus, the author is disagree on the verdict that it was qualify as probation while
the offender has been meet the elements of criminal responsibility. Therefore, the
offender should be punished according to Article 45 paragraph (3) Law on
Information and Electronic Transaction i.e. maximum imprisonment for four
years to give deterrent effect for the offender.
Keywords: Criminal Implementation, Defamation, Social Media.
i

I. PENDAHULUAN

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik telah mengantisipasi

sedemikian rupa atas pengaruh buruk dari pemanfaatan kemajuan teknologi

Informasi dan Transaksi Elektronik tersebut. Perbuatan-perbuatan yang

menyerang kepentingan hukum orang pribadi, masyarakat atau kepentingan

hukum negara (cybercrime) dengan memanfaatkan sisi buruk dari kemajuan

teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik, terutama tindak pidana yang

memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik seperti kasus yang

akan dianalisa yakni pada Putusan Mahkamah Agung Nomor

3045/Pid.Sus/2018/PN.Smn. Kasus ini menarik untuk dikaji dikarenakan

mengenai besarnya pidana penjara yang dijatuhkan kepada terdakwa setelah

terdakwa menempuh beberapa jalur hukum yakni pada Pengadilan Negeri

Sleman, Pengadilan Tinggi Yogyakarta dan yang terakhir yakni menempuh jalur

kasasi pada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pada putusan ini sebenarnya

dakwaan jaksa penuntut umum menuntut terdakwa dengan hukuman penjara

selama 8 (delapan) bulan, sehingga pada kasus ini terdapat perbedaan antara

putusan hakim dengan tuntutan yang dituntut oleh jaksa.

Penjatuhan pidana yang berbeda pada beberapa tingkatan pengadilan

dengan bunyi ketentuan undang-undang yang menjadi dasar hukum dalam

menjerat terdakwa tentu memiliki pertimbangan hukum demikan juga halnya

dengan lamanya pidana yang diterapkan. Hal ini tentunya perlu dianalisi secara

mendalam.
ii

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang

berkenaan dengan uraian tersebut adalah : 1) Apa dasar pertimbangan hakim

dalam memutuskan perkara tindak pidana pencemaran nama baik dalam Putusan

Mahkamah Agung Nomor 3045/pid.sus/2018? Dan 2) Bagaimana penerapan

sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama baik dalam

Putusan Mahkamah Agung Nomor 3045/pid.sus/2018?.

Berdasarkan tujuan penulisan ini yakni untuk menjelaskan dan

menganalisis dasar pertimbangan hakim dan penerapan sanksi pidana terhadap

pelaku tindak pidana pencemaran nama baik dalam Putusan Mahkamah Agung

Nomor 3045/pid.sus/2018.

Untuk menjawab rumusan permasalah tersebut diatas digunakan jenis

penelitian Normatif. Dalam penelitian normatif menggunakan metode pendekatan

peraturan perundang-undangan, konseptual dan pendekatan analisis, .1

1
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2009, hlm. 97
iii

II. PEMBAHASAN

Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan Perkara Tindak Pidana

Pencemaran Nama Baik Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor

3045/Pid.Sus/2018

Pertimbangan hakim adalah aspek yang paling penting ketika memutus

suatu perkara, hal ini dikarenakan putusan hakim yang mengandung keadilan (ex

aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, selain itu berisi manfaat untuk

para pihak yang bersengketa sehingga hal ini harus disikapi dengan teliti, baik,
2
dan cermat. Dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

3045/Pid.Sus/2018 ini setelah dianalisis, pertimbangan hakim dibagi menjadi dua

yang akan dijabarkan sebagai berikut:

Pertimbangan Yuridis

Pertimbangan yuridis yang digunakan untuk mendakwa terdakwa adalah

menggunakan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19

Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang unsur-unsurnya

adalah Setiap orang; Dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3);

2
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Pustaka Belajar,
Yogyakarta, 2004, hal. 140.
iv

