Anda di halaman 1dari 11

1

MENGGAGAS MODEL JUSTICE COLLABORATOR RUMAH KERJA


PAKSA (RKJP) BAGI KORUPTOR

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Korupsi adalah suatu tindakan yang sangat tidak terpuji dan dapat
merugikan suatu bangsa. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah
kasus korupsi yang terbilang cukup banyak. Tidakkah kita melihat akhir-akhir
ini banyak sekali pemberitaan dari koran maupun media elektronik yang banyak
sekali memberitakan beberapa kasus korupsi di beberapa daerah di Indonesia
yang oknumnya kebanyakan berasal dari pegawai negeri yang seharusnya
mengabdi untuk kemajuan bangsa ini.
Menurut Undang-undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-undang No.20
Tahun 2001, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah. Setiap orang
yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.1
Sedangkan menurut Transparency International, korupsi adalah perilaku
pejabat publik, maupun politikus atau pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan
tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya,
dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada
mereka.2
Fakta mencatat tidak sedikit penegak hukum yang melakukan korupsi.
Ini sangat riskan, karena seharusnya penegak hukum itu ikut memberantas
korupsi bukan malah ikut-ikutan korupsi. Salah satu penegak hukum yang
pernah terjerat kasus korupsi pada tahun 2013. Mereka berasal dari institusi
kejaksaan, pengadilan, hingga kepolisian. Tak hanya level bawah, tetapi juga
pucuk pimpinan. Bahkan, korupsi sudah melanda instansi penegak hukum itu
hingga ada salah satu instansi yang masuk daftar instansi terkorup di Indonesia.
1
2

Lihat Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-undang No.20 Tahun 2001
Panduan Untuk Melawan Korupsi (Buku Panduan KPK)

Buktinya, dalam satu tahun terakhir ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
berhasil mengungkap kasus korupsi sektor para penegak hukum seperti di
Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, korupsi di Polri, korupsi di
Kejaksaan.
Dengan meninjaunya dalam sisi pandang sebuah pemerintahan
menghadapi masalah-masalah yang berkaitan dengan relasi yang kompleks
antara politik dan kekuasaan, maka sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia
adalah sejarah keengganan para politisi dan penguasa untuk membangun
kerangka pemerintahan yang memungkinkan menjamin berjalannya kegiatan
pemerintahan yang bebas korupsi. Sehingga praktek pemberantasan korupsi oleh
pihak pemerintah, sektor negara, lebih jauh akan mencerminkan watak
kekuasaan yang masih belum bergeser dari posisi semula : kekuasaan untuk
mengeksploitasi.
Lemahnya penegakan hukum menjadi faktor dominan yang membuat
korupsi di Indonesia semakin merajalela. Tanpa perbaikan penegakan hukum,
kasus korupsi diprediksi masih akan tetap tinggi tiap tahunnya. Koordinator
Program Kepemudaan Transparansi Internasional Indonesia Lia Toriana
mengatakan, 2013 ini pihaknya mencatat skor indeks persepsi korupsi
(Corruption Perception Index / CPI) Indonesia sebesar 32 dan menempati urutan
114 dari 177 negara yang diukur. Meski lebih baik empat tingkat dari tahun
sebelumnya (peringkat 118), angka ini masih saja membuktikan bahwa koruptor
di Indonesia masih merajalela.
Menurut Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana dalam
menangani koruptor maka diperlukan Lembaga Pemasyarakatan (LP) khusus,
seperti LP Sukamiskin Bandung yang sudah dijadikan LP khusus bagi
Koruptor,dan juga dibutuhkan kerjasama (Justice Collaborator) antara narapidana
dengan cara tertulis dan ditetapkan oleh lembaga penegak hukum.(Hukum Online
: Denny Indrayana). Juru bicara KPK Johan Budi mengatakan, untuk
menimbulkan efek jera, LP Sukamiskin bukanlah tempat yang tepat bagi koruptor.
Menurutnya, tempat yang tepat adalah di LP Nusa Kambangan. Daripada
Sukamiskin, saya kira lebih maju pemikiran yang menyatakan agar penjara bagi

