Anda di halaman 1dari 3

Kasus Korupsi Lagi, Adakah Solusi Hentikan Tren ini?

Oleh. Nur Rahmawati, S.H.

(Praktisi Pendidikan di Kotim)

Korupsi yang sejatinya sebuah tindakan melanggar hukum dengan memanfaatkan jabatan atau
kekuasaan mencuri uang rakyat. Kali ini 10 pegawai di Kementerian ESDM didakwa oleh Jaksa KPK
terkait pemotongan tunjangan kinerja (tukin) yang merugikan negara sebesar Rp 27 miliar dengan
cara memanipulasi jumlah tunjangan kinerja bulanan yang diterima. Mereka menaikkan jumlah
kinerja dari yang seharusnya (Detik.com, 2-11-2023).

Kasus korupsi yang kini menjadi tren di kalangan pejabat dan pemangku kekuasaan sudah mulai
menggurita, dari tingkat kelurahan hingga kementrian. Jika di lingkup Kotawaringin Timur sendiri,
adanya dugaan korupsi pada proyek bangunan Gedung Expo Sampit yang sampai sekarang belum
diresmikan atau gagal berfungsi telah menelan anggaran sebesar Rp 31.766.000.000 dari dana APBD
tahun 2019. Di mana pemenang proyek ini adalah PT Heral Eranio Jaya sebagai kontraktor, sedangkan
supervisinya Geographic Consultindo (Matakalteng.com, 19-9-2023).

Pemberantasan Korupsi Hanya Ilusi

Menjamurnya kasus korupsi memberi penegasan bahwa, hal ini tidak disebabkan hanya karena
individunya saja, namun lebih parahnya dilakukan secara sistemik. Sulitnya memberantas korupsi
yang menjadi momok seakan perbuatan ini mudah dilakukan, namun sulit untuk diatasi. Sehingga
pemberantasan korupsi hanya ilusi, meski sudah melakukan banyak upaya pencegahan dan
tindakan, seperti dibentuknya lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dibuatnya aturan
Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) dan lainnya. Tapi, lagi-lagi tak juga menghasilkan efek jera. Bahkan
terkesan disepelekan dan dipandang sebelah mata. Lantas, mengapa ini terjadi?

Tindakan menjarah uang rakyat dengan memanfaatkan kekuasaan, disebabkan diterapkannya sistem
kapitalisme yang memberikan peluang untuk hal ini terjadi. Terbukti, hingga kini sistem demokrasi
kapitalisme sulit menaklukkan candu korupsi di lembaga anti riswah. Pembentukan KPK nyatanya tak
mampu menghentikan laju korupsi, sehingga menjadi satu keniscayaan korupsi terjadi dalam sistem
demokrasi. Bahkan KPK kini kehilangan kekuatannya dalam menindak kasus ini, tak sedikit dari
mereka justru ikut tersandung kasus korupsi, seperti yang terjadi pada Penyidik KPK Ajun Komisaris
Polisi Stepanus Robin Patujju (Kompas.com, 23-4-2021).

Lebih lanjut, pelaku korupsi nyatanya diperlakukan baik di rumah tahanan. Bahkan, adanya fasilitas
yang terbilang mewah dan berbanding terbalik dengan para tahanan bukan kasus korupsi. Seperti
yang pernah disorot adanya sel mewah Novanto saat Sri Puguh Budi selaku Direktur Jenderal
Pemasyarakatan, melakukan inspeksi mendadak ke sejumlah sel di Lapas Sukamiskin pada Juli 2018.
Selain itu, yang lebih mengherankan para koruptor ini bisa leluasa plesiran ke luar negeri, sebut saja
Anggo Widjojo terpidana kasus pemberian suap terkait proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu
(SKRT) di Kementerian Kehutanan. Bahkan, Anggo bebas keluar masuk dari rumah tahanan, tentu
menjadi sebuah pertanyaan, apakah ini sudah tersistem atau hanya oknum tertentu yang
melakukannya?