Pertimbangan Non Yuridis

Pertimbangan lain yang perlu diperhatikan adalah pertimbangan non

yuridis dimana pertimbangan non yuridis tersebut tidak diatur dalam undang-

undang melainkan berdasarkan ketentuan diluar undang-undang atau hukum yang

hidup, tumbuh, berkembang di masyarakat. Pada ketentuan pertimbangan non

yuridis,dapat dilihat mengenai hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang

memberatkan terdakwa atas kesalahannya yang pada kasus yang dianalisis ini

diantaranya sebagai berikut: Keadaan yang memberatkan, yakni perbuatan

terdakwa membuat korban merasa malu dan Keadaan yang meringankan yang

terdiri atas: 1) Terdakwa terus terang, mengakui perbuatannya; 2) Terdakwa

menjadi tulang punggung keluarga. Dan 3) Terdakwa belum pernah dihukum

Berdasarkan petimbangan yuridis dan non yuridis tersebut, maka majelis

Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia memberikan putusan bahwa: 1)

Menyatakan Terdakwa Tri Margono alias Lowok bin Suparman tersebut di atas

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan

sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau

membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”; 2)

Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara

selama 6 (enam) tahun; 3) Menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalani oleh

Terdakwa kecuali jika dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim

oleh karena sebelum berakhir masa percobaan selama 12 (dua belas) bulan

Terdakwa telah melakukan suatu tindak pidana, dengan syarat khusus berupa
v

Terdakwa minta maaf secara terbuka melalui akun facebooknya kepada korban

dalam jangka waktu 6 (enam) bulan; 4) Menetapkan barang bukti.

Menurut penyusun dari semua alat bukti dan fakta-fakta yang terungkap

dalam persidangan akan menjadi pertimbangan hakim untuk menjatuhkan sanksi

pidana terhadap terdakwa Tri Margono yang dinyatakan secara sah sebagaimana

diatur pada ketentuan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Infomasi dan Tansaksi

Elektronik yang ketentuan sanksinya merujuk pada Pasal 45 ayat (3) Undang-

Undang Infomasi dan Tansaksi Elektronik. Atas dakwaan yang diajukan tersebut

telah memenuhi unsur-unsur yang tertuang dalam Pasal 45 ayat (3) Undang-

Undang Infomasi dan Tansaksi Elektronik dan hakim juga tidak menemukan

adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf yang diatur dalam Pasal 44 dengan

Pasal 51 KUHP yang dapat menghilangkan sifat melawan hukum dan kesalahan

dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa Tri Margono.

Berdasarkan dasar terdakwa untuk mengajukan permohonan kasasi,

menurut penyusun ketika melihat Putusan Pengadilan Negeri Sleman dan Putusan

Tinggi Yogyakarta memberikan hukuman bagi para terdakwa dengan hukuman

penjara lebih ringan dari dakwaan jaksa penuntut umum apabila melihat akibat

hukum yang ditimbulkan, maka menurut penyusun masih ringan untuk terdakwa

yakni hukuman 5 (lima) bulan dan Terhadap Putusan Kasasi Mahkamah Agung

menurut penulis tidak tepat bahwa jika hakim memberikan putusan pidana penjara

selama 6 (enam) tahun namun pidana tersebut tidak perlu dijalankan oleh

terdakawa kecuali jika dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan hakim

oleh karena sebelum berakhir masa percobaan selama 12 (dua belas) bulan.
vi

Sehingga pada kasus ini hakim hanya memberikan masa percobaan kepada

terdakwa selama 12 bulan dan harus meminta maaf kepada korban pada akun

sosial media miliknya.

Pada putusan kasasi, apabila dilihat dari perbuatan yang dilakukan oleh

terdakwa sangatlah merugikan korban yang menyebabkan fitnah bagi korban dan

dapat menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Apabila melihat pada kasus

tersebut maka tentunya akan lebih baik jika hakim pada pengadilan negeri,

pengadilan tinggi dan kasasi menjatuhkan sanksi lebih berat dari putusan yang

telah diberikan sebelumnya pada tingkatan pengadilan tersebut terhadap terdakwa.

Selanjutny, pertimbangan lainnya yakni umur terdakwa yang sudah cukup

mengerti dengan perbuatan-perbuatan dan akibat hukum atas apa yang

dilakukannya. Oleh karenanya hakim dapat memberikan putusan pidana lebih

berat terhadap terdakwa sesuai dengan ketentuan Pasal 45 ayat (3) Undang-

Undang Infomasi danTransaksi Elektronik

Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut, maka terdakwa dapat diberikan

hukuman maksimal yakni penjara selama 4 (empat) tahun dan dapat diberikan

hukuman di bawah 4 (empat) tahun, besar kecilnya hukuman yang diberikan oleh

hakim tergantung dari pada fakta-fakta yang telah terungkap dipersidangan.

