Anda di halaman 1dari 8

BAB 5

5.1 Pendahuluan
Realisasi defisit anggaran tahun 2020 juga melebar menjadi sebesar 6,14 persen lebih
tinggi dari batasan defisit dalam kondisi perekonomian normal, yaitu maksimal 3 persen
terhadap PDB. Selanjutnya, kebijakan defisit anggaran tahun 2024 diarahkan dalam
mendukung kelanjutan konsolidasi fiskal dan untuk mendorong peningkatan
produktivitas, kesejahteraan masyarakat dan akselerasi transformasi ekonomi. Pembiayaan
anggaran dilaksanakan searah dengan kebijakan defisitnya dan akan dipenuhi melalui
pembiayaan utang dan nonutang. Kebijakan pembiayaan anggaran secara umum mengarah
kepada pembiayaan inovatif dan sustainable. Hal ini dilakukan antara lain dengan: diarahkan
untuk mendukung transformasi ekonomi ; (1) diarahkan untuk mendukung transformasi
ekonomi (antara lain infrastruktur ICP, energi, konektivitas, kawasan industri, dan kawasan
ekonomi); (2) mendorong skema KPBU yang sustainable lebih masif; (3) pendalaman pasar
keuangan domestik (financial deepening); dan (4) penguatan peran SMF dan SMV. Defisit
dan Pembiayaan Anggaran yang diperparah oleh konflik Rusia-Ukraina. Green Subsidy Race
di negara-negara maju dalam rangka merespons isu perubahan iklim yang berpotensi menjadi
beban ekonomi dan fiskal mengingat masih adanya kebutuhan yang cukup besar atas
investasi swasta, baik asing maupun domestik, dalam pengembangan energi terbarukan di
Indonesia. Pemerintah akan menempuh kebijakan fiskal ekspansif yang terarah dan terukur
untuk mempercepat upaya pertumbuhan, menstimulasi perekonomian, mengakselerasi
pencapaian sasaran pembangunan, serta menjaga momentum terutama dalam upaya menjaga
kesehatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Konsekuensi kebijakan tersebut adalah
munculnya defisit dan pembiayaan anggaran. Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah
menjalankan berbagai strategi pembiayaan anggaran baik pembiayaan utang maupun
pembiayaan nonutang guna mendukung kebijakan fiskal yang ekspansif, terarah, dan terukur
untuk mendukung transformasi ekonomi.
5.2 Perkembangan defisit dan pembiayaan anggaran tahun 2019-2023 dan rencana tahun
2024
-------tidak ada--------------
5.21 Defisit APBN Periode 2019-2023 dan rencana defisit RAPBN tahun anggaran 2024
Kebijakan fiskal ekspansif dijalankan Pemerintah juga untuk menghindari opportunity loss
sejalan dengan semakin tingginya target pencapaian berbagai sasaran dan target
pembangunan nasional. Implementasi dari kebijakan fiskal ekspansif adalah anggaran defisit
dengan tetap mempertimbangkan kebijakan fiskal yang berkesinambungan. Secara umum
defisit anggaran senantiasa terkendali dalam batas aman (prudent) dan masih berada dalam
level selera risiko (risk appetite). Dalam perkembangannya, defisit anggaran cenderung naik
dari 2,20 persen terhadap PDB pada tahun 2019 menjadi sebesar 6,14 persen terhadap PDB
pada tahun 2020 seiring dengan langkah extraordinary yang diambil oleh Pemerintah pada
tahun 2020. Namun sejak tahun anggaran 2021 dan 2022, defisit anggaran secara bertahap
terus menurun sehingga menjadi 4,57 dan 2,35 persen terhadap PDB. Selanjutnya, mengingat
tahun anggaran 2023 merupakan tahun konsolidasi fiskal kembali ke defisit anggaran
maksimal 3 persen terhadap PDB, maka outlook defisit anggaran diperkirakan sebesar 2,30
persen terhadap PDB.