para koruptor selayaknya di Nusa Kambangan atau Pulau Madagaskar


sekalian.(Hukum Online : Johan Budi)
Akan tetapi menurut kami LP Khusus bukanlah solusi yang efektif untuk
membuat jera para Koruptor, karena masih memiliki banyak kelemahan.
Diantaranya, pembiayaan yang sangat tinggi untuk mengurus LP Khusus tersebut
sehingga pelaksanaannya tidak akan maksimal dan banyak memakan uang
Negara. Berangkat dari permasalahan ini kami bermaksud mengajukan solusi baru
dalam hal mengurangi terjadinya Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dengan cara
Menggagas Model Justice Collaborator Rumah Kerja Paksa (RKJP) Bagi
Koruptor, sebagaimana dapat dijelaskan dalam bagan 1 dibawah ini.
Bagan 1 :
Alur Permasalahan dan Pemunculan Gagasan RKJP (rumah kerja paksa)
Pejabat Tinggi
RKJP (rumah
kerja paksa)

Korupsi

Kelemahan
Birokrasi
TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan
Berdasarkan uraian singkat yang tertuang dalam latar belakang masalah,
maka tujuan yang ingin dicapai dari gagasan tertulis ini ialah :
1. Untuk dapat menciptakan sebuah solusi dalam hal mengurangi
terjadinya tingkat korupsi di Indonesia dengan cara membentuk RKJP
(rumah kerja paksa) bagi koruptor.
2. Untuk dapat memberikan sebuah gagasan baru sebagai jalan keluar yang
dapat memberikan efek jera kepada koruptor melalui RKJP (rumah kerja
paksa).
3. Untuk menciptakan keikutsertaan masyarakat dalam hal mengawasi dan
ikut membrantas korupsi.
Manfaat
Hasil penulisan ini memberikan sumbangan manfaat, diantaranya :

1. Secara teoritis hasil gagasan ini bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan
terutama yang berkaitan dengan cara meberantas korupsi yang efektif
melalui RKJP (rumah kerja paksa).
2. Sedangkan kegunaan secara praktis yang diperoleh dengan adanya
gagasan/tulisan ini adalah sebagai berikut :
a. Diharapkan kepada pihak penegak hukum untuk dapat meninjau
kembali efektifitas hukuman bagi koruptor guna memberikan efek
jera terhadap koruptor supaya tidak melakukan korupsi lagi demi
berjalannya pelaksanaan kedaulatan rakyat di Indonesia.
b. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran baru dibidang
hukum bagi setiap pihak yang terkait seperti penegak hukum,
pemerintah, praktisi hukum, terkait dengan penerapan mekanisme
RKJP (rumah kerja paksa), dimana pembentukan RKJP ini sebagai
sebuah gagasan untuk meminimalisir terjadinya korupsi di Indonesia.
GAGASAN
Telaah Pustaka
1. Definisi Korupsi
Menurut H.A. Brasz menempatkan unsur-unsur definisi korupsi sebagai
berikut. Pertama, kekuasaan yang dialihkan (derived power). Kedua, kekuasaan
yang dialihkan dipakai berdasarkan wewenang yang melekat pada kekuasaan itu,
atau berdasarkan kemampuan-kemampuan yang formal, meskipun penggunaan
kekuasaan itu dengan mudah dapat menimbulkan kesan seakan-akan sah adanya.
Ketiga, kekuasaan yang dialihkan itu dipakai untuk merugikan tujuan-tujuan
pemegang kekuasaan asli. Keempat, kekuasaan yang dialihkan itu dipakai untuk
menguntungkan atau merugikan orang luar. Kelima, pemakaian wewenang dan
kekuasaan formal secara tersembunyi dengan dalih menurut hukum. (Ervyn
Kaffah dan Moh. Asyiq Amrulloh : H.A. Brasz).
Korupsi juga mengacu kepada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan
pribadi. Atau, secara lebih realistik, korupsi adalah penggunaan dana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) untuk tujuan pribadi, partai politik, golongan dan lain-lainnya,
diluar tujuan penggunaan dana itu.