Berdasarkan pasal tersebut, menurut penyusun hakim dapat memberikan sanksi

yang lebih berat tetapi masih sesuai dengan peraturan perundang-udangan. Sanksi

penjara yang dapat diberikan terhadap terdakwa yang sesuai dengan tuntutan jaksa

penuntut umum yang merupakan upaya terakhir agar terdakwa tidak mengulangi

tindak pidana yang sudah dilakukannya dan nantinya dapat memberikan


vii

pembelajaran bagi masyarakat agar tidak mencotoh perbuatan yang dilakukan

oleh terdakwa.

Penerapan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik

Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3045/Pid.Sus/2018

Apabila seseorang telah terbukti melakukan tindak pidana yang dalam hal

ini adalah tindak pidana pencemaran nama baik, maka tentunya dirinya

dibebankan pertanggung jawaban pidana. Konsep pertanggungjawaban

sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata melainkan juga

menyangkut soal nilai-nilai moral atau kesusilaan umum yang dianut oleh suatu

masyarakat atau kelompok-kelompok dalam masyarakat, hal ini dilakukan agar

pertanggungjawaban pidana itu dicapai dengan memenuhi keadilan.3

Menurut Chairul Huda bahwa dasar adanya tindak pidana adalah asas

legalitas, sedangkan dapat dipidananya pembuat adalah atas dasar kesalahan, hal

ini berarti bahwa seseorang akan mempunyai pertanggungjawaban pidana bila ia

telah melakukan perbuatan yang salah dan bertentangan dengan hukum. Pada

hakikatnya pertanggungjawaban pidana adalah suatu bentuk mekanisme yang

diciptakan untuk bereaksi atau pelanggaran suatu perbuatan tertentu yang telah

disepakati.4

Walaupun pada kasus ini terdakwa telah memenuhi unsur-unsur yang

terdapat pada Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11

Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik seperti alasan yang telah

3
M.Halim,Fulthoni A.M dan M.Nur Sholikin, Menggugat Pasal-Pasal Pencemaran
Nama Baik, LBH Pers, Jakarta, 2009, hlm 24.
4
Chairul Huda, Dari Tindak Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Kencana, Jakarta, 2016 , hlm. 68
viii

penulis sampaikan pada bab sebelumnya, sehingga menyebabkan terdakwa di

tuntut oleh penuntut umum penjara selama 8 (delapan) bulan. Namun tuntutan

tersebut tidak dikabulkan oleh Mahkamah Agung pada putusan kasasi yang

menyebabkan terdakwa dihukum penjara selama 6 (enam) tahun namun hukuman

penjara tersebut tidak perlu dijalankan oleh terdakawa kecuali jika dikemudian

hari ada perintah lain dalam putusan hakim oleh karena sebelum berakhir masa

percobaan selama 12 (dua belas) bulan dengan syarat khusus melakukan

permintaan maaf kepada korban pada akun sosial media miliknya sehingga

implikasi putusan kasasi ini menyebabkan terdakwa tidak dihukum dengan

hukuman penjara sesuai tuntutan jaksa penuntut umum dan putusan hakim pada

pengadilan sebelumnya, melainkan hanya diberikan hukuman masa percobaan.

Pada putusan kasasi yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung tentunya

dikeluarkan bukan tanpa alasan, alasan tersebut dapat dilihat pada pertimbangan-

pertimbangan hakim pada tingkat kasasi ini yang termuat pada putusannya yang

menyatakan bahwa: 1) Bahwa hakim Mahkamah Agung berpendapat judex facti

(Pengadilan Negeri Sleman dan Pengadilan Tinggi Yogyakarta telah salah

menerapkan hukum dalam mengadili Terdakwa; 2) Bahwa Putusan Pengadilan

Tinggi Yogyakarta Nomor 26/PID.SUS/2018/ PT.YYK., tanggal 7 Juni 2018

yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor

40/Pid.Sus/2018/PN.Smn., tanggal 13 Maret 2018 yang dimintakan banding yang

menyatakan Terdakwa Tri Margono alias Lowok bin Suparman telah terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja

dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/atau membuat


ix

dapat diaksesnya lnformasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang

memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”, dan oleh karena

itu Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 5 (lima) bulan, dibuat berdasarkan

pertimbangan hukum yang benar, yaitu pertimbangan mengenai terbuktinya

unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan Penuntut Umum terhadap Terdakwa

berdasarkan fakta hukum yang benar yang terungkap dipersidangan sebagai hasil

verifikasi alat bukti dan barang bukti yang dihadirkan dipersidangan. Dan

pertimbangan mengenai terbuktinya kesalahan Terdakwa dalam melakukan tindak

pidana berdasarkan penilaian terhadap kemampuan bertanggungjawab Terdakwa

atas perbuatan yang dilakukannya, dan penilaian tidak ada alasan pembenar dan

alasan pemaaf dalam diri dan perbuatan Terdakwa, kecuali mengenai pidana yang

dijatuhkan judex facti terhadap Terdakwa; 3) Bahwa judex facti salah

menerapkan hukum atau menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya karena

menjatuhkan pidana yang terlalu berat terhadap Terdakwa karena tidak

mempertimbangkan hal-hal meringankan yang ada pada diri dan perbuatan

Terdakwa secara menyeluruh; 4) Bahwa permohonan kasasi Terdakwa memuat

keberatan-keberatan Terdakwa terhadap pidana yang dijatuhkan judex facti

terhadap Terdakwa yang menurut Terdakwa terlalu berat dan permohonan kasasi

Terdakwa tersebut didukung keadaan meringankan yang ada pada diri dan

perbuatan Terdakwa yang masih perlu dipertimbangkan Majelis Hakim dalam

pemidanaan Terdakwa, yaitu Terdakwa telah meminta maaf kepada korban di

muka persidangan, Terdakwa pernah berusaha meminta maaf kepada korban

dengan menemui korban tapi waktu itu tidak bertemu dengan korban, Terdakwa
x

merasa bersalah dan menyesali perbuatannya, terhadap pelaku lain tidak diadakan

penuntutan hukum karena telah meminta maaf kepada korban dan adanya

perdamaian; 5) Bahwa karena judex facti telah salah menerapkan hukum atau

menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya dalam pemidanaan Terdakwa,

dan permohonan kasasi Terdakwa disertai dengan alasan pengurangan/

peringanan pidana yang relevan secara yuridis, maka permohonan kasasi

Terdakwa kepada Majelis Hakim agar menjatuhkan pidana yang lebih ringan

kepada Terdakwa berupa pidana percobaan (voor waardelijke veroordeling) dapat

dibenarkan sehingga dinyatakan dikabulkan.

Berdasarkan pertimbangan hakim Mahkamah Agung pada pada putusan

kasasi di atas, penyusun tidak setuju atas putusan hakim yang terkesan

membebaskan terdakwa dari pertanggungjawaban pidana yang seharusnya

terdakwa lakukan. Padahal pada pertimbangan tersebut hakim juga telah

menyatakan bahwa tidak ada alasan pembenar dan alasan pemaaf dalam diri dan

perbuatan Terdakwa. Sehingga apabila seseorang yang telah terbukti secara sah

dan meyakinkan berdasarkan fakta-fakta hukum yang telah dibuktikan di dalam

persidangan melanggar ketentuan pidana maka sudah sepantasnya diberikan

hukuman, hal ini diharapkan agar nantinya mampu memberikan efek jera serta

memberikan pembinaan terhadap pelaku ketika menjalani masa hukumannya.

Selain itu, menurut analisa penulis terdakwa juga telah memenuhi seluruh unsur-

unsur yang ada pada pertanggungjawaban pidana:


xi

Kemampuan bertanggung jawab

Pada unsur ini, keadaan jiwa pelaku harus dapat dibuktikan dalam keadaan

yang benar-benar sehat secara kejiwaan.

Kesalahan

Pada putusan ini, penulis menganalisa bahwa bentuk kesalahan yang

dilakukan Terdakwa adalah kesengajaan. Dimana dalam hukum pidana kita

mengenal dua jenis kesalahan yaitu kesengajaan dan kealpaan. Terdakwa dengan

sengaja melakukan tindakk pidana PENCEMARAN nama baik menggunakan

aplikasi facebook dalam melakukan aksinya, Pada amar putusan ini Terdakwa

diputus bersalah dengan menggunakan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik Jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Tiada Alasan Pemaaf

Dalam kasus ini menurut penulis, tidak ditemukan adanya alasan pemaaf

yang dapat menghapuskan kesalahan pada perbuatan pidana Terdakwa.