5.22 Pembiayaan anggaran periode 2019-2023 dan Rencana Pembiayaan Anggaran
RAPBN tahun anggaran 2024
Pembiayaan anggaran merupakan setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali,
penerimaan kembali atas pengeluaran pembiayaan tahun-tahun anggaran sebelumnya,
pengeluaran kembali atas penerimaan pembiayaan tahun-tahun anggaran sebelumnya,
penggunaan saldo anggaran lebih, dan/ atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik
pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Dalam
rangka menjaga momentum pertumbuhan ekonomi semakin menguat dan mampu melindungi
daya beli masyarakat sehingga kondisi fiskal terjaga tetap sehat dan berkelanjutan, kebijakan
pembiayaan tahun 2024 antara lain diarahkan untuk: (1) mendukung kebijakan fiskal yang
ekspansif, terarah, dan terukur untuk mendukung transformasi ekonomi; (2) mengendalikan
defisit dan utang dalam batas manageable; (3) mendorong efektivitas pembiayaan investasi
untuk mendukung transformasi ekonomi dengan memberdayakan peran BUMN, BLU, SMV,
dan SWF dengan mempertimbangkan kinerja keuangan, kinerja operasional, serta kesiapan
teknis operasional; (4) memperkuat ketahanan fiskal untuk antisipasi ketidakpastian global
dengan menyediakan fiscal buffer yang andal dan efisien, serta menjaga fleksibilitas dengan
penguatan kolaborasi yang solid antara kebijakan fiskal, moneter, dan sektor keuangan; (5)
mendukung pembiayaan investasi untuk memperkuat peran Indonesia di forum internasional;
(6) akselerasi pembiayaan bagi MBR dan UMKM, serta (7) mendorong pembiayaan yang
kreatif dan inovatif melalui skema KPBU.
5.2.2.1 Pembiayaan Utang
Selain untuk menutup defisit APBN, pembiayaan utang juga dipergunakan untuk
membiayai pengeluaran pembiayaan, seperti pembiayaan investasi, pemberian pinjaman,
serta kewajiban penjaminan. Pembiayaan utang pada tahun 2020 mencapai Rp1.229.628,5
miliar yang disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan anggaran untuk penanganan pandemi
Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional sejalan dengan UU Nomor 2 Tahun 2020, dimana
defisit APBN dapat melampaui 3 persen terhadap PDB hingga tahun 2022. strategi
pembiayaan utang. Arah kebijakan pembiayaan utang tahun 2024 adalah sebagai berikut: (1)
mengelola utang secara fleksibel dan hati-hati dengan tetap menjaga rasio utang dalam batas
manageable; (2) mengedepankan efisiensi biaya utang melalui pengembangan dan
pendalaman pasar keuangan (memperluas basis investor dan mendorong penerbitan
obligasi/sukuk daerah); (3) melakukan pinjaman diantaranya untuk mendorong pembangunan
infrastruktur yang menambah aset, modal, ataupun alih teknologi; (4) menjaga portofolio
optimal agar memiliki biaya dan risiko yang manageable; dan (5) mendorong pengembangan
dan pendalaman pasar keuangan sehingga dapat mendorong terciptanya pasar SBN yang
dalam (deep), aktif, dan likuid.
Penerbitan SBN merupakan pembiayaan utang yang dominan, yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu: (1) kebutuhan APBN untuk menutup defisit dan pembiayaan nonutang
di antaranya investasi Pemerintah; (2) penurunan porsi pembiayaan utang yang berasal dari
pinjaman; (3) kebutuhan fleksibilitas dalam pengelolaan portofolio dan risiko utang; serta (4)
kebutuhan untuk pengembangan pasar keuangan domestik.