Di Indonesia, menurut Theodore M. Smith, korupsi dapat digolongkan


dengan berbagai cara. Pertama, dimulai dengan manipulasi besar di puncak
(kekuasaan) dan turun ke bawah dalam bentuk uang kilat dan hadiah berupa
rokok. Kedua, pencurian dan merupakan kerugian langsung atas sumber
keuangan negara. Ketiga, penyuapan dan merupakan kerugian atas sumber yang
berlainan jenis, legitimasi pemerintah, khususnya dalam pandangan kelompok
elite yang kritis seperti kalangan profesional, akademisi, mahasiswa, dan
pegawai pemerintah. Keempat, menyangkut sasaran praktek-praktek yang korup.
(Ervyn Kaffah dan Moh. Asyiq Amrulloh : Theodore M. Smith).
Begitu juga perlunya kejelasan definisi korupsi yang jenis dan polanya begitu
kompleks. Pada intinya, korupsi terhubung dengan penyalahgunaan jabatan.
Dalam hal ini, money politics masih kontroversial sebagai bentuk korupsi, apabila
memang uang yang digunakan untuk mentraktir orang lain adalah uang pribadi
(privat), bukan uang negara (publik). Definisi money politics yang belum jelas ini,
membuat kebijakan-kebijakan untuk menghadangnya juga tidak terukur. Kalau
penggunaan uang pribadi dalam kampanye disebut sebagai money politics, maka
tak akan ada orang atau partai politik yang bersih dari korupsi.dalam sejumlah
penelitian tentang pemilihan kepala desa, penggunaan uang untuk mengadakan
perhelatan, makan bersama, dan lain-lainnya sudah menjadi kebiasaan untuk
memperoleh dukungan. Kalau kepala desa itu kemudian terpilih, lalu di anggap
melakukan money politik, tentu kita menghadapi krisis multilevel dari tingkat
rendah sampai tinggi atas pemerintahan atau pimpinan formal negara kita.
2. Penerapan Mekanisme Rumah Kerja Paksa Dalam Meminimalisasi
Tindak Korupsi di Indonesia
Mekanisme RKJP (rumah kerja paksa) ini merupakan sebuah mekanisme
yang memberikan gagasan ataupun tawaran terhadap pemerintah untuk
memerangi korupsi di Indonesia.
Mekanisme RKJP (rumah kerja paksa) dilaksanakan melalui sebuah
tempat home industri dan dijalankan oleh para koruptor dan diawasi oleh
lembaga penegak hukum dan juga masyarakat yang nantinya koruptor tersebut
dibekerjakan secara sukarela tanpa digaji (bisa berupa produk kerajinan tangan).
Dan hasilnya masuk ke negara untuk mengembalikan uang yang telah dikorupsi.

Hal tersebut mau tidak mau harus dilakukan oleh para koruptor semata-mata
sebagai pengganti uang yang telah dikorupsi atau sebagai bentuk tanggung
jawab dari para koruptor atas perbuatannya itu.
3. Solusi yang Pernah di Tawarkan
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud, MD pernah
memberikan dua alternative ataupun solusi untuk membrantas korupsi di
Indonesia. Yang pertama, Pemotongan Generasi, dan yang kedua, Pemutihan
Masal.
(Mahfud,MD). Saya malah pernah mengusulkan dua alternatif untuk
menggunting itu. Di beberapa negara ada kebijakan lustration, artinya memotong
generasi tertentu. Misalnya di salah satu negara Amerika Latin, orang yang
berkarir di zaman korupsi dihentikan diberi pesangon, golden shakehand. Atas
nama undang-undang boleh jangan menjabat lagi. Nggak akan diapa-apain.
Diseleksi, yang dulu sampai di eselon 2, nggak akan naik ke eselon 1. Eselon 3
ke bawah diseleksi betul karena ini belum tercemar atau tercemarnya sedikit,
belum terlalu terkontaminasi. Bisa diisi dulu dengan orang-orang yang bersih
dan kredibel.
Pun di rekrutmen politik. Para politikus jaman tertentu tidak boleh berpolitik
atau ikut partai politik selamanya. Misalnya, orang yang dulu berada pada posisi
tertentu. Pelaksanaannya harus ketat. Jadi lustrasi itu adalah pemotongan
generasi politik dan generasi birokrasi dalam waktu tertentu.
Alternatif kedua adalah national pardon atau pemutihan massal. Semua
orang yang dulunya bersalah, terlanjur banyak salah diampuni saja. Karena
asumsinya dulu itu bersalah bukan karena watak dia, tapi sistem tidak dapat
dihindari jaman Orde Baru itu. Sekarang diputihkan saja dengan janji yang
dituangkan dalam undang-undang, kalau Anda merasa dulu korupsi atau
menerima suap, silakan kembalikan ke negara sesuka Anda dengan suka rela,
tapi kalau tidak juga tidak apa-apa, terserah nurani. Tapi mulai detik ini, jika
Anda korupsi lagi maka Anda akan dihukum mati. Seperti di China.
(jaringnews.com/politik-peristiwa/interview/13105/mahfud-md-untuk berantaskorupsi-perlu-potong-satu-generasi-di-birokrasi : Mahfud M. D).