Berdasarkan unsur-unsur pertanggungjawaban pidana tersebut, maka

penulis lebih setuju terhadap tuntutan yang diberikan oleh jaksa penuntut umum

yakni memberikan hukuman penjara kepada terdakwa selama 8 (delapan) bulan.

Mengingat pertimbangan yuridis dan non yuridis telah dapat terpenuhi selama
xii

persidangan, sehingga tidak ada alasan untuk meringkan terdakwa dari jeratan

hukum.
xiii

III. PENUTUP

Kesimpulan

Dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana

pencemaran nama baik pada Putusan Mahkamah Agung Nomor

3045/Pid.Sus/2018 yaitu dengan menggunakan pertimbangan judex yuris dan

judex facti. Adapun pertimbangan judex yuris yakni terdakwa telah terbukti secara

sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik. Sedangkan pertimbangan judex facti yang digunakan pada

kasus ini yaitu dengan memperhatikan bahwa Terdakwa telah meminta maaf

kepada korban di muka persidangan, Terdakwa pernah berusaha meminta maaf

kepada korban dengan menemui korban tapi waktu itu tidak bertemu dengan

korban, Terdakwa merasa bersalah dan menyesali perbuatannya, terhadap pelaku

lain tidak diadakan penuntutan hukum karena telah meminta maaf kepada korban

dan adanya perdamaian.

Penerapan Pidana terhadap tindak pidana pencemaran nama baik pada

putusan Mahkamah Agung Nomor 3045/Pid.Sus/2018 yang memutuskan bahwa

terdakwa Tri Margono alias Lowok bin Suparman yakni hakim memberikan

hukuman bagi terdakwa dengan hukuman pidana penjara selama 6 (enam) tahun

tetapi pidana tersebut tidak perlu dijalankan oleh terdakawa kecuali jika

dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan hakim oleh karena sebelum

berakhir masa percobaan selama 12 (dua belas) bulan dengan syarat khusus
xiv

terdakwa melakukan permintaan maaf kepada korban pada akun sosial media

miliknya. Adapun pemberian syarat khusus yang diberikan oleh hakim telah

sesuai dengan ketentuan Pasal 14c (1) KUHP. Hakim memberikan putusan

tersebut dengan pertimbangan bahwa, judex facti telah salah menerapkan hukum

dalam mengadili terdakwa. Sehingga atas Putusan Kasasi Mahkamah Agung,

maka penulis tidak setuju terhadap putusan yang diberikan yang memberikan

hukuman yang terkesan meringankan terdakwa yakni pidana percobaan padahal

terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana. Sehingga

sudah seharusnya terdakwa dihukum sesuai dengan Pasal 45 (3) Undang-Undang

Informasi dan Transaksi Elektroni yakni dengan hukuman penjara maksimal 4

Tahun untuk memberikan efek jera bagi terdakwa.

Saran

Dalam pengaturan secara khusus mengenai tindak pidana pencemaran nama

baik yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik seharusnya diadakan perubahan yaitu pada

bagian kualifikasi tindak pidananya sehingga pada prakteknya tidak menjadi

multitafsir yang menyebabkan adanya Pasal karet yang dapat mengancam

kebebasan berpendapat. Dan dalam perlunya sosialisasi pada Undang-Undang

Informasi dan Tansaksi Elektronik khususnya tentang pasal pencemaran nama

baik yakni pasal 27 (3) agar masyarakat lebih berhati-hati dalam menggunakan

sosial media miliknya. Sehinga tidak terjadi permasalahan hukum yang seru
i

DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta.
Mukti Arto, 2004, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Pustaka
Belajar, Yogyakarta.
M.Halim,Fulthoni A.M dan M.Nur Sholikin, 2009, Menggugat Pasal-Pasal
Pencemaran Nama Baik, LBH Pers, Jakarta.
Chairul Huda, 2016, Dari Tindak Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Kencana, Jakarta.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. LN. No.251 Tahun 2016.
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Anda mungkin juga menyukai