Dalam melanjutkan upaya pengembangan pasar keuangan domestik, Pemerintah menetapkan
kebijakan pengelolaan SBN tahun 2024 sebagai berikut: (1) melakukan pengembangan pasar
perdana SBN melalui optimalisasi penerbitan di pasar domestik, (2) melakukan
pengembangan pasar sekunder SBN, melalui langkah-langkah antara lain: (i) optimalisasi
peran, kapasitas dan pengembangan dealer utama (primary dealers), (ii) pelaksanaan
penukaran utang (debt switch) dan pembelian kembali (buyback) secara aktif dan terjadwal;
(3) melakukan pengembangan dan perluasan basis investor melalui diversifikasi instrumen
SBN; (4) mengembangkan instrumen SBSN melalui penyempurnaan fitur, penyediaan
landasan hukum dan syariah, pengembangan struktur dan dasar penerbitan (underlying asset);
(5) memprioritaskan penerbitan SBN valas dalam mata uang kuat (hard currency) secara
terukur dan sebagai pelengkap untuk menghindari crowding out di pasar domestik; (6)
mendorong penerbitan SBN yang ditujukan untuk pembiayaan kegiatan/proyek diantaranya
Sustainable Development Goals (SDGs) bonds dan project financing SBN serta pembiayaan
proyek yang memenuhi kriteria green project melalui penerbitan Green Bond/Sukuk; (7)
memperkuat kerangka stabilisasi obligasi (bond stabilization framework/BSF); serta (8)
meningkatkan kualitas strategi komunikasi dengan investor dan kelembagaan, serta
penyusunan basis data target investor.
Pembiayaan utang melalui penarikan pinjaman akan dibiayai dari pinjaman dalam negeri dan
pinjaman luar negeri. Pinjaman dalam negeri (PDN) dimanfaatkan sebagai sumber
pembiayaan APBN sejak tahun 2010, seiring diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 54
Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh
Pemerintah (PP 54/2008). Sesuai Pasal 4 PP 54/2008, Pinjaman dalam negeri digunakan
untuk membiayai kegiatan tertentu pada K/L atau kegiatan tertentu pada Pemerintah Daerah,
BUMN, dan perusahaan daerah melalui penerusan pinjaman. Pemerintah menetapkan
kebijakan teknis pengelolaan pinjaman dalam negeri tahun 2024 sebagai berikut: 1.
Mendorong sinergi perencanaan dan penganggaran pinjaman dalam negeri dalam APBN; 2.
Mempercepat penyelesaian kegiatan yang telah terkontrak dan penyelesaian kontrak atas
kegiatan-kegiatan prioritas tahuntahun sebelumnya; 3. Optimalisasi monitoring dan evaluasi
atas kegiatan-kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman dalam negeri; 4. Membatasi masa
berlaku pinjaman dengan tujuan untuk meningkatkan ownership pelaksana kegiatan dalam
menyelesaikan kegiatan sesuai target yang telah direncanakan; dan 5. Mendorong perbaikan
kapasitas pelaksana kegiatan, dalam hal ini K/L di sisi perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
serta pelaku industri dalam negeri di sisi kapasitas pelaksanaan kontrak. Sedangkan
Pinjaman Luar Negeri Pinjaman luar negeri merupakan instrumen utang yang pertama kali
dimanfaatkan Pemerintah untuk membiayai defisit APBN. Sementara itu, dalam rangka
meningkatkan kinerja pinjaman luar negeri khususnya pinjaman kegiatan, Pemerintah
menetapkan kebijakan teknis pengelolaan pinjaman kegiatan tahun 2024, yaitu: a)
meningkatkan koordinasi internal Pemerintah dalam perencanaan kegiatan yang dibiayai
pinjaman kegiatan; b) meningkatkan kualitas penganggaran kegiatan yang dibiayai oleh
pinjaman termasuk pinjaman yang diteruspinjamkan (on-lending) dan pinjaman yang
diterushibahkan (ongranting); c) optimalisasi monitoring dan evaluasi atas kegiatan-kegiatan
yang dibiayai dengan pinjaman; d) memperbaiki dan meningkatkan kapasitas pelaksana
kegiatan; e) membatasimasa laku pinjaman dengan tujuan untuk mendorong pelaksana
kegiatan menyelesaikan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati; dan f)
memberikan reward and punishment sesuai dengan kinerja pelaksanaan kegiatan.