National pardon secara resmi itu tidak ada. Tapi di Afrika Selatan itu ada
komisi rekonsiliasi dan kebenaran, tidak hanya korupsi tapi juga pelanggaran
HAM. Pelanggaran HAM yang dulu diampuni saja. Di China ada kebijakan
hukuman mati untuk koruptor.
Akan tetapi dengan adanya Pemotongan Generasi dan Pemutihan Masal
ini akan merugikan dan mengorbankan pihak-pihak di dalamnya yang sama
sekali tidak terlibat korupsi. Maka dari itu kami disini ingin memberikan
gagasan baru dalam hal meminimalisir dan memberantas tindak korupsi di
Indonesia dengan cara membentuk RKJP (Rumah Kerja Paksa) bagi para
koruptor.
Menurut saya akan banyak yang setuju dengan gagasan RKJP (Rumah Kerja
Paksa) ini. Karena korupsi bisa dikatakan kejahatan luar biasa yang
mengorbankan orang banyak, salah satu dampak dari korupsi ialah penegakan
hukum dan layanan masyarakat jadi amburadul, pembangunan fisik jadi
terbengkalai, prestasi jadi tidak berarti, demokrasi jadi tidak jalan, ekonomi jadi
hancur. Dan masih banyak lagi dampak korupsi yang nerugikan orang banyak.
Kondisi Kekinian Gagasan
Gagasan pembentukan RKJP (Rumah Kerja Paksa) ini merupakan sebuah
sintesis yang lahir dari pemikiran penulis tentang banyaknya pemikiran yang
timbul akibat penegakan hukum atau birokrasi yang lemah dalam hal
membrantas korupsi di Indonesia.
Dari fakta-fakta yang sudah ada banyak kasus yang ditemukan, antara lain
banyaknya penegak hukum yang tertangkap tangan terlibat dalam kasus korupsi
dan juga sebagai instansi terkorup selama beberapa tahun belakangan ini.
Korupsi yang akhir-akhir ini semakin menjadi-jadi lebih mengarah kepada
sebuah hegemoni yang dijadikan kesempatan para pejabat ataupun seseorang
untuk mengambil keuntungan pribadi dengan cara yang tidak benar, seperti
memanfaatkan adanya pemilihan umum (pemilu).
Melalui gagasan pembentukan RKJP (Rumah Kerja Paksa) ini akan menjadi
anti virus serangan korupsi yang akan mampu mengurangi tingkat korupsi di
Indonesia, sehingga jika gagasan/ide ini kemudian di implementasikan maka
gagasan ini akan menjadi sebuah gagasan yang masih baru dan segar terkait

dengan semakin tingginya tingkat korupsi di Indonesia, sehingga nantinya akan


sangat berpengaruh terhadap penguatan kembali penegakan hukum di Indonesia
dan juga akan memberikan sebuah jawaban atas pertanyaan bagaimana cara
membrantas korupsi yang semakin merajalela beberapa tahun ini.
Pihak-Pihak Yang Dapat Membantu Pengimplementasian Gagasan
Untuk

dapat

mengekfektifkan

pengimplementasian

dari

gagasan

pembentukan RKJP (Rumah Kerja Paksa) sebagai uapaya mengurangi dan


membasmi korupsi di Indonesia, maka dibutuhkan peran dan kontribusi dari
beberapa pihak yakni :
1. Dinas Sosial melalui Justice Collaborator dengan Penegak Hukum berupa
kerja sosial dalam bentuk (pasukan kuning, panti asuhan, pondok pesantren,
LSM, dll).
2. Dinas Ketenagakerjaan melalui Justice Collaborator dengan Penegak Hukum
berupa Outsorcing di lembaga pemerintahan, lembaga pendidikan, dengan
cara bekerja tanpa di gaji.
3. Lembaga Swadaya Masyarakat Anti Korupsi dan KPK.
Langkah Strategis dalam Mengimplementasikan Gagasan
Penerapan pembentukan RKJP (Rumah Kerja Paksa) ini nantinya akan
menjadi sebuah ide yang masih segar dalam meminimalisasi ataupun
memberantas korupsi di Indonesia, sehingga nantiya akan menciptakan sebuah
birokrasi dan masyarakat yang kuat dalam hal penanganan korupsi. Langkahlangkah dalam teknis pengimplementasian gagasan mengenai pembentukan RKJP
(Rumah Kerja Paksa) sebagai upaya penguatan kembali penegakan hukum di
Indonesia tentang korupsi, langkah strategis ini dapat di ilustrasikan kedalam
bagan 2 dan 3 sebagai berikut :
Bagan 2 :
Teknik Pengimplementasian Gagasan
Proses Peradilan