Sistem Kapitalisme Biang Keladinya

Beberapa yang telah dijabarkan di atas, mengindikasikan sistem politik demokraai saat ini menjadi
biang banyaknya kasus korupsi. Bahkan, sistem kapitalisme yang melahirkan individu-individu yang
ingin memperkaya diri sendiri meski dengan cara curang seperti korupsi, akan dilakukan. Selain itu,
dalam sistem kapitalisme saat ini akan melahirkan manusia-manusia bobrok dan bermoral rusak,
sebab standar hidup yang dimilikinya adalah materi, tak jarang apa pun akan dilakukan demi
mencapai tujuan tersebut.

Lebih parahnya, politik demokraai akan membawa pelakunya untuk memanfaatkan jabatannya
membuat aturan yang justru jauh dari menyejahterakan rakyat. Apalagi jika kita amati aturan yang
dibuat semisal tentang korupsi tidak sama sekali mampu menghentikan atau mengatasi kasus korupsi
hingga ke akarnya. Bahkan, justru terkesan disepelekan.

Dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan keniscayaan di sistem demokraai-kapitalis yang


menyajikan aturan-aturan yang keberpihakannya pada pemilik modal, sehingga tidak mampu
menghentikan dan menciptakan efek jera bagi para pelaku, yang kemudian korupsi tidak lagi menjadi
kasus luar biasa. Sebuah sistem yang diciptakan dari buah pikir manusia yang serba lemah dan
kekurangan, sehingga peluang salah lebih besar terjadi. Maka, tidak berlebihan jika pemberantasan
korupsi dalam sistem kapitalisme demokrasi adalah sebuah ilusi.

Solusi Menghentikan Korupsi

Agama Nabi Muhammad merupakan agama penyempurna yang memiliki berbagai mekanisme tepat
dan terbukti mampu mencegah tindak korupsi secara tuntas. Sistem Islam, tidak hanya memiliki cara
dalam menyelesaikan kasus korupsi tetapi juga mampu mencegah agar tidak terjadi korupsi.
Sebagaimana Rasulullah saw pernah mencontohkannya.

Beberapa aspek yang hanya mampu ditegakkan oleh sistem Islam, seperti;
Pertama, ketakwaan individu. Aspek pertama inilah yang menjadi syarat utama dipilihnya seorang
pejabat. Islam menuntun ketakwaan, tidak hanya dimiliki oleh individu baik rakyat tetapi juga
pejabatnya. Menjadi pejabat yang salih dengan memahami halal haram suatu perbuatan tentu
menjadi fondasi kuat untuk mencegah perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu, Islam juga
mencetak individu masyarakat yang taat, sehingga segala perbuatannya disandarkan pada syariat
Islam.

Kedua, kontrol oleh masyarakat, kelompok maupun partai politik. Kontrol di sini merupakan
penjagaan atau tameng untuk individu dan penguasa untuk terus melakukan kewajiban dan tugasnya
agar selalu amanah. Jika mereka melakukan kelalaian maka segera diingatkan dan diberikan langsung
oleh mereka, sehingga segera sadar dan bertaubat.

Ketiga, penegakan hukum syariat oleh negara. Penegakkan hukum Islam akan membawa efek luar
biasa bagi rakyat. Di mana aturan yang berdasarkan syariat Islam ini benar-benar ditegakkan tanpa
pandang bulu. Jika bersalah maka tetap mendapatkan sanksi. Hal inilah yang akan dipandang bahwa
aturan ini tidak hanya formalitas semata, tetapi suatu keniscayaan untuk ditegakkan jika negara ini
benar-benar tunduk pada sang pemilik kehidupan yaitu Allah Swt. Bahkan Rasulullah saw sangat
tegas terhadap penegakkan hukum tersebut, sebagaimana dinyatakan olehnya dalam hadis yang
artinya

"Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada
orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak
dihukum), namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka
menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad
mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya" (HR. Bukhari).

Ketiga aspek inilah yang menjadi poin penting untuk ditegakan, sehingga praktik penyimpangan
sekecil apa pun bisa diatasi. Jika aspek pertama dan kedua saja yang berjalan dengan baik, maka
tidaklah cukup, sebab tiga aspek ini adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Untuk bisa
menerapkan ini semua, maka perlu bersama untuk tepat dalam mengambil sistem yang tepat untuk
diterapkan baik di ranah individu, masyarakat, dan negara. Sistem tersebut adalah Islam.

Anda mungkin juga menyukai