5.2.2.2 Pembiayaan Investasi
Investasi Pemerintah merupakan penempatan sejumlah dana dan/ atau barang oleh
Pemerintah dalam jangka panjang, yang diharapkan memberikan hasil dan nilai tambah di
masa yang akan datang berupa pengembalian nilai pokok ditambah dengan manfaat ekonomi,
sosial, dan/ atau manfaat lainnya. Secara umum, arah kebijakan pembiayaan investasi dalam
APBN tahun 2019–2023 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2014–2019 dan 2020–2024. Beberapa tema pokok yang menjadi sasaran kebijakan
pembiayaan investasi dalam kurun waktu 2019–2023 antara lain sebagai berikut: (1)
mendukung pembangunan infrastruktur dan Proyek Strategis Nasional (PSN); (2) mendukung
akses pembiayaan perumahan bagi Masyarakat Penghasilan Rendah (MBR); (3)
meningkatkan akses pendidikan melalui program Dana Abadi di Bidang Pendidikan; (4)
mendukung peningkatan ekspor dan akses pembiayaan Koperasi, UMKM dan UMi; (5)
meningkatkan kualitas lingkungan hidup, ketahanan bencana dan iklim, serta pembangunan
rendah karbon; dan (6) mendukung peran aktif Indonesia dalam kerja sama internasional
melalui pembiayaan kepada organisasi/lembaga keuangan internasional/badan usaha
internasional.
Dalam RAPBN tahun anggaran 2024, pembiayaan investasi dilakukan pada enam klaster
yaitu klaster infrastruktur, klaster pendidikan, klaster kerja sama internasional, klaster pangan
dan lingkungan hidup, serta klaster lainnya.
 Pembiayaan Investasi KlasterInfrastruktur
Pemerintah dalam percepatan pembangunan infrastruktur bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas produksi dan penguatan daya saing. Percepatan pembangunan infrastruktur
diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi jangka menengah dan panjang.
 Pembiayaan Investasi Klaster Pendidikan
Amendemen keempat UUD 1945 mewajibkan negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN. Dengan demikian, besaran alokasi
untuk anggaran pendidikan bergantung pada besaran APBN setiap tahunnya dan
kegiatannya harus dilaksanakan pada satu tahun anggaran. Pembentukan dana abadi di
bidang pendidikan memberikan fleksibilitas penyerapan anggaran lebih dari satu tahun
anggaran sehingga diharapkan alokasi anggaran pendidikan dapat digunakan untuk
pelaksanaan program yang lebih terarah dan efektif.
 Pembiayaan Investasi Klaster Kerja Sama Internasional
Pengalokasian pembiayaan investasi pada klaster kerja sama internasional merupakan
bagian dari upaya Pemerintah untuk mewujudkan kebijakan politik luar negeri Indonesia
yang bebas dan aktif yang dilandasi kepentingan nasional dan jati diri sebagai negara
maritim. Upaya tersebut dilakukan antara lain melalui mempertahankan dan memperkuat
posisi Indonesia di dalam Organisasi/Lembaga Keuangan Internasional (LKI)/Badan
Usaha Internasional (BUI), serta melalui dukungan pembangunan dunia, termasuk
mengatasi kesenjangan sosial dan mengurangi kemiskinan melalui kerja sama
pembangunan internasional.
 Pembiayaan Investasi Pada Klaster Ketahanan Pangan dan Pelestarian Lingkungan
Hidup
Untuk klaster ketahanan pangan dan lingkungan hidup dalam RAPBN tahun anggaran
2024, Pemerintah mengalokasikan investasi sebesar Rp1.212,7 miliar kepada BLU
BPDLH dalam rangka pemenuhan kebutuhan dana rehabilitasi mangrove. Pemberian
PMN tunai melalui kegiatan rehabilitasi mangrove ini sejalan dengan agenda Pemerintah
dalam RPJMN tahun 2020-2024 yang antara lain terkait dengan peningkatan kualitas
lingkungan hidup, peningkatan ketahanan bencana dan iklim, serta pembangunan rendah
karbon.
5.2.2.3 Pemberian Pinjaman
--------tidak ada--------
5.2.2.3.1 Penyaluran Pemberian Pinjaman
Program pemberian pinjaman diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 33 UU No. 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara. Sebagaimana diamanatkan, Pemerintah dapat memberikan
pinjaman kepada entitas dimaksud dengan dana bersumber dari APBN. Pemberian pinjaman
diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108/PMK.05/2019 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108/PMK.05/2016 tentang Tata Cara
Penerusan Pinjaman Dalam Negeri dan Penerusan Pinjaman Luar Negeri kepada Badan
Usaha Milik Negara dan Pemerintah Daerah.