LEGISLATOR

Sanksi

RKJP (Rumah
Kerja Paksa)

permohonan
Masyarakat

Meminimalisasi dan
membasmi korupsi

Korupsi

Bagan 3
Konsep Rumah Kerja Paksa (RKJP)
Justice
Collaborator

RKJP

Kerja Sosial

(Rumah
Kerja Paksa)

Pemerintah/Dinas
Sosial
Pemerintah/Disnaker
Penegak Hukum
Outsorcing

Konsep Rumah Kerja Paksa (RKJP)

Pembinaan narapidana yang kurang efektif dan sanksi yang tidak membuat
jera para pelaku korupsi, maka dari itu kami menawarkan sebuah solusi baru
untuk mencegah dan meminimalisasi tindak pidana korupsi dengan cara
menempatkan koruptor pada Rumah Kerja Paksa (RKJP). Narapidan diwajibkan
bekerja sama (Justice Collaborator) secara tertulis, yang nantinya terpidana bisa
ditempatkan diluar ataupun didalam LP, di luar LP narapidana akan bekerja sosial
yang diawasi oleh dinas Sosial, sedangkan didalam LP narapidana bekerja
Outsorcing (tanpa digaji) dalam kurun waktu tertentu, uang masuk ke kas Negara
untuk mengembalikan kerugian Negara yang telah di korupsi hal ini di awasi dan
bekerja sama dengan dinas Ketenagakerjaan.

KESIMPULAN
Dari uraian singkat yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan yakni sebagai berikut :
1. Korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang merugikan orang banyak
dan harus segera di musnahkan, maka penulis mengajukan Gagasan
penerapan

RKJP

(Rumah

Kerja

Paksa)

meminimalisir terjadinya korupsi di Indonesia.

bagi

koruptor

untuk

10

2. Birokrasi yang lemah merupakan salah satu faktor terjadinya korupsi di


Indonesia, karena penegakan hukum yang lemah ini membuat koruptor
seolah-olah tidak takut dengan ancaman hukuman yang akan diberikan.
Bahkan fakta menyatakan bahwa hukuman bagi koruptor tidak sebanding
dengan apa yang telah diperbuatnya, justru cenderung keenakan dan
menguntungkan koruptor.
3. Prediksi hasil yang akan diperoleh dari pembentukan RKJP (Rumah
Kerja Paksa) ini ialah akan dapat meminimalisasi tindak korupsi dengan
membuat koruptor jera, bahkan diharapkan untuk membasmi tindak
korupsi di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
Kaffah,Ervyn, Moh. Amrullah,A. 2003, Fiqih Korupsi Amanah vs Kekuasaan,
Solidaritas Masyarakat Transparansi NTB. Desember : 2003.
Buku Panduan Untuk Melawan Korupsi (KPK).
Miftachus Sjuhat dan. Hadjianto, Syam. Jurnal Konstitusi Universitas
Muhammadiyah Malang fakta korupsi di Indonesia. 2011
Jurnal tiga bulanan, Strategic Review, edisi April-Juni 2012/Volume 2/Nomor 2.
(Ervyn Kaffah dan Moh. Asyiq Amrulloh : H.A. Brasz)
(Ervyn Kaffah dan Moh. Asyiq Amrulloh : Theodore M. Smith)
SUMBER LAIN
(Hukum Online : Denny Indrayana)
(Hukum Online : Johan Budi)
(jaringnews.com/politik-peristiwa/interview/13105/mahfud-md-untuk berantaskorupsi-perlu-potong-satu-generasi-di-birokrasi : Mahfud M. D)
http://nasional.kompas.com/read/2013/12/31/1533118/Siapa.Saja.Penegak.Huku
m.Terjerat.Korupsi.2013, di akses tanggal 08 Maret 2015
http://www.koran-sindo.com/node/349907, di akses tanggal 08 Maret 2015
PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang Nomor 31 Tahun1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun


2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

11

Anda mungkin juga menyukai