5.2.2.3.2 Penerimaan Cicilan Pengembalian Pemberian Pinjaman kepada BUMN/Pemda
Penerimaan cicilan pengembalian pemberian pinjaman timbul dari kewajiban debitur
BUMN/Pemda untuk membayar kembali cicilan pokok dan bunga sebagaimana diatur dalam
naskah perjanjian penerusan pinjaman. Naskah perjanjian tersebut antara lain mengatur
tanggal jatuh tempo, nilai kewajiban pokok, dan kewajiban lainnya. Berdasarkan jadwal jatuh
tempo pinjaman, Pemerintah melalui KPPN Khusus Investasi, selaku unit yang memiliki
kewenangan untuk mengadministrasikan pengelolaan pinjaman dan menerbitkan tagihan
jatuh tempo. Surat tagihan tersebut menjadi dasar bagi debitur membayarkan kewajiban jatuh
temponya dan kemudian menyetorkan kewajibannya melalui Rekening Dana Investasi (RDI)
atau Rekening Pemerintah Daerah (RPD). Selanjutnya, penerimaan tersebut akan dicatat
sebagai penerimaan pembiayaan untuk kewajiban pokok sedangkan kewajiban bunga dan
denda akan dicatat sebagai PNBP
5.2.2.4 Kewajiban Pinjaman
Kewajiban penjaminan merupakan kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat
pemberian jaminan kepada K/L, Pemda, BUMN, BUMD, dan pelaku usaha yaitu UMKM,
korporasi, dan BUMN dalam program PEN. Penjaminan tersebut diberikan dalam hal K/L,
Pemda, BUMN, BUMD, dan pelaku usaha yaitu UMKM, korporasi, dan BUMN dalam
program PEN dimaksud tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan/ atau
badan usaha sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian kerja sama. Mekanisme penjaminan
diberikan dalam dua bentuk, yaitu penjaminan kredit (pinjaman perbankan dan obligasi) dan
penjaminan investasi. Penjaminan kredit diberikan oleh Pemerintah kepada pihak terjamin
atas kewajiban pembayaran kredit perbankan dan/ atau obligasi yang tidak dapat dibayarkan
oleh pihak terjamin. Enam proyek infrastruktur dengan penjaminan kredit yaitu: (1) Proyek
10.000 MW Tahap I; (2) Proyek Percepatan Penyediaan Air Minum; (3) Proyek Jalan Tol di
Sumatera; (4) Proyek Infrastruktur dengan Skema Pinjaman Langsung; (5) Proyek Light Rail
Transit (LRT) Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek); dan (6) Proyek Infrastruktur
Ketenagalistrikan. Selain itu, dalam rangka PEN, Pemerintah telah memberikan penjaminan
antara lain melalui badan usaha penjaminan yang ditunjuk dalam bentuk penjaminan atas
kredit/obligasi kepada BUMN dan kredit modal kerja pelaku usaha yang diberikan oleh
perbankan. Sementara itu, penjaminan investasi diberikan bersama Pemerintah dan/atau PT
Penjaminan Infrastruktur Indonesia/PII (Persero) dalam menjamin risiko infrastruktur sesuai
prinsip alokasi risiko dalam proyek KPBU dan penjaminan risiko politik oleh Pemerintah
pada PSN. Secara umum penjaminan Pemerintah diberikan dalam rangka penugasan yang
diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu penjaminan untuk percepatan pembangunan
proyek infrastruktur nasional, penyediaan pembiayaan infrastruktur daerah kepada BUMN,
dan dukungan penjaminan pada program PEN.
5.2.2.5 Pembiayaan lainnya
Pembiayaan lainnya terdiri atas Saldo Anggaran Lebih (SAL), Hasil Pengelolaan Aset
(HPA), dan rekening pembangunan hutan. Penggunaan alokasi SAL merupakan bagian dari
upaya Pemerintah untuk mengurangi penerbitan utang, sehingga rasio utang terhadap PDB
dapat dijaga di tingkat yang optimal dan diupayakan turun secara bertahap. Hasil pengelolaan
aset merupakan sumber penerimaan pembiayaan yang berasal dari proses penjualan/likuidasi
aset-aset bank eks. BPPN/BDL. Sementara itu, penerimaan pembiayaan yang bersumber dari
rekening pembangunan hutan merupakan bagian dari proses pengalihan dana reboisasi
kepada BPDLH. Selain melakukan pengelolaan secara langsung atas aset-aset yang dikelola
oleh Kementerian Keuangan, Pemerintah juga melaksanakan penyerahkelolaan sebagian aset
eks. BPPN kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero). Sejak tahun 2019, penerimaan
HPA cenderung turun dari tahun ke tahun. Penurunan tersebut sebagai konsekuensi atas
menurunnya jumlah aset yang dikelola karena telah dilikuidasi. Selain itu, kebijakan
pengelolaan aset saat ini bergeser dari penjualan menjadi pemanfaatan aset untuk
mendapatkan hasil yang lebih optimal.

BAB 7
7.1 Pendahulan
Mobilisasi penerimaan negara akan dilakukan dengan menjaga efektivitas reformasi
perpajakan dan memberikan insentif fiskal yang mendorong investasi untuk mendukung
transformasi ekonomi. Sementara itu, peningkatan kualitas belanja akan terus diperkuat
antara lain dengan tetap melanjutkan kebijakan reformasi struktural dan reformasi fiskal
melalui penguatan efisiensi dan efektivitas belanja negara (spending better) yang diarahkan
untuk mendorong efisiensi kebutuhan dasar, fokus pada prioritas pembangunan dan
berorientasi pada hasil (result-based budget execution), subsidi tepat sasaran dan efektivitas
program perlinsos melalui peningkatan akurasi data, penguatan sinergi dan harmonisasi
kebijakan pusat dan daerah, dan juga untuk mendorong pemerataan pembangunan,
penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan baik
antar-golongan maupun antarwilayah. Dengan melaksanakan reformasi fiskal ini, diharapkan
rasio perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) akan terus meningkat, dan belanja
pemerintah yang berkualitas akan tercermin dalam keseimbangan primer yang mencapai nilai
positif. Defisit anggaran akan tetap dalam batas terkendali, dan rasio utang akan berada
dalam batas yang dapat dikelola dengan baik.
7.2 Kebijakan dan perkiraan maju asumsi dasar ekonomi makro jangka menengah
Pertumbuhan ekonomi diperkirakan terus meningkat dalam jangka menengah di tengah
semakin kuatnya daya saing perekonomian nasional. Reformasi struktural dan transformasi
ekonomi diharapkan dapat menjadi kunci bagi akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional
sebagai bagian untuk membuka peluang mewujudkan Visi Indonesia Maju tahun 2045.
Reformasi struktural antara lain dilakukan dengan meningkatkan kualitas SDM,
meningkatkan kemudahan berusaha, efisiensi birokrasi, serta pembangunan infrastruktur.
Dengan pendidikan yang berkualitas, maka akan tercipta SDM yang mumpuni dan unggul
yang dapat dengan mudah terserap di pasar tenaga kerja, dan pada akhirnya menjadi
katalisator bagi perekonomian melalui peningkatan produktivitas. Pembangunan infrastruktur
yang telah dilakukan secara masif dan merata dalam beberapa tahun terakhir diharapkan akan
mampu menopang aktivitas industri dan meningkatkan produktivitas ekonomi. Efisiensi
birokrasi juga terus digalakkan oleh Pemerintah, salah satunya melalui deregulasi perizinan
untuk mendukung peningkatan kemudahan berusaha domestik. Dengan demikian, biaya
produksi dan logistik diharapkan akan turun dalam jangka menengah sehingga daya saing
produk buatan Indonesia akan meningkat dan mendorong peningkatan investasi, serta
mendukung tumbuhnya industriindustri baru di dalam negeri
7.3 Kebijakan dan perkiraan maju pendapatan negara jangka menengah
Dalam rangka mendorong reformasi struktural dan akselerasi transformasi ekonomi,
pendapatan negara jangka menengah diarahkan untuk mendorong optimalisasi sumber
penerimaan negara dengan tetap menjaga iklim investasi dan kelestarian lingkungan.
Beberapa kebijakan yang akan dilanjutkan diantaranya adalah (1) menjaga efektivitas
penerapan reformasi perpajakan melalui UU HPP; (2) mendorong sistem perpajakan yang
selaras dengan perkembangan perekonomian; (3) mendorong peningkatan tax ratio melalui
penggalian potensi peningkatan basis perpajakan dan kepatuhan wajib pajak; (4) mendorong
optimalisasi pengelolaan aset; dan (5) mendorong inovasi layanan. Dengan berbagai
kebijakan tersebut, pendapatan negara pada jangka menengah diproyeksikan akan terus
meningkat hingga dapat mencapai 12,42–12,99 persen dari PDB di tahun 2027 seiring
dengan prospek perekonomian yang diperkirakan makin membaik.
7.3.1 Penerimaan perpajakan
Pemerintah secara konsisten melanjutkan upaya perluasan basis pajak sebagai tindak lanjut
pasca PPS dan implementasi NIK sebagai NPWP. Selain itu, Pemerintah juga akan tetap
menyediakan insentif pajak untuk percepatan transformasi ekonomi sekaligus meningkatkan
daya tarik investasi.Selanjutnya untuk mendorong efisiensi waktu dan biaya logistik nasional,
Pemerintah terus meningkatkan efektivitas implementasi National Logistic Ecosystem (NLE)
secara bertahap. Dengan memperhatikan proyeksi perekonomian dan kebijakan perpajakan
jangka menengah, penerimaan perpajakan hingga 2027 diperkirakan mencapai 10,31-10,77
persen PDB. Proyeksi penerimaan perpajakan jangka menengah dapat dilihat pada
Penerimaan pajak utamanya berasal dari PPh serta PPN dan PPnBM. Penerimaan PPh akan
dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan perbaikan utilisasi tenaga kerja, serta pengaruh
harga migas yang diperkirakan mengalami moderasi/normalisasi. Sedangkan PPN dan
PPnBM akan tumbuh sejalan dengan peningkatan konsumsi domestik, perluasan basis pajak,
dan implementasi kebijakan UU HPP.
7.3.2 penerimaan negara bukan pajak
Dalam jangka menengah, PNBP yang merupakan sumber pendanaan terbesar kedua pada
pendapatan negara akan terus dioptimalkan, walaupun diperkirakan masih akan menghadapi
beberapa tantangan. Volatilitas harga komoditas masih akan mempengaruhi dinamika kinerja
PNBP ke depan terutama pada komponen PNBP yang berasal dari SDA yang memiliki
kontribusi cukup besar terhadap total PNBP. Selain itu, perbaikan dan penguatan tata kelola
PNBP sebagai upaya peningkatan layanan kepada masyarakat juga akan terus dilakukan oleh
Pemerintah secara berkelanjutan. Pendapatan KND akan diarahkan pada peningkatan kinerja
BUMN dalam rangka meningkatkan kontribusi terhadap perekonomian dan pendapatan
negara. rangka meningkatkan kontribusi terhadap perekonomian dan pendapatan negara.
7.3.3 penerimaan hibah
Penerimaan hibah memiliki karakteristik yang bersifat sukarela. Penerimaan hibah terdiri dari
hibah terencana dan langsung baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam jangka menengah,
penerimaan hibah didasarkan atas proyeksi hibah terencana yang akan dikelola K/L, terutama yang
bersumber dari luar negeri. Proyeksi tersebut meliputi penerimaan hibah yang telah direncanakan
dalam bentuk uang dan digunakan untuk membiayai suatu kegiatan. Proses pencairannya dilakukan
melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. Adapun penerimaan hibah yang tidak
direncanakan baik dari dalam maupun luar negeri dalam tahun berjalan dapat tetap dilaksanakan
untuk kemudian dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Proyeksi penerimaan
hibah jangka menengah cenderung meningkat dipengaruhi oleh proyeksi penerimaan hibah
terutama berasal dari Millennium Challenge Corporation yang ditujukan untuk penurunan tingkat
